• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang terdiri dari banyak. wilayah, suku bangsa, dan latar belakang budaya.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang terdiri dari banyak. wilayah, suku bangsa, dan latar belakang budaya."

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang terdiri dari banyak wilayah, suku bangsa, dan latar belakang budaya. Salah satu wilayah yang menjadi bagian Negara Indonesia adalah Pulau Lombok. Beberapa suku tinggal dan menetap di pulau ini, salah satunya adalah Suku Sasak. Masyarakat Suku Sasak hidup dan mengembangkan kebudayaannya di Pulau Lombok. Wujud kebudayaan yang dihasilkan salah satunya dapat dilihat dari benda-benda fisik atau artefak yang bersifat konkret dan dapat diraba. Kebudayaan dalam wujud konkret ini disebut sebagai kebudayaan fisik1. Kebudayaan fisik salah satunya berupa rumah tinggal yang dimiliki oleh Suku Sasak di Pulau Lombok.

Menurut asal usulnya, bangunan rumah adalah suatu

shelter atau tempat berlindung manusia dalam menghadapi

pengaruh cuaca, panas, dingin, hujan, angin, dan sebagainya. Rumah juga merupakan suatu tempat berlindung untuk

1 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), 186-187. Penulis menyarankan agar kebudayaan dibeda-bedakan sesuai dengan ketiga wujudnya, yaitu (1) wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai, norma, dan peraturan, (2) wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dan masyarakat, dan (3) wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.

(2)

menghadapi bahaya-bahaya rohani yang mengancamnya2. Berdasarkan pendapat ini, dapat dikatakan bahwa rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia untuk melindungi dirinya. Adanya perbedaan wilayah, latar belakang budaya, dan faktor sosio-kultural masyarakat setempat yang kemudian memberi pengaruh pada ungkapan fisiknya.

Rumah tinggal Suku Sasak disebut juga bale. Menurut masyarakat Sasak, kata rumah atau bale memiliki dua pengertian. Pengertian pertama yaitu sebagai tempat berteduh, melindungi diri dari bahaya, cuaca dingin, panas, dan binatang-binatang buas. Pengertian kedua yaitu demi keselamatan jiwa, dan kebahagiaan3. Oleh karena itu, rumah atau bale memiliki fungsi sebagai tempat tinggal sebenarnya dan tempat tinggal lain sesuai fungsi yang dibutuhkan.

Di dalam pola permukiman tradisional milik Suku Sasak, terdapat juga bangunan lain sebagai pelengkap rumah tinggal. Bangunan tersebut dibuat dengan sistem panggung atau disebut

2 I. B. Mantra, Bunga Rampai Adat Istiadat IV, (Jakarta: Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya, 1977), 84 dalam M. Yusuf H. Umar & Sukandi, Selintas

Rumah Tradisional Sasak di Lombok, (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Direktorat Jenderal Kebudayaan Museum Negeri Nusa Tenggara Barat, 1987/1988), 7. Berdasarkan pendapat Prof. Ir. U. R. Van Romondt dalam pidatonya sewaktu menerima serah jabatan Guru Besar dalam bidang Arsitektur pada Fakultas Teknik Universitas Indonesia di Bandung pada hari Rabu tanggal 26 Mei 1954.

3 M. Yusuf H. Umar & Sukandi, Selintas Rumah Tradisional Sasak di

Lombok, (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal

(3)

beruga. Bangunan ini memiliki fungsi sosial yaitu sebagai tempat

duduk bersama keluarga, tempat menerima tamu, dan tempat mengadakan selamatan atau upacara daur hidup4.

Suku Sasak di Pulau Lombok memiliki beberapa jenis rumah adat atau rumah tinggal tradisional. Salah satunya adalah

bale mengina yang terdapat di Dusun Segenter. Dusun Segenter

terletak di Desa Sukadana, Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Utara. Luas wilayah Desa Sukadana adalah 45,90 km2 dengan penduduk berjumlah 7149 yang bertempat tinggal di desa ini5.

Gambar 1. Denah Dusun Segenter Sumber: Google Maps, 2015

4 M. Yusuf H. Umar & Sukandi, Selintas Rumah Tradisional Sasak di

Lombok, (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal

Kebudayaan Museum Negeri Nusa Tenggara Barat, 1987/1988), 42.

5 Katalog Statistik Daerah Kecamatan Bayan 2014, No Publikasi: 52085.14.07, (Badan Pusat Statistik Kabupaten Lombok Utara, 2014), 18-22 diakses dari http://lombokutarakab.bps.go.id pada tanggal 3 Maret 2015 pukul 20.32 WITA.

(4)

Bale mengina berarti “Rumah Perempuan”. Sebutan tersebut

muncul dari kebiasaan masyarakat bahwa perempuan yang mengurus dan mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan rumah, serta hanya perempuan dan anak-anak yang boleh tidur di dalam rumah6.

Gambar 2. Denah Bale Mengina dan Beruga Sumber: Swastika Dhesti Anggriani, 2015

Secara fisik, bangunan bale mengina dibuat menghadap ke timur atau ke barat7, berbeda dengan rumah tradisional Suku

6 Umar Siradz, M. Rosidi, M. Yamin, & Itrawadi Albayani, Wujud, Arti, dan

Puncak-Puncak Kebudayaan Lama dan Asli Bagi Masyarakat Pendukungnya di Daerah Nusa Tenggara Barat, (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,

1994/1995), 75.

(5)

Sasak lainnya yang biasanya dibuat ke arah lembah bukit atau kaki gunung. Rumah yang secara topografi memiliki kedudukan lebih tinggi merupakan rumah orang tua, sedangkan rumah yang berada di ketinggian yang lebih rendah merupakan rumah anak yang sudah berkeluarga. Di antara kedua rumah yang saling berhadapan terdapat sekenem atau beruga8. Keberadaan bale

mengina dan beruga dalam lingkungan rumah masyarakat Suku

Sasak di Dusun Segenter tidak dapat dipisahkan, karena masing-masing memiliki fungsi penting sebagai ruang privat dan ruang sosial.

Konstruksi Bale Mengina tampak luar dibuat langsung di atas tanah seperti rumah tradisional Suku Sasak pada umumnya, tetapi di dalam rumah terdapat ruangan yang dibuat dengan konstruksi mirip rumah panggung. Atap Bale Mengina memanjang dari atas ke arah bawah sampai jarak 1,5 meter dari tanah9. Atap disangga oleh 8 tiang utama yang sekaligus berfungsi sebagai pengikat dinding rumah dari anyaman bambu dan 6 tiang yang menyangga bagian panggung di dalam rumah. Ada juga 8 tiang tambahan yang diletakkan di antara tiang utama dan membantu menyangga rumah dan mengikat dinding. Ruang di bale mengina

8 Umar Siradz, M. Rosidi, M. Yamin, & Itrawadi Albayani, 1994/1995, 74-75. Sekenem atau berugaq adalah bangunan tanpa dinding yang berfungsi sebagai tempat berkumpul keluarga, tempat musyawarah, tempat menerima tamu, dan tempat melaksanakan upacara adat.

(6)

terdiri dari bale dalem dan sesirap atau serambi depan. Bale

mengina hanya mempunyai satu pintu masuk yang menghadap ke beruga 10.

Gambar 3. Letak inan bale di dalam bale mengina Sumber: Digambar oleh Swastika Dhesti Anggriani, 2015

Sekenem atau beruga di Dusun Segenter merupakan

bangunan yang dibuat dengan konstruksi panggung, bertiang 6, dan diberi dinding anyaman bambu di sisi bagian selatan saja.

Beruga yang berada di antara dua rumah biasanya dibangun oleh

salah satu pemilik rumah, namun untuk perawatan atau

10 Bale mengina dibangun menghadap ke timur atau ke barat dan di antara kedua bangunan bale dibuat beruga sebagai tempat sosial yang mengubungkan kedua bale dan dengan lingkungan sekitarnya.

(7)

penggantian bagian-bagian yang rusak dilakukan secara bersama-sama oleh kedua pemilik rumah dan dibantu masyarakat sekitar.

Gambar 4. Beruga tampak samping

Sumber: Digambar oleh Swastika Dhesti Anggriani, 2015

Seiring dengan perkembangan zaman, bale mengina dan

beruga yang ada saat ini telah mengalami beberapa penyesuaian.

Selain itu, juga telah terjadi perawatan, penggantian, dan penambahan sesuai dengan kebutuhan pemilik. Perubahan kondisi lingkungan, pendidikan, dan religi ikut mendorong adanya perbedaan bale mengina dan beruga yang ada saat ini dengan yang asli dahulu, baik dari wujud, fungsi, dan maknanya. Kepercayaan dan penghormatan kepada Dewi Anjani yang tinggan di Gunung

(8)

Rinjani, agama Islam Wetu Telu yang masih dianut oleh masyarakat, ketaatan kepada aturan yang berlaku, kondisi geografis, dan ketersediaan material yang ada di alam sekitar ikut mempengaruhi kondisi bale mengina dan beruga yang ada saat ini.

Fokus penelitian dikhususkan pada interior rumah yang meliputi tata ruang dan elemen interiornya seperti furnitur dan aksesoris. Penelitian juga membahas fungsi ruang serta makna yang terkandung di dalam bale mengina dan beruga, karena makna tidak terpisah jauh dari fungsi dan makna juga merupakan aspek paling penting dari fungsi itu sendiri11. Tata ruang dan elemen interior, fungsi, serta makna akan dianalisis menggunakan teori nonverbal communication. Metode yang digunakan fokus pada aspek tak tampak dimana orang-orang menunjukkan atau menandakan sebagian perasaan dan suasana hati, atau perubahan pada bagian itu. Hal ini dipelajari melalui wajah dan ekspresinya, macam-macam posisi dan postur tubuh, sentuhan, pandangan, suara, perilaku, susunan ruang proksemik, dan ritme temporal12.

11 Amos Rapoport, The Meaning of The Built Environtment: A Nonverbal

Communication Approach, (Beverly Hills, London, New Delhi: SAGE Publications,

inc., 1982), 15.

(9)

B. Rumusan Masalah

Penelitian ditetapkan pada satu kompleks rumah yang ada di Dusun Segenter dengan pertimbangan bahwa seluruh rumah di dalam desa memiliki tata ruang yang hampir sama. Ruang-ruang yang menjadi objek penelitian meliputi ruang di bale mengina dan

beruga dengan pertimbangan bahwa rumah merupakan bangunan

utama dan beruga merupakan bangunan pelengkap. Beruga adalah bangunan pelengkap di dalam pemukiman tradisional Sasak yang memiliki fungsi sosial seperti tempat duduk keluarga, menerima tamu, tempat selamatan, dan sebagainya13. Adapun waktu penelitian dilaksanakan pada tahun 2015.

Penelitian interior bale mengina dan beruga mencakup tata ruang dan elemen interiornya. Pembahasannya meliputi fungsi dan makna tata ruang dan elemen interior tersebut. Analisis mengenai tata ruang dan elemen interior, fungsi, serta maknanya dilakukan dengan menggunakan teori nonverbal communication. Teori nonverbal communication digunakan dengan pertimbangan bahwa semua perilaku nonverbal merupakan perilaku rata-rata masyarakat yang penting untuk diperhatikan, sebuah perilaku merupakan konteks untuk perilaku lainnya dan harus dipahami secara kontekstual, serta perilaku nonverbal dapat dipelajari melalui observasi dan rekaman yang selanjutnya dianalisis dan

(10)

diinterpretasi14. Di dalam teori ini, dijelaskan bahwa tata ruang dan elemen interior merupakan bagian dari elemen tetap

(fixed-feature elements), elemen semi tetap (semifixed-(fixed-feature elements),

dan elemen tidak tetap (nonfixed-feature elements)15. Kemudian, makna dari tata ruang dan elemen interior dapat dianalisis dengan mempelajari bagaimana ketiga elemen tersebut diterapkan dan digunakan di bale mengina dan beruga saat ini.

Berdasarkan latar belakang dan batasan-batasan penelitian yang telah diuraikan, maka permasalahan yang dapat dirumuskan di dalam penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimanakah tata ruang dan elemen interior Bale Mengina dan beruga di Dusun Segenter ditinjau dari teori nonverbal

communication?

2. Mengapa elemen nonverbal communication pada interior Bale

Mengina dan beruga di Dusun Segenter ditata seperti saat

ini?

14 Amos Rapoport, 1982, 87.

15 Amos Rapoport, 1982, 88-101. Teori nonverbal communication membagi tata ruang dan elemen interior menjadi 3 elemen, yaitu:

1. Elemen tetap (fixed-feature elements), yaitu elemen yang bersifat tetap atau berubah secara lamban atau dalam jangka waktu yang lama, seperti lantai, dinding, dan atap atau plafon.

2. Elemen semi tetap (semifixed-feature elements), yaitu elemen yang dapat berubah secara cepat dan mudah seperti furnitur dan tirai.

3. Elemen tidak tetap (nonfixed-feature elements), yaitu elemen yang berkaitan dengan manusia sebagai penghuni atau pengguna ruang, seperti pergeseran hubungan spasial (jarak interaksi antar manusia atau individu), posisi tubuh dan postur, serta ekspresi wajah.

(11)

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian yang berjudul ”Tata Ruang dan Interior Rumah Tradisional Bale Mengina dan Beruga di Dusun Segenter (Lombok Utara): Kajian Nonverbal Communication” bertujuan menganalisis dan menjabarkan tentang interior Bale Mengina dan beruga. Penjabarannya sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi elemen tetap (fixed-feature elements), elemen semi tetap (semifixed-feature elements) dan elemen tidak tetap (nonfixed-feature elements) pada interior bale

mengina dan beruga serta pengguna ruangnya.

2. Mengetahui bagaimana elemen tetap (fixed-feature elements), elemen semi tetap (semifixed-feature elements) dan elemen tidak tetap (nonfixed-feature elements) yang ditata di dalam interior bale mengina dan beruga.

3. Mengetahui mengapa elemen tetap (fixed-feature elements), elemen semi tetap (semifixed-feature elements), dan elemen tidak tetap (nonfixed-feature elements) ditata di dalam bale

mengina dan beruga seperti yang ada saat ini.

Setelah beberapa jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam permasalahan diperoleh dengan jelas, maka diharapkan dapat memberi manfaat, antara lain :

(12)

1. Penelitian diharapkan mampu memperkaya pemahaman peneliti dan masyarakat umum mengenai arsitektur dan interior rumah tradisional Lombok pada khususnya serta arsitektur dan interior rumah tradisional nusantara pada umumnya. Pada lingkup arsitektur Lombok, kajian diharapkan mampu mendampingi dan melengkapi kajian arsitektur dan budaya yang telah dihasilkan sebelumnya. 2. Hasil penelitian dapat menambah wawasan tentang interior

bangunan rumah tradisional Lombok yang meliputi bagian-bagian interior, fungsi, dan maknanya.

3. Penelitian diharapkan dapat menambah referensi dalam bidang keilmuan, khususnya bagi akademisi pada institusi.

D. Tinjauan Pustaka

Suatu penelitian membutuhkan sumber pustaka terkait sebagai acuan untuk membuktikan keabsahaan penelitian. Tujuan adanya tinjauan pustaka adalah memberikan penjelasan dan pembuktian mengenai keorisinalitasan penelitian. Apabila telah ada suatu kajian dengan topik yang sama, maka pertanyaan selanjutnya adalah apakah permasalahan yang dibicarakan sama serta bersinggungan. Selanjutnya apakah masih terdapat peluang kajian lain yang menghadirkan suatu interpretasi kajian yang berbeda. Adanya perbedaan permasalahan meskipun dengan topik

(13)

yang sama, dikatakan tetap berbeda dari kajian sebelumnya. Oleh karena itu keaslian dari penelitian dapat terjaga dan dipertanggung jawabkan secara ilmiah.

Rumah Tradisional Sasak adalah salah satu wujud kebudayaan masyarakat Suku Sasak di Pulau Lombok yang memiliki ciri khusus dan tidak pula kalah uniknya dengan bentuk-bentuk rumah tradisional daerah lain. Menurut masyarakat Sasak, kata rumah bersinonim dengan kata bale16.

Rumah tradisional Suku Sasak telah dijadikan objek dalam beberapa penelitian. Penelitian yang telah dilakukan meliputi kebudayaan, arsitektur, bangunan, dan tata kota. Buku-buku hasil penelitian juga telah diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Buku berjudul Monografi Daerah Nusa Tenggara Barat Jilid 1 dan Jilid 2 ditulis oleh tim penyusun monografi daerah Nusa Tenggara Barat (1977) sebagai proyek pengembangan media kebudayaan. Dijelaskan tentang latar belakang sejarah, geografi dan penduduk, kelompok etnis, agama dan kepercayaan, kehidupan keluarga, organisasi sosial, struktur pemerintah, hukum adat, pertanian, industri, pendidikan, nilai-nilai sosial dan kehidupan, pemencaran informasi, kesejahteraan rakyat,

16 S.Wojowasito, Kamus Kawi-Indonesia, (Jakarta: C.V. Pengarang, 1977), hal. 38 dalam M. Yusuf H. Umar & Sukandi, Selintas Rumah Tradisional Sasak

di Lombok, (Mataram: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat

(14)

kehidupan intelektual, serta kesenian. Pembahasan buku meliputi 3 etnis yang mendiami daerah Nusa Tenggara Barat yaitu Suku Sasak, Suku Samawa, dan Suku Mbojo.

Buku berjudul Pulau Lombok dalam Sejarah Ditinjau dari

Aspek Budaya ditulis oleh Lalu Lukman (2007). Pembahasan

meliputi sejarah dan asal usul Suku Sasak di Pulau Lombok serta agama, kepercayaan, dan kehidupan sosialnya.

Buku berjudul Gumi Sasak dalam Sejarah (Bagian 2) ditulis oleh Sudirman (2012). Di dalam buku dibahas tentang Lombok pada masa Belanda dan perlawanannya, pendudukan Jepang, setelah masa kemerdekaan. Selain itu dibahas juga peninggalan islam dan hindu, upacara adat lingkaran hidup, kesenian tradisional, dan permainan tradisional. Di dalam kesenian tradisional dibahas secara garis besar mengenai rumah tradisional Suku Sasak.

Buku berjudul Selayang Pandang Nusa Tenggara Barat ditulis oleh Erna Dwi P. (2008). Dijelaskan tentang gambaran umum Nusa Tenggara Barat yang meliputi letak geografis, lambang dan identitas daerah, sejarah pemerintahan, kenampakan alam, sumber daya alam, sumber daya manusia, dan kebudayaan. Di dalam bab kebudayaan, dibahas mengenai arsitektur tradisional di Nusa Tenggara Barat.

(15)

Buku berjudul Sistim Kepemimpinan dalam Masyarakat

Pedesaan Nusa Tenggara Barat membahas tentang pola

kepemimpinan di masyarakat pedesaan baik dalam bidang sosial, ekonomi, agama, dan pendidikan. Buku ini ditulis oleh tim penyusun yang diketuai oleh Lalu Ahmad Muhidin (1983/1984) dan merupakan proyek inventarisasi dan dokumentasi kebudayaan daerah Nusa Tenggara Barat

Buku berjudul Ritual Rebo Buntung Desa Pringgabaya,

Kecamatan Pringgabaya, Kabupaten Lombok Timur ditulis oleh I

Gde Parimartha, Putu Sukardja, Riana Dyah Prawitasari, Ni Putu Eka Sriastuti, Ni Made Ruastiti, I Gst. Putu Sudiarna, dan I Made Deyana (2012). Dijelaskan tentang kondisi geografis, demografi, dan budaya masyarakat, serta filosofi dan tahapan ritual Rebo Buntung beserta fungsi dan maknanya bagi masyarakat di Kabupaten Lombok Timur.

Buku berjudul Upacara Daur Hidup Suku Sasak ditulis oleh Suhardi, Hasan Yasri, dan Musrip (2010). Di dalam buku dibahas tentang upacara daur hidup yang meliputi upacara kelahiran, perkawinan, dan kematian. Pembahasan meliputi tata cara pelaksanaan upacara serta nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.

Buku berjudul Perubahan Nilai Upacara Tradisional Pada

(16)

oleh Jacub Ali dan Umar Siradz (1998). Dijelaskan tentang upacara daur hidup yang dilaksanakan oleh masyarakat Suku Sasak. Upacara daur hidup meliputi upacara kelahiran, besunat, perkawinan, dan kematian. Upacara-upacara tersebut bisanya dilaksanakan di rumah tinggal.

Buku berjudul Islam Lokal: Akulturasi Islam di Bumi Sasak ditulis oleh Muhammad Ahyar Fadly (2008). Dibahas tentang Islam Wetu Telu sebagai agama lokal masyarakat Suku Sasak. Basis terbesar pemeluk agama Islam Wetu Telu terdapat di Kecamatan Bayan yang merupakan lokasi objek penelitian.

Buku berjudul Wujud, Arti, dan Fungsi Puncak-Puncak

Kebudayaan Lama dan Asli bagi Masyarakat Pendukungnya di Daerah Nusa Tenggara Barat merupakan hasil penelitian oleh

Umar Siradz, M.Rosidi, M. Yamin, dan Itrawadi Albayani (1994/1995) yang menjelaskan tentang wujud puncak kebudayaan masyarakat Suku Sasak di Bayan. Wujud kebudayaan mengacu pada konsep kebudayaan yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat17. Wujud ideologi yang dijelaskan yaitu sistem religi, upacara, sistem kemasyarakatan, serta hasil kebudayaan

17 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), 186-187. Konsep wujud kebudayaan meliputi: (1) wujud kebudayaan sebagai kompleks ide-ide, gagasan, dan nilai-nilai serta norma-norma, (2) wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas dan kelakuan berpola, serta (3) wujud kebudayaan sebagai seluruh hasil ide, gagasan, dan karya manusia atau kebudayaan fisik.

(17)

berupa arsitektur bangunan dan benda kerajinan. Penelitian belum membahas rumah tradisional jenis bale mengina.

Buku berjudul Penelitian Arsitektur Tradisional Nusa

Tenggara Barat merupakan hasil penelitian yang dilaksanakan

oleh 3 tim peneliti (1984)18 yang masing-masing meneliti 1 suku yang mendiami Nusa Tenggara Barat. Suku yang diteliti yaitu Suku Sasak, Suku Samawa, dan Suku Mbojo. Dijelaskan tentang pola perkampungan, arsitektur tradisional, konstruksi bangunan, serta perkembangan arsitekturnya, belum sampai pada menjelaskan interiornya.

Buku berjudul Selintas Rumah Tradisional Sasak di Lombok merupakan hasil penelitian M. Yusuf H. Umar dan Sukandi (1987/1988) yang menjelaskan rumah tradisional Suku Sasak meliputi latar belakang istilah, syarat mendirikan rumah, tahap pengerjaan, bentuk rumah, dan konstruksi rumah. Buku ini juga belum membahas rumah tradisional jenis bale mengina.

Buku berjudul Arsitektur Tradisional Daerah Nusa Tenggara

Barat disusun oleh tim yang terdiri dari Lalu Ahmad Muhidin,

Max Arifin, I Nengah Kayun, dan Lalu Emie Suhaemi (1991),

18 Tim pertama meneliti Suku Sasak yang terdiri dari 8 orang yaitu Herbasuki Wibowo, Bambang Moelyantara, dan 6 mahasiswa Teknik Arsitektur ITS (tidak disebutkan namanya). Tim kedua meneliti Suku Samawa yang terdiri dari 8 orang yaitu S. Boedihartono, Bambang Irawan, Totok Nurwasito, Agus Bastoni, dan 4 mahasiswa Teknik Arsitektur ITS (tidak disebutkan namanya). Tim ketiga meneliti Suku Mbojo yang terdiri dari 7 orang yaitu Josef Prijotomo, S. Gunadi, Baskoro W.I, dan 4 mahasiswa Teknik Arsitektur ITS (tidak disebutkan namanya).

(18)

menjelaskan arsitektur Suku Samawa dan Suku Sasak meliputi jenis bangunan, proses mendirikan bangunan, upacara, dan ragam hiasnya. Hasil penelitian juga belum membahas rumah tradisional jenis bale mengina.

Selain buku-buku yang membahas tentang arsitektur dan kebudayaan Suku Sasak, terdapat juga beberapa hasil penelitian yang membahas Suku Sasak. Penelitian berupa jurnal dan belum diterbitkan dalam bentuk buku.

Penelitian berjudul Rumah Tinggal Suku Sasak Desa

Rembitan Nusa Tenggara Barat, Kajian Hubungan Stratifikasi Sosial dengan Nilai-Nilai Rumah Tinggal dilakukan oleh mahasiswa

Pascasarjana Teknik Arsitektur Universitas Gadjah Mada yaitu Granita Ika, Arya Ronald, dan T. Totok Wahyu S. (2004). Objek penelitiannya adalah arsitektur rumah tinggal tradisional jenis

Bale Tani. Fokus penelitiannya adalah nilai-nilai arsitektur yang

berkaitan dengan stratifikasi sosial pada bale tani, bukan bale

mengina.

Penelitian pada bidang teknik perencanaan wilayah kota dari Universitas Brawijaya dilakukan oleh Rina Sabrina, Antariksa, dan Gunawan Prayitno (2009) dengan judul Pelestarian Pola

Pemukiman Tradisional Suku Sasak Dusun Limbungan Kabupaten Lombok Timur. Penelitian tidak membahas rumah tradisional Suku

(19)

Pada bidang teknik arsitektur, penelitian berjudul

Transformasi Rumah Adat Suku Sasak di Dusun Segenter, Kecamatan Bayan – Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat oleh I

Made Wirata membahas mengenai konsep arsitektur, wujud transformasi, dan latar belakang terjadinya transformasi. Cara pandang religi, pengetahuan material, dan perubahan penggunaan materian disebutkan sebagai faktor yang mempengaruhi wujud transformasi fasad rumah. Penelitian belum membahas secara detail mengenai interior rumah.

Penelitian berjudul Konsep Arsitektur Rumah Adat Suku

Sasak di Dusun Segenter, Kecamatan Lombok Utara, NTB oleh I

Made Wirata dan Ngakan Putu Sueca (2014) membahas tentang

facade, pola keruangan, dan bentuk rumah yang mendapat

pengaruh tradisi. Hasil penelitian adalah tampak bangunan merupakan perwujudan dari kesakralan, orientasi, dan privasi. Penelitian belum membahas mengenai interior bangunannya.

Penelitian berjudul Peran Kosmologi Terhadap Pembentukan

Pola Ruang Pemukiman Dusun Segenter oleh Yofangga Rayson,

A.M. Ridjal, dan Noviani Suryasari membahas tentang peran budaya intangible terhadap pembentukan pola ruang pemukiman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep ruang makro terbentuk berdasarkan konsep filosofi kosmologi gerak matahari dan kesakralan Gunung Rinjani.

(20)

Berdasarkan uraian diatas, hasil penelitian tentang Rumah Tradisional Suku Sasak belum membahas sampai bagian interiornya. Hasil penelitian masih mencakup penjelasan mengenai kebudayaan, arsitektur, dan konstruksi bangunannya secara umum. Oleh karena itu, berdasarkan pengamatan dari beberapa sumber pustaka yang berasal dari buku dan penelitian diatas, maka dapat dikatakan bahwa penelitian tentang interior rumah tinggal tradisional bale mengina dan beruga belum pernah diteliti sebelumnya.

E. Landasan Teori

Jenis penelitian ini adalah penelititan kualitatif dengan pendekatan multidisiplin19. Teori yang digunakan adalah teori

nonverbal communication dengan dukungan teori desain interior

dan arsitektur. Arsitektur digunakan untuk mengungkap sudut pandang teknis atau struktural bangunan yang membentuk ruang interior rumah.

19 Kaelan, Metode Penelitian Kualitatif Interdisipliner Bidang Sosial,

Budaya, Filsafat, Seni, Agama, dan Humaniora, (Yogyakarta: Paradigma, 2012),

20-21. Ilmu multidisipliner merupakan suatu interkoneksi antara ilmu satu dengan lainnya namun masing-masing bekerja berdasarkan disiplin dan metodenya masing-masing. Agus Sachari, Pengantar Metodologi Penelitian

Desain, Arsitektur, Seni Rupa, dan Kriya, (Jakarta: Erlangga, 2005), 150.

Pengamatan multidisiplin dapat dilakukan oleh peneliti dengan pendekatan keilmuan yang berbeda, bahkan dengan metode yang berbeda, seperti metode kualitatif dengan kuantitatif atau metode historis sekaligus semiotik dan seterusnya.

(21)

Rumah merupakan salah satu karya arsitektur yang merupakan hasil dari kebudayaan manusia yang sangat dipengaruhi oleh kebudayaan masyarakat pemiliknya. Rumah termasuk di dalam penataan interiornya dapat mencerminkan watak, tingkah laku, gaya hidup, simbol, dan juga status sosial pemiliknya. Rapoport mengatakan bahwa esensi dasar rumah tinggal ada lima aspek20 yaitu :

a. Kebutuhan dasar

Rumah harus dapat menampung aktivitas yang mendasar atau ritual harian penggunanya. Kebutuhan dasar memberi pengaruh pada bentuk rumah, ruang, dan penggunaannya. Adanya kebudayaan yang berbeda-beda di setiap daerah mempengaruhi kebutuhan dasar yang berbeda-beda pada rumah. Kebutuhan dasar mencakup furnitur, peralatan, dan ruang yang dapat menampung akktivitas sehari-hari seperti memasak, makan, duduk, dan tidur. Kebutuhan penghawaan dan pencahayaan juga mempengaruhi penggunaan bukaan seperti jendela dan pintu.

b. Keluarga

Struktur dalam keluarga, hubungan keturunan patrilineal atau matrilineal, dan sistem poligami atau monogami memberi pengaruh pada pengaturan bangunan rumah,

20 Amos Rapoport, House Form and Culture, (USA: Prentice-Hall, 1969), 61-69.

(22)

ruang, dan penggunaannya. Kebudayaan mempengaruhi struktur dalam keluarga, hubungan keturanan, dan sistem keluarga yang berbeda-beda di setiap daerah.

c. Peran wanita

Peran wanita merupakan salah satu aspek penting dalam sistem keluarga. Beberapa daerah memiliki peraturan sosial dan kebudayaan yang mengharuskan perempuan memiliki privasi lebih tinggi sehingga rumah harus menyediakan ruang khusus untuk itu. Jendela dan atap dibuat secara khusus sehingga dapat mencegah setiap orang mendekati rumah. Pintu rumah tidak dibuat di dinding depan rumah untuk mencegah hubungan langsung rumah bagian dalam dan luar. Ruang-ruang seperti dapur yang menjadi wilayah sirkulasi perempuan dibuat tidak dapat dilihat langsung dari pintu masuk untuk menjaga dari pandangan luar.

d. Privasi

Kebudayaan di dalam arsitektur seringkali dikaitkan dengan privasi sebagai kebutuhan dasar yang rumit dan beragam. Keberagaman dipengaruhi adanya kebudayaan dan pola hidup yang berkembang di masyarakat daerah tertentu, misalnya nilai kesopanan, perasaan malu, kebutuhan ibadah, dan sex. Privasi dibuat dengan memberi jarak antara ruang publik dan privat.

(23)

e. Hubungan sosial

Pertemuan antar manusia juga dianggap sebagai kebutuhan dasar. Fokusnya adalah pada bagaimana sosialisasi dilakukan dan di tempat atau wadah dimana mereka berinteraksi. Pola hidup dan kebudayaan mempengaruhi kebiasaan tempat pertemuan. Di kota-kota besar, manusia biasa bertemu di cafe, bistro, coffee shop, atau di tempat terbuka atau taman di sepanjang jalan umum. Saat ini terjadi perubahan sehingga manusia juga melakukan hubungan sosial di area rumah, sehingga rumah tinggal juga menyediakan area-area tertentu tempat terjadinya hubungan sosial antara penghuni rumah maupun masyarakat.

Berdasarkan pendapat tersebut, dapat dijelaskan bahwa

bale mengina dan beruga memenuhi aspek-aspek yang disebutkan

sehingga dapat digolongkan sebagai rumah tinggal. Ruang-ruang dalam bale mengina dapat menampung kebutuhan dasar hidup seperti makan, tidur, masak, dan duduk. Antara orangtua dengan anak, laki-laki dan perempuan memiliki batasan akses dan pencapaian ruang-ruang dalam rumah, seperti rumah orang tua berada di daerah lebih tinggi dari anak-anaknya, hanya perempuan yang berhak mengatur bagian dalam rumah, dan perempuan boleh tidur di dalam rumah sedangkan laki-laki tidur

(24)

di beruga luar rumah. Hal ditentukan oleh budaya dan masyarakat Suku Sasak itu sendiri. Privasi juga diatur dirumah ini, dimana tidak semua orang bisa memasuki bagian dalam rumah dan kegiatan sosial hanya dilakukan di bagian luar rumah.

Rumah adalah citra, cerminan jiwa dan cita-cita, serta lambang yang membahasakan segala yang manusiawi, indah, dan agung21. Rumah sebagai objek desain juga dapat diamati sebagai sesuatu yang mengandung makna simbolik, makna sosial, makna budaya, makna keindahan, makna ekonomi, makna penyadaran, ataupun makna religius22. Metode pendekatan komunikasi non verbal23 akan digunakan untuk mengungkap makna yang ada di dalam bale mengina.

Lingkungan adalah bagian dari pengaturan makna dan komunikasi. Hal ini menyangkut struktur komunikasi di antara manusia dan berkaitan juga dengan pengaturan bentuk komunikasi dari lingkungan itu sendiri.

Hubungan antar individu dalam kelompok sosial melalui konsep ruang personal maupun teritori untuk membentuk

21 Mangunwijaya, Wastu Citra, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1998), 32.

22 Agus Sachari, Metodologi Penelitian Budaya Rupa, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2003), 119.

23 Amos Rapoport, 1982, hal. 48-49. Metode ini fokus pada aspek yang tak tampak dimana orang-orang menunjukkan atau menandakan sebagian perasaan dan suasana hati, atau perubahan pada bagian itu dan suasana hatinya. Hal ini dipelajari melalui wajah dan ekspresinya, macam-macam posisi dan postur tubuh, sentuhan, pandangan, suara, perilaku, susunan ruang proksemik, dan ritme temporal.

(25)

interaksi sosial memerlukan lingkungan yang mewadahinya. Lingkungan adalah bentuk komunikasi non verbal dan pengaturan fisiknya tidak hanya sebuah ekspresi bentuk budaya tetapi juga berhubungan dengan peraturan tidak tertulis dan bentuk-bentuk lain dari komunikasi non verbal24.

Lingkungan sebagai tempat dalam berkegiatan berkaitan dengan elemen fisik yang membentuknya. Elemen-elemen tersebut secara langsung maupun tidak langsung memiliki hubungan komunikasi dengan individu atau kelompok individu dalam bentuk perilaku yang dilakukan. Fungsi komunikasi dari elemen fisik, meliputi pengorganisasiannya dan penggunaannya dibutuhkan untuk dilihat sebagai bagian dari rangkaian komunikasi non verbal mulai dari yang tetap, semi tetap, dan tidak tetap25. Komunikasi nonverbal yang memiliki arti atau makna dibagi menjadi tiga elemen26:

a. Elemen Tetap (Fixed-feature element)

Elemen fisik yang bersifat tetap atau dapat berubah secara lamban atau dalam jangka waktu yang lama. Elemen fisik misalnya tiga elemen pembentuk ruang yaitu lantai, dinding, tiang, bukaan berupa jendela dan pintu, serta atap

24 Amos Rapoport, Human Aspects of Urban Form: Toward a

Man-Environment Approach to Urban Form and Design, (Oxford, New York, Toronto,

Sydney, Paris, Frankfurt: Pergamon Press, 1977), 326. 25 Amos Rapoport, 1977, 328.

(26)

atau plafon. Pada kebudayaan tradisional, makna dikomunikasikan melalui pengaturan elemen atau pengaturan spasial, ukuran, lokasi, urutan rangkaian, susunan, dan sebagainya.

b. Elemen Semi Tetap (Semifixed-feature element)

Elemen ini bersifat semi tetap yang dapat berubah secara cepat dan mudah. Sifat elemen semi tetap penting dalam memberi arti pada lingkungan karena cenderung dapat berkomunikasi lebih dibandingkan elemen yang bersifat tetap (fixed). Contoh elemen semi tetap misalnya susunan dan jenis furnitur, tirai, dan perabot lainnya.

c. Elemen Tidak Tetap (Nonfixed-feature element)

Elemen yang bersifat tidak tetap berkaitan dengan manusia dan binatang sebagai penghuni atau pengguna ruang, pergeseran hubungan spasial (jarak interaksi antar manusia atau individu), posisi tubuh dan postur, gerakan tangan dan bahu, ekspresi wajah, relaksasi tangan dan leher, anggukan kepala, kontak mata, dan bentuk-bentuk perilaku non verbal lainnya.

Elemen fisik dalam lingkungan dapat dibaca dengan mudah dan dalam sebagai indikator dari karakter sosial, dan itu menjadi pedoman dalam berperilaku. Di dalam penilaian ruang publik dan lingkungan lain, makna negatif dari barang

(27)

yang tidak berharga, buruknya perawatan, dan keburukan lainnya mengkomunikasikan kecacatan penggunaannya suatu waktu. Sebaliknya, perawatan dan penjagaan yang baik, kebersihan, pengkabelan di bawah tanah, tumbuh-tumbuhan hijau, dan kebaikan lainnya mengkomunikasikan pesan positif dan menghasilkan persepsi lingkungan yang berkualitas tinggi, disukai, dan memuaskan27.

Rekaman gambar pengaturan rumah akan mencerminkan ketaatan beragama, etnisitas, dan bagian sejarah, serta kekuatan pengetahuan ke dalam proses psikologis dari pernyataan keteraturan atau kekacauan melalui artefak dan penyusunannya, penduduknya, usianya, serta “jalan hidupnya”28. Penyusunan elemen tidak tetap (furnitur) memiliki pengaruh yang kuat dalam komunikasi dan interaksi manusia29.

Selanjutnya, dijelaskan juga daftar tanda yang mudah ditangkap dalam komunikasi non verbal. Tanda-tanda tersebut dikelompokkan ke dalam elemen fisik, elemen sosial, dan perbedaan yang bersifat sementara dari banyaknya jenis elemen. Elemen fisik meliputi apa yang bisa dilihat oleh mata (bentuk,

27 Amos Rapoport, 1982, 98. 28 Amos Rapoport, 1982, 98. 29 Amos Rapoport, 1982, 101.

(28)

ukuran, warna, material, furnitur, cahaya dan bayangan, tumbuhan), suara (ribut atau sepi, musik, pembicaraan, tawa, air), dan bau (buatan manusia atau alam, bau bunga, bau makanan). Elemen sosial meliputi manusia (bahasa, perilaku, pakaian, usia, jenis kelamin), aktivitas dan penggunaan (memasak, makan, tidur, bermain), dan objek (tanda, iklan, makanan, dekorasi, tanaman)30.

F. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan jenis kegiatan penelitian pustaka dan pengamatan lapangan secara teliti. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, dan tindakan. Metode penelitian kualitatif sering disebut metode penelitian naturalistik karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting)31. Maksud penelitian kualitatif adalah untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian (perilaku, persepsi, motivasi, dan tindakan), secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam

30 Amos Rapoport, 1982, 106-107.

31 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2011), 8.

(29)

bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah32.

Di dalam metode penelitian kualitatif, data yang harus dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data dalam bentuk verbal atau kata-kata yang diucapkan secara lisan, gerak-gerik atau perilaku subjek yang berkaitan dengan penelitian. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen, foto, gambar, dan benda lain yang mendukung data primer33. Pada penelitian interior bale mengina, data primer diperoleh dari penghuni rumah dan masyarakat sekitar rumah dan data sekunder diperoleh dari bangunan bale

mengina.

Berdasarkan pendapat tersebut, metode penelitian kualitatif digunakan karena penelitian menggunakan latar alamiah yang bertujuan memperoleh data primer dan sekunder. Hasilnya akan dianalisis untuk mendapatkan jawaban rumusan masalah dan kemudian data disajikan dalam bentuk dekripsi.

1. Penentuan Sumber Data

Sumber data dalam penelitian adalah subjek darimana data diperoleh. Apabila peneliti menggunakan teknik

32 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), 6.

33 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), 21-22.

(30)

observasi, maka sumber datanya berupa benda34. Di dalam penelitian ini sumber datanya adalah rumah tradisional bale

mengina dan beruga di Dusun Segenter Kabupaten Lombok

Utara dan objek penelitiannya adalah interiornya.

Di dalam penelitian kualitatif, tidak digunakan istilah populasi, tetapi menggunakan istilah social situation atau situasi sosial yang terdiri dari 3 elemen yaitu tempat (place), pelaku (actor), dan aktivitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis35. Tiga elemen tersebut di dalam penelitian ini adalah

bale mengina dan beruga di Dusun Segenter sebagai tempat,

penghuni rumah sebagai pelaku, dan aktivitas penghuni di dalamnya.

Pada penelitian kualitatif, peneliti memasuki situasi sosial tertentu, kemudian melakukan observasi dan wawancara kepada orang-orang yang dipandang mengetahui tentang objek penelitian. Penentuan sumber data dilakukan secara

purposive, yaitu dipilih dengan pertimbangan dan tujuan

tertentu36. Oleh karena itu, ditentukan pertimbangan pemilihan sumber data berdasarkan kriteria yang harus dipenuhi oleh obyek penelitian. Kriteria tersebut antara lain:

a. Rumah masih dihuni oleh keluarga asli dari Suku Sasak.

34 Sugiyono, 2011, 172.

35 Suharsimi Arikunto, 2010, 215. 36 Suharsimi Arikunto, 2010, 216.

(31)

b. Penghuni tinggal dan melakukan aktivitas sehari-hari di dalamnya.

c. Fungsi rumah masih asli sebagai rumah tinggal dan tidak beralih fungsi menjadi objek wisata.

d. Kondisi rumah masih dianggap lengkap (belum mengalami banyak perubahan) dan dapat dijadikan objek penelitian.

Berdasarkan kriteria tersebut, maka dipilih beberapa rumah yang dianggap memenuhi kriteria dan layak untuk dijadikan sampel pada penelitian ini.

2. Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang utama digunakan pada penelitian adalah observasi lapangan, wawancara, dokumentasi, dan gabungan ketiganya (triangulasi).

a. Observasi Lapangan

Pada metode ini peneliti langsung datang ke lokasi penelitian yaitu rumah tinggal Suku Sasak jenis bale

mengina untuk mengetahui kondisi rumah, serta mendapatkan data primer dan sekunder dari objek penelitian.

(32)

b. Wawancara

Wawancara dilakukan oleh peneliti pada narasumber yaitu penghuni rumah, masyarakat dusun, Kepala Desa, dan orang-orang yang memahami perkembangan rumah adat bale mengina dan beruga. Wawancara dilaksanakan secara tidak terstruktur, dimana peneliti hanya menggunakan pedoman berupa garis besar permasalahan yang akan ditanyakan37. Pertanyaan tidak disusun terlebih dahulu, melainkan disesuaikan dengan keadaan dan ciri yang unik dari responden38. Hasil yang diperoleh berupa data dalam bentuk verbal yaitu rekaman hasil wawancara, catatan hasil wawancara, dan data pendukung lainnya yang bisa menjadi data sekunder seperti foto dan gambar.

c. Dokumentasi

Hasil dokumentasi pengumpulan data berupa data arsitektur dan interior seperti denah pemukiman, denah organisasi ruang dan arah hadap, gambar tampak, serta potongan. Selain itu data dokumentasi juga berupa foto-foto dan gambar yang berkaitan dengan objek penelitian.

d. Triangulasi

Triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan

37 Sugiyono, 2011, 233-234. 38 Lexy J. Moleong, 2007, 190.

(33)

data dan sumber data yang telah ada. Peneliti menggunakan teknik pengumpulan data observasi, wawancara, dan dokumentasi dari sumber data yang sama39 pada waktu bersamaan di lokasi penelitian.

3. Metode Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian tentang interior rumah tradisional bale mengina dan beruga di Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat adalah analisis sebelum datang ke lapangan, dan analisis secara bersamaan dengan pengumpulan data di lapangan.

a. Analisis Sebelum di Lapangan

Analisis sebelum di lapangan dilakukan terhadap data hasil studi pendahuluan, atau data sekunder yang akan digunakan untuk menentukan fokus penelitian40. Fokus penelitian masih bersifat sementara, dan akan berkembang setelah peneliti masuk dan selama di lapangan.

b. Analisis Data di Lapangan Model Miles dan Huberman Miles dan Huberman mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas,

39 Sugiyono, 2011, 241. 40 Sugiyono, 2011, 245.

(34)

hingga data telah jenuh41. Aktivitas dalam analisis data, yaitu reduksi data, penyajian data, serta penarikan kesimpulan dan verifikasi.

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, serta mencari tema dan pola. Reduksi data dapat dibantu dengan peralatan elektronik seperti komputer dengan memberikan kode pada aspek-aspek tertentu42. Data yang direduksi antara lain interior bale mengina dan beruga, tata ruang, elemen interior, fungsi, dan makna ruang yang sudah ada.

Penyajian data dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dan sejenisnya. Miles dan Huberman menyatakan bahwa teks yang bersifat naratif merupakan cara penyajian data yang paling sering digunakan43. Pada penelitian ini, data akan disajikan dalam bentuk narasi, gambar kerja, dan gambar dokumentasi.

Kesimpulan dalam penelitian kualitatif merupakan temuan baru berupa deskripsi atau gambaran suatu obyek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap

41 Sugiyono, 2011, 246. 42 Sugiyono, 2011, 247. 43 Sugiyono, 2011, 249.

(35)

sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kasual atau interaktif44. Kesimpulan penelitian merupakan jawaban pertanyaan yang telah dirumuskan sebelumnya.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini dibagi menjadi lima bab dengan susunan sebagai berikut :

Bab I berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II berisi tentang penjelasan masyarakat Suku Sasak di Dusun Segenter Kabupaten Lombok Utara: tinjauan kabupaten Lombok Utara, letak dan batas geografis Dusun Segenter, penduduk dan mata pencaharian, pendidikan, sistem kekerabatan dan pemerintahan, agama, upacara adat lingkaran hidup, pola pemukiman Dusun Segenter, serta rumah tradisional.

Bab III berisi tentang penjabaran data yang diperoleh di lapangan tentang rumah tradisional bale mengina dan beruga. Penjabaran meliputi tampak bangunan, tata ruang, dan elemen interior.

44 Sugiyono, 2011, 252.

(36)

Bab IV berisi analisis tentang tata ruang dan elemen interior ditinjau dari teori nonverbal communication yang mencakup elemen tetap (fixed-feature elements), elemen semi tetap (semifixed-feature

elements), dan elemen tidak tetap (nonfixed-feature elements).

Dijabarkan juga mengapa elemen-elemen tersebut hadir pada bale

mengina dan beruga seperti yang ada saat ini.

Bab V berisi kesimpulan yang diperoleh dan yang memuat jawaban atas pertanyaan yang dimunculkan.

Gambar

Gambar 1. Denah Dusun Segenter  Sumber: Google Maps, 2015
Gambar 2. Denah Bale Mengina dan Beruga  Sumber: Swastika Dhesti Anggriani, 2015
Gambar 3. Letak inan bale di dalam bale mengina  Sumber: Digambar oleh Swastika Dhesti Anggriani, 2015
Gambar 4. Beruga tampak samping

Referensi

Dokumen terkait

(Faktor fundamental yang terdiri dari : nilai buku, keuantungan dan PER saham secara serempak atau simultan tidak memiliki pengaruh terhadap harga saham properti di

Peneliti menyiapkan hal yang dibutuhkan untuk mendukung proses pembelajaran, antara lain Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang sesuai dengan sintag model pembelajaran

Variabel luas lahan pada penelitian ini berpengaruh positif dan signifikan terhadap produksi bawang merah di Kabupaten Brebes dilihat dari uji hipotesis

20 Tahun 2001 Tentang Pemilikan Saham Dalam Perusahaan yang Didirikan Dalam Rangka Penanaman Modal Asing yakni dalam rangka lebih mempercepat peningkatan dan perluasan kegiatan

Oleh karena itu museum berusaha merekam jejak budaya tersebut dengan membuat sebuah ruang pamer yang menampilkan koleksi masterpiece yakni koleksi yang

Frasa preposisi pada data (1a) sudah benar dan pada kalimat (1b) seharusnya was sebagai kata kerja bantu pada data itu adalah is karena kalimat tersebut

Arrester umumnya tidak boleh bekerja jika ada gangguan fasa ke tanah di satu tempat dalam sistem, karena itu tegangan pengenal dari penangkap petir harus lebih tinggi

Istilah daftar rujukan atau referensi digunakan dalam pedoman ini sesungguhnya untuk menekankan bahwa sumber – sumber yang dikutip pada bagian tubuh (isi)