• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASKEP CEDERA MEDULLA SPINALIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ASKEP CEDERA MEDULLA SPINALIS"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CEDERA MEDULA SPINALIS (LUMBAL)

Diusulkan oleh:

AKHYARUL ANAM G1D007039 (Tahun Angkatan 2007) ARIF EKO YUNIAWAN G1D009036 (Tahun Angkatan 2009) LITA HENI K. G1D009041 (Tahun Angkatan 2009)

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

1. Judul Askep : Asuhan Keperawatan pada Pasien

Cedera Medula Spinalis (Lumbal) 2. Ketua

a. Nama Lengkap : Akhyarul Anam

b. NIM : G1D007039

c. Fakultas/Jurusan : FKIK/Ilmu Keperawatan

d. Alamat Rumah dan No Telp./HP : Jalan Kamandaka Gang Masjid Balong RT 03 RW IV Karangsalam Kidul Kecamatan Kedung Banteng 085283629470

e. Alamat email : akhyarul_anam@yahoo.com

3. Anggota : 2 orang

4. Dosen Pendamping

a. Nama Lengkap dan Gelar : Atyanti Isworo, M.Kep., Sp.MB

b. NIP : 19820211 200912 2 004

c. Alamat Rumah dan No Telp./HP : Perumahan Purwosari Indah Jalan Gunung Slamet Raya 118 Purwokerto / 0818457292

Purwokerto, 19 Juli 2010 Menyetujui

(3)

Made Sumarwati, S.Kp., MN NIP. 19681202 199303 2 001

Akhyarul Anam NIM. G1D007039 Pembantu Dekan III

Drs. Bambang Hariyadi, M.Kes NIP. 19600411 198603 1001

Dosen Pendamping

Atyanti Isworo, M.Kep., Sp.MB NIP. 19820211 200912 2 004 ABSTRAK

Cedera medula spinalis (CMS) adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang disebabkan oleh benturan pada daerah medula spinalis yang sering menimbulkan kecacatan permanen pada usia muda. Data epidemiologik beberapa negara menyebutkan bahwa angka kejadian CMS sekitar 11,5-53,4 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Sedangkan data dari RSUP Fatmawati dari Januari-Juni 2003 terdapat 20 pasien (12,5%).menderita cedera medula spinalis.

Vertebra yang paling sering mengalami cedera daerah L1-L2 yang dapat mengakibatkan hilangnya fungsi sensorik-motorik gangguan fungsi berkemih, dan defekasi. Berdasarkan ada atau tidaknya fungsi yang dipertahankan di bawah lesi, cedera medula spinalis dapat dibagi menjadi komplet dan inkomplet. Penyebab utama CMS adalah trauma, kemudian kelainan lain pada vertebra, seperti arthropathi spinal, keganasan yang mengakibatkan fraktur patologik, infeksi, osteoporosis, kelainan kongenital, dan gangguan vaskular.

Asuhan keperawatan yang digunakan dalam menangani pasien cedera medula spinalis antara lain sebagai berikut :

1. Diagnosa: Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik. Intervensi: berikan obat analgesik dengan tepat.

2. Diagnosa: Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular.

Intervensi: kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi.

3. Diagnosa: Retensi urin berhubungan dengan hambatan dalam refleks berkemih. Intervensi: pantau tingkat distensi kandung kemih dengan palpasi dan perkusi.

4. Diagnosa: Inkontinensia urin total berhubungan dengan trauma atau penyakit yang mempengaruhi saraf medula spinalis.

Intervensi: monitor eliminasi urin (frekuensi, volume, dan warna urin).

5. Diagnosa: Konstipasi berhubungan dengan kelemahan neurologis pada lumbal. Intervensi: anjurkan pasien dak keluarga untuk menggunakan laksatif.

6. Diagnosa: Inkontinensia bowel berhubungan dengan keabnormalan spinkter rektum.

(4)

Intervensi: jelaskan penyebab fisik dan psikologi dari inkontinensia fekal.

7. Diagnosa: Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan struktur tubuh atau fungsi (trauma).

Intervensi: bahas tingkat pengetahuan pasien tentang seksualitas pada umumnya.

8. Diagnosa: Harga diri rendah situasional berhubungan dengan kerusakan fungsional lumbal.

Intervensi: berikan penghargaan prestasi keberhasilan pasien sebelumnya

9. Diagnosa: Risiko kerusakan dalam beragama berhubungan dengan sakit/hospitalisasi.

Intervensi: sediakan pemuka agama untuk konsultasi pasien.

Kata kunci : asuhan keperawatan, cedera medula spinalis, dan lumbal. KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah pada junjungan kita, Rasulullah Muhammad SAW. Puji syukur dan shalawat selalu menagawali penulis dalam setiap langkah, sehingga dapat menyelesaikan karya tulis asuhan keperawatan ini yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada Pasien Cedera Medula Spinalis (Lumbal)”.

Dalam penulisan karya tulis ini, penulis bukanlah manusia yang sempurna sehingga menyadari adanya kekurangan dalam penulisan karya tulis asuhan keperawatan ini. Terselesaikannya karya tulis asuhan keperawatan ini tidak terlepas dari bimbingan, dukungan, serta bantuan dari semua pihak yang terlibat. Penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada:

1. Ibu Atyanti Isworo, M.Kep.,Sp.MB., selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan arahan dan ilmu serta sabar dalam membimbing.

2. Bapak Wahyu Jatmiko, S.Kep,.Ns., selaku perawat profesional RSUD Margono Soekarjo Purwokerto yang telah memberikan kesempatan bimbingan klinisnya.

3. Orang tua, atas doa yang selalu mengiringi setiap langkah kami dan motivasi dalam menyelesaikan karya tulis ini.

4. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan karya tulis yang penulis tidak bisa menyebutkan satu per satu.

(5)

Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat-Nya kepada mereka yang telah berjasa. Semoga karya tulis asuhan keperawatan ini bermanfaat bagi semua pihak. Purwokerto, 19 Juli 2010 Penulis DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ... i LEMBAR PENGESAHAN ... ii ABSTRAK ... iii KATA PENGANTAR ... iv DAFTAR ISI ... v DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 2

C. Tujuan ... 2

D. Manfaat ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi dan Klasifikasi ... 4

B. Etiologi ... 4 C. Patofisiologi ... 5 D. Manifestasi Klinik ... 5 E. Pemeriksaan Diagnostik ... 6

(6)

F. Penatalaksanaan ... 8

G. Pathway ... 9

BAB III METODE PENULISAN ... 10

... BAB IV PEMBAHASAN A. Pengkajian ... 11 B. Diagnosa... 12 C. Intervensi ... 15 D. Implementasi ... 24 E. Evaluasi ... 28 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 31 B. Saran ... 32 DAFTAR PUSTAKA ... 33 DAFTAR TABEL

No. Nama Tabel Halaman

1 Tabel 4.1. Data Dasar Pengkajian Menurut Doenges (1999)

11

(7)

DAFTAR GAMBAR

No. Nama Gambar Halaman

1 Gambar 2.1 Foto Sinar X Lumbal 6

2 3

Gambar 2.2 Foto Magnetic Resonance Imaging (MRI) Lumbal

Gambar 2.3 Foto Mielografi Lumbal

7 8

(8)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Medula spinalis merupakan bagian lanjutan dari medula oblongata yang menjulur ke arah kaudal melalui foramen magnum lalu berakhir di antara vertebra lumbal pertama dan kedua. Fungsi medula spinalis yaitu mengadakan komunikasi antara otak dan semua bagian tubuh dan bergerak refleks. Cedera medula spinalis dapat diartikan sebagai suatu kerusakan fungsi neurologis yang disebabkan oleh benturan pada daerah medula spinalis. Kerusakan medula spinalis pada daerah lumbal mengakibatkan paralisis otot-otot pada kedua anggota gerak bawah, serta gangguan spinkter pada uretra dan rectum. Berdasarkan ada/tidaknya fungsi yang dipertahankan di bawah lesi, cedera medula spinalis dapat dibagi menjadi komplet dan inkomplet. Pembagian ini penting untuk menenetukan prognosis dan penanganan selanjutnya (Brunner dan Suddarth, 2001).

Cedera medula spinalis paling umum terjadi pada usia usia 16 sampai 30 tahun, sehingga termasuk salah satu penyebab gangguan fungsi saraf yang

(9)

sering menimbulkan kecacatan permanen pada usia produktif. Kelainan ini sering mengakibatkan penderita harus terus berbaring di tempat tidur atau duduk di kursi roda karena paraplegia. Di antara kelompok usia ini, kejadian lebih sering pada laki-laki (82%) dari pada wanita (18%). Penyebab paling umum adalah kecelakaan kendaraan bermotor (MVCs: 39%), jatuh (22%), tindakan kekerasan (25%), dan olahraga 7%. Sekitar 20% dari orang tua yang mengalami CMS adalah karena jatuh (Morton, 2005).

Data epidemiologik dari berbagai negara menyebutkan bahwa angka kejadian CMS sekitar 11,5-53,4 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Angka ini belum termasuk data jumlah penderita yang meninggal pada saat terjadinya cedera akut (Islam, 2006).

Pusat Data Nasional Cedera Medula Spinalis (The National Spinal Cord Injury Data Research Centre) memperkirakan terdapat 10.000 kasus baru CMS setiap tahunnya di Amerika Serikat. Insidensi paralisis komplet akibat kecelakaan diperkirakan 20 per 100.000 penduduk (Pinzon, 2007).

Data dari bagian rekam medik RSUP Fatmawati dari Januari-Juni 2003, angka kejadian fraktur berjumlah 165 termasuk di dalamnya 20 pasien menderita cedera medula spinalis (12,5%).

Pasien yang mengalami cedera medula spinalis bone loss pada L2-L3 membutuhkan perhatian lebih dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan mobilisasi. Pasien beresiko mengalami komplikasi cedera spinal seperti syok spinal, trombosis vena profunda, dan hiperfleksia autonomik. Oleh karena itu, sebagai perawat sangat perlu untuk dapat membantu dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien cedera medula spinalis lumbal dengan cara promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif sehingga masalah dapat teratasi dan pasien dapat terhindar dari kemungkinan masalah yang buruk.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan angka kejadian cedera medula spinalis dan tingkat keparahan yang ditimbulkan, maka penulis merumuskan masalah yaitu profesionalisme

(10)

perawat sangat diperlukan dalam penanganan pasien cedera medula spinalis melalui penerapan asuhan keperawatan yang holistik.

C. Tujuan

1. Tujuan umum

Melalui penulisan karya ilmiah ini, penulis ingin menelaah mengenai asuhan keperawatan pada pasien dengan cedera medula spinalis yang holistik.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui definisi, etiologi, patofisiologi, dan klasifiksi kasus cedera medula spinalis

b. Mengetahui data-data dasar pengkajian yang diperlukan dalam proses keperawatan

c. Mampu menyusun langkah-langkah dalam proses keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosis, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

D. Manfaat

1. Manfaat Teoritis

a. Bagi penulis, sebagai sarana berlatih menambah pengetahuan dan mengembangkan ilmu keperawatan dengan mengumpulkan informasi ilmiah untuk kemudian dikaji, dianalisis, dan disusun dalam satu karya tulis yang ilmiah, informatif, bermanfaat, serta menambah kekayaan intelektual.

b. Bagi institusi pendidikan dan para akademisi, dapat memperkaya hasanah ilmu pengetahuan kesehatan di bidang keperawatan, khususnya keperawatan dewasa/keperawatan medikal bedah untuk dapat dimanfaatkan sebagai sumber atau bahan kajian dalam menambah ilmu pengetahuan di bidang keperawatan.

c. Bagi peneliti selanjutnya, dapat dijadikan referensi dalam mengembangkan pengetahuan tentang asuhan keperawatan pada kasus cedera medula spinalis (lumbal) yang belum dikaji dalam penelitian ini.

(11)

2. Manfaat Praktis

a. Bagi perawat, dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam usaha meningkatkan kualitas asuhan keperawatan yang holistik pada kasus cedera medulla spinalis (lumbal) dengan memberikan informasi mengenai standar asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosis, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

b. Bagi institusi kesehatan, sebagai bahan pertimbangan institusi dalam menentukan kebijakan/keputusan mengenai segala macam bentuk tindakan asuhan keperawatan yang berorientasi pada respon pasien, sehingga membantu dalam mempercepat proses penyembuhan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi dan klasifikasi

Cedera medula spinalis lumbal adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang disebabkan oleh benturan pada daerah medula spinalis khususnya lumbal (Brunner dan Suddarth, 2001). Berdasarkan ada/tidaknya fungsi yang dipertahankan di bawah lesi, cedera medula spinalis dapat diklasifikasikan menjadi cedera komplet dan inkomplet.

B. Etiologi

Penyebab utama Cedera Medula Spinalis (CMS) lumbal adalah trauma, dan dapat pula disebabkan oleh kelainan lain pada vertebra, seperti arthropathi spinal, keganasan yang mengakibatkan fraktur patologik, infeksi, osteoporosis, kelainan kongenital, dan gangguan vaskular. Penyebab trauma spinal lumbal yang paling banyak dikemukakan adalah kecelakaan lalu lintas, olah raga, tembakan senapan, serta bencana alam (Islam, 2006).

(12)

Trauma dapat mengakibatkan cedera pada medula spinalis lumbal secara langsung. Sedangkan penyebab tidak langsung yaitu trauma menimbulkan fraktur dan instabilitas vertebra sehingga mengakibatkan cedera pada medula spinalis lumbal. Beberapa saat setelah trauma, cedera sekunder berupa iskemia muncul karena gangguan pembuluh darah yang terjadi. Iskemia mengakibatkan pelepasan glutamat, influks kalsium dan pembentukan radikal bebas dalam sel neuron di medula spinalis yang mengakibatkan kematian sel neuron karena nekrosis dan terputusnya akson pada segmen medula spinalis yang terkena (lumbal). Akson yang telah rusak tidak akan tersambung kembali karena terhalang jaringan parut (Islam, 2006).

Kondisi kerusakan saraf lumbal dapat berakibat pada masalah-masalah biopsikososiospiritual. Masalah biologis yang muncul yaitu nyeri akut, kerusakan mobilitas fisik, gangguan eliminasi urin dan fekal, dan disfungsi seksual. Masalah psikologis, pasien mengalami harga diri rendah situasional akibat kerusakan fungsional pada lumbal. Masalah sosial yaitu gangguan interaksi sosial karena keterbatasan dalam mobilitas fisik. Masalah spiritual, pasien yang mengalami penurunan tingkat keyakinan dapat berisiko terhadap kerusakan dalam beribadah/beragama.

D. Manifestasi Klinis

Cedera medula spinalis lumbal dapat menyebabkan gambaran paraplegia. Tingkat neurologik yang berhubungan akan mengalami paralisis sensori dan motorik total yang menyebabkan gangguan kontrol kandung kemih (retensi dan inkontinensia) dan usus besar, penurunan tonus vasomotor, dan penurunan tekanan darah yang diawali dengan resistensi vaskuler perifer (Brunner dan Suddarth, 2001).

E. Pemeriksaan Diagnostik

1. Sinar X

Sinar X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, erosi, dan perubahan hubungan tulang pada vertebra lumbal. Sinar X multipel

(13)

diperlukan untuk pengkajian paripurna struktur yang sedang diperiksa, menentukan lokasi dan jenis cedera tulang (fraktur, dislokasi), kesejajaran, dan reduksi setelah dilakukan traksi atau operasi (Brunner dan Suddarth, 2001).

Gambar 2.1 Foto Sinar X Lumbal

2. Computed Tomography (CT Scan)

Pencitraan ini menunjukkan rincian bidang tertentu tulang yang terkena (lumbal) dan dapat memperlihatkan cedera ligamen atau tendon. Teknik ini dapat mengidentifikasai lokasi dan panjangnya patah tulang di daerah yang sulit dievaluasi. Pemindaian CT selalu dilakukan pertama tanpa zat kontras, namun jika dengan zat kontras, maka akan diinjeksi melalui intravena (Brunner dan Suddarth, 2001).

(14)

3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

MRI adalah teknik pencitraan khusus, noninvasif, yang menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan komputer untuk memperlihatakan abnormalitas jaringan lunak seperti otot, tendon, dan tulang rawan. MRI mempunyai potensial untuk mengidentifikasi keadaan abnormal serebral dengan mudah dan lebih jelas dari tes diagnostik lainnya. MRI dapat memberikan informasi tentang perubahan kimia dalam sel, namun tidak menyebabkan radiasi sel (Brunner dan Suddarth, 2001).

(15)

4. Mielografi.

Merupakan penyuntikan bahan kontras ke dalam rongga subarachnoid spinalis lumbal. Mielogram menggambarkan ruang subarachnoid spinal dan menunjukkan adanya penyimpangan medula spinalis atau sakus dural spinal yang disebabkan oleh tumor, kista, hernia diskus vertebral, atau lesi lain. Zat kontras dapat menggunakan larutan air atau yang mengandung minyak. Metrizamid adalah zat kontras yang larut air, diabsorbsi oleh tubuh, serta diekskresi melalui ginjal (Brunner dan Suddarth, 2001).

(16)

F. Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan adalah mencegah cedera medula spinalis lumbal agar tidak berlanjut dan untuk mengobservasi gejala penurunan neurologik. Penatalaksanaan farmakoterapi dapat dilakukan dengan pemberian kortikosteroid dosis tinggi, khususnya metilprednisolon karena dapat memperbaiki prognosis dan mengurangi kecacatan bila diberikan dalam delapan jam pertama cedera. Dosis pemberian diikuti dengan infus kontinu yang dikaitkan dengan perbaikan klinis bermakna untuk pasien dengan cedera medula spinalis akut. Nalokson telah teruji dalam mengobati binatang dengan cedera medula spinalis lumbal, mempunyai efek samping minimal dan dapat meningkatkan perbaikan neurologik pada manusia. Terapi farmakologik yang masih dalam penyelidikan adalah pengobatan dengan steroid dosis tinggi, mannitol (untuk menurunkan edema), dan dekstran (untuk mencegah tekanan darah turun cepat dan memperbaiki aliran darah kapiler) yang diberikan dalam kombinasi (Brunner dan Suddarth, 2001).

(17)

G. Pathway

Nyeri akut b.d. agen injuri fisik

Trauma Vertebra Lumbal

Penekanan Medula Spinalis Lumbal

Fraktur kompresi Lumbal

Terapi Non

(18)

BAB III

METODE PENULISAN

Metode yang digunakan dalam penyusunan karya tulis asuhan keperawatan ini adalah menggunakan metode studi literatur yaitu kajian pustaka dengan mengumpulkan, menyusun, dan mengkaji data-data dan/atau informasi dari beberapa buku, materi-materi asuhan keperawatan pada pasien cedera medula

Harga diri rendah situasional b.d. kerusakan fungsional pada Lumbal Kerusakan Neurologi

Gangguan Saraf Lumbal

Faktor Patologis ( Misal TBC, Osteoporosis)

Sosio

Psiko Spiritual

Bio

Kerusakan mobilitas fisik b.d. kerusakan

neuromuskular

Ekstremitas Bawah Genitalia Urinaria Fekal

Disfungsi Seksual

Inkontinensia urin b.d. trauma atau penyakit yang mempengaruhi saraf medula spinal Inkontinensia bowel b.d. keabnormalan spinkter rektum Gangguan Fungsi Organ

Bagian Bawah

Retensi urin b.d. Hambatan dalam Refleks Berkemih Konstipasi b.d. Kelemahan Neurologis pada Lumbal Risiko kerusakan dalam beragama b.d. sakit/hospitalisasi

(19)

spinalis, dan jurnal agar dapat menyelesaikan masalah yang disajikan dalam penulisan ini sehingga sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Langkah-langkah yang ditempuh dalam penyusunan karya tulis asuhan keperawatan ini adalah sebagai berikut :

1. Menentukan masalah

Masalah dalam penulisan ini ditentukan dari akibat fatal yang ditimbulkan dari cedera medula spinalis yang berakhir dengan kematian.

2. Merumuskan masalah

Masalah dalam penulisan ini dirumuskan berdasarkan keadaan di lapangan yang menunjukkan pentingnya penerapan standar asuhan keperawatan pada kasus cedera medula spinalis lumbal.

3. Mengumpulkan konsep dan teori

Konsep dan teori dikumpulkan berdasarkan beberapa masalah terkait cedera medula spinalis antara lain definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan diagnostik, penatalaksanaan, pathway, dan lima tahap dalam asuhan keperawatan (pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi).

4. Menarik kesimpulan

Kesimpulan didapatkan dengan cara menggunakan pendekatan konsep dasar asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi, dan evaluasi dalam setiap tindakan asuhan keperawatan.

BAB IV PEMBAHASAN A. PENGKAJIAN

Tahap pengkajian dari proses keperawatan merupakan proses dinamis yang terorganisir yang meliputi tiga aktivitas dasar yaitu pertama mengumpulkan data secara sistematis, kedua memilah dan mengatur data dan ketiga

(20)

mendokumentasikan data dalam format yang dapat dibuka kembali. Berikut ini merupakan data pengkajian pada pasien dengan cedera medula spinalis hari pertama masuk ruang rawat inap.

Tabel 4.1. Data Dasar Pengkajian Menurut Doenges (1999)

Data Tanda dan gejala

Aktivitas/istirahat Kelumpuhan otot (terjadi kelemahan selama syok spinal) pada/ di bawah lesi.

Kelemahan umum/kelemahan otot (trauma dan adanya kompresi saraf). Sirkulasi Berdebar-debar, pusing saat melakukan perubahan posisi atau

bergerak.

Hipotensi, hipotensi postural, bradikardi, ekstremitas dingin dan pucat. Hilangnya keringat pada daerah yang terkena.

Eliminasi Inkontinensia defekasi dan berkemih.

Retensi urin, distensi abdomen, peristaltik usus hilang, melena, emesis berwarna seperti kopi tanah/hemetemesis

Integritas ego Menyangkal, tidak percaya, sedih, marah. Takut, cemas, gelisah, menarik diri.

Makanan/cairan Mengalami distensi abdomen, peristaltik usus hilang (ileus paralitik). Higiene Sangat ketergantungan dalam melakukan aktivitas sehari-hari

(bervariasi).

Neurosensori Kebas, kesemutan, rasa terbakar pada lengan/kaki. Paralisis flaccid/spastisitas dapat terjadi saat syok spinal teratasi, tergantung pada area spinal yang sakit.

Kelumpuhan, kelemahan (kejang dapat dapat berkembang saat terjadi perubahan pada syok spinal).

Kehilangan sensasi (derajat bervariasi dapat kembali normal setelah syok spinal sembuh).

Kehilangan tonus otot/vasomotor.

Kehilangan reflex/reflex asimetris termasuk tendon dalam. Perubahan reaksi pupil, ptosis, hilangnya keringat dari bagian tubuh yang terkena karena pengaruh trauma spinal.

Nyeri/kenyamanan Nyeri/nyeri tekan otot, hiperestesia tepat di atas daerah trauma. Mengalami deformitas, postur, nyeri tekan vertebral.

Pernapasan Napas pendek, sulit bernapas.

Pernapasan dangkal/labored, periode apnea, penurunan bunyi napas, ronkhi, pucat, sianosis.

Keamanan Suhu yang berfluktuasi (suhu tubuh ini diambil dalam suhu kamar). Seksualitas Keinginan untuk kembali seperti fungsi normal.

Ereksi tidak terkendali (priapisme), menstruasi tidak teratur

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik

Definisi: pengalaman emosional dan sensasi yang tidak menyenangkan yang muncul dari kerusakan jaringan secara aktual atau potensial atau menunjukan kerusakan yang menyerang secara mendadak atau

(21)

pelan dari intensitas ringan sampai berat yang dapat diantisipasi atau diprediksi dengan durasi nyeri kurang dari 6 bulan (Asosiasi studi Nyeri Internasional).

Batasan karakteristik:

a. Laporan secara verbal atau non verbal b. Fakta dari observasi

c. Gerakan melindungi

d. Respon autonom (seperti diaphoresis, perubahan tekanan darah, perubahan nafas, nadi dan dilatasi pupil)

e. Tingkah laku ekspresif (contoh : gelisah, merintih, menangis, waspada, iritabel, nafas panjang/berkeluh kesah)

Faktor yang berhubungan : agen injuri fisik

2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular Definisi : keterbatasan dalam kebebasan untuk pergerakan fisik tertentu pada

bagian tubuh atau satu atau lebih ekstremitas. Batasan karakteristik :

a. Keterbatasan kemampuan untuk melakukan keterampilan motorik kasar b. Keterbatasan kemampuan untuk melakukan keterampilan motorik halus c. Kesulitan berbalik (belok)

d. Perubahan gaya berjalan (misalnya penurunan kecepatan berjalan, kesulitan memulai jalan, langkah sempit, kaki diseret, goyangan yang berlebihan pada posisi lateral)

e. Bergerak menyebabkan nafas menjadi pendek

f. Usaha yang kuat untuk perubahan gerak (peningkatan perhatian untuk aktivitas lain, mengontrol perilaku, fokus dalam anggapan

ketidakmampuan aktivitas) g. Pergerakan yang lambat Faktor yang berhubungan : a. Kerusakan persepsi sensori

b. Kerusakan muskuloskeletal dan neuromuskuler c. Intoleransi aktivitas/penurunan kekuatan dan stamina

(22)

Definisi: pengosongan blader tidak sempurna. Batasan karakteristik:

a. Distensi blader

b. Sedikit, sering berkemih atau tidak sama sekali c. Sensasi penuh blader

Faktor yang berhubungan: a. Hambatan dalam refleks

b. Tekanan uretra tinggi karena kelemahan detrusor

4. Inkontinensia urin total berhubungan dengan trauma atau penyakit yang mempengaruhi saraf medulla spinal

Definisi: kehilangan urin secara terus menerus dan tidak dapat diperkirakan. Batasan karakteristik:

a. Inkontinensia tidak disadari

b. Keterbatasan kesadaran pengisian perineal atau blader

c. Urin mengalir secara konstan pada waktu yang tak dapat diperkirakan tanpa bantuan kontraksi atau spasme blader

Faktor yang berhubungan:

a. Trauma atau penyakit yang mempengaruhi saraf medulla spinal

b. Disfungsi neurologi yang mengakibatkan dorongan miksi pada waktu yang tidak dapat diperkirakan

5. Konstipasi berhubungan dengan kelemahan neurologis pada lumbal

Definisi: penurunan frekuensi defekasi dengan diikuti kesulitan atau pengeluaran feses yang tidak tuntas atau feses kering dan keras. Batasan karakteristik:

a. Perubahan pola BAB

b. Feses kering keras dan berbentuk c. Nyeri saat defekasi

d. Fekuensi BAB menurun

e. Perasaan rektal penuh atau tertekan Faktor yang berhubungan:

a. Kelemahan neurologis pada lumbal b. Kurang intake serat

(23)

c. Kurang intake cairan

6. Inkontinensia bowel berhubungan dengan keabnormalan spinkter rektum Definisi:perubahan dalam kebiasaan buang air besar secara normal dengan

karakteristik pengeluaran feses secara involunter Batasan karakteristik:

a. Ketidakmampuan menunda defekasi b. Dorongan defekasi

c. Laporan ketidakmampuan merasakan rektal penuh Faktor yang berhubungan:

a. Abnormal spinkter rektum b. Kerusakan saraf motorik bawah c. Kehilangan kontrol spinkter rektal d. Penurunan kekuatan otot secara umum

7. Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan struktur tubuh atau fungsi (trauma)

Definisi: perubahan fungsi seksual yang diperlihatkan dengan ketidakpuasan, tidak dihargai, dan tidak adekuat. Batasan karakteristik:

a. Mengungkapkan masalah

b. Perubahan dalam mencapai kepuasan seksual c. Perubahan hubungan dengan orang yang berharga d. Perubahan dalam mencapai peran seks yang diterima Faktor risiko

a. Perubahan struktur tubuh atau fungsi (trauma) b. Perubahan biopsikososial seksualitas

8. Harga diri rendah situasional berhubungan dengan kerusakan fungsional lumbal

Definisi: berkembangnya persepsi diri yang negatif dalam berespon terhadap situasi yang sedang terjadi (spesifik).

Batasan karakteristik:

(24)

b. Bimbang, perilaku nonasertif

c. Mengekspresikan tidak berdaya dan tidak berguna Faktor yang berhubungan:

a. Gangguan gambaran diri

b. Kerusakan fungsional (spesifik)

9. Risiko kerusakan dalam beragama berhubungan dengan sakit/hospitalisasi Definisi: risiko kerusakan kemampuan dalam menjalankan ibadah sesuai

kepercayaan dan atau dalam menjalankan ritual lain. Faktor risiko:

a. Sakit/hospitalisasi b. Kurang interaksi sosial C. INTERVENSI

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik NOC :

a. Level nyeri (Pain Level)

b. Kontrol nyeri (Pain control)

c. Level kenyamanan (Comfort level) Kriteria Hasil :

Setelah dilakukan perawatan selama 3 x 24 jam, pasien:

a. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan) (Skala 3)

b.Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri (Skala 3)

c. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) (Skala 3)

d.Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang (Skala 3)

e. Tanda vital dalam rentang normal (Skala 3) NIC :

Manajemen nyeri (Pain Management)

a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi

(25)

b. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan

c. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien

d. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan

e. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter personal)

f. Kolaborasikan dengan dokter dengan memberikan analgesik untuk mengurangi nyeri

Administrasi analgesik (Analgesic Administration)

a. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat

b. Cek riwayat alergi

c. Kolaborasikan dengan dokter dalam menentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri

d. Kolaborasikan dengan dokter dalam menentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal

e. Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur f. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali g. Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat

h. Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping)

2. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan neuromuskular NOC :

a. Perpindahan sendi: aktif (Joint movement : active)

b. Tingkat mobilitas (Mobility level)

c. Perawatan diri: aktivitas sehari-hari (Self care : ADLs)

d. Perpindahan kerja (Transfer performance) Kriteria Hasil :

Setelah dilakukan perawatan selama 2 minggu pasien mampu:

a. Meningkatkan aktivitas fisik (skala 4)

(26)

c. Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah (Skala 4)

d. Memperagakan penggunaan alat bantu untuk mobilisasi (walker) (Skala 4)

NIC :

Terapi latihan: ambulasi (Exercise therapy : ambulation)

a. Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan

b. Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap cedera

c. Ajarkan pasien dan keluarga tentang teknik ambulasi d. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi

e. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan aktivitas sehari-hari secara mandiri sesuai kemampuan

f. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan

Manajemen energi (Energy management)

a. Observasi adanya pembatasan pasien dalam melakukan aktivitas

b. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan terhadap keterbatasan

c. Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan

d. Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat

e. Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan

Terapi aktivitas (Activity therapy)

a. Kolaborasikan dengan tenaga kesehatan lain dalam merencanakan program latihan yang tepat

b. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan

c. Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan

(27)

d. Bantu untuk mendapatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda dan krek

e. Bantu pasien untuk membuat jadwal latihan di waktu luang 3. Retensi urin berhubungan dengan hambatan dalam refleks berkemih

NOC:

a.Ketahanan urine (Urinary continence)

b.Eliminasi urine (Urinary elimination) Kriteria Hasil:

Setelah dilakukan perawatan selama 5 x 24 jam pasien: a. Mampu mengatur pengeluararan urin (Skala 3)

b. Mampu mengosongkan urine seluruhnya (skala 4) NIC:

Pelatihan pada kandung kemih (Urinary bladder training)

a. Tetapkan awal dan akhir jadwal waktu untuk toileting

b. Ingatkan pasien untuk miksi pada interval telah yang ditentukan

c. Gunakan kekuatan sugesti misalnya dengan mendengarkan air mengalir untuk membantu pasien dalam mengosongkan urin

Retensi urin (Urinary retention)

a. Lakukan penilaian berkemih yang komprehensif berfokus pada

inkontinensia (contoh pengeluaran kemih, pola pengeluaran urin, fungsi kognitif).

b. Jaga privasi untuk eliminasi

c. Gunakan kateter kemih dengan tepat

d. Monitor intake dan output cairan

e. Pantau tingkat distensi kandung kemih dengan palpasi dan perkusi

4.Inkontinensia urin total berhubungan dengan trauma atau penyakit yang mempengaruhi saraf medula spinal

NOC:

a.Ketahanan urine (Urinary Continence)

b.Eliminasi urine (Urinary Elimination)

c. Integritas jaringan: kulit dan membran mukosa (Tissue integrity: Skin & Muccous membranes)

(28)

Kriteria Hasil:

Setelah dilakukan perawatan selama 5 x 24 jam pasien:

a.Mampu menahan pengeluaran urin sampai tepat dieliminasikan (Skala 3)

b.Mampu mengatur pengeluararan urin (Skala 3)

c. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperature, hidrasi, pigmentasi) (Skala 3)

NIC:

Perawatan ketidaktahanan urine (Urinary incontinence Care)

a. Identifikasi banyak faktor yang menyebabkan inkontinensia (seperti pengeluaran urine, fungsi kognitif, obat-obatan)

b. Monitor eliminasi urin termasuk frekuensi, volume, warna urin c. Instruksikan kepada pasien untuk minum minimal 1500 cc air per hari

d.Monitor efektivitas obat-obatan

Manajemen penekanan (Pressure management) a. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering

b. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali c. Monitor akan adanya kemerahan

d. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien

5. Konstipasi berhubungan dengan kelemahan neurologis pada lumbal NOC:

a. Eliminasi usus (Bowel elimination) b. Cairan (Hydration)

Kriteria hasil:

Setelah dilakukan perawatan selama 5 x 24 jam pasien: a. Nyeri kram tidak muncul (Skala 4)

b. Asupan cairan yang adekuat (Skala 3)

c. Menerapkan manajemen bowel secara mandiri (Skala 3) d. Membran mukosa basah (Skala 3)

(29)

NIC:

Konstipasi bowel (Bowel constipation)

a.Anjurkan pasien atau keluarga untuk memenuhi kebutuhan nutrisi harian yang tinggi serat

b. Anjurkan pasien atau keluarga menggunakan laksatif

c. Informasikan pasien tentang prosedur untuk defekasi secara mandiri Pelatihan BAB (Bowel Training):

a.Kolaborasike dokter jika pasien memerlukan suppositoria (obat merangsang supaya buang air yang dimasukkan ke dalam dubur)

b. Anjurkan pasien untuk cukup minum c. Dorong pasien untuk cukup latihan

d.Kolaborasi pemberian suppositoria laksantif jika memungkinkan e. Evaluasi status BAB secara rutin

6. Inkontinensia bowel berhubungan dengan keabnormalan spinkter rektum NOC:

a. Ketahanan usus (Bowel Continence)

b. Eliminasi usus (Bowel Elimination) Kriteria Hasil :

Setelah dilakukan perawatan selama 5 x 24 jam pasien akan mampu: a. BAB teratur (Skala 3)

b. Defekasi lunak, feses berbentuk (Skala 3) c. Penurunan insiden inkontinensia usus (Skala 3) NIC :

Perawatan pada ketidaktahanan usus (Bowel Inkontinence care)

a. Perkirakan penyebab fisik dan psikologi dari inkontinensia fekal

b. Jelaskan tujuan dari manajemen bowel pada pasien/keluarga

c. Diskusikan prosedur dan kriteria hasil yang diharapkan bersama pasien

d. Cuci area perianal dengan sabun dan air lalu keringkan e. Jaga kebersihan baju dan tempat tidur

f. Monitor efek samping pengobatan Pelatihan bowel (bowel training)

(30)

a. Latih pasien untuk menahan defekasi selama beberapa saat b. Pemakaian pampers untuk menghindari pencemaran lingkungan

7. Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan struktur tubuh atau fungsi (trauma)

NOC:

a. Pemulihan penyalahgunaan: seksual (Abuse recovery: sexual) b. Fungsi seksual (Sexual functioning)

Kriteria Hasil :

Setelah dilakukan perawatan selama 1 minggu pasien akan mampu: a. Mengekspresikan harapan (Skala 3)

b.Mengekspresikan kemarahan dalam cara yang non destruktif (Skala 3)

c. Mengekspresikan kenyamanan pada tubuh (Skala 3)

d.Mengekspresikan harga diri (skala 3) NIC:

Konseling seksual (Sexual counseling)

a.Bangun hubungan teraupetik, berdasarkan kepercayaan

b.Bangun hubungan konseling yang nyaman

c. Berikan informasi tentang fungsi seksual yang sesuai

d.Bahas dampak dari penyakit dan situasi tentang seksualitas kesehatan

e.Bahas pengaruh obat tentang seksualitas dengan tepat

f. Bahas tingkat pengetahuan pasien tentang seksualitas pada umumnya

g. Libatkan pasangan (jika sudah menikah) dan dalam membangun hubungan teraupetik

8. Harga diri rendah situasional berhubungan dengan kerusakan fungsional pada Lumbal

NOC:

a.Pengambilan keputusan (Decision making)

b.Harga diri (Self esteem) Kriteria hasil:

Setelah dilakukan perawatan selama 1 minggu pasien akan mampu:

a. Mampu mengungkapkan penerimaan diri sendiri dalam situasi (Skala 3)

(31)

b.Mampu mengenalkan dan menggabungkan perubahan dalam konsep diri dalam cara yang akurat tanpa menegatifkan harga diri (Skala 3)

NIC:

Peningkatan harga diri (Self Esteem Enhancement)

a.Monitor keadaan nilai diri pasien

b.Tentukan kepercayaan penilaian terhadap diri sendiri

c. Monitor frekuensi laporan verbal pasien

d.Fasilitasi lingkungan dan kegiatan yang meningkatkan harga diri

e.Hargai prestasi keberhasilan pasien sebelumnya

9. Risiko kerusakan dalam beragama berhubungan dengan sakit/hospitalisasi NOC:

a. Rohani (Spiritual well being) b. Interaksi sosial (Social Interaction) Kriteria Hasil:

Setelah dilakukan perawatan selama 5 x 24 jam pasien akan mampu: a. Mengungkapkan ketenangan (Skala 3)

b. Beribadah (Skala 3)

c. Interaksi dengan pemuka agama (Skala 4) d. Keikhlasan (Skala 4)

e. Mau menerima keadaan (Skala 4) NIC:

Dukungan spiritual (Spiritual Support)

a. Fasilitasi pasien untuk berdoa dan beribadah b. Sediakan pemuka agama untuk konsultasi pasien Peningkatan sosialisasi (Socialization enhancement)

a. Anjurkan keterlibatan pada pembentukan hubungan sesama b. Anjurkan kesabaran dalam pembangunan hubungan sesama c. Anjurkan untuk beraktivitas dengan orang lain

(32)

Tabel 4.2 Skala Pengukuran NOC 1 2 3 4 5 Extremely compromised Substansial compromised Moderately compromised Mildly compromised Not compromised Extremely deviasi dari rentang normal Sebstansial deviasi dari rentang normal Moderate deviasi dari rentang normal

Mild deviasi dari rentang normal No deviasi dari rentang normal Tergantung, tdk berpartisipasi Memerlukan bantuan orang dan alat Membutuhkan bantuan orang Mandiri dengan alat bantu Mandiri penuh Tdk ada gerakan

Gerakan terbatas Gerakan moderat Gerakan subtansial

Gerakan penuh

Tidak sama sekali

To slight extent To a moderate extent

To ageat extent To a very great extent

Tidak adekuat Sedikit adekuat Moderat adekuat Substansially adekuat

Total adekuat

Lebih dari 9 7-9 4-6 1-3 Tidak ada

Extensive Substansial moderate limited none

None Limited moderate substantial Extensive

None Slight moderate Substantial Complete

Tidak pernah positive

Jarang positive Kadang positive Sering positive Selalu positive

Sangat lemah Lemah moderat Kuat Sangat kuat

Tidak pernah menunjukkan Jarang menunjukkan Kadan menunjukkan Sering menunjukkan Selalu menunjukkan

Berat Substansial moderate Ringan Tidak ada

Tidak ada bukti Bukti terbatas Bukti moderat Bukti substantial Bukti extensive Extreme terlambat dari rentang normal Substantial terlambat dari rentang normal Moderate terlambat dari rentang normal Mild terlambat dari rentang normal Tidak terlambat dari rentang normal

Kurang Cukup Rata-rata Baik Baik Sekali

D. IMPLEMENTASI

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik Manajemen nyeri (Pain Management)

a. Melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi

(33)

c. Menggunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien

d. Mengontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan

e. Memilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter personal) misalnya

f. Mengkolaborasikan dengan dokter dengan memberikan analgesik untuk mengurangi nyeri

Administrasi analgesik (Analgesic Administration)

a.Menentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat

b.Mengecek riwayat alergi

c. Kolaborasikan dengan dokter dalam menentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri

d.Kolaborasikan dengan dokter dalam menentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal

e.Memilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur

f. Memonitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali

g.Memberikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat

h.Mengevaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping)

2. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan neuromuskular

Terapi latihan: ambulasi (Exercise therapy : ambulation)

a. Mengkonsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan dan bertahap misalnya dengan ROM pasif terlebih dahulu kemudian ROM aktif

(34)

b. Membantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap cedera

c. Mengajarkan pasien dan keluarga tentang teknik ambulasi misalnya pergerakan kaki secara bertahap

d. Mengkaji kemampuan pasien dalam mobilisasi

e. Melatih pasien dalam pemenuhan kebutuhan aktivitas sehari-hari secara mandiri sesuai kemampuan misalnya makan, berhias, dan toileting

f. Mengajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan misalnya memiringkan badan

Manajemen energi (Energy Management)

a. Mengobservasi adanya pembatasan pasien dalam melakukan aktivitas

b. Mendorong pasien untuk mengungkapkan perasaan terhadap keterbatasan

c. Mengkaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan misalnya kemampuan pasien dalam melakukan ROM

d. Memonitor nutrisi dan energi yang adekuat

e. Memonitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan

Terapi aktivitas (Activity Therapy)

a. Mengkolaborasikan dengan tenaga kesehatan lain dalam merencanakan program latihan yang tepat.

b. Membantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan c. Membantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang

diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan

d. Membantu pasien dalam menggunakan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda dan krek

e. Membantu pasien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang 3. Retensi urin berhubungan dengan hambatan dalam refleks berkemih

Pelatihan untuk kandung kemih (Urinary bladder training)

a. Menetapkan awal dan akhir jadwal waktu untuk toileting

b.Mengingatkan pasien untuk miksi pada interval telah yang ditentukan

c. Menggunakan kekuatan sugesti misalnya dengan mendengarkan air mengalir untuk membantu pasien dalam mengosongkan kandung kemih

(35)

Retensi urin (Urinary retention)

a. Melakukan penilaian berkemih yang komprehensif berfokus pada inkontinensia (contoh pengeluaran kemih, pola pengeluaran urin, fungsi kognitif).

b.Menjaga privasi untuk eliminasi

c. Menggunakan kateter kemih dengan tepat

d.Memonitor intake dan output cairan

e. Memantau tingkat distensi kandung kemih dengan palpasi dan perkusi f. Melatih pasien untuk mengeluarkan urin misalnya ketika perawat akan

mengganti selang kateter dengan cara mengikat selang kateter sampai kandung kemih terasa penuh sehingga pasien memiliki sensasi ingin miksi.

4. Inkontinensia urin total berhubungan dengan trauma atau penyakit yang mempengaruhi saraf medula spinal

Perawatan pada ketidaktahanan urine (Urinary incontinence Care)

a. Mengidentifikasi banyak faktor yang menyebabkan inkontinensia (seperti pengeluaran urine, fungsi kognitif, obat-obatan)

b.Memonitor eliminasi urin termasuk frekuensi, volume, warna urin

c. Menginstruksikan kepada pasien untuk minum minimal 1500 cc air per hari

d.Memonitor efektivitas obat-obatan

e. Melatih pasien untuk menahan miksi beberapa saat Manajemen penekanan (Pressure management)

a. Menjaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering

b.Memobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali

c. Memonitor akan adanya kemerahan

d.Memonitor aktivitas dan mobilisasi pasien

5. Konstipasi berhubungan dengan kelemahan neurologis pada lumbal Konstipasi bowel (Bowel constipation)

a. Menganjurkan pasien atau keluarga untuk memenuhi kebutuhan nutrisi harian yang tinggi serat

b. Menganjurkan pasien atau keluarga menggunakan laksatif

(36)

Pelatihan pada usus (Bowel Training):

a. Mengkolaborasike dokter jika pasien memerlukan suppositoria (obat merangsang supaya buang air yang dimasukkan ke dalam dubur)

b. Menganjurkan pasien untuk cukup minum

c. Mendorong pasien untuk cukup mobilisasi

d. Mengkolaborasi pemberian suppositoria laksantif jika memungkinkan

e. Mengevaluasi status BAB secara rutin

6. Inkontinensia bowel berhubungan dengan keabnormalan spinkter rektum Perawatan ketidaktahanan usus (Bowel Inkontinence care)

a. Memperkirakan penyebab fisik dan psikologi dari inkontinensia fekal

b. Menjelaskan tujuan dari manajemen bowel pada pasien/keluarga

c. Mendiskusikan prosedur dan kriteria hasil yang diharapkan bersama pasien

d. Mencuci area perianal dengan sabun dan air lalu keringkan

e. Menjaga kebersihan baju dan tempat tidur

f. Memonitor efek samping pengobatan. Pelatihan bowel (bowel training)

a. Melatih pasien untuk menahan defekasi selama beberapa saat

b. Memakaian pampers untuk menghindari pencemaran lingkungan jika masih diperlukan

7. Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan struktur tubuh atau fungsi (trauma)

Konseling seksual (Sexual counseling)

a. Membangun hubungan teraupetik, berdasarkan kepercayaan

b. Membangun hubungan konseling yang nyaman

c. Memberikan informasi tentang fungsi seksual yang sesuai

d. Membahas dampak dari penyakit dan situasi tentang seksualitas kesehatan

e. Membahas pengaruh obat tentang seksualitas dengan tepat

f.Membahas tingkat pengetahuan pasien tentang seksualitas pada umumnya

g. Melibatkan pasangan (jika sudah menikah) dan dalam membangun hubungan teraupetik

(37)

8. Harga diri rendah situasional berhubungan dengan kerusakan fungsional pada lumbal

Peningkatan harga diri (Self Esteem Enhancement)

a. Memonitor keadaan nilai diri pasien

b. Menentukan kepercayaan penilaian terhadap diri sendiri

c. Memonitor frekuensi laporan verbal pasien

d. Menfasilitasi lingkungan dan kegiatan yang meningkatkan harga diri

e. Menghargai prestasi keberhasilan pasien sebelumnya

9. Risiko kerusakan dalam beragama berhubungan dengan sakit/hospitalisasi Dukungan spiritual (Spiritual Support)

a. Menfasilitasi pasien untuk berdoa dan beribadah b. Menyediakan pemuka agama untuk konsultasi pasien Peningkatan sosialisasi (Socialisation enhancement)

a. Menganjurkan keterlibatan keterlibatan pada pembentukan hubungan sesama

b. Menganjurkan kesabaran dalam pembangunan hubungan sesama c. Menganjurkan untuk beraktivitas dengan orang lain

d. Menganjurkan untuk mengungkapkan masalah kepada orang lain E. EVALUASI

1. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan neuromuskular

S : Tanyakan pada pasien apakah sudah dapat bergerak dalam batas fungsi atau belum

O : Pasien sudah memperlihatkan usaha melakukan latihan dalam batas fungsi

A : Tujuan tercapai sebagian P : Melatih pasien dengan ROM

2. Retensi urin berhubungan dengan hambatan dalam refleks berkemih

S : Tanyakan pada pasien apakah sudah mengonsumsi asupan cairan yang adekuat atau belum?

(38)

A : Tujuan tercapai

P : Menjaga asupan cairan yang adekuat

3. Inkontinensia urin total berhubungan dengan trauma atau penyakit yang mempengaruhi saraf medulla spinal

S : Tanyakan pada pasien apakah terjadi tanda-tanda infeksi pada saluran urine misalnya berkemih jernih dan urine encer

O : Pasien tidak terjadi tanda-tanda infeksi pada saluran urine (warna urine jernih dan encer)

A : Tujuan tercapai

P : Menjaga agar tidak timbul tanda-tanda infeksi saluran urine selama masih perawatan

4. Konstipasi berhubungan dengan kelemahan neurologis pada lumbal

S : Tanyakan pada pasien apakah sudah dapat buang air besar secara teratur atau belum.

O : Pasien belum dapat buang air besar secara teratur A : Tujuan belum tercapai

P : Mengonsumsi makanan berserat yang adekuat dan cairan melalui oral 5. Inkontinensia bowel berhubungan dengan keabnormalan spinkter rektum

S : Tanyakan pada pasien apakah sudah dapat mengatur pengeluaran BAB atau belum.

O : Pasien sudah dapat mengatur pengeluaran BAB A : Tujuan tercapai

P : Mencegah terjadinya inkontinensia bowel lanjutan

6. Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan struktur tubuh atau fungsi (trauma)

S : Tanyakan pada pasien apakah hubungan dengan orang berharga terjaga dengan baik

O : Hubungan dengan orang berharga terjaga dengan baik A : Tujuan tercapai

P : Meningkatkan harapan sembuh pada pasien

7. Harga diri rendah situasional berhubungan dengan kerusakan fungsional pada lumbal

(39)

S : Tanyakan pada pasien apakah sudah dapat menerima diri dalam situasi ini atau belum.

O : Pasien sudah dapat menerima diri sesuai kemampuan pasien sekarang A : Tujuan tercapai

P : Memberikan penghargaan terhadap keberhasilan pasien

8. Risiko kerusakan dalam beragama berhubungan dengan sakit/hospitalisasi S : Tanyakan pada pasien apakah sudah beribadah sesuai kepercayaan pasien O : Pasien sudah melakukan ibadah sesuai kepercayaannya

A : Tujuan tercapai

P : Menjaga privasi ibadah pasien

9. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik

S : Tanyakan pada pasien apakah level nyeri sudah berkurang atau belum setelah perawatan selama 3 x 24 jam?

O : Level nyeri pasien sudah berkurang A : Tujuan tercapai sebagian

(40)

BAB V PENUTUP H. Kesimpulan

Dari hasil pembahasan di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa cedera medula spinalis lumbal adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang disebabkan oleh benturan pada daerah medula spinalis lumbal. Penyebabnya antara lain trauma dan kelainan pada vertebra (seperti artropati spinal, fraktur patologik, infeksi, osteoporosis, kelainan kongenital, dan gangguan vaskular). Instabilitas pada vertebra lumbal mengakibatkan penekanan saraf lumbal sehingga terjadi gangguan pada saraf lumbal. Hal ini menyebabkan gangguan fungsi organ-organ yang dipersarafi yaitu usus, genitalia, urinari, rektum, dan ekstremitas bawah. Penatalaksanaan ditujukan untuk mencegah akibat lanjut dari cedera. Asuhan keperawatan yang digunakan untuk menangani pasien cedera medula spinalis antara lain:

10. Diagnosa: Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik. Intervensi: berikan obat analgesik dengan tepat.

11. Diagnosa: Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular.

Intervensi: kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi.

12. Diagnosa: Retensi urin berhubungan dengan hambatan dalam refleks berkemih.

Intervensi: pantau tingkat distensi kandung kemih dengan palpasi dan perkusi.

13. Diagnosa: Inkontinensia urin total berhubungan dengan trauma atau penyakit yang mempengaruhi saraf medula spinalis.

Intervensi: monitor eliminasi urin (frekuensi, volume, dan warna urin).

14. Diagnosa: Konstipasi berhubungan dengan kelemahan neurologis pada lumbal.

(41)

15. Diagnosa: Inkontinensia bowel berhubungan dengan keabnormalan spinkter rektum.

Intervensi: jelaskan penyebab fisik dan psikologi dari inkontinensia fekal.

16. Diagnosa: Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan struktur tubuh atau fungsi (trauma).

Intervensi: bahas tingkat pengetahuan pasien tentang seksualitas pada umumnya.

17. Diagnosa: Harga diri rendah situasional berhubungan dengan kerusakan fungsional lumbal.

Intervensi: berikan penghargaan prestasi keberhasilan pasien sebelumnya

18. Diagnosa: Risiko kerusakan dalam beragama berhubungan dengan sakit/hospitalisasi.

Intervensi: sediakan pemuka agama untuk konsultasi pasien. I. Saran

Penulis menyarankan, sebaiknya seorang perawat dalam setiap pemberian asuhan keperawatan termasuk pada asuhan keperawatan cedera medula spinalis menggunakan konsep keperawatan yang sesuai dengan kebutuhan dasar manusia yang bersifat holistik yang meliputi aspek biopsikososiospiritual.

(42)

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol. 3 . Jakarta : EGC.

Bulecheck, M.G & Dotcherman. 2000. Nursing Intervention Classification (NIC). Mosby Year Book. Philadelphia, J.B. Lippincott.

Bulecheck, M.G & Dotcherman. 2000. Nursing Outcome Classification (NOC). Mosby Year Book. Philadelphia, J.B. Lippincott

Carpenito, Lynda Juall. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan Diagnosa Keperawatan dan Masalah Kolaboratif. Edisi-2. Jakarta : EGC.

Doengoes, M. E, 1999, Rencana Asuham Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta ; EGC

Islam, Mohammad S. 2006. Terapi Sel Stem pada Cedera Medulla Spinalis Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/Ruamah Sakit Umum Dr. Soetomo. Surabaya: Cermin Dunia Kedokteran No. 154, 2007 39.

Morton, Patricia G. 2005. Critical Care Nursing a Holistic Approach Eight Edition. Philadelphia, J.B. Lippincott.

Pinzon, Rizaldy. 2007. Mielopati Servikal Traumatika: Telaah Pustaka Terkini RSUD Dr. M. Haulssy. Ambon: Cermin Dunia Kedokteran No. 153, 2006 17.

Price da Wilson. 2005. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta: EGC.

(43)

Lampiran 1

BIODATA Ketua kelompok

Nama : Akhyarul Anam

Tempat, tanggal lahir : Banyumas, 7 Juni 1989

NIM : G1D007039

Riwayat pendidikan :

1. 1995-2001 : SD N 2 Karangsalam Kidul 2. 2001-2004 : SMP N 2 Purwokerto 3. 2004-2007 : SMA N 2 Purwokerto

4. 2007-sekarang : Universitas Jenderal Soedirman FKIK Jurusan Keperawatan

Karya-karya ilmiah yang pernah dibuat :

1. Sosialisasi Terapi Musik Klasik “Mozart” untuk Ibu Hamil di Desa Karangsalam Kidul

Pengalaman organisasi :

1. Peserta pelatihan karya tulis ilmiah “Means for All with Science” pada 28 Oktober 2007.

2. Staf Departemen Dalam Negeri BEM Jurusan Keperawatan FKIK UNSOED periode 2007-2008.

3. Anggota Divisi Mentoring Media Dinul Islam Jurusan Keperawatan FKIK UNSOED periode 2007-2008.

4. Panitia Milad BEM Jurusan Sarjana Keperawatan FKIK UNSOED pada 25-27 November 2008 dan 15 Januari 2009.

5. Panitia Seminar Nasional Nurse Vs HIV/IADS “Profesionalisme Perawat dalam Penanganan Penderita HIV/AIDS” pada 15 Maret 2009.

6. Kepala Divisi Kaderisasi Media Dinul Islam Jurusan FKIK UNSOED periode 2008-2009.

7. Asisten Anatomi Jurusan Sarjana Keperawatan FKIK UNSOED periode 2008-sekarang.

8. Panitia Orientasi Studi Mahasiswa Baru Jurusan Sarjana Keperawatan FKIK UNSOED Pada 28-30 Agustus 2009.

9. Dewan pertimbangan organisasi Media Dinul islam Keperawatan FKIK periode 2010

10. Dewan Legislatif Mahasiswa Keperawatan FKIK periode 2010 Kegiatan Ilmiah yang pernah diikuti :

i. Kompetisi Karya Tulis Mahasiswa (KKTM) “PERAN MAHASISWA UNTUK KEMAJUAN BANYUMAS” tanggal 21 Oktober 2009

(44)

ii. Pelatihan Karya Tulis Ilmiah “Means for all with Science” tanggal 28 Oktober 2007

iii. WORKSHOP PROGRAM KREATIFITAS MAHASISWA (PKM) tanggal 3 April 2010

iv. Pelatihan Karya Tulis Mahasiswa “Raih Prestasi dengan Karya yang Pasti” tanggal 1 Maret 2009

v. Seminar Nasional Keperawatan Pembuatan Buku Kesehatan “Menulislah Maka Kau Akan Hidup Selamanya”Tanggal 20 Desember 2009.

(45)

Anggota I

a) Nama : Arif Eko Yuniawan

b) Nomor Induk Mahasiswa : G1D009036

c) Fakultas / Jurusan : FKIK / Keperawatan

d) Perguruan Tinggi : Universitas Jenderal

Soedirman

e) Tempat, tanggal lahir : Purbalingga, 22 Juni 1992

f) Alamat : Pengadegan RT : 01/XVIII

Kec. Pengadegan, Purbalingga

g) Riwayat Pendidikan :

i. SD Negeri 5 Pengadegan Tahun Lulus : 2003

ii. SMP Negeri 1 Pengadegan Tahun Lulus : 2006

iii. SMA Negeri 2 Purbalingga Tahun Lulus : 2009

iv. Keperawatan UNSOED

h) Pengalaman Organisasi :

i. Ketua Komisi Pemilihan Raya BEM KMJK FKIK Unsoed Tahun 2010

ii. Panitia Kongres IMKB

iii. Staff Departemen Luar Negeri BEM KMJK FKIK Unsoed iv. Staff Kaderisasi Media Dinul Islam (MEDIS)

i) Kegiatan Ilmiah yang pernah diikuti :

i. Seminar Nasional Keperawatan “Psikologi Anak Saat Sakit Dipandang dari Berbagai Prespektif” Tanggal 6 Desember 2009. ii. Seminar Nasional Keperawatan Pembuatan Buku Kesehatan

“Menulislah Maka Kau Akan Hidup Selamanya”Tanggal 20 Desember 2009.

(46)

iii. Penyuluhan Kesehatan Reproduksi dan Penyakit HIV/AIDS pada tanggal 17 Desember 2009.

(47)

Anggota II

a) Nama : Lita Heni K.

b) Nomor Induk Mahasiswa : G1D009041

c) Fakultas / Jurusan : FKIK / Keperawatan

d)Perguruan Tinggi : Universitas Jenderal Soedirman

e) Tempat, tanggal lahir : Banyumas, 11 April 1991

f) Alamat : Kedungbanteng RT 2 RW III

g) Riwayat Pendidikan :

i. SD Negeri 1 Kedungbanteng Tahun Lulus : 2003

ii. SMP Negeri 2 Purwokerto Tahun Lulus : 2006

iii. SMA Negeri 1 Purwokerto Tahun Lulus : 2009 iv. Keperawatan UNSOED

j) Pengalaman Organisasi :

i. Panitia Komisi Pemilihan Raya BEM KMJK FKIK Unsoed Tahun 2010

ii. Staff Syiar Media Dinul Islam (MEDIS) k) Kegiatan Ilmiah yang pernah diikuti :

i. Seminar Nasional Keperawatan “Psikologi Anak Saat Sakit Dipandang dari Berbagai Prespektif” Tanggal 6 Desember 2009.

ii. Seminar Nasional Keperawatan Pembuatan Buku Kesehatan “Menulislah Maka Kau Akan Hidup Selamanya”Tanggal 20 Desember 2009.

(48)

Gambar

Gambar 2.1 Foto Sinar X Lumbal
Gambar 2.2 Foto Magnetic Resonance Imaging (MRI) Lumbal
Gambar 2.3 Foto Mielografi Lumbal
Tabel 4.1. Data Dasar Pengkajian Menurut Doenges (1999)
+2

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena banyaknya kasus cedera kepala tersebut, maka penulis tertarik untuk mengetahui lebih jauh tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan cidera kepala sedang

Karena banyaknya kasus penyakit cedera kepala itulah maka penulis tergerak untuk melakukan penelitian tentang asuhan keperawatan pada pasien cedera kepala ringan di ruang

asuhan keperawatan khususnya pada pasien cedera kepala

Sedangkan manfaat aplikatif/praktis adalah dapat memberikan informasi/ pengetahuan kepada jajaran dunia keperawatan tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan

2 Penyebab utama kematian pasien trauma tembus leher adalah perdarahan masif akibat cedera pembuluh darah, disamping penyebab lain yaitu cedera medula spinalis,

Tulang belakang yang mengalami gangguan trauma (kecelakaan mobil, jatuh dari ketinggian, cedera olahraga) atau penyakit (Transverse Myelitis, Polio, Spina Bifida, Friedreich

DATA Interpretasi Sesuai dengan patofisiologi MASALAH DO: - pasien tampak meringis - terdapat adanya deformitas Serabut nyeri memasuki medula spinalis Stimulus nyeri mencapai

Hasil studi menunjukan bahwa pengelolaan asuhan keperawatan pada pasien Cedera Kepala Ringan dalam pemenuhan kebutuhan aman dan nyaman: nyeri yang dilakukan tindakan keperawatan tehnik