• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRUKTUR UKURAN DAN PARAMETER POPULASI RAJUNGAN (Portunus pelagicus, Linnaeus 1758) DI PERAIRAN TORONIPA, SULAWESI TENGGARA, INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STRUKTUR UKURAN DAN PARAMETER POPULASI RAJUNGAN (Portunus pelagicus, Linnaeus 1758) DI PERAIRAN TORONIPA, SULAWESI TENGGARA, INDONESIA"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

STRUKTUR UKURAN DAN PARAMETER POPULASI

RAJUNGAN (

Portunus

pelagicus

, Linnaeus 1758)

DI PERAIRAN TORONIPA, SULAWESI TENGGARA,

INDONESIA

Size Structure and Population Parameter of Blue Swimming Crab

(Portunus Pelagicus,

Linnaeus 1758

) in Toronipa Waters, Southeast

Sulawesi, Indonesia.

Oleh:

Muchtar, A. S., 1*, La Sara2, Asriyana2

1

Mahasisiwa Program Studi Ilmu Perikanan, Program Pascasarjana, UHO

2

Staf Pengajar Program Studi Ilmu Perikanan Program Pascasarjana, UHO

*

Korespondensi: asandy.pon@gmail.com

ABSTRACT

This study aimed to analyze size structure and population parameter of blue swimming crabs (P. pelagicus) in the Toronipa waters which was conducted for six months (March - August 2014). Total of samples obtained was 376 male and 331 female blue swimming crabs. Based on the results of t-test, the correlation between length carapace-body weight of blue swimming crabs showed a pattern of isometric growth, both male and female crabs, with a strong value of coefficient correlation. During the research (March - August) three age groups (cohorts) were found, dominated by a group having the average wide of carapace 91.92 mm. The parameter value of male crab growth was L∞ 155.76 mm, K was 0.830 mm/year and t0 -0.126 mm, whereas with the female

crabs the L∞ value was 184.82 mm, K was 0.430 mm/year and t0 – 0.231 mm. It is hoped

that the result of this research can become a basis for considering the management of blue swimming crabs in the Toronipa waters.

(2)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis struktur ukuran dan parameter populasi rajungan (P. pelagicus) di Perairan Toronipa yang dilakukan selama enam bulan (Maret - Agustus 2014). Total sampel yang diperoleh adalah 376 ekor rajungan jantan dan 331 ekor rajungan betina. Kelas ukuran lebar karapas rajungan yang banyak tertangkap selama penelitian berkisar antara 95,84 mm – 106,35 mm untuk rajungan jantan dan rajungan betina berkisar antara 90,97 mm – 105,15 mm. Di Perairan Toronipa selama penelitian (Maret - Agustus) diperoleh tiga kelompok umur (kohort) yang didomiasi kelompok ukuran lebar karapas rata-rata 91,92 mm. Hasil uji t hubungan lebar karapas-bobot tubuh rajungan menunjukan pola pertumbuhan isometrik, baik rajungan jantan maupun betina dengan nilai koefisien korelasi yang kuat. Nilai parameter pertumbuhan rajungan jantan diperoleh nilai L∞ sebesar 155,76 mm, K sebesar 0,830 mm/tahun dan t0 sebesar -0,126 mm. sedangkan rajungan betina diperoleh nilai L∞

sebesar 184,82 mm, K sebesar 0,430 mm/tahun dan t0 sebesar - 0,231 mm. Diharapkan

hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar pertimbangan dalam pengelolaan rajungan di Perairan Toronipa.

Kata kunci: Struktur ukuran, Parameter populasi, P.pelagicus, Perairan Toronipa.

PENDAHULUAN

Sulawesi Tenggara merupakan salah satu daerah pemasok bahan baku industri pengalengan daging rajungan. Umumnya di Sulawesi Tenggara telah terjadi penangkapan rajungan yang terus meningkat setiap tahunnya seperti di Perairan Toronipa yang telah terjadi penurunan jumlah populasi rajungan akibat tingginya penangkapan. Berdasarkan data hasil tangkapan rajungan dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2014, beberapa daerah telah terjadi peningkatan produksi tangkapan rajungan seperti di Kabupaten Buton pada tahun 2009 – 2012, peningkatan produksi rajungan dari 26,9 ton menjadi 63 ton, Kabupaten Muna pada tahun 2009 – 2014 dari 321,4 ton menjadi 421,6 ton, Kabupaten Konawe pada tahun 2009 – 2011 dari 99,3 ton menjai 100,9 ton, dan Kabupaten Konawe Selatan pada tahun 2009 – 2011 dari 41,8 ton menjadi 47,2 ton.

Berkurangnya jumlah populasi rajungan karena tingginya penangkapan ditandai dengan semakin berkurangnya hasil tangkapan, ukuran rajungan yang tertangkap semakin kecil dan fishing ground yang semakin jauh. Selain itu, apabila habitatnya mendapat gangguan berat dapat merubah struktur populasinya bahkan dapat menyebabkan kepunahan (Juwana, 2004; Wiadnya et al, 2005). Oleh karena itu, diperlukan suatu kajian mengenai beberapa parameter populasi rajungan sebagai bahan informasi dasar dalam penentuan atau perencanaan model pengelolaan sumber daya rajungan agar pemanfaatannya tetap lestari.

(3)

METODE PENELITIAN

1. Lokasi Studi

Perairan Toronipa yang menjadi daerah penelitian masuk dalam wilayah administrasi Kelurahan Toronipa Kecamatan Soropia Kabupaten Konawe yang berada pada posisi geografis antara 3053’31” – 3053’63” BT dan 122039’67” – 122040’07”LS

serta bentuk topografi yang landai dan banyak ditumbuhi lamun yang merupakan habitat rajungan. Perairan ini berbatasan langsung dengan Laut Banda, sehingga saat musim timur jumlah trip penangkapan rajungan jadi berkurang dikarenakan kencangnya angin yang menyebabkan tingginya gelombang.

Berdasarkan survei awal, bahwa perairan Toronipa merupakan habitat yang cocok untuk kehidupan rajungan dimana kondisi kerapatan lamun yang secara visual terlihat homogen dengan tekstur substrat yang memungkinkan rajungan masih dapat membenamkan dirinya saat tidak beraktivitas.

2. Pengumpulan Data

Penentuan titik pengambilan sampel rajungan ditentukan secara purposif, yaitu pada daerah yang dianggap tempat atau jalur rajungan untuk mencari makan. Pengamatan untuk kerapatan lamun dibagi tiga stasiun dimana penempatan stasiun ini dianggap mewakili daerah penangkapan. Pengambilan sampel rajungan dilakukan dengan menggunakan alat tangkap jenis bubu yaitu bubu berbentuk kubus dengan ukuran panjang 50 cm, lebar 25 cm, dan tinggi 25 cm. Rangka bubu dibungkus jaring nilon mesh size 1 inci. Bubu yang digunakan sebanyak 50 unit dan dibagi menjadi dua rangkaian sehingga tiap rangkaian terdapat 25 unit bubu. Jarak antar bubu 5 m dengan panjang tali ke pelampung sepanjang 10 m. Pengumpulan sampel rajungan dilakukan pada setiap minggu selama enam bulan dengan metode sensus yaitu setiap rajungan yang tertangkap baik dari hasil tangkapan sendiri maupun hasil tangkapan nelayan diambil untuk diidentifikasi lebih lanjut.

Setiap sampel rajungan yang diperoleh diidentifikasi jenis kelaminnya, diukur dan dicatat lebar karapas dan berat basah tubuh berdasarkan jenis kelamin (Potter dan de Lestang, 2000; Sawusdee dan Songrak, 2009; Kamrani, et al, 2010). Lebar karapas

(CW/carapace width) yang diukur dari kedua ujung duri epibranchial atau gigi

antolateral terakhir menggunakan jangka sorong (ketelitian 0,05 mm), sedang panjang

karapas (CL/carapace length) diukur lurus mulai dari gigi median dahi mulut hingga ujung terluar abdomen. Bobot basah individu diukur per individu menggunakan timbangan analitik (ketelitian 0,01 g) (Kamrani et al., 2010; Syahrir, 2011). Berdasarkan hasil pengukuran tersebut kemudian dianalisis beberapa parameter populasi seperti

(4)

struktur ukuran, parameter pertumbuhan (L∞, K, dan t0), mortalitas (Z, M dan F), laju

ekploitasi (E), dan pola rekrutmen.

3. Analisis Data

Data morfometrik yang diperoleh dianalisis hubungan lebar bobot rajungan menggunakan persamaan Ricker (1975); La Sara (2001) sebagai berikut:

W = aLb

Persamaan di atas dapat ditransformasikan kedalam bentuk regresi linear sederhana (Hartnoll, 1982) sebagai berikut:

Log W = Log a + b Log L

W adalah bobot total rajungan (gr), L adalah lebar karapas (mm), a dan b adalah konstanta.

Nilai b adalah koefisien pertumbuhan yang digunakan sebagai penduga keeratan hubungan parameter panjang dan bobot (King, 2007; Sawusdee and Songrak, 2009).

Untuk mendapatkan pembagian kelompok umur (kohort) berdasarkan kelompok ukuran menggunakan metode Bhattacharya dan NORMSEP yang terdapat dalam program FiSAT (Sparre dan Venema, 1999).

Untuk menduga parameter pertumbuhan L∞/CW∞ (panjang inviniti, mm) and K

(koefisien pertumbuhan, year–1) digunakan program ELEFAN (Elektronic Length

Frequency Analysis) yang terdapat di dalam paket program FiSAT.

Parameter pertumbuhan (L∞/CW∞ dan K) yang digunakan untuk menduga

persamaan pertumbuhan von Bertalanffy (von Bertalanffy, 1938; Beverton dan Holt, 1957), CWt = CW∞ 1 ˗ e– k (t–to) dapat dihitung dengan menggunakan data distribusi

lebar karapas menggunakan program ELEFAN yang terdapat di dalam paket program FiSAT (Gayanilo et al., 1996 ; La Sara, 2010).

Parameter pertumbuhan t0 dapat dihitung dari persamaan Pauly (1980) sebagai

berikut:

Log(– t0) = – 0,3922 – 0,2752*Log(L∞) – 1,038*Log(K)

t0 adalah usia saat 0 mm, K dan L∞ adalah parameter pertumbuhan von Bertalanffy.

Pendugaan terhadap koefisien kematian alami (M) menggunakan persamaan empiris Pauly (1980) :

Log (M) = –0,0066 – 0,279 Log L∞ + 0,6543 Log K + 0,463 Log T

K dan L∞ adalah parameter pertumbuhan von Bertalanffy dan T adalah suhu rata–rata tahunan.

(5)

Nilai mortalitas total (Z) dihitung menggunakan kurva hasil tangkapan yang dikonversi ke lebar karapas (width–converted catch curve) (Sparre dan Venema, 1999). Nilai koefisien dari mortalitas penangkapan (F) diperoleh dengan menggunakan rumus:

F = Z – M

F adalah mortalitas penangkapan, Z adalah mortalitas total, dan M adalah mortalitas alami.

Penentuan tingkat ekploitasi dapat diduga dengan persamaan Sparre dan Venema (1999) :

E = F/Z

E adalah status eksploitasi, F adalah mortalitas penangkapan dan Z adalah mortalitas total.

Jika E > 0,5 menunjukkan tingkat eksploitasi tinggi (over fishing), E = 0,5 menunjukkan pemanfaatan optimal (E opt), dan E < 0,5 menunjukkan tingkat eksploitasi

rendah (under fishing) (Gulland, 1977).

Pola rekrutmen didapatkan menggunakan program FISAT II pada sub program recruitmen pattern dengan memasukkan nilai L∞, K, dan t0 yang telah dihitung

sebelumnya (Bakhtiar dkk., 2013). HASIL

1. Struktur Ukuran

Kisaran lebar karapas rajungan jantan pada bulan Maret - Agustus yang diperoleh adalah 53,75 – 153,60 mm dengan rata–rata 103,69 mm. Kisaran lebar karapas rajungan betina pada bulan Maret - Agustus adalah 48,40 – 180,50 mm dengan rata–rata 107,31 mm. 0 5 10 15 20 25 30 35 Maret April Mei Juni Juli Agustus

Jantan

(6)

Gambar 1. Histogram frekuensi lebar karapas rajungan di Perairan Toronipa

2.Analisis Kelompok Umur

Hasil analisis kelompok umur berdasarkan kelompok ukuran didapatkan tiga kohort untuk total rajungan yang tertangkap selama penelitian. Berikut disajikan hasil analisis pemisahan kelompok umur berdasarkan kelompok ukuran gabungan (enam bulan) mulai bulan Maret hingga Agustus dan setiap bulan dari total rajungan yang tertangkap di Perairan Toronipa (Gambar 2).

0 5 10 15 20 25 30 35 Maret April Mei Juni Juli Agustus

Betina

(7)

Gambar 2. Kelompok umur (kohort) rajungan di Perairan Toronipa. Maret s/d Agustus

Maret

April

Mei

Juni

Juli

Agustus

(8)

3.Hubungan Bobot Tubuh (W) - Lebar Karapas (CW)

Hasil tangkapan rajungan (P. pelagicus) selama enam bulan berjumlah 707 ekor yang terdiri dari 376 ekor jantan dan 331 ekor betina. Hubungan bobot - lebar karapas rajungan disajikan pada Tabel 1 dan Gambar 3.

Tabel 1. Hubungan bobot (W) – lebar karapas (CW) rajungan.

Kelamin Jumlah (ekor) Persamaan r Pola pertumbuhan (Uji t) Jantan 376 W = – 4,379 L3,105 0,967 Isometrik Betina 331 W = – 4,032 L2,926 0,944 Isometrik

Gambar 3. Grafik hubungan bobot (W) – lebar karapas (CW) rajungan di Perairan Toronipa

4. Parameter Pertumbuhan

Tabel 2. Nilai parameter pertumbuhan rajungan di Perairan Toronipa. Kelamin L∞ (mm) K (tahun–1) t0 (tahun) Persamaan Pertumbuhan Jantan Betina 155,76 184,82 0,830 0,430 -0,1266 -0,2314 Lt=155,760(1–e-0,830 (t+0,1266)) Lt=184,820(1–e-0,430(t+0,2314))

y= –4,379x

3,105

R² = 0.937

0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 1,5 1,6 1,7 1,8 1,9 2,0 2,1 2,2 2,3

W

(g)

CW (mm)

Jantan

y= –4,032 x

2,926

R² = 0.892

0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 1,5 1,6 1,7 1,8 1,9 2,0 2,1 2,2 2,3

W

(g)

CW (mm)

Betina

n = 376

ekor

n = 331

ekor

(9)

PEMBAHASAN

1. Struktur Ukuran dan Kelompok Umur

Kelas ukuran lebar karapas rajungan jantan yang banyak tertangkap selama penelitian berkisar antara 95,84 mm – 106,35 mm, sedangkan kelas ukuran rajungan betina yang banyak tertangkap berkisar antara 90,97 mm – 105,15 mm. Berdasarkan klasifikasi ukuran lebar karapas rajungan (Budiaryani, 2007 in Prasetyo et al., 2014), kelas ukuran lebar karapas rajungan yang tertangkap di Perairan Toronipa termasuk kategori rajungan muda (lebar karapas 60-120 mm). Rajungan muda lebih banyak didapatkan dibanding dengan rajungan dewasa disebabkan oleh perbedaan kondisi lingkungan yang sesuai dengan siklus hidup rajungan. Hosseini et al. (2012) menyatakan bahwa di perairan pantai, kepiting yang lebih muda ditemukan pada perairan yang lebih dangkal atau dekat dengan garis pantai, sedangkan kepiting yang lebih dewasa, umumnya ditemukan pada perairan yang lebih dalam hingga kedalaman 50 meter dengan salinitas lebih tinggi. La Sara and Astuti (2015) menambahkan bahwa rajungan muda khususnya kelamin jantan, lebih menyukai perairan dengan salinitas yang lebih rendah dibandingkan dengan rajungan lebih tua atau dewasa.

Pemisahan kelompok ukuran perbulan, diperoleh jumlah kelompok umur (kohort) yang berbeda–beda. Bulan Maret, Mei, Juni, dan Agustus terdapat dua kohort, sedangkan bulan April dan Juli terdapat tiga kohort. Jumlah kohort dalam suatu populasi menujukkan jumlah kelompok umur yang berbeda-beda dalam satu populasi. Artinya kelompok kohort yang paling tua akan menghasilkan organisme baru (proses reproduksi) untuk masuk ke dalam populasi tersebut (rekruitmen), sehingga kelompok umur yang lebih muda akan tumbuh menjadi dewasa (bertambah umur) dan terjadi regenerasi dalam populasi tersebut. Sekelompok generasi baru tersebut akan menjadi satu kohort yang baru pula.

Hasil analisis kelompok umur menunjukkan bahwa jumlah total rajungan contoh sebenarnya (nilai observasi) yang diamati adalah sebanyak 707 ekor. Sementara untuk jumlah total rajungan contoh yang telah dianalisis berkisar 688–732 ekor. Perbedaan jumlah rajungan ini disebabkan oleh banyaknya ukuran lebar karapas yang seragam sehingga terjadi penumpukan yang mengakibatkan sulitnya pemisahan kelompok ukuran rajungan dan menyebabkan kurang lebih 18–26 ekor rajungan tidak dapat dihitung dalam analisis. Masalah analisis tersebut juga dilihat dari nilai indeks separasi dari kelompok ukuran tidak memenuhi syarat (I <2) yaitu terdapat pada bulan Juli sehingga tidak memungkinkan dilakukan perhitungan secara tepat karena terjadi penumpukan ukuran rajungan yang sama. Nilai simpangan baku yang semakin besar menunjukkan bahwa

(10)

sampel rajungan yang didapatkan selama penelitian semakin tua akan memiliki ukuran panjang yang semakin beragam.

Kelompok umur rajungan yang paling banyak tertangkap di Perairan Toronipa memiliki ukuran lebar karapas rata-rata rajungan adalah 91,92 mm. Berdasarkan lebar karapas, secara umum hasil tangkapan rajungan di Perairan Toronipa telah memasuki tingkat perkembangan “menuju dewasa” atau rajungan muda dimana ukuran rata-rata lebar karapas kepiting rajungan berkisar 60 – 120 mm. Menurut Nontji (1993), kepiting rajungan dalam siklus hidupnya zoea sampai dewasa mengalami pergantian kulit sekitar 20 kali dan ukuran lebar karapaksnya dapat mencapai 18 cm sehingga ukuran 7 – 15 cm secara umum dikategorikan ukuran rajungan dewasa.

2.Hubungan Bobot Tubuh (W) - Lebar Karapas (CW)

Hasil analisis hubungan lebar karapas dan bobot tubuh rajungan diperoleh nilai b untuk jantan lebih besar dibandingkan betina. Hal ini menunjukkan bahwa rajungan jantan relatif lebih berat dibandingkan rajungan betina, yang mengindikasikan bahwa pada ukuran yang sama rajungan jantan lebih berat dibanding rajungan betina. Hal itu disebabkan oleh hasil makanan rajungan jantan digunakan untuk pertambahan bobot dan ukuran tubuhnya sementara rajungan betina digunakan untuk pematangan gonad dan mengerami telur. Dijelaskan lebih lanjut oleh Josileen (2011) bahwa pada betina–betina yang sedang mengerami telur, pre–moult dan sedang proses pematangan gonad, mereka berhenti makan atau makan sangat sedikit. Kondisi tersebut juga dipengaruhi oleh perbedaan kebiasaan makan (Sukumaran dan Neelakantan, 1997a; Kangas, 2000).

(11)

Tabel 3. Nilai hubungan bobot – lebar karapas family Crustacea di beberapa perairan.

Spesies b R2 Lokasi Referensi

P. pelagicus  Jantan  Betina 3,26 3,05 – –

Pesisir sebelah barat

Australia Kangas (2000) P. pelagicus  Jantan  Betina 2,75 2,74 0,93 0,88

Bandar, Abbas, Teluk

Persia, Iran Kamrani et al., (2010)

P. pelagicus  Jantan  Betina 3,22 3,18 0,88 0,87

Pesisir Provinsi Trang,

Thailand Sawusdee dan Songrak (2009)

P. pelagicus  Jantan  Betina 3,34 3,26 0,91

0,89 Perairan Bone, Indonesia

Ernawati (2013) P. pelagicus  Jantan  Betina 3,48 3,22 0,98

0,93 Perairan Bone, Indonesia

Dineshbabu et al., (2008) Scylla serrata  Jantan  Betina 2,95 1,68 0,92

0,61 Teluk Lawelle, Indonesia

La Sara et al., (2002)

Perbedaan–perbedaan pola pertumbuhan seperti di atas dapat disebabkan oleh pengaruh beberapa faktor, seperti perbedaan kondisi perairan atau habitat, ketersediaan makanan serta adanya kompetisi. Menurut La Sara et al. (2002) temuan seperti ini menunjukkan bahwa pola pertumbuhan kelas krustase secara umum bervariasi antara genus dan spesies yang satu dengan yang lain. Masing–masing genus dan spesies memiliki pola pertumbuhan yang khas. Hal ini diduga tergantung pada kondisi habitat spesies.

Melihat nilai koefisien korelasi (r) antara lebar karapas dan bobot tubuh masing– masing untuk rajungan jantan dan betina memiliki nilai cukup tinggi yaitu 0,967 dan 0,944 (mendekati 1) yang berarti hubungan panjang karapas dan bobot tubuh rajungan memiliki hubungan atau keeratan yang tinggi. bila dibandingkan, nilai r jantan lebih tinggi dari pada nilai r betina walaupun tidak begitu signifikan perbedaannya. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan jantan yang relatif lebih stabil antara pertumbuhan lebar karapas dengan pertambahan bobot tubuhnya. Berbeda dengan rajungan betina, pertumbuhan betina akan tidak stabil saat memasuki masa–masa pemijahan (matang gonad). Terlebih saat rajungan betina sedang mengerami telur (bertelur), terjadi penambahan yang signifikan terhadap bobot tubuhnya sementara penambahan lebar karapas relatif stabil sehingga keeratan hubungan antara lebar karapas dan bobot tubuh rajungan menjadi menurun.

(12)

4. Parameter Pertumbuhan

Nilai L∞ betina (184,82 mm) lebih besar daripada nilai L∞ jantan (155,76 mm). Hal ini disebabkan oleh perbedaan lebar karapas rajungan yang tertangkap. Lebar karapas maksimum rajungan jantan yang tertangkap adalah 153,60 mm sedangkan rajungan betina lebar karapas maksimumnya yaitu 180,50 mm. perbedaan ini dipengaruhi oleh kondisi penangkapan yang berbeda–beda. Rajungan betina dengan lebar karapas 180,50 mm tersebut ditangkap pada kondisi perairan yang lebih dalam dibandingkan dengan rajungan jantan dengan lebar karapas 153,60 mm. hal ini disebabkan oleh rajungan jantan memang lebih banyak ditemukan diperairan yang lebih dangkal dengan salinitas yang lebih rendah, sedangkan rajungan betina lebih menyukai perairan dengan salinitas yang lebih tinggi, terlebih lagi dengan kondisi rajungan betina yang sedang bertelur diduga berkaitan dengan proses pemijahan dimana rajungan betina akan mencari perairan yang lebih dalam dengan tekanan yang lebih tinggi untuk melepaskan telur–telurnya.

Penelitian Josileen dan Menon (2007) menunjukkan bahwa laju pertumbuhan rajungan betina lebih cepat dibandingkan rajungan jantan. Hasil penelitian ini sebaliknya, laju pertumbuhan rajungan jantan (0,830) lebih besar dibandingkan dengan laju pertumbuhan rajungan betina (0,430). Nilai K yang relatif tinggi dan panjang asimptotik yang lebih rendah adalah khas untuk sebagian besar spesies tropis (Pauly, 1984 in La Sara, 2010). Hal ini disebabkan oleh perbedaan proses metabolisme dalam memanfaatkan atau menyerap energi yang diperoleh dari makanan antara rajungan jantan dengan rajungan betina. Energi yang digunakan untuk perkembangan gonad dan mengerami telur oleh rajungan betina cukup besar sehingga menyebabkan energi untuk pertumbuhan ukuran tubuh menjadi terhambat, sehingga pertumbuhan lebar karapas rajungan jantan lebih cepat dibanding betina. Parameter pertumbuhan P. pelagicus di Perairan Toronipa cukup mirip dengan Family Portunidae lainnya misalnya Scylla serrata (La Sara, 2010).

Perbedaan nilai parameter pertumbuhan di beberapa lokasi di atas disebabkan oleh perbedaan kondisi lingkungan perairan dan tekanan penangkapan di masing–masing lokasi. Ketersediaan pakan alami yang mencukupi di habitanya akan menyebabkan pertumbuhan rajungan relatif lebih cepat, karena persediaan energi yang dibutuhkan untuk melakukan proses–proses metabolisme tercukupi. Sedangkan tekanan penangkapan yang tinggi menyebabkan terganggunya proses pertumbuhan rajungan. La Sara (2010) menambahkan bahwa ketersediaan makanan, suhu, dan salinitas berpengaruh terhadap laju pertumbuhan.

(13)

KESIMPULAN

Berdasarkan tujuan dan hasil pembahasan dalam penelitian ini, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Rajungan yang paling banyak tertangkap di Perairan Toronipa selama penelitian berada pada kisaran ukuran lebar karapas 95,84 mm – 106,35 mm untuk jantan dan 90,97 mm – 105,15 mm untuk betina.

2. Terdapat tiga kelompok umur (kohort) rajungan selama penelitian, dimana kelompok umur terbanyak memiliki lebar karapas rata-rata 91,92 mm.

3. Hubungan lebar karapas (CW) dan bobot (W) rajungan (P. pelagicus)memiliki pola pertumbuhan isometrik (b=3) baik rajungan jantan maupun betina dengan nilai r jantan lebih besar dibanding betina.

4. Parameter pertumbuhan rajungan didapatkan nilai L∞ rajungan jantan dan betina masing-masing ialah 155,760 mm dan 184,820 mm dan nilai K rajungan betina lebih kecil dibandingkan rajungan jantan.

DAFTAR PUSTAKA

Bakhtiar, N. M., Anhar S., dan Suradi W. S. 2013. Pertumbuhan dan Laju Mortalitas Lobster Batu Hijau (Panulirus homarus) di Perairan Cilacap Jawa Tengah.

Diponegoro Journal of Maquares. 2(4): 1-10.

Beverton, R.J.H. and Holt, S.J., 1957. On the Dynamics of Exploited Fish Populations. Fish Investment Series. Vol. 19. 533p.

Dineshbabu, A.P., Shridhara, B. and Muniyappa, Y. 2008. Biology and Exploitation of The Blue Swimming Crab, P. pelagicus (Linnaeus, 1758, from South Karnataka Coast, India. Indian Journal Fisheries. 55(3): 215-220.

Ernawati, T. 2013. Dinamika Populasi dan Pengkajian Stok Sumber Daya Rajungan (P.

pelagicus) di Perairan Kabupaten Pati dan Sekitarnya. Tesis. Institut Pertanian

Bogor. Bogor. 101 hal.

Gayanilo, F.C., P. Sparre and D. Pauly. 1996. FAO-ICLARM stock Assessment Tools (FISAT) User’s guide. FAO Computerized Information Series (Fisheries), No 6. Rome FAO. 186p.

Gulland, J.A. 1977. Fish Population Dynamics. The Implications of Management. A Willey-Inter Science Publication. 2nd ed. John Willey and Sons Ltd. 102p.

Hartnoll, R. G. 1982. The Biology of Crustacea Academic. Press 2: 111-196.

Hosseini, M., A. Vazirizade., Y. Parsa., A. Mansori. 2012. Sex Ratio, Size Distribution and Seasonal Abundance of Blue Swimming Crab, P. pelagicus (Linnaeus, 1758) in Persian Gulf Coasts, Iran. World Applied Sciences Journal, 17 (7): 919-925.

(14)

Josileenn, J., and N. G. Menon. 2007. Fishery and growth parameters of the blue swimmer crab Portunus pelagicus (Linnaeus, 1758) along the Mandapam coast, India. Journal of the Marine Biological Association of India. 49 (2): 159-165.

Josileen, J. 2011. Food and Feeding of The Blue Swimming Crab, P. pelagicus

(Linneaeus, 1758) (Decapoda, Brachyura) Along The Coast of Mandapam Tamil Nadu, India. Crustaceana. 84(10): 1169-1180.

Juwana, S. 2004. Penelitian Budi Daya Rajungan dan Kepiting: Pengalaman Laboratorium dan lapangan, Prosiding Simposium Interaksi Daratan dan Lautan.Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta.

Kamrani, E., Sabili, A.N., Yahyavi, M. 2010. Stock Assessment and Reproductive Biology of the Blue Swimming Crab, Portunus pelagicus in Bandar Abbas Coastal Waters, Northern Persian Gulf. Journal of the Persian Gulf (Marine Science) 1(2): 11-21.

Kangas, M.I. 2000. Synopsis of The Biologyand Exploitation of The Blue Swimming Crab, Portunus pelagicus Linnaeus, in Western Australia Fisheries Research Report No.121. http://www.fish.wa.gov.au.

King, M.G., 2007. Fisheries Biology, Assessment and Management. 2nd Edition.

Blackwell. UK. 382p.

La Sara. 2001. Ecology and Fisheries of Mud Crab (Scylla serrata) in Lawele Bay, Southheast Sulawesi, Indonesia. Ph.D. Dissertation College of Fisheries and Ocean Science, University of the Philippines, Miagao,Iloilo. Philippines. La Sara, J. A. Ingles, R. B. Baldevarona, R. O. Aguilar, L. V. Laureta, and S. Watanabe.

2002. Reproductive Biology of Mud Crab Scylla serrata in Lawele Bay, Southeast Sulawesi, Indonesia. Crustacean Fisheries. 2002: 88-95.

La Sara. 2010. Study on the Size Structure and Population Parameters of Mud Crab

Scylla serrata in Lawele Bay, Southeast Sulawesi, Indonesia. Journal of Coastal

Development 13(2): 133-147.

La Sara and Astuti, O. 2015. Harvest control rules Rajungan (P. pelgicus) in Sulawesi Tenggara waters. Paper presented in the 2nd Marine and Fisheries National Symposium. Makassar, 9 May 2015.

Nontji, A. 1993. Laut Nusantara (cet. 2). Djambatan, Jakarta. 367 hal.

Pauly, D. 1980. A Selection of Simple Methods for The Assessment of Tropical Fish Stocks. FAO Fisheries Circular. No. 729. 54p.

Potter IC. and de Lestang S. 2000. Biology of The Blue Swimmer Crab (Portunus pelagicus) in Leschenault Estuary and Koombana Bay, South Western Australia. Journal of The Royal Society. Western Australia. 83: 443 458.

Prasetyo, G.D., A.D.P. Fitri, dan T. Yulianto. 2014. Analisis Daerah Penangkapan Rajungan (P. pelagicus) berdasarkan perbedaan Kedalaman Perairan dengan

(15)

Jaring Arad (Mini Trawl) di Perairan Demak. Journal of Fisheries Resources

Utilization Management and Technology. 3(3): 257-266.

Ricker, W,E. 1975. Computation and Interpretation of Biological Statistic of Fish Population. Bulletin Fisheries Resources Board. Canada. 382p.

Sawusdee, A. and Songrak, A. 2009. Population Dynamics and Stock Assessment of Blue Swimming Crab (Portunus pelagicus Linnaeus, 1758) in the Coastal Area of Trang Province, Thailand. Journal of Walailak Journal Science & Technology

6(9): 189-202.

Sparre, P. dan S. C. Venema, 1999. Indroduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis (Edisi Bahasa Indonesia). FAO-Puslitbangkan. Jakarta. 436 hal. Terjemahan: J. Widodo, I.G.S. Merta, S. Nurhakim, dan M. Badrudin.

Sukumaran, K.K. and B. Neelakantan. 1997a. Length-Weight Relationship in Two Portuni Crabs, Portunus sanguinolentus (Herbst) and P. pelagicus (Linnaeus) from The Karnataka Coast. Indian. Journal of Marine Science. 26: 39-42. Sunarto. 2012. Karakteristik Bioekologi Rajungan (P. pelagicus) di Perairan Laut

Kabupaten Brebes [Disertasi]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Syahrir. 2011. Strategi Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Rajungan (P. pelagicus) untuk Pemanfaatan Berkelanjutan (Kasus: Teluk Bone, Kabupaten Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara). Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 137 hal. von Bertalanffy, L., 1938. A Quantitative Theory of Organic Growth. Human Biology.

10:181-213.

Wiadnya, D.G.R., P.J. Mous, R. Djohani, M.V. Erdmann, A. Halim, M. Knight, L. PetSoede & J.S. Pet 2005. Marine Capture Fisheries Policy Formulation and The Role of Marine Protected Areas as Tool for Fisheries Management in Indonesia. Marine Research. Indonesia 30: 33 - 45.

Gambar

Gambar 1. Histogram frekuensi lebar karapas rajungan di Perairan Toronipa  2.  Analisis Kelompok Umur
Gambar 2. Kelompok umur (kohort) rajungan di Perairan Toronipa. Maret s/d Agustus Maret April Mei Juni Juli Agustus
Gambar 3.  Grafik  hubungan  bobot  (W)  –  lebar  karapas  (CW)  rajungan  di  Perairan  Toronipa
Tabel 3.  Nilai hubungan bobot – lebar karapas family Crustacea di beberapa perairan.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan nilai R* didapatkan pada hubungan lebar karapas dengan berat karapas lebih besar dibandingkan pada hubungan panjang karapas dengan berat karapas baik pada

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis beberapa aspek, yaitu (1) karakteristik habitat dan distribusi populasi rajungan berdasarkan hasil tangkapan, (2) karakteristik

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ... Analisis Data ... Nisbah Kelamin ... Sebaran Frekuensi Lebar Karapas ... Identifikasi Kelompok Umur ... Aspek Pertumbuhan ... Hubungan

Rata-rata Pertumbuhan Lebar Karapaks Mutlak (∆CW) larva Rajungan ( P. pelagicus) stadia megalopa yang dipelihara selama 6 hari ... pelagicus). stadia megalopa yang dipelihara selama

Hasil analisis SPR sumber daya rajungan yang dihubungkan dengan ukuran lebar karapas di sekitar perairan Belitung diperoleh SPR sebesar 5%.. Kondisi tersebut menggambarkan stok

Penelitian ini terdiri dari pengukuran panjang dan lebar karapas rajungan, pengamatan tingkat kematangan gonad rajungan betina, serta pengamatan kualitas air (salinitas,

Nilai faktor kondisi terbesar pada rajungan jantan terdapat pada kelas lebar karapas 167,5 mm, sedangkan pada rajungan betina terdapat kelas lebar karapas 77,5 mm.. Nilai faktor

Keseluruhan hasil tangkapan rajungan didominasi ukuran remaja dengan ukuran rata-rata lebar karapaks dan bobot tubuh paling besar tertangkap pada fase bulan terang