• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kualitas Pelayanan Kesehatan 1. Pengertian Kualitas Pelayanan Kesehatan - Endon Priyanti BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kualitas Pelayanan Kesehatan 1. Pengertian Kualitas Pelayanan Kesehatan - Endon Priyanti BAB II"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kualitas Pelayanan Kesehatan

1. Pengertian Kualitas Pelayanan Kesehatan

Kualitas pelayanan kesehatan adalah persepsi pelanggan mengenai superioritas jasa pelayanan kesehatan yang merupakan akumulasi kepuasaan bagi banyak pelanggan atas banyak pengalaman jasa. Penyedia pelayanan jasa kesehatan yang berkualitas adalah penyedia jasa yang mampu secara terus-menerus menyediakan pengalaman jasa yang memuaskan selama periode waktu yang lama. Menurut Hart et al. (1990), kualitas suatu pelayanan jasa adalah perbedaan antara jasa yang disediakan dan yang diharapkan oleh pelanggan. Dalam hal ini penilaian tentang kualitas pelayanan jasa ditentukan oleh pengguna jasa (Tangkilisan, 2007).

(2)

dengan cara yang pantas, efisien dan hemat biaya. Layanan yang berkualitas adalah layanan yang berorientasi pada pelanggan (Customer-oriented), tersedia (available), mudah didapat (accesible), memadai (acceptable), terjangkau (afforable), dan mudah dikelola (controllable). Kualitas tercapai ketika kebutuhan dan harapan pelanggan terpenuhi (Assaf, 2009).

Jadi yang dimaksud dengan kualitas pelayanan kesehatan adalah menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan dalam menimbulkan rasa puas pada pada diri setiap pasien/ pelanggan. Makin sempurna kepuasaan tersebut, makin baik pula kualitas pelayanan kesehatan (Satrianegara, 2009).

Persepsi pasien terhadap kualitas pelayanan dipengaruhi oleh harapan terhadap pelayanan yang diinginkan. Harapan ini dibentuk oleh komunikasi dari mulut ke mulut (Word of Mouth), kebutuhan pasien, pengalaman masa lalu (Past Experince) dan pengaruh komunikasi eksternal. Dalam kenyataanya pelayanan yang diterima/dirasakan pasien dengan harapan pasien akan mempengaruhi persepsi pasien terhadap kualitas pelayanan (Zeithmal, 1990) dalam Puspita (2009).

Menurut Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (1990) dalam Muninjaya (2011) terdapat lima dimensi untuk mengukur kualitas pelayanan yang di kenal dengan nama ServQual. Kelima dimensi tersebut meliputi :

a. Kehandalan (reliability)

(3)

pelayanan jasa menyatakan bahwa jam buka layanan, antara jam 08.00-16.00 WIB. Pelayanan akan di nilai reliabel oleh pelanggan jika secara konsisten pelayanan jasa tersebut tetap memberikan pelayanan sesuai dengan jam dan hari kerja kerja yang telah ditentukan.

b. Ketanggapan (responsiveness)

Dimensi ini dimasukan ke dalam kemampuan petugas kesehatan dalam menolong pelanggan/ pasien dan menyediakan jasa/ pelayanan yang cepat dan tepat.

c. Jaminan (assurance)

Kriteria ini berhubungan dengan pengetahuan, kesopanan, dan sifat petugas yang dapat dipercaya oleh pelanggan. Pemenuhan terhadap kriteria pelayanan ini akan mengakibatkan pengguna jasa merasa terbebas dari risiko. Berdasarkan riset dimensi ini meliputi faktor:

1) Keramahan (coutesy), adalah meliputi kesopanan, perhatian, dan sikap petugas pelayanan kesehatan.

2) kompetensi (competence), artinya ketrampilan dan pengetahuan yang dimiliki oleh petugas pelayanan kesehatan dalam melakukan pelayanan.

3) Kredibilitas (credibility), meliputi hal-hal yang berhubungan dengan kepercayaan kepada perusahaan, seperti reputasi, dan prestasi.

4) Keamanan (security), yaitu hal-hal yang berhubungan dengan kemampuan petugas untuk memberikan rasa aman pada pasien.

(4)

Merupakan kesediaan penyedia pelayanan jasa untuk lebih peduli memberikan perhatian secara pribadi kepada pelanggan. Dimensi ini merupakan penggabungan dari aspek :

1) Akses (acces), yaitu kemudahan dalam memanfatkan jasa yang ditawarkan penyedia jasa.

2) Komunikasi (communication), yaitu kemampuan melakukan komunikasi untuk menyampaikan informasi kepada konsumen atau menerima masukan dari konsumen.

3) Pemahaaman pada konsumen (understanding the customer), yaitu usaha penyedia jasa untuk mengetahui dan memahami kebutuhan dan keinginan konsumen.

e. Bukti fisik (Tangible)

Mutu/ kualitas pelayanan kesehatan juga dapat dirasakan secara langsung oleh para penggunanya dengan menyediakan fasilitas fisik dan perlengkapan yang memadai. Misalnya ruang penerimaan pasien yang bersih dan nyaman dilengkapi dengan kursi, lantai berkeramik, TV, peralatan pelayanan kesehatan yang memadai, serta seragam staf/ petugas kesehatan yang rapi, menarik dan bersih.

B. Poliklinik Kesehatan desa (PKD)

1. Pengertian Poliklinik kesehatan desa (PKD)

(5)

dikembangkanya PKD menjadi Pondok Bersalin Desa (Polindes), maka fungsinya menjadi bertambah yaitu sebagai sebagai tempat untuk memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan masyarakat, sebagai tempat untuk melakukan pembinaan kader/pemberdayaan masyarakat serta forum komunikasi pembangunan kesehatan di desa dan sebagai tempat memberikan pelayanan kesehatan dasar (Dinkes jateng, 2006).

2. Tujuan Dan Fungsi PKD

a. Tujuan didirikanya PKD adalah

1) Terwujudnya masyarakat sehat yang siaga terhadap permasalahan wilayah desanya.

2) Terselenggaranya promosi kesehatan dalam rangka meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan.

3) Terselenggaranya pengamatan, pencatatan, dan pelaporan dalam rangka meningkatkan kewaspadaan dan kesiapan masyarakat terhadap resiko dan bahaya yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan, terutama penyakit menular dan penyakit yang berpotensi menimbulkan kejadian Luar Biasa (KLB) serta faktor- faktor resikonya ( termasuk status gizi dan ibu hamil yang beresiko).

4) Terselenggaranya pelayanan kesehatan Dasar yang di laksanakan oleh masyarakat dan tenaga profesional kesehatan.

5) Terkoordinasinya penyelenggaraan UKBM lainya yang ada di desa.

b. Fungsi PKD

(6)

2) Sebagai wahana kewaspadaan dini terhadap berbagai resiko dan masalah kesehatan.

3) Sebagai wahana pelayanan kesehatan dasar, guna lebih mendekatkan pelayanan kepada masyarakat serta untuk meningkatkan jangkauan dan cakupan pelayanan kesehatan.

4) Sebagai wahana pembentukan jejaring berbagai UKBM yang ada di desa ( Meilani, 2009).

3. Kegiatan PKD.

Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh PKD meliputi promotif, preventif, dan kuratif (pengobatan) sesuai dengan kompetensi.

Kegiatan pelayanan kesehatan tersebut dikelompokan menjadi kegiatan utama dan kegiatan pengembangan. Kegiatan pelayanan kesehatan bagi masyarakat desa adalah :

a. Pengamatan epidemiologis sederhana terhadap penyakit, terutama penyakit menular dan penyakit yang berpotensi menimbulkan kejadian Luar Biasa (KLB), dan faktor resikonya ( terutama status gizi) serta kesehatan ibu hamil yang beresiko.

b. Penanggulangan penyakit, terutama penyakit menular dan penyakit yang berpotensi menimbulkan KLB serta faktor- faktor resikonya ( termasuk kurang gizi).

(7)

d. Pelayanan medis dasar, sesuai dengan kompetensi dan Pelayanan tersebut dilaksanakan baik di dalam PKD maupun diluar PKD (di dalam gedung maupun di luar gedung) (Depkes, 2006).

Adapun kegiatan yang di laksanakan didalam maupun diluar gedung PKD meliputi :

a. Memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan masyarakat b. Melakukan pemeriksaan fisik terhadap pasien

c. Memberikan pelayanan kesehatan dasar.

d. Memberikan pertolongan pertama kasus rujukan.

e. Memberikan pertolongan dan pengobatan pada kasus ginekologi seperti keputihan, perdarahan tidak teratur dan penundaan haid.

f. Pemantauan tumbuh kembang anak. g. Memberikan imunisasi dasar.

h. Ikut aktif dalam posyandu balita dan posyandu lansia

i. Memberikan pelayanan gizi yang mencangkup pemberian makanan tambahan (PMT), pemberian Fe dan Vitamin A .(Dinkes jateng, 2003) dalam Fitriasari (2008).

Kegiatan pengembangan yang dilakukan PKD, meliputi promosi kesehatan untuk:

a. Peningkatan keluarga sadar gizi.

(8)

4. Unsur-Unsur PKD

a. Sumber Daya Manusia (SDM)

Terselenggaranya pelayanan PKD melibatkan banyak pihak. Adapun tanggung jawab masing-masing pihak dalam menyelenggarakan PKD adalah sebagai berikut :

1) Tenaga PKD

a) PKD di selenggarakan oleh tenaga kesehatan (minimal seorang Bidan) dan di bantu oleh sekurang- kurangnya 2 (dua) orang kader.

b) Tugas masing- masing pelaksana sesuai dengan kompetensi, kemampuan dan kewenanganya.

c) Tenaga pelaksana PKD, baik tenaga kesehatan maupun kader, terlebih dahulu mendapatkan pelatihan.

2) Petugas Puskesmas.

Kehadiran tenaga kesehatan Puskesmas yang di wajibkan di PKD minimal satu kali dalam sebulan. Peran petugas Puskesmas antara lain sebagai berikut :

a) Memberikan bimbingan dan pembinaan kader dan tenaga kesehatan dalam penyelenggaraan PKD.

(9)

c) Melakukan analisis hasil kegiatan PKD, serta menyusun rencana kerja dan melaksanakan upaya perbaikan sesuai dengan kebutuhan PKD.

d) Mendukung pemenuhan / pengadaan alat dan obat- obatan yang di butuhkan PKD.

e) Melakukan konsultasi kepada dinas kesehatan setempat mengenai permasalahan yang dihadapi di PKD baik dari segi tenaga, peralatan dan sarana lain serta dana.

Agar dapat melaksanakan seluruh tugas di atas, Puskesmas perlu ditingkatkan kemampuanya (melalui revitalisasi Puskesmas) sehingga pembinaan PKD dapat dilaksanakan secara optimal (Depkes, 2006).

b. Pembiayaan.

1) Sumber Biaya.

Pembiayaan PKD berasal dari berbagai sumber, antara lain : a) Masyarakat.

(1)Iuran pengguna/ pengunjung PKD.

(2)Iuran masyarakat umum dalam bentuk dana sehat.

(3)Sumbangan/donatur dari perorangan atau kelompok masyarakat.

(4)Mobilisasi dana sosial keagamaan. b) Swasta / dunia usaha.

(10)

anak angkat swasta/ dunia usaha. Bantuan yang di berikan dapat berupa dana, sarana, prasarana, atau tenaga, yakni sebagai sukarelawan PKD.

c) Hasil usaha.

Pengelola dan kader PKD melakukan usaha mandiri, yang hasilnya disumbangkan untuk biaya pengelolaan PKD.

d) Pemerintah.

Bantuan dari pemerintah terutama di harapkan pada tahap awal pembentukan, yakni berupa dana stimulan atau bantuan lainya dalam bentuk sarana dan prasarana PKD.

2) Pemanfataan dan Pengelolaan Dana.

a) Pemanfaatan Dana.

Dana yang di peroleh PKD, digunakan untuk membiayai kegiatan PKD, antara lain :

(1) Biaya operasional PKD.

(2) Bantuan biaya rujukan bagi yang membutuhkan. (3) Modal usaha.

b) Pengelolaan Dana.

(11)

jawab. c) Pola tarif

Tarif pelayanan PKD di tetapkan oleh desa dan di perkuat dengan surat keputusan kepala desa. Dalam penetapannya dilakukan melalui musyawarah masyarakat desa dengan fasilitas Puskesmas. Prinsip yang perlu dipegang adalah bahwa besaran tarif tidak membebani masyarakat dan dapat digunakan untuk operasional PKD (Depkes, 2008).

c. Fasilitas.

1) Tempat Penyelengaraan.

PKD perlu memiliki tempat pelayanan. Dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan di dalam PKD, di perlukan ruangan yang dapat berfungsi sebagai :

a) Ruang pendaftaraan. b) Ruang tunggu. c) Ruang pemeriksaan.

d) Ruang tindakan ( persalinan ). e) Ruang rawat inap persalinan. f) Ruang petugas.

g) Ruang konsultasi (gizi, sanitasi, dll). h) Ruang obat.

i) Kamar mandi dan toilet.

(12)

a) Memanfaatkan gedung Polindes yang ada, yang dikembangkan menjadi PKD.

b) Memanfaatkan/menumpang pada sarana gedung yang tersedia, seperti balai desa, balai pertemuan desa, dan lain- lain.

c) Pengadaan tempat dan pembangunan gedung PKD dapat diupayakan dengan alternatif pembiayaan :

(1)Swadaya masyarakat.

(2)Donatur / dunia usaha/ swasta.

(3) Fasilitas pemerintah (pusat atau daerah ).

Untuk itu pemetaan potensi desa sangat di perlukan (Depkes, 2006). 2) Peralatan dan Logistik.

Selain sarana tersebut di atas, PKD juga perlu dilengkapi dengan :

a) Peralatan.

(1) Peralatan medis, Disesuaikan dengan jenis pelayanan yang di sediakan.

(2) Peralatan non medis seperti Meubelair, sarana pencatatan, sarana komunikasi, sarana transportasi dan lain-lain sesuai kebutuhan.

Pemenuhan peralatan PKD dapat di laksanakan melalui : (1) Pemanfatan alat yang telah ada di Polindes

(2) Pengadaan alat PKD dengan swadaya masyarakat.

(13)

swasta.

(4) Pengadaan alat PKD dengan fasilitas pemerintah pusat atau daerah (Syafrudin, 2009).

b) Obat-obatan.

Jenis dan jumlah obat- obatan yang perlu di sediakan di PKD sesuai dengan jenis pelayanan yang di selenggarakan, yang penetapanya berkoordinasi dengan puskesmas setempat (Depkes, 2008).

5. Peningkatan Kualitas PKD

a. Peningkatan program pelayanan.

Peningkatan program yang dimaksud adalah meningkatnya jenis kegiatan pelayanan yang disediakan oleh masyarakat. Hal ini bisa dilakukan setelah PKD tersebut telah mampu dalam arti memiliki sarana, prasarana, dan sumber daya yang memadai serta kegiatan utamanya telah dapat diselenggarakan secara optimal.

b. Peningkatan kualitas pelayanan.

(14)

6. Indikator Keberhasilan PKD

a. Indikator Input : 1) Jumlah kader aktif

2) Jumlah tenaga kesehatan yang tersedia 3) Tersedianya sarana (alat dan obat). 4) Tersedianya tempat pelayanan. 5) Tersedianya dana operasional PKD

6) Tersedianya data/catatan (Jumlah bayi di imunisasi, jumlah kematian). b. Indikator Output:

1) Cakupan ibu hamil yang dilayani (K4) 2) Cakupan persalinan yang dilayani (Linakes) 3) Cakupan kunjungan Neonatus.

4) Jumlah bayi dan anak balita BB tidak naik (T) ditangani. 5) Jumlah balita gakin umur 6-24 bulan yang mendapat MP-ASI. 6) Cakupan imunisasi.

7) Cakupan pelayanan gawat darurat dan KLB dalam tempo 24 jam. 8) Cakupan kelurga yang punya jamban.

(15)

C. Kerangka Teori

Gambar 2.1. Kerangka teori penelitian.

Sumber : Modifikasi teori dimensi kualitas pelayanan menurut Parasuraman, Zeithmal dan Berry (1990) dalam Muninjaya (2011)

Use (pasien/masyarakat)

Lima Dimensi untuk mengukur Kualitas pelayanan menurut Parasuraman, Zeithmal dan Berry (1990) dalam Muninjaya (2011),

- Kehandalan - Ketanggapan - Jaminan - Empati - Bukti fisik

(16)

D. Kerangka Konsep.

Gambar 2.2 Kerangka konsep Gambaran tentang kualitas pelayanan di PKD yang meliputi :

- Kehandalan - Ketanggapan - Jaminan - Empati - Bukti fisik

Baik

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka teori penelitian.
Gambaran tentang kualitas pelayanan

Referensi

Dokumen terkait

Analisa ini dilakukan untuk mengevaluasi filter air rumah tangga yang digunakan sebagai prioritas pengembangan, menganalisa hasil pengolahan QFD yang dilakukan sebagai

Proporsi seroproteksi anti-HBs pada 100 anak usia 10– 12 tahun pasca imunisasi dasar hepatitis B lengkap 38%, dengan hasil seropositif 68,7% subjek respons rendah, 26,3% respons

[r]

tidak ada maka dihitung jumlah sisik pada garis dimana biasa garis rusuk berada. 1enghitungan berakhir pada permulaan pangkal ekor, atau pada ruas tulang  belakang bagian

Berangkat dari pemikiran tersebut, dikaitkan dengan kondisi rill sementara Aparat Desa Tempang III, Kecamatan Langowan Utara, Kabupaten Minahasa sebagai tempat penelitian

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai variabel literasi pencatatan laporan keuangan, literasi pengelolaan hutang dan literasi penyusunan anggaran dalam memprediksi

Hasil penelitian menunjukkan subsektor tanaman bahan makanan yang memiliki keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif di tiap Kecamatan di Kabupaten Boyolali

Berdasarkan hasil penelitian pada 25 subyek yang diberi perlakuan senam Prolanis dapat disimpulkan bahwa pada kedua kelompok latihan terdapat penurunan bermakna tekanan