• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

6

A.

Pengertian Pajak

Pajak mempunyai kontribusi cukup tinggi dalam penerimaan Negara. Pada beberapa tahun terakhir ini, penerimaan dari sektor fiskal mempunyai proporsisi lebih dari 50% penerimaan dalam APBN. Berbagai kebijakan dalam bentuk ekstensifikasi dan intensifikasi telah dibuat oleh pemerintah untuk mencapai target penerimaan pajak. Kebijakan ini membawa pengaruh kepada masyarakat, dunia usaha, dan pihak – pihak yang berkaitan dengan pajak.

Pengertian pajak menurut Rochmat dan Ilyas (2007 : 2):

Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

Dari definisi di atas terlihat ada beberapa hal pokok yang bisa disimpulkan, yaitu :

a. Pajak dipungut dari rakyat untuk membiayai program pemerintah. b. Pajak dipungut secara paksa (compulsory), bukan secara sukarela

(voluntary).

c. Tidak mendapatkan kontraprestasi, jadi rakyat yang membayar pajak tidak merasakan manfaatnya secara langsung. Manfaat yang diterima masyarakat adalah berupa pelayanan yang diberikan

(2)

pemerintah secara umum ataupun menikmati hasil pembangunan yang dilakukan Pemerintah.

B.

Fungsi Pajak

Menurut Muhammad dan teguh (2005:2) Pajak memiliki 2 macam fungsi yaitu :

a. Fungsi Penerimaan (budgetair).

Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukan bagi pembiayaan pengeluaran pemerintah baik pengeuaran rutin maupun pengeluaran pembangunan.

b. Fungsi Mengatur (reguleren).

Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan ekonomi.

Kedua fungsi tersebut merupakan peran utama pajak, dalam perkembangannya, peran tersebut menjadi lebih luas dengan adanya fungsi redistribusi dan demokrasi. Fungsi redristribusi yaitu fungsi yang lebih menekankan unsur pemerataan dan keadilan dalam masyarakat. Fungsi ini terlihat dari adanya lapisan tarif dalam pengenaan pajak, yaitu tarif pajak yang lebih besar untuk tingkat atau lapisan peghasilan yang lebih tinggi.

Fungsi demokrasi merupakan salah satu penjelmaan atau wujud sistem gotong royong termasuk kegiatan pemerintah dan pembangunan fungsi ini pada saat sekarang sering dikaitkan dengan tingkat pelayanan pemerintah kepada masyarakat khususnya pembayar pajak. Apabila pajak telah dilaksanakan dengan baik, maka imbal baliknya pemerintah harus memberikan pelayanan terbaik.

(3)

C.

Sistem Self Assessment (Self Assesment System)

Sistem pembayaran pajak yang berlaku saat ini dilandasi oleh sistem pemungutan dimana Wajib Pajak boleh menghitung dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang disetorkan atau yang disebut sistem self assessment. Maksudnya adalah Wajib pajak harus ikut berperan serta dalam menghitung, melaporkan jumlah pajak terutangnya tanpa campur tangan dari fiskus.

Menurut Mohammad (2007:112) mengatakan bahwa:

Sistem pemungutan yang dianut di Indonesia saat ini ialah sistem menetapkan sendiri (self assessment) yaitu ketetapan pajak yang ditetapkan oleh wajib pajak sendiri yang dilakukannya dalam Surat Pemberitahuan (SPT). Ciri-ciri:

1. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib pajak sendiri.

2. Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang.

3. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.

Sistem ini diberlakukan untuk memberikan kepercayaan yang sebesar-besarnya bagi masyarakat guna meningkatkan kesadaran dan peran serta masyarakat dalam menyetorkan pajaknya. di Indonesia diberlakukan sistem official assessment. Dengan sekarang, kita menggunakan sistem self assessment, konsekuensinya bahwa masyarakat harus benar-benar mengetahui cara perhitungan pajak dan segala sesuatu

(4)

yang berhubungan dengan pelunasan pajaknya, seperti kapan harus membayar pajak, bagaimana menghitung besarnya pajak, kepada siapa dibayarkan, apa yang terjadi jika lupa, dan saksi apa yang akan diterima apabila melanggar ketetapan-ketetapan perpajakan.

Sistem Self Assessment adalah suatu sistem yang memberikan kepercayaan dan tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan dan membayar sendiri jumlah pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. Selain itu Wajib Pajak diwajibkan pula melaporkan secara teratur jumlah pajak yang terutang dan telah dibayar sebagaimana ditentukan dalam peraturan perpajakan. Pembayaran pajak selama tahun berjalan pada dasarnya merupakan angsuran pajak untuk meringankan beban Wajib Pajak pada akhir tahun pajak. HakikatSelf Assessment Systemadalah penetapan sendiri besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.

D.

Penerimaan Pajak

Pada dasarnya, pajak yang dibayarkan oleh Wajib Pajak akan disetorkan ke kas negara dalam rangka sebagai pendapatan bagi negara serta dijadikan salah satu sumber pembiayaan negara. Menurut Marsyahrul (2006: 13) pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara. Negara dalam menjalankan tugas rutin dan pembangunan memerlukan biaya. Biaya tersebut antara lain diperoleh dari penerimaan pajak, pengeluaran rutin, seperti belanja pegawai, belanja barang dan pemeliharaan yang

(5)

biayanya berasal dari penerimaan pajak, sedangkan pengeluaran pembangunan bersumber dari tabunganpemerintah.

Oleh karena itu, pentingnya aspek penerimaan dari sektor pajak sangat diperhatikan dan pemerintah berupaya untuk mengoptimalkan penerimaan dari sektor pajak.

Salah satu upaya pemerintah dalam memenuhi penerimaan negara tersebut adalah dengan melakukan self assessment system. Program ini diharapkan dapat meningkatkan jumlah Wajib Pajak yang nantinya juga akan berdampak pada penerimaan pajak.

E.

Pajak Pertambahan Nilai

1. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai

Pajak Pertambahan Nilai adalah salah satu jenis penerimaan penerimaan negara yang berkarakteristik pajak tidak langsung dimana beban pengenaan pajak berada di konsumen tetapi pembayaran ke kas negara dilakukan oleh produsen atau penjual. Dengan kata lain PPN adalah pajak konsumen atau pajak atas konsumsi yang dilakukan di dalam negeri. Pngenaan PPN atas suatu barang dikenakan pada setiap rantai jalur produksi maupun jalur distribusi. Adapun bentuk barang yang dikonsumsi dapat saja berupa barang maupun jasa yang diperjualbelikan di Indonesia dapat dikenakan PPN kecuali Undang-Undang menyatakan sebaliknya atau Peraturan Perpajakan yang tidak melakukan pengenaan PPN atas suatu produk barang ataupun jasa. Barang yang dikenakan pajak disebut

(6)

dengan Barang Kena Pajak (BKP) dan jasa yang dikenakan pajak disebut Jasa Kena Pajak (JKP).

2. Objek PPN

Objek Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana yang diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 42 tahun 2009 dikenakan atas:

a. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;

b. Impor Barang kena Pajak

c. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha

d. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dai luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean

e. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.

f. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena pajak. g. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena

Pajak.

h. Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.

Sementara itu pasal 16C menyebutkan PPN dikenakan atas kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain yang batasan dan tata caranya diatur dengan keputusan Menteri Keuangan.

(7)

Kemudian pasal 16D menyebutkan bahwa PPN dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh Pengusaha Kena Pajak, kecuali atas penyerahan aktiva yang Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan.

Dalam penjelasan pasal 4 huruf a dan huruf e UU No. 42 tahun 2009 tentang PPN barang dan jasa dari pihak penjualan barang mewah disebutkan bahwa suatu penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak baru dapat dikenai apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1. Barang berwujud yang diserahkan merupakan barang kena pajak. 2. Barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan barang kena pajak

tidak berwujud.

3. Penyerahan dilakukan di dalam daerah pabean dan

4. Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau kegiatannya. Oleh karena itu dibawah ini akan diuraikan tentang pengertian dari barang kena pajak, jasa kena pajak, daerah pabean.

1. Barang Kena Pajak

UU No. 42 Tahun 2009 tentang PPN Barang dan Jasa dan PPnBM menjelaskan tentang Barang Kena Pajak yaitu pasal 1 ayat 3 menyatakan bahwa Barang Kena Pajak adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang-undang.

Dengan memperhatikan ketentuan pada pasal 1 ayat 3 ini dapat dikatakan pada dasarnya semua barang dikenakan pajak sepanjang UU tidak menentukan lain. Kelanjutan dari penjelasan ini ada pasal 4A UU No. 42 Tahun 2009 tentang PPN dan pajak penjualan barang mewah yang menyatakan bahwa pemerintah menetapkan jenis barang yang

(8)

tidak dikenakan pajak didasarkan atas kelompok barang sebagai berkut:

a. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya.

b. Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak.

c. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi ditempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering dan

d. Uang, emas, batangan, dan surat berharga. 2. Jasa Kena Pajak

Pengertian jasa Kena Pajak diterangkan dalam pasal 1 ayat 5 dan ayat 6 UU No. 42 Tahun 2009 tentang PPN barang dan jasa dan PPnBM yang apabila digabungkan akan berbunyi:

Jasa Kena Pajak adalah setiap pelayanan yang berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang, fasilitas, kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang.

3. Daerah Pabean

Pengertian Daerah Pabean menurut pasal 1 ayat 1 UU No.42 Tahun 2009 tentang PPN dan PPnBM adalah:

Wilayah Republika Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara diatasnya, serta tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan Landas Konyinen yang didalamnya berlaku undang-undang yang mengatur mengenai Kepabean.

(9)

3. Subjek PPN

Penjelasan mengenai subjek PPNterdapat pada pasal 1 ayat 15 UU No. 42 tahun 2009 tentang PPN barang dan Jasa dan PPnBM. Pada pasal 1 ayat 14 disebutkan bahwa:

Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang melakukan perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean melakukan usaha jasa termasuk mengekspor jasa atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean.

Sementara itu pada pasal 1 ayat 15 dinyatakan:

Pengusaha Kena Pajak adalah orang pribadi atau badan yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimporbarang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerha pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa di luar daerah pabean yang melakukan penyerahan barang kena pajak dan atau penyerahan jasa kena pajak yang dikenakan pajak berdasarkan undang-undang ini, tidak termasuk pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan, kecuali pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak.

Termasuk Pengusaha Kena Pajak antara lain yaitu: a. Pabrikan atau produsen.

b. Importir dan indentor.

c. Pengusaha yang mempunyai hubungan istimewa dengan pabrikan atau importir.

d. Agen utama dan penyalur utama pabrikan atau importir. e. Pemegang hak paten atau merek dagang Barang Kena Pajak. f. Pedagang besar (distributor).

(10)

g. Pengusaha yang melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak. h. Pedagang eceran (peritel).

4. Mekanisme Pemungutan Pajak

Pemungutan pajak adalah bendaharawan pemerintah, badan atau instansi pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang oleh pengusaha kena pajak atas penyerahan barang kena pajak dan atau penyerahan jasa kena pajak kepada bendaharawan pemerintah, badan, atau instansi pemerintah tersebut.

Selanjutnya dalam pasal 16A UU PPN, dijelaskan bahwa pajak yang terutang atas penyerahan barang kena pajak dan atau penyerahan jasa kena pajak kepada pemungut PPN dipungut, disetor, dilaporkanoleh pemungut PPN.

Sebenarnya masalah pemungutan PPN ini juga telah diatur sebelumnya dalam keputusan Presiden No. 56 tahun 1988 yang diperbaharui dengan Kepres Np. 234/M tahun 2000 yang pelaksanaannya diatur dengan keputusan Menteri Keuangan No. 547/KMK.04/2000 tanggal 22 Desember 2000 yang menunjukkan badan-badan tertentu sebagai pemungut PPN:

1. Kantor perbendaharawan dan kas negara.

2. Bendaharawan pemerintah pusat dan daerah baik propinsi, kabupaten dan kotamadya.

(11)

4. Kontraktor kontrak bagi hasil dan kontrak karya di bidang minyak, gas bumi, panas bumi dan pertambangan umum lainnya.

5. Badan usaha milik negara dan daerah. 6. Bank milik negara, bank milik daerah. 7. Bank Indonesia.

F.

Surat Pemberitahuan Pajak (SPT), Surat Setoran Pajak (SSP) 1. Surat Pemberitahuan (SPT)

Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang digunakan oleh pemotong untuk melaporkan pemotongan, perhitungan, dan Penyetoran Pajak atas penghasilan orang pribadi sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan. Surat Pemberitahuan (SPT) diterima adalah SPT yang dilaporkan setiap tahunnya dan diterima oleh KPP setempat.

Sedangkan Devano dan Siti (2006 : 150) menjelaskan pengertian Surat Pemberitahuan (SPT) adalah “ dokumen yang menjadi alat kerja sama antara wajib pajak dan administrasi pajak, yang memuat data-data yang diperlukan untuk menetapkan secara tepat jumlah pajak yang terutang”.

Menurut Tony (2005 : 46) menjelaskan pengertian Surat Pemberitahuan (SPT) adalah sebagai berikut:

Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan atau bukan objek pajak, dan atau harta dan kewajiban menurut peraturan perundang-undangan perpajakan.

(12)

Sesuai dengan prinsip self assessment system, wajib pajak harus melaporkan pajak bulanan dan pajak tahunan. Pelaporan ini menggunakan surat pemberitahuan (SPT) yang dapat diambil dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP), atau dapat difotokopi.

Fungsi SPT bagi Pengusaha Kena Pajak yaitu:

a. Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang sebenarnya terutang.

b. Untuk melaporkan pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran.

c. Untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan oleh Pengusaha Kena Pajak dan atau melalui pihak lain dalam satu Masa Pajak, yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan perpajakan.

Secara garis besar SPT dibedakan menjadi menjadi dua, yaitu:

a. SPT Masa, adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan atau pembayaran pajak yang terutang dalam suatu Masa Pajak atau pada suatu saat.

b. SPT Tahunan, adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang dalam suatu Tahun Pajak.

SPT Masa PPN harus disampaikan setiap bulan paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir. Dalam hal hari ke-20 adalah

(13)

hari libur, maka SPT Masa PPN harus disampaikan pada hari kerjasebelum hari libur. SPT Masa PPN (dalam bentuk kertas) disampaikan secara langsung ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat Pengusaha dikukuhkan sebagai PKP atau di Kantor Penyuluhan Pajak atau melalui pos atau ekspedisi ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak. SPT Masa PPN juga dapat disampaikan dalam bentuk e-SPT yang menggunakan media digital secara langsung ke Kantor Pelayanan Pajak melalui TPT atau melalui pos atau ekspedisi ke Kantor Pelayanan Pajak. Sedangkan SPT Masa PPN dalam bentuk e-SPT yang data digitalnya disampaikan melalui jaringan komunikasi data hanya dapat ditransfer ke alamat http://www.pajak.go.id dan menyampaikan Berita Acara Penitipan Data, SPT induk yang telah ditandatangani oleh Wajib Pajak atau Kuasanya disertai dengan lampiran yang disyaratkan baik secara langsung maupun melalui pos atau ekspedisi ke Kantor Pelayanan Pajak. Jika PKP terlambat lapor menyampaikan SPT Masa PPN dari batas waktu yang ditentukan, maka PKP akan dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp. 500.000,00.

Terhadap kekeliruan dalam pengisian SPT yang dibuat oleh wajib pajakmasih terbuka baginya hak untuk melakukan pembetulan atas kemauan sendiri dalam jangka waktu 2 tahun sesudah berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak dengan syarat Dirjen Pajak belum melakukan pemeriksaan.

(14)

Pasal 8 ayat 2 UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) menyatakan bahwa:

Dalam hal Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan Masa yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, kepadanya dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) perbulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan. Pasal 8 ayat 3 UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) menyatakan bahwa:

Walaupun telah dilakukan tindakan pemeriksaan, tetapi belum dilakukan tindakan penyidikan mengenai adanya ketidakbenaran yang dilakukan Wajib Pajak sebagaimana simaksud dalam pasal 38 terhadap ketidakbenaran perbuatan Wajib Pajak tersebut tidak akan dilakukan penyidikan, apabila Wajib Pajak dengan kemauan sendiri mengungkapkan ketidakbenaran perbuatan tersebut dengan disertai pelunasan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya terutang beserta sanksi administrasi berupa denda sebesar 150% (seratus lima puluh persen) dari jumlah pajak yang kurang dibayar.

Pasal 8 ayat 3 UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) menyatakan bahwa:

Walaupun Direktor Jenderal Pajak telah melakukan pemeriksaan, dengan syarat Direktorat Jenderal Pajak belum menerbitkan surat ketetapan pajak, Wajib Pajak dengan kesadaran sendirii dapat mengungkapkan dalam laporan tersendiri tentang ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan sesuai keadaan sebenarnya, yang dapat mengakibatkan:

a. Pajak-pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar atau lebih kecil.

b. Rugi berdasarkan ketentuan perpajakan menjadi lebih kecil atau lebih besar.

c. Jumlah harta menjadi lebih besar atau lebih kecil.

d. Jumlah modal menjadi lebih besar atau lebih kecil dan proses pemeriksaan tetap dilanjutkan.

Pajak yang kurang dibayar yang timbul sebagai akibat dari pengungkapan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan

(15)

sebagaimana yang dimaksud diatas beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50% (lima puluh persen) dari pajak yang kurang dibayar, harus dilunasi oleh Wajib Pajak sebelum laporan tersendiri dimaksud disampaikan.

2. Surat Setoran Pajak (SSP)

Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran dan penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas Negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. (Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan). Fungsi SSP adalah sebagai berikut:

a. Sebagai sarana untuk membayar pajak. b. Sebagai bukti dan pembayaran pajak.

PPN yang terutang dalam satu Masa Pajak, harus disetor paling lambat 15 (lima belas) hari setelah Masa Pajak berakhir. Dalam hal tanggal jatuh tempo penyetoran bertepatan dengan hari libur, maka penyetoran dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. Jika PKP terlambat membayar pajak / menyetorkan pajak yang terutang ke kas negara dengan menggunakan SSP PPN dari batas waktu yang telah ditentukan, maka PKP akan dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% perbulan yang dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.

(16)

G.

Kepatuhan

Adanya sanksi administrasi maupun sanksi hukum pidana bagi Wajib Pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakannya dilakukan supaya masyarakat selaku Wajib Pajak mau memenuhi kewajibannya. Kepatuhan adalah ketaatan atau berdisiplin, dalam hal ini kepatuhan pajak diartikan secara bebas adalah ketaatan dalam menjalankan semua peraturan perpajakan.Kepatuhan juga perilaku yang taat hukum. Secara konsep, kepatuhan diartikan dengan adanya usaha dalam mematuhi peraturan hukum oleh seseorang atau organisasi.

Dalam sistemself assessment,administrasi perpajakan berperan aktif melaksanakan tugas-tugas pembinaan, pengawasan dan penerapan sanksi terhadap penundaan pemenuhan kewajiban perpajakan berdasarkan ketentuan yang digariskan dalam peraturan perpajakan. Fungsi pengawasan memegang peranan sangat penting dalam sistemself assessment, karena tanpa pengawasan dalam kondisi tingkat kepatuhan Wajib Pajak masih rendah, mengakibatkan sistem tersebut tidak akan berjalan dengan baik, sehingga Wajib Pajak pun akan melaksanakan kewajiban pajaknya dengan tidak benar dan pada akhirnya penerimaan dari sektor pajak tidak akan tercapai.

Dasar-dasar kepatuhan meliputi: 1. Indoctrination

Sebab pertama warga masyarakat mematuhi kaidah-kaidah adalah karena dia didoktrinir untuk berbuat demikian. Sejak kecil manusia telah

(17)

dididik agar mematuhi kaidah-kaidah yang berlaku dalam masyarakat sebagaimana halnya dengan unsur-unsur kebudayaan lainnya.

2. Habituation

Oleh karena sejak kecil mengalami proses sosialisasi, maka lama kelamaan menjadi suatu kebiasaan untuk mematuhi kaidah-kaidah yang berlaku.

3. Utility

Pada dasarnya manusia mempunyai kecenderungan untuk hidup pantas dan teratur, akan tetapi apa yang pantas dan teratur untuk seseorang, belum tentu pantas dan teratur bagi orang lain. Karena itu diperlukan patokan tentang kepantasan dan keteraturan tersebut, patokan tadi merupakan pedoman atau takaran tentang tingkah laku dan dinamakan kaedah. Dengan demikian, maka salah satu faktor yang menyebabkan orang taat pada kaidah adalah karena kegunaan dari pada kaidah tersebut. 4. Group Identification

Dari satu sebab mengapa seseorang patuh pada kaidah adalah karena kepatuhan tersebut merupakan salah satu sarana untuk mengadakan identifikasi dengan kelompok. Seseorang mematuhi kaidah-kaidah yang berlaku dalam kelompoknya bukan karena dia menganggap kelompoknya lebih dominan dari kelompok-kelompok lainnya, akan tetapi justru karena ingin mengadakan identifikasi dengan kelompoknya tadi. Bahkan kadang-kadang seseorang mematuhi kaidah kelompok lain, karena ingin mengadakan identifikasi dengan kelompok lain tersebut.

(18)

Sebenarnya masalah kepatuhan yang merupakan suatu derajat secara kualitatif dapat dibedakan dalam tiga proses, yaitu:

1. Compliance

Compliancediartikan sebagai suatu kepatuhan yang didasarkan pada harapan akan suatu imbalan dan usaha untuk menghindarkan diri dari hukuman yang mungkin dijatuhkan. Kepatuhan ini sama sekali tidak didasarkan pada suatu keyakinan pada tujuan kaidah hukum yang bersangkutan dan lebih didasarkan pada pengendalian dari pemegang kekuasaan. Sebagai akibatnya maka kepatuhan akan ada, apabila ada pengawasan yang ketat terhadap pelaksanaan kaidah-kaidah hukum tersebut.

2. Identification

Identificationterjadi apabila kepatuhan terhadap kaidah hukum ada bukan karena nilai intrinsiknya, akan tetapi agar keanggotaan kelompok tetap terjaga serta ada hubungan baik dengan mereka yang diberi wewenang untuk menerapkan kaidah-kaidah hukum tersebut. Daya tarik untuk patuh adalah keuntungan yang diperoleh dari hubungan-hubungan tersebut, sehingga kepatuhan pun tergantung pada baik buruknya interaksi tadi.

3. Internalization

PadaInternalizationseseorang mematuhi kaedah-kaedah hukum oleh karena secara intrinsik kepatuhan tadi mempunyai imbalan. Isi kaidah-kaidah tersebut adalah sesuai dengan nilai-nilainya sejak semula

(19)

pengaruh terjadi, atau oleh karena dia merubah pola-pola yang semula dianutnya. Hasil dari proses tersebut adalah suatu konformitas yang didasarkan pada motivasi secara intrinsik. Pusat kekuatan proses ini adalah kepercayaan orang terhadap tujuan dari kaidah-kaidah bersangkutan, terlepas dari perasaan atau nilai-nilainya terhadap kelompok atau pemegang kekuasaan maupun pengawasannya.

Berlakunya sistem self assessment system di Indonesia menunjang besarnya peranan Wajib Pajak dalam menentukan besarnya penerimaan negara dari sektor pajak yang didukung oleh kepatuhan pajak (tax compliance). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kepatuhan pajak merupakan pelaksanaan atas kewajiban untuk menyetor dan melaporkan pajak yang terutang sesuai dengan peraturan perpajakan. Kepatuhan yang diharapkan dengan sistem self assessment adalah kepatuhan sekarela (voluntary compliance) bukan kepatuhan yang dipaksakan (compulsary compliance). Untuk meningkatkan kepatuhan sukarela dari Wajib Pajak, diperlukan keadilan dan keterbukaan dalam menerapkan peraturan perpajakan, kesederhanaan peraturan dan prosedur perpajakan serta pelayanan yang baik dan cepat dari Wajib Pajak.

Wajib Pajak harus mematuhi kewajibannya dalam melaksanakan kewajiban pajaknya. Kepatuhan pajak ada dua jenis yaitu:

1. Kepatuhan Formal yaitu suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi kewajiban perpajakannya secara formal sesuai dengan Undang-Undang Perpajakan.

(20)

2. Kepatuhan Material yaitu suatu keadaan dimana Wajib Pajak secara substantif hakikat memenuhi semua ketentuan material perpajakan yakni sesuai isi dan jiwa UU perpajakan.

Wajib Pajak patuh adalah mereka yang memenuhi empat kriteria dibawah ini, yakni:

1. Wajib Pajak tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) untuk semua jenis pajak dalam dua tahun terakhir.

2. Wajib Pajak tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajaknya.

3. Wajib Pajak tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dalam waktu sepuluh tahun terakhir. 4. Laporan keuangan Wajib Pajak yang diaudit akuntan publik atau

BPKP harus mendapatkan status wajar tanpa pengecualian, atau dengan pendapat wajar dengan pengecualian, sepanjang pengecualian tersebut tidak mempengaruhi laba rugi fiskal.

H.

Penelitian Sebelumnya

Lidya Purnama Sari (2009) menyimpulkan bahwa Ketiga variabel bebas dalam penelitian tersebut memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan namun hanya NPWP saja yang memiliki arah negatif. Sehingga variabel independen NPWP dan SSP mampu menunjukkan sebesar 18,0% variasi atau perubahan dari variabel

(21)

dependen yaitu penerimaan pajak penghasilan sedangkan sisanya sebesar 82% dijelaskan oleh variasi atau faktor lain yang tidak dimasukkan ke dalam model penelitian. R square 0,180 jauh mendekati angka 1 sehingga pengaruh self assessment system terhadap penerimaan pajak penghasilan kurang kuat.

I.

Kerangka Konseptual

Penelitian ini merupakan suatu kajian yang berangkat dari berbagai konsep teori dan kajian penelitian yang mendahuluinya (Lidya, 2009). Dengan diberlakukan sistem self assessment terhadap pajak pertambahan nilai, maka Wajib Pajak dituntut untuk lebih aktif dalam mendaftarkan dirinya, menghitung, melaporkan, dan menyetorkan sendiri kewajiban perpajakannya. Pemerintah dalam hal ini aparat pajak hanya bertugas melakukan penyuluhan dan pengawasan untuk mengetahui kepatuhan Wajib Pajak.

Sistem self assessment dalam penelitian ini diwakili dalam variabel jumlah PKP yang terdaftar yang merupakan kesadaran Wajib Pajak dalam mendaftarkan dirinya, jumlah SPT Masa PPN yang dilaporkan merupakan bentuk dari kesadaran wajib Pajak untuk melaporkan kewajiban perpajakannya, serta SSP yang disetor merupakan perwujudan dari kesadaran Wajib Pajak untuk menghitung dan menyetor kewajiban perpajakannya terhadap penerimaan pajak pertambahan nilai khususnya pada Wajib Pajak Badan dalam penelitian ini.

Referensi

Dokumen terkait

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/17/PBI/2014 tentang Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah Antara Bank Dengan Pihak Asing (Lembaran Negara

Komplek Wisma Warta Ulak Karang Padang, terletak di dekat Gerbang Kampus I Universitas Bung Hatta. Selama ini ibu-ibu yang mempunyai rumah di sekitar kampus, memanfaatkan rumahnya

Hutan kota tidak hanya memiliki fungsi ecology saja, namun dari pembahan sebelumnya bahwa hutan kota memiliki otensi untuk dikembangkan menjadi ruang terbuka hijau

Parfum Laundry Aceh Utara Beli di Toko, Agen, Distributor Surga Pewangi Laundry Terdekat/ Dikirim dari Pabrik BERIKUT INI JENIS PRODUK NYA:.. Chemical Untuk Keperluan

Untuk menduga jenis ular yang mengigit adalah ular berbisa atau tidak dapat dipakai rambu – rambu bertolak dari bentuk kepala ular dan luka bekas gigitan sebagai berikut: Ciri –

Untuk daerah pedesaan yang jumlah penduduknya masih relatif sedikit, permasalahan sampah tidak begitu terasa karena sampah yang dihasilkan masih dapat

• Konsep rumah tangga pertanian adalah rumah tangga yang salah satu atau lebih anggota rumah tangganya melakukan dan bertanggungjawab dalam kegiatan pembudidayaan,

Tujuan penelitian adalah mengetahui karakteristik tanaman dalam taman kota, untuk mengetahui tingkat pencemaran debu di udara di bandingkan dengan BML, mengetahui efektifitas