• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perubahan Sosial Ekonomi Masyarakat Kampung Kauman Yogyakarta Tahun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Perubahan Sosial Ekonomi Masyarakat Kampung Kauman Yogyakarta Tahun"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

166 Jurnal Pendidikan IPS, LPPM STKIP Taman Siswa Bima

Perubahan Sosial Ekonomi Masyarakat Kampung

Kauman Yogyakarta Tahun 1900-1950

Rosdiana

Program Studi Pendidikan Sejarah STKIP Taman Siswa Bima ABSTRAK

Tujuan penulisan ini adalah untuk mengkaji lebih dalam mengenai (1) Kondisi umum Kampung Kauman Yogyakarta. (2) Perubahan struktur sosial Kampung Kauman Yogyakarta. (3) Perubahan struktur ekonomi Kampung Kauman Yogyakarta.Penelitian ini menggunakan metode sejarah kritis melalui studi literatur.Metode yang digunakan dengan menggunakan 4 langkah sebagai berikut. Pertama.heuristik Kedua, kritik sumber. Ketiga,

interpretasidan Keempat, historiografi dengan menyampaikan sintesa yang diperoleh

dalam sebuah karya sejarah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Kampung Kauman Yogyakarta secara geografis merupakan kampung yang terletak di Kotamadya Yogyakarta tepatnya berada di Kecamatan Gondomanan. Dilihat dari letak kampung ini berada di sebelah Barat Masjid Agung Yogyakarta.Didirikan Masjid Agung diiringi dibentuknya lembaga pengurus masjid dikenal lembaga Kepenguluan.Penghulu dan segala aparatnya disebut sebagai abdi dalem Pamethakan. Jabatan abdi dalem mengakibatkan kesetaraan dalam bidang ekonomi pada masyarakat Kauman karena secara mayoritas kehidupan

ekonomi sebelum lahirnya Muhammadiyah bertumpu pada jabatan abdi dalem, selanjutnya

setelah Muhamadiyah lahir status sosial masyarakat berubah disebabkan adanya kerajinan membatik, kemudian berkembang menjadi perdagangan batik. Selain itu, terjadi pula perubahan dalam hal status wanita dan juga dalam bidang perkawinan. Mata pencahrian sebagai abdi dalemtidak cukup sehingga untuk menunjang kebutuhan ekonomi keluarga para ibu rumah tangga di Kauman menjadi pengrajin batik dan kerajinan batik ini mencapai tingkat nasional.Pekerjaan rangkap dapat menaikkan taraf kehidupan perekononomian.Pada tahun 1939 terjadi kemerosotan perdagangan batik sehingga menyebabkan perubahan perekonomian di kampung Kauman, penduduk berusaha mencari pekerjaan dengan cara menjadi pegawai, guru, pedagang dan pofesi abdi dalemmasih ditekuni.

Kata Kunci: Perubahan Sosial, ekonomi, Kampung Kauman Yogyakarta. PENDAHULUAN

Kauman adalah nama kampung yang umumnya berada didekat Masjid Agung. Hampir di seluruh kota besar di Jawa terdapat Kampung Kauman. Kauman adalah sebuah

kampung yang terletak di Kotamadya

Yogyakarta.Kampung Kauman ini berdekatan dengan Kraton Yogyakarta tepatnya berada disebelah Barat Masjid Agung.Secara historis Kampung Kauman merupakan tempat bagi para

abdi dalem pemethakan, bertugas dalam bidang

keagamaan, khususnya urusan kemasjidan. Masyarakat Kauman tidak luput dari

berbagai perubahan dalam setiap aspek

kehidupan. Sebagai suatu masyarakat, Kauman mengalami perubahan khususnya aspek sosial dan ekonomi yang cukup menarik untuk di

amati. Masyarakat Kauman dalam hal

hubungan status sosial mempunyai kesamaan

sebagai abdi dalem dan kesamaan dalam

agama.Hal ini dapat terlihat adanya ikatan

pertalian darah atau kekeluargaan yang

pekat.Adanya hubungan sosial yang sangat

pekat dikalangan masyarakat abdi dalem

menjadikan masyarakat Kauman tahun 1912

menjadi masyarakat tertutup.Ketertutupan

masyarakat Kampung Kauman terlihat dalam masalah perkawinan, penemuan penduduk baru, pendidikan dan sebagainya. Timbul juga suatu superioritas masyarakat Kauman terhadap masyarakat lain. Hal ini disebabkan oleh

adanya pengaruh status sosial dan

kepemimpinan keagamaan lebih menonjol bila dibandingkan dengan kampung lain (Ahmad Adaby Darban, 2000:3).Dalam kehidupan

ekonomi, masyarakat Kampung Kauman

Yogyakarta mempunyai kesetaraan Mata

pencahrian anggota masyarakat bersumber pada

jabatan sebagai abdi dalem Keraton

(2)

Jurnal Pendidikan IPS, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 167

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahuip;

(1) Kondisi umum Kampung Kauman

Yogyakarta; (2) Perubahan struktur sosial Kampung Kauman Yogyakarta. (3) Perubahan

struktur ekonomi Kampung Kauman

Yogyakarta.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian

historis.Metode yang digunakan dalam

penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah. Metode sejarah adalah proses menguji, menganalisis serta perbandingan secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau sedangkan rekonstruksi dengan menempuh proses historiografi atau penulisan sejarah (Gottschalk, 1985:32). Metode sejarah terdiri dari empat langkah, yaitu heuristic, kritik

sumber, interpretasi dan historiografi.

Tahap heuristik adalah kegiatan untuk

mencari dan menemukan jejak sejarah.

Langkah heuristik dilaksanakan dengan

mengumpulkanliteratur yang berkaitan dengan judul penelitian. Buku yang digunakan dalam

penelitian ini adalah (1) Sejarah Kampung

Kauman: Menguak Identitas Kampung

Muhammadiyah, Penulis Ahmad Adaby

Darban. (2) Kampung Kauman: Sebuah

Tipologi Kampung Santri di Perkotaan Jawa (Studi Perbandingan Sejarah Pertumbuhan

Kampung Kauman Kudus dan Yogyakarta,

Penulis Ahmad AdabyDarban. (3) K.H. Ahmad

Dahlan: Biografi Singkat (1869-1923), Penulis

Adi Nugraha. (4) Sejarah Perkembangan Sosial

Kota Yogyakarta 1880-1930, Penulis

Abdurrachaman Surjomiharjo. (5) Sistem

Perkawinan Masyarakat Kauman di Kota-kota

Yogyakarta, Penulis Kodiran. (6) Kampung

Santri Tatanan dari Tepi Sejarah, Penulis

Muhammad Fuad Riyadi.(7) Nyai Ahmad

Dahlan Pahlawan Nasional, Amal dan

Perjuangannya, Penulis Suratmin. (8) Kiai Haji

Ahmad Dahlan, Penulis Sutrisno Kutoyo.

Tahap kedua adalah kritik sumber.Kritik

sumberyaitu kegiatan meneliti untuk

menentukan validitas dan reliabilitas suatu sumber sejarah yang berhasil dikumpulkan. Kritik terbagi menjadi 2 yaitu kritik ekstern dan

kritik intern.Pada kritik ekstern penulis

melakukan kritik siapa yang membawa berita dan menulis sumber mengenai buku yang dijadikan bahan dalam penulisan ini.Kritik intern penulis melakukan kritik terhadap suatu sumber dengan membandingkan isi data atau isi

buku sejarah yang telah ditulis pengarang tersebut.

Tahap ketiga adalah interpretasi atau

penafsiran.Interpretasi terdiri dari analisis dan sintesis.Analisis adalah menguaraikan data-data yang diperoleh, sedangkan sintesis berarti menyatukan data-data sehingga ditemukan fakta sejarah (Abdurahman, 2007: 68).Fakta disusun secara kronologis dan membentuk fakta rasional dan faktual berdasarkan pada aspek pembahasan.

Tahap keempat adalah historiografi atau penyajian.Historiografi yaitu penyajian hasil penelitian sejarah dengan melewati tahap-tahap di atas dalam bentuk karya sejarah (Hugiono, dkk, 1992: 26). Dalam tahap ini penulis menyajikan dalam bentuk jurnal ilmiah. HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Kampung Kauman Yogyakarta

Berdirinya Kampung Kauman Yogyakarta tidak bisa di lepaskan dengan sejarah berdirinya Kraton Yogyakarta. Pada tanggal 13 Februari 1755 dimana Perjanjian Giyanti ditandatangani oleh Sunan Pakubuwana III dan Nicolaas Hartingh di satu pihak, dan Pangeran Mangkubumi di lain pihak. Perjanjian Giyanti

merupakan akhir dari perang saudara antara Pangeran Mangkubumi dengan Paku Buwana III.Perjanjian Giyanti inilah yang membagi Kerajaan Mataram menjadi dua wilayah yaitu

Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan

Surakarta.Pangeran Mangkubumi sebagai Raja

Kerajaan Yogyakarta dengan gelar Sultan

Hamengkubuwono I Senopati Ing Ngalogo

Ngabdulrahman Sayidin Panatagama

Khalifatullah Ing Ngayogyakarta (Suratmin,

1990:7).

Pangeran Hamengku Buwana I sebelum mempunyai Keraton, menempati Istana Ambar Ketawang.Pembangunan Kraton Yogyakarta sendiri di mulai pada tanggal 13 Syura tahun Lawu 1681, atau tanggal 9 Oktober 1755. Pada tanggal 13 Syura tahun Jumakir 1682 atau tanggal 7 Oktober 1756 secara resmi Keraton

Yogyakarta ditempati oleh Sri Sultan

Hamengku Buwana I (Ahmad Adaby Darban, 2000:10). Guna melengkapi bangunan kerajaan, Pangeran Hamengku Buwono I membangun pula banteng berparit di sekitar Kraton Yogyakarta, tempat tinggal patih (kepatihan), tempat tinggal presiden, Masjid Agung dan tempat-tempat lain. Masjid Agung yang

(3)

168 Jurnal Pendidikan IPS, LPPM STKIP Taman Siswa Bima dibangun oleh Pangeran Hamengkubuwono I

ini dilengkapi dengan alun-alun di depannya. Masjid Agung selain sebagai bangunan bagian dari kraton juga dipergunakan sebagai pos selama melawan Belanda, sebagai sarana tempat ibadah dan tempat menyalatkan jenazah para korban perang dan untuk pengadilan.

Masjid Agung Yogyakarta ini tepatnya berada di sebelah Barat Alun-alun Utara sedangkan Alun-alun Utara sendiri berada di depan Kraton Yogyakarta. Hal ini menunjukkan jarak antara Keraton Yogyakarta dan Masjid Agung relatif dekat.Guna mengurusi bidang keagamaan, di Keraton Yogyakarta dibentuk

lembaga kepenguluan merupakan bagian dari

penghulu.Penghulu dan segenap aparat disebut

Abdi Dalem Pamethakan (Abdi Dalem

Patihan).Tugas penghulu ini meliputi urusan

administrasi bidang keagamaan yaitu urusan agama secara umum, pernikahan, talak, rujuk,

juru kunci makam, abdi dalem pemethakan

berada di dalam keraton, naib, pendidikan agama dan kemasjidan.

Tugas dan jabatan abdi dalem yang

mengurusi organisasi kemasjidan, khususnya Masjid Agung Yogyakarta, mereka mendapat fasilitas berupa tanah gaduhan.Tanah gaduhan

yang diberikan kepada penghulu, para ketib, para Modin, Berjamaah, dan Merbot terletak sekitar Masjid Agung.Tempat tinggal para pejabat kemasjidan, Masjid Agung Yogyakarta di sekitar masjid tersebut mendapat julukan tanah pakauman yang artinya tanah tempat tinggal para kaum. Tanah pakauman inilah yang akhirnya menjadi nama Kauman.

Kondisi Geografis

Kota Yogyakarta terletak pada 1100 24’ 19” – 1100 28’ 53” BT dan antara 070 49’ 26” – 070

15’ 24” LS dengan luas sekitar 32,5 km2 atau

1,02 % dari luas wilayah propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Kota Yogyakarta terletak di daerah dataran Lereng aliran Gunung Merapi memiliki kemiringan lahan yang relatif datar dan berada pada ketinggian rata-rata 144 M. Terdapat tiga sungai yang mengalir dari arah Utara ke Selatan yaitu Sungai Gajah Wong yang mengalir dari bagian Timur kota, Sungai Code di bagian Tengah dan Sungai Winongo di bagian Barat kota.

Secara administratif kota Yogyakarta terdiri dari 14 kecamatan dan 45 kelurahan yaitu Kec. Jetis, Kec. Tegal Reco, Kec. Wirobrajan, Kec. Mantrijeron, Kec. Ngampilan, Kec Kraton, Kec. Gondomanan, Kec. Panurejan, Kec.

Gondokusuman, Kec. Gedong Tengen, Kec.

Pakualaman, Kec. Mergangsan, Kec.

Umbulharjo, Kec. Kota Gede (Badan Pusat Statistik, 2000:1). Sama halnya kota-kota lain diluar Jawa, di Yogyakarta juga terdapat Kampung Kauman.Kampung Kauman tersebut merupakan sebuah kampung yang terletak di Kotamadya Yogyakarta dan termasuk dalam Kecamatan Gondomanan.Kampung Kauman ini berdekatan dengan Kraton Yogyakarta berada disebelah Barat Masjid Agung Yogyakarta.

Memasuki Kampung Kauman Yogyakarta akan menemui gapura yang bagian atasnya berbentuk lengkung. Bentuk lengkung ini merupakan salah satu ciri bangunan Islam yang banyak mendapat pengaruh dari Timur Tengah. Menyusuri gang Kampung Kauman Yogyakarta harus berjalan kaki. Hal ini dimaksudkan agar

tidak ada kebisingan kendaraan dalam

lingkungan kampung agar tidak menggangu santri yang sedang belajar dan sebagai wujud filsafat kesetaraan di Kauman Yogyakarta di mana setiap orang yang masuk diwajibkan meninggalkan status sosial dengan berjalan kaki.

Kampung Kauman Yogyakarta memiliki gerbang yang menghadap ke Alun-alun Utara di depan Sitihinggil keraton, dibalik gerbang itu terdapat peralatan di depan masjid. Bagian

belakang Pengulon terdapat Kampung

Ngidungan. Batas antara Kampung Kauman

dan Ngidungan adalah sebuah selokan besar

yang airnya masuk Masjid Agung lalu mengalir ke selatan Kampung Kauman masuk ke Jagang

yang mengelilingi tembok keraton (Adi

Nugraha, 2009:16). Kondisi Sosial

Masyarakat Kauman sendiri terbentuk karena adanya pertalian darah, ada ikatan keagamaan dan jabatan keagamaan.Dilihat dari pertalian darah masyarakat Kauman terbentuk karena adanya perkawinan antara keluarga para

Ketib, Modin, Marbot dan Berjamaah serta

keluarga para Penghulu.Adanya perkawinan

tersebut membentuk keluarga yang akhirnya terbentuk penduduk yang mendiami Kampung

Kauman Yogyakarta.Jika dilihat dari

pendekatan antropologi masyarakat Kauman adalah masyarakat endogami yaitu masyarakat yang biasa mengadakan perkawinan dari orang kampung sendiri dan tidak mencari jodoh dari

luar Kampung Kauman Yogyakarta

(4)

Jurnal Pendidikan IPS, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 169

Apabila dilihat dari adanya ikatan Agama Islam, Kampung Kauman Yogyakarta memiliki

arti khusus sebagai masyarakat

Islam.Masyarakat Islam terbentuk karena ada

pengaruh berdirinya masjid dalam

masyarakat.Hal ini dapat dilihat dari

masyarakat Kauman Yogyakarta yang

terbentuk adanya Masjid Agung

Yogyakarta.Masyarakat Kauman di Yogyakarta yang mayoritas sebagai abdi dalem kerajaan merupakan ciri khas dari kampung ini.

Ketiga ikatan masyarakat Kauman di atas (pertalian darah, ikatan keagamaan dan abdi

dalem) merupakan ciri khas masyarakat

Kauman di Yogyakarta.Adanya pertalian darah masyarakat Kauman Yogyakarta dapat dilihat dari sistem perkawinan yang ada.Sistem perkawinan yang ada di Kampung Kauman Yogyakarta merupakan sistem perkawinan

antar keluarga yang masih mempunyai

kekerabatan.

Norma yang berjalan dalam masyarakat Islam merupakan norma Islam. Tingkah laku

masyarakat Kauman Yogyakarta pun

menunjukkan corak ke Islaman. Lembaga-lembaga yang berdiri di Kampung Kauman

Yogyakarta juga merupakan lembaga

Islam.Penduduk kampung Kauman Yogyakarta banyak yang menjalankan ibadah sholat dengan berjama’ah, baik itu dilakukan di masjid, langgar atau mushola bahkan di rumah sekalipun.Sesudah sholah Subuh dan Sholat Maghrib hampir di setiap rumah terdengar suara orang yang sedang mengaji dan pada saat itu orang dilarang menyalakan radio, televisi atau alat-alat komunikasi lainnya.

Adanya jabatan sebagai abdi dalem dalam masyarakat Kampung Kauman Yogyakarta menimbulkan adanya stratifikasi sosial.Adanya

stratifikasi sosial atau pelapisan dalam

masyarakat di Yogyakarta sangat bertalian dengan kedudukan keraton di dalam struktur sosial di Jawa.Lapisan teratas diduduki oleh sultan, lapisan kedua terdiri dari kerabat

keraton atau sentana dalem, kemudian

menyusul lapisan ketiga terdiri dari mereka yang bekerja pada administrasi kesultanan maupun pemerintah yang disebut abdi dalem atau kaum priyayi. Lapisan empat ialah golongan wong cilik yang sering disebut sebagai rakyat jelata, baik penduduk kota maupun yang di pedesaan (Abdurrachaman

Surjomiharjo, 2000:27). Status sosial

masyarakat Kauman Yogyakarta menjadikan

masyarakat Kauman merasa lebih tinggi statusnya dibandingkan dengan masyarakat lainnya. Hal ini juga didukung dengan status

sosial masyarakat Kauman yang telah

mempunyai kedudukan penting di Keraton

Yogyakarta sebagai abdi dalem pemetakan.

Sikap kebanggaan berlebihan ini menyebabkan masyarakat Kauman merasa kurang perlu untuk bergaul dengan masyarakat lainnya.

Masyarakat Kauman mempunyai

kepribadian yang positif diiringi kepribadian yang negatif, seperti masyarakat umum lainnya.Anak-anak dan pemudanya mempunyai rasa kebebasan yang besar dan rasa bangga terhadap kekayaan orang tuanya.Ada kalanya

mereka menjadi nakal dan bersikap

lenggah.Mereka gemar bermain sepakbola,

berlatih pencak silat dan gema

berkelahi.Banyak pula yang gemar

menghambur-hamburkan uang orang tuanya untuk hidup bersenang-senang.

Pada petang hari setelah Maghrib, anak-anak di kampung Kauman Yogyakarta mulai belajar mengaji di surau. Tidak mudah bagi para ulama untuk mengatasi kenakalan-kenakalan anak-anak santri itu, tetapi para ulama yang arif melihat jiwa yang dinamis dari para pemuda Kauman itu, diantara ulama-ulama yang arif antara lain Kiyai Haji Ahmad Dahlan

(Sutrisno Kutoyo, 1985:38). Gambaran

kenakalan remaja menunjukkkan bahwa

masyarakat Kauman mempunyai persamaan

dengan masyarakat lainnya yang pola

masyarakatnya terkadang diwarnai dengan kenakalan-kenakalan remaja pada saat itu.

Ada dua kelompok masyarakat di Kampung

Kauman Yogyakarta, yaitu pertama,

masyarakat Kauman dan kedua, masyarakat Ngidungan.Masyarakat Kauman merupakan sekelompok masyarakat yang berasal dari keturunan langsung dari kaum yaitu pejabat

keagamaan dalam birokrasi Kesultanan

Yogyakarta atau para ulama yang mengabdi kepada sultan.Adapun masyarakat Ngidungan

merupakan keturunan dari masyarakat

pendatang yang sejak tahun 1900 telah menetap di Kauman Yogyakarta.Secara mayoritas dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat Kauman menggunakan bahasa Jawa. Pada prinsipnya bahasa Jawa digunakan oleh masyarakat di Kauman Yogyakarta sama dengan bahasa Jawa yang telah digunakan masyarakat Yogyakarta pada umumnya. Pada saat berbicara orang harus memperhatikan siapa yang telah diajak

(5)

170 Jurnal Pendidikan IPS, LPPM STKIP Taman Siswa Bima berbicara. Baik itu berdasarkan usia maupun

berdasarkan status sosialnya (Kodiran,

1995:13).

Kondisi Ekonomi

Gambaran kehidupan di kota Yogyakarta selain sebagai kota yang kaya akan upacara

adat tradisional, kota Yogyakarta juga

merupakan kota perdagangan. Golongan

penduduk yang telah mengisi kehidupan kota ini mencerminkan kehidupan wong cilik, dalam pertumbuhan kota makin banyak jenisnya sesuai pekerjaan yang dilakukan sehari-hari. Pekerjaan tersebut antara lain pembersih jalan, tukang kebun, tukang angkat barang, pengrajin kecil, tukang delman, tukang bangunan, dan pegawai rendah (Abdurrahman Surjomihardjo,

2000:33).Termasuk di dalamnya para abdi

dalem keraton beserta pejabat-pejabat keraton

lainnya.

Kehidupan perekonomian masyarakat

Yogyakarta tersebut semakin menonjol dengan adanya golongan penduduk yang penting bagi kota Yogyakarta, yaitu Kampung Kauman.

Masyarakat Kauman sejak tahun 1900

mempunyai kesetaraan dalam bidang

ekonomi.Mata pencahrian anggota masyarakat bersumber pada jabatan sebagai abdi dalem Kraton Yogyakarta, selain itu mereka juga

mempunyai penghasilan tambahan dari

kerajinan membatik.

Pada zaman Hindia-Belanda para ulama di Yogyakarta ini bekerja sebagai abdi dalem atau

pegawai kesultanan khusus bidang

keagamaan.Adapula yang berpangkat wedana keagamaan.Pangkat tertinggi adalah Kanjeng Penghulu yaitu Qadli Kesultanan.Terdapat pula yang menjabat sebagai lurah istana yaitu penasehat Sri Sultan dalam soal keagamaan dan

sebagai penghubung Sri Sultan dengan

masyarakat ataupun dalam soal keagamaan (Sutrisno Kutoyo, 1985:37).

Pada birokrasi kerajaan, penghulu

mempunyai jabatan sebagai Bupati

Nayaka.Penghulu dan seluruh aparatnya disebut

Abdi Dalem Pametakan (Abdi Dalem

Putihan).Tugas dan wewenang penghulu erat

hubungannya dengan sejarah Kauman

Yogyakarta adalah bidang kemasjidan,

khususnya organisasi Masjid Agung

Yogyakarta yang secara langsung dipimpin oleh Penghulu.Pejabat dalam organisasi Masjid Agung ini terdiri dari orang-orang yang ahli Agama Islam.

Struktur Pengurus Kemasjidan Masjid Agung Yogyakarta

(Sumber: Ahmad Adaby Darban, 1984:11) Keterangan:

Ketib: berjumlah Sembilan orang yang

dikepalai langsung oleh Penghulu, sedangkan nama-nama Ketib antara lain KetibAnom, Ketib

Tengah, Ketib Kulon, Ketib Wetan (Tibetan),

Ketib Lor (Tibelor), Ketib Senemi, Ketib Amin

(Tibanim), Ketib Imam (Tibiman) dan Ketib

Cendana (Akhmad Adaby Darban, 2010:14).

Modin: berjumlah lima orang yang dikepalai

oleh seorang Lurah Modin, sedangkan

nama-nama untuk khusus Modin tidak diberikan.

Pembagian tugas Modin menurut lima waktu

sholat wajib diadakan secara berjamaah di masjid Agung Yogyakarta (Ahmad Adaby Darban, 2010:14).

Berjamaah: berjumlah empat puluh orang

yang dikepalai oleh lurah berjamah, Abdi Dalam Berjamaahn tidak diberikan nama

khusus. Jumlahnya empat puluh orang,

merupakan syarat syahnya jamaah Jum’at menurut faham ajaran Agama Islam yang

dianut pada waktu itu.Merbot: berjumlah

sepuluh orang yang dikepalai oleh Lurah

Merbot. Bagi Merbot tidak diberikan nama-nama khusus.

Pada umumnya pejabat-pejabat keagamaan tersebut tidak bergaji cukup, kecuali Kanjeng

Penghulu karena kedudukannya bersifat

kehormatan. Guna memenuhi kebutuhan hidup maka para pejabat ulama itu melakukan kegiatan lain, seperti membatik dibantu oleh para istrinya. Pada perkembangannya kerajinan membatik itu justru mengalami kemajuan yang cukup pesat sehingga muncullah pengusaha batik, selain kegiatan membatik masyarakat

Kauman di Yogyakarta juga menopang

kehidupan ekonominya dengan cara berdagang.

Jenjang kepengurusan Masjid Agung

Yogyakarta adalah jenjang yang tertinggi

Pengulu, kemudian Ketib, Modin, Berjamaah,

dan terakhir Merbot. Ketib Anom merupakan wakil dari Penghulu apabila Penghulu wafat,

Ketib Anom dan Ketib Tengah mempunyai

Pengulu

Ketib Modin Berja maah

ma’ah

(6)

Jurnal Pendidikan IPS, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 171

golongan kepegawaian yang sama, yaitu penemu sesepuh yang berfungsi sebagai Imam

dan Khotib di Masjid Agung Yogyakarta. Ketib

lainnya mempunyai tugas menjadi khotib setiap sholat berjamaah jum’at dan tugas mengajar agama dalam pengajian. Para ketib tersebut mempunyai golongan kepegawaian yang sama adalah Penewu Anom.

Modin berasal dari kata mu’adzin yang

artinya juru adzan. Jamaah Modin di Masjid Agung ada lima orang yang dikepalai oleh Lurah Modin. Golongan kepegawaian Lurah

Modin ialah jajar sepuh sedangkan para Modin

termasuk golonganJajar Anom.

Merbot berasal dari kata marbut, artinya

orang yang terikat di dalam masjid.Merbot

bertugas sebagai juru bersih-bersih masjid dan mengelola fisik masjid misalnya menyediakan

air, menyediakan tikar dan tambal

sulam.Kepala Merbot ialah Lurah Merbot yang

mempunyai golongan kepegawaian Jajar

Sepuh, sedangkan para merbot yang berjumlah

10 orang mempunyai golongan kepegawaian

Jajar Anom.

Pendatang awalnya merupakan para buruh batik yang telah bekerja di perusahaan-perusahaan batik yang mulai bermunculan di Kauman sekitar tahun 1910.Para pendatang ini diizinkan membangun rumah dan menetap di tanah milik Penghulu sehingga tanah tersebut dikenal tanah Ngidungan.Para pendatang ini

beserta keturunannya disebut sebagai

masyarakat Ngidungan.

Perubahan Struktur Sosial-Ekonomi Masyarakat Kauman Yogyakarta

1. Perubahan dalam Struktur Sosial Masyarakat Kauman

Masyarakat Kauman memiliki keunikan tersendiri di bandingkan masyarakat lain. Mereka menunjukkan hubungan sangat familier antara satu dengan yang lain. Di

antara mereka semuanya masih

saudara.Adanya hubungan perkawinan di

antara mereka memperkuat hubungan

familier tersebut.Hal ini sering disebut

masyarakat endogami.Contoh nyatanya

adalah pernikahan Kyai Haji Ahmad Dahlan dan Siti Walidah.Setelah ditelusuri silsilah

keluarga, ternyata keduanya masih

bersaudara.Hal ini banyak terjadi dalam masyarakat Kauman Yogyakarta sebelum lahirnya Muhammadiyah.

Stratifikasi sosial dalam masyarakat Kauman Yogyakarta juga terlihat jelas,

karena adanya abdi dalem keraton yang telah bertempat tinggal di Kampung Kauman Yogyakarta.Stratifikasi sosial ini

juga nampak ketika Muhammadiyah

lahir.Para kelompok santri atau priyayi yang mendirikan Muhammadiyah kebanyakan merupakan golongan menengah ke atas.Hal

ini dapat dilihat para pendiri

Muhammadiyah mayoritas telah

menunaikan ibadah haji.

Sudut pandang mengenai haji di

perkotaan dengan di pedesaan sangat berbeda. Kondisi di kota, haji menjadikan ruang gerak kaum ulama lebih mengikuti aliran modern, yang dikenal sebagai modernis, dilain pihak para haji di pedesaan dapat memperkuat kedudukan mereka dengan kharisma dalam kemampuan yang

dapat menimbulkan mobilitas rakyat

pedesaan (Sartono Kartodirdjo, 1993:86). Kesuksesan dan naiknya status sosial masyarakat Kampung Kauman disebabkan

ada perdagangan batik yang cukup

berkembang setelah Muhammadiyah lahir. Lahirnya organisasi Muhammadiyah selain mengubah status sosial dalam masyarakatnya juga mengubah status wanita

dalam masyarakat Kauman

Yogyakarta.Status wanita pandangan

tradisional selalu berada di bawah

kedudukan kaum lelaki, bahkan ada pepatah yang mengatakan “wadon iku neroko katut,

suwargo nunut” pepatah ini mengandung

arti bahwa wanita itu selalu dibawah laki-laki, bahkan sampai di akhirat pun seperti itu.Pepatah ini menunjukkan ketidakadilan bagi kaum wanita.Wanita tidak diberi kebebasan untuk maju karena adanya

norma-norma yang mengikat.Wanita

seolah-olah hanya dipersiapkan sebagai pelayan suami yang tidak boleh bekerja di luar rumah.Secara pendidikan wanita juga tidak diberi kesempatan untuk memperoleh pendidikan yang lebih tinggi, wanita tidak diijinkan untuk mengaji di luar Kampung Kauman. Wanita juga terikat dengan norma bahwa wanita yang berumur 20 tahun harus cepat-cepat menikah dan setelah adanya ikatan penikahan wanita harus mengabdi

sepenuhnya dengan suami serta

mengerjakan pekerjaan rumah dengan baik.

Adanya gerakan reformis Islam,

kedudukan wanita mulai terangkat, Kyai Haji Ahmad Dahlan berpandangan bahwa

(7)

172 Jurnal Pendidikan IPS, LPPM STKIP Taman Siswa Bima peranan wanita sangat penting dalam

keluarga juga dalam masyarakat, selain itu

wanita memerlukan pendidikan yang

layak.Kedudukan wanita sangat penting karena wanita yang mampu mengatur permasalahan rumah tangga dan pendidikan penting bagi wanita salah satunya karena dengan pendidikan yang baik secara otomatis mampu mendidik anak dengan baik pula.Para ulama Muhammadiyah

memberikan pemahaman mengenai

kedudukan wanita dalam Islam.Para ulama

Muhammadiyah memberikan dorongan

kepada wanita untuk mengikuti kegiatan masyarakat (Kodiran, 1995:18).

Reformis Islam mengajarkan bahwa

kedudukan wanita dan lelaki dalam

menuntut ilmu adalah sama begitu juga dalam mengerjakan amal perbuatan di dunia, sedangkan yang masuk surga adalah mereka yang benar-benar menjalankan

perintah Allah serta mengetahui

laranganNya dan semua hanya Allah yang mampu menilai. Lahirnya Muhammadiyah memunculkan organisasi-organisasi bagi

kaum wanita, seperti Aisyiyah dan

Nasiyatul Aisyiyah, mereka juga

berkecimpung dalam PKU.

Terjadi pula perubahan dalam bidang perkawinan, pada awalnya masyarakat

Kauman merupakan masyarakat yang

endogami setelah Muhammadiyah lahir tersebut tidak berlaku lagi, meskipun prosesnya mengalami proses yang lama. Banyaknya warga Kampung Kauman yang berjodoh dengan warga yang tidak memiliki

hubungan keluarga juga dipengaruhi

semakin meluasnya pergaulan warga

Kauman (Mohammad Fuad Riyadi,

2001:64-65).

Wanita dan lelaki mempunyai hak dan

kewajiban yang seimbang. Keduanya

mempunyai andil yang sama dalam

keluarga. Lahirnya gerakan reformis Islam membuka cakrawala baru untuk kaum wanita.Propaganda agama yang disebut tabligh, tidak hanya dilaksanakan oleh kaum

pria saja, tetapi juga oleh kaum

wanita.Pendidikan maupun pekerjaan sosial juga dilaksanakan oleh keduanya (Pijper, G.F A.b. Tudjiman, 1984:110).

2. Perubahan dalam Struktur Ekonomi Masyarakat Kauman

Mata pencahrian penduduk Kauman Yogyakarta yang paling utama adalah sebagai abdi dalem dan untuk menunjang kebutuhan ekonomi keluarga para ibu rumah tangga di Kauman Yogyakarta menjadi pengrajin batik.Hasil dari kerajinan membatik dikumpulkan kepada pengepul batik yang dianggap mampu menjual batik.Pengepul-pengepul batik tersebut yang mampu berkembang akhirnya menjadi saudagar batik yang kaya.Kerajianan batik di Kampung Kauman Yogyakarta mencapai

tingkat nasional.Kerajinan membatik

ternyata justru memberikan pendapatan yang lebih daripada penghasilan abdi dalem. Pekerjaan rangkap dapat menaikkan taraf kehidupan perekonomian di Kampung Kauman Yogyakarta.Salah satu contoh

aktivitas abdi dalem yang merangkap

menjadi pengrajin batik sekaligus pedagang adalah Kyai Haji Ahmad Dahlan.Disamping sebagai Ketib Kyai Haji Ahmad Dahlan juga seorang pengusaha dan pedagang batik yang mempunyai pemasaran sampai ke

wilayah Medan, Surabaya, Semarang,

Jakarta dan kota-kota besar lain (Junus Salam, 1968).

Kegiatan membatik di Yogyakarta pada tahun 1920-1924 Tahun Jumlah perusahaan Jumlah pekerja 1920 212 3.428 1921 207 2.289 1922 166 1.539 1923 127 979 1924 147 1.634

(Sumber: Abdurrachman Surjomihardjo. 2000: 38)

Berdasarkan kegiatan membatik di Yogyakarta di atas dapat dilihat kemajuan kegiatan membatik terjadi pada tahun 1920.Tahun tersebut merupakan puncak

kegiatan membatik dengan jumlah

perusahaan dan karyawan terbanyak, pada

tahun-tahun berikutnya mengalami

penurunan yang cukup signifikan.Para pedagang mengalami kejayaan pada awal abad ke-20, tidak terkecuali pedagang Kauman. Pada waktu itu dapat dikatakan toko-toko besar di Yogyakarta adalah milik pengusaha muslim di Kauman (Muhammad Fuad Riyadi, 2001:58).

Perkembangan kerajinan batik ini tidak

(8)

Jurnal Pendidikan IPS, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 173

berkembangnya Muhammadiyah.Dakwah

Muhammadiyah awalnya melalui

perdagangan termasuk perdagangan batik. Antara perdagangan batik dan dakwah

Muhammadiyah dikatakan simbiosis

mutualisme, dimana para pedagang sambil menjual dagangannya mereka melakukan

penyebaran paham reformis Islam,

sebaliknya perdagangan batik dapat

berkembang karena dakwah yang dilakukan oleh Muhammadiyah dengan banyaknya keanggotaan Muhammadiyah di berbagai daerah (Ahmad Adaby Darban, 2000:90).

Faktor lain yang menunjang

perdagangan batik adalah penghasilan sebagai abdi dalem tidak mencukupi untuk kebutuhan hidup sehari-hari, oleh karena itu para istri abdi dalem membuat kerajinan

batik untuk membantu memenuhi

kebutuhan keluargannya. Pada tahun 1939 terjadi kemorosotan perdagangan batik dikarenakan terjadinya krisis ekonomi dunia, sehingga pemerintah tidak mampu mengimpor bahan-bahan batik dan hal ini

menyebabkan para saudagar batik

mengalami kebangkrutan.

Merosotnya perdagangan batik telah menyebabkan perubahan bidang ekonomi di Kampung Kauman Yogyakarta, penduduk berusaha mencari pekerjaan dengan cara menjadi pegawai, guru, pedagang, dan profesi abdi dalem masih ditekuni. Kaum wanita di Kampung Kauman Yogyakarta sebelum lahirnya Muhammadiyah, belum ada suatu tuntunan menggunaka kerudung, setelah Muhammadiyah lahir wanita di Kampung Kauman Yogyakarta dianjurkan

untuk menggunakan kerudung.Hal ini

mendorong faktor perekonomian di

Kauman, karena adanya suatu tuntunan

tersebut membuka pekerjaan baru

masyarakat Kauman yaitu penjualan

kerudung, namun penjualan kerudung ini tidak sebanding dengan penjualan batik. KESIMPULAN

Kampung Kauman Yogyakarta secara geografis merupakan kampung yang terletak di Kotamadya Yogyakarta tepatnya berada di Kecamatan Gondomanan.Dilihat dari letak kampung ini berada di sebelah Barat Masjid Agung Yogyakarta.Letaknya yang begitu dekat dengan Masjid Agung Yogyakarta memiliki arti

khusus bagi sejarah lahirnya Kampung

Kauman.Didirikan Masjid Agung diiringi dibentuknya lembaga pengurus masjid dikenal

lembaga Kepenguluan.Penghulu dan segala

aparatnya disebut sebagai abdi dalem

Pamethakan.Para abdi dalem Pamethakan

diberi tanah gaduhan yang disebut sebagai tanah pakauman, yang berarti tanah tempat tinggal para kaum.Adanya komunitas tanah pakauman inilah pada akhirnya membentuk satu kampung yang disebut Kampung Kauman Yogyakarta.

Jabatan abdi dalem mengakibatkan kesetaraan dalam bidang ekonomi pada masyarakat Kauman karena secara mayoritas kehidupan ekonomi Kampung Kauman sebelum lahirnya

Muhammadiyah bertumpu pada jabatan abdi

dalem. Jabatan abdi dalem tersebut merupakan

ciri khas masyarakat Kauman, selain itu ciri khas masyarakat Kauman yang lain adalah adanya pertalian darah dan ikatan keagamaan. Dilihat dari bidang sosial jabatan itu juga mengakibatkan adanya stratifikasi sosial antar

Kampung Kauman dengan kampung

lainnya.Hal tersebut terjadi karena masyarakat

Kampung Kauman merasa lebih tinggi

dibandingkan dengan masyarakat di kampung lainnya.

Mata pencaharian sebagai abdi dalem

tersebut tidak bergaji cukup. Guna memenuhi kebutuhan hidup maka para pejabat ulama ini melakukan kegiatan lain, seperti membatik yang dibantu oleh para istrinya. Pada perkembangannya kerajinan membatik itu justru mengalami kemajuan yang cukup pesat sehingga muncullah pengusaha batik, selain kegiatan membatik masyarakat Kauman juga menopang kehidupan ekonominya dengan cara berdagang batik.

Pada tahun 1939 terjadi kemorosotan perdagangan batik dikarenakan terjadinya krisis ekonomi dunia, sehingga pemerintah tidak lagi mampu mengimpor bahan-bahan batik dan hal

ini menyebabkan para saudagar batik

mengalami kebangkrutan.

Merosotnya perdagangan batik telah

menyebabkan perubahan bidang ekonomi di Kampung Kauman Yogyakarta, penduduk berusaha mencari pekerjaan dengan cara menjadi pegawai, guru, pedagang, dan profesi

abdi dalem masih ditekuni. Kaum wanita di

Kampung Kauman Yogyakarta sebelum

lahirnya Muhammadiyah, belum ada suatu tuntunan menggunakan kerudung, setelah Muhammadiyah lahir wanita di Kampung

(9)

174 Jurnal Pendidikan IPS, LPPM STKIP Taman Siswa Bima

Kauman Yogyakarta dianjurkan untuk

menggunakan kerudung.Hal ini mendorong faktor perekonomian di Kauman, karena adanya suatu tuntunan tersebut membuka pekerjaan baru masyarakat Kauman yaitu penjualan kerudung, namun penjualan kerudung ini tidak sebanding dengan penjualan batik.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Adaby Darban, 2000. Sejarah

Kampung Kauman: Menguak Identitas

Kampung Muhammadiyah. Yogyakarta:

Terawang.

, 1984. Kampung Kauman: Sebuah Tipologi

Kampung Santri di Perkotaan Jawa (Studi

Perbandingan Sejarah Pertumbuhan

Kampung Kauman Kudus dan Yogyakarta.

Yogyakarta: UGM.

Adi Nugraha. 2009. K.H. Ahmad Dahlan:

Biografi Singkat (1869-1923). Yogyakarta:

Garasi.

Badan Pusat Statistik, tt. 2000. Kota

Yogyakarta dalam Angka 2000.

Yogyakarta: Badan Pusat Statistik.

Abdurrachaman Surjomiharjo. 2000. Sejarah

Perkembangan Sosial Kota Yogyakarta

1880-1930. Yogyakarta: Yayasan Untuk

Indonesia.

Gottcshalk, Louis. A.b. Nugroho Notosusanto. 1985. Mengerti Sejarah. Jakarta: UI Press. Hugiono, dkk. 1992. Pengantar Ilmu Sejarah.

Jakarta: Rineka Cipta.

Junus Salam. 1968. K.H A. Dahlan Amal dan

Perjuangannya. Jakarta: Depot Pengajaran

Muhammadiyah.

Kodiran. 1995. Sistem Perkawinan Masyarakat

Kauman di Kota-kota Yogyakarta.

Yogyakarta: UGM.

Koentjaraningrat.1977. Beberapa Pokok

Antropologi Sosial.Jakarta: Dian Rakyat.

Muhammad Fuad Riyadi. 2001. Kampung

Santri Tatanan dari Tepi Sejarah.

Yogyakarta: Ittaqa Press.

Pijper, G.F. Studien Over De Geschiedenis Van

de Islam In Indonesia 1900-1950 a.b.

Tudjiman. 1984. Beberapa Studi Tentang

Sejarah Islam di Indinesia 1900-1950.

Jakarta: UI Press.

Suratmin. 1990. Nyai Ahmad Dahlan Pahlawan

Nasional, Amal dan Perjuangannya.

Yogyakarta: Bayu Indra Grafika.

Sutrisno Kutoyo. 1985. Kiai Haji Ahmad

Dahlan. Yogyakarta: Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat

Sejarah dan Nilai Tradisional Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional.

Sartono Kartodirdjo. 1993. Pengantar Sejarah

Indonesia Baru: Sejarah Pergerakan

Nasional dari Kolonialisme Sampai

Imperialisme Jilid II, Jakarta: Gramedia

Referensi

Dokumen terkait

Sebaliknya karyawan yang tidak mampu mengenali emosi diri, mengelola emosi diri, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, dan tidak

Dari hasil penelitian yang dilakukan, diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran yang dapat digunakan untuk mengetahui hubungan antara peningkatan pembelajaran bermakna

Kesan daripada strategi pengajaran yang tidak menarik punca mata pelajaran Fizik sering dianggap sukar oleh pelajar. Kajian ini dijalankan bagi membina sebuah

Metode pelaksanaan Kegiatan Program Kemitraan Masyarakat di Dusun Mangelo, Desa Sooko, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto ini lebih ditujukan kepada pemecahan

Dengan kata lain penilaian merupakan rangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan

Khutbah yang dilakukan dalam rangkaian shalat Jum’at juga termasuk kekhususan yang ada pada hari tersebut. Khutbah Jum’at memiliki maksud di antaranya untuk memanjatkan pujian

Selanjutnya, pada pengujian hipotesis mengindikasi bahwa terdapat hubungan yang signifikan positif yaitu: service quality dan corporate image , service quality dan

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1) Untuk mendeskripsikan sebaran dan kecenderungan penelitian skripsi yang dilakukan oleh mahasiswa Program Studi