• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL (SBI) (Sebuah Catatan Kritis)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL (SBI) (Sebuah Catatan Kritis)"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL (SBI)

(Sebuah Catatan Kritis)

Oleh Try Susanti, M. Si Pendahuluan

Sejak munculnya program Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) / Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) tujuh tahun silam beberapa sekolah negeri dan swasta berlomba-lomba meningkatkan kualitas sekolahan agar bisa masuk dan memenuhi syarat sebagai Sekolah Bertaraf Internasional.

Betapa tidak, dengan adanya label RSBI/SBI di tiap-tiap sekolahan, kualitas dan pelayanan di tiap sekolahan menjadi diperhitungkan sehingga output yang dihasilkan oleh siswa lebih menjanjikan.

Berdasarkan Undang-Undang No 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional (Sisdiknas). Program RSBI/SBI adalah satuan pendidikan bertaraf internasional yang dikembangkan di semua jenjang pendidikan.

Satuan bertaraf internasional ini mencakup sistem manajemen yang terbuka transparan dan akuntabel, fasilitas guru dan siswa dalam proses belajar mengajar, pelayanan yang memuaskan bagi pengguna pendidikan serta kursi bagi siswa yang kurang mampu dan sistem evaluasi yang mementingkan kualitas tanggung jawab dan kejujuran.

Dengan terpenuhinya satuan tersebut tujuan dari program RSBI/SBI untuk meningkatkan mutu sekolahan di berbagai bidang akan terwujud dan kepercayaan masyarakat terhadap pendidikan indonesia akan terealisasi dengan menyekolahkan anak-anak mereka di sekolah yang berstandar internasional.

Sejalan dengan perkembangannya, program RSBI/SBI / RRSBI/SBI yang diagung-agung oleh pemerintah sebagai pendidikan yang ideal kemudian mulai diragukan kepercayaannya oleh masyarakat.

RSBI/SBI yang diluncurkan pada tahun 2005 silam, dalam perkembangannya dinilai sebagai sekolah yang salah konsep, sekolah yang mahal, sekolah anak orang kaya sehingga cendrung menjadi sekolah yang eksklusif dan bahkanmengarah ke tindakan mendiskriminasikan anak bangsa serta tidak memberikan keadilan.

Pandangan tersebut muncul setelah siswa atau siswi tidak mengalami peningkatan dalam ilmu pengetahuan maupun kapasitas skill. Dengan dibarengi 1.305 sekolah yang berada di tingkat SD, SMP, SMA/SMK yang tidak memenuhi syarat menjadi Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI/SBI).

Selain kehilangan kepercayaan, gagalnya RSBI/SBI dalam menarik hati rakyat disebabkan oleh system pembiayaan yang tidak transparan dan biaya

tinggi. Tingginya biaya operasional pada RSBI/SBI sebagian besar ditanggung oleh masyarakat, seperti yang diakui oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Muhammad Nuh yang menyatakan sebagian besar biaya operasional sekolah dengan label Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI/SBI) berasal dari orang tua murid. Berdasarkan data yang ia beberkan dalam rapat kerja bersama Komisi X DPR RI, Rabu (1/2/2012), di gedung DPR, Jakarta, orang tua murid menutupi 63 persen anggaran yang diperlukan oleh sekolah berlabel RSBI/SBI.1

Sorotan tentang tingginya biaya sekolah RSBI/SBI memunculkan banyak kritikan terhadap kebijaksanaan yang telah menghabiskan anggaran triliunan rupiah ini. Kritikan tersebut datang dari kalangan DPR selaku mitra pemerintah dan masyarakat sebagai stakeholder kebijakan RSBI/SBI.

Komisi X DPR memutuskan membentuk panitia kerja (panja) rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI/SBI) untuk membahas berbagai persoalan mengenai perubahan sistem pada RSBI/SBI.

Anggota Komisi X DPR Dedi Wahidi mengatakan, hingga saat ini legislatif dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) masih berbeda pendapat mengenai keberadaan RSBI/SBI. Komisi X DPR menyimpulkan, jika pemerintah mendirikan sekolah bertaraf internasional untuk memenuhi amanat undang-undang, sudah seharusnya pembiayaan 100% ditanggung pemerintah pusat, pemerintah daerah, atau keduanya.

Namun,masyarakat ternyata merupakan penyumbang dana terbesar bagi RSBI/SBI dengan persentase hingga 63%. Karena itu,pembenahan perlu segera dilakukan. “Agar kualitas yang serba bagus ini bisa dinikmati seluruh kalangan, terutama membuka kesempatan bagi yang miskin untuk menikmati pendidikan bertaraf internasional, tentunya dengan seleksi berdasarkan prestasi,” sambung Dedi.2

Anggota Komisi X Zulfadhli menambahkan, selama dua tahun terakhir, DPR menemukan masih banyak RSBI/SBI yang bahkan belum memenuhi standar untuk menjadi SSN. Wajar bila kemudian DPR beranggapan RSBI/SBI hanya menjadi proyek pemerintah daerah semata.3

Sementara itu hal senada juga disampaikan oleh Utut Adianto yang menggap dalam perjalanannya RSBI/SBI terjadi banyak masalah di lapangan seperti adanya keluhan dari masyarakat yang menganggap RSBI/SBI diskriminasi dan menarik pungutan besar kepada masyarakat.4

1http://edukasi.kompas.com/read/2012/02/01/22194744/Dana.RRSBI/SBI.63.Persen. dari.Orang.Tua 2 http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/467247/ 3http://www.beritasatu.com/nasional/29751-konsep-rRSBI/SBI-akan-dikaji-ulang.html 4 http://www.beritasatu.com/nasional/29751-konsep-rRSBI/SBI-akan-dikaji-ulang.html

(2)

Menaggapi kritikan diatas Direktur Jenderal Pendidikan Dasar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Suyanto, tak menampik kritikan keras itu. kritikan ini dilayangkan karena mahalnya biaya masuk sekolah berlabel RSBI/SBI, yang hanya mampu dijangkau kalangan mampu. Namun, menurut Suyanto, kontroversi yang mewarnai keberadaan RSBI/SBI selama Ini hanya menyoroti RSBI/SBI dart sisi biaya pendidikan yang mahal. Padahal, menurut Suyanto, tidak seluruh RSBI/SBI berbiaya mahal. Biaya tinggi. kata Suyanto, hanya terjadi di RSBI/SBI yang ada di wilayah DKI Jakarta. Dalam pantauannya, sejumlah daerah seperti Surabaya, Nunukan, dan Sulawesi Selatan memiliki peraturan daerah (Perda) yang mengatur RSBI/SBI sehingga terjangkau untuk semua kalangan. Bahkan menurutnya masyarakat miskin diakomodasi di RSBI/SBI 20 persen. 5

Sementara itu pakar pendidikan yang juga Rektor Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) PGRI Semarang, Muhdi.menganggap bahwa pembenahan RSBI/SBI harus dilakukan secara serius, dengan cara segera memenuhi standar-standar mutu yang masih kurang. Dan baginya RSBI/SBI tidak perlu dihapus, cukup dibenahi dan dievaluasi secara menyeluruh,6

Gagasan tentang perlunya mengevaluasi RSBI/SBI juga datang dari tokoh daerah, seperti yang disampaikan oleh Anggota Komisi E DPRD Jateng Muh Zen yang menyatakan RSBI/SBI perlu dievaluasi mengingat hingga sata ini belum ada satu sekolah pun RSBI yang menjadi SBI (Sekolah Berstandar Internasional) Padahal sudah berapa triliun dana yang dikucurkan.7

Berdasarkan pandangan-pandangan pro dan kontra akan keberadaan RRSBI/SBI diatas, maka perlu mencari solusi bagaimana sebaiknya RRSBI/SBI di posisikan dalam system pendidikan Indonesia demi peningkatan sumber daya manusia seutuhnya.

POTRET RSBI/SBI

Program Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI/SBI) lahir didasarkan pada ketentuan Undang-undang sistem pendidikan nasional (UU Sisdiknas) no 20 tahun 2003 pasal 50 ayat 3 yang menyatakan bahwa pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional.8 Untuk memenuhi ketentuan ini, Kemendikbud khususnya direktorat jenderal 5 http://bataviase.co.id/node/928254 6http://edukasi.kompas.com/read/2012/01/20/18513562/Pakar.Pemerintah.Harus.Ser ius.BenahiRRSBI/SBI 7 http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2012/02/06/108697/ Prioritaskan-Evaluasi-RRSBI/SBI 8

. Undang-Undang Sisdiknas No. 20 tahun 2003

manajemen pendidikan dasar dan menengah telah merintis beberapa sekolah yang diharapkan mampu menerapkan standar mutu menuju sekolah bertaraf internasional. Sekolah bertaraf internasional (RSBI/SBI) adalah sekolah yang memenuhi standar nasional pendidikan (SNP) serta mempunyai keunggulan yang merujuk pada standar pendidikan salah satu negara anggota Organization for Economic Co-operation Development (OECD) dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan sehingga memiliki daya saing di forum internasional. Harapannya, sekolah unggul ini mampu memenuhi kriteria standar nasional pendidikan (SNP) secara mantap. RSBI/SBI agar benar-benar menjadi RSBI/SBI diberi kesempatan menyiapkan dirinya selama lima tahun.

Menurut direktorat jenderal manajemen pendidikan dasar dan menengah (Dirjen Dikdasmen) Kemendiknas Prof. Suyatno, sejak tahun 2006 hingga 2009 terdapat 1.110 RSBI/SBI yang tersebar di seluruh wilayah di Indonesia baik dari tingkat SD, SMP, SMA maupun SMK. RSBI/SBI tersebut terdiri dari 997 sekolah negeri dan 113 sekolah swasta. Distribusinya pertahun ditunjukan pada table dibawah ini:

Table Jumlah RSBI/SBI dari tahun 2006 s/d 2009.

Ket : N = Negeri S = Swasta

Dalam usianya yang sudah memasuki tahun ke 8 ditahun 2013, RSBI/SBI masih menuai banyak kritikan. Kelompok yang pro yang didominasi oleh kalangan pemerintah menyatakan RSBI/SBI masih layak dipertahankan seperti pengakuan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan M Nuh yang menyatakan bahwa:

“Rintisan sekolah berstandar internasional (RSBI/SBI) merupakan wadah atau layanan khusus bagi anak-anak pintar, jika semua anak-anak pintar harus bersekolah di sekolah yang reguler, dikhawatirkan tidak ada kesempatan untuk berkembang.

Namun di kesempatan lain Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) M Nuh juga mempersilakan pihak-pihak yang ingin merevisi atau

(3)

mengamendemen Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) terkait desakan penghapusan keberadaan RSBI/SBI.

Kondisi ini menunjukan bahwa pemerintah sendiri masih ragu dengan program RSBI/SBI yang telah dijalankan, sehingga memunculkan komflik ditengah masyarakat. Komplik ini telah berkembang menjadi isu yang tak berujung, sehingga memunculkan komentar-komentar beragam dikalangan maysrakat.

Jika kita tinjau dari awal pembentukan RSBI/SBI tidak terlepas dari keinginan pemerintah untuk membangun RSBI/SBI di Indonesia dengan tujuan untuk mengantisipasi perkembangan pendidikan pada era globalisasi. Hadirnya RSBI berkaitan dengan belum ada sekolah yang memiliki standar yang ditetapkan oleh OECD sebagai SBI. Oleh karena itu pemerintah menyeleksi dan menyiapkan sekolah yang masuk ke dalam Sekolah Standar Nasional (SSN) untuk dipersiapkan menjadi Sekolah Berstandar Internasional (RSBI/SBI). Kebijakan ini telah bergulir selama 7 tahun dan dari hasil evaluasi dilakukan oleh Direktorat Pembina SMA menunjukkan bahwa sepuluh persen sekolah penyelenggara mengalami kemajuan dan berubah cepat dalam perbaikan fisik sekolah, perubahan prestasi siswa dalam meraih kejuaraaan internasional, peningkatan kompetensi bahasa Inggris siswa dan guru, dan kultur dalam kolaborasi internasional namun belum memenuhi standar OECD untuk ditingkatkan sebagai RSBI/SBI.9

Dalam proses persiapan nya, Icon RSBI/SBI di mata masyarakat Indonesia tak bisa lepas dari bilingual sebagai medium of instruction, multi media dalam pembelajaran di kelas, berstandar internasional, ataupun sebagai sekolah prestisius dengan jalinan kerjasama antara Indonesia dengan negara-negara anggota OECD maupun lembaga-lembaga tes/sertifikasi internasional, seperti Cambridge, IB, TOEFL/TOEIC, ISO, dan lain-lain.

Selain permasalahan diatas permasalahan utama dalam penyelenggaraan RSBI dalam beberapa waktu berselang adalah sbb;

 Deklarasi penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar yang telah dijaminkan pada saat peluncuran program tidak didukung dengan penyiapan pendidikan yang berkompeten sehingga efekvitas pembelajaran terganggu.

 Masyarakat memegang harapan sebagaimana telah disosialisasikan bahwa lulusan RSBI dijamin terampil berkomunikasi dalam bahasa Inggris. Dalam hal ini senyatanya sebagian sekolah belum berhasil membudayakan bahasa dalam komunikasi di sekolah.

 Keunggulan kompetitif SKL dengan indikator memperoleh medali MIPA pada taraf internasional menggiring sekolah untuk mengalokasikan investasi pembinaan kelompok siswa berkeunggulan khusus.

9

http://gurupembaharu.com/home/?p=10556

 Konsentrasi yang kuat terhadap siswa kelompok berbaakat khusus belum berdampak pada meningkatnya prestasi siswa secara masal.

 Membangun keunggulan kompetitif melalui pemberdayaan TIK belum didukung dengan sistem peningkatan kompetensi dan pengelolaan TIK sehingga berfungsi tidak sehat dan kontra.

 Sekolah dalam menerapkan dan melaksanakan penjaminan mutu pemenuhan standar masih perlu memerlukan proses perhatian khusus untuk lebih ditingkatkan.

 Penilaian kinerja perlu lebih dipertajam untuk melihat proses dan hasil. Penajaman itu perlu diarahkan pula pada aspek faktual bukan terhadap pengakuan dan dokumen.

Kebijakan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI/SBI) 1. Landasan Hukum

a. UU Sisdiknas Pasal 50 Ayat 3

Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional.10

b. Kebijakan Pokok Pembangunan Pendidikan Nasional dalam Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2005-2009.

1). Pemerataan dan Perluasan Akses

2). Peningkatan Mutu, Relevansi, dan Daya Saing. Salah satunya pembangunan sekolah bertaraf internasional untuk meningkatkan daya saing bangsa. Dalam hal ini, pemerintah perlu mengembangan RSBI/SBI pada tingkat kabupaten/kota melalui kerja sama yang konsisten antara Pemerintah dengan Pemerintah Kabupaten/Kota yang bersangkutan untuk mengembangkan SD, SMP, SMA, dan SMK yang bertaraf internasional sebanyak 112 unit di seluruh Indonesia.

3). Penguatan Tata Kelola, Akuntabilitas, dan Pencitraan Publik.11

2. Konsep Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI/SBI)

a. Filosofi Eksistensialisme dan Esensialisme

10

Anonim, 2006. Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional. WIPRESS

11 Anonim, 2006. Rencana Startegis Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2005-2009. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

(4)

Penyelenggaraan RSBI/SBI didasari filosofi eksistensialisme dan

esensialisme (fungsionalisme). Filosofi eksistensialisme berkeyakinan

bahwa pendidikan harus menyuburkan dan mengembangkan eksistensi peserta didik seoptimal mungkin melalui fasilitas yang dilaksanakan melalui proses pendidikan yang bermartabat, pro-perubahan, kreatif, inovatif, dan eksperimentif), menum-buhkan dan mengembangkan bakat, minat, dan kemampuan peserta didik.12

Filosofi eksistensialisme berpandangan bahwa dalam proses belajar mengajar, peserta didik harus diberi perlakuan secara maksimal untuk mengaktualkan, mengeksiskan, menyalurkan semua potensinya, baik potensi (kompetensi) intelektual (IQ), emosional (EQ), dan Spiritual (SQ).

Filosofi esensialisme menekankan bahwa pendidikan harus berfungsi dan relevan dengan kebutuhan, baik kebutuhan individu, keluarga, maupun kebutuhan berbagai sektor dan sub-sub sektornya, baik lokal, nasional, maupun internasional. Terkait dengan tuntutan globalisasi, pendidikan harus menyiapkan sumber daya manusia Indonesia yang mampu bersaing secara internasional. Dalam mengaktualkan kedua filosofi tersebut, empat pilar pendidikan, yaitu:

learning to know, learning to do, learning to live together, and learning to be merupakan patokan berharga bagi penyelarasan praktek-praktek

penyelenggaraan pendidikan di Indonesia, mulai dari kurikulum, guru, proses belajar mengajar, sarana dan prasarana, hingga sampai penilainya.13

b. SNP + X (OECD)

Rumusan SNP + X (OECD) maksudnya adalah SNP singkatan dari Standar Nasional Pendidikan plus X. Sedangkan OECD singkatan dari

Organization for Economic Co-operation and Development atau sebuah

organisasi kerjasama antar negara dalam bidang ekonomi dan pengembangan. Anggota organisasi ini biasanya memiliki keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan yang telah diakui standarnya secara internasional. Yang termasuk anggota OECD ialah: Australia, Austria, Belgium, Canada, Czech Republic, Denmark, Finland, France, Germany, Greece, Hungary, Iceland, Ireland, Italy, Japan, Korea, Luxembourg, Mexico, Netherlands, New Zealand, Norway, Poland, Portugal, Slovak Republic, Spain, Sweden, Switzerland, Turkey, United Kingdom, United

12

Kir Haryana. 2007. Konsep Sekolah Bertaraf Internasional (artikel). Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama., hal. 37

13

Ibid., hal. 37-38

States dan Negara maju lainnya seperti Chile, Estonia, Israel, Russia, Slovenia, Singapore, dan Hongkong. 14

Sebagaimana dalam “Pedoman Penjaminan Mutu Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah tahun 2007”, bahwa sekolah/madarasah internasional adalah yang sudah memenuhi seluruh Standar Nasioanl Pendidikan (SNP) dan diperkaya dengan mengacu pada standar pendidikan salah satu Negara anggota Organization for Economic

Co-operation and Development (OECD) dan /atau Negara maju lainnya

yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan, sehingga memiliki daya saing di forum Internasional.

Jadi, SNP+X di atas artinya bahwa dalam penyelenggaraan RSBI/SBI, sekolah/madrasah harus memenuhi Standar Nasional Pendidikan (Indonesia) 15 dan ditambah dengan indikator X,

maksudnya ditambah atau

diperkaya/di-kembangkan/diperluas/diperdalam dengan standar anggota OECD di atas atau dengan pusat-pusat pelatihan, industri, lembaga-lembaga tes/sertifikasi inter-nasional, seperti Cambridge, IB, TOEFL/TOEIC, ISO, pusat-pusat studi dan organisasi-organisasi multilateral seperti UNESCO, UNICEF, SEAMEO, dan sebagainya.

Ada dua cara yang dapat dilakukan sekolah/madrasah untuk memenuhi karakteristik (konsep) Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI/SBI), yaitu sekolah yang telah melaksanakan dan memenuhi delapan unsur SNP sebagai indikator kinerja minimal ditambah dengan (X) sebagai indikator kinerja kunci tambahan. Dua cara itu adalah: (1) adaptasi, yaitu penyesuaian unsur-unsur tertentu yang sudah ada dalam SNP dengan mengacu (setara/sama) dengan standar pendidikan salah satu anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan, diyakini telah memiliki reputasi mutu yang diakui secara internasional, serta lulusannya memiliki kemampuan daya saing internasional; dan (2) adopsi, yaitu penambahan atau pengayaan/pendalaman/ penguatan/perluasan dari unsur-unsur tertentu yang belum ada diantara delapan unsure SNP dengan tetap mengacu pada standar pendidikan salah satu anggota OECD/negara maju lainnya.16

14 Kir Haryana. 2007. Konsep Sekolah, hal. 41

15 Standar Nasional Pendidikan meliputi; standar isi, standar proses, standar

kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian.( Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan).

16

(5)

c. Karakteristik Sekolah Bertaraf Internasional

1). Karakteristik visi

Dalam sebuah lembaga/organisasi, menentukan visi sangat penting sebagai arahan dan tujuan yang akan dicapai. Tony Bush&Merianne Coleman menjelaskan visi untuk menggambarkan masa depan organisasi yang diinginkan. Itu berkaitan erat dengan tujuan sekolah atau perguruan tinggi, yang diekspresikan dalam terma-terma nilai dan menjelaskan arah organisasi yang diinginkan. Tony Bush&Merianne Coleman mengutip pendapat Block, bahwa visi adalah masa depan yang dipilih, sebuah keadaan yang diinginkan. 17

Visi Sekolah Bertaraf Internasional adalah: Terwujudnya Insan Indonesia yang cerdas dan kompetitif secara internasional.18 Visi ini mengisyaratkan secara tidak langsung gambaran tujuan pendidikan yang diselenggarakan oleh sekolah model RSBI/SBI, yaitu mewujudkan insan Indonesia yang cerdas dan kompetitif/memiliki daya saing secara internasional.

2). Karakteristik Esensial

Karakteristik esensial dalam indikator kunci minimal (SNP) dan indikator kunci tambahan (x) sebagai jaminan mutu pendidikan bertaraf internasional meliputi: status akreditasi, kurikulum (Standar Isi) dan Standar Kompetensi lulusan, proses pembelajaran, penilaian, pendidik dan tenaga pendidikan, sarana prasarana dan pembiayaan19 3). Karakteristik Penjaminan Mutu (Quality Assurance)

a). output (produk)/lulusan RSBI/SBI

Adalah memiliki kemampuan-kemampuan bertaraf nasional plus internasional sekaligus, yang ditunjukkan oleh penguasaan SNP Indonesia dan penguasaan kemampuan-kemampuan kunci yang diperlukan dalam era global.

Ciri-ciri output/outcomes RSBI/SBI sebagai berikut; (1) lulusan RSBI/SBI dapat melanjutkan pendidikan pada satuan pendidikan yang bertaraf internasional, baik di dalam negeri maupun luar negeri, (2) lulusan RSBI/SBI dapat bekerja pada lembaga-lembaga internasional dan/atau negara-negara lain, dan (3) meraih mendali tingkat internasional pada berbagai

17

Tony Bush & Merianne Coleman. 2006. Manajemen Strategis Kepemimpinan

Pendidikan.(terj.) oleh Fahrurozi. Yogyakarta: IRCiSoD, hal. 363-37. 18 Kir Haryana. 2007. Konsep Sekolah, hal. 43

19

Ibid., hal. 45

kompetensi sains, matematika, teknologi, seni, dan olah raga.20

b). proses pembelajaran RSBI/SBI

Ciri-ciri proses pembelajaran, penilaian, dan penyelenggaraan RSBI/SBI sebagai berikut: (1) pro-perubahan, yaitu proses pembelajaran yang mampu menumbuhkan dan mengembangkan daya kreasi, inovasi, nalar, dan eksperimentasi untuk menemukan kemungkinan-kemungkinan baru, a joy of discovery, (2) menerapkan model pem-belajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan; student centered;

reflective learning, active learning; enjoyable dan joyful learning, cooperative learning; quantum learning; learning revolution; dan contextual learning, yang kesemuanya itu telah

memiliki standar internasional; (3) menerapkan proses pembelajaran berbasis TIK pada semua mata pelajaran; (4) proses pembelajaran menggunakan bahasa Inggris, khususnya mata pelajaran sains, matematika, dan teknologi; (5) proses penilaian dengan menggunakan model penilaian sekolah unggul dari negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya, dan (6)dalam penyelenggaraan RSBI/SBI harus menggunakan standar manajemen intenasional, yaitu mengoimplementasikan dan meraih ISO 9001 versi 2000 atau sesudahnya dan ISO 14000, dan menjalin hubungan sister

school dengan sekolah bertaraf internasional di luar negeri.21

c). input

ciri input RSBI/SBI ialah (1) telah terakreditasi dari badan akreditasi sekolah di salah negara anggota OECD atau negara maju lainnya, (2) standar lulusan lebih tinggi daripada standar kelulusan nasional, (3) jumlah guru minimal 20% berpendidikan S2/S3 dari perguruan tinggi yang program studinya terakreditasi A dan mampu berbahasa inggris aktif. Kepala sekolah minimal S2 dari perguruan tinggi yang program studinya terakreditasi A dan mampu berbahasa inggris aktif. (4) siswa baru (intake) diseleksi secara ketat melalui saringan rapor SD, ujian akhir sekolah, scholastic aptitude test (SAT), kesehatan fisik, dan tes wawancara. Siswa baru RSBI/SBI memeliki potensi kecerdasan unggul yang ditunjukkan oleh kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual, dan berbakat luar biasa.

20 Ibid.,hal. 41

21

(6)

Analisis Kritis Kebijakan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI/SBI)

Tujuan utama penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional adalah upaya perbaikan kualitas pendidikan nasional, khususnya supaya eksistensi pendidikan nasional Indonesia diakui di mata dunia dan memiliki daya saing dengan negara-negara maju lainnya.

Kebijakan pemerintah mengenai RSBI/SBI selain didukung secara konstitusi dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 50 ayat (3), dan juga - menurut Satria Dharma -, RSBI/SBI merupakan proyek prestisius, karena akan dibiayai oleh Pemerintah Pusat 50%, Pemerintah Propinsi 30%, dan Pemerintah Kabupaten/Kota 20%. Padahal, untuk setiap sekolahnya saja Pemerintah Pusat mengeluarkan 300 juta rupiah setiap tahun paling tidak selama 3 (tiga) tahun dalam masa rintisan tersebut.22

Sejak dilandingkan kebijakan RSBI/SBI, pemerintah menuai pujian dan juga kritikan, baik itu pujian bahwa kebijakan RSBI/SBI merupakan langkah maju untuk memperbaiki kualitas pendidikan Indonesia, maupun kritikan bahwa konsep ini tidak didahului dengan studi secara mendalam.

Ada beberapa hal yang dapat kita jadikan sebagai bahan pertimbangan untuk mengkritisi kebijakan pemerintah tentang RSBI/SBI tersebut.

1. RSBI/SBI lebih cenderung menggunakan perencanaan pendidikan dengan Pendekatan Cost Effectivenes (efektivitas biaya).

Pendekatan Cost Effectiveness adalah pendekatan yg menitik beratkan pemanfaatan biaya secermat mungkin untuk mendapatkan hasil pendidikan yang seoptimal mungkin, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Pendekatan Tersebut menurut Usman menjadikan Pendidikan hanya diadakan jika benar-benar memberikan keuntungan yang relatif pasti, baik bagi penyelenggara maupun peserta didik.23

Konsekwensi dari pendekatan ini adalah tidak semua anak dapat mengenyam pendidikan di RSBI/SBI, sebab RSBI/SBI lebih menekankan efektivitas pendidikan dalam mencapai hasil yang optimal baik secara kuantitas maupun kualitas, sehingga input pun diambil dari anak-anak yang memiliki kemampuan unggul, baik secara akademik, emosional, spiritual bahkan finansial.

2. Potensi terjadi Sistem Pendidikan yang Bersifat Diskriminatif dan Eksklusif. Penyelenggaraan RSBI/SBI akan melahirkan konsep pendidikan yang

diskri-minatif (hanya diperuntukkan bagi siswa yang memiliki

kemam-puan/kecerdasan unggul) dan ekslusif (pendidikan bagi anak orang kaya). Hal senada juga diungkapkan walid dalam Analisis kebijakan tentang

22

http/www.satriadharma.wordpress.com

23 Usman, Husaini. 2006. Manajemen Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan. Jakarta: PT

Bumi Aksara., hal 59

penyelenggaraan sekolah yang menyebutkan bahwa pendidikan pada RSBI akan menempatkan siswa minoritas (siswa miskin) dalam tekanan social dan tekanan jiwa dalam kelompok mayoritas (siswa kaya/mampu) dengan berbagai fasilitas yang melekat padanya.24

3. Konsep SNP+X kurang jelas

Dalam kurikulum RSBI/SBI ada rumus SNP+X. Artinya Standar Nasional Pendidikan ditambah atau diperkaya/dikembangkan /diperluas /diperdalam dengan standar internasional dari salah satu anggota OECD atau lembaga tes/sertifikasi internsional.

Faktor X dalam rumus di atas tidak memiliki arah dan tujuan yang jelas. Sebab, konsep ini tidak menjelaskan lembaga/negara tertentu yang harus diadaptasi/diadopsi standarnya, dan faktor apa saja yang harus ditambah/ diperkaya/ dikembangkan/ diperluas/ diperdalam? Apakah sistem pembelajaran bahasanya, teknologinya, ekonominya, dan lain-lain. Sehingga menurut Satria Dharma, mungkin ini merupakan strategi agar target yang hendak dikejar menjadi longgar dan sulit untuk diukur. 25 4. Potensi terjadi komersialisasi pendidikan

Lahirnya RSBI/SBI bisa membawa dampak komersialisasi pendidikan kepada para pelanggan jasa pendidikan, semisal masyarakat, siswa atau orang tua. Indikasi ini juga diakui sulistio, ketua PGRI yang melihat komersialisasi itu terjadi ketika sekolah RSBI/SBI menarik puluhan juta kepada siswa baru yang ingin masuk sekolah RSBI/SBI. Hal ini dilakukan dengan dalih bahwa sekolah tersebut bertaraf internasional, dilengkapi dengan sistem pembelajaran yang mengacu pada negara anggota OECD, menggunakan teknologi informasi canggih, bilingual, dan lain-lain.26 5. Tujuan pendidikan yang misleading

Selama ini siswa RSBI/SBI dihadapkan pada 2 kiblat ujian, yakni UN dan Cambridge misalnya. Beberapa sekolah nasional plus yang selama ini dirancang untuk mengikuti dua kiblat tersebut mengakui bahwa sangat sulit mereka untuk mengikuti dua kiblat sekaligus.

Ketua Ikatan guru Independen Satria Dharma mengungkapkan bahwa jika yang hendak dituju adalah peningkatan kualitas pembelajaran dan output pendidikan, maka mengadopsi atau berkiblat pada sistem ujian Cambridge ataupun IB bukanlah jawabannya. Bahkan, sebenarnya menggerakkan semua potensi terbaik pendidikan di Indonesia untuk berkiblat ke sistem Cambridge adalah sebuah pengkhianatan terhadap tujuan pendidikan nasional itu sendiri. Di negara-negara maju seperti

24 Walid,Muhammad. Analisis Kebijakan tentang Penyelenggaraan Sekolah/Madrasah

bertaraf Indonesia. Madrasah . vol II 2 januari 2010. Hal 234

25

http/www.satriadharma.wordpress.com

26

(7)

Singapura, Australia dan New Zealand, pemerintah tidak membiarkan sistem pendidikan luar ataupun internasional macam Cambridge ataupun IB masuk dan digunakan dalam kurikulum sekolah mereka. Hanya sekolah yang benar-benar berstatus International School dengan siswa asing saja yang boleh mengadopsi sistem pendidikan lain.27

6. Konsep RSBI/SBI cenderung lebih menekankan pada alat daripada proses. Indikasi ini nampak ketika penyelenggaraan RSBI/SBI lebih mementingkan alat/media pembelajaran yang canggih, bilingual sebagai medium of

instruction, berstandar internasional, daripada proses penanaman nilai

pada peserta didik. Prof Djohar menyatakan bahwa tuntutan pendidikan global jangan diartikan hanya mempersoalkan kedudukan pendidikan kita terhadap rangking kita dengan negara-negara lain, akan tetapi harus kita arahkan kepada perbaikan pendidikan kita demi eksistensi anak bangsa kita untuk hidup di alam percaturan global, dengan kreativitasnya, dengan EI-nya dan dengan AQ-EI-nya, dan dengan pengetahuanEI-nya yang tidak lepas dari kenyataan hidup nyata mereka.28

7. Kebijakan RSBI/SBI bertolak belakang dengan otonomi sekolah dan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

Bergulirnya otonomi sekolah melahirkan sistem Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Menurut Prof. Djohar, MBS digunakan sebagai legitimasi untuk menentukan kebijakan sistem pembelajaran di sekolah. Sekolah memiliki kemerdekaan untuk menentukan kebijakan yang diambil, termasuk kemerdekaan guru dan siswa untuk menentukan sistem pembelajarannya. 29 Sedangkan dalam RSBI/SBI, sekolah masih dibelenggu dengan sistem pembelajaran dari negara lain.

Kesimpulan dan Saran

Dari kajian di atas dapat disimpulkan bahwa kebijakan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI/SBI) merupakan upaya pemerintah untuk memperbaiki kualitas pendidikan Indonesia agar mempunyai daya saing dengan negara maju di era global. Salah satunya dengan mengadopsi standar internasional anggota OECD sebagai faktor kunci tambahan di samping Standar Nasional Pendidikan.

Dalam perjalanannya, kebijakan RSBI/SBI mulai terlihat beberapa kelemahan, baik secara konseptual maupun sistem pembelajarannya. Ibarat kata pepatah tiada gading tak retak, maka pemerintah sebaiknya melakukan pelbagai langkah perbaikan konsep dengan melibatkan pelbagai

27

http/www.satriadharma.wordpress.com

28

Djohar. 2006. Pengembangan Pendidikan Nasional Menyongsong Masa

Depan.Yogyakarta: CV. Grafika Indah., hal. 211 29

Djohar. 2006. Pengembangan Pendidikan…,hal. 236

unsur/stakeholders pendidikan dan melakukan studi/penelitian mendalam sebelum kebijakan tersebut bergulir.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2006. Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional. WIPRESS

Anonim, 2006. Rencana Startegis Departemen Pendidikan Nasional Tahun

2005-2009. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Bush, Tony & Coleman, Merianne. 2006. Manajemen Strategis Kepemimpinan

Pendidikan.(terj.) oleh Fahrurozi. Yogyakarta: IRCiSoD.

Djohar. 2006. Pengembangan Pendidikan Nasional Menyongsong Masa Depan. Yogyakarta: CV. Grafika Indah.

Haryana, Kir. 2007. Konsep Sekolah Bertaraf Internasional (artikel). Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama.

Usman, Husaini. 2006. Manajemen Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara., hal 59

Walid, Muhammad. Analisis Kebijakan tentang Penyelenggaraan Sekolah/ Madrasah bertaraf Indonesia. Madrasah . vol II 2 januari 2010. Hal 234 http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/467247/ http://www.beritasatu.com/nasional/29751-konsep-rRSBI/SBI-akan-dikaji-ulang.html http://www.beritasatu.com/nasional/29751-konsep-rRSBI/SBI-akan-dikaji-ulang.html http://edukasi.kompas.com/read/2012/01/20/18513562/Pakar.Pemerintah.Ha rus.Serius.Benahi.RRSBI/SBI http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2012/02/06/108697/Priorit askan-Evaluasi-RRSBI/SBI

Gambar

Table Jumlah RSBI/SBI dari tahun 2006 s/d 2009.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: apakah penggunaan media audio visual pada materi gerak

Untuk menjembatani antara Mahasiswa dengan Mahasiswa atau antara Mahasiswa dengan Dosen pengampu, sistem eLearning juga menyediakan menu forum yang dapat digunakan

Kementerian Agama Republik Indonesia, Al- Qur’an dan teremahannya (Bandung: CV Mikraj Khazanah Ilmu, 2013), h.113.. yang lebih mendalam tentang materi-materi yang ada didalam

(1) Harga Gas Bumi Tertentu untuk bahan baku atau proses produksi pada industri petrokimia, industri pupuk, dan industri baja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)

penelitian, jenis data, jumlah subjek , serta asumsi-asumsi teoritis yang melandasi kegiatan penelitian. Analisis data yang digunakan pada tahap penelitian ini adalah analisis

[r]

Dari hasil temuan penelitian ini menunjukkan bahwa strategi loyalitas merek pada produk Tabungan Muamalat Share-E Regular oleh Bank Muamalat Cabang Malang

Untuk bidang perbaikan disain kemasan produk (F2), fokus perhatian tertuju pada b24 karena nilai loading factor paling tinggi 0,819 butirnya adalah kebersamaan