• Tidak ada hasil yang ditemukan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA 28 /PUU-VIII/2010

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA 28 /PUU-VIII/2010"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

Registrasi Nomor 28 /PUU-VIII/2010

Tentang

Pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP

“Hak Tersangka/ Terdakwa Untuk mengajukan Ahli ”

I. PEMOHON

1. Dr. Y.B. Purwaning M. Yanuar, S.H., MCL, CN. 2. Dr, Rico Pandeirot, S.H., LL.M.

3. Gabriel Mahal, S.H. 4. Petrus Bala Pattyona, S.H. 5. Ferry H. Amahorseya, S.H.,M.H. 6. Teuku Nasrullah, S.H., M.H. 7. Afrian Bondjol, S.H., LL.M. 8. Rachmawati, S.H., M.H. 9. Th. Ratna Dewi K., S.H., M.Kn. 10. Dea Tunggaesti, S.H., M.M. 11. Eka Sumaryani, S.H.

12. Adinda Utami Anindita, S.H., LL.M. 13. Rocky L. Kawilarang, S.H.

14. Vincencius Tobing, S.H. 15. M. Y. Ramli, S.H.

16. Aldila Chereta warganda, S.H. 17. Muhammad Heru Mahyudin, S.H. 18. Nadya Helida, S.H.

Selanjutnya disebut sebagai Para Pemohon

II. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI :

Bahwa berdasarkan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 , salah satu kewenangan konstitusional Mahkamah adalah mengadili pada tingkat pertama dan terkahir yang putusanya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar. Oleh karena permohonan Para Pemohon terkait dengan pengujian undang-undang terhadap UUD 1945, maka Mahkamah Konstitusi berwenang memeriksa permohonan para Pemohon.

(2)

III.

KEDUDUKAN PEMOHON (LEGAL STANDING

)

Bahwa menurut ketentuan Pasal 51 Ayat (1) UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK), salah satu yang dapat mengajukan permohonan adalah perorangan warga negara Indonesia yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya telah dirugikan akibat berlakunya undang-undang.

Bahwa Para Pemohon mendalilkan memiliki legal standing dalam perkara pengujian Undang-undang dan para Pemohon menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya telah dirugikan akibat diundangkannya Pasal 65 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

IV. NORMA-NORMA YANG DIAJUKAN UNTUK DIUJI. A. NORMA MATERIIL

- Sebanyak 1 (satu) norma, yaitu : Pasal 65 :

Tersangka atau terdakwa berhak untuk mengusahakan dan mengajukan saksi dan atau sesorang yang memiliki keahlian khusus guna memberikan keteranagn yang menguntungkan bagi dirinya.

Penjelasan Pasal 65 : Cukup Jelas

B. NORMA UUD 1945 SEBAGAI ALAT UJI - Sebanyak 1 (satu) norma, yaitu :

Pasal 28D ayat (1)

Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.

V. Alasan-Alasan Pemohon Dengan Diterapkan UU a quo Bertentangan Dengan UUD 1945, karena :

1. Bahwa Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP tidak mampu lagi menampung aspirasi masyarkat yang semakin kritis dan sadar akan hak-haknya. , UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Amandemen UUD 1945 Oasal 28A-I dan sejumlah undang-undang di bidang peradilan lainnya menunjukan adanya kecendrungan bahwa Hukum Acara Pidana di Indonesia mendekati Model due process of law sebagaimana ditawarkan oleh Herbert L. Packer.

2. Bahwa secara tegas dan jelas Pasal 65 UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang UU Nomor 8 Tahun 1981 telah memberikan hak kepada tersangka untuk dapat mengajukan ahli ditingkat penyidikan.

(3)

3. Bahwa menurut Pemohon Pasal 65 UU Nomor 8 Tahun 1981 telah menyalahi ketentuan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 sebab UU KUHAP tersebut bersifat sumir sehingga begitu banyak penafsiran yang berakibat pada tidak adanya kepastian hukum dalam pelaksanaannya, mengingat pasal tersebut hanya mengatur hak tersangka atau terdakwa tetapi tidak mengatur mengenai kewajiban dari penyidik, penuntut umum dan hakim untuk memeriksa saksi yang meringankan ataupun ahli yang diajukan oleh tersangka atau terdakwa. Hal tersebut membuka peluang bagi lembaga-lembaga penegak hukum seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tealah mealkukan penafsiran yang sesat dan tidak mendasar atas Pasal 65 UU Nomor 8 Tahun 1981 tesebut.

4. Bahwa Para pemohon adalah Para Advokat yang ketika berpraktek dan ditunjuk sebagai penasehat hukum para tersangka atau terdakwa yang telah mengalami pelanggaran hak konstitusional terhadap Pasal 28D ayat (1) dalam kasus :

Penyidik KPK seringkali menolak memeriksa saksi ahli yang diajukan oleh tersangka, semata-mata dengan alasan tidak adanya keharusan bagi penyidik untuk memeriksa ahli yang diajukan tersebut. Praktek ini terjadi dalam perkara atas nama Syaukani Hassan Rais, Naerthias, Aulia Pohan, dalam penolakannya, KPK memberikan penafsiran atas rumusan tersebut, dengan mengemukan bahwa kata “berhak” dalam rumusan tersebut bukan berarti “wajib”. Padahal UU No.8 tahun 1981 telah memberikan penjelasan “cukup jelas” terhadap bunyi pasal 65 tersebut, sehingga berlakulah asas “interpretatio cessat in claris”, dimana kita tidak dapat menginterpretasikan kata-kata dalam UU, apabila teks kata-kata tersebut sudah jelas. Hal ini merupakan tindakan yang sewenang-wenang, otoriter, dan mengesampingkan “rule of law”.

5. Bahwa dengan tertulisnya kata-kata “cukup jelas” dalam penjelasan Pasal 65 KUHAP tersebut adalah bertentangan dengan hak-hak konstitusional warga Negara. Sebab pada hakikatnya penjelasan Pasal 65 tersebut belum jelas karena pasal tersebut hanya mengatur mengenai hak dari tersangka atau terdakwa untuk mengajukan saksi dan ahli, tanpa disertai dengan adanya kewajiban bagi penyidik, penuintut umum dan hakim untuk memeriksa ahli.

6. Bahwa penafsiran hanya boleh dilakukan dalam hal terdapat kekosongan hukum. Namun, KPK telah melakukan penafsiran yang tidak berdasarkan realitas hukum yang berlaku di Indonesia (ius constitutum). Semetara pasal 65 KUHAP masih berlaku sehingga seharusnya berlakulah asas interpretation cessat in claris, dimana penyidik KPK seharusnya tidak dapat atau tidak perlu menginterpretasikan bunyi suatu UU apabila teks UU tersebut sudah jelas dan terang.

7. Bahwa terhadap penafsiran tersebut tersangka/ terdakwa terbukti telah sangat dirugikan sebagai Warga Negara Indonesia yang harus dilindungi hak-hak konstitusionalnya yaitu hak asasi manusia sebagaimana diatur dalam Pasal 28D ayat (1).

(4)

8. Bahwa dalam praktiknya, telah berkembang pula penafsiran secara sebagian oleh KPK terhadap Pasal 65 KUHAP, dimana KPK berpendapat bahwa terdapat saksi yang meringankan dapat diperiksa dalam tingkat penyidikan, namun, ahli yang diajukan oleh tersangka tidak dapat diajukan dalam tingkat penyidikan. Padahal Pasal 65 KUHAP telah mengatur secara seimbang antara hak untuk mengajukan saksi yang meringankan serta ahli.

9. Bahwa penafsiran tersebut jelas telah merugikan hak konstitusional Para Pemohon sebab apabila menilik dari unsur Pasal 184 ayat (1) KUHAP. Maka adalah dua hal yang berbeda antara keterangan yang diberikan oleh ahli dengan keterangan yang diberikan oleh saksi. Sehingga adalah hak dari seorang tersangka mengajukan sebanyak-banyaknya alat bukti untuk menguntungkan dirinya. Oleh karena itu, pengajuan ahli ditingkat penyidikan sudah seharusnya dipenuhi oleh penyidik pada KPK karena sesuai dengan Pasal 65 KUHAP.

10. Bahwa salah satu bukti penolakan oleh KPK terhadap pengajuan ahli ditingkat penyidikan oleh tersangka terdapat dalam surat No. B-48/D.DAK2/KPK/III/2007 tertanggal 28 Maret 2007 kepada Dr. Otto Cornelis Kaligis, perihal jawaban Permohonan pengajuan ahli.

11. Bahwa untuk menghindari penafsiran-penafsiran yang menyesatkan sementara hak-hak tersangka telah diatur dalam Pasal 65 KUHAP, maka para Pemohon memohon kepada Mahkamah Konstitusi untuk melakukan materiil terhadap pasal 65 KUHAP terutatama pada bagian penjelasan yang Para pemohon nilai bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

VI. PETITUM

DALAM POKOK PERMOHONAN :

1. Menerima dan mengabulkan seluruh permohonan dari Para Pemohon.

2. Menyatakan Pasal 65 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan Penjelasannya bertentangan dengan UUD 1945.

3. Menyatakan bahwa materi muatan Pasal 65 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan menyatakan bunyi Pasal 65 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana diubah menjadi : “tersangka atau terdakwa berhak untuk mengajukan saksi dan atau seseorang yang memiliki keahlian khusus guna memberikan keterangan yang menguntungkan bagi dirinya. Serta Penyidik, Penuntut Umum, dan Majelis Hakim wajib memeriksa saksi

(5)

dan atau ahli yang diajukan oleh tersangka dan atau terdakwa.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Adapun tujuan penelitian berdasarkan rumusan masalah yang ada diatas adalah: (1) Untuk mengetahui perbedaan pretest dan posttest dengan menerapkan metode struktural

Hal lain yang menjelaskan bahwa Sang Buddha mengkonsumsi daging dijelaskan dalam Anguttara Nikaya 5.44 yang menceritakan tentang seorang umat awam, Ugga, yang

POS (Persero) Mojokerto adalah sebagai berikut : Dengan 2 (dua) loket masih terdapat antrian pada loket 1 dan 2 sebesar : 524 konsumen dengan rata-rata tingkat utilitas

Hubungan Beban dan Lendutan pada Balok Styrofoam Pada Tabel 4.11 perbandingan besarnya beban, lendutan dan yang terjadi pada kondisi awal retak, kondisi tulangan leleh dan

Sistem Pendukung Keputusan atau dikenal dengan SPK merupakan bagian dari sistem informasi yang berbasis komputer. Pada proses menyeleksi calon mahasiswa baru di STMIK

Data Sekunder merupakan data yang diperoleh dari bahan-bahan kepustakaan tentang (1) Pemerintahan Daerah dan Otonomi Daerah; (2) Peraturan yang mencakup

Dari penjelasan di atas yang dimaksud dengan persepsi peran (role perceptions) adalah gambaran seseorang akan hak dan kekuasaan yang dimiliki, serta kewajiban dan tanggung jawab