• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemikiran Anwar Ibrahim tentang Konsep Masyarakat Madani dan Relevansinya dengan Politik di Malaysia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemikiran Anwar Ibrahim tentang Konsep Masyarakat Madani dan Relevansinya dengan Politik di Malaysia"

Copied!
123
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA BUKU

Baso, Ahmad. Civil Society Versus Masyarakat Madani.Bandung : Pustaka

Hidayah.1999

Bedlington, Stainley S. Proses Politik di Malaysia dalam Perbandingan Sistem

Politik. Yogyakarta: Gajah mada University Press. 2001.

Chadwick, Bruce A,dkk. Social Science Research Methods. Terj. Sulistia, dkk.

Metode Penelitian Ilmu Pengetahuan Sosial. Semarang : IKIP Semarang Press. 1991

Culla, Adi Suryadi. Masyarakat madani : Pemikiran, Teori dan Relevansinya dengan

cita-cita Reformasi. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. 1999.

Esposito, John L. dan John O.Voll. Demokrasi di Negara-Negara Muslim. Bandung :

Mizan. 1999.

Harahap, Syahrin. Metodologi Studi Tokoh Pemikiran Islam. Jakarta dan Medan :

Istiqamah Mulya Press. 2006.

Heri, Zulfan. Suara Reformasi dari Negeri Jiran. Pekan Baru : UNRI Press:2001.

Ibrahim,Anwar. Renaissans Asia, Gelombang Reformasi di Ambang Alaf Baru.

Bandung: Mizan. 1998.

Manan, Munafrizal. Gerakan Rakyat Melawan Elite. Yogyakarta: Resist Book.2005 Mas’oed, Mochtar dan Colin Mac Andrews. Perbandingan Sistem Politik.

Yogyakarta: Gajah Mada University Press. 2001.

Nata, Abuddin . Metodologi Studi Islam. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. 2000.

Prasetyo, Hendro .dkk. Islam dan Civil Society, pandangan muslim Indonesia.

(2)

Rahardjo,M. Dawam Masyarakat Madani,Agama,Kelas Menengah dan Perubahan

Sosial. Jakarta : LP3ES. 1999.

Salleh bin Abas, Dato’ Mohammad. Prinsip Perlembagaan dan Pemerintahan di

Malaysia. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. 1968.

Soehartono, Irawan. Metode Penelitian Sosial,Suatu Teknik Penelitian Bidang

Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. 2004

Strauss, Anselm dan Juliet Corbin. Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif, tata langkah

dan teknik-teknik teorisasi data. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 2003 Suhelmi, Ahmad. Pemikiran Politik Barat. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

2001

Taufik, Ahmad,dkk. Metodologi Studi Islam, Suatu Tinjauan Perkembangan Islam

Menuju Tradisi Islam baru. Malang: Bayu Media Publishing. 2004 Tim ICCE UIN Jakarta. Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani.

Jakarta : Prenada Media. 2003.

Tim MAULA (Ed). Jika Rakyat Berkuasa : Upaya Membangun Masyarakat Madani

dalam Kultur Feodal. Bandung : Pustaka Hidayah. 1999

Usman, Husani dan Purnomo. Metodologi Penelitian Sosial. Bandung : Bumi Aksara.

2004.

TESIS

Warjio. Perjuangan Ideologi Islam Dua Parti Politik: Kajian Kes Masyumi

(3)

JURNAL

Warjio. Hubungan Pemilu,Kerusuhan Etnik dan Partai Islam: Studi Kasus Partai

Islam seMalaysia. Dalam Politea. Jurnal Ilmu Politik.Medan : Jurusan Ilmu Politik FISIP USU. 2005.

INTERNET

Ghazali, Mohd. Rumaizuddin. Malaysia Demokrasi Islam? Pengamalan Demokrasi

di Malaysia. http://www.abim.org.my/madani/content/view/130/2/ Diakses pada tanggal 26 Februari 2008/

Hamdan, Mohd. Rizal. Aplikasi Politik Islam di Malaysia : Halangan dan Cabaran.

http://www. Khairuummah. Com/index.php?option=com_content &

task=view &id=197&itemid=iod. Rabu, 2 May 2007

Hadi, Syamsul. Makna Kebebasan Anwar Ibrahim.

http://www2.kompas.com/kompascetak/0409/04/opini/1248240.htm.

Hamiwanto,Saiful,dan M,Ali Said JSD. Masyarakat Madani, Mimpi Lama, Judul

Baru. http://www.mail-archive.com/islam@ssi l. Ssi. Global. Sharp.co.jp/msg00070.html. diakses pada tanggal 25 Februari 2008

Harian Online. Masyarakat Madani modern: dimana Permulaannya?.

http://161.139.39.251/akhbar/islam/1996/bh96927.htm. diakses pada

tanggal 25 Februari 2008.

Hamiwanto, Saiful,dan M,Ali Said JSD. Op Cit.. http://www.mail-archive.com/islam@ssi l. Ssi. Global. Sharp.co.jp/msg00070.html.

Halimah, Siti. Membentuk Masyarkat Madani yang Demokratis,Harmonis dan

(4)

http://jariksumut.wordpress.com/2007/08/31/membentuk-masyarakat-madani-yang -demokratis-harmonis-dan-partisipatif/ tanggal

31 Agustus 2007

Ibrahim, Anwar. Masyarakat Madani vs masyarakat Sivil. http://syaitan. Wordpres.

Com/2007/05/21/anwar-ibrahim-masy-madani-vs-masy-sivil/. 21 May

2007

Ibrahim,Anwar from Wikipedia. http:/en.wikipedia.org/wiki/Anwar Ibrahim. 2

September 1998

Latif, Yudi dan Edwin Arifin. Anwar Ibrahim: Insan Universalis. http://koran

tempo.com/korantempo/2004/12/05/Ide/krn,20041205,56.id.html

Putra, Rusdy Setiawan Masyarakat Madani, Barat, dan Islam.

http://jurnalnasional.com/?med=Koran%20Harian&sec=Opini&rbk=&id

=29623. Senin, 7 Januari 2008. Diakses pada 13 Januari 2008

Wiki pedia. Anwar Ibrahim. http :/ ms.wikipedia. org/wiki/Anwar_Ibrahim

Mahusin,Baharom. Kisah Luka Politik. http://arkib_terpilih .tripod.com/petikan5.htm.

18 Februari 2008

Miharbi, Surdi .Anwar Ibrahim. http://members.tripod.com/SurdiMiharbi/anwr2.html

Rahman, Nazim Abdul. Anwar dan Masa Depan Malaysia.

http://www.malaysia.net/lists/sangkancil/19999-07/msg00940.html

Rosyadi, Imron. KAMMI,Masyarakat Madani dan Agenda-agenda Gerakan

Mahasiswa.http://www.kammi.or.id/last/lihat.php?d=materi&do=view&i d=44. 1 Maret 2003. Diakses pada tanggal 25 Februari 2008.

Rustam. Parti Keadilan Rakyat : Kesinambungan Perjuangan Rakyat.

http://lokakarya-rustam.blogspot.com/2007/04/parti-keadilan

(5)

Sahrasad, Herdi. Karena Anwar Ibrahim atau Gesekan Politik Etnis.

http://www.indopos.co.id/index.php?act=detail c&id=326669

Suito, Deny. Membangun Masyarakat Madani.

(6)

BAB III ANALISIS DATA

3.1Pemikiran Politik Anwar Ibrahim tentang Konsep Masyarakat Madani Kemunculan masyarakat madani sebagai satu konsep masyarakat sipil

berlandaskan Islam memberi harapan ke arah mewujudkan satu masyarakat sipil yang

selaras dengan ajaran Islam berdasarkan hubungan manusia dengan pencipta (Hablun

min Allah) dan hubungan dengan masyarakat (hablun min nas). Menjadi tonggak

masyarakat madani adalah ajaran Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah SAW melalui hadist-hadist yang menyeru umat Islam untuk berinteraksi secara positif dengan

manusia lain dan menjalankan kerja-kerja sosial untuk meningkatkan keadilan sosial

yang memberi manfaat kepada semua.83

Konsep masyarakat madani yang dicetuskan oleh Anwar Ibrahim adalah suatu

konsep masyarakat ideal yang diharapkan mampu menghadirkan pemahaman dan

pelaksanaan ajaran Islam secara kaffah (menyeluruh) dalam setiap aspek kehidupan

masyarakat, dari hal yang paling kecil sampai ke hal yang paling besar. Anwar

Ibrahim mengharapkan masyarakat Malaysia yang terdiri dari mayoritas etnik Melayu

dan identik dengan Islam untuk menjadi sebuah masyarakat yang bertamaddun.

Di Malaysia, yang diikuti di Indonesia,istilah masyarakat madani adalah

terjemahan dari civil society merujuk pada suatu konsep yang bermula dari orator

Yunani Kuno, Cicero (106-43 SM). Dalam gambaran pemikir Yunani itu, apa yang

disebutnya civilis societas,adalah suatu komunitas politik yang beradab, termasuk

masyarakat kota yang memiliki kode hukum sendiri. Tapi yang menjadi titik berat

dari konsep Cicero adalah konsepnya tentang civility atau kewargaan di satu

pihak,dan urbanity yakni budaya kota di lain pihak. Kota, dalam pengertian itu,bukan

83

(7)

hanya sekedar sebuah konsentrasi penduduk,melainkan juga pusat peradaban dan

kebudayaan, selain tentunya pusat pemerintahan,yakni pemerintahan pusat dan

daerah. Dengan melihat arkeologi istilah ilmiah tersebut, terjemahan masyarakat

madani untuk civil society adalah kebetulan dan tepat. Dalam persfektif

Islam,masyarakat madani lebih mengacu kepada penciptaan peradaban.84

Untuk mengetahui lebih jelas Anwar Ibrahim mengungkapkan tentang

pengertian masyarakat madani dalam sebuah tulisannya yang diberi judul

Perbandingan Masyarakat Sipil dan Masyarakat Madani. Masyarakat madani dapat didefenisikan sebagai sebuah masyarakat yang mengamalkan budaya hidup murni

berdasarkan keadilan, keihsanan dan kebenaran dalam semua aspek kehidupan seperti

sosio budaya,ekonomi dan politik. Masyarakat madani adalah masyarakat yang

menghormati hak-hak asasi manusia dan demokrasi yang berdasarkan kepada

kehidupan beragama, berakhlak dan keutamaan menunaikan tanggung jawab individu

dan masyarakat dalam memelihara serta mempertahankan kesejahteraan dan

keamanan berlandaskan undang-undang.

Masih dalam tulisannya, Anwar Ibrahim mengungkapkan bahwa masyarakat

madani juga sebuah masyarakat yang memberi keutamaan kepada keperluan asas,

dinamika budaya, kecerdasan dan perkembangan ekonomi,menjunjung tinggi

perkembangan serta penghayatan ilmu, pembentukan pribadi mulia, kaya dengan daya

cipta yang kreatif dan inovatif.

Konsep masyarakat madani meletakkan kedaulatan rakyat dalam demokrasi

sewajarnya di hormati tetapi tidak bertentangan dengan kedaulatan suci dan murni

yang berasal dari Allah SWT.

84

(8)

Menurut Anwar Ibrahim, masyarakat madani adalah konsep masyarakat sipil

yang terbebas dari acuan dan pengalaman demokrasi Barat. Masyarakat madani

dilandaskan pada prinsip akhlak dan pemerintahan berdasarkan hukum agama

bukannya tindakan yang lahir dari nafsu manusia semata-mata. Masyarakat madani

penuh dengan usaha penyuburan semangat kebebasan, kemerdekaan diri dan

mengembalikan nilai keperimanusiaan. Dengan itu, dapat dikatakan bahwa

masyarakat madani mempunyai perbedaan asas dengan gagasan yang diungkapkan

oleh pemikir Barat. Penduduk Asia khususnya Malaysia mempunyai pandangan

berbeda terutama melihat agama bukan sekedar persoalan pribadi tetapi mempunyai

peranan besar dalam masyarakat dan memberi tunjuk arah moral dalam dunia politik

dan ekonomi.

Masyarakat madani pertama kali di perkenalkan oleh Anwar Ibrahim pada saat

acara festival Istiqlal di Jakarta tanggal 26 September 1995. Ketika itulah kalimat

masyarakat madani diperkenalkan. Dalam festival itu Anwar Ibrahim menyampaikan pidato kebudayaannya yang berjudul ”Islam dan Pembentukan Masyarakat Madani”.

Dalam pidatonya Anwar mengatakan bahwa Islam lah yang memperkenalkan

pada kita cita-cita keadilan sosial dan pembentukan masyarakat madani yaitu civil

society yang bersifat demokratis. Menurut kajian Anwar, kedatangan Islam bukan

sekedar membentuk pandangan hidup baru yang mengutamakan peranan akal dan

pemikiran rasional, namun juga mencakup revolusi ruhaniah dan akliah yang juga

kemudian menggerakkan transformasi sosial, yaitu secara berangsur-angsur

meletakkan asas susunan baru kemasyarakatan dan urusan kenegaraan yang

mementingkan kemuliaan derajat insan.85

85

(9)

Anwar mengartikan masyarakat madani sebagai sistem sosial yang subur yang

diasaskan kepada prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan

perseorangan dengan kestabilan masyarakat. Pelaksanaannya antara lain berupa

pelaksanaan pemerintahan yang tunduk pada undang-undang dan terselenggaranya

sistem yang transparan.

Dalam festival itu juga Anwar menawarkan lima perkara penting yang perlu

diwujudkan untuk menegakkan masyarakat madani umat Islam di rantau ini. Kelima

perkara itu adalah order politik yang stabil dan demokratik, keadilan sosial,

kesejahteraan rakyat, menegakkan prinsip perlembagaan, dan merangsang kehidupan

akliah. 86

Kemudian konsep masyarakat madani ini dikukuhkan kembali dalam acara di

Konvesi Masyarakat Madani di Malaysia. Masyarakat madani adalah satu sistem

sosial yang subur yang berasaskan prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara

kebebasan perseorangan dengan kestabilan masyarakat,keadilan dan keihsanan.

Disamping itu, masyarakat madani adalah masyarakat yang mendorong daya usaha

serta inisiatif individu dari segi pemikiran, seni, ekonomi, teknologi,dan mempunyai

sistem sosial yang cakap dan seksama serta pemerintahan mengikuti undang-undang. Anwar mengenalkan masyarakat madani sebagai ”perantara sosial antara

keluarga dan negara”, dan berada dalam naungan kerangka etika religius. Tradisi moral dan religius memegang peranan penting karena ”orang Asia pada dasarnya

adalah persona religiosus”. Praktek agama dan keimanan tidak terbatas melulu pada

individu, ia merasuki seluruh tubuh kehidupan masyarakat.87

86

Harian Online. Masyarakat Madani modern: dimana Permulaannya?. http://161.139.39.251/akhbar/islam/1996/bh96927.htm. diakses pada tanggal 25 Februari 2008.

87

(10)

Anwar yakin masyarakat madani yang mendukung Nahdah Asia bisa lahir di

tempat etika dan moralitas menjadi bagian dari perikehidupan masyarakat itu sendiri,

tempat masyarakat sudah terbiasa dengan kehidupan yang menu ntut pluralisme,

toleransi dan kerukunan: sebuah kawasan berwawasan global tapi menjunjung tradisi,

religius dan berdemokrasi.88 Rumpun Melayu tinggal di komunitas yang beragam dimana Islam, Kristen, Yahudi, Budha, Hindu, hidup berdampingan.

Kerukunan itu mensyaratkan saling menghormati, toleransi, serta moderat dan

pragmatis dalam tingkah laku kehidupan. Karena itu, bagi Anwar, moderasi dan pragmatisme dalam Islam, dengan berpegangan pada hadist ”jalan tengah adalah yang terbaik”, menjadi perlu. Sebab, justru melalui itulah Islam bisa merealisasikan

idealisme sosialnya seperti keadilan, pemerataan, dan kemerdekaan.89

Muslim Melayu menjadi berbeda dengan rekannya yang lain, karena mereka lebih mementingkan isi daripada format, memilih ”memajukan ekonomi dan

mengentaskan kemiskinan daripada memotong tangan pencuri” atau ”meningkatkan

kesejahteraan perempuan dan anak daripada berhari-hari membahas tentang negara Islam”. Keislaman mereka tidak berkurang semata karena mereka berusaha

meningkatkan kesejahteraan, menguasai revolusi informasi dan menuntut keadilan bagi perempuan. Keimanan juga bukan dibuktikan dengan ”menyisipkan ketakutan ke

warga beragama lain”. Dan perbedaan yang timbul dalam masyarakat serumpun ini

bukan merupakan kendala, tapi toleransi, pengertian,dan saling menghormati. Muslim

Melayu kini adalah bagian dari kebangkitan Asia baru, yang sudah diperkaya dengan

sains dan teknologi dan institusi politik dan sipil modern. Sebuah rumpun yang tidak

lagi meributkan perbedaan remeh antara Barat dan Timur atau Barat dengan Islam,

88

Ibid., 89

(11)

tapi satu masyarakat berkepribadian yang menolak binari peradaban sambil tetap

memegang teguh martabat dan identitasnya.

Karena itu, Anwar dengan contoh Melayunya bisa menangkis pesimisme

Huntington (1970) yang melihat bahwa masyarakat madani di dunia Islam lebih

banyak didominasi oleh sentimen anti-Barat dan karena itu menjadi bertentangan

dengan demokrasi. Melayu yang toleran dan terbiasa dengan pluralisme juga

membantah pesimisme Gellner (1981) bahwa ummah adalah komunitas ideologis

tanpa menyisakan ruang bagi pluralisme.90

Masyarakat madani sesungguhnya dapat berjalan bergandengan dengan

demokrasi, karena masyarakat madani adalah masyarakat yang mementingkan

musyawarah. Namun, kedaulatan atas rakyat dalam demokrasi tidak boleh melebihi

kedaulatan tuhan. Karena kedaulatan tuhan berada di atas segala-galanya.

3.1.2 Perkembangan Masyarakat Madani

Konsep masyarakat madani, atau dalam terminologi Barat disebut dengan civil

society, telah muncul pada masa pencerahan (Renaissance) di Eropa melaui pemikiran

John Locke (abad ke-18) dan Emmanuel Kant (abad ke-19). Sebagai sebuah konsep,

masyarakat sipil berasal dari proses sejarah panjang masyarakat Barat yang biasanya

dipersandingkan dengan konsepsi tentang state (negara). Dalam tradisi Eropa abad

ke-18, pengertian masyarakat sipil ini dianggap sama dengan negara, yakni suatu

kelompok atau kekuatan yang mendominasi kelompok lain. Barulah pada paruh kedua

abad ke-18, terminologi ini mengalami pergeseran makna. Negara dan masyarakat

madani kemudian dimengerti sebagai dua buah entitas yang berbeda. 91

90

Ibid., 91

(12)

Bahkan kemudian Kant menempatkan civil society dengan negara dalam

kedudukan yang berlawanan, yang kemudian dikembangkan oleh Hegel. Melalui

Hegel, civil society terpilahkan secara sempurna dari negara, bahkan sebagai entitas

yang berlawanan saling menegaskan. Adapun tokoh yang pertama kali menggagas istilah civil society ini adalah Adam Ferguson dalam bukunya ”Sebuah Essai tentang Masyarakat Sipil (An Essay on The Civil Society)”, terbit tahun 1773 di Skotlandia.92

Adi Suryadi Culla menginventarisasi ada empat perspektif utama yang

mempengaruhi wacana civil society khususnya dalam hubungan eksistensialnya

dengan negara . Pertama, civil society dan negara adalah dua entitas terpisah yang

berhadapan secara diametral. Pendekatan ini memunculkan pemahaman timbal balik

bahwa negara yang kuat akan melemahkan civil society dan sebaliknya sehingga

akhirnya menghasilkan dua kutub baru: perspektif negara mengungguli masyarakat

(Hegel dan Karl Marx) dan perspektif kemandirian civil society atas negara (John

Stuart Mill dan Alexis de Tocqueville). Pendekatan ini dapat membaca fenomena

dunia ketiga dimana negara yang superior dan tidak demokratis membunuh

tumbuhnya potensi civil society.

Kedua, civil society dan negara adalah dua entitas yang secara rasional dan

institusional tidak terpisah, dan keduanya merupakan istilah yang dapat dipertukarkan.

Perspektif ini mendasarkan pada prasyarat integrasi negara dan civil society dalam

sistem hukum yang demokratis, dengan tidak adanya penindasan negara terhadap civil

society dan tidak adanya penentangan negara oleh civil society.

Ketiga, civil society dan negara sebagai entitas yang tidak berhadapan secara

vis a vis, pada masing-masing memiliki konflik pada subentitasnya. Berdasar

92

(13)

perspektif ini, negara dan civil society masih terpisahkan dengan masing-masing

memiliki elemen-elemen prodemokrasi maupun antidemokrasi.

Keempat, civil society adalah entitas yang terpisah dengan tiga entitas lain yaitu

negara, masyarakat politik (political society), dan masyarakat ekonomi (economic

society). Perspektif ini menggambarkan bahwa interaksi terjadi antara banyak aktor

selain civil society dan negara yaitu masyarakat politik dan masyarakat ekonomi.

Meskipun terdapat keragaman sudut pandang, konsep civil society dapat ditarik secara

generalisasi bahwa civil society adalah komunitas atau kelompok sosial politik

terorganisasi yang memiliki karakter kesukarelaan (voluntary), otonomi

(keswadayaan, self-supporting), kemandirian (keswasembadaan, self-generating), dan

mampu bersikap kritis (yaitu, tidak semata-mata berlawanan) terhadap entitas lain

baik pada negara, masyarakat ekonomi, masyarakat politik, termasuk civil society lain

yang tidak demokratis.93

Pada dataran konkritnya civil society adalah jejaring atau kelompok masyarakat

yang dapat mencakup rumah tangga, warga, LSM, gerakan mahasiswa, kelompok

budaya, serta organisasi sosial dan keagamaan.

Sebahagian besar sarjana Islam cenderung mengaitkan perkembangan

masyarakat madani dengan pembentukan masyarakat beradab di Madinah. Ibnu

Taimiyah dalam kajiannya mengutarakan bahwa negara dalam Islam sebagai sebuah sarana untuk menegakkan hukum syariat dengan mengatakan “Semua hukum atau

keputusan hukum telah disampaikan Nabi kepada Ummat, maka tidak perlu lagi

mereka menyandarkan diri kepada Imam karena Imam hanyalah pelaksana segala ketetapan dari Nabi saw”. Hukum Islam bersumber dari tiga hal: Al Qur’an, Sunnah Nabi, dan Ijtihad ‘Ulama (berupa ijma’ dan qiyas) berdasar dua sumber sebelumnya.

93

(14)

Dalam konsep kekuasaan, Ibnu Taimiyah menyandarkan sumber kekuasaan

adalah Allah swt, sedangkan manusia berperan sebagai khalifah di muka bumi,

sehingga kekuasaan manusia berada dalam tanggungjawab untuk memenuhi

kehendak-Nya . Sehingga sesuai QS 4:59, ketaatan kepada penguasa (ulil amri)

dilandaskan pada ketaatan penguasa terhadap hukum Allah. Ia menyatakan ulil amri terdiri atas ulama yang berfungsi mengemban tugas menafsirkan hukum syari’at dan

merumuskan ketentuan keadilan, dan umara yang bertugas menegakkan berlakunya

hukum Allah dan mempertahankan negara Islam . Oleh karena itu, kedaulatan negara dan kedaulatan rakyat tunduk pada supremasi syari’at (kedaulatan hukum – Allah).

Pada Islamlah, kekuasaan mayoritas dapat dibatasi, sehingga kedaulatan rakyat

bermakna hak rakyat untuk mengawasi pemerintahan untuk senantiasa berada dalam

batas-batas yang digariskan Syari’at.94 Ini yang diungkapkan oleh Anwar sebagai kedaulatan rakyat patut dihargai sewajarnya namun tidak bertentangan dengan

kedaulatan suci dan murni dari Allah SWT.

Senada dengan Ibnu Taimiyah, Yusuf Qaradhawi menunjukkan secara lebih

tegas bahwa daulah Islamiyah bukanlah negara teokrasi (daulah diniyah). Daulah

Islamiyah adalah daulah madaniyah (negara sipil) yang berkuasa atas nama Islam, berdasar proses bai’at dan syuro memilih pemimpin yang kuat (qawiy), dapat

dipercaya (amin), dapat diandalkan (hafidz) dan berpengetahuan (‘aliim) . Ia

membedakan teokrasi dan nomokrasi, dengan menunjukkan negara Islam sebagai

negara yang nomokrasi berdasar syari’at (daulah syar’iyah dusturiyah) . Prinsip dasar

yang dimiliki adalah ketundukan hukum positif pada hukum-hukum moral syari’at. Pada prakteknya dalam sejarah Islam awal, prinsip dasar tersebut menginspirasikan

dan mengimplementasikan prinsip-prinsip hukum modern seperti prinsip keadilan,

94

(15)

kesetaraan di hadapan hukum dan pengadilan, asas praduga tak bersalah (presumption

of innocence), dan prinsip hukum pada tindakan yang nampak. 95

Masyarakat Madinah yang menjadi rujukan konsep negara Islam memiliki

gagasan politik yang disebut sebagai syuro (musyawarah) yaitu ruang terbuka dimana siapapun berhak menyampaikan pendapatnya pada wilayah dimana syari’at tidak membatasi secara ketat (misalnya wilayah mu’amalah). Syuro melebihi demokrasi

dalam hal ketersediaan syari’at yang membatasi kekuasaan mayoritas yang memungkinkan tumbuhnya otoritarianisme yang berkedok demokrasi. Tetapi di sisi

lain, syuro punya irisan dengan demokrasi pada aspek substansi demokrasi, semangat

penentangan tirani, dan prinsip mayoritas. Dengan konsep syuro, negara dalam Islam

harus membuka ruang interaksi bagi masyarakat sebagai bagian dari mekanisme kontrol dan partisipasi politik sebagai bagian dari ibadah dan amar ma’ruf nahi

munkar .

Pada aspek politik ini, sosiolog agama Robert N. Bellah menyatakan bahwa

Islam terasa unik dibandingkan agama lain bukan semata karena ia tidak memisahkan antara politik dan agama, tetapi karena salah satunya adalah sifatnya “sangat modern”

dalam pandangan dan praktek politik kenegaraannya khususnya pada masa khulafaur

rasyidin.96

Negara dalam hubungannya dengan masyarakat memiliki tanggung jawab yang besar meliputi tanggung jawab melindungi kaum mustadh’afiin, buruh yang tidak

terupahi dengan baik, kaum wanita dari penindasan, anak-anak sampai dia mandiri,

orang-orang tua. Negara juga bertanggung jawab mendistribusikan kemakmuran

melalui instrumen-instrumen seperti zakat, shadaqah, dan baitul maal, juga melalui

sistem ekonomi tanpa riba dan perlindungan hak-hak konsumen. Dengan itu negara

95

Ibid., 96

(16)

membentuk solidaritas sosial dan menegakkan keadilan dalam masyarakatnya, di

mana dengan itu masyarakat mendukung kuatnya negara untuk melaksanakan tugas

etisnya: penegakan hukum Allah di muka bumi.

Pola interaksi negara-masyarakat dalam Islam menunjukkan kesatuan yang tak

terpisahkan antara negara dan masyarakat dan menunjukkan kedua entitas itu dapat

dipertukarkan. Apabila merujuk pada kategorisasi Culla, ia mendekati perspektif

kedua yang lebih mudah menjelaskan hubungan integratif negara- civil society

modern. Masyarakat Madinah dengan ciri penjelasan di atas terbukti merupakan masyarakat par exellence yang ‘terlalu maju’ bagi jamannya.

Diakatakan Anwar bahwa masyarakat madani memang tidak bisa dipungkiri

bahwa ada perbedaan dari segi etntitas antara masyarakat sipil dari Barat dengan

masyarakat madani yang berdasarkan Islam. Konsep masyarakat sipil Barat

berteraskan sekulerisme yang mewujudkan pertentangan antara agama dengan negara

berbeda dengan masyarakat madani yang menumpukan pada perpaduan harmoni

antara pemerintah dan agama.

Menurut AS Hikam penggunaan masyarakat madani sebagai penerjemahan civil

society bukan hanya sekedar pengalihbahasaan saja, ia adalah suatu konsep yang

bersifat khusus dan ada perbedaan soal cakupan, masyarakat madani lebih merupakan

penggunaan paradigma yang bersifat partikularistik, khususnya Islam dengan

menggunakan momentum dimana kajian civil society sudah dilupakan.

Masyarakat madani yang diperkenalkan oleh Anwar Ibrahim ini kemudian

dikembangkan oleh para tokoh pemikir Islam di Indonesia,seperti Nurcholis Madjid,

Dawam Rahardjo, AS Hikam,dan lain-lain. Di Indonesia, masyarakat madani dikenal

dengan nama masyarakat kewargaan, masyarakat sipil, masyarakat warga,civil society

(17)

Masyarakat madani di dasarkan pada masyarakat madinah dibawah pimpinan

nabi Muhammad SAW. Madinah, yang dahulunya bernama Yastrib. Sebelum

kedatangan Rasulullah SAW masyarakat madinah adalah masyarakat yang tidak

mengenal sopan santun, tidak beradab, saling bermusuhan,tidak ada toleransi antar

kaum, tidak ada permufakatan dan saling tindas menindas.

Masyarakat Madinah,yang oleh Nurcholis Madjid dijadikan tipologi masyarakat

madani,merupakan masyarakat yang demokratis. Dalam arti bahwa hubungan antar

kelompok masyrakat, sebagaimana yang terdapat dalam poin-poin Piagam

Madinah,mencerminkan egalitarianisme (setiap kelompok mempunyai hak dan

kedudukan yang sama),penghormatan terhadap kelompok lain,kebijakan diambil

dengan melibatkan kemompok masyarakat (seperti penetapan strategi perang),dan

pelaku ketidakadilan,dari kelompok manapun,diganjar dengan hukuman yang

berlaku.97

Prinsip masyarakat madani dimulai sejak Rasulullah SAW melakukan hijrah

beserta para pengikutnya dari Makkah ke Madinah. Hal tersebut terlihat dari tujuan

hijrah sebagai sebuah refleksi gerakan penyelamatan akidah dan sebuah sikap

optimisme dalam mewujudkan cita-cita membentuk masyarakat yang madaniyyah

(beradab). Selang dua tahun pasca hijrah atau tepatnya 624 M, setelah Rasulullah

mempelajari karakteristik dan struktur masyarakat di Madinah yang cukup plural,

beliau kemudian melakukan beberapa perubahan sosial. Salah satu diantaranya adalah

mengikat perjanjian solidaritas untuk membangun dan mempertahankan sistem sosial

yang baru. Sebuah iktan perjanjian antara berbagai ras,suku,dan etnis seperti Bani

Qainuqa, Bani Auf, Bani al-Najjar dan lainnya yang beragama pada saat itu, juga

termasuk Yahudi dan Nasrani.

97

(18)

Perjanjian itu disebut dengan piagam Madinah (Mitsaq al-Madinah). Dalam

dokumen itulah umat manusia pertama kali diperkenalkan dengan wawasan

kebebasan, terutama di bidang agama dan ekonomi, serta tanggung jawab politik dan

sosial, khususnya pertahanan secara bersama. Disebut Piagam Madinah atau

Konstitusi Madinah karena didalamnya memang terdapat pasal-pasal yang menjadi

hukum dasar sebuah negara,yakni negara kota yang kemudian disebut Madinah.

Perjanjian yang pasal satunya adalah kesepakatan membentuk satu umat di Madinah

itu adalah awal dari suatu proses. Ketika kepala-kepala suku yang sebenarnya

mengandung potensi konflik diantara sesamanya itu bersetuju untuk tunduk kepada

suatu kedaulatan tertentu yakni ummah dan menerima berbagai jenis perlindungan

yang disepakati dari kedaulatan itu.98

Melalui piagam Madinah itu tampak bahwa Rasulullah hendak menegakkan

sebuah konstitusi yang mampu dijadikan pijakan dasar bersama dalam konteks hidup

bersama. Titik balik peradaban yang dilakukan Nabi Muhammad SAW pada

gilirannya mengantarkan masyarakat Yatsrib menjadi masyarakat yang madaniyyah.

Sebuah masyarakat yang erat kaitannya dengan nilai-nilai atau karakter yang adil,

egaliter, partisipatif, humanis, toleran dan demokratis. Masyarakat tersebut juga patuh

dan tunduk kepada kepatuhan (din) dan dinyatakan dalam supremasi hukum dan

peraturan. Atau dalam pandangan senada, Robert N Bellah,seorang sosiolog agama

berpendapat bahwa masyarakat Madinah saat itu sarat dengan nilai,

moral,maju,beradab,dan sangat menghargai nilai-nilai kemausiaan.

Konsep masyarakat madani di Madinah menjadi asas kepada satu kehidupan

bertamaddun dengan kombinasi elemen perundangan, penyertaan politik dari berbagai

kalangan rakyat dan kaum serta kesediaan memenuhi keperluan berbagai budaya.

98

(19)

Secara formal Piagam Madinah mengatur hubungan sosial antara komponen

masyarakat. Pertama, antara sesama muslim,bahwa sesama muslim adalah satu

ummat walaupun mereka berbeda suku. Kedua,hubungan antara komunitas muslim

dengan non muslim didasarkan pada prinsip bertetangga yang baik,saling membantu

dalam mengahdapi musuh bersama, membela mereka yang teraniaya,saling

menasihati dan menghormati kebebasan beragama.

Secara umum, piagam Madinah mengatur kehidupan sosial penduduk Madinah

secara lebih luas. Ada dua nilai dasar yang tertuang dalam piagam Madinah,yang

menjadi dasar bagi pendirian sebuah negara Madinah kala itu. Pertama,prinsip kesederajatan dan keadilan (al musawwah wal ’adalah). Kedua, inklusifisme atau

keterbukaan. Kedua prinsip itu lalu dijabarkan dan ditanamkan dalam bentuk bebrapa nilai universal, seperti konsistensi (i’tidal),keseimbangan (tawazum),moderat

(tawasut) dan toleran (tasamuh).99

Oleh sebab itu,dalam negeri Madinah saat itu, walaupun penduduknya heterogen

(baik dalam arti agama, ras,suku dan golongan-golongan) kedudukannya

sama,masing-masing memiliki kebebasan untuk memeluk agama dan melaksanakan

aktivitas dalam bidang sosial dan ekonomi. Setiap pihak mempunyai kebebasan yang

sama untuk membela Madinah tempat tinggal mereka.

Rasulullah SAW bisa membangun sebuah masyarakat yang modern ditengah

padang gersang dan di tengah lingkungan yang dicitrakan tak beradab itu karena

Rasulullah dapat melakukan reformasi dan tranformasi ke dalam (inner reformation

and transformation) pada individu yang berdimensi akidah,ibadah dan akhlak. Karena

itu, iman dan moralitas menjadi landasan Piagam Madinah.

99

Saiful Hamiwanto,dan M,Ali Said JSD. Op Cit.. http://www.mail-archive.com/islam@ssi l. Ssi. Global. Sharp.co.jp/msg00070.html.

(20)

Semua prinsip dan nilai diatas menjadi dasar semua aspek kehidupan, baik

politik, ekonomi dan hukum masa itu, sehingga masyarakat madani yang diidealkan

itu secara empiris pernah terwujud di muka bumi ini, bukan sekedar sebuah impian.

Perujukan masyarakat madinah sebagai kerangka acuan dalam membangun

tatanan masyarakat muslim modern merupakan keharusan. Dengan alasan,

masyarakat Madinah adalah umat terbaik yang dipandang Allah. Firman-Nya, ”Kamu

adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,menyuruh keapda yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar,dan beriman kepada Allah.” (QS.Ali Imran

:110). Menurut Quraish Shihab,masyarakat muslim awal disebut umat terbaik karena

sifat-sifat yang menghiasi diri mereka, yaitu tidak bosan-bosan menyeru kepada

hal-hal yang dianggap baik oleh masyarakat selama sejalan dengan nilai-nilai Allah (al-ma’ruf) dan mencegah kemungkaran. Selanjutnya Shihab menjelaskan,kaum Muslim awal menjadi ”khairu ummah” karena mereka menjalankan amar ma’ruf sejalan

dengan tuntunan Allah dan rasulNya.100

Perujukan terhadap masyarakat Madinah sebagai tipikal masyarakat ideal bukan

pada peniruan struktur masyarakatnya,tapi pada sifat-sifat yang menghiasi masyarakat ideal ini. Seperti,pelaksanaan amar ma’ruf nahi munkar yang sejalan dengan petunjuk ilahi,maupun persatuan yang kesatuan. Adapun cara pelaksanaan amar ma’ruf nahi

mungkar yang direstui ilahi adalah dengan hikmah,nasehat,dan tutur kata yang baik. Dalam rangka membangun ”masyarakat madani modern”,meneladani Nabi bukan

hanya penampilan fisik belaka, tapi sikap yang beliau peragakan saat berhubungan

dengan sesama umat Islam ataupun dengan umat lain,seperti menjaga persatuan umat

100

(21)

Islam, menghormati dan tidak meremehkan kelompok lain, berlaku adil kepada siapa

saja,tidak melakukan pemaksaan agama,dan sifat-sifat luhur lainnya. 101

Namun, kemudian yang menjadi pertanyaan adalah apakah mungkin masyarakat

ideal itu akan hadir kembali di tengah-tengah kehidupan yang semakin modern ini dan

semakin meninggalkan akhlak dan moralitas yang sebenarnya menjadi sebuah

landasan terwujudnya masyarakat madani itu. Untuk menjalankan masyarakat madani

bukan hanya berusaha menjalankan apa yang dijalankan oleh masyarakat

madinah,tapi juga harus meneladani sikap kaum Muslim awal yang tidak

mendikotomikan antara kehidupan dunia dan akhirat. Mereka tidak meninggalkan

dunia untuk akhiratnya dan tidak meninggalkan akhirat untuk dunianya. Mereka

bersikap seimbang (tawassuth) dalam mengejar kebahagiaan dunia dan akhirat. Jika

sikap yang melekat pada masyarakat Madinah mampu diteladani umat Islam saat ini,

maka kebangkitan Islam hanya menunggu waktu saja.

Anwar mengatakan bahwa masyarakat madani yang coba dicapai oleh rakyat di

negara-negara Islam khususnya mendapati masyarakat madani mempunyai konsep

yang lebih luas dan merangkumi suatu masyarakat secara keseluruhan. Masyarakat

madani telah mempertimbangkan hubungan rakyat dengan pemerintah, rakyat

didalam kehidupan bermasyarakat dan aspirasi untuk mencapai tamadun yang

berasaskan nilai-nilai keagamaan dan kemanusiaan yang murni bermula dari individu,

keluarga,masyarakat hingga kepada negara dan pemerintah. Masyarakat madani lebih

mengutamakan konsep musyawarah dan aspek kerjasama serta perdamaian dalam

mencapai masyarakat yang berfungsi sebagai masyarakat madani.

Dalam masyarakat madani bukan hanya hubungan antara sesama manusia atau

hubungan antara masyarakat dengan kelompok masyarakat lain dan juga bukan hanya

101

(22)

sekedar hubungan antara masyarakat dengan negara namun lebih kepada hubungan

manusia dengan tuhan,sehingga dapat menjadikan tujuan pembentukan masyarakat

lebih bermakna bukan hanya sekedar kepentingan individu semata-mata.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa karakteristik masyarakat madani

adalah pertama, Free Public Sphere (Kebebasan ruang publik) artinya adanya ruang

publik yang bebas sebagai sarana untuk menyampaikan/mengemukakan pendapat.

Warga negara berhak melakukan kegiatan secara merdeka dalam menyampaikan

pendapat, berserikat, berkumpul serta mempublikasikan informasi kepada publik.

Kedua,demokrasi. Demokrasi merupakan satu entitas yang menjadi penegak

wacana masyarakat madani. Warga negara mempunyai kebebasan penuh untuk

menjalankan aktifitas kehidupan mereka termasuk berinteraksi dengan

lingkungannya. Demokrasi berarti masyarakat dapat berlaku santun dengan

masyarakat di lingkunganny tanpa mempertimbangkan perbedaan suku,ras,agama

maupun golongan.

Ketiga, toleransi. Toleransi merupakan nilai yang dikembangkan masyarakat

madani dalam menghargai dan menghormati aktifitas orang lain dan juga menghargai

perbedaan pendapat.

Keempat, pluralisme. Pluralisme harus dipahami sebagai sebuah tata cara

kehidupan yang menghargai dan menerima kemajemukan dalam konteks kehidupan

sehari-hari. Pluralisme tidak tidak bisa dipahami hanya dengan sikap mengakui dan

menerima kenyataan masyarakat yang majemuk, namun harus disertai dengan sikap

yang tulus untuk menerima kenyataan pluralisme sebagai bentuk positif dan

(23)

Kelima, keadilan sosial. Keadilan sosial merupakan keadilan yang menyebutkan

keseimbangan dan pembagian yang proporsional terhadap hak dan kewajiban tiap

warga negara yang mencakup seluruh aspek kehidupan.

3.2Masyarakat Madani dan Demokrasi

Seharusnya difahami bahwa demokrasi mutlak adalah idealisme yang tidak

mungkin tercapai sepenuhnya. Bahkan demokrasi terkenal dengan sikap mengkhianati

janji. Berlakunya jurang antara demokrasi yang ideal sebagaimana difahami dengan

kenyataan yang berlaku dalam suasana demokrasi hari ini. Janji yang tidak ditunaikan

hari ini berbuntut dengan terwujudnya survival politik, kewujudan elitis politik,

kepentingan tertentu atas nama perwakilan rakyat, kurangnya penyertaan rakyat dan

kegagalan mendidik masyarakat tentang demokrasi dan hak mereka.

Banyak penganalisis yang menganggap Malaysia sebagai sebuah negara yang

tidak autoktratik tetapi tidak juga demokratik. Malaysia dikenal sebagai sebuah negara

demokrasi, namum ia juga mempunyai peraturan-peraturan drakonian yang

membatasi pembangkangan dan memberi kuasa yang sangat luas kepada eksekutif.

Keputusan pimpinan UMNO sebagai partai pemerintah dalam mempertahankan

pembatasan demokrasi yaitu: sensitivitas isu-isu etnik yang jika tidak dibatasi

perdebatan tentangnya akan merusak kestabilan sosial, keutamaan meningkatkan

taraf hidup rakyat,dan perlu disesuaikan demokrasi dengan pengalaman sejarah dan

suasana objektif tempatan.

Malaysia dibawah kepemimpinan Mahathir Mohammad menjadi sebuah negara

yang tidak membuka kran kebebasan pada rakyat. Mahathir tidak mengenal adanya

pembaharuan dalam politik dan juga demokratik. Malah Mahathir terkesan otoriter

dalam memerintah, tidak ada kebebasan media pers, jika ada pemimpin yang

(24)

segan-segan melakukan penangkapan dan penahanan terhadap para pemimpin tersebut,tanpa

ada pembuktian kesalahan. Kekuasaan polisi juga sangat besar dan penguasaan pada

sistem kehakiman.

Namun, menurut Mahathir pengamalan demokrasi di Malaysia mengikuti

acuannya sendiri. Walaupun beliau menjalankan demokrasi, namun dalam beberapa

hal beliau tidak setuju dan mengikuti demokrasi yang sesuai dengan Barat yang

memberi kebebasan mutlak seratus persen kepada rakyat untuk mengeluarkan

pendapat dan melakukan apa saja atas nama demokrasi.

Mahathir Mohamad dalam Konvesyen UMNO ulangtahun yang ke 50 (11 Mei

1996) menjelaskan :

“ ramai yang kononnya menerima demokrasi sebagai sistem politik tetapi kerana tidak

faham apa ianya demokrasi, mereka telah menjadi mangsa demokrasi tanpa sedikit pun

memperolehi manfaat. Harus diingat juga bahawa demokrasi bukan agama Tuhan. Demokrasi

adalah ciptaan manusia dan sudah tentu ia jauh daripada sempurna. Bangsa-bangsa Barat cuba

mendakwa bahawa demokrasi tidak cacat dan menanggapnya sebagai satu sistem yang tidak

siapa boleh mempertikaikan atau mengubahnya.Mereka menciptakan slogan Vox populi, vox

Dei iaitu suara ramai adalah suara Tuhan. Tetapi percayalah demokrasi bukan suara Tuhan dan

jauh daripada sempurna, bahkan ia penuh dengan kecacatan dan yang boleh membinasakan

pengamalnya dan menjadikan mereka mangsa kezaliman sistem demokrasi yang tidak kurang

buruknya daripada kezaliman sistem feudal atau pun sistem diktator.” 102

Bagi Mahathir, kejayaan sebuah negara bukan bergantung kepada sistem

demokrasi saja tetapi ide-ide, wawasan, perencanaan yang rapi dan pengolah yang

terbaik dalam melaksanakan pembangunan negara. Menurutnya, demokrasi harus

102

(25)

disesuaikan dan diselaraskan dengan keadaan setiap negara dan budayanya. Beliau istilahkan sebagai ‘Demokrasi Asia’, ‘Nilai Asia Baru’ atau ‘Demokrasi ala Malaysia’

yang mementingkan disiplin dan mendahulukan kepentingan rakyat sebagai kunci

untuk mencapai persatuan negara dan pertumbuhan ekonomi. Mahathir juga percaya

untuk membawa keutuhan sebuah negara memerlukan demokrasi dan

autoritariannisme secara beriringan.

Apapun pembahasan diatas, Malaysia dapat dikatakan sebagai contoh dari ”Demokrasi Islam” dengan syarat kelemahan-kelemahan dalam demokrasi diperbaiki

dengan nilai-nilai yang Islami. Salah satu contohnya adalah satu dari ciri demokrasi

adalah kedaulatan mutlak ada di tangan rakyat. Tentu ini sangat bertentangan dengan

Islam karena kedaulatan mutlak hanya berasal dari Allah SWT.

Masa depan demokrasi di Malaysia banyak bergantung kepada kekuatan

golongan islamis dalam mengawal aotoritarianisme dan demokrasi yang dijalankan

oleh pemerintahan agar ia serasi dengan nilai-nilai Islami. Oleh karena itu, dalam

mewujudkan landasan baru politik muslim dan demokrasi Islam maka timbal balik

antara golongan Islamis dan pemerintah sangat diperlukan dan kerjasama itu akan

menguntungkan rakyat. Pada tahun 1990an, PAS juga mengubah perhatian kepada

isu-isu keadilan sosial dan reformasi demokratik dalam paradigma Islamik untuk

dipersembahkan kepada rakyat sebagai alternatif yang lebih baik daripada UMNO

untuk memimpin Malaysia. PAS tidak lagi menggunakan pendekatan fiqih yang

simplistik tetapi ia sejalan dengan kumpulan protes yang lain untuk menyifatkan suasana politik setelah pemecatan Anwar sebagai ‘demokrasi sedang terancam’

malahan reformasi tahun 1998 berarak di jalan raya menuntut reformasi demokrasi

(26)

Sementara UMNO juga terus mengatur strategi untuk memastikan kerelevanan

partai itu menghadapi hambatan baru. Insiatif Islamisasi pemerintah pasti akan

berkelanjutan karena ia adalah partai pemerintah dan menyesuaikan diri dengan arus

tuntutan demokrasi yang lebih islami. Pertempuran kedua pihak tentang perjalanan

demokrasi menjanjikan kemungkinan terwujudnya sikap demokrasi Islami dalam

pratik politik muslim dengan asas norma sistem bersama yang autentik dari sudut

Islam dan demokrasi yang dapat diterima oleh masyarakat majemuk Malaysia.

Anwar Ibrahim yang ketika itu berkedudukan sebagai wakil perdana menteri dan

juga merangkap sebagai menteri keuangan telah mencetuskan suatu konsep

masyarakat madani untuk diterapkan di Malaysia sebagai sebuah negara dengan

mayoritas terdiri dari etnik Melayu dan identik dengan agama Islam.

Dalam bukunya ”Renaissans Asia”, Anwar membahas mengenai kebangkitan

Asia dan didalamnya juga tidak luput pembahasan mengenai masyarakat madani dan

demokrasi. Menurut Anwar wacana tentang masyarakat madani dan demokrasi

dipengaruhi oleh norma-norma dan kebiasaan-kebiasaan moral yang terdapat dalam

kebudayaan Asia.

” Ringkasnya seperti yang ditulis oleh Alexis de Tocquiville, wacana itu adalah suatu

perdebatan yang dipengaruhi oleh ”adat-istiadat” keseluruhan kondisi intelektual dan moral, termasuk ”kebiasaan-kebiasaan hati” masyarakat yang keragaman agama, kebuadayaan dan etnisnya jauh melampaui keragaman sejenis yang terdapat di belahan dunia lain manapun.”103

Menurut Anwar Ibrahim, konsensus yang dianut di Asia adalah bahwa agar

masyarakat madani bisa berkembang, maka perekonomian harus kuat dan tangguh,

dan ini pada gilirannya juga tergantung kepada ketersediaan tatanan sosial dan politik

103

(27)

yang stabil. Meskipun benar jika dikatakan bahwa kebebasan dan demokrasi

mempunyai nilai-nilai intrinsik dan bahwa prinsip-prinsip dasarnya harus dipahami

dan diperjuangkan, namun prioritas-prioritas tetaplah harus secara tepat. Asia Timur

tidak mungkin mencapai kemajuan ekonomi yang mengesankan seperti yang dialami

sekarang tanpa adanya stabilitas. Kepedulian besar yang diberikan oleh orang-orang

Asia kepada pembangunan ekonomi harus sepenuhnya bisa dipahami. Kemiskinan

dan pendistribusian peluang ekonomi yang tidak adil merupakan sumber berbagai

kejahatan sosial. Hal itu melahirkan kekecewaan, frustasi, dan kemarahan,serta dapat

menghancurkan landasan pokok kehidupan masyarakat. Karena itu, kebebasan dan

demokrasi akan benar-benar dilecehkan bila diterapkan tanpa mempertimbangkan

pertumbuhan ekonomi dan upaya pemeliharaan tatanan sosial politik yang stabil.

Kini, ketika Asia merasa sudah mantap dengan stabilitas dan ketangguhan

ekonominya, sudah tiba saatnya memulai upaya-upaya baru untuk menemukan

kembali tatanan sosial dan politiknya. Perjuangan demi membangun demokrasi dan

masyarakat madani dewasa ini merupakan bagian integral dari rangkaian pergerakan

untuk mencapai kemerdekaan nasional dan penetuan nasib bangsa sendiri, yang

dimulai pada pertengahan abad ini. Dalam pencarian yang diperbarui itu, Asia

memamah kembali berbagai cita-cita dan nilai yang telah dikembangkan oleh para

filosofnya dimasa lalu dan diperjuangkan oleh tokoh-tokoh awal renaissansnya, para

penyair, pemikir dan negarawan, seperti Rabindranath Tagore, Muhammad Iqbal, Jose

Rizal, Sun Yat Sen, dan Mahatma Gandhi. Mereka membuktikan bahwa Asia dan

tradisi-tradisi Asia merupakan bagian dan paket dari sebuah dunia yang dibangun

berdasarkan martabat manusia, sebuah cita-cita luhur yang belum lama ini diklaim

sebagai milik eksklusif Barat.104

104

(28)

Dalam bukunya ini, Anwar menjelaskan beberapa hal yang harus dibangun

untuk membentuk sebuah masyarakat madani di Asia khususnya di Malaysia.

1. Maratabat Manusia

Penciptaan sebuah masyarakat madani di Asia akan berlangsung secara

bertahap, dan jalan ke arah itu penuh dengan tantangan. Yang terutama harus tetap di

perhatikan adalah penciptaan dan pemeliharaan tatanan sosial, yang tanpanya hanya

akan timbul kekacauan (Chaos). Dalam situasi semacam itu, kebebasan hanya akan

merupakan ilusi. Dalam sebuah rezim yang benar-benar demokratis, tatanan semacam

itu dicapai melalui penggunaan otoritas yang dapat dipertanggungjawabkan, bukan

dengan menggunakan kekuasaan koersif negara. 105

Proposisi dasar yang mengarahkan demokrasi dan masyarakat madani adalah

gagasan mengenai martabat manusia. Gagasan itu memerlukan waktu lama untuk

berkembang. Demokrasi seharusnya tidak menjadi tujuan pada dirinya sendiri, tetapi

semata-mata alat untuk menjamin tegaknya pemerintahan yang manusiawi (humane

governance) pemulihan martabat manusia dan pemuasan kebutuhan akan keadilan.

Martabat manusia tidak akan dapat dicapai dalam kemiskinan, kesakitan,

ketercerabutan, kebutahurufan, dan kejahilan. Juga tidak akan martabat jika kaum

perempuan terus-menerus ditolak haknya untuk memperoleh status,peluang,dan upah

yang setara dengan mitra laki-laki mereka. Tidak akan ada keadilan jika individu

ditekan, ditindas dan hak-hak asasinya diabaikan dan dilanggar, serta ketika seluruh

penduduk terperangkap ke dalam perang dan saling bunuh tanpa arti. Ketika tatanan

dunia didominasi oleh sekelompok kecil manusia yang mendakwahkan demokrasi di

negeri mereka sendiri tetapi jelas-jelas mengabaikannya di luar negeri, ketika 85

persen kekayaan dunia dinikmati oleh hanya 20 persen penduduk dunia, itu hanya

105

(29)

menandakan satu hal: kita masih jauh dari cita-cita penegakan martabat atau keadilan.

Tujuan utama kita seharusnya tidak boleh kurang dari penegasan umum ini,

terciptanya sebuah masyarakat yang adil dna egaliter.106

Menurut Anwar Ibrahim, masyarakat madani yang diimpikan oleh bangsa Asia

adalah sebuah masyarakat yang didasarkan atas prinsip-prinsip moral,ketika

pemerintahan dijalankan berdasarkan aturan hukum, bukan oleh angan-angan

manusia, ketika pertumbuhan organisasi-organisasi kewargaan disemai, bukan

ditekan, ketika perbedaan pendapat tidak dibungkam, dan ketika pencarian

keunggulan dan pengupayaan kebaikan menggantikan mediokritas dan filistinisme.

Oleh sebab itu, kita harus menemukan,menghidupkan,dan menyegarkan kembali

semangat kebebasan, individualisme,kemanusiaan,dan toleransi dalam jiwa kita.107 Kenyataan bahwa negara-negara Asia berbeda dalam tingkat perkembangan

ekonomi mereka hanya menunjukkan bahwa masing-masing negara akan menempuh

jalan mereka sendiri untuk sampai kepada demokrasi dan masyarakat madani.

Selanjutnya, hal itu juga akan dipengaruhi oleh keragaman kultural,sistem sosial, dan

pengalaman sejarah. Meskipun kita akui bahwa seluruh cita-cita kemanusiaan bersifat

universal, kita tidak dapat mengabaikan kenyataan bahwa keragaman kultural sangat

mempengaruhi jalannya proses sosial dan politik.

Akibatnya, visi Asia tentang masyarakat madani berbeda dalam satu hal

mendasar dari visi yang diartikulasikan oleh beberapa pemikir Barat, yang terutama

berasal dari filsafat sosial pencerahan. Yang lebih mendasar, pandangan dunia Asia

dan sumber daya intelektualnya akan mempengaruhi masyarakat madani menurut

arahnya sendiri. Salah satu yang paling penting diantaranya adalah konsep tentang

manusia sebagai makhluk moral yang memiliki dimensi transenden, yang dianugerahi

106

Ibid., Hal.49 107

(30)

tidak hanya hak-hak dasar yang tidak bisa diabaikan, melainkan juga

kewajiban-kewajiban yang tidak biasa diabaikan,kepada Tuhan,kepada keluarga,kepada sesama

manusia, dan kepada alam.108

2. Penghargaan akan Kehidupan

Bagi pemerintahan yang manusiawi, salah satu hal yang sangat mendasar adalah

bahwa kekuasaan ditanamkan dalam suatu otoritas yang ditentukan secara demokratis,

bukan ditangan seorang individu. Kekuasaan yang dipersonalkan adalah kekuasaan

yang dirampas dari tangan rakyat. Demokrasi bukanlah barang mewah yang tidak bisa

dijangkau oleh bangsa Asia. Sebaliknya, demokrasi adalah prasyarat utama bagi

pemrintahan yang etis dan bertanggung jawab. Seperti dikatakan oleh Reinhol d

Niebuhr, kemampuan manusia untuk mencapai keadilan memungkinkan

demokrasi,ttapi kecenderungan manusia terhadap ketidakadilan mengharuskan

demokrasi.109

Jika ditumbuhkan secara benar,demokrasi akan menjamin ketertiban dan

stabilitas. Karena demokrasi memungkinkan yang pada tempatnya untuk

dikemukakan, persoaln-persoalan kontroversial dapat diperdebatkan secara terbuka.

Demokrasi mencegah akumulasi kekuatan-kekuatan yang berbahaya dan

menghancurkan.

Upaya mengejar kemakmuran ekonomi bukanlah suatu alasan sebagai pembenar

dari tindakan mencabut hak-hak politik dan kewarganegaraan secara terus-menerus

dan terang-terangan. Pada kenyataannya, meningkatnya kekayaan seharusnya menjadi

kesempatan untuk memperluas kebebasan keseluruh bidang. Dan itulah

harapan-harapan dari sebuah masyarakat madani. Landasan moral yang diimpikan masyarakat

madani adalah mencakup harapan-harapan bahwa kebebasan dan hak-hak asasi

108

Ibid., Hal. 51 109

(31)

tertentu tidak boleh dilanggar dan tidak dapat dicabut kecuali melalui proses

hukum.110

Kenyataan bahwa demokrasi sering disalahgunakan yang mengakibatkan

timbulnya kekacauan dan kelumpuhan, sama sekali tidak berart bahwa kediktatoran

adalah solusinya. Sebaliknya, solusi terletak pada upaya pemurnian demokrasi dari

ekses-eksesnya, dan kekuasaan brutal massa di sisi lain. Jadi, demokrasi harus

disegarkan kembali dengan menanamkan ke dalamnya prinsip-prinsip etika dan

kebenaran moral yang berasal dari cita-cita peradaban dan warisan intelektual Asia.111 3. Pers di Asia

Pers di Asia mungkin adalah lembaga yang paling berpengaruh dalam

menetapkan agenda bagi kemajuan kearah demokrasi dan perwujudan masyarakat

madani. Apalagi di era informasi seperti sekarang ini. Masyarakat Asia berada pada

tahap perkembangan dimana mereka membutuhkan pers yang dinamis dan tangguh

untuk memberikan dorongan yang niscaya bagi kemajuan dan menjamin bahwa

mereka yang tengah berkuasa tidka mengkhianati harapan-harapan rakyat yang sah.

Media massa di Asia pada kenyataannya adalah pewaris tradisi jurnalisme yang selalu

berdiri di barisan terdepan dalam upaya-upaya Asia mencapai kebebasan dan

kemajuan. 112

Secara historis, jurnal-jurnal dan surat kabar-surat kabar di Asia telah menjadi

pemantik api antikolonialsime. Di era pasca kemerdekaan, mereka terlibat dalam

upaya pembangunan bangsa. Pada umumnya mereka berhasil. Namun

demikian,dalam menghadapi realitas-realitas baru di Asia, media massa di

masyarakat-masyarakat Asia harus mendefinisikan kembali peran mereka. Pers di

110

Ibid., Hal. 51 111

Ibid., Hal. 54 112

(32)

Asia harus menemukan jalan tengah antara kebebasan yang terbatas dan kepatuhan

yang menjilat.113

Dalam sebuah masyarakat madani model yang diimpikan adalah sebuah pers

bebas yang memiliki komitmen kepada cita-cita kemasyarakatan dan bertahannya

nilai-nilai tradisi Asia. Kebebasan tanpa komitmen akan membuat pers kehilangan

arah. Pers di Barat memang bebas, tetapi pers itu terombang-ambing tanpa tujuan

menyangkut keinginan akan komitmen semacam itu, yang juga mencerminkan

kondisi masyarakatnya sendiri. Alih-alih terjerembab ke dalam sensasionalisme,

kebencian, kebiasaan mencari-cari keburukan, dan menyebarkan permusuhan, pers di

Asia hendaknya berupaya mendorong energi masyarakat ke arah perwujudan cita-cita

yang didambakan,keadilan, kebajikan,dan kasih sayang.114

Nurcholis Madjid seorang pemikir muslim Indonesia yang cukup konsen

mengkaji masalah masyarakat madani dan mengembangkan konsep ini di

Indonesia,mengatakan bahwa untuk mewujudkan demokrasi dalam wadah yang

disebut dengan masyarakat madani ada beberapa hal yang menjadi pandangan hidup

yaitu:

1. Pentingnya Kesadaran kamajuan atau pluralisme

2. Berpegang teguh pada prinsip musyawarah

3. Menghindari bentuk-bentuk monolitisme dan absolutisme kekuasaan

4. Cara harus sesuai dengan tujuan sebagai lawan dari tujuan menghalalkan

segala cara

5. Meyakini dengan tulus bahwa kemufakatan merupakan hasil akhir dari

Musayawarah

113

Ibid., Hal. 55 114

(33)

6. Memiliki perencanaan yang matang dalam memenuhi basic needs yang

sesuai dengan cara-cara demokratis

7. Kerjasama dan sikap antar warga masyarakat yang saling mempercayai

itikad baik masing-masing

8. Pendidikan demokrasi yang lived ini dalam sistem pandidikan

9. Demokrasi merupakan proses trial and error yang akan menghantarkan pada

kedewasaan dan kematangan.115

Dalam Masyarakat madani,warga bekerjasama membangun ikatan

sosial,jaringan produktif dan solidaritas kemanusiaan yang bersifat non-govermental

untuk mencapai kebaikan bersama (public good) karena pada independensinya

terhadap negara (vis a vis the state). Dari sinilah kemudian masyarakat madani juga

dipahami sebagai sebuah tatanan kehidupan yang menginginkan kesejahteraan

hubungan antara warga negara dengan negara atas prinsip saling menghormati.

Masyarakat madani berkeinginan membangun hubungan yang konsultatif bukan

konfrontatif antara warga negara dengan negara.

Menurut Dawam Rahardjo,salah seorang pemikir muslim Indonesia juga,

hubungan antara masyarakat madani dan demokrasi bagaikan dua sisi mata uang,

keduanya bersifat ko-eksistensi. Hanya dalam masyarakat madani yang kuatlah

demokrasi dapat ditegakkan dengan baik dan hanya dalam suasana demokratislah

masyarakat madani dapat berkembang dengan wajar.

Menyikapi keterkaitan antara masyarakat madani dengan demokratisasi ini,

Larry Diamond secara sistematis menyebutkan ada 6 (enam) konstitusi masyarakat

madani terhadap proses demokrasi. Pertama, ia menyediakan wacana sumber daya

politik,ekonomi,kebudayaan dan moral untuk mengawasi dan menjaga keseimbangan

115

(34)

pejabat negara. Kedua,Pluralisme dalam masyarakat madani,bila diorganisir akan

menjadi dasar yang penting bagi persaingan demokratis. Ketiga,memperkaya

partisipasi politik dan meningkatkan kesadaran kewarganegaraan. Keempat, ikut

menjaga stabilitas negara. Kelima, tempat menggembleng pimpinan politik.

Keenam,menghalangi dominasi rezim.116

Dalam masyarakat madani terdapat nilai-nilai yang universal tentang pluralisme

yang kemudian menghilangkan segala bentuk kecenderungan partikularisme dan

sektarianisme. Hal ini dalam proses demokrasi menjadi elemen yang sangat signifikan

yang mana masing-masing individu, etnis dan golongan mampu menghargai

kebhinekaan dan menghormati setiap kebutuhan yang diambil satu golongan atau

individu.

Selain itu, sebagai bagian dari strategi demokratisasi, masyarakat madani

memiliki persfektif sendiri dalam perjuangan demokrasi dan memiliki spektrum yang

luas dan berjangka penjang. Dalam persfektif masyarakat madani demokratisasi tidak

hanya dimaknai sebagai posisi diametral dan antitesa negara, melainkan bergantung

pada situasi dan kondisinya. Ada saatnya demokratisasi melalui masyarakat madani

harus garang dan keras terhadap pemerintah, namun ada saatnya juga masyarakat

madani juga harus ramah dan lunak.

Masyarakat madani jika dipahami secara sepintas merupakan format kehidupan

alternatif yang mengedepankan semangat demokrasi dan menjunjung tinggi nilai-nilai

hak asasi manusia. Hal ini diberlakukan ketika negara sebagai penguasa dan

pemerintah tidak bisa menegakkan demokrasi dan hak asasi manusia dalam

menjalankan roda pemerintahannya. Disinilah kemudian, konsep masyrakat madani

menjadi alternatif pemecahan,dengan pemberdayaan dan pengembangan daya kontak

116

(35)

masyarakat terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah yang pada dasarnya nanti

terwujud kekuatan masyarakat sipil yang mampu merealisasikan dan menegakkan

konsep hidup yang demokratis dan emngahrgai hak-hak asasi manusia.

Sosok masyarakat madani bagaikan barang antik yang memiliki daya tarik amat

mempesona. Kehadirannya yang mampu menyemarakkan wacana politik

kontemporer dan meniupkan arah baru pemikiran politik, bukan dikarenakan kondisi

barangnya yang sama sekali baru, melainkan disebabkan tersedianya momentum

kondusif bagi pengembangan masyarakat yang lebih baik.

3.3Relevansi Masyarakat Madani dengan Politik di Malaysia.

Hanya sedikit negeri Muslim di dunia ini yang telah melangkah begitu jauh

seperti Malaysia dalam upayanya memanfaatkan kekuasaan negara untuk

melaksanakan ketentuan-ketentuan Al Qur’an dan Hadis dalam kehidupan kaum muslim. Namun, lebih sedikit lagi negara Muslim yang kalah terkenal dari Malaysia.

Malaysia menyuguhkan suatu pengalaman Islami yang unik. Malaysia adalah

sebuah masyarakat multietnik dan multiagama tempat bangsa Melayu merupakan 45

persen dari seluruh penduduknya, namun mempunyai kekuatan politik dan budaya

yang dominan. Sisanya terdiri dari berbagai kelompok etnik dan keagamaan, dan yang

terbesar adalah komunitas Cina (35 Persen) dan India (10 Persen). Islam dan identitas

nasional serta politik Melayu telah lama saling berkelindan,seperti tercermin dalam

keyakinan umum bahwa orang Melayu mestilah beragama Islam.117

Suatu ciri khas dalam perkembangan politik Malaysia adalah peran Islam dalam

politik Malaysia. Malaysia merupakan federasi negara-negara bagian, sebuah

pemerintahan yang secara resmi bersifat pluralistis dengan Islam sebagai agama resmi

dan Islam serta kaum Muslim menikmati kedudukan istimewa. Meskipun partisipasi

117

(36)

partai-partai Islam dalam pemilihan umum dan kiprah mereka sebagai oposisi yang

sah merupakan fenomena yang relatif baru di kebanyakan negeri Muslim, selama

bertahun-tahun partai-partai politik itu telah bersaing dengan partai pemerintah

UMNO, juga bersaing satu sama lain,dalam proses politik.

Berkebalikan dengan beberapa sistem politik di Timur Tengah yang tidak

mengizinkan partai-partai politik Islam dan beberapa gerakan Islam kemudian

melakukan perlawanan dengan tindak kekerasan, dalam sistem Malaysia terdapat

sebuah partai penguasa yang dominan yang mengakui keberadaaan dan partisipasi

politik dari kelompok-kelompok Islam yang berperan sebagai pihak oposisi

nonkekerasan. Pengakuan dan integrasi kelompok-kelompok kebangkitan Islam

dalam proses demokrasi yang tengah berkembang ini terlihat tidak hanya melalui

kemampuan mereka untuk beroperasi di dalam sistem, tetapi juga lewat manuver

seorang aktivis Islam yang kharismatis,Anwar Ibrahim,dari posisinya sebagai pihak

oposisi hingga menjadi pihak pemerintah pada 1980-an dan bahkan pada 1994 dia

telah menjadi menteri keuangan dan deputi perdana menteri.118

Sejak periode paling awal di Malaysia,Islam mempunyai ikatan erat dengan

politik dan masyarakat. Islam merupakan sumber legitimasi bagi para sultan, yang

memegang peran sebagai pemimpin agama,pembela iman, dan pelindung hukum

Islam, dan sekaligus pelindung hukum, pendidikan,dan nilai-nilai adat. Islam dan

identitas Melayu saling berjalin berkelindan, menjadi orang Melayu berarti menjadi

Muslim.

Kolonialisme Inggris membedakan dengan jelas antara agama dan negara,

dengan diperkenalkannya administrasi sipil dan sistem hukum yang berbeda dengan

sistem hukum dan pengadilan Islam. Pada saat yang sama, masyarakat juga menjadi

118

(37)

lebih pluralistis akibat imigrasi besar-besaran orang-orang non-Muslim Cina dan India

serta pertumbuhan dan kemakmuran komunitas mereka di kemudian hari.

Pluralisme dan hubungan agama dengan identitas nasional Melayu menjadi isu

politik ketika Malaysia tengah berjuang merebut kemerdekaan pada periode pasca

-Perang Dunia II. Usulan-usulan awal Inggris bagi Serikat Melayu bersatu dengan

kesamaan hak warga negara bagi Serikat Melayu bersatu dengan kesamaan hak warga

negara bagi semua orang,ditolak oleh bangsa Melayu,yang mengkhawatirkan

pertumbuhan populasi, kekuatan ekonomi, serta pengaruh komunitas Cina dan India.

Yang telah menikmati tingkat ekonomi dan pendidikan yang lebih tinggi

dibandingkan kaum Muslim Melayu.119

Konstitusi Melayu tahun 1957 mengabadikan identifikasi agama dan

etnik,kedudukan istimewa bagi Islam,para sultan,dan kaum Muslim Melayu.

Konstitusi itu mendefenisikan orang Melayu sebagai orang yang mengaku memeluk

agama Islam,terbiasa berbicara dengan bahasa Melayu,dan meyesuaikan diri dengan

adat- istiadat Melayu. Orang-orang Melayu menikmati hak istimewa yang mencakup

sistem kuota Melayu dalam pendidikan, pemerintahan,dan bisnis. Islam dinyatakan

sebagai agama resmi baik dalam federasi maupun dalam negara bagian

masing-masing,dan para sultan diakui sebagai pemimpin agama di negara bagian

mereka,yaitu sebagai pembela dan pelindung agama dan kebudayaan Melayu,yang

berhak menjalankan kewajiban-kewajiban moral dan agama. Pada tingkat negara, para

sultan mendirikan departemen urusan agama dan pengadilan Islam,mengenakan dan

mengumpulkan pajak (zakat,atau pajak kekayaan),dan penyebaran agama. Banyak

sekali aturan agama diterapkan di tingkat negara dan mencakup perbagai perkara yang

sangat beragam dari hukuman karena tidak mengikuti sholat jum’at di mesjid, minum

119

(38)

minuman keras,atau melanggar kewajiban puasa Ramadhan di depan umum,hingga

hukuman karena mengajarkan doktrin yang salah,kedapatan berkhalwat dengan

seorang wanita bukan muhrim,atau melakukan penghinaan terhadap para pejabat

agama atau terhadap Islam.120

Konstitusi ini merupakan perwujudan realitas politik dan sosial masyarakat,dan

mencerminkan kesalinghubungan antara identitas nasional,agama,dan etnik. Seperti dikemukakan Fred R. Von der Mehden,”fakta pertama dalam kehidupan politik dan sosial di Malaysia adalah hubungan antara agama dan etnik”.121

Politik Malaysia

mencerminkan dikotomi etnik Melayu dan politik akomodasi turunannya. Dikotomi

etnik Melayu,dengan akomodasi komunal dan konfliknya bakal terus memainkan

peranan penting dalam perkembangan politik Malaysia dan berperan sebagai

katalisator utama pribumi bagi kebangkitan Islam.

Ketegangan-ketegangan internal yang diakibatkan oleh dikotomi etnik dalam

masyarakat Malaysia meledak pada tahun1969. Kerusuhan etnik antara orang-orang

Melayu dan Cina di Kuala Lumpur menandai titik balik dalam politik Malaysia.

Sementara kaum Muslim Melayu,yang kebanyakan tinggal di pedesaan dan bertani,

mendominasi pemerintahan dan politik,komunitas Cina dan India yang berbasis kota

meraih kemakmuran dan menonjol di bidang ekonomi dan pendidikan. Ketegangan

ekonomi Malaysia akibat adanya kesenjangan yang begitu besar dan semakin terasa kehadirannya, dan meningkatnya tingkat kehidupan ”orang-orang asing” itu,

menyulut kerusuhan anti Cina yang menyebabkan ratusan orang mati atau terluka,

dibubarkannya parlemen selama hampir dua tahun, diberlakukannya keadaan darurat,

dan dilakukannya usaha-usaha oleh pemerintah untuk menangani isu persamaan

komunal. Persepsi Islam sebagai agama penduduk pribumi yang terancam, yang

120

Ibid., 121

Referensi

Dokumen terkait

Kadar abu pada snack bars tepung millet dan tepung pisang ini cenderung lebih tinggi dari penelitian yang telah dilakukan Pradipta dan Lapin tahun 2011 karena

Penelitian ini sesuai dengan penelitian terdahulu, mengguna- kan serum HIF-1  dan ekspresi NFκB/p65 yang diukur dengan RT-PCR pada pasien karsinoma hepatoseluler,

Sebagaimana yang telah dijalaskan oleh Sternberg d English (dalam Siswono,2009:4-5) bahwa Encoding merupakan komponen proses berpikir analogi yang mana pada tahap

Data yang diperoleh pada Penurunan berat badan kelompok perlakuan etil asetat lebih baik dibandingkan dengan kelompok lainnya dengan mean difference - 97.750,

Berawal dari sumber informasi dari beberapa pengalaman masyarakat pembuat telur asin secara konvensional yang dilakukan dengan menggunakan bahan baku bata merah,

Periode ketiga penerjemahan Alkitab berlangsung dalam gerakan penginjilan dari Eropa ke Asia dan 

Di TK Al Wafa Bantul dan TK Al Fatihah Umbulharjo merupakan salah satu dari beberapa lembaga pendidikan anak usia dini yang melaksanakan pendidikan karakter,

Kegiatan yang dilakukan meliputi (a) pengolahan data dan informasi, (b) analisis gambaran umum kondisid aerah, (c) analisis ekonomi dan keuangan daerah, (d)