• Tidak ada hasil yang ditemukan

RESPON PENGGUNAAN MEDIA TERHADAP ORGANOGENESIS TUNAS UBI KAYU (Manihot Esculenta Crantz.) GENOTIPE GAJAH SECARA IN VITRO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RESPON PENGGUNAAN MEDIA TERHADAP ORGANOGENESIS TUNAS UBI KAYU (Manihot Esculenta Crantz.) GENOTIPE GAJAH SECARA IN VITRO"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

RESPON PENGGUNAAN MEDIA TERHADAP ORGANOGENESIS

TUNAS UBI KAYU (

Manihot Esculenta

Crantz.) GENOTIPE GAJAH

SECARA

IN VITRO

RESPONSE OF MEDIUM ON ORGANOGENESIS IN VITRO SHOOTS OF CASSAVA

(Manihot Esculenta Crantz.) GAJAH GENOTYPE

Candra Catur Nugroho

Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Unikarta Email: candracatur@unikarta.ac.id

ABSTRACT

Increasing of demand for cassava seedlings is very important to continuous supply of true-to-type cassava (Manihot esculenta Crantz.) seedling throught in vitro technique. The research was conducted to evaluate the effect of culture medium on the shoot organogenesis of cassava Jame-jame genotype in vitro. This research was arranged in the completely randomized design with one factor. Treatment factor was culture medium {MS0 (M0), MS + 20 g L-1 sucrose + 0,1 mg L-1 BAP (M1), MS + 20 g L-1 sucrose + 0,4 mg L-1 zeatin (M2), dan MS + 20 g L-1 sucrose + 5 mg L-1 BAP + 0,1 mg L-1 NAA (M3)}. The result showed that culture mediums couldn’t effect significantly on faster initiation of shoot regeneration, but could effect significantly on height of planlet, number of shoots and number of leaves. The higher planlet and more number of leaves when cultured on M2 medium, whereas more number of shoot when cultured on M1 medium.

Keywords: BAP, Cassava, NAA, organogenesis, zeatin

ABSTRAK

Tingginya permintaan terhadap ubi kayu menuntut pentingnya penyediaan bibit ubi kayu (Manihot esculenta Crantz.) true-to-type melalui teknik kultur jaringan. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh penggunaan media kultur terhadap organogenesis tunas ubi kayu genotipe Jame-jame secara

in vitro. Penelitian ini disusun berdasarkan rancangan acak lengkap satu faktor. Faktor perlakuan adalah media kultur {MS0 (M0), MS + 20 g L-1 sukrosa + 0,1 mg L-1 BAP (M1), MS + 20 g L-1 sukrosa + 0,4 mg L

-1

zeatin (M2), dan MS + 20 g L-1 sukrosa + 5 mg L-1 BAP + 0,1 mg L-1 NAA (M3)}. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan jenis media kultur tidak memberikan pengaruh nyata terhadap waktu munculnya tunas, namun memberikan pengaruh sangat nyata terhadap tinggi planlet, jumlah tunas dan jumlah daun. Tinggi planlet dan jumlah daun tertinggi diperoleh dari eksplan yang dikulturkan pada media M2, sedangkan jumlah tunas tertinggi diperoleh dari eksplan yang dikulturkan pada media M1.

Kata Kunci:BAP, NAA, Organogenesis, Ubi kayu, zeatin

PENDAHULUAN

Indonesia yang terletak di wilayah tropis memiliki keanekaragaman tanaman yang begitu besar. Hal tersebut ditunjukkan dengan beraneka ragamnya tanaman pangan. Tanam–tanaman pangan tersebut memiliki manfaat sebagai sumber pangan, pakan dan papan, serta dapat juga

dimanfaatkan sebagai sumber energi hayati alternatif. Ubi kayu (Manihot esculenta

Crantz.) merupakan salah satu jenis tanaman pangan yang dibudidayakan di Indonesia.

Ubi kayu memiliki prospek pemanfaatan dan pengembangan yang begitu besar. Ubi kayu banyak dimanfaatkan sebagai bahan makanan, selain itu ubi kayu

(2)

juga dimanfaatkan sebagai bahan baku industri terutama industri pellet atau pakan ternak dan industri pengolahan tepung. Ubi

kayu juga dapat dimanfaatkan untuk dijadikan bahan baku pembuatan bioetanol (Purwanti, 2008).

Tabel 1. Data Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Ubi Kayu Nasional

Tahun Luas Panen (Ha) Produktivitas (Ku/Ha) Produksi (Ton)

2012 1 129 688 214.02 24 177 372

2013 1 065 752 224.60 23 936 921

2014 1 003 494 233.55 23 436 384

2015 949 916 229.51 21 801 415

Sumber: Badan Pusat Statistik (2017)

Pada Tabel 1 disajikan data luas panen, produksi dan produktivitas ubi kayu nasional. Secara umum telah terjadi penurunan luas panen tanaman ubi kayu yang menyebabkan terjadi penurunan produksi ubi kayu. Hal ini menjadi kendala dalam hal melakukan peningkatan produksi ubi kayu. Oleh sebab itu, diperlukan suatu teknologi untuk mengatasi hal tersebut. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah dengan teknik kultur jaringan. Melalui teknik kultur jaringan, akan dihasilkan bahan tanam ubi kayu bermutu dalam jumlah banyak dan jelas varietasnya, serta dihasilkan dalam waktu yang relatif singkat. Bibit unggul yang dihasilkan dari kultur jaringan biasanya bebas dari patogen (apabila eksplan yang digunakan berasal dari jaringan tanaman yang sehat atau berasal dari jaringan meristem) dan dapat dijadikan sebagai

mother stock.

Penelitian perbanyakan dan perbaikan tanaman ubi kayu melalui teknik kultur jaringan telah dilakukan baik di dalam negeri maupun luar negeri. Penelitian yang dilakukan mencakup penelitian pembentukan tunas baru (multiplikasi tunas) dan pembentukan kalus embriogenik (Onuoch dan Onwubiku, 2007; Feitosa et al., 2007; Rossin dan Rey, 2011; Mapayi et al., 2013; Hartati et al., 2013; Nugroho et al., 2016; Nugroho, 2017). Perbaikan sifat ubi kayu

yang telah dilakukan di Indonesia yaitu peningkatan kandungan nutrisi pada umbi seperti jenis protein tertentu, komponen lain seperti fosfor dan rasio antara amilosa dan amilopektin (Sudarmonowati et al., 2002).

Pemilihan jenis media kultur dalam teknik in vitro sangat mempengaruhi respon organogenesis tunas ubi kayu. Penggunaan jenis media yang tepat akan menghasilkan pertumbuhan planlet yang optimum. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh penggunaan media kultur terhadap organogenesis tunas ubi kayu genotipe Gajah secara in vitro.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan dalam jangka waktu 4 bulan mulai bulan Mei sampai Agustus 2015 sejak persiapan media kultur, inokulasi eksplan ke media perlakuan hingga pengambilan data terakhir. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan 3 Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Bahan tanam (eksplan) yang digunakan adalah buku tunggal (single node) bagian tengah dari planlet ubi kayu genotipe Gajah (Gambar 1). Peralatan yang digunakan adalah Laminar Air Flow Cabinet (LAFC),

autoclave, alat tanam, cawan petri, timbangan, dan kamera digital.

(3)

Gambar 1. Pengamatan Terhadap Pertumbuhan Planlet Ubi Kayu: (a) tunas baru terbentuk, (b) tinggi

planlet, dan (c) jumlah tunas

Penelitian ini disusun berdasarkan rancangan acak lengkap satu faktor. Faktor perlakuan adalah media kultur {MS0 (M0), MS + 20 g L-1 sukrosa + 0,1 mg L-1 BAP (M1), MS + 20 g L-1 sukrosa + 0,4 mg L-1 zeatin (M2), dan MS + 20 g L-1 sukrosa + 5 mg L-1 BAP + 0,1 mg L-1 NAA (M3)}. Setiap satuan percobaan diulang 5 kali dengan 3 eksplan per botol kultur (diameter 6 cm). Kultur dipelihara di ruang kultur dengan suhu ± 25 0C, penerangan dari 2 buah lampu fluorescence, fotoperiode 24 jam selama 12 minggu.

Peubah yang diamati meliputi waktu munculnya tunas, tinggi planlet, jumlah daun, dan jumlah tunas (Gambar 1). Waktu munculnya tunas diamati setiap hari sampai tunas pertama terbentuk, sedangkan peubah tinggi planlet, jumlah daun, jumlah buku, dan jumlah tunas diamati setiap minggu hingga 12 minggu setelah kultur (MSK). Data penelitian dianalisis dengan analisis ragam (ANOVA) untuk mengetahui pengaruh antar pelakuan. Perlakuan yang berpengaruh nyata kemudian

diuji lanjut dengan menggunakan Duncan’s

multiple range test (DMRT) dengan taraf α = 5%. Analisis data menggunakan program SAS versi 9.1.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penanaman eksplan single node ubi kayu pada berbagai jenis media yang berbeda tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kecepatan inisiasi munculnya tunas. Waktu muncul tunas dari eksplan yang dikulturkan pada media M0, M1, dan M2 berturut-turut adalah (7,80 ± 2,26; 8,47 ± 2,47; dan 6,87 ± 0,96) hari. Eksplan yang dikulturkan pada media M3 tidak memunculkan tunas hingga akhir pengamatan (Gambar 2). Secara umum, munculnya tunas pada penelitian ini kurang dari 10 hari. Waktu muncul tunas ini lebih cepat bila dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan Nugroho et al. (2016) yang menunjukkan bahwa tunas ubi kayu terbentuk 7-22 hari pada beberapa kultivar ubi kayu.

(a)

tunas baru

terbentuk

tinggi

planlet

jumlah

tunas

(b)

(c)

(4)

Gambar 2. Waktu Munculnya Tunas Pada Eksplan Ubi Kayu Genotipe Gajah

Perlakuan jenis media kultur memberikan pengaruh sangat nyata terhadap tinggi planlet genotipe Gajah (Tabel 2). Perlakuan yang menghasilkan planlet tertinggi diperoleh dari eksplan yang dikulturkan pada media M2 baik pada 4 MSK, 8 MSK maupun 12 MSK. Tingginya planlet yang tumbuh pada media M2 dipengaruhi oleh penambahan zat pengatur tumbuh (ZPT) berupa sitokinin yaitu zeatin sebesar 0,4 mg L-1. Pemberian zeatin pada media lebih responsif terhadap tinggi planlet dibandingkan jenis sitokinin lain seperti BAP pada media M1. Menurut Gaba (2005), jenis ZPT yang berbeda dari golongan yang sama seperti kinetin, zeatin dan 2-iP dibutuhkan untuk memacu morfogenesis yang lebih optimal. Dalam hal ini, pemberian zeatin pada media memberikan respon yang optimal terhadap tinggi planlet ubi kayu genotipe

Gajah. Sementara itu, eksplan yang dikulturkan pada media M3 tidak memunculkan tunas. Struktur yang terbentuk adalah kalus yang tumbuh pada bagian pangkal eksplan. Munculnya kalus pada eksplan ini dimungkinkan karena pemberian ZPT jenis sitokinin (BAP) dengan konsentrasi yang cukup besar yaitu 5 mg L-1 dan pemberian auksin jenis NAA sebesar 0,1 mg L-1. Menurut George dan Sherrington (1984), pemberian auksin dalam konsentrasi kecil dan juga kadang dikombinasikan dengan penambahan sitokinin akan menginduksi terbentuknya kalus dari eksplan. Hasil penelitian Hanifah (2007) mengungkapkan bahwa penambahan NAA 0,5 ppm dan BAP 1 ppm serta penambahan NAA 0,5 ppm dan BAP 2 ppm memberikan respon pembentukan kalus tercepat pada eksplan jarak pagar.

Tabel 2. Tinggi Planlet Ubi Kayu Genotipe Gajah

Perlakuan Tinggi Planlet (cm)

4 MSK 8 MSK 12 MSK

M0 0,74c 1,75b 3,21b

M1 1,78b 2,21b 2,61b

M2 3,55a 5,67a 7,48a

M3 0,00d 0,00c 0,00c

Uji F ** ** **

Keterangan: 1) M0 = MS0, M1 = MS + 20 g L-1 sukrosa + 0,1 mg L-1 BAP, M2 = MS + 20 g L-1 sukrosa + 0,4 mg L-1 zeatin, M3 = MS + 20 g L-1 sukrosa + 5 mg L-1 BAP + 0,1 mg L-1 NAA

2) MSK = minggu setelah kultur

3) Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf α = 5%. ** = berbeda sangat nyata (p < 0,01)

0 2 4 6 8 10 12

M1 M2 M3 M0

Waktu Muncul Tunas (Hari)

M ed ia P erl ak ua n

(5)

Perlakuan jenis media kultur memberikan pengaruh sangat nyata terhadap jumlah tunas planlet genotipe Gajah (Tabel 3). Perlakuan yang menghasilkan jumlah tunas tertinggi diperoleh dari eksplan yang dikulturkan pada media M1 baik pada 4 MSK, 8 MSK maupun 12 MSK walaupun pada 4 MSK tidak berbeda signifikan dengan eksplan yang ditanam pada media M0 dan M2. Tingginya jumlah tunas planlet yang tumbuh pada media M1 dipengaruhi oleh penambahan zat pengatur tumbuh (ZPT) berupa sitokinin yaitu BAP sebesar 0,1 mg L-1. Eksplan yang dikulturkan pada media M0 dan M2 hanya menghasilkan satu tunas. Sementara itu, eksplan yang dikulturkan pada media M3 tidak memunculkan tunas. Pada penelitian ini, penambahan sitokinin

berupa BAP dalam konsentrasi kecil (0,1 mg L-1) lebih efektif menghasilkan jumlah tunas yang lebih tinggi dibandingkan penambahan zeatin maupun BAP dalam jumlah besar (5 mg L-1) yang dikombinasikan dengan penambahan NAA. Menurut Seswita et al. (1996), pemberian sitokinin seperti BAP atau kinetin dalam konsentrasi rendah (0,1-0,3 mg L-1) pada tanaman herba atau semusim seperti mentha, seruni, rami dan ubi kayu akan meningkatkan proses penggandaan (multiplikasi) tunas. Menurut Zaer dan Mapes (1982), BAP paling banyak digunakan untuk memacu penggandaan tunas karena mempunyai aktivitas yang kuat dibandingkan dengan kinetin maupun jenis sitokinin lainnya.

Tabel 3. Jumlah Tunas Planlet Ubi Kayu Genotipe Gajah

Perlakuan Jumlah Tunas

4 MSK 8 MSK 12 MSK

M0 1,00a 1,00b 1,00b

M1 1,07a 1,80a 2,53a

M2 1,00a 1,00b 1,00b

M3 0,00b 0,00c 0,00c

Uji F ** ** **

Keterangan: 1) M0 = MS0, M1 = MS + 20 g L-1 sukrosa + 0,1 mg L-1 BAP, M2 = MS + 20 g L-1 sukrosa + 0,4 mg L-1 zeatin, M3 = MS + 20 g L-1 sukrosa + 5 mg L-1 BAP + 0,1 mg L-1 NAA

2) MSK = minggu setelah kultur

3) Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf α = 5%. ** = berbeda sangat nyata (p < 0,01)

Secara umum jumlah daun per planlet terbanyak dihasilkan dari eksplan yang ditanam di media M2. Rata-rata jumlah daun yang terbentuk per planlet tidak lebih dari lima daun kecuali pada perlakuan M2 saat 12 MSK (6,13 daun). Hal ini disebabkan karena daun banyak yang mengalami senescence (gugur daun). Gugurnya daun diduga karena adanya ketidakseimbangan kandungan auksin-sitokinin endogen di dalam jaringan tanaman. Kandungan auksin endogen dalam tanaman sangat tinggi sehingga meningkatkan aktivitas etilen yang

menyebabkan daun menjadi gugur. Menurut Wattimena (1988) auksin merupakan salah satu faktor kunci dalam sintesis etilen, karena auksin merupakan prekursor dalam perubahan SAM menjadi ACC, yaitu senyawa antara dalam sintesis etilen. Gejala gugur daun pada penelitian ini mulai terjadi pada 4 MSK (Gambar 3). Menurut Hankoua et al. (2005), biakan in vitro ubi kayu biasanya disubkultur setiap 4-5 minggu sekali agar selalu berada dalam kondisi optimal dan menghindari terjadinya

(6)

Tabel 4. Jumlah Daun Planlet Ubi Kayu Genotipe Gajah

Perlakuan Jumlah Daun

4 MSK 8 MSK 12 MSK

M0 1,87b 2,40b 3,13b

M1 1,67b 2,87ab 4,33b

M2 2,33a 3,53a 6,13a

M3 0,00c 0,00c 0,00c

Uji F ** ** **

Keterangan: 1) M0 = MS0, M1 = MS + 20 g L-1 sukrosa + 0,1 mg L-1 BAP, M2 = MS + 20 g L-1 sukrosa + 0,4 mg L-1 zeatin, M3 = MS + 20 g L-1 sukrosa + 5 mg L-1 BAP + 0,1 mg L-1 NAA

2) MSK = minggu setelah kultur

3) Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf α = 5%. ** = berbeda sangat nyata (p < 0,01)

Gambar 3. Kondisi Planlet saat 4 MSK di media: (a) M0, (b) M1, (c) M2, dan (d) M3. Tanda panah menunjukkan peristiwa senescence.

SIMPULAN DAN SARAN

Jenis media kultur tidak memberikan pengaruh nyata terhadap waktu munculnya tunas, namun memberikan pengaruh sangat nyata terhadap tinggi planlet, jumlah tunas dan jumlah daun. Tinggi planlet dan jumlah daun tertinggi diperoleh dari eksplan yang dikulturkan pada media M2, sedangkan jumlah tunas tertinggi diperoleh dari eksplan yang dikulturkan pada media M1. Eksplan yang dikulturkan pada media M3 tidak memunculkan tunas hingga akhir pengamatan.

Organogenesis tunas ubi kayu genotipe Gajah lebih responsif menggunakan media dengan tambahan sitokinin (zeatin dan BAP). Jika ingin menghasilkan tunas yang panjang disarankan menggunakan media dengan tambahan zeatin, sedangkan jika ingin menghasilkan tunas yang banyak (> 1 tunas) disarankan menggunakan media dengan tamnbahan BAP. Penambahan asam amino atau bahan organik lain perlu dilakukan untuk menekan senescence daun planlet. Laju senescence juga dapat dikurangi dengan mempercepat periode subkultur (< 4

(a)

(b)

(7)

MSK) dan mempergunakan kapas steril pada tutup botol untuk menyerap gas etilen yang terdapat dalam wadah botol.

DAFTAR PUSTAKA

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2017. Data luas panen, produksi dan produktivitas ubi kayu [Internet]. [diunduh 10 Juli 2017]; Tersedia pada: www.bps.go.id.

Feitosa, T., J.L.P. Bastos, L.F.A. Ponte, T.L. Juca, F.A.P. Campos. 2007. Somatic embryogenesis in cassava genotypes from the northeast of Brazil. Braz Arch Biol Technol. 50(2):201-206.

Gaba, V.P. 2005. Plant Growth Regulator. In

R.N. Trigiano and D.J. Gray (eds.) Plant Tissue Culture and Development. CRC Press. London. p. 87-100.

George, E.F., P.D. Sherington. l984. Plant Propagation by Tissue Culture. Handbook and Directory of Commercial Laboratories. Exegetic. England. 709 p. Hanifah, N. 2007. Pengaruh Konsentrasi NAA

dan BAP terhadap Pertumbuhan Eksplan Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) secara

In Vitro. Skripsi Fakultas Pertanian UNS. Surakarta.

Hankoua, B.B., S.Y.C. Ng, J. Puonti-Kaerlas, I. Fawole, A.G.O. Dixon, M. Pillay. 2005. Regeneration of a wide range of African cassava genotypes via shoot organogenesis from cotyledon of maturing somatic embryos and conformity of the field-established regenerants. Plant Cell Tiss Org Culture. 81(2):200-211.

Hartati, N.S., N. Rahman, H. Fitriani, E. Sudarmonowati. 2013. Koleksi kultur in vitro ubi kayu (Manihot esculenta Crantz.) sebagai material perakitan bibit unggul. hal. 389-398. Dalam Sutanto, R.U.M.S. Soedjanaatmadja, U. Supriatman, T. Panji (Eds.). Seminar Nasional Riset Pangan, Obat-obatan, dan Lingkungan untuk Kesehatan. Bogor 27-28 Juni 2013. Mapayi, E.F., D.K. Ojo, O.A. Oduwaye, J.B.O.

Porbeni. 2013. Optimization of in vitro propagation of cassava (Manihot esculenta Crantz.) genotypes. J Agric Sci. 5(3):261-269.

Nugroho, C.C., N. Khumaida, S.W. Ardie. 2016. Pertumbuhan tunas ubi kayu (Manihot esculenta Crantz.) genotipe Jame-jame secara in vitro. J. Agron. Indonesia. 44(1):40-46.

Nugroho, C.C. 2017. Induksi kalus embriogenik beberapa genotipe ubi kayu (Manihot esculenta Crantz.). Jurnal Magrobis. 17(1):1-15.

Onuoch, C.I., N.I.C. Onwubiku. 2007. Micropropagation of cassava (Manihot esculenta Crantz.) using different concentrations of benzylaminopurine (BAP). J Eng Appl Sci. 2(7):1229-1231. Purwanti, N. 2008. Kadar glukosa dan

bioetanol pada fermentasi tepung umbi ketela pohon (Mannihot utilissima Pohl) varietas Mukibat dengan penambahan H2SO4 [skripsi]. Surakarta (ID): Universitas Muhammadiyah.

Rossin, C.B., M.E.C. Rey. 2011. Effect of explants source and auxins on somatic embryogenesis of selected cassava (Mannihot esculenta Crantz) cultivar. S Afr J Bot. 77:59-65.

Seswita, D., I. Mariska, E.G. Lestari. 1996. Mikropropagasi Nilam penampakan khimera hasil radiasi pada kalus. Prosiding Pertemuan Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi. Jakarta, 9-10 Januari 1996.

Sudarmonowati, E., R. Hartati, T. Taryana. 2002. Produksi Tunas, Regenerasi dan Evaluasi Hasil Ubi Kayu (Manihot esculenta) Indonesia Asal Kultur Jaringan di Lapang. Cibinong (ID): Pusat Penelitian Bioteknologi, LIPI.

Wattimena, G.A. 1988. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Bogor (ID): Pusat Antar Universitas Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor.

Zaer, Mapes. 1982. Action of growth regeneration. In Bonga and Durzan (eds.) Tissue Culture in Forestry. Martinus Nijhoff London. p. 231-235.

(8)

Gambar

Tabel 1. Data Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Ubi Kayu Nasional
Gambar 1. Pengamatan Terhadap Pertumbuhan Planlet Ubi Kayu: (a) tunas baru terbentuk, (b) tinggi       planlet, dan (c) jumlah tunas
Gambar 2. Waktu Munculnya Tunas Pada Eksplan Ubi Kayu Genotipe Gajah
Tabel 3. Jumlah Tunas Planlet Ubi Kayu Genotipe Gajah
+2

Referensi

Dokumen terkait

Kompetensi Dasar : 3.2 Menganalisis berbagai bioproses dalam sel yang meliputi mekanisme transport membran, reproduksi, dan sintesis protein. Topik : Mekanisme Transport

Yang melatar belakangi surah Al-Maidah ayat 54-56 ini dengan fenomena kemurtadan yang ada di Desa Durian Banggal Kecamatan Raya Kahean Kabupaten Simalungun adalah

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah tekanan waktu dan risiko audit berpengaruh terhadap perilaku menyimpang auditor atas prosedur audit yang dilakukan

pada mahasiswa Pendidikan Fisika Reguler 2014 digunakan untuk menentukan reliabilitas angket, sedangkan hasil uji coba pada mahasiswa Pendidikan Fisika Reguler

Pembenahan pembiayaan secara preventif ini oleh account officer tetap harus diajukan kepada panitia pembiayaan untuk disetujui. Setelah disetujui, maka proses

Saran yang dapat dikemukan dari hasil penelitian ini, adalah perusahaan penting untuk lebih memperhatikan tunjangan hari raya dan gaji, hubungan kerjasama yang baik

melakukan uji warna bertujuan untuk mengidentifikasi ada atau tidaknya merkuri dalam sampel krim pemutih wajah yaitu digunakan larutan KI 0,5 N, dan hasil

Sumber : output SPSS yang diolah kembali Model persamaan regresi linier hasil perhitungan dalam penelitian ini memiliki nilai Adjusted R Square sebesar 0,102 sebagaimana terlihat