• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLA PERTUMBUHAN KARANG HERMATIPIK TIPE MASSIVE GONIASTREA sp DI PANTAI PULO MERAH PADA FASE EKSPLORASI EMAS BLOK TUMPANGPITU. Susintowati* ABSTRAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "POLA PERTUMBUHAN KARANG HERMATIPIK TIPE MASSIVE GONIASTREA sp DI PANTAI PULO MERAH PADA FASE EKSPLORASI EMAS BLOK TUMPANGPITU. Susintowati* ABSTRAK"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

POLA PERTUMBUHAN KARANG HERMATIPIK TIPE MASSIVE GONIASTREA sp DI PANTAI PULO MERAH

PADA FASE EKSPLORASI EMAS BLOK TUMPANGPITU Susintowati*

ABSTRAK

Pertumbuhan hewan karang yang masih dapat dijumpai di Pantai Pulo Merah, dapat menjadi rekaman asli dari seberapa besar pengaruh dari Eksplorasi Emas yang dilakukan di Blok Tumpangpitu Banyuwangi sebelum masuk dalam Fase Eksploitasi. Begitu pentingnya ekosistem terumbu karang bagi kepentingan manusia , harus ada pengkajian tentang perkiraan resiko (risk assessment) dari kegiatan tersebut dan segera dapat diambil langkah-langkah pencegahan. Permasalahan sekaligus tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui: Bagaimana pola pertumbuhan karang hermatipik tipe massive Goniastrea sp di Pantai Pulo Merah, dapat sebagai bukti rekaman asli tentang kegiatan Fase Eksplorasi Emas Blok Tumpangpitu Banyuwangi melalui analisa X-radiograph? Bagaimana hasil pengukuran kualitas air laut terutama yang berkaitan dengan pertumbuhan karang (suhu, salinitas, turbiditas, dan DO) di daerah tersebut? Bagaimana keberadaan pecahan karang (rubbles atau coral sticks), jumlah Tridacna, Diadema, Serpulid ,dan Achantaster sebagai faktor pembatas dan musuh alami hewan karang? Terhitung mundur dari tahun pengambilan maka rata-rata umur pertumbuhan karang jenis Goniastrea sp di Pantai Pulo Merah 5,7 tahun. Rata-rata pertumbuhan karang Goniastrea sp berdasarkan metoda ini adalah 11,3 ± 0,55 mm per tahunnya. Parameter lingkungan yang memenuhi kriteria syarat tumbuh optimal untuk hewan karang hanya pH dan kejernihan pada pengukuran > 500 meter dari garis pantai . Trauma pada proses pertumbuhan karang Goniastrea sp selama hidupnya dapat terekam dari hasil X-Radiograph. Keadaan dan faktor-faktor yang dimungkinkan menjadi penyebab kerusakan dan penghambatan bagi pertumbuhan karang, a) sedimentasi dari aktivitas pertambangan (liar) yang terbawa arus sungai hingga ke pantai melalui muara sungai terdekat; b) predasi oleh beberapa jenis Echinodermata yaitu Echinometra dan Diadema; c) aktivitas dari manusia yaitu rekreasi yang tidak bertanggung jawab dengan menginjak-injak koloni karang; d) parasit oleh cacing karang Serpulid; e) Kompetisi; f) rubbles; g) lamanya waktu terpapar oleh sinar matahari saat pasang surut tiba. Perkembangan isu pencemaran laut di Banyuwangi dari aktifitas pertambangan emas bukanlah merupakan ancaman bagi Pembangunan Daerah, melainkan sebuah tantangan dan peluang pengembangan yang berkesinambungan pada era mendatang.

Kata kunci : Pertambangan emas, pertumbuhan karang, Goniastrea sp, X-Radiograph, faktor pembatas.

(2)

PENDAHULUAN

Terumbu Karang (coral reefs) bersama hutan bakau, merupakan ekosistem khas daerah tropika.

Ekosistem ini mempunyai

produktivitas dan keanekaragaman jenis biota yang tinggi, (Sukarno dkk, 1981). Terumbu karang merupakan kumpulan masyarakat (binatang) karang (reef corals), yang hidup di dasar perairan, yang berupa batuan kapur (CaCO3), dan mempunyai

kemampuan yang kuat untuk menahan gaya gelombang laut.

Faktor pembatas kecepatan pertumbuhan karang, berpengaruh pada proses kalsifikasi atau deposit CaCO3. Faktor pembatas yang

dimaksud adalah cahaya; suhu air, kekeruhan sedimentasi, dan kedalaman air, (Supriharyono, 2007). Selain itu tentu saja kualitas perairan yang berkaitan dengan masuknya zat bersifat toksik bagi hewan karang juga sangat berpengaruh.

Ada 2 macam metode pengukuran pertumbuhan karang yang umum dilakukan para peneliti, yaitu metode pengukuran dengan waktu yang sebenarnya (real time) dan metode pengukuran berdasarkan ramalan (retrospective). Pada pengukuran pertumbuhan dengan metode ramalan/retrospective biasanya menggunakan sinar X (X-ray) atau menggunakan Ultra Violet. Dari metode ini akan didapatkan gambaran laju pertumbuhan karang (skeletal density) yaitu pita gelap (high density band/HD) dan pita terang (low density band/LD), (Supriharyono, 2007)

Goniastrea sp merupakan salah satu jenis hewan karang hermatipik, yaitu karang yang membentuk deposit CaCO3. Sehingga umum disebut

sebagai hewan karang pembentuk

terumbu. Selain itu juga termasuk jenis karang batu (massive), yang berbentuk padat (globose). Goniastrea sp adalah anggota dari Phylum Coelenterata, Class Anthozoa, Ordo Scleractinia , (Veron, 1993; Sya’rani, 1982; dan Ditlev, 1980).

Pulo Merah adalah salah satu pantai yang termasuk dalam Blok Tumpangpitu, Wilayah tersebut di Desa Sumber Agung Kecamatan Pesanggaran Kabupaten Banyuwangi. Blok Tumpangpitu seluas 11.621 Ha dengan 20 titik koordinat. Daerah ini diduga kuat mengandung deposit emas dalam jumlah yang cukup besar yaitu dengan jumlah cadangan bijih 9.600.000 ton dan kadar emas rata-rata 2,3 gram/ton serta jumlah logam emas 22.080 ton . Sekarang marak dibicarakan, karena kontroversi penduduk terhadap rencana Pemerintah untuk mengeksplorasi serta mengeksploitasi hasil tambang tersebut. Dikaji dari segi ekologis, rencana tersebut tentu saja akan merusak lingkungan , termasuk daerah pantai di sekitarnya, (Anonimus, 2007)

Daya racun atau toksisitas yang dimiliki oleh bahan buangan industri memang tidak sama. Untuk jenis hasil buangan yang mempunyai toksisitas tinggi dan atau sangat tinggi, tentu akan menyerang semua organisme. Toksikan yang sangat berbahaya umumnya yang melibatkan logam berat (Hg, Cd, Pb, Cu, dan Cr) yang terkandung dalam hasil buangan industri. Eksplorasi (penyelidikan) pada tambang emas adalah salah satu penyebab munculnya hasil buangan yang mengandung logam berat terutama merkuri (Hg) dan Sianida, (Palar, 2008)

Ada kemungkinan besar terjadi pencemaran besar-besaran atas

(3)

merkuri dan Sianida bagi semua komponen hayati yang ada disekitar Blok Tumpangpitu, terutama daerah pantai yang ada di bawahnya. Pencemaran akan bertambah jika fase eksplorasi (penyelidikan) ditingkatkan ke fase eksploitasi, karena hasil buangan diarahkan ke laut dengan system STD, (Rosdi, 2008).

Pertumbuhan hewan karang yang masih dapat dijumpai di Pantai Pulo Merah, dapat menjadi rekaman asli dari seberapa besar pengaruh dari Eksplorasi Emas yang dilakukan di Blok Tumpangpitu Banyuwangi sebelum masuk dalam Fase Eksploitasi. Begitu pentingnya ekosistem terumbu karang bagi kepentingan manusia , harus ada pengkajian tentang perkiraan resiko (risk assessment) dari kegiatan tersebut dan segera mengambil langkah-langkah pencegahan. Hal yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui bagaimana pola pertumbuhan karang hermatipik tipe massive Goniastrea sp di Pantai Pulo Merah, dapat sebagai bukti rekaman asli tentang kegiatan Fase Eksplorasi

Emas Blok Tumpangpitu

Banyuwangi, melalui analisa skleroradiograph (X-radiograph)?

2. Mengetahui hasil pengukuran kualitas air laut terutama yang berkaitan dengan pertumbuhan karang (suhu, salinitas, turbiditas, dan DO) di daerah tersebut? 3. Mengetahui keberadaan pecahan

karang (rubbles atau coral sticks), jumlah Tridacna, Diadema, Serpulid ,dan Achantaster sebagai faktor pembatas dan musuh alami hewan karang?

TEMPAT, WAKTU DAN METODE PENELITIAN

1. Tempat dan Waktu Penelitian

Pantai Pulo Merah merupakan pantai intertidal berbatu yang memiliki arus yang terkenal kuat karena berada di pesisir Selatan pulau Jawa. Secara Geografis tempat ini berada pada 8° 37’ 32” LS dan 114° 6’ 39’ LU, terletak 60 km dari pusat kota Banyuwangi ke arah Selatan. Masuk dalam wilayah Desa Sumberagung,

Kecamatan Pesanggaran

Kabupaten Banyuwangi. Sampel karang Goniastrea sp di ambil di daerah intertidal Pantai Pulo Merah ini. Pengambilan sampel hewan karang dilakukan sekitar bulan Maret – Mei 2010.

(4)

2. Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan adalah hewan karang jenis Goniastrea sp, air laut, air tawar. Peralatan yang digunakan selama penelitian adalah: tatah, palu, perangkat untuk X-ray (X-radiograph), thermometer, salinometer, pH-meter, mistar, secci disc, flakon sampel (untuk potongan karang, dan air laut), gerinda/pemotong keramik, timba plastik ukuran sedang dan sikat.

3. Pengambilan sampel karang Goniastrea sp

Pengambilan karang dilakukan pada daerah intertidal pantai Pulo Merah, yaitu pada saat surut terendah (Highest Low Water Neaps/HLWN) atau saat Mean Low Water Springs/MLWS, dengan cara random sampling sepanjang garis pantai.

4. Pengukuran parameter lingkungan terhadap :

a. Suhu insitu dengan

menggunakan thermometer b. Salinitas air laut dengan

salinometer

c. Turbiditas/kekeruhan dengan secchi disc yang diturunkan ke perairan.

d. Pengukuran DO (Dissolved Oxygen)

5. Pencatatan dan Pendataan Keberadaan Data Pendukung

a. Keberadaan pecahan karang (rubbles atau coral sticks) b. Jumlah Tridacna, Diadema,

Serpulid ,dan Achantaster sebagai faktor pembatas dan musuh alami hewan karang sepanjang daerah kajian.

6. Pengukuran Pertumbuhan Karang melalui X-radiograph.

a. Kerangka karang yang sudah kering dipotong melintang

sepanjang garis

pertumbuhannya, dan dibuat lempengan dengan ketebalan sekitar 5-10 mm. Lempengan karang kemudian diekspose di bawah X-ray selama 0,8-1,6 det pada kisaran daya 30-40 kv dan 50-100 mA, jarak specimen ke sumber film 90 cm.

b. Film positif hasil X-ray akan menghasilkan gambaran garis-garis gelap dan terang, yang merupakan cerminan dari densitas kapur (calcium carbonat / CaCO3) atau

pertumbuhan karang.

7. Analisis Data berdasarkan Analisis Deskriptif Kualitatif.

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Pengamatan

Karang jenis Goniastrea sp mempunyai klasifikasi sebagai berikut :

Kingdom : Animalia Phylum : Coelenterata Kelas : Anthozoa Ordo : Scleractinia Sub Ordo : Faviina Familia : Faviidae

Genus: Goniastrea; (Acuan : Veron: 1993)

Pertumbuhan karang, salah satunya jenis Goniastrea sp dapat memberikan gambaran ekspresi hidupnya sebagai tanggapan terhadap kondisi lingkungan dimana karang tersebut hidup.

(5)

a. b.

Gambar 2. a.Karang Goniastrea sp yang masih hidup, b. Detail kerangka Karang Goniastrea sp (Sumber Nontji, 1987; Veron, 1993)

Setelah dilakukan X-Radiograph terhadap lempengan karang, tampak

garis-garis pertumbuhan seperti gambar di bawah ini :

Gambar 3. Gambaran density bands pada Goniastrea sp setelah dilakukan X-Radiograph

Hasil perhitungan atas proses X-Radiograph terhadap potongan karang menghasilkan grafik

pertumbuhan seperti tampak pada

Gambar 4.

Gambar 4. Grafik pertumbuhan Koloni Karang Goniastrea sp atas 10 sampel dari zona Intertidal Pantai Pulo Merah Blok Tumpang pitu pada Bulan Maret s/d Mei 2010.

(6)

Dari Grafik tersebut tampak perbedaan pertumbuhan untuk masing-masing sampel koloni karang. X-Radiograph pada lempeng karang juga menghasilkan gambaran

retrospective pertumbuhan karang, sehingga tampak pertumbuhan pada tahun-tahun sebelum sampel karang diambil.

Gambar 5. Rata-rata panjang Pertumbuhan Goniastrea sp per-Tahun Rata-rata umur pertumbuhan karang

jenis Goniastrea sp di Pantai Pulo Merah tampak pada gambar 4, yaitu 5,7 tahun.Sedangkan rata-rata panjang pertumbuhan pertahun dari sampel karang yang diambil adalah seperti pada Gambar 5. Trauma pada pertumbuhan dapat diakibatkan oleh

banyak faktor, diantaranya adalah: faktor lingkungan ekternal seperti suhu, salinitas, kecerahan/kekeruhan serta predasi dari hewan ataupun pengrusakan oleh aktivitas manusia termasuk tercemarnya lingkungan atas kegiatan yang ada disekitar daerah petumbuhan karang.

(7)

Gambar 6. Keadaan dan faktor-faktor yang dimungkinkan menjadi penyebab kerusakan dan penghambatan bagi pertumbuhan karang di Pantai Pulo Merah Blok Tumpangpitu Banyuwangi, a) sedimentasi dari aktivitas pertambangan yang terbawa arus sungai hingga ke pantai melalui muara sungai terdekat; b) dan c) predasi oleh beberapa jenis Echinodermata yaitu Echinometra dan Diadema; d) aktivitas dari manusia yaitu rekreasi yang tidak bertanggung jawab dengan menginjak-injak koloni karang; e) parasit oleh cacing karang Serpulid; f) Kompetisi; g) rubbles; h) lamanya waktu terpapar oleh sinar matahari saat pasang surut tiba.

2. Pembahasan

Menurut Buddemeier & Kinzie, 1976 (dalam Supriharyono, 2007) pertumbuhan karang merupakan pertambahan panjang linear, berat, volume, atau luas kerangka atau bangunan kapur (CaCO3) spesien

karang dalam kurun waktu tertentu. Pengukuran pertumbuhan karang

berdasarkan metode

Retrospective/ramalan berdasarkan atas petunjuk-petunjuk masa lampau, seperti pengaruh lingkungan terhadap pertumbuhan karang.

Pengukuran pertumbuhan karang Goniastrea sp pada penelitian ini berdasar pada metode Retrospective

yaitu menggunakan metoda

Sklerokronologi dengan bantuan X-Radiograph. Hal ini digunakan karena

metoda ini sangat tepat untuk jenis massive corals (karang kompak/batu) seperti Goniastrea sp. Hasil perlakuan X-Radiograf berupa film yang memberikan gambaran garis-garis gelap dan terang yang merupakan cerminan pertumbuhan karang terutama dari densitas kapur karbonat, seperti tampak pada gambar 4.

Rata-rata pertumbuhan karang Goniastrea sp berdasarkan metoda ini adalah 11,3 ± 0,55 mm per tahunnya. Sedangkan dari keseluruhan sampel, didapatkan pula data tentang rata-rata perkiraan umur koloni karang jenis Goniastrea sp di Pantai Pulau Merah, yaitu 5,7 tahun. Dari pengamatan di lapangan dapat diestimasikan bahwa jarang dijumpai karang dengan umur lebih dari 8 tahun.

a) b) c) d)

(8)

Dari pengukuran parameter lingkungan didapatkan tabel data

sebagai berikut:

Tabel 1. Data Pengukuran Parameter Lingkungan Pantai Pulo Merah

No Parameter Lingkungan Hasil Pengukuran

Standar Baku Mutu

Satuan

1 Dissolved Oxygen (DO) 3 >5 mg/l

2 Suhu/temperatur: a. Air Pasang (100-200

m dari pantai) b. Air Surut (100-200 m

dari garis pantai) c. Substrat saat Surut

(100-200 m dari garis pantai) d. ± 500 m dari garis pantai 31,00 32,50 33,00 31,00 Coral 28 - 30 °C °C °C °C 3 Salinitas a. 100 m dari garis pantai b. 500 m dari garis pantai 24 27 Coral 33 - 34 ‰ ‰ 4 pH a. 100-200 m dari garis pantai b. ±300 m dari garis pantai c. > 500 m 8,5 8 8 7 - 8,5 5 Kejernihan (dengan secci disc) a. 100-200 m dekat muara b. ±300 m dari garis pantai c. > 500 m dari garis pantai 0,85 (k’= 2,00) 3,50 (k’= 0,49) 9,75 (k’=0,17) >6 m m m

Sumber tentang Baku Mutu Air Laut: Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut, dalam Mukhtasor, (2007).

Berdasarkan hasil pengukuran parameter lingkungan pada tabel 1 tersebut, dapat memberi gambaran bahwa yang memenuhi kriteria syarat tumbuh optimal untuk hewan karang hanyalah pH dan kejernihan pada

pengukuran >500 meter dari garis pantai. Pada pengukuran parameter DO memberi hasil 3 mg/l sedangkan standar baku mutu adalah >5 mg/l. Sedang pada pengukuran suhu yang paling mungkin untuk dibandingkan

(9)

dengan standar Baku Mutu Air Laut adalah pada daerah 100-200 m dari garis pada saat pasang, dan 500 m dari garis pantai. Hal ini dikarenakan, saat pengukuran suhu tidak terpengaruh terdedahnya sinar matahari. Pengukuran suhu tersebut masih 1 ºC lebih tinggi dibandingkan dengan standar Baku Mutu Air terhadap suhu terutama untuk kehidupan coral (hewan karang), yaitu 28-30 ºC. Pengukuran terhadap salinitas air laut di lokasi penelitian juga menunjukkan angka yang jauh dari standar baku mutu air laut. Salinitas air pada Pantai Pulo Merah 24-27 ‰, sedangkan standar baku mutu air laut untuk pertumbuhan coral adalah 33-34 ‰.

Estimasi penyebab turunnya kualitas air terutama DO (dissolved oxygen) adalah karena rendahnya populasi tanaman laut (algae). Pada dasarnya oksigen yang ada di laut berasal dari hasil fotosintesis tanaman laut dan dari atmosfer yang bersentuhan langsung dengan permukaan air laut melalui proses difusi. DO yang rendah juga diakibatkan karena banyaknya effluent (limbah), tailing (limbah lumpur hasil penggerusan/penghancuran batuan untuk memisahkan emas atau logam lainnya dengan batuan induk), atau karena limbah organic yang masuk perairan. Oksigen yang ada di perairan akan dimanfaatkan oleh bakteri-bakteri aerobik untuk mendegradasi zat organik terlarut dalam air. Dampak keberlanjutan dari proses ini adalah terganggunya ekosistem perairan pantai karena hewan-hewan mendapatkan oksigen dalam jumlah yang relatif minim, termasuk pula di dalamnya adalah jenis hewan karang.

Salinitas menunjukkan kandungan garam yang ada dalam air laut, perbandingannya adalah dengan total jumlah padatan terlarut (dissolved solids) yang ada di air laut dalam perbandingan berat. Rentang nilai salinitas terutama karena evaporasi atau karena presipitasi. Kemungkinan yang terjadi pada lokasi sampling adalah kompleksnya material yang terlarut dalam air laut sehingga menyebabkan kesulitan dalam memperkirakan kadar yang tepat. Perlu diketahui bahwa batuan induk yang berada di dasar perairan banyak mengandung unsur-unsur logam seperti phyrite, tembaga, emas dll, seperti yang ditelah dikaji oleh pengelola lahan untuk area pertambangan.

Biasanya suhu air laut berkisar antara -2 sampai 30ºC, (Mukhtasor, 2007). Suhu air merupakan salah satu parameter yang diukur mengingat kegunaannya dalam mempelajari proses fisika, kimia, dan biologi laut. Penyebaran suhu dalam perairan laut disebabkan oleh gerakan-gerakan air, seperti arus dan turbulensi.

Sedimen yang hanyut karena ikut aliran sungai akan mengendap di kawasan pantai. Selain itu juga akan menimbulkan kekeruhan pada air laut. Kekeruhan ini mempengaruhi aktifitas fotosintesis yang terjadi dikarenakan penetrasi cahaya pada air laut menjadi berkurang, dan pada akhirnya akan mempengaruhi kehidupan biota laut termasuk hewan karang.

Beberapa hal yang dapat diidentifikasikan sebagai penyebab kurang optimalnya pertumbuhan karang khususnya Goniastrea sp di Pantai Pulo Merah serta saran penanganannya pada tabel berikut:

(10)

Tabel 2. Indentifikasi Permasalahan Penghambat Pertumbuhan Karang di Pantai Pulo Merah serta Saran Penanganannya

No Permasala han Saran Penangan an Instansi yang bertanggu ng jawab Jenis Pelaksanaan Pelaksana/ Pengawas 1 Rusak karena aktivitas fishing terhadap Gastropoda dan Bivalvia sekitar terumbu sehingga bisa terinjak-injak Perbaikan Habitat dan pelarangan Dinas Perikanan Replantasi dan penyuluhan pada masyarakat, artificial reef Dinas Perikanan, Bapedalda, masyarakat 2 Rusak karena aktivitas wisata Perbaikan habitat Dinas Pariwisata Replantasi, artificial reef Dinas Pariwisata Bapedalda, masyarakat, LSM 3 Rusak karena aktivitas pertambang an mulai tahun 1995 s/d 2010 Perbaikan habitat Dinas Pertamban gan dan energi Replantasi, artificial reef Dinas Pertambangan dan energy, Dinas Perikanan,Bape dalda, masyarakat, LSM 4 Rusak karena aktivitas sedimentasi “up land” Pelarangan penebanga n hutan lindung serta pelarangan terhadap aktifitas penambang an liar Dinas Kehutanan dan Dinas Pertanian Penyuluhan pada masyarakat, reboisasi Dinas Kehutanan, Dinas Perikanan, Bapedalda, masyarakat 5 Rusak karena Pengurang an spesies Dinas perikanan, Replantasi, artificial reef Dinas perikanan,

(11)

musuh alami (predator, rubbles, parasit, competitor dll). predator alami terumbu karang, perbaikan habitat

PHPA PHPA, Dinas

Kehutanan

Hal yang paling mendasar dan berpengaruh bagi kehidupan biota pantai adalah aktivitas penambangan liar. Proses pencucian material tanah dengan metode yang sembarangan, pemakaian logam merkuri tanpa pengawasan dan ukuran yang terkendali, serta perusakan lahan perkebunan Perhutani dan Hutan

lindung sekitar kawasan,

menyebabkan air sungai Kali Gonggo sekitar areal pertambangan semakin keruh. Sedimentasi terhadap air disekitar muara tentunya akan berdampak pada secara keseluruhan perairan pantai.

Kebijakan Pemerintah Daerah harus diupayakan untuk lebih komprehensif (dalam konteks persoalan pokok pembangunan), integratif (dalam konteks peruntukan atau fungsi perairan laut/pantai), aspiratif (dalam konteks kepentingan yang terakomodasi), dan aplikatif (dalam konteks penerapan di lapangan atau enforcement-nya). Untuk itu pendekatan dalam pengendalian pencemaran laut melibatkan berbagai bidang, melingkupi pendekatan kelembagaan, hukum, teknologi, ekonomi, dan sosial budaya.

Pencegahan bisa dilakukan mulai dari melakukan studi awal berupa

Analisa Mengenai Dampak

Lingkungan (AMDAL) yang jujur, penanganan atau pengolahan sesuai standar atau yang sudah dikenal masyarakat secara umum, yaitu 4R

(reuse, reduction, recovery, dan recycle), (Mukhtasor, 2007).

Perkembangan isu pencemaran laut di Banyuwangi dari aktifitas pertambangan emas bukanlah

merupakan ancaman bagi

Pembangunan Daerah, melainkan sebuah tantangan dan peluang

pengembangan yang

berkesinambungan pada era mendatang. Hal itu mungkin jika ada upaya-upaya inovatif, terutama dalam

mewujudkan terpadunya

pembangunan dengan pengelolaan lingkungan yang handal. Memadukan pembangunan dengan pengelolaan lingkungan dimulai dengan menyelesaikan persoalan-persoalan lingkungan yang ada seperti pencemaran laut dan reklamasi. Bersamaan dengan itu, harus dimulai dengan penataan semua aspek pengelolaan pembangunan, mulai dari perencanaan sampai pemantauan lingkungan. Upaya-upaya tersebut harus ditingkatkan ke arah pembangunan bekelanjutan dan berwawasan lingkungan yang mempunyai ciri, baik secara ekonomi (terjadi pemerataan), secara politik (partisipasi rakyat), secara social (kesetaraan), dan secara lingkungan (kelestarian/sustainable).

KESIMPULAN

1. Pertumbuhan karang jenis Goniastrea sp yang tumbuh di zona Intertidal Pantai Pulo Merah

(12)

adalah 11,3 ± 0,55 mm per tahunnya. Sedangkan dari keseluruhan sampel, didapatkan pula data tentang rata-rata perkiraan umur koloni karang jenis Goniastrea sp di Pantai Pulau Merah, yaitu 5,7 tahun.

2. Parameter lingkungan yang paling optimal dan sesuaidengan standar baku mutu adalah pH dan kejernihan pada daerah 500 m dari garis pantai, untuk pengukuran suhu, salinitas dan DO dibawah standar baku mutu.

3. Keadaan dan faktor-faktor yang dimungkinkan menjadi penyebab kerusakan dan penghambatan bagi pertumbuhan karang di Pantai Pulo

Merah Blok Tumpangpitu

Banyuwangi, a) sedimentasi dari aktivitas pertambangan yang terbawa arus sungai hingga ke

pantai melalui muara sungai terdekat; b) predasi oleh beberapa jenis Echinodermata yaitu Echinometra dan Diadema; c) aktivitas dari manusia yaitu rekreasi yang tidak bertanggung jawab dengan menginjak-injak koloni karang; d) parasit oleh cacing karang Serpulid; e) Kompetisi; f) rubbles; g) lamanya waktu terpapar oleh sinar matahari saat pasang surut tiba.

4. Perkembangan isu pencemaran laut di Banyuwangi dari aktifitas pertambangan emas bukanlah

merupakan ancaman bagi

Pembangunan Daerah, melainkan sebuah tantangan dan peluang

pengembangan yang

berkesinambungan pada era mendatang.

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus, 2007. Dokumen ANDAL Penambangan Emas PT INDO MULTI NIAGA di Desa Sumber Agung Kecamatan Pesanggaran Kabupaten Banyuwangi Propinsi Jawa Timur.

Budiono, A. 2003. Pengaruh Pencemaran Merkuri terhadap Biota Air. Makalah Pengantar Falsafah Sains (PPS702). Novenber 2002. Bogor: IPB.

Ditlev, H. 1980. Field-Guide to the reef building coral of Indo-Pacific. Scandinavian Science Press Ltd. Kamplenborg. p: 13-15

Fachrul, M.F. 2008. Metode Sampling Bioekologi. Jakarta: Bumi Aksara.

Goreau,T.F. 1959. The Physiology of skeleton formation in coral I: A methods measuring the rate of calcium deposition by coral in deferent condition. Bio Bull.(166): p:59-75.

Juwana, K. R. S. 2007. Biologi Laut. Jakarta: Penerbit Djambatan.

Mukhtasor, 2007. Pencemaran Pesisir Laut. Jakarta: Penerbit PT Pradnya Paramita.

(13)

Nontji, A. 1984. Peranan Zooxanthella dalam Ekosistem Terumbu Karang. In Oceana . Majalah Ilmiah SemiPop: IX (1)

Nontji, A. 1987. Laut Nusantara. Jakarta: Penerbit Djambatan.

Nybakken, J.W. 1988. Biologi Laut. Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta: PT Gramedia.

Palar,H. 2008. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

Polii, B., Waworuntu, L.A.J., Kumurur, V.A., Lasut, M.T., dan Simanjuntak, H. 2001. Status Pencemaran Logam & Sianida di Perairan Teluk Buyat dan Sekitarnya, Propinsi Sulawesi Utara, Tahun 1999.Artikel. EKOTON (1): Maret 2001: p:15-23.

Rosdi, 2008. Sejarah Rencana Tambang Emas di Banyuwangi. Makalah Seminar. Banyuwangi: Untag.

Sanusi, H.S. 1980. Sifat-sifat Logam Berat Merkuri di Lingkungan Perairan Tropis. Bogor: Pusat Studi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan. Fakultas Perikanan IPB.

Subarijanti, H. U. 1990. Limnology. Diktat Kuliah. Malang: LUW-UNIBRAW- Fisheries Project.

Suharsono, 1996. Jenis-jenis karang yang umum dijumpai di perairan Indonesia. Jakarta: LIPI.

Sukarno, dkk. 1981. Terumbu karang di Indonesia (Sumber daya, permasalahan, dan pengelolaannya). Jakarta: LIPI.

Sukmara, A., Siahainenia, A.J., dan Rotinsulu,C. 2001. Panduan Pemantauan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat dengan Metoda Manta Tow.

USA: Proyek Pesisir. Publikasi khusus : University of Rhode Island. Coastal Resources Center, Narragansett, Rhode Island.

Supriharyono.2007. Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang. Jakarta: Penerbit Djambatan.

Susintowati, 1998. Struktur Peristomium Cacing Karang Serpulid. Kajian Histokimia. Laporan Penelitian. Yogyakarta: Fakultas Biologi. Universitas Gadjah Mada.

Veron, J.E.N. 1993. Coral of Australia ang The Indo-Pacific. University of Hawaii Press. Honolulu.

(14)

Wotulo, J. R. 2001. Kandungan Logam Berat Merkuri pada Organisme Gastropoda di Sekitar Perairan Ratatotok. Artikel Undergraduated Theses from SAPTUNSRAT. Universitas Sam Ratulangi.

http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=saptunsrat-gdl-sl-2000-jeffry-2034-gastropoda&q=limbah diakses pada Januari 2008.

Gambar

Gambar 1. Lokasi pengambilan sampel di Pantai Pulo Merah
Gambar 3. Gambaran density bands pada Goniastrea sp setelah dilakukan X- X-Radiograph
Gambar 5. Rata-rata panjang Pertumbuhan Goniastrea sp per-Tahun  Rata-rata  umur  pertumbuhan  karang
Gambar  6.  Keadaan  dan  faktor-faktor  yang  dimungkinkan  menjadi  penyebab  kerusakan  dan  penghambatan  bagi  pertumbuhan  karang  di  Pantai  Pulo  Merah  Blok  Tumpangpitu  Banyuwangi,  a)  sedimentasi  dari  aktivitas  pertambangan yang terbawa ar
+3

Referensi

Dokumen terkait

Lengkapkan rajah di bawah dengan menulis abjad A, B, atau C dalam petak yang disediakan untuk menunjukkan kedudukan setiap murid... Rajah di bawah menunjukkan bahagian

0etelah itu diamati reaksi yang terjadi pada pupil mata tikus tadi, dengan cara dibandingkan keadaan pupil awal sebelum ditetesi dengan cairan obat dengan setelah di tetesi

kontak dengan bahan mengandung virus rabies pada kulit lecet atau mukosa dan cakaran hewan penderita rabies atau dapat pula lewat luka yang terkena air liur hewan penderita rabies.

Untuk mengidentifikasi karakteristik kliniko-patologi pasien penderita melanoma maligna kulit dan mukosa di Bagian Patologi Anatomi RSUP Dr.. Mohammad Hoesin Palembang

Tujuan dari penelitian ini adalah: menghitung jumlah bakteri awal yang ada di air baku Sungai Garang, Sungai kreo dan Sungai Tugu Suharto dan menentukan kondisi

Penguatan IHSG terutama dipicu rebound sejumlah saham unggulan seperti Astra In- ternational (ASII) dan aksi beli lanjutan atas saham energi seiring menguatnya harga minyak mentah

Pola pembinaan dalam Islam yang sesuai dengan fase perkembangan anak dimulai dari pembinaan pada awal kelahiran yang harus disegerakan, seperti adzan, iqamah, pemberian

Berikut ini akan diuraikan mengenai perhitungan tekno ekonomi dalam pembuatan pabrik pengolahan bijih nikel laterit menjadi NPI menggunakan Hot Blast Cupola