• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEUNGGULAN KOMPETITIF PADA SISTEM AGROINDUSTRI KELAPA SAWIT DENGAN PENERAPAN MODEL KLASTER AGROINDUSTRI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEUNGGULAN KOMPETITIF PADA SISTEM AGROINDUSTRI KELAPA SAWIT DENGAN PENERAPAN MODEL KLASTER AGROINDUSTRI"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1

KEUNGGULAN KOMPETITIF PADA SISTEM

AGROINDUSTRI KELAPA SAWIT DENGAN PENERAPAN

MODEL KLASTER AGROINDUSTRI

SutrisnoBadri Program Studi Manajemen

Fakultas Ekonomi-Universitas Widya Dharma Klaten e-mail: lpmk.unwidha@yahoo.com

Abstrak

Pengembangan perkebunan kelapa sawit rakyat yang dilakukan dengan pola PIR merupakan pengembangan perkebunan dengan pola hubungan kemitraan. PIR mengatur pola hubungan kemitraan usaha antara perusahaan besar (inti) dengan perusahaan kecil (plasma) SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 107/Kpts-II/1999.

Klaster industri merupakan salah satu alternatif pendekatan dalam memperkuat struktur Agroindustri Kelapa Sawit sehingga mampu meningkatkan kontribusi riil sektor agroindustri terhadap pembangunan nasional. Salah satu komoditas sektor pertanian sub sektor perkebunan yang memiliki potensi kuat untuk dikembangkan dan dijaga sustainabilitasnya adalah komoditas kelapa sawit. Kelapa sawit di Indonesia merupakan salah satu komoditas yang mempunyai keunggulan komparatif yang perlu di imbangi dengan keunggulan kompetitif.

Permasalahan yang perlu mendapat perhatian serius pada pengelolaan dan penguatan kelembagaan sistem agroindustri kelapa sawit adalah: Bagaimana meningkatkan keunggulan kompetitif melalui model klaster industri ?.

Dengan adanya klaster industri diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat, yaitu terciptanya spesialisasi produk dan meningkatnya keunggulan kompetitif. Keuntungan lainnya adalah pengurangan biaya transportasi dan transaksi (efisiensi biaya), dan menumbuhkan hubungan positif antara core industry dengan industri terkait dalam hal distribusi, product development dan pemasaran (meningkatkan value added chain).

Obyek penelitian dilakukan di kawasan Lintas Timur Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) Sumatera Selatan pada tahun 2007-2009 pada pola kemitraan inti-plasma yang merupakan sistem kelembagaan agroindustri kelapa sawit. Penelitian dilakukan dengan metode observasi mendalam (indept observe) dan survey melalui proses identifkasi faktor-faktor pendukung pengembangan klaster dan pemetaan kelembagaan terkait. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dan interviu kepada stateholder sebagai pelaku klaster. Analisis data lebih ditekankan pada pendekatan analytic, pemetaan (mapping) pelaku klaster dan formulasikan model konseptual klaster industri kelapa sawit.

Key word: Sistem agroindustri kelapa sawit, Model kelembagaan, Model klaster agroindustri, Model rantai produksi

(2)

2

KEUNGGULAN KOMPETITIF PADA SISTEM

AGROINDUSTRI KELAPA SAWIT DENGAN PENERAPAN

MODEL KLASTER AGROINDUSTRI

____________________________________________________________________

I. PENDAHULUAN

Sistem agroindustri kelapa sawit merupakan interaksi berbagai komponen (entity) kelembagaan yang saling terkait dan mendukung yang berada pada kawasan tertentu yang meliputi pengelolaan faktor-faktor input produksi, produsen (perkebunan), pengolahan (manufaktur), distribusi & pemasaran, pembiayaan, serta institusi penunjang lainnya dalam pengelolaan komoditas kelapa sawit.

Karena keterbatasan sumber daya (scarsity), maka dalam perspektif ekonomi dan industri sistem agroindustri kelapa sawit ini diharapkan mampu memberikan manfaat secara multiplier dan mampu meningkatkan keunggulan kompetitif bila didorong melalui kontribusi riil yakni dengan model “Klaster Agroindustri”).

Dalam praktek pengelolaan perkebunan kelapa sawit sering dijumpai beberapa permasalahan antara lain: (1) Pola PIR menimbulkan adanya dua kekuatan yang saling bersaing yaitu antara petani plasma dan perusahaan inti, sehingga masing-masing menggunakan posisi tawarnya dalam menentukan harga jual beli TBS yang sering menimbulkan konflik, posisi tawar antara dua kekuatan tersebut tidak seimbang karena adanya ketergantungan yang tinggi petani plasma kepada perusahaan inti untuk mengolah TBS yang dihasilkan petani plasma. (2) Perusahaan inti lebih mendahulukan mengolah TBS yang dihasilkan kebun milik perusahaan ini, dalam kondisi seperti ini petani plasma dirugikan karena TBS-nya terpaksa menginap di kebun yang pada akhirnya menurunkan kualitas TBS yang berimplikasi terhadap harga TBS menjadi rendah. (3) Perusahaan inti pada saat membeli TBS petani plasma tidak melakukan pembayaran tunai, akan tetapi pembayaran dilakukan satu bulan kemudian karena menunggu penetapan harga dari pemerintah.(4) Rendemen TBS yang berasal dari petani plasma pada prakteknya belum transparan dilakukan oleh perusahaan inti, akibatnya petani hanya menerima laporan jumlah produksi CPO dari pabrik PPKS, hal ini terjadi karena sampai saat ini belum ada lembaga independen yang melakukan pengawasan khusus terhadap rendemen. (5) Ketidak setaraan pengetahuan dan informasi pasar antara perusahaan inti dengan petani plasma, sering terjadi pada saat pembelian TBS, perusahaan inti membeli TBS dari petani dengan harga lokal (rupiah), sedangkan perusahaan inti menjual CPO dengan harga $ (US Dollar), hal ini terjadi karena perusahaan inti mempunyai akses pasar ekspor, disatu sisi petani

(3)

3 tidak pernah mengetahui harga CPO di pasar luar negeri, disparitas harga yang demikian merugikan pihak petani plasma.

Bertolak dari permasalahan tersebut, maka kajian yang menfokuskan pada sistem agroindustri kelapa sawit didasarkan pada peran stakeholder dalam upaya berpihak pada petani plasma untuk mencari solusi terhadap penguatan kelembagaan inti-petani plasma.

Petani plasma merupakan bagian integral dalam pengembangan agroindustri kelapa sawit, posisi petani plasma dalam hubungan kemitraan sebagai produsen atau pemasok TBS kepada perusahaan inti, sedangkan perusahaan inti sebagai pembeli (buyer) tunggal dengan kekuatan finansial yang cukup kuat, karena petani/produsen dalam kondisi yang lemah mengakibatkan posisi tawar masih tetap rendah. Dari segi penguasaan informasi pasar dan tingkat kesetaraan pengetahuan sebagai partnership petani plasma masih sangat rendah maka posisi tawar petani juga semakin lemah.

Produk turunan CPO sebagai bahan baku industri pengolahan masih sangat terbatas, namun dari penyerapan tenaga kerja usaha perkebunan mampu menampung banyak tenaga kerja. Agroindustri kelapa sawit mampu memberikan masukan berupa devisa bagi negara dan nilai tambah agrpindutri kelapa sawit cukup tinggi serta nilai tambah pertenaga kerja tinggi.

II.KERANGKA PEMIKIRAN

Konsep klaster industri dari Michael E.Porter didasari dari hasil penelitiannya di dalam membandingkan daya saing internasional di beberapa negara. Negara yang memiliki daerah dengan kandungan mineral yang melimpah, tanah yang subur, tenaga kerja yang murah dan iklim yang baik sebenarnya memiliki keunggulan bersaing dibanding negara dengan daerah yang “berat”. Akan tetapi ditemui bahwa keunggulan karena keadaan daerah tidak mampu bertahan lama. Keunggulan daya suatu negara/daerah dapat bertahan lama di dalam ekonomi yang semakin mengglobal bukankah karena kandungan mineral dan tanahnya tetapi karena negara tersebut mengkonsentrasikan dirinya terhadap peningkatan kehlian dan keilmuan, pembentukan institusi, menjalin kerja sama, melakukan relasi bisnis dan memenuhi keinginan konsumen yang semakin banyak dan sulit untuk di penuhi (Porter, 1998).

Porter (1998) berargumentasi bahwa industri di suatu negara/ daerah unggul bukanlah dari kesesuaian sendiri tetapi merupakan kesuksesan kelompok dengan adanya keterkaitan antar perusahaan dan institusi yang mendukung. Sekelompok perusahaan dan institusi pada suatu industri di suatu daerah tersebutlah yang disebut dengan istilah klaster industri.

(4)

4 Chance Kondisi Faktor (Factors Condistions) Kondisi Perminta an (D em and Factors)

In dustri Terkait dan Pendukung R elated and

Supporting Industries

Strate gi Perusahaan, Struktu r dan Persaingan

(Firm Strate gy, Structu re, and R ivalry)

Pem erinta h

Gambar-1. Model Diamond Porter (Porter, 1990)

Pada klaster industri, perusahaan-perusahaan yang terlibat tidak hanya perusahaan besar dan menengah, tetapi juga perusahaan kecil. Adanya klaster industri akan menstimulasi terjadinya bisnis baru, lapangan kerja baru, para pengusaha baru yang mampu memutar pinjaman baru. Porter (1990) memperkenalkan teori kemampuan kompetisi suatu negara yang di gambarkan dalam model berlian seperti yang dilihat pada gambar-1.

Klaster industri pada dasarnya bukan konsep yang sama sekali baru, namun sejalan dengan perkembangan jaman, telaah konsep/teori dari pengalaman empiris berbagai pihak berkembang dari waktu ke waktu. Beragam definisi dan konsep tentang klaster industri dapat dijumpai berbagai literatur.

Munnic Jr.,et al.(1989) : Klaster Industri adalah konsentrasi geografis dari perusahaan dan industri yang saling berkompetisi, komplementer atau saling terkait yang melakukan bisnis satu dengan lainnya dan/atau memilki kebutuhan serupa akan kemampuan teknologi dan infrastuktur.

Michael Porter (200) : Klaster industri adalah kelompok perusahaan yang saling berhubungan, berdekatan secara geografis dengan institusi-institusi yang terkait dalam suatu bidang khusus karena kebersamaan dan saling melengkapi. OECD (2000) : Klaster Industri adalah kumpulan /kelompok bisnis dan industri yang terkait melaui suatu rantai produk, ketergantungan atas keterampilan tenaga kerja yang serupa atua penggunaan teknologi yang serupa atau saling komplementer.Deperindag (2000) : Klaster Industri adalah kelompok industri

(5)

5 dengan core industry yang saling berhubungan secara intensif dan membetuk

partnership, baik dengan supporting industry maupun related industry. Dengan demikian Klaster Industri dapat didefinisikan “kelompok industri spesifik yang dihubungkan oleh jaringan mata rantai proses peningkatan nilai tambah, baik melalui hubungan bisnis maupun melalui non bisnis”.

III. PEMODELAN DAN PEMBAHASAN

Keterkaitan antara pelaku inti dan pelaku lainnya dalam klaster dapat digambarkan dalam bentuk model kelembagaan. Berdasarkan model stakeholder yang diperlukan dari identifikasi pelaku dan keterimbangan satu sama lain dapat dielaborasi lebih lanjut fungsi dan peran masing-masing untuk memperkuat klaster. Secara umum dapat digambarkan suatu model stakeholder klaster agroindustri kelapa sawit yang ideal seperti pada gambar berikut:

Pelaku Inti Perusahaan /Industri Yang mengolah Tbs Dari hulu ke hilir - Keuntungan Usaha - Kesejahteraan Karyawan - Keberlanjutan produksi Masyarakat Sekitar Klaster - Kebanggaan rasa memiliki - Pengkuatan usaha - Kesejahteraan Insttusii pendukung - Lembaga Keuangan - Lembaga Penelitian dan pengembangan (keuangan financial, manfaat social) Industri pendukung

Suplier bahan baku (Tbs) Suplier bahan pendukung (Keuntungan usaha, kesejahteraan Karyawan/petani, keberlanjutan usaha

Pemerintah ;’ - Pengadaan infra struktur - Peningkatan PAD

- Peningkatan minat investor - Perluasan lapangan kerja

(6)

6 Dari Gambar-2 dapat dilihat interaksi dari masing-masing komponen Klaster Agroindustri Kelapa Sawit, dimana seluruh elemen pendukung sesuai peran dan fungsinya memberikan dukungan pada pelaku inti. Interaksi bersifat timbal balik yang berarti kebutuhan datang dari kedua belah pihak, harmonisasi antar seluruh komponen klaster akan menentukan keberhasilan.

Klaster Agroindustri yang dilihat berdasarkan capaian kinerja peningkatan nilai tambahan dan keunggulan kompetitif yang berkelenjautan secara jangka panjang. Oleh karena itu perlu diciptakan selalu komunikasi yang efektif sehingga kebutuhan dari industri inti dapat ditangkap oleh industri pendukung dan sebaliknya fasilitas yang telah dan dapat disediakan oleh elemen pendukung dapat diakses secara optimal oleh industri inti.

Mekanisme ini dapat terjadi jika ada media komunikasi, untuk itu dan salah satu alternatifnya adalah dengan adanya sebuah forum komunikasi nonformal yang disepakati bersama oleh seluruh stakeholder dengan tujuan untuk meningkatan efektifitas fungsional masing-masing stakeholder klaster. Berdasarkan dari model kelembagaan agroindustri kelapa sawit, dengan mengacu pada konsepnya Diamond Porter, dihasilkan model klaster agroindustri kelapa sawit yang ditunjukkan pada gambar-3.

Berdasarkan gambar-3 (Model Klater Agroindustri Kelapa Sawit), dapat diperhartikan bahwa terdapat beberapa kekuatan yang masih perlu ditingkatkan dan kelemahan yang perlu dikurangi sebagai upaya penguatan agroindustri. Adapun kekuatan-kekuatan yang merupakan salah satu faktor kunci untuk mengembangkan klaster agroindustri kelapa sawit adalah sebagai berikut ; a) Potensi Pasar

 Potensi pasar dalam negeri masih terbuka  Potensi pasar luar negeri cukup besar

 Peluang pemanfaatan produk turunan TBS masih banyak b) Kondisi faktor utama dan pendukung

 Ketersediaan lahan untuk perluasan perkebunan  Ketersediaan dan jaminan bibit secara kontinyu  Ketersediaan sumber daya air

 Ketersediaan tenaga kerja lokal (buruh)

 Ketersediaan tenaga ahli dibidang perkebunan dan agroindustri  Keberadaan lembaga litbang

 Tersedianya jaringan teknologi informasi dan komunikasi  Tersedianya fasilitas pergudangan dan pelabuhan

 Dukungan lembaga pembiayaan

 Peran asosiasi perkebunan yang dalam pengembangan agroindustri kelapa sawit.

(7)

7

Klaster Agroindustri

Kelapa Sawit

Fungsi Pemerintah Fasilitasi infrstruktur, kebijakan dan regulasi, berperan dalam pembinaan, dukungan perizinan.

Fungsi Institusi Pendukung - Dukungan pembiayaan - Pelayanan Perbankan - Penyediaan sumber

pembiayaan dari non Bank

STRATEGI PERUSAHAN, STRUKTUR DAN PERSAINGAN

Mengembangkan Strategi Penguatan Lembaga Patnership

Meningkatkan Struktur Lembaga Patnership Memberikan bantuan teknik dalam

menghadapi persaingan

KONDISI FAKTOR

Penyediaan sumberdaya fisik lahan yang mendukung Jaminan ketersediaan bahan baku secara kontinyu Jaminan ketersediaan SD. Air yang cukup

Penyediaan tenga kerja buruh Penyediaan tnaga ahli Keb. Lembaga Riset & Pengemb. Meny. srn transportasi yg layak MenyediakanFasilitas pergudang dan pelabuhan

KONDISI PERMINTAAN Penyediaan Pasar Luar Negeri Penyediaan Pasar Dalam Negeri KETERKAITAN INDUSTRI

PENDUKUNG DAN INDUSTRI TERKAIT

Dukungan distribusi, teknologi produksi, suporting input produksi

Fasilitas informasi tentang kepastian pasar Peran asosiasi Perkebunan

yang nyata

(8)

8 Kelemahan-kelemahan yang merupakan hambatan dalam pengembangan klaster agroindustri kelapa sawit, diantaranya;

- Penyediaan lahan untuk perluasan masih banyak masalah dilapangan

- Industri pendukung yang belum berkembang, sehingga pabriik pengolahan kelapa sawit masih terbatas.

- Industri terkait yang belum berkembang, sehingga TBS masih dominan sebagai bahan baku produksi CPO.

- Kurangnya tenaga ahli (lokal) dibidang agroindustri kelapa sawit. - Kuantitas pasokan bibit dari sumber lokal masih terbatas.

Beberapa potensi, kekuatan dan kelemahan diatas harus diimbangi dengan dukungan dari seluruh stakeholder klaster, sehingga potensi yang ada dapat dimanfaatkan dengan adanya dukungan infra struktur baik ekonomi dan teknologi yang memadai dari pemerintah maupun industri pendukung lainnya. Deskripsi industri yang mengolah TBS sebagai contoh klaster Agroindustri kelapa sawit di Sumatera Selatan.

Perkembangan produksi kelapa sawit di Sumatera Selatan bersifat sangat dinamis, berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Dinas Perkebunan (2004) terdapat 38 pabrik yang bergerak dibidang produksi CPO, yang tersebar di Propinsi Sumatera Selatan masing-masing 5 pabrik di Kabupaten Muba, 5 pabrik di Muara Enim, 3 pabrik di OKU (Ogan Komering Ulu), 8 pabrik di OKI (Ogan Komering Ilir) dan 1 pabrik di ogan ilir, sehingga jika digambarkan rantai produksi dari hulu ke hilir seperti gambar-4 berikut:

Gambar-4 Rantai Produksi Kelapa Sawit

A g ro In dus ri Le ve l I P et an i Perk eb un an (P la sma) Ag ro Ind usri Le v el II Pem asok AGROINDUSTRI LEVEL III - Perusahaan Perkebunan (Inti) Pabrik Pks (38 unit) Pasar Luar Negeri Pasar Dalam Negeri

(9)

9 Kondisi hubungan partnership antara pelaku dalam klaster industri berbasis bahan baku kelapa sawit saat ini masih kuat dalam kelompok hulu ke hilir, sehingga peningkatan kinerja klaster ke depan dapat diarahkan terciptanya suatu interaksi yang positif antara seluruh pelaku klaster agroindustri kelapa sawit. Interaksi antar pelaku dari petani perkebunan sampai pada industri hilir tertentu dapat dilihat pada gambar-5 berikut ;

Gambar-5 Interaksi antara pelaku industri kelapa sawit dalam satu kelompok Pelaku pendukung yang terdiri dari industri pendukung dan industri adalah pemasok bibit (bahan baku) pupuk, mesin peralatan, obat-obatan, sedangkan kelompok institusi pendukung diantaranya adalah pemerintah (Dinas perkebunan, dinas Perindustrian dan Perdagangan, BPN), Lembaga Keuangan, institusi Pendidikan Latihan (Balai-balai Riset), dan Institusi lain yang ikut berkonstribusi terhadap keberlanjutan seuah sistem klaster agroindustri. Secara spesifik hubungan kemitraan inti dengan plasma yang terjadi ditunjukan pada Gambar-6 berikut ;

Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit (Inti)

Pabrik PKS Pabrik PKS Pabrik PKS (n) 38 Pemasok 1 Pemasok n Pemasok 2 Petani/Peke bun Plasma Petani/Peke bun Plasma Petani/Peke bun Plasma

(10)

10 Gambar-6 Pola Kemitraan Inti-Plasma

Beberapa kewajiban perusahaan inti menjadi mitra kerja petani plasma antara lain; pengadaan sarana produksi sepanjang diperlukan, membeli dan mengolah TBS dari petani plasma, menetapkan harga pembelian TBS menurut rumus harga yang ditetapkan oleh pemerintah, membimbing petani secara terus, merawat kebun dan melaksanakan penanaman yang baik untuk mampu menghasilkan TBS yang bermutu tinggi, membantu lembaga pembiayaan (Bank) dalam kelancaran pengembalian kredit dari petani plasma.

Kondisi riil yang terjadi antara pelaku tidak selalu harmonis sesuai dengan yang diharapkan. Temuan penelitian menunjukan bahwa dalam penerimaan TBS petani /pekebun di pabrik pengolaham PKS sering trejadi penimbunan dan TBS menginap di kebun cukup lama. Keadaan demikian mengakibatkan kualitas TBS makin rendah, karena kualitas TBS merupkan fungsi waktu panen dan waktu pengiriman, karenanya semakin lama TBS tersebut menginap dikebun maka kualitas TBS makin menurun, dampaknya harga yang diterima petani juga semakin rendah.

Disaming itu perusahaan inti juga mempunyai kebun kelapa sawit, sehingga apabila kapasitas distasiun loading ramp sudah penuh, maka perusahaan inti lebih mendahulukan mengolah TBS yang berasal dari kebun inti, implikasi TBS yang berasal petani mengalami penundaan (delay).

Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit (Inti)

Pemerintah/ Fasilitator Petani/ Pekebun Plasma Lembaga Pembiayaan Perjanjian / Produksi TBS Perjanjian Kerjasama dan jadwal pengembalian kredit Kredit dan konversi

(11)

11

IV. KESIMPULAN

Klaster agoindustri diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat, yaitu terciptanya spesialisasi produk dan meningkatnya keunggulan kompetitif. Keuntungan lainnya adalah pengurangan biaya transportasi dan transaksi (efisiensi biaya), dan menumbuhkan hubungan positif antara core industry dengan industri terkait dalam hal distribusi, product development dan pemasaran.

Pengembangan model klaster agroindustri kelapa sawit mampu meningkatkan daya saing perkebunan, meningkatkan efisiensi. Hasil kajian menunjukkan bahwa model klaster secara konseptuan dapat di-operasional dan di-implementasikan.

DAFTAR PUSTAKA

Adriant I, Samadhi A, TMA, 2005.”Perancangan Sistem Pendukung Keputusan Untuk Memilih Suplier Capability, Price and Delivery Analysis Chart “ Proceeding Seminar Nasional Sistem Produksi-VII. LSP-TI ITB. Arman, 2001. Hubungan Pembinaan dan Pengelolaan Kebun dengan produktivitas

dan Pendapatan Perkebunan Pola PIR Kelapa Sawit di Sumatera Selatan. Tesis pada Program Pascasarjana Universitas Sriwijaya.

Baka La Rianda, 2000. Rekayasa Sistem Pengembangan Agroindustri Perkebunan Rakyat dengan Pendekatan Wilayah, Disertasi pada IPB-Bogor.

Basdabella Supri, 2001. Pengembangan Sistem Agroindustri Kelapa Sawit dengan Pola Perusahaan Agroindustri Rakyat, Disertasi pada IPB-Bogor.

Disperindag, 2004 Strategi Industri Nasional, Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Jakarta.

Dinas Perkebunan Propinsi Sumatera Selatan, 2004 Laporan tahunan 2004Perkebunan.

David, F.R, 1997, “ Strategic Management”, 6 Th Edition, Prentice-Hall, Inc., New Jersey

Dilworth, J, B, 1992 “ Operation Management: Design, Planning and Control for manufacturing and service”, Mc-Graw-Hill International Ed., Singapore. Eriyatno, Ilmu Sistem : Meningkatkan Mutu dan Efektifitas Manajemen, IPB Press,

Bogor, 2003.

Fauzi Y, Ir, Widyastuti , 2002. "Kelapa Sawit” Seri Agribisnis, Penebar Swadaya. Jakarta.

(12)

12 Geoege, Jr., C. S, 1972 , “ Management For Business and Industry”, Prentice-Hall,

New Delhi.

Gumbira E, Hariszt I A, 2001. “Manajemen Agribisnis” Ghalia Indonesia. Jakarta.

Soekartawi, 1999. “Teori Ekonomi Produksi” PT Radja Grafindo Persada. Jakarta Sumardjo, Sulaksana Jaka, Darma Aris Wahyu, 2004. “Kemitraan Agribisnis” Teori

dan Praktik, Penebar Swadaya. Bogor

Hasbi, 2001. Rekayasa Sistem Kemitraan Usaha Pola Mini Agroindustri Kelapa Sawit. Disertasi pada IPB. Bogor

Hansen, A,2003., Developing a Cluster Based Economic Development Program of A Region, The Competetive Institute.

Marimin, 2002. Teori dan Aplikasi Sistem Pakar dalam Teknologi Manajerial, IPB Press, Bogor.

Nasution M, 2002. ”Pengembangan Kelembagaan Koperasi Pedesaan untuk Agroindustri” IPB Pres. Bogor.

Partiwi Gunani Sri, 2007. “Perancangan Model Pengukuran Kinerja Komprehensif Pada Sistem Agroindustri Hasil Laut”, Disertasi, IPB Bogor.

Prayogo, N D, 2005.”Model Optimasi Distribusi Multi Produk Dalam Supply Chain “ Proceeding Seminar Nasional Sistem Produksi-VII. LSP-TI. ITB. Purnomo L B, 2005.”Model Konseptual Supply Chain Center Untuk Optimasi

Jaringan Kerjasama Sistem Produksi “ Proceeding Seminar Nasional Sistem Produksi-VII. LSP-TI. ITB.

Porter, 1980. “M. Competitive Strategy : Techniques for Analyzing Industries and Competitors”. With a New Introduction The Free Press.

Schoderbek, Schorclerbek & Kefalas, 1985.” Management Systems : Conceptual Consideration”, Business Publications, Inc., Piano, Texas.

Zahri I, 2003. “Pengaruh Alokasi Tenaga Kerja Keluarga Terhadap pendapatan Petani Plasma PIR Kelapa Sawit Pasca Konversi di Sumatera Selatan. Disertasi Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran Bandung.

Referensi

Dokumen terkait

Siswa dapat mempraktikkan kombinasi pola gerak dasar lokomotor yang dilandasi konsep gerak dalam berbagai bentuk permainan sederhana dengan memperhatikan tanggung jawab

Sources from the process of normal metabolism in the human body, from the body’s metabolic process produces more than 90% oxygen through the process of oxidation of food

Diberi waktu 1 (satu) minggu setelah Ujian menyelesaikan tugas ujian dan mengirimkan File Hasil Ujian ke marsigitina@yahoo.com dan ditayangkan di blog mahasiswa masing-masing..

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah untuk menambah bukti empiris tentang bagaimana analisis fundamental yang meliputi inflasi, kurs dan suku bunga

example of the small Slovenian town of Brežice, which lies in the southeast of the country, a few kilometres from the Slovenian-Croatian border and just over thirty kilometres

Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan

RKA - SKPD 2.1 Rincian Anggaran Belanja Tidak Langsung Satuan Kerja Perangkat Daerah. RKA - SKPD 2.2 Rekapitulasi Anggaran Belanja Langsung Menurut Program dan

Sedangkan menurut Agoes 2012 audit adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis oleh pihak independen terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh