• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSERVASI IN VITRO PISANG KEPOK DENGAN PERLAKUAN ANCYMIDOL IN VITRO CONSERVATION OF BANANA CV. KEPOK USING ANCYMIDOL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KONSERVASI IN VITRO PISANG KEPOK DENGAN PERLAKUAN ANCYMIDOL IN VITRO CONSERVATION OF BANANA CV. KEPOK USING ANCYMIDOL"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Bandung, 2 Maret 2019 15

KONSERVASI IN VITRO PISANG KEPOK DENGAN PERLAKUAN ANCYMIDOL

IN VITRO CONSERVATION OF BANANA CV. KEPOK USING ANCYMIDOL

Aida Wulansari, Laela Sari, Tri Muji Ermayanti Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI

Jalan Raya Bogor Km. 46, Cibinong, Kabupaten Bogor, 16911 Korespondensi : [email protected]

ABSTRAK

Penyimpanan plasma nutfah secara in vitro memerlukan subkultur berulang sehingga dapat menimbulkan variasi somaklonal seperti pada tanaman pisang. Penyimpanan menggunakan retardan seperti ancymidol perlu dilakukan untuk memperpanjang interval subkultur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ancymidol terhadap pertumbuhan pisang Kepok dan kemampuannya tumbuh normal kembali pada media pemulihan. Media yang digunakan adalah media MS (Murashige & Skoog) yang ditambahkan dengan ancymidol 0, 1, 2, 3, 4 dan 5 mgL-1. Peubah yang diamati adalah tinggi tunas, jumlah daun dan jumlah akarsetiap 4 minggu hingga minggu ke-24.Setelah perlakuan ancymidol, tunas ditanam ke media pemulihan yaitu media MS tanpa zat pengatur tumbuh. Hasilpengamatan menunjukkan bahwa pada media tanpa ancymidol, kultur tunas pisang mampu tumbuh cepat namun mati pada minggu ke-13. Pada media dengan ancymidol, tunas tumbuh lebih lambat namun tetap hidup sampai minggu ke-24. Perbedaan konsentrasi ancymidoltidak mempengaruhi tinggi tunas pisang, namun mempengaruhi jumlah daun. Penambahan ancymidol mengakibatkan pertumbuhan akar lebih banyak dibandingkan dengan kontrol. Pengamatan selama 4 minggu pada media pemulihan, menunjukkanbahwa tunas hasil perlakuan ancymidol konsentrasi 1, 2, 3 dan 4 mgL-1 mampu tumbuh normal kembali, namun pada konsentrasi 5 mgL-1 tunas tidak menunjukkan pertumbuhan dan berwarna coklat.

Kata kunci: ancymidol, in vitro, konservasi, pisang ABSTRACT

In vitro storage of germ plasm requires subcultures continuously so that it causes somaclonal variation such as in banana. Storage using retardant such as ancymidol needs to be done to extend the subculture intervals. The study aim was to determine the effect of ancymidol on Kepok banana in vitro growth and its ability to grow normally on recovery media. Media used was MS with addition of 0, 1, 2, 3, 4 and 5 mgL-1 of ancymidol. Height of shoots, number of leaves as well as number of roots was recorded every 4 weeks until 24 weeks in culture. After ancymidol treatment, the shoots were planted into recovery medium which was MS without plant growth regulators. The results showed that in medium without ancymidol, banana shootswere able to grow fast but died on week 13. In medium with ancymidol, the shoots grew more slowly but remained alive until the week 24. Ancymidol concentrations did not affect the height of shoots, but affected the number of leaves. Addition of ancymidol resulted in more root growth compared to controltreatment. Observation for 4 weeks on the

(2)

Bandung, 2 Maret 2019 16 recovery medium showed that shoots from ancymidol concentrations of 1, 2, 3 and 4 mgL-1 grew normally, but at 5 mgL-1ancymidol shoots did not grow and brown.

Keywords : ancymidol, in vitro, conservation, banana PENDAHULUAN

Pisang termasuk salah satu jenis buah yang populer dan banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Data World Food Programme tahun 2017 menunjukkan bahwa konsumsi pisang di Indonesia menduduki peringkat pertama diikuti oleh jeruk, mangga dan rambutan. Di Indonesia, areal penanaman pisang paling luas dibandingkan tanaman buah yang lainyaitu sebesar 95.000 Ha (Kementan, 2016). Tanaman pisang dapat ditemukan di hampir seluruh pelosok tanah air karena dapat dibudidayakan pada berbagai tipe agroekosistem yang tersebar di seluruh Nusantara, sehingga potensial sebagai salah satu komoditi untuk menunjang peningkatan ketahanan pangan (Budiyanto, 2010). Tingkat produktivitas pisang juga tinggi dibandingkan sumber karbohidrat lainnya, sehingga dapat digunakan sebagai bahan pangan alternatif beras khususnya di daerah rawan pangan (Suhartanto et al., 2010). Salah satu jenis pisang olahan yang banyak dimanfaatkan adalah pisang Kepok. Selain digoreng, dikukus dan diolah menjadi kripik, pisang Kepok juga dapat diolah menjadi tepung, sehingga dapat menggantikan sebagian konsumsi beras dan terigu (Prabawati et al., 2008; Budiyanto, 2010).

Salah satu faktor yang mempengaruhi peningkatan produktivitas tanaman adalah tersedianya bibit berkualitas secara massal, seragam dan terus menerus tanpa tergantung musim. Perbanyakan tanaman melalui teknik kultur in vitro menawarkan peluang besar untuk penyediaan bibit tanaman secara massal, berkelanjutan,

seragam dan bebas penyakit sehingga lebih efisien dan ekonomis dibandingkan dengan perbanyakan secara konvensional. Bibit tanaman yang diperbanyak secara in vitro memerlukan waktu cukup panjang pada tahap inisiasi karena harus melalui serangkaian tahapan di laboratorium. Namun, apabila stok kulturdari tanaman yang akan diperbanyak sudah tersedia, maka proses selanjutnya jauh lebih mudah dan lebih cepat, karena hanya melalui proses subkultur dan perakaran saja. Penyimpanan stok kultur atau koleksi umumnya dilakukan pada media tanpa zat pengatur tumbuh. Tanaman yang disimpan pada media tersebut biasanya hanya dapat bertahan 2-3 bulan akibat kehabisan nutrisi dan diperlukan subkultur kembali ke media baru (Dewi et al., 2014). Subkultur yang terlalu sering kurang menghemat tenaga, waktu dan biaya serta beresiko terhadap kontaminasi. Selain itu, subkultur berulang berisiko menimbulkan keragaman somaklonal yang mengakibatkan bibit off-type (Roostika et al., 2012).

Teknik penyimpanan atau konservasi in vitro dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu penyimpanan pada media tumbuh, penyimpanan secara pertumbuhan minimal, dan penyimpanan dengan teknik kriopreservasi. Teknik pertumbuhan minimal disarankan diterapkan untuk koleksi aktif (active collection), sedangkan teknik kriopreservasi diterapkan untuk koleksi dasar (base collection) (Tambunan & Mariska, 2003). Koleksi aktif dapat langsung dimanfaatkan untuk berbagai keperluan ketika dibutuhkan, seperti perbanyakan tanaman secara massal (Ahmed et al.,

(3)

Bandung, 2 Maret 2019 17 2010). Salah satu metode penyimpanan in

vitro dengan pertumbuhan minimal atau pertumbuhan lambat adalah dengan menambahkan manitol (Noorohmah et al., 2016) atau dengan perlakuan suhu rendah (Noorohmah dan Ermayanti 2015; Wulansari et al., 2015) seperti dilakukan pada tanaman talas. Metode konservasi lainnya adalah menggunakan retardan atau zat penghambat pertumbuhan ke media tanam seperti paclobutrazol, cycocel dan ancymidol. Retardan ancymidol sering digunakan sebagai pengganti manitol dalam konservasi in vitro tanaman, karena pada konsentrasi rendah dapat menghambat pertumbuhan dengan menghalangi tahap pembentukan kaurene menjadi ent-kaurenol dan oksidasi ent-kaurenal pada lintasan biosintesis giberelin (Sarkar et al., 2001). Pertumbuhan minimal pada pisang Kepok menggunakan paclobutrazol sudah pernah dikerjakan dan menunjukkan hasil yang positif (Indrayanti et al., 2018), namun pengaruh penambahan ancymidol pada pertumbuhan minimal pisang Kepok belum pernah dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh ancymidol terhadap pertumbuhan pisang Kepok dan kemampuannya tumbuh normal kembali pada media pemulihan.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Biak Sel dan Jaringan Tanaman Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI. Bahan tanaman yang digunakan adalah tunas in vitro pisang Kepok yang berumur 4 minggu yang dikulturkan pada media MS tanpa zat pengatur tumbuh (ZPT) yang merupakan koleksi Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI. Media dasar yang digunakan adalah media MS yang

mengandung ancymidol dengan konsentrasi 0, 1, 2, 3, 4 dan 5 mgL-1. Pada media MS ditambahkan gula 30 g/l dan dipadatkan dengan agar Gelzan (TM Caisson Labs) 3 g/l. Selanjutnya pH media diatur hingga 5.8 kemudian disterilisasi menggunakan otoklaf pada tekanan 15 psi dan suhu 121°C selama 15 menit.

Rancangan penelitian adalah Rancangan Acak Lengkap faktor tunggal dengan tiga ulangan (botol), setiap botol berisi tiga tunas in vitro. Peubah yang diamati adalah tinggi tunas, jumlah daun dan akar. Pengamatan dilakukan setiap 4 minggu hingga 24 minggu setelah tanam (MST) tanpa dilakukan subkultur. Setelah penyimpanan, tunas in vitro dipindahkan ke media pemulihan (MS tanpa ZPT). Kultur diinkubasi di dalam ruang kultur bersuhu 25-270C dengan pencahayaan lampu TL secara kontinyu. Data pertumbuhan pada umur 12 dan 24 MST setelah perlakuan ancymidol dianalisis dengan Anova, selanjutnya dilakukan uji DMRT apabila terdapat variable yang berbeda nyata.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengamatan setiap 4 minggu sampai minggu ke-24 terhadap variabel tinggi tunas, jumlah daun dan jumlah akar pisang Kepok pada media dengan penambahan ancymidol ditunjukkan pada Gambar 1. Tunas pada media kontrol (tanpa penambahan ancymidol), hanya mampu bertahan hidup sampai 13 MST. Pada media dengan ancymidol, tunas tumbuh lambat namun tetap hidup sampai minggu ke-24.

Tunas pada media kontrol lebih tinggi dibandingkan dengan tunas pada media dengan perlakuan ancymidol. Perlakuan lima konsentrasi ancymidol menunjukkan nilai rata-rata yang hampir sama sampai

(4)

Bandung, 2 Maret 2019 18 akhir pengamatan. Peningkatan konsentrasi

ancymidol tidak mempengaruhi nilai rata-rata tinggi tunas (Gambar 1A). Rata-rata-rata jumlah daun di media kontrol pada minggu ke-8 sampai minggu ke-12 menunjukkan nilai yang lebih rendah dibandingkan tunas pada media perlakuan ancymidol. Pengamatan sampai umur 24 MST, menunjukkan semakin tinggi konsentrasi ancymidol cenderung meningkatkan jumlah

daun (Gambar 1B). Pada variabel jumlah akar, tunas pada media kontrol menunjukkan nilai rata-rata yang lebih rendah dibandingkan tunas pada media perlakuan ancymidol mulai minggu awal sampai minggu ke-12. Nilai rata-rata jumlah akar pada media dengan konsentrasi ancymidol 1 mgL-1 tertinggi dibandingkan perlakuan yang lainnya mulai minggu awal sampai akhir pengamatan (Gambar 1C).

Gambar 1. Pertumbuhan tinggi tunas (A), jumlah daun (B) dan jumlah akar (C) pisang Kepok umur 0 – 24 MST pada media perlakuan ancymidol

Keterangan : tunas pada media tanpa ancymidol mati pada umur 13 MST Nilai rata-rata peubah tinggi tunas,

jumlah daun dan jumlah akar pada umur 12 dan 24 MST disajikan pada Tabel 1. Pada perlakuan kontrol (tanpa ancymidol) semua tunas pisang Kepok mati sebelum umur 24 MST. Hasil analisis Anova, menunjukkan bahwa nilai rata-rata tinggi tunas pada media kontrol umur 12 MST berbeda nyata terhadap nilai rata-rata tinggi tunas semua perlakuan ancymidol. Tinggi tunas pada media perlakuan ancymidol terhambat

pertumbuhannya, semakin meningkat konsentrasi ancymidol, semakin terhambat pertumbuhan tinggi tunas. Pengamatan sampai umur 24 MST hanya menambah tinggi tunas sekitar 1 cm pada perlakuan ancymidol. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa semua perlakuan konsentrasi ancymidol pada umur 12 minggu tidak berbeda nyata terhadap tinggi tunas, namun berbeda nyata pada umur 24 MST.

(5)

Bandung, 2 Maret 2019 19 Pada variabel jumlah daun, nilai rata-rata

pada minggu ke-12 menunjukkan bahwa tunas pada media kontrol berbeda nyata terhadap tunas pada media perlakuan ancymidol. Semakin meningkat konsentrasi ancymidol semakin banyak daun yang dihasilkan. Nilai rata-rata jumlah daun pada media yang mengandung ancymidol 1 mgL-1 berbeda nyata dengan jumlah daun pada konsentrasi ancymidol 5 mgL-1. Pada umur 24 MST, nilai rata-rata jumlah daun pada media yang mengandung 1 mgL-1 ancymidol

berbeda nyata terhadap nilai rata-rata jumlah daun pada konsentrasi yang lainnya. Nilai rata-rata jumlah akar tunas pisang Kepok pada umur 12 MST pada media kontrol tidak berbeda nyata dengan jumlah akar pada media yang mengandung ancymidol 2 mgL-1, namun berbeda nyata dengan media yang mengandung konsentrasi ancymidol lainnya. Pada umur 24 MST, nilai rata-rata semua konsentrasi ancymidol tidakberbedanyata.

Tabel 1. Rata-rata tinggi tunas, jumlah daun dan jumlah akar pada umur 12 dan 24 MST Konsentrasi

ancymidol (mgL-1)

Tinggi tunas (cm) Jumlah daun Jumlah akar 12 MST 24 MST 12 MST 24 MST 12 MST 24 MST

0 4.6b mati 4.1a mati 8.3a mati

1 3.0a 3.8b 8.6b 10.3a 12.6b 15.0a

2 2.8a 3.5ab 9.9bc 12.2b 8.1a 13.0a

3 2.9a 3.6ab 10.3c 12.0b 11.0ab 14.2a 4 2.7a 3.3a 10.9cd 12.6b 9.7ab 13.0a 5 2.7a 3.5ab 12.2d 12.2b 10.2ab 14.0a Keterangan : MST : Minggu Setelah Tanam

Tunas pada media tanpa ancymidol mati pada umur 13 MST

Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5%

Morfologi tunas dari minggu awal sampai minggu ke-24 disajikan pada Gambar 2. Tunas pada media tanpa ancymidol mengalami kematian pada minggu ke-13. Pada minggu awal sampai umur 4 MST, secara morfologi tidak menunjukkan banyak perbedaan baik antara kontrol dengan perlakuan maupun antar perlakuan dengan konsentrasi ancymidol yang berbeda. Perbedaan morfologi tampak pada minggu ke-12, tunas pada kontrol mengalami pertumbuhan tinggi, jumlah daun dan jumlah akar normal, sedangkan tunas pada perlakuan ancymidol pada semua konsentrasi menunjukkan penghambatan tinggi tunas. Tunas pada media perlakuan lebih pendek dibandingkan

dengan kontrol, mengakibatkan posisi daun seperti roset. Kondisi ini berlangsung sampai akhir pengamatan pada minggu ke-24. Pada minggu terakhir pengamatan, jumlah daun pada tunas perlakuan semakin banyak, warna daun lebih hijau. Kondisi yang sama juga terjadi pada jumlah akar yang juga semakin banyak.

Respon yang serupa juga ditunjukkan oleh tunas ubi jalar yang ditanam pada media dengan penambahan ancymidol 1-5 mgL-1 yang mengakibatkan pertumbuhan tinggi tunas menjadi terhambat, jumlah daun menjadi lebih banyak dan ukuran daun menjadi lebih kecil (Sunarlim et al., 2001). Namun, pada tanaman jeruk Besar (Citrus maxima (Burm.)Merr.) ancymidol

(6)

Bandung, 2 Maret 2019 20 sampai konsentrasi 5 mgL-1 tidak

berpengaruh terhadap penghambatan pertumbuhan tetapi dapat memperbaiki vigor tanaman, meningkatkan warna hijau daun dan inisiasi akar dibandingkan dengan perlakuan penambahan sorbitol. Hal ini diduga karena kandungan sitokinin endogen dalam jaringan tanaman sudah cukup tinggi sehingga konsentrasi ancymidol yang diberikan belum cukup untuk menghambat aktivitas pembelahan sel (Dewi et al., 2010). Pada tanaman jenis legum Glycyrrhiza glabra, penggunaan ancymidol pada konsentrasi 5 mgL-1 yang dikombinasikan dengan ABA 0.1 mgL-1 mampu menyimpan

kultur sampai umur 6 bulan tanpa subkultur (Srivastava et al., 2013).

Ancymidol (C15H16N2O2) mempengaruhi sintesis giberelin dengan menghambat tahap oksidatif dalam biosintesis ent-kaurene, prekursor giberelin. Terhambatnya produksi giberelin menyebabkan pengurangan kecepatan dalam pembelahan sel yang mempengaruhi pemanjangan ruas batang dan perbesaran diameter batang (Yun-peng et al., 2012). Demikian halnya terjadi penurunan pertumbuhan pada pisang Kepok.

Gambar 2. Morfologi tunas in vitro pisang Kepok pada media perlakuan ancymidol umur 1, 4, 12 dan 24 MST

(7)

Bandung, 2 Maret 2019 21 Setelah penyimpanan selama 24 minggu,

kultur tunas pisang Kepok, kemudian disubkultur ke media pemulihan, yaitu media dasar MS tanpa ZPT. Pertumbuhan tunas in vitro setelah perlakuan ancymidol disajikan pada Gambar 3. Tunas in vitro yang berasal dari perlakuan ancymidol 4 mgL-1 mengalami pertambahan tinggi tunas dari awal minggu hingga minggu ke-4 lebih besar dibandingkan tunas in vitro yang disimpan pada konsentrasi ancymidol yang lainnya (Gambar 3A). Demikian pula pada

variabel jumlah daun, tunas yang berasal dari penyimpanan ancymidol 4 mgL-1 menunjukan nilai rata-rata tertinggi dari minggu ke-2 hingga minggu ke-4 (Gambar 3B). Sementara pengamatan terhadap jumlah akar menunjukkan akar hanya tumbuh pada tunas yang berasal dari penyimpanan dengan ancymidol pada konsentrasi 5 mgL-1. Tunas yang berasal dari perlakuan yang lainnya tidak membentuk akar sampai pengamatan berakhir (Gambar 3C).

Gambar 3. Pertumbuhan tinggi tunas (A), jumlah daun (B) dan jumlah akar (C) tunas pisang Kepok setelah perlakuan ancymidol pada media pemulihan MS tanpa penambahan zat pengatur tumbuh umur 0-4 MST

Morfologi tunas in vitro pisang Kepok setelah penyimpanan selama 24 minggu ditunjukkan pada Gambar 4. Tunas in vitro

yang berasal dari perlakuan ancymidol 1 – 4 mgL-1 menunjukkan pertumbuhan dan morfologi tunas yang normal seperti tunas

(8)

Bandung, 2 Maret 2019 22 in vitro sebelum dilakukan penyimpanan

(Gambar 4A-D). Namun, tunas in vitro yang berasal dari penyimpanan ancymidol pada konsentrasi 5 mgL-1 belum menunjukkan tunas mampu recovery sampai pengamatan minggu ke-4, karena morfologi tunas masih kecoklatan dan belum menunjukkan

pertumbuhan daun baru (Gambar 4E). Kondisi ini diduga masih terdapat efek residu dari retardan. Respon yang sama juga ditunjukkan pada penyimpanan ubi kayu dengan pertumbuhan minimal menggunakan retardan (Diantina et al., 2015).

Gambar 4. Morfologi tunas in vitro pisang Kepok pada media pemulihan umur 4 MST A. Ancymidol 1 mgL-1 C. Ancymidol 3 mgL-1 E. Ancymidol 5 mgL-1 B. Ancymidol2 mgL-1 D. Ancymidol 4 mgL-1

SIMPULAN

1. Retardan ancymidol dapat dipergunakan untuk konservasi in vitro tunas pisang Kepok karena mampu menghambat pertumbuhan namun tetap hidup sampai minggu ke-24. 2. Perbedaan konsentrasi ancymidol tidak

mempengaruhi tinggi tunas pisang, namun mempengaruhi jumlah daun.

3. Penambahan ancymidol

mengakibatkan pertumbuhan akar lebih banyak dibandingkan dengan kontrol.

4. Tunas hasil perlakuan ancymidol konsentrasi 1, 2, 3 dan 4 mgL-1 mampu tumbuh normal kembali pada media pemulihan, namun tunas yang berasal dari ancymdol konsentrasi 5 mgL-1 tidak menunjukan pertumbuhan dan tunas menjadi kecoklatan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih ditujukan kepada Meta Irlianti yang telah membantu dalam penelitian di laboratorium dan kepada Hoerudin yang telah membantu dalam pengambilan bahan tanaman.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed, M., Anjum, M.A, Shah, A.H, & Hamid, A. (2010). In vitro preservation of Pyrus germplasm with minimal growth using different temperature regimes. Pak. J. Bot, 42(3), 1639 – 1650.

Budiyanto, M.A.K. (2010). Model pengembangan ketahanan pangan berbasis pisang melalui revitalisasi nilai kearifan lokal. Jurnal Teknik Industri, 11(2), 170 – 177.

Dewi, I.S, Jawak, G., Roostika, I., Sabda, M., Purwoko, B.S., & Adil, W.H. (2010). Konservasi in vitro tanaman Jeruk Besar (Citrus maxima (Burm.) Merr.) kultivar Srinyonya menggunakan

(9)

Bandung, 2 Maret 2019 23 osmotikum dan retardan. Jurnal

Agrobiogen, 6(2), 84 – 90.

Dewi, N., Dewi, I.S., & Roostika, I. (2014). Pemanfaatan Teknik kultur in vitro untuk konservasi plasma nutfah ubi-ubian. Jurnal Agrobiogen, 10(1), 34 – 44.

Diantina, S., Efendi, D., & Mariska, I. (2015). Pengaruh Retardan paklobutrazol terhadap pertumbuhan dan pemulihan dua aksesi ubi kayu. Jurnal Agrobiogen, 11(3), 95 – 102.

Indrayanti, R., Putri, R.E., Sedayu, A., & Adiansyah. (2018). Effect of paclobutrazol for in vitro medium-term storage of banana variant cv.Kepok (Musa acuminata x balbisiana Colla), AIP Conference Proceedings 2019, 020009 (2018), Published online 10 October 2018, Kementerian Pertanian. (2016) Outlook

komoditas pisang, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian.

Noorrohmah, S., Wulansari, A., Martin, A.F, & Ermayanti, T.M. (2016). Preservasi tiga kultivar talas (Colocasia esculenta (L.) Schott secara in vitro dengan perlakuan asam absisat pada suhu rendah dan suhu ruang. Prosiding Seminar Nasional Bioteknologi III. UGM 2015, 326 – 349.

Noorrohmah, S., & Ermayanti, T.M. (2015). Perbanyakan tiga kultivar talas Indonesia (Colocasia esculenta (L.). Schott secara in vitro dengan perlakuan BAP dan konservasinya dengan perlakuan manitol. Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Unggulan Bidang Pangan Nabati, 367-380.

Prabawati, S., Suyanti, & Setyabudi, D.A. (2008). Teknologi pascapanen dan teknik pengolahan buah pisang. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Badan

Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Roostika,I., Purnamaningsih, R., Supriati,Y., Mariska,I., Khumaida,N., &

Wattimena,G.A. (2012).

Pembentukan benih sintetik tanaman nenas. Jurnal Hortikultura, 22(4), 316 – 326.

Sarkar, D.K., Chakrabakti, S.K., & Naik, P.S. (2001). Slow-growth conservation of potato microplants : efficacy of ancymidol for long-term storage in vitro. Euphytica, 117, 133 – 142. Srivastava, M., Purshottam, D.K., Srivastava,

A.K., & Misra, P. (2013). In vitro conservation of Glycyrrhiza glabra by slow growth culture. International Journal of Biotechnology & Research, 3 (1), 49 – 58.

Suhartanto, M.R., Sobir, Harti, H., & Nasution, M.A. (2010). Pengembangan pisang sebagai penopang ketahanan pangan nasional. Prosiding Seminar Hasil-hasil Penelitian IPB, Bogor, 22-23 Desember 2009, 600 – 608.

Sunarlim, N., Kosmiatin, M., Mariska, I., Hadiatmi, Tambunan, I.R., & Rahayu, S. (2001). Penyimpanan tanaman ubi-ubian dengan metode pertumbuhan minimal dan kriopreservasi. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Rintisan dan Bioteknologi Tanaman, 89 – 100. Tambunan, I.R., & Mariska, I. (2003).

Pemanfaatan teknik kriopreservasi dalam penyimpanan plasma nutfah tanaman. Buletin Plasma Nutfah, 9(2), 10 – 18.

World Food Programme. (2017). Tren konsumsi dan produksi buah dan sayur. Buletin Pemantauan Ketahanan Pangan Indonesia, Volume 8, November 2017.

Wulansari, A., A.F. Martin, & T. M. Ermayanti. (2015). Peningkatan multiplikasi tunas beberapa aksesi

(10)

Bandung, 2 Maret 2019 24 talas Indonesia dengan tiamin dan

adenin dan preservasi secara in vitro pada suhu rendah. Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Unggulan Bidang Pangan Nabati. 355-366. Yun-peng, D., Wen-yuan, L., Ming-fang, Z.,

Heng-bin, H., & Gui-xia, J. (2012). The

establishment of slow-growth conservation system in vitro for two wild lily species. African J. Biotechnology, 11(8), 1981 – 1990.

Gambar

Gambar 1.  Pertumbuhan  tinggi tunas  (A),  jumlah  daun  (B)  dan  jumlah  akar  (C) pisang Kepok  umur 0 – 24 MST pada media perlakuan ancymidol
Tabel 1. Rata-rata tinggi tunas, jumlah daun dan jumlah akar pada umur 12 dan 24 MST  Konsentrasi
Gambar 2. Morfologi tunas in vitro pisang Kepok pada media perlakuan ancymidol umur 1, 4,  12 dan 24 MST
Gambar  3.  Pertumbuhan  tinggi  tunas  (A),  jumlah  daun  (B)  dan  jumlah  akar  (C)  tunas  pisang  Kepok setelah perlakuan ancymidol pada media pemulihan MS tanpa penambahan  zat pengatur tumbuh umur 0-4 MST
+2

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah meningkatkan keberhasilan multiplikasi tunas dan perakaran pada tanaman pisang kepok merah ( Musa paradisiaca ) dengan perlakuan jenis media

Pengaruh Konsentrasi Thidiazuron dengan dan tanpa Benziladenin terhadap Perbanyakan Tunas Pisang Kepok Kuning secara in vitro … ...2. Pengaruh Konsentrasi Thidiazuron dengan dan

Aktivitas crude enzim amilase yang dihasilkan oleh Aspergillus oryzae pada media kulit pisang kepok (kulit pisang kepok : larutan nutrisi = 1:8) selama waktu fermentasi

Potensi Biosida Ekstrak Akar dan Batang Pisang Kepok Untuk Pertumbuhan Biji Kacang Hijau Secara In Vitro.. Skripsi Pendidikan Biologi

Mata tunas tumbuh dari bonggol pisang (kepok) pada umur 8 minggu setelah penimbunan siap untuk dibelah.... Bit mini setelah dibelah sesuai jumlah mata

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi zat pengatur tumbuh BAP terhadap jumlah daun, jumlah tunas, dan jumlah akar pisang raja bulu yang di

Serangkaian pembahasan dari penelitian tentang perbandingan potensi biosida antara ekstrak akar dan batang pisang kepok untuk mencegah kontaminasi pada kultur in vitro dengan

Jumlah tunas yang dihasilkan pada umur 8 MST a pisang Bagja+BAP 2 mg/l dan b pisang Cavendish+BAP 3 mg/l Waktu Muncul Akar Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan varietas