MITIGASI DAMPAK KEBISINGAN AKIBAT
PEMBANGUNAN JALAN LAYANG PASUPATI PADA
KAWASAN SENSITIF (R.S Hasan Sadikin – Bandung)
Rr. Dini Handayani
Puslitbang Jalan dan Jembatan, Jl. A.H. Nasution 264 Bandung
RINGKASAN
Secara keseluruhan keberadaan jalan layang Pasupati setelah
beroperasi berdampak positif, namun demikian setelah jalan tersebut
dioperasikan diperkirakan dapat menimbulkan beberapa dampak
diantaranya penurunan kualitas lingkungan yaitu tingginya tingkat
kebisingan. Indikasi penurunan kualitas lingkungan tersebut sampai saat ini
sudah dirasakan oleh Rumah Sakit Umum Dr. Hasan Sadikin - Bandung,
yang merupakan salah satu dari tipologi kawasan sensitif.
Komponen lingkungan yang berdampak negatif cukup signifikan dan
mengganggu pada kawasan RSU Dr. Hasan Sadikin – Bandung adalah
tingkat kebisingan. Hal ini dirasakan karena kesadaran akan pentingnya
menjaga lingkungan jalan dan kebutuhan akan tingkat kenyamanan yang
semakin tinggi, maka dampak yang diakibatkan oleh transportasi khususnya
kebisingan kendaraan bermotor harus ditekan serendah mungkin.
Adapun mitigasi dampak dapat dilakukan dengan 3 (tiga) cara
yaitu:pada sumber, pada jalur rambat dan pada titik penerima dampak
kebisingan. Alternatif mitigasi dapat dipilih dari salah satu bentuk 3 (tiga)
penanganan diatas, atau merupakan gabungan dari dua penanganan atau
bahkan ketiganya, hal ini tergantung dari kesepakatan/konsensus
stakeholder yang terkait. Realisasi mitigasi dampak kebisingan ini juga
sangat bergantung kepada besaran tingkat kebisingan yang akan direduksi
dan pendanaan yang tersedia. Rumah Sakit Hasan Sadikin dapat melakukan
mitigasi kebisingan pada titik penerima di ruang perawatan diantaranya
dengan pemasangan jendela dengan ketebalan minimal 6 mm.
Kata Kunci : Tingkat Kebisingan, Alternatif mitigasi, Kawasan Sensitif,
SUMMARY
Entirely, the existence of Pasupati Flyover has positive impact.
However, since the operational of the flyover, its causes derivation of
environmental quality such as high noise level. This condition has been
perceived by people activating within the Dr. Hasan Sadikin General
Hospital-Bandung.
Noise level, environmental component, is one of the negative impatcs
that significantly disrubted to the people activating within the General
hospital of Dr. Hasan Sadikin. This situation is known due to the awareness
on keeping road environment and freshness is getting higher. Therefore, the
impact of road noise should be reduced.
Mitigation of the impact could be conducted into 3 ways, namely:
mitigation at noise sourse, at propagation noise media, and at receiver of
noise. The choosen alternative of mitigations could be combination of two
or more than two mitigations. They are hanged on concensus of related
stackeholder. The realization of mitigations depend on the level of noise
which will be reducted and funding available. Dr. Hasan Sadikin General
Hospital can reduced the noise at receiver by using minimal thickness of
windows 6 mm in treatment room.
Keywords : Noise Level, alternative of mitigation, Sensitive Area,
Tranportation Activity
PENDAHULUAN
Pembangunan proyek jalan layang Pasteur - Suropati (Pasupati) merupakan bagian dari sistem jaringan transportasi yang menghubungkan Pasteur dengan Surapati di kota Bandung. Disamping untuk menata sistem lalu lintas di kawasan ini agar lebih terpadu, fasilitas tersebut juga difungsikan untuk menangani
kemacetan yang sering terjadi selama ini.
Secara keseluruhan keberadaan jalan layang ini setelah beroperasi berdampak positif, namun demikian setelah jalan tersebut dioperasikan diperkirakan dapat menimbulkan beberapa dampak diantaranya penurunan kualitas lingkungan yaitu tingginya tingkat kebisingan. Indikasi penurunan kualitas lingkungan tersebut sampai saat
ini sudah dirasakan oleh Rumah Sakit Umum Dr. Hasan Sadikin, yang merupakan salah satu dari tipologi kawasan sensitif. Indikasi ini didukung dengan data hasil penelitian Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan tahun 2005 kebisingan sudah melebihi ambang batas yang diijinkan.
Kajian ini diharapkan dapat memberikan alternatif mitigasi dampak lingkungan (kebisingan) akibat pembangunan jalan layang Pasupati pada kawasan Rumah Sakit Umum Dr. Hasan Sadikin – Bandung.
GAMBARAN AWAL KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN RUMAH SAKIT UMUM Dr. HASAN SADIKIN - BANDUNG Lokasi Rumah Sakit Umum Dr. Hasan Sadikin
Rumah Sakit Umum Dr. Hasan Sadikin (RSUHS) berlokasi di Jl. Pasteur No. 34 Bandung. Rumah sakit ini berada di wilayah Bandung Barat, Kecamatan Sukajadi, Kelurahan Pasteur.
Kualitas Lingkungan Kawasan RSU Dr. Hasan Sadikin
Komponen kualitas lingkungan yang dikaji dalam studi
ini lebih difokuskan pada
komponen lingkungan yang berdampak negatif pada kawasan RSU Dr. Hasan Sadikin – Bandung, yaitu tingkat kebisingan. Hal ini disebabkan karena kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan jalan dan kebutuhan akan tingkat kenyamanan yang semakin tinggi, maka dampak yang diakibatkan oleh transportasi khususnya kebisingan kendaraan bermotor seharusnya ditekan serendah mungkin.
Data Pengukuran Tingkat Kebisingan
Tingkat kebisingan di kawasan RSU Dr. Hasan Sadikin (lahan parkir dan di beberapa ruang/indoor) menurut penelitian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan sudah melebihi ambang batas yang diijinkan untuk kawasan rumah sakit (Kepmen No.48./MENKLH/ 11/1996.). Tingginya tingkat kebisingan yang terjadi disebabkan oleh volume lalu lintas kendaraan yang relatif besar pada beberapa ruas jalan yang melalui kawasan RSU Hasan Sadikin. Data tingkat kebisingan dapat dilihat pada Tabel 1.
Gambar 1. Lokasi RSU. Dr. Hasan Sadikin - Bandung RS. Hasan Sadikin Jl . R u ma h Sa kit Fly Over Jl. Pasteur Gedung BAPELKES Fly Over Taman
RS. Ha s a n S a d ik in Jl. R umah S ak it Fl y O v er Jl. P a steur G edung BA PEL KES Fl y Ov er Ta m a n Gamb ar 2. Denah RSU. Dr. Hasan Sadikin
Tabel 1.
Tingkat Kebisingan dengan Variasi Jarak Pengukuran di Kawasan RSU Dr. Hasan Sadikin
Waktu
Pengukuran /Tinggi Alat Jarak Ukur Rata-Rata Leq (dBA) Titik Pengukuran Keterangan
08.30-09.45 22 m / 1.2 m 63.5 Tempat Parkir Dari tepi jalan
10.30-11.00 42 m / 1.2 m 61.0 Indoor/Ruang Kerja sda 11.30-12.00 90 m / 1.2 m 55.2 Indoor/Lahan Terbuka sda 12.30-13.00 90 m / 1.2 m 56.5 Indoor/Ruang Perawatan sda
Sumber: Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan
Adapun baku tingkat kebisingan berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : KEP-48/MENLH/11/1996 adalah sebagai berikut:
PERUNTUKAN KAWASAN/ LINGKUNGAN KEGIATAN TINGKAT KEBISINGAN dB (A)
a. Peruntukan Kawasan
1) Perumahan dan Pemukiman 55
2) Perdagangan dan Jasa 70
3) Perkantoran dan Perdagangan 65
4) Ruang Terbuka Hijau 50
5) Industri 70
6) Pemerintahan dan Fasilitas Umum 60
7) Rekreasi 70 8) Khusus:
− Bandar Udara*
− Stasiun Kereta Api*
− Pelabuhan Laut
− Cagar Budaya
70 60 b. Lingkungan Kegiatan
1) Rumah Sakit atau sejenisnya 55
2) Sekolah atau sejenisnya 55
3) Tempat Ibadah atau sejenisnya 55
Keterangan:
Gambar 3. Jenis Vegetasi Eksisting di Kawasan RSU Dr. Hasan Sadikin
Kualitas Lingkungan Kawasan RSU Dr. Hasan Sadikin
Komponen kualitas lingkungan yang dikaji dalam studi
ini lebih difokuskan pada komponen lingkungan yang berdampak negatif pada kawasan RSU Dr. Hasan Sadikin – Bandung, yaitu tingkat kebisingan. Hal ini disebabkan karena kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan jalan dan kebutuhan akan tingkat kenyamanan yang semakin tinggi, maka dampak
yang diakibatkan oleh transportasi khususnya kebisingan kendaraan bermotor seharusnya ditekan serendah mungkin.
Data Pengukuran Tingkat Kebisingan
Tingkat kebisingan di kawasan RSU Dr. Hasan Sadikin (lahan parkir dan di beberapa ruang/indoor) menurut penelitian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan sudah
melebihi ambang batas yang diijinkan untuk kawasan rumah sakit (Kepmen No.48./MENKLH/ 11/1996.). Tingginya tingkat kebisingan yang terjadi disebabkan oleh volume lalu lintas kendaraan yang relatif besar pada beberapa ruas jalan yang melalui kawasan RSU Hasan Sadikin. Data tingkat kebisingan dapat dilihat pada Tabel 1.
Jenis Vegetasi Eksisting
Jenis vegetasi yang banyak ditanam/ditemukan di kawasan RSU Dr. Hasan Sadikin adalah: Pohon : Glodogan Tiang, Bintaro,
Palem Tupai, Pinus. Perdu : Pringgodani dan tanaman
hias lainnya.
Jenis vegetasi tersebut, beberapa diantaranya disajikan pada Gambar 3.
ALTERNATIF MITIGASI DAMPAK KEBISINGAN PADA KAWASAN SENSITIF
Adapun mitigasi dampak dapat dilakukan dengan 3 (tiga) tingkatan yaitu, pada sumber, pada jalur rambat dan pada titik penerima dampak itu sendiri.
Penanganan Kebisingan pada sumber
Penanganan kebisingan pada sumber bising dapat dilakukan melalui beberapa hal, antara lain :
1) Pengaturan Lalu Lintas
Pengaturan dimaksudkan untuk mengurangi volume lalu lintas kendaraan yang lewat. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan rekayasa lalu lintas, pembangunan jalan lingkar untuk mengurangi beban jaringan jalan perkotaan, dll. Pengaturan lalu lintas yang baik dapat mengurangi tingkat kebisingan antara 2 s/d 5 dB(A).
2) Pembatasan Kendaraan Berat Kendaraan berat memberikan pengaruh yang besar terhadap tingkat kebisingan akibat lalu lintas jalan. Dengan melakukan pembatasan jenis kendaraan berat dapat mengurangi dampak kebisingan pada kawasan sensitif yang ada. Pembatasan kendaraan berat sebesar 10% dapat menurunkan tingkat kebisingan hingga 3,5 dB(A).
3) Pengaturan Kecepatan
Pengaturan kecepatan lalu lintas pada rentang kecepatan 30 s/d 60 km/jam dapat
mengurangi tingkat kebisingan 1 s/d 5 dB(A).
4) Perbaikan Kelandaian Jalan Kelandaian jalan berpengaruh langsung terhadap tingkat kebisingan. Pengurangan kelandaian setiap 1% dapat mengurangi tingkat kebisingan sebesar 0,3 dB(A).
5) Pemilihan Jenis Perkerasan Jalan
Pada kecepatan di atas 80
km/jam, penggantian perkerasan aspal beton padat
(berbutir tidak seragam) dengan perkerasan aspal terbuka (berbutir seragam) dapat mengurangi tingkat kebisingan lalu lintas sampai 4 dB(A). Koreksi tingkat kebisingan akibat penggunaan berbagai jenis perkerasan yang lain secara relatif terhadap lapis perkerasan aspal beton padat adalah sebagaimana tercantum pada Tabel 2.
Penanganan kebisingan pada jalur perambatan
1) Penanganan kebisingan pada jalur perambatan suara umumnya dilakukan dengan pemasangan Bangunan Peredam Bising (BPB). Bangunan Peredam Bising dapat berupa penghalang alami (natural barrier) dan penghalang buatan (artificial
barrier). Penghalang alami
biasanya menggunakan berbagai kombinasi tanaman dengan gundukan (berm) tanah, sedangkan penghalang buatan dapat dibuat dari berbagai bahan, seperti tembok, kaca, kayu, aluminium, dan bahan lainnya. Untuk mencapai kinerja yang memadai, bahan yang digunakan sebagai penghalang sebaiknya memiliki rasio berat-luas minimum 20 kg/m2;
Tabel 2.
Koreksi tingkat kebisingan perkerasan jalan dibandingkan dengan perkerasan aspal padat
Jenis lapis perkerasan Koreksi tingkat kebisingan dB(A)
Burda/burtu (Chip seal) + 4,0
Beton semen Portland 0 s/d + 3,0
Overlay camp aspal dingin + 2,0
BBeton semen portland agregat diekspose - 0,5 s/d + 3,0
Perkerasan aspal mastic batu - 3,5 s/d - 2,0
Perkerasan aspal beton terbuka (berbutir seragam) 4,5 s/d – 0
2) BPB umumnya memiliki karakteristik secara teknis sebagai berikut (OECD-1995): a. dapat menurunkan tingkat
kebisingan antara 10 s.d 15 dB(A);
b. mampu mencapai pengurangan tingkat kebisingan sebesar 5 dB(A) apabila cukup tinggi untuk
memotong jalur perambatan gelombang
suara dari sumber ke penerima;
c. setiap penambahan 1 m ketinggian diatas jalur perambatan gelombang dapat menurunkan tingkat kebisingan sebesar 1,5 dB(A) dengan penurunan maksimum secara teoritis sebesar 20 dB(A);
d. BPB sebaiknya dipasang sepanjang sekitar 4 x jarak dari penerima ke penghalang.
3) Mitigasi kebisingan harus mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut :
a. keselamatan pengguna jalan yang berkaitan dengan jarak pandang dan ketahanan konstruksi terhadap benturan;
b. kemudahan pemeliharaan, termasuk bangunan yang ada di sekitarnya, seperti saluran drainase;
c. stabilitas konstruksi dan usia layan mencapai 15 s.d. 20 tahun;
d. biaya konstruksi yang tergantung pada jenis pondasi yang dibutuhkan dan metoda konstruksi yang digunakan, perban- dingan indikatif dari berbagai upaya mitigasi dapat dilihat pada Tabel 3. e. keindahan atau estetika
lingkungan di sekitarnya. Penanganan kebisingan pada titik penerimaan
1. Tingkat kebisingan pada titik penerimaan dapat dikurangi dengan mengubah orientasi bangunan yang semula menghadap sumber kebisingan menjadi menyamping terhadap sumber kebisingan atau membelakangi sumber kebisingan. Perubahan orientasi
bangunan dapat mengurangi jarak efektif sumber ke penerima hingga 64% (OECD-1995).
2. Untuk dapat menerapkan metoda ini, perencana perlu memperhatikan fleksibilitas ruang, akses bangunan, dan keasrian arsitektur bangunan. Apabila lahan yang tersedia mencukupi, ruang yang berdekatan dengan sumber
bising dapat dibangun garasi, gudang, atau fasilitas gedung yang sekaligus menjadi penghalang perambatan suara. 3. Penggunaan insulasi ini
dilakukan apabila upaya lain untuk mengurangi kebisingan tidak memungkinkan. Metoda ini diterapkan pada daerah-daerah dengan kepadatan tinggi, seperti pusat kota, baik untuk bangunan permukiman maupun bangunan perkantoran. 4. Metoda mitigasi terhadap
dampak kebisingan yang berasal dari peningkatan volume lalu lintas di sepanjang jalan eksisting meliputi beberapa pekerjaan antara lain:
a) penggantian jendela, misalnya dengan kaca jendela ganda. b) pemasangan dinding peredam; c) pemasangan sistem ventilasi khusus. Efektifitas Efektifitas Penggunaan bahan kaca sebagai jendela untuk penghalang kebisingan biasanya dilakukan dengan tujuan untuk mempertahankan nilai estetika lingkungan dengan mengupayakan tetap terlihatnya pemandangan di seberang jalan dari sisi yang lain dan sebaliknya. Penerapan penghalang kaca perlu memperhitungkan upaya-upaya perawatan dan pembersihan, karenanya komitmen antara pihak pengelola jalan dengan pengelola lingkungan untuk pemeliharaan penghalang ini perlu diatur secara jelas.
Efektifitas insulasi pada
facade bangunan dengan
penggantian jendela menggunakan jendela berkaca ganda atau triple dapat mengurangi kebisingan 15 sampai dengan 25 dB(A), secara umum (OECD-1995), penggunaan metoda ini dapat diharapkan menghasilkan tingkat kebisingan dalam ruangan 38 s.d. 44 dB (A).
Tabel 3.
Perbandingan indikatif dari berbagai upaya mitigasi
Upaya Efektifitas Perbandingan Biaya
Tanggul tanah Sama dengan jenis –jenis
penghalang lainnya seperti kayu atau beton.
Sangat murah apabila bahan timbunan tersedia dilokasi Beton, Kayu, logam atau pagar
penghalang lainnya Baik; membutuhkan tempat lebih kecil Biayanya 10-100 kali dari tanggul tanah namun dapat
menghemat biaya lahan Jalan bawah tanah (gali dan
tutup)
Sebuah pilihan yang ekstrim bagi lau lintas yang padat sekali; memerlukan ventilasi apabila panjang lebih 300 m
Biayanya 10-16000 kali dari tanggul tanah
Jendela kaca ganda untuk selubung depan
Baik namun hanya pada saat jendela tidak dibuka tidak melindungi are-area luar
Biayanya 5-60 kali sebuah tanggul tanah
Sumber : OECD, 1995
Tabel 4.
Pengurangan perambatan suara pada bagian muka gedung, dengan ketebalan kaca minimal adalah 6 mm.
Jenis Bangunan Jendela Pengurangan kebisingan internal
Semua jenis Terbuka 10 dB(A)
Tembok Kaca tunggal (tertutup) 25 dB(A)
Tembok Kaca dobel (tertutup) 35 dB(A)
Sumber : OECD, 1995
PEMBAHASAN
Beberapa penanganan tingkat kebisingan yang ada , baik itu penanganan di sumber, jalur perambatan, dan titik penerima dapat diupayakan sebagai bentuk mitigasi dampak kebisingan akibat lalu lintas sekitar lokasi Rumah Sakit Hasan Sadikin - Bandung.
Alternatif mitigasi dapat dipilih dari salah satu bentuk 3 (tiga) penanganan diatas, atau merupakan gabungan dari dua
penanganan atau bahkan ketiganya, hal ini tergantung dari kesepakatan/konsensus stakeholder yang terkait. Realisasi mitigasi dampak kebisingan ini juga sangat bergantung kepada besaran tingkat kebisingan yang akan direduksi dan pendanaan yang tersedia.
Berdasarkan hasil pengukuran pada tahun 2005 dan
tahun 2007, yang menjadi perhatian pertama adalah pada ruang perawatan Rumah Sakit
Hasan Sadikin. Menurunkan tingkat kebisingan dari 57 dB(A) menjadi 55 dB(A) di ruang perawatan cukup dengan mitigasi di titik penerimaan dengan penggantian jendela minimal ketebalan 6 mm yang secara teori bahkan dapat mereduksi kebisingan minimal 10
dB (A) untuk jendela terbuka dan sekitar 25 dB (A) untuk jendela berkaca tunggal kondisi tertutup bahkan dengan penggunaan jendela berkaca double kondisi tertutup dapat mereduksi hingga 35 dB(A).
KESIMPULAN
Dengan menggunakan salah satu alternatif mitigasi dampak kebisingan yaitu mitigasi di titik penerima dengan penggunaan jendela berkaca tunggal/ganda untuk ruang perawatan ber AC dan jendela terbuka untuk ruang non AC, masing-masing ketebalan minimal 6 mm dapat menurunkan tingkat kebisingan di rumah sakit
tersebut. Demikian pula yang dapat dilakukan di ruang kerja. SARAN
Sangat dibutuhkan studi lanjutan guna melengkapi kebutuhan jumlah jendela, titik pemasangan jendela, jarak antara kaca,sehingga dari alternatif mitigasi ini dapat diimplementasikan dengan efisien.
DAFTAR PUSTAKA
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.48/MENLH/11/1996, tentang Baku tingkat kebisingan
Kumpulan Pedoman Teknis Hasil Penelitian dan Pengembangan Bidang Jalan, 1999/2000 Manual Manajemen Lingkungan
Jalan Perkotaan edisi 2 a Organisation For Economic
Co-Operation And Development (OECD), 1995, Road
Transport Research, Roadside Noise Abatement
Tata Cara Prediksi Kebisingan Akibat Lalu lintas, 2003