EKSISTENSI KESENIAN TRADISIONAL PANTUN DI DESA KEDUNGWULUH KECAMATAN PADAHERANG
KABUPATEN PANGANDARAN
THE EXISTENCE OF PANTUN AS A TRADITIONAL ARTS IN KEDUNGWULUH VILLAGE PADAHERANG DISTRICT OF
PANGANDARAN DISTRICT ( CULTURAL GEOGRAPHY STUDIES )
Nandang Hendriawan1) (nandang.hendriawan@yahoo.com)
Roni Ahmad Marzuki 2) (ronyahmadmarzuki@gmail.com) Program Studi Pendidikan Geografi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Siliwangi
Roni Ahmad Marzuki. 2014.The Existence of Pantun as a Traditional Arts in the
Village Kedungwuluh Padaherang District of Pangandaran District ( Cultural Geography Studies ). Tasikmalaya : Geography Education Program, University
of Siliwangi Tasikmalaya.
This research has the background to the existence of a problem that the traditional arts in the Village Kedungwuluh rhymes padaherang District of Pangandaran district and the need for the development of traditional arts in the Village Kedungwuluh poem The primary objective of this study is conducted to determine how the presence of Pantun as a traditional arts in the Kedungwuluh Village Pangandaran district and sub-district padaherang.
Study methode is a descriptive qualitative research methods, data collection techniques used were observation, interviews, literature study, and study documentation, the instruments used observation, interview, and documentation tools. Sampling using non-random decision that purposive sampling is the extraction of data by certain considerations. The informant who authors take the Interpreter Poem as a principal arts, cultural figures or local art experts, people who perform on the show rhyme art, and society. Processing and analysis of data using qualitative analysis techniques.
The results showed that the existence of Pantun as a traditional arts in the Kedungwuluh Village actual current condition is quite alarming when viewed from an uncertain number of calls to show performance. Pantun interpreter was living one. Even so, from the other side, there is something quite impressive. Apparently, the art of rhyme was able to survive and not be merged into one art form to another. Art as a poem can survive the valuable art even today there is a slight shift compared with the past, especially in the sacred functions.
A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang
Masyarakat Jawa Barat bagian selatan atau bisa disebut juga Priangan Timur khususnya Kabupaten Pangandaran merupakan daerah yang memiliki ragam kebudayaan yang unik, karena daerah ini merupakan daerah transisi antara budaya Sunda dan Jawa yang hanya dibatasi oleh batas fisik atau alam berupa sungai yaitu Ci Tanduy, jadi daerah ini merupakan daerah transisi kebudayan Sunda dan Jawa, salahsatunya adalah kesenian kesusastraan sunda yaitu Pantun yang berada di Desa Kedungwuluh, Kecamatan Padaherang, Kabupaten Pangandaran.
Keberadaan seni Pantun menjadi bukti bahwa di wilayah Kabupaten Pangandaran mempunyai ragam kesenian kebudayaan dan masih bertahan dalam era globalisasi seperti ini. Akan tetapi dengan seiring berjalannya waktu dari generasi ke generasi kebudayaan inipun ditakutkan akan hilang oleh arus zaman dan atau hilang akibat masuknya kebudayaan asing ke negara kita. Salah satu bukti budaya Pantun ini akan punah salah satunya berkurangnya masyarakat berminat untuk melihat dan mengundang untuk pementasan dan Peran sertanya Pemerintah Daerah terhadap budaya Pantun ini berkurang dari sebelum-sebelumnya.
2. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui bagaimana keberadaan Kesenian Tradisional Pantun di Desa Kedungwuluh dan mengetahui eksistensi Kesenian Tradisional Carita Pantun di Desa Kedungwuluh Kecamatan Padaherang Kabupaten Pangandaran.
B. METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif kualitatif, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah
observasi, wawancara, studi literatur, dan studi dokumentasi, instrumen yang digunakan adalah pedoman observasi, pedoman wawancara, dan alat-alat dokumentasi. Pengambilan sampel menggunakan teknik pengambilan non random yaitu purposif sampling yaitu pengambilan sumber data dengan cara pertimbangan tertentu. Adapun informan yang penulis ambil yaitu Ki Juru Pantun sebagai pelaku kesenian Pantun, tokoh budaya atau pakar kesenian setempat, orang yang mementaskan kesenian pantun dalam acaranya, dan masyarakat. Pengolahan dan analisis data menggunakan teknik analisis kualitatif.
C. PEMBAHASAN
Secara Geografis, lokasi Desa Kedungwuluh merupakan daerah yang mempunyai morfologi yang bervariatif, di sebelah timur merupakan daerah perbukitan, dan di sebelah barat merupakan daerah dataran rendah dengan rawa-rawa. Desa Kedungwuluh merupakan bagian dari Kecamatan Padaherang Kabupaten Pangandaran. Luas Desa Kedungwuluh mencapai 935,585 Ha dengan suhu rata-rata 28-33O C, dengan rata-rata curah hujan 2756,2 mm/tahun. Desa Kedungwuluh mempunyai topografi dengan ketinggian rata-rata 300 mdpl. Dengan keadaan alam tersebut, Desa Kedungwuluh lahan yang ada di Kedungwuluh cocok untuk dijadikan lahan pertanian dan perkebunan. Masyarakat Desa Kedungwuluh mayoritas bermata pencaharian sebagai Petani.
Wilayah Kabupaten Pangandaran, khususnya di Desa Kedungwuluh terdapat salah satu unsur kebudayaan yang berbentuk kesenian unik dan memiliki karakteristik yang khas dari wilayah yang lainnya yaitu Kesenian Tradisional Pantun. Kesenian ini diperkirakan sudah ada dari zaman kerajaan tertua yang ada di Tatar Sunda. Kesenian Tradisional Pantun merupakan kesenian buhun atau kesenian yang sangat tua yang ada di Tatar Sunda.
1. Keberadaan Kesenian Tradisional Pantun di Desa Kedungwuluh Kecamatan Padaherang Kabupaten Pangandaran
a. Difusi
Kesenian Tradisional Pantun yang ada di Desa Kedungwuluh merupakan hasil karya cipta dari kebiasaan manusia pada zaman dahulu yang dipengaruhi oleh pendatang dari Asia Selatan yang datang ke Nusantara dengan kepercayaan Hindu yang melekat di Kerajaan yang ada di Tatar Sunda, setelah itu dipengaruhi oleh kepercayaan Budha dan Islam. Proses datangnya orang-orang Asia Selatan itu dinamakan proses Difusi.
Proses difusi yang merupakan proses pembiakan dan gerak penyebaran atau migrasi-migrasi yang disertai proses penyesuaian atau adaptasi fisik dan sosial budaya dari mahluk manusia dalam jangka waktu yang lama sejak zaman purba hingga saat ini. Ditinjau secara lebih teliti, ada berbagai macam sebab dari migrasi-migrasi. Ada hal-hal yang menyebabkan migrasi yang lambat dan otomatis, ada pula peristiwa-peristiwa yang menyebabkan migrasi yang cepat dan mendadak. (Koentjaraningrat 2009:195)
Melihat dari teori tersebut yang diungkapkan oleh Koentjaraningrat terlihat sesuai dengan hasil penelitian, bahwa Kesenian Tradisional Pantun dipengaruhi karena adanya difusi orang-orang Asia Selatan yang masuk ke Nusantara dan memberikan penyesuaian adaptasi sosial budaya yang dikembangkan di Tatar Sunda pada akhirnya.
Bersamaan dengan penyebaran dan migrasi kelompok-kelompok manusia di muka bumi, turut pula tersebar unsur-unsur kebudayaan dan sejarah dari proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan ke seluruh penjuru dunia. Salah satu bentuk difusi adalah penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari satu tempat ke tempat lainnya di muka bumi oleh kelompok-kelompok manusia yang bermigrasi.
Penyebaran unsur-unsur kebudayaan dapat juga terjadi tanpa ada perpindahan kelompok-kelompok manusia atau
bangsa-bangsa dari suatu tempat ke tempat lain, tetapi oleh karena ada individu-individu tertentu yang membawa unsur-unsur kebudayaan itu hingga jauh sekali, seperti pedagang dan pelaut. Pada zaman penyebaran agama-agama besar, para pendeta agama Budha, Hindu, para pendeta agama Nasrani, dan kaum Muslimin mendifusikan berbagai unsur dari kebudayaan-kebudayaan dari mana mereka berasal, sampai jauh sekali. (Koentjaraningrat 2009:199)
Dari teori Koentjaraninggrat di atas juga membuktikan pada hasil penelitian yang penulis lakukan, bahwa difusi yang dilakukan tidak hanya manusia, tetapi bersama unsur kebudayaannya termasuk di dalamnya adalah kesenian, apabila dikaitkan dengan penelitian ini yaitu Kesenian Tradisional Pantun yang merupakan hasil difusi dari orang-orang Asia Selatan, dan berkembang di Tatar Sunda yang sampai akhirnya berada di Desa Kedungwuluh Kecamatan Padaherang Kabupaten Pangandaran.
b. Akulturasi
Kesenian Tradisional Pantun yang saat ini khas dari Tatar Sunda merupakan pengaruh dari tiga kepercayaan sekaligus yaitu, Hindu, Budha dan Islam. Kesenian yang awalnya ada dan dipengaruhi oleh kepercayaan dan kebiasaan orang-orang Hindu Kerajaan yang ada di Tatar Sunda yang disebut proses akulturasi, lambat laun dipengaruhi oleh kepercayaan Budha, dan Islam, pengaruh dari tiga kepercayaan inilah yang membuat Kesenian Tradisional Pantun menjadi berbeda dan merupakan ciri khas masyarakat Sunda.
Teori tersebut membuktikan dalam hasil penelitian yang penulis lakukan bahwa dalam Kesenian Tradisional Pantun, terdapat hasil akulturasi dari zaman dulu hingga sekarang dan sangat terlihat jelas buktinya, ketika dalam pembukaan saat Ki Juru Pantun melantunkan rajah tersebut pada zaman dulu, sering
menyerukan Dewa-Dewi, Batar-Batari, Sanghyang, dan sebagainya. Sampai saat ini ketika penulis melihat langsung pagelaran tersebut, ternyata ada pengaruh Islam yang masuk dengan adanya kata-kata istigfar “Astagfirullahal’adzim” tetapi dengan tidak menghilangkan unsur Hindu yang dulu, dengan tetap menyerukannya Dewa-Dewi, Batara, dan Sanghyang yang terus diucapkan oleh Ki Juru Pantun hingga saat ini.
Seni Pantun juga termasuk ke dalam unsur kebudayaan sistem religi, yang jelas-jelas dari dulu sampai sekarang Kesenian Tradisional Pantun tersebut dipengaruhi oleh tiga kepercayaan sekaligus, dan peran Seni Pantun sebagai penyebar agama Islam akhir-akhir ini setelah kerajaan Islam masuk ke Nusantara. Lebih pastinya lagi bahwa Seni Pantun merupakan unsur kebudayaan yang terakhir yaitu Kesenian, jelaslah bahwa Seni Pantun merupakan sebuah bentuk kesenian, dengan dua aspek kesenian sekaligus, yaitu seni sastra dan seni vokal.
c. Pertunjukan Kesenian Tradisional Pantun
Pertunjukan Seni Pantun bergantung pada fungsi yang ada di masyarakat, kebanyakan saat ini pantun jarang yang dijadikan hiburan. Padahal dulu pada zamannya populer, pantun sering digelar dalam acara:
1) Pernikahan 2) Khitanan 3) Kokobok 4) Ngayun 5) 7 bulanan 6) Cukuran
7) Walimatul wakiroh (Pindahan ke rumah baru) 8) Agustusan
d. Fungsi Seni Pantun di Masyarakat
Pantun yang ada dimasyarakat dipanggil untuk pagelaran dalam bebebagai acara bergantung pada fungsinya, dan fungsi pantun adalah sebagai :
1) Fungsi hiburan
Jelas bahwa pantun adalah kesenian pertunjukan yang bisa dilihat dan didengarkan oleh masyarakat, dengan alunan tembang, kawih dan penuturan cerita yang dibawakan oleh Juru Pantun, itu bisa menjadikan hiburan yang sanagat menarik. 2) Fungsi tuntunan
Dalam cerita yang dibawakan biasanya Juru Pantun lebih banyak mengisi dengan makna yang mendalam dan selalu menjadi petuah bagi masyarakat yang mengikuti jalannya kesenian ini.
3) Fungsi penyebaran agama
Dengan perkembangannya yang diawali oleh kebiasaan 3 kepercayaan sekaligus, kesenian ini memiliki fungsi sebagai penyebaran agama pada akhirnya.
4) Fungsi media ruatan
Sebagai kesenian yang buhun, memiliki sifat spiritual yang tinggi dan dalam pertunjukannya yang sakral, Seni Pantun sering dijadikan media ruatan selain wayang.
2. Eksistensi Kesenian Tradisional Pantun di Desa Kedunwuluh Dengan pengaruh perkembangan zaman yang semakin maju dan banyaknya kesenian yang bermunculan saat ini, tetapi eksistensi Kesenian Tradisional Pantun di Desa Kedungwuluh masih tetap ada dan masih tetap dipertunjukan walaupun dalam kenyataannya peminatannya saat ini semakin berkurang.
Berkurangnya peminatan untuk pagelaran Kesenian Tradisional Pantun bergantung pada fungsi Kesenian Pantun pada saat ini, masyarakat saat ini, kebanyakan hanya memanggil untuk acara ruatan
saja, itupun untuk masyarakat yang masih melakukan kebiasaan tersebut.
a. Kondisi Kesenian Tradisional Pantun di Desa Kedungwuluh Saat Ini
Kondisi Kesenian Tradisional Pantun di Desa Kedungwuluh saat ini sebenarnya memang cukup memprihatinkan bila dilihat dari jumlah panggilan yang tidak menentu untuk menunjukan pagelarannya. Tetapi dengan masih adanya orang-orang yang mengetahui, setidaknya eksistensi Kesenian Tradisional Pantun ini membuat sekarang masih ada, dan dengan adanya kebiasaan ruatan, cukup membantu untuk melestarikan kesenian ini.
Dewasa ini, harus diakui bahwa kondisi seni pantun Sunda sangat memprihatinkan. Meskipun demikian, dari sisi lain, ada hal yang cukup mengesankan. Ternyata, seni pantun pun dapat bertahan dan tidak meleburkan diri menjadi satu bentuk kesenian yang lain. Seni pantun dapat bertahan sebagai seni yang adiluhung sekalipun sekarang ini ada sedikit pergeseran jika dibandingkan dengan masa lalu, terutama pada fungsinya yang sakral.
b. Upaya Pelestarian Kesenian Tradisional Pantun
Dengan memperhatikan sumber dan eksistensinya, Kesenian Tradisional Pantun hanya tinggal ada satu sumber yang ada di Desa Kedungwuluh, dan itupun Ki Juru Pantunnya sudah termasuk ke dalam golongan tua. Untuk tetap menjaga eksistensi Kesenian Tradisional Pantun perlu diadakan pelestarian yang di dukung oleh semua pihak. Ternyata ketika hasil penelitian di lapangan ada upaya pelestarian yang akan dan sedang berjalan baik itu yang dilakukan oleh pelaku kesenian, masyarakat maupun pemerintah daerah.
Upaya untuk mempertahankan eksistensinya tetap terjaga di Desa Kedungwuluh dilakukan oleh Bapak Darsum sendiri
selaku Juru Pantun, yang masih menunggu waktu dan orang yang tepat untuk menurunkan keahliannya kepada generasi berikutnya, walaupun ini membutuhkan waktu lama dan proses yang tidak mudah, tetapi ini merupakan harapan bagi kemajuan kebudayaan yang ada di Tatar Sunda.
Dalam penelitian juga penulis mendapati perkembangan yang baik dari pemerintah daerah yang baru, dengan program, visi dan misinya yang akan menjadikan wilayah berbasis pariwisata, pemerintah daerah sedang melakukan pendataan untuk merangkul dan membimbing semua seniman dan keseniannya, khususnya kesenian buhun yaitu Pantun. Pemerintah daerah merasakan bahwa kesenian merupakan bagian dari kebudayaan, dan kebudayaan merupakan aset berharga dalam suatu wilayah terutama wilayah yang mempunyai potensi pariwisata. Pariwisata tidak akan berjalan tanpa adanya kehadiran kebudayaan, maka dari itu pemerintah daerah Kabupaten Pangandaran saat ini sedang gencar merencanakan program yang akan dijalankan.
Dengan adanya dukungan dari pemerintah daerah, meskipun dukungan itu baru saja hadir pada saat ini, tetapi hal tersebut belum terlambat ketika masih ada sumber-sumber kesenian buhun yang tersisa.
D. SIMPULAN
Berdasarkan analisis mengenai eksistensi kesenian tradisional carita pantun di Desa Kedungwuluh Kecamatan Padaherang Kabupaten Pangandaran maka bisa ditarik kesimpulan sebagi berikut:
1. Keberadaan Kesenian Tradisional Pantun di Desa Kedungwuluh Kecamatan Padaherang Kabupaten Pangandaran
Kesenian Tradisional Pantun yang ada di Desa Kedungwuluh merupakan hasil karya cipta dari kebiasaan manusia pada zaman dahulu yang dipengaruhi oleh pendatang dari Asia Selatan yang datang ke Nusantara dengan kepercayaan Hindu yang melekat di Kerajaan
yang ada di Tatar Sunda, setelah itu dipengaruhi oleh kepercayaan Budha dan Islam.
Kesenian Tradisional Pantun dipengaruhi karena adanya difusi orang-orang Asia Selatan yang masuk ke Nusantara dan memberikan penyesuaian adaptasi sosial budaya yang dikembangkan di Tatar Sunda pada akhirnya. Kesenian yang awalnya ada dan dipengaruhi oleh kepercayaan dan kebiasaan orang-orang Hindu Kerajaan yang ada di Tatar Sunda yang disebut proses akulturasi, lambat laun dipengaruhi oleh kepercayaan Budha, dan Islam, pengaruh dari tiga kepercayaan inilah yang membuat Kesenian Tradisional Pantun menjadi berbeda dan merupakan ciri khas masyarakat Sunda. Pada zamannya populer, pantun sering digelar dalam acara:
a. Pernikahan b. Khitanan c. Kokobok d. Ngayun e. 7 bulanan f. Cukuran
g. Walimatul wakiroh (Pindahan ke rumah baru) h. Agustusan
i. Hajat bumi
Selain dalam acara-acara tersebut pantun juga berfungsi sebagai masyarakat sebagai hiburan, tuntunan, penyebaran agama dan ruatan.
2. Eksistensi Kesenian Tradisional Pantun di Desa Kedungwuluh Dengan pengaruh perkembangan zaman yang semakin maju dan banyaknya kesenian yang bermunculan saat ini, tetapi eksistensi Kesenian Tradisional Pantun di Desa Kedungwuluh masih tetap ada dan masih tetap dipertunjukan walaupun dalam kenyataannya peminatannya saat ini semakin berkurang.
Kondisi Kesenian Tradisional Pantun di Desa Kedungwuluh saat ini sebenarnya memang cukup memprihatinkan bila dilihat dari jumlah panggilan yang tidak menentu untuk menunjukan pagelarannya. Tetapi dengan masih adanya orang-orang yang mengetahui, setidaknya eksistensi Kesenian Tradisional Pantun ini membuat sekarang masih ada, dan dengan adanya kebiasaan ruatan, cukup membantu untuk melestarikan kesenian ini. Dengan memperhatikan sumber dan eksistensinya, Kesenian Tradisional Pantun hanya tinggal ada satu sumber yang ada di Desa Kedungwuluh, dan itupun Ki Juru Pantunnya sudah termasuk ke dalam golongan tua. Untuk tetap menjaga eksistensi Kesenian Tradisional Pantun perlu diadakan pelestarian yang di dukung oleh semua pihak.
Dengan memperhatikan sumber dan eksistensinya, Kesenian Tradisional Pantun hanya tinggal ada satu sumber yang ada di Desa Kedungwuluh, dan itupun Ki Juru Pantunnya sudah termasuk ke dalam golongan tua. Untuk tetap menjaga eksistensi Kesenian Tradisional Pantun perlu diadakan pelestarian yang di dukung oleh semua pihak. Ternyata ketika hasil penelitian di lapangan ada upaya pelestarian yang akan dan sedang berjalan baik itu yang dilakukan oleh pelaku kesenian, masyarakat maupun pemerintah daerah.
Upaya untuk mempertahankan eksistensinya tetap terjaga di Desa Kedungwuluh dilakukan oleh Bapak Darsum sendiri selaku Juru Pantun, yang masih menunggu waktu dan orang yang tepat untuk menurunkan keahliannya kepada generasi berikutnya, walaupun ini membutuhkan waktu lama dan proses yang tidak mudah, tetapi ini merupakan harapan bagi kemajuan kebudayaan yang ada di Tatar Sunda.
Dalam penelitian juga penulis mendapati perkembangan yang baik dari pemerintah daerah yang baru, dengan program, visi dan misinya yang akan menjadikan wilayah berbasis pariwisata, pemerintah daerah sedang melakukan pendataan untuk merangkul dan
membimbing semua seniman dan keseniannya, khususnya kesenian
buhun yaitu Pantun. Pemerintah daerah merasakan bahwa kesenian
merupakan bagian dari kebudayaan, dan kebudayaan merupakan aset berharga dalam suatu wilayah terutama wilayah yang mempunyai potensi pariwisata. Pariwisata tidak akan berjalan tanpa adanya kehadiran kebudayaan, maka dari itu pemerintah daerah Kabupaten Pangandaran saat ini sedang gencar merencanakan program yang akan dijalankan.
Dengan adanya dukungan dari pemerintah daerah, meskipun dukungan itu baru saja hadir pada saat ini, tetapi hal tersebut belum terlambat ketika masih ada sumber-sumber kesenian buhun yang tersisa.
DAFTAR PUSTAKA
Kartodirdjo, Sartono. (2000). Tradisi dan Transformasi Sejarah Sunda. Bandung: Humaniora.
Koentjaraningrat. (2004). Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan.
Rosid, Ajip. (2009). Ngalanglang Kasusastraan Sunda. Bandung: Kiblat.
Setiadi., Elly M. (2007). Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Bandung: Kencana Prenada Group.
Tamsyah, Rahayau Budi. (1996). Pangajaran Sastra Sunda. Banjar: Pustaka Setia.