• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INDUSTRI PARIWISATA DAERAH KOTA MALANG DESY IRIANTY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INDUSTRI PARIWISATA DAERAH KOTA MALANG DESY IRIANTY"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMENGARUHI INDUSTRI PARIWISATA

DAERAH KOTA MALANG

DESY IRIANTY

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Daya Saing dan Faktor-faktor yang Memengaruhi Industri Pariwisata Daerah Kota Malang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013

Desy irianty

(4)

ABSTRAK

DESY IRIANTY. Analisis Daya Saing dan Faktor-faktor yang Memengaruhi Industri Pariwisata Daerah Kota Malang. Dibimbing oleh TANTI NOVIANTI.

Pariwisata merupakan salah satu sektor strategis dalam sistem perekonomian nasional yang memberikan kontribusi besar terhadap devisa negara. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis daya saing dan faktor-faktor yang memengaruhi industri pariwisata terhadap perekonomian Kota Malang. Penelitian ini menggunakan analisis kuantitatif. Analisis yang digunakan untuk menganalisis daya saing industri pariwisata yaitu Competitiveness Monitor (CM) dengan kota pembandingnya adalah Kota Blitar, sedangkan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi industri pariwisata menggunakan Ordinary Least Square (OLS). Hasil analisis Competitiveness Monitor menunjukkan indikator pengaruh pariwisata, indikator sumberdaya manusia, dan indikator keterbukaan, dan indikator sosial, Kota Malang berada di posisi yang lebih tinggi dibandingkan Kota Blitar. Berdasarkan hasil dengan metode OLS menunjukkan jumlah hotel dan jalan beraspal kualitas baik berpengaruh nyata dan signifikan terhadap industri pariwisata.

Kata kunci: Daya saing, OLS, Pariwisata.

ABSTRACT

DESY IRIANTY. The Competitiveness and The Factors that Affect The Tourism Industry to Malang City. Supervised by TANTI NOVIANTI.

Tourism is one of the strategic sectors in the national economy system that contributed greatly to the country’s foreign exchange. This study is aim to asses the analyses of competitiveness and the factors that affect the tourism industry to the economy in Malang City. This study were used quanttitive analyses. Analyses the competitiveness of the tourism industry is Competitiveness Monitor (CM) with the comparison is Blitar City, While the factors that affect the tourism industry were used Ordinary Least Square (OLS). The Competitiveness Monitor show that the influence of tourism indikators, human resources indikators, openness indikators, and social indikator in Malang City are higher than Blitar City. Based on the Ordinary Least Square show that the number of hotel and good quality of street as a real and significant impact on the tourism industry.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ilmu Ekonomi

ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMENGARUHI INDUSTRI PARIWISATA

DAERAH KOTA MALANG DAN KOTA BLITAR

DESY IRIANTY

DEPARTEMEN ILMU EEKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Analisis Daya Saing dan Faktor-faktor yang Memengaruhi Industri Pariwisata Daerah Kota Malang

Nama : Desy Irianty NIM : H14090005

Disetujui oleh

Tanti Novianti, M.Si Pembimbing

Diketahui oleh

Dedi Budiman Hakim, Ph.D. Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 ini ialah pariwisata, dengan judul Analisis Daya Saing dan Faktor-faktor yang Memengaruhi Industri Pariwisata Daerah Kota Malang.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Tanti Novianti, M.Si. selaku pembimbing, Dr. Wiwiek Rindayati, dan Dewi Ulfa Wardani, M.Si selaku dosen penguji, serta seluruh dosen Departemen Ilmu Ekonomi IPB, serta teman-teman di IPB khususnya Ovilla, aci, stannia, tata, Tami, Iwi, Mala, Dita, Anti, dan Tika yang telah memberikan bimbingan, motivasi, saran sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada orangtua, Departemen Manajemen IPB, Ilmu Ekonomi IPB, serta teman-teman semua atas doa, dukungan dan motivasinya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2013

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 4 Tujuan Penelitian 5 Manfaat Penelitian 5

Ruang Lingkup Penelitian 6

TINJAUAN PUSTAKA 6

Penelitian Terdahulu 9

Kerangka Pemikiran 10

METODE PENELITIAN 12 Jenis dan Sumber Data 12 Metode Analisis 12 GAMBARAN UMUM 18

Kondisi Umum Kota Malang 18

Objek Wisata Kota Malang 20

Perkembangan Jumlah Wisatawan 21

HASIL DAN PEMBAHASAN 22

Analisis Daya Saing Industri Pariwisata Kota Malang 22 Faktor-faktor yang Memengaruhi Industri Pariwisata Kota Malang 27

SIMPULAN DAN SARAN 29

Simpulan 29

Saran 29

DAFTAR PUSTAKA 30

LAMPIRAN 32

(10)

DAFTAR TABEL

1. Distribusi persentase PDRB Kota Malang atas dasar harga konstan

2000 Menurut lapangan usaha tahun 2007-2011 (%) 3

2. Distribusi persentase PDRB Kota Blitar atas dasar harga konstan

2000 Menurut lapangan usaha tahun 2007-2011 (%) 4

3. Luas kecamatan (Km2) dan persentase terhadap luas kabupaten (%) 19 4. Struktur penduduk Kota Malang berdasarkan piramida penduduk 19 5. Kunjungan wisatawan yang berkunjung di hotel berbintang dan tak

berbintang

22 6. Perkembangan indikator daya saing pariwisata Kota Malang dan

Kota Blitar pada tahun 2007-2011

23 7. Indikator lingkungan Kota malang dan Kota Blitar periode

2010-2011

25 8. Daya saing pariwisata Kota Malang dan Kota Blitar 27 9. Hasil estimasi OLS faktor-faktor yang memengaruhi industri

pariwisata Kota Malang

27

DAFTAR GAMBAR

1. Penerimaan devisa dari wisatawan 2008-2011 (US $ juta) 1

2. Distribusi PDRB Kota Malang menurut kelompok sektor (%) 2 3. Kerangka pemikiran 11

DAFTAR LAMPIRAN

1. Analisis daya saing Kota Malang dengan Kota Blitar 33 2. Analisis faktor-faktor yang memengaruhi industri pariwisata

Kota Malang 33 3. Uji normalitas 34 4. Uji heteroskedastisitas 34 5. Uji autokorelasi 34 6. Uji multikolinieritas 35

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sektor pariwisata memberikan peluang terhadap pertumbuhan ekonomi nasional dan regional serta menjadi tumpuan pemerintah dalam menunjang kesejahteraan masyarakat. Pariwisata di Indonesia memiliki pengaruh terhadap sistem perekonomian nasional dengan memberikan kontribusi besar terhadap devisa negara, dimana pada tahun 2011 mencapai US $ 8554 juta (Kemenparekraf 2012). Sektor pariwisata merupakan salah satu jenis industri baru yang mampu mempercepat pertumbuhan ekonomi dan penyediaan lapangan kerja, peningkatan penghasilan, dan standar hidup serta menstimulasi sektor-sektor produktif lainnya (Wahab 1992).

Industri pariwisata dianggap mampu menciptakan lapangan kerja serta pembangunan ekonomi, dimana pada tahun 2011 mencapai Rp 7.44 Triliun (Kemenparekraf 2012). Pembangunan ekonomi merupakan suatu rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara berkesinambungan untuk mewujudkan keadaan yang lebih baik. Dalam hal pembangunan ekonomi juga dilaksanakan untuk memacu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat secara adil dan merata (Raharjo 2006).

Pariwisata merupakan bisnis yang terus berkembang di Indonesia. Kegiatan pariwisata memberikan keuntungan dan manfaat bagi suatu negara tujuan wisata. Keuntungan dari sektor pariwisata adalah sumbangan terhadap neraca pembayaran dalam mendatangkan devisa, terciptanya kesempatan kerja, serta adanya kemungkinan bagi masyarakat di negara penerima wisatawan tersebut untuk meningkatkan tingkat pendapatan dan standar hidup (Saptutyaningsih 2003).

Pertumbuhan pariwisata di Indonesia menunjukkan tingkat pertumbuhan 5.94 persen pada tahun 2012. Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara yang datang pun terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2011, jumlah wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia sebanyak 654952 wisatawan. Jumlah tersebut meningkat mencapai 693867 wisatawan pada tahun 2012 (BPS 2012). Hal ini mengindikasikan bahwa sektor pariwisata semakin dikenal masyarakat internasional.

Gambar 1 Penerimaan devisa dari wisatawan 2008-2011 (US $ juta) Sumber: Kemenparekraf 2012 7347.6 6297.99 7603.45 8554.39 0 2000 4000 6000 8000 10000 2008 2009 2010 2011 Wi satawan Tahun

(12)

Pada Gambar 1, terlihat bahwa penerimaan devisa dari sektor pariwisata pada tahun 2011 mencapai US $ 8554.39 juta, sedangkan pada tahun 2010 penerimaan devisa dari sektor pariwisata mencapai US $ 7603.45 juta. Hal ini mengindikasikan bahwa penerimaan devisa mengalami peningkatan sebesar 13.16 persen pada tahun 2011. Sementara penerimaan devisa pada sektor pariwisata pada tahun 2008 mencapai US $ 7347.60 juta, sedangkan pada tahun 2009 mencapai US $ 6297.99 juta. Hal ini mengindikasikan perolehan devisa mengalami penurunan sebesar 16.16 persen pada tahun 2009. Hal ini disebabkan karena kecenderungan wisatawan yang membatasi pengeluaran akomodasi selama berada di Indonesia dan menurunnya daya beli wisman sebagai imbas krisis keuangan global. Meskipun demikian, jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung meningkat menjadi 6.4 juta wisatawan pada tahun 2009 (BPS 2010).

Jawa Timur merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki potensi dan sumberdaya alam yang dapat dikembangkan di sektor pariwisata. Kota Malang merupakan salah satu daerah di wilayah Jawa Timur yang menjadikan pariwisata sebagai program unggulan di daerah tersebut. Penetapan sektor pariwisata sebagai sektor unggulan dilakukan dengan melihat adanya potensi alam yang masih dapat dikembangkan sebagai objek dan daya tarik wisata terhadap PDRB Kota malang disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Distribusi persentase PDRB Kota Malang menurut kelompok sektor tahun 2011 (%)

Sumber: BPS Kota Malang 2012

Sektor pariwisata termasuk dalam sektor tersier. Berdasarkan Gambar 2, terlihat bahwa sektor tersier memberikan kontribusi yang paling dominan terhadap pembentukkan PDRB yang mencapai 65.16 persen. Berbanding terbalik dengan perkembangan kontribusi sektor primer yang hanya mencapai 0.35 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor tersier memiliki kontribusi terbesar terhadap PDRB Kota Malang. Perkembangan Kota Malang sebagai kota tujuan wisata semakin meningkat dan meluas khususnya pada jenis wisata belanja, kuliner, alam, seni, budaya dan sejarah.

Industri pariwisata menjadi salah satu fokus pembangunan Kota Malang. Kota Malang memiliki kekayaan alam yang berpotensi menjadi objek wisata yang menarik. Beberapa objek wisata Kota Malang yang sudah berkembang dan sering dikunjungi wisatawan diantaranya, Taman Rekreasi dan Pemandian Wendit, Museum Brawijaya, Pemandian Watu Gede, Museum Bentoel, Pasar Minggu

(13)

Semeru, dan Wisata Kuliner Pulosari. Perkembangan potensi alam yang masih dapat dikembangkan sebagai objek dan daya tarik wisata dapat memberikan kontribusi terhadap PDRB Kota malang. Dapat dilihat pada Tabel 1, sektor pariwisata dalam lima tahun terakhir memberikan kontribusi yang paling dominan terhadap pembentukan PDRB selama periode dari tahun 2007 hingga 2011. Perekonomian Kota Malang mulai bertransformasi dari sektor pertanian ke sektor pariwisata berdasarkan distribusi persentase menurut lapangan usaha disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Distribusi persentase PDRB Kota Malang atas dasar harga konstan 2000 menurut lapangan usaha tahun 2007-2011 (%)

SEKTOR 2007 2008 2009 2010 2011

Pertanian 0.48 0.44 0.42 0.40 0.35

Pertambangan dan penggalian 0.06 0.05 0.05 0.04 0.04 Industri pengolahan 32.91 32.13 30.89 30.29 30.06 Listrik dan air bersih 0.40 0.39 1.71 1.70 1.68

Bangunan 2.47 2.61 2.51 2.67 2.70

Perdagangan, hotel, dan restoran Perdagangan besar & eceran Hotel Restoran 37.69 33.80 1.15 2.01 38.18 34.54 1.14 2.02 40.17 34.96 1.17 2.04 40.74 30.16 0.65 9.93 41.17 30.54 0.65 9.98 Pengangkutan dan komunikasi 4.77 4.80 3.26 3.28 3.28

Keuangan 8.66 8.82 7.67 7.66 7.63

Jasa-jasa 12.56 12.58 13.30 13.22 13.08

Sumber: BPS Kota Malang 2012

Pada Tabel 1, terlihat bahwa sektor perdagangan, hotel dan restoran memberikan kontribusi besar terhadap PDRB Kota Malang. Distribusi persentase PDRB sektor pariwisata menunjukkan share yang meningkat pada tahun 2007 berkisar antara 37.69 persen menjadi 41.17 persen pada tahun 2011. Jumlah kontribusi hotel dan restoran mengalami peningkatan, terlihat pada tahun 2010 jumlah restoran menunjukkan peningkatan sebesar 79.45 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa kontribusi jumlah hotel dan restoran di daerah Kota Malang dapat memberikan kontribusi terhadap PDRB pariwisata. Tingginya kontribusi pariwisata terhadap pembentukan PDRB menunjukkan bahwa pariwisata merupakan sektor yang penting bagi Kota Malang.

Kota Blitar merupakan kota pembanding yang digunakan untuk menganalisis perkembangan daya saing Kota Malang. Penetapan Kota Blitar menjadi kota pembanding karena memiliki potensi dan daya tarik wisata. Kota Blitar terkenal sebagai Kota Patria yang didukung oleh sistem perdagangan barang dan jasa unggulan sehingga menjadikan sektor pariwisata sebagai sektor unggulan untuk mengembangkan ekonomi daerah. Kota Blitar merupakan salah satu tempat kepahlawanan pejuang bangsa seperti Adipati Aryo Blitar, Bung Karno, Sodancho Supriyadi.

(14)

Sektor perdagangan, hotel dan restoran memberikan kontribusi besar terhadap PDRB Kota Blitar. Distribusi persentase PDRB pariwisata menunjukkan share yang meningkat pada tahun 2007 berkisar antara 23.53 persen menjadi 31.40 persen pada tahun 2011. Tingginya kontribusi sektor pariwisata terhadap pembentukan PDRB menunjukkan bahwa pariwisata merupakan sektor unggulan Kota Blitar disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Distribusi Persentase PDRB Kota Blitar atas dasar harga konstan 2000 menurut lapangan usaha pada tahun 2007-2011 (%)

SEKTOR 2007 2008 2009 2010 2011

Pertanian 8.15 7.12 7.99 7.70 7.48

Pertambangan dan penggalian 0.04 0.02 0.02 0.02 0.02 Industri pengolahan 13.40 11.67 11.77 11.48 11.30

Listrik dan air bersih 3.09 1.59 1.40 1.42 1.37

Bangunan 5.60 4.18 4.89 5.22 5.20

Perdagangan, hotel, dan restoran Perdagangan besar & eceran Hotel Restoran 23.53 18.41 0.86 4.25 29.31 25.57 0.65 3.09 29.55 25.76 0.56 3.23 30.65 26.85 0.57 3.23 31.40 27.49 0.58 3.33 Pengangkutan dan komunikasi 14.08 13.47 11.32 11.10 11.14

Keuangan 12.87 11.24 12.09 12.15 12.24

Jasa-jasa 19.24 21.38 20.97 20.26 19.86

Sumber: BPS Kota Blitar 2012

Pariwisata menjadi suatu industri yang penting karena manfaat-manfaat ekonomisnya sehingga setiap daerah mulai bersaing untuk mengembangkan potensi daerah yang dimiliki. Daerah yang memiliki daya saing pariwisata yang lebih unggul dapat dilihat dari pengembangan potensi yang dimiliki, sarana dan prasarana yang memadai, serta pelayanan yang baik dan memuaskan (Sholeh 2010).

Berdasarkan uraian di atas, dapat dilihat bahwa sektor pariwisata mengalami pertumbuhan yang positif. Hal ini mempelihatkan bahwa potensi pariwisata daerah sudah dapat memberikan kontribusi cukup baik. Namun, kontribusi sektor pariwisata masih dapat ditingkatkan, terlihat bahwa masih banyaknya potensi wisata yang belum berkembang, sehingga dipelukan suatu penelitian yang dilakukan agar pengembangan potensi berjalan secara optimal.

Perumusan Masalah

Kota Malang merupakan salah satu daerah di wilayah Jawa Timur yang menjadikan pariwisata sebagai program unggulan di daerah tersebut. Penetapan sektor pariwisata sebagai sektor unggulan dilakukan dengan melihat adanya potensi alam yang masih dapat dikembangkan sebagai objek dan daya tarik wisata terhadap

(15)

PDRB pariwsata. Pada Tabel 1, terlihat bahwa nilai kontribusi Kota Malang selalu meningkat pada sektor perdagangan, hotel, dan restoran.

Akomodasi Pariwisata tidak dapat dipisahkan dengan aktivitas wisata yang merupakan salah satu faktor penting seperti hotel, restoran, penginapan, kafe, dan sarana pendukung lainnya. Akomodasi di Kota Malang mengalami peningkatan tiap tahunnya. Jumlah akomodasi yang ada di Kota Malang pada tahun 2011 sebanyak 65 yang terdiri dari 10 hotel berbintang, 42 hotel melati, dan 13 akomodasi lainnya. Jumlah wisatawan yang menginap di hotel pada tahun 2011 tercatat sebesar 47421orang, jumlah ini menurun dari tahun sebelumnya sebesar 67547 orang (BPS 2012). Kota Blitar sebagai kota pembanding yang digunakan untuk menganalisis perkembangan daya saing industri pariwisata karena memiliki potensi dan daya tarik wisata. Kota Blitar terkenal sebagai kota patria yang didukung oleh sistem perdagangan barang dan jasa unggulan sehingga menjadikan sektor pariwisata sebagai sektor unggulan untuk mengembangkan ekonomi.

Daya saing pariwisata memiliki peranan yang sangat penting terhadap kunjungan wisatawan karena manfaat-manfaat ekonomisnya, sehingga setiap daerah mulai bersaing untuk mengembangkan potensi daerah yang dimiliki. Daya saing pariwisata dapat dilihat dari beberapa indikator, seperti indikator pengaruh pariwisata, indikator daya tingkat harga, indikator infrastruktur, indikator kondisi lingkungan, indikator tingkat harga, indikator keamanan, indikator sosial serta indikator teknologi. Posisi daya saing yang semakin baik akan meningkatkan daya tarik wisata sehingga jumlah wisatawan akan meningkat. Jumlah kunjungan wisatawan dipengaruhi oleh faktor eksternal yaitu persaingan dalam menarik karakteristik wisatawan dengan objek wisata di daerah destinasi lain. Karakteristik objek wisata yang ditawarkan memiliki daya tarik wisata alam. Karakteristik wisatawan yang datang pun memiliki mayoritas wisatawan yang berasal dari Jabodetabek.

Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana perkembangan daya saing sektor industri pariwisata Kota Malang dengan Kota Blitar?

2. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi industri pariwisata Kota Malang?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis perkembangan daya saing sektor industri pariwisata Kota Malang dengan Kota Blitar.

2. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi industri pariwisata Kota Malang.

Manfaat Penelitian

Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat member manfaat bagi berbagai pihak, diantaranya adalah sebagai berikut:

(16)

1. Bagi pemerintah, diharapkan hasil penelitian dapat menjadi informasi dan masukan untuk perumusan kebijakan mengenai pengembangan sektor pariwisata di Kota Malang dengan memerhatikan indikator-indikator penentu daya saing. 2. Bagi pelaku industri pariwisata, diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi

referensi untuk meningkatkan kinerja industri pariwisata Kota Malang

3. Bagi masyarakat, diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi informasi tentang bagaimana potensi dan masalah yang ada pada industri pariwisata di Kota Malang.

4. Bagi penulis, diharapkan penelitian dapat menambah ilmu pengetahuan dan menjadikan bahan rujukan dalam membuat karya tulis lainnya.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini menganalisis perkembangan daya saing industri pariwisata Kota Malang dan Kota Blitar dan faktor-faktor apa saja yang memengaruhi industri pariwisata Kota Malang. Metode yang digunakan untuk melihat perkembangan daya saing pariwisata adalah metode Competitiveness Monitor dan periode waktu yang digunakan untuk analisis daya saing adalah tahun 2007 hingga 2011. Analisis ini difokuskan terhadap beberapa indikator daya saing industri pariwisata, antara lain: Pengaruh pariwisata, infrastruktur, lingkungan, harga, keterbukaan, teknologi, dan keamanan tempat wisata. Namun, indikator pengaruh pariwisata yang diukur dengan PAD pariwisata diubah menjadi PDRB pariwisata, indikator teknologi dan Indikator lingkungan dengan pengukuran kualitas udara tidak dibahas dalam penelitian ini karena keterbatasan data yang tersedia.

Analisis tentang daya saing industri pariwisata difokuskan untuk melihat daya saing industri pariwisata Kota Malang dan Kota Blitar. Tujuannya adalah untuk melihat bagaimana perkembangan indikator-indikator yang dianalisis. Sementara, metode yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi industri pariwisata Kota Malang adalah metode Regresi Linier Berganda (Ordinary

Least Squre) dan periode yang digunakan adalah pada tahun 2002 hingga 2011.

Faktor-faktor yang dianalisis dalam penelitian ini antara lain adalah jumlah hotel, tingkat tenaga kerja, tingkat hunian hotel, dan jalan beraspal kualitas baik.

Tinjauan Pustaka

Menurut Halim (2004) pendapatan asli daerah adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sektor pendapatan daerah memegang peranan yang sangat penting, karena melalui sektor ini dapat dilihat sejauh mana suatu daerah dapat membiayai kegiatan pemerintah dan pembangunna daerah.

Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah pada periode tertentu adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), dilihat dari atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan. PDRB pada dasarnya merupakan nilai tambah (value added) yang dihasilkan oleh seluruh unit

(17)

ekonomi. PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung dengan menggunakan harga yang berlaku pada setiap tahunnya. PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tmbah barang dan jasa yang dihitung dengan harga yang berlaku pada satu waktu tertentu sebagai tahun dasar (BPS 2000).

Pariwisata berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri dari dua kata yaitu kata Pari berarti penuh, seluruh, atau semua dan kata Wisata berarti perjalanan. Menurut Wahab (1992) pariwisata mengandung tiga unsur antara lain: manusia (unsur insan sebagai pelaku kegiatan pariwisata), tempat (unsur fisik yang sebenarnya tercakup oleh kegiatan sendiri) dan waktu (unsur tempo yang dihabiskan dalam perjalanan tersebut dan selama berdiam di tempat tujuan). Jadi definisi pariwisata merupakan salah satu industri baru yang mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan cepat dalam hal kesempatan kerja, pendapatan, taraf hidup dan dalam hal mengaktifkan sektor produksi lain di dalam negara penerima wisatawan.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan mendefinisikan pariwisata merupakan berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Damanik dan Webber (2006) memberikan pengertian pariwisata sebagai kegiatan rekreasi di luar domisili untuk melepaskan diri dari pekerjaan rutin atau mencari suasana lain.

Pariwisata sebagai serangkaian kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh perorangan atau kelompok dari tempat tinggal asalnya ke berbagai tempat lain dengan tujuan melakukan kunjungan wisata dan bukan untuk bekerja atau mencari penghasilan di tempat tujuan. Kunjungan bersifat sementara dan pada waktunya akan kembali ke tempat semula (Heriawan 2004).

Menurut Yoeti (2003), syarat suatu perjalanan disebut sebagai perjalanan pariwisata apabila: (1) Perjalanan dilakukan dari suatu tempat ke tempat lain, di luar tempat kediaman orang tersebut biasa tinggal; (2) Tujuan perjalanan semata-mata untuk bersenang-senang, dan tidak mencari nafkah di tempat atau negara yang dikunjungi; (3) Semata-mata sebagai konsumen di tempat yang dikunjungi. World

Tourism Organization (2008) menyepakati bahwa pariwisata telah menjadi

fenomena sosial ekonomi yang sangat penting dalam perkembangan kehidupan dan pergaulan global antara bangsa-bangsa di dunia. Pariwisata menjadi penting bagi kehidupan karena terkait dengan dampaknya pada perkembangan ekonomi, sosial, budaya, dan pendidikan baik dalam lingkup nasional maupun internasional.

World Tourism Organization, WTO (1995) mendefinisikan permintaan

pariwisata sebagai permintaan terhadap barang dan jasa yang muncul karena adanya kegiatan pariwisata. Pihak yang melakukan permintaan adalah wisatawan, pemerintah, serta swasta dalam rangka investasi dan promosi wisata. Menurut Yoeti (2003), permintaan dalam kepariwisataan dapat dibagi menjadi dua yaitu potential

demand dan actual demand. Potential demand adalah sejumlah orang yang

berpotensi untuk melakukan perjalanan wisata. Sedangkan actual demand adalah orang-orang yang sedang melakukan perjalanan wisata pada suatu Daya Tarik Wisata (DWT).

Penawaran pariwisata mencakup hal-hal yang ditawarkan oleh daerah destinasi kepada wisatawan yang real maupun potensial. Penawaran pariwisata mencakup seperti hotel, restoran, transportasi domestik dan lokal, industri kerajinan, jasa

(18)

hiburan, serta biro perjalanan. Menurut Damanik dan Webber (2006), elemen penawaran wisata terdiri dari Triple A, yang terdiri dari:

1. Atraksi

Atraksi dapat diartikan sebagai objek wisata yang memberikan kenikmatan kepada wisatawan. Atraksi dibagi menjadi tiga, yakni alam, budaya , dan buatan. 2. Aksebilitas

Aksebilitas mencakup keseluruhan infrastruktur transportasi yang menghubungakn wisatawan ke daerah tujuan wisata. Akses ini tidak hanya menyangkut aspek kuantitas tetapi juga inklusif mutu, ketepatan waktu, kenyamanan, dan keselamatan.

3. Amenitas

Amenitas adalah infrastruktur yang sebenarnya tidak langsung terkait dengan pariwisata tetapi sering menjadi bagian dari kebutuhan wisatawan.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 tahun 2007 tentang standar proses mendefinisikan daya saing adalah kemampuan untuk menunjukkan hasil yang lebih baik, lebih cepat atau lebih bermakna. Kemampuan yang dimaksud adalah (1) kemampuan memperkokoh pangsa pasarnya; (2) kemampuan menghubungkan dengan lingkungannya; (3) kemampuan meningkatkan kinerja; (4) kemampuan menegakkan posisi yang menguntungkan.

Daya saing menurut Porter (1995) dapat didefinisikan sebagai kemampuan usaha suatu perusahaan dalam industri untuk menghadapi berbagai lingkungan yang dihadapi. Porter menjelaskan pentingnya daya saing karena tiga hal berikut: (1) mendorong produktivitas dan meningkatkan kemampuan mandiri; (2) dapat meningkatkan kapasitas ekonomi, baik dalam kondisi regional ekonomi maupun entitas pelaku ekonomi sehingga pertumbuhan ekonomi meningkat; (3) kepercayaan bahwa mekanisme pasar lebih menciptakan efisiensi.

Daya saing ditentukan oleh keunggulan bersaing suatu perusahaan dan sangat bergantung pada tingkat sumber daya relatif atau keunggulan kompetitif. Konsep keunggulan kompetitif adalah suatu cara yang dilakukan perusahaan untuk memperkuat posisinya dalam menghadapi pesaing dan mampu menunjukkan perbedaan dengan yang lainnya.

Competitiveness Monitor merupakan suatu metode yang dapat digunakan

untuk melihat daya saing industri pariwisata. Analisis Competitiveness Monitor diperkenalkan pertama kali oleh World Travel and Tourism Council (WTTC) pada tahun 2001 sebagai alat ukur daya saing pariwisata. Analisis ini menggunakan delapan indikator yang digunakan untuk melihat daya saing. Indikator tersebut antara lain (World Tourism Organization 2008):

1. Indikator pengaruh pariwisata, menunjukkan pencapaian perkembangan ekonomi daerah akibat kedatangan turis pada daerah tersebut.

2. Indikator persaingan tingkat harga, menunjukkan harga komoditi yang dikonsumsi oleh turis selama berwisata di daerah tujuan wisata.

3. Indikator perkembangan infrastruktur, menunjukkan perkembangan infrastruktur di daerah tujuan wisata.

4. Indikator lingkungan, menunjukkan kualitas lingkungan dan kesadaran penduduk dalam memelihara lingkungannya.

5. Indikator sumberdaya manusia, menunjukkan kualitas sumberdaya manusia daerah tersebut sehingga dapat memberikan pelayanan yang lebih baik kepada turis.

(19)

6. Indikator keterbukaan, menunjukkan tingkat keterbukaan destinasi wisata terhadap kunjungan wisatawan asing di daerah tujuan wisata.

7. Indikator sosial, menunjukkan kenyamanan dan keamanan turis untuk berwisata di daerah destinasi.

8. Indikator kemajuan teknologi, menunjukkan perkembangan infrastruktur dan teknologi modern yang ditunjukkan dengan adanya ekspor produk teknologi tinggi di daerah tujuan wisata.

Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai pariwisata dan daya saing sudah banyak dilakukan sebelumnya. Berikut ini beberapa penelitian terdahulu yang membahas sektor pariwisata antara lain:

Floriyana (2011) dalam penelitiannya mengenai analisis daya saing dan faktor-faktor yang memengaruhi industri pariwisata Kabupaten Cianjur dengan menggunakan Competitiveness Monitor untuk analisis daya saing, sedangkan faktor-faktor yang memengaruhi PAD pariwisata Kabupaten Cianjur menggunakan

Ordinary Least Square (OLS).

Analisis daya saing menggunakan Kabupaten Bogor sebagai daerah pembanding. Hasil analisis menunjukkan bahwa indikator perkembangan infrastruktur, indikator keterbukaan, dan indikator pengaruh pariwisata menunjukkan pertumbuhan yang negatif sejak tahun 2006 hingga 2010, sedangkan indikator sosial, indikator lingkungan, indikator sumberdaya manusia, dan indikator persaingan tingkat harga cenderung konstan

Analisis faktor-faktor yang memengaruhi industri pariwisata Kabupaten Cianjur terhadap pembentukan PAD menggunakan beberapa variabel, antara lain: jumlah hotel, jumlah restoran, jalan beraspal kualitas baik, tingkat hunian hotel dan tingkat tenaga kerja sektor pariwisata. Hasil analisis menunjukkan jumlah hotel, jalan beraspal kualitas baik, tingkat hunian hotel, dan tingkat tenaga kerja sektor pariwisata berpengaruh secara nyata dan signifikan terhadap industri pariwisata. Jumlah restoran ternyata tidak berpengaruh signifikan terhadap industri pariwisata Kabupaten Cianjur.

Sholeh (2010) dalam penelitiannya mengenai analisis daya saing dan pengaruh industri pariwisata terhadap perekonomian Kabupaten Bogor dengan menggunakan

Competitiveness Monitor untuk mengukur trend perkembangan daya saing dan

metode regresi untuk melihat faktor-faktor yang memengaruhi PAD pariwisata Kabupaten Bogor.

Analisis daya saing menggunakan Kota Yogyakarta sebagai daerah pembanding. Hasil analisis menunjukkan bahwa perkembangan dari Human

Tourism Indikator, Price Competitiveness Indikator, Human Resources Indikator, dan Sosial Development Indikator sejak tahun 2004 hingga 2008 terus meningkat. Environment Indikator dan Technology Advencement Indikator mengalami

perkembangan yang konstan. Analisis pengaruh industri pariwisata terhadap pembentukan PAD menggunakan beberapa variabel, antara lain adalah jumlah hotel, jumlah wisatawan, dan pajak hiburan. Hasil analisis memperlihatkan semua variabel berpengaruh positif dan signifikan terhadap PAD Kabupaten Bogor.

Yulianti (2009) menganalisis faktor-faktor penentu daya saing dan preferensi wisatawan dalam berwisata dengan menggunakan pendekatan porter’s diamond dan

(20)

metode probit menyebutkan bahwa potensi dan kondisi faktor-faktor yang memengaruhi daya saing kepariwisataan Kota Bogor menarik dan beragam namun tidak diiringi jumlah kunjungan wisatawan yang terus meningkat. Hal ini karena fasilitas kepariwisataan yang kurang memadai baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Selain itu, anggaran yang dialokasikan pemerintah untuk pengembangan kepariwisataan Kota Bogor masih sangat kurang untuk membiayai peningkatan kualitas dan kuantitas kepariwisataan Kota Bogor.

Faktor-faktor yang memengaruhi preferensi wisatawan dalam berwisata ke Kota Bogor menurut penelitian ini adalah variabel pendidikan, intensitas biaya, dan kenyamanan. Semua variabel signifikan pada taraf nyata sepuluh persen. Hal ini memperlihatkan semakin besar nilai variabel-variabel tersebut maka semakin besar pula peluang wisatawan yang preferensi wisatanya ke Kota Bogor

Trisnawati (2007) melakukan penelitian dengan judul analisis daya saing industri pariwisata untuk meningkatkan ekonomi daerah “kajian perbandingan daya saing pariwisata antara Surakarta dan Yogyakarta”. Bertujuan untuk mengukur indeks daya saing industri pariwisata antara Surakarta dan Yogyakarta. Metode analisis yang digunakan adalah Competitiveness Monitor (CM).

Hasil analisis yang menunjukkan bahwa indeks daya saing pariwisata Yogyakarta lebih tinggi dibandingkan Surakarta. Berdasarkan Price Competitiveness

Indikator (PCI), Yogyakarta mempunyai indeks yang lebih tinggi dibandingkan

Surakarta. Berdasarkan Infrastructure Development Indikator (IDI) menunjukkan bahwa pendapatan per kapita di kedua destinasi tersebut tidak berbeda secara nyata, namun pertumbuhan pendapatan perkapita Yogyakarta lebih tinggi dibandingkan Surakarta. Environment Indikator (EI) menunjukkan bahwa tingkat kepadatan penduduk di kedua destinasi tersebut tidak berbeda secara nyata. Technology

Advancement Indikator (TAI) menunjukkan indeks nilai Yogyakarta lebih tinggi. Human Resources Indikator (HRI) menunjukkan bahwa indeks pendidikan di

destinasi Yogjakarta lebih tinggi dibandingkan Surakarta. Openess Indikator (OI) daya saing pariwisata destinasi Yogyakarta kembali menunjukkan angka yang lebih tinggi. Indikator terakhir, Social Development Indikator (SDI) menunjukkan bahwa rata-rata masa tinggal turis di Yogyakarta lebih lama dibandingkan di Surakarta. Hal ini mengindikasikan bahwa daya saing pariwisata Yogyakarta secara menyeluruh lebig tinggi dibandingkan Surakarta. Indikatoe-indikator menunjukkan bahwa pariwisata Yogyakarta lebih unggul.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah daerah penelitian, variabel, dan periode waktu yang digunakan. Daerah yang dianalisis pada penelitian ini adalah Kota Malang. Variabel yang digunakan adalah jumlah hotel, jalan beraspal kualitas baik, tingkat hunian hotel, tingkat tenaga kerja pariwisata. Data yang digunakan merupakan data sekunder dengan periode waktu dari tahun 2002 hingga 2011.

Kerangka Pemikiran

Berdasarkan penelitian terdahulu, analisis daya saing dilakukan dengan metode Competitiveness Monitor, sedangkan analisis faktor-faktor yang memengaruhi dilakukan dengan Ordinary Least Square. Variabel bebas yang digunakan adalah jumlah hotel dan jalan beraspal kualitas baik, yang menunjukkan bahwa keduanya merupakan faktor utama yang memengaruhi penawaran pariwisata.

(21)

Faktor lain yang memengaruhi penawaran pariwisata adalah jumlah restoran, jumlah wisatawan, tingkat tenaga kerja pariwisata, tingkat hunian hotel, dan pajak hotel. Penelitian-penelitian terdahulu menjadi rujukan untuk penyusunan kerangka pemikiran dalam penelitian ini.

Kerangka pemikiran yang mencakup perkembangan sektor pariwisata yang memberikan kontribusi besar terhadap PDRB Kota Malang dan Kota. Dimana kota tersebut memiliki objek wisata yang beraneka ragam dan potensi yang besar untuk menjadikan sektor pariwisata sebagai sumber utama PDRB. Sehingga analisis perkembangan daya saing pariwisata penting dilakukan untuk menunjukkan perkembangan sektor pariwisata Kota Malang dan Kota Blitar. Analisis mengenai faktor-faktor yang memengaruhi industri pariwisata diperlukan untuk melihat variabel apa saja yang berpengaruh signifikan terhadap industri pariwisata. Sehingga dapat membantu pemerintah daerah dalam meningkatkan pembangunan daerah disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Kerangka pemikiran Perkembangan industri pariwisata

Kota Malang dan Kota Blitar

Analisis faktor-faktor yang memengaruhi industri pariwisata Analisis perkembangan daya saing

PDRB

Competitiveness Monitor Ordinary Least Square (OLS)

Kontribusi perkembangan industri pariwisata Kota Malang dan Kota

Blitar

Kebijakan pemerintah daerah untuk meningkatkan pembangunan industri

(22)

Metode Penelitian

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder. Data yang digunakan untuk analisis daya saing merupakan data sekunder dari tahun 2007 hingga 2011. Sedangkan, analisis faktor-faktor yang memengaruhi pariwisata menggunakan data time series dari tahun 2002 hingga 2011. Data yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari berbagai sumber yaitu Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Selain itu, sumber juga terdapat pada literatur yang ada di perpustakaan IPB, media massa, dan internet.

Metode Analisis

Analisis dalam penelitian ini dilakukan menggunakan dua metode, yaitu metode Competitiveness Monitor (CM) untuk menganalisis daya saing, dan

Ordinary Least Square (OLS) untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi

daerah Kota Malang.

Competitiveness Monitor (CM)

Metode yang digunakan dalam penelitian daya saing adalah Competitiveness

Monitor (CM). Kota Blitar merupakan kota pembanding untuk menganalisis daya

saing industri pariwisata Kota Malang. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah indeks daya saing pariwisata yang dibentuk dari delapan indikator penentu daya saing pariwisata yang telah ditetapkan oleh World Tourism Organization (WTO). Kedelapan indikator tersebut adalah sebagai berikut (World Tourism

Organization 2008):

1. Indikator Pengaruh Pariwisata

Indikator ini menunjukkan pencapaian perkembangan ekonomi daerah akibat kedatangan turis pada daerah tersebut. Indikator ini diukur dengan menggunakan

Tourism Impact Index (TII). Besarnya TII dapat dihitung dengan rumus berikut:

2. Indikator Daya saing Tingkat Harga (IDHT)

Indikator ini menunjukkan harga komoditi yang dikonsumsi oleh turis selama berwisata di daerah tujuan wisata. Pengukuran yang digunakan untuk indikator ini adalah Purchasing Power Party (PPP) dan rata-rata tarif minimum hotel berbintang. IDHT = f(PPP, rata-rata tarif minimum hotel berbintang)

3. Indikator Perkembangan Infrastruktur (IPI)

Indikator ini menunjukkan infrastruktur di daerah tujuan wisata. Pengukuran yang digunakan untuk indikator ini adalah panjang jalan beraspal dan kualitas jalan. Rumus dari indikator ini adalah sebagai berikut:

TII = PDRB pariwisata PDRB total

(23)

IPI = f(panjang jalan beraspal,kualitas jalan) 4. Indikator Lingkungan

Indikator ini menunjukkan kualitas lingkungan dan kesadaran penduduk dalam memelihara lingkungannya. Pengukuran yang digunakan untuk indikator ini adalah indeks kepadatan penduduk, dan indeks kualitas udara menggunakan temperatur.

Kepadatan penduduk = Jumlah penduduk Luas wilayah Kualitas udara = temperatur

5. Indikator Sumberdaya Manusia (ISM)

Indikator ini menunjukkan kualitas sumberdaya manusia daerah tersebut sehingga dapat memberikan pelayanan yang lebih kepada turis. Pengukuran yang digunakan untuk indikator ini adalah indeks pendidikan yang dapat diukur dengan rumus sebagai berikut:

ISM = f(angka melek huruf, rata-rata lama sekolah) 6. Indikator Keterbukaan (IK)

Indikator ini menunjukkan tingkat keterbukaan destinasi terhadap kunjungan wisatawan asing di daerah tujuan wisata. Rumus untuk mengukur indikator keterbukaan adalah sebagai berikut:

IK = Jumlah wisatawan asing yang menginap di hotel Total tamu hotel

7. Indikator Sosial

Indikator ini menunjukkan kenyamanan dan keamanan turis dalam berwisata di daerah destinasi. Ukuran SDI adalah rata-rata masa tinggal turis di daerah destinasi. SDI = rata-rata masa tinggal turis asing

Metode Competitiveness Monitor tidak memiliki standar baku untuk melihat tinggi atau rendahnya nilai daya saing dari setiap indikator. Analisis ini hanya membandingkan hasil pengukuran daya saing Kota Malang dengan daerah pembandingnya, yaitu Kota Blitar. Pemilihan Kota Blitar sebagai daerah pembanding dilakukan karena Kota Blitar dalam kawasan Provinsi Jawa Timur dan memiliki kontribusi besar terhadap PDRB menurut lapangan usahanya pada sektor pariwisata.

- Uji-t

Uji-t digunakan untuk menguji apakah rata-rata satu grup sampel berbeda dengan grup sampel lainnya (Juanda 2009). Setelah mendapatkan nilai masing-masing indikator, maka dapat dilakukan uji t untuk melihat signifikan perbedaan daya saing di Kota Malang dan Kota Blitar. Uji-t yang dilakukan dengan menggunakan software SPSS.

(24)

Hipotesis:

Ho : β1 ≤ 0 i = 1,2,3,…0

H1 : β1 > 0

Kriteria uji yang digunakan dalam melakukan uji t adalah sebagai berikut: Jika t-hitung ≥ tα/2 (n-k) maka tolak H0

Jika t-hitung < tα/2 (n-k) maka terima H0

Jika t-hitung > t-tabel (tα/2 (n-k) maka tolak H0, artinya daya saing Kota

Malang lebih tinggi dibandingkan daya saing Kota Blitar. Jika t-hitung < tα/2 (n-k) maka terima H0 hal ini berarti daya saing Kota Malang relatif sama atau lebih

rendah dibandingkan daya saing Kota Blitar.

Analisis Regresi Berganda

Dalam penelitian ini analisis untuk melihat faktor-faktor yang memengaruhi industri pariwisata Kota Malang. Metode analisis yang digunakan adalah metode Regresi Linier Berganda (ordinary Least Square) dengan menggunakan software

Microsoft Excel 2007 dan software SPSS.

Salah satu regresi dalam OLS adalah regresi linier berganda. Analisis regresi linier berganda menunjukkan hubungan sebab akibat antara variabel X (variabel bebas) yang merupakan penyebab dan variabel Y (variabel tak bebas) yang merupakan akibat. Analisis regresi linier berganda merupakan suatu metode yang digunakan untuk menguraikan pengaruh variabel bebas terhadap variabel bebasnya. Regresi linier berganda tidak hanya melihat keterkaitan antar variabel, namun juga mengukur besaran hubungan kausalitasnya.

Menurut Walpole (1995), model regresi linier berganda adalah sebagai berikut: Y = b0 + b1 x1+ b2 x2+ br xr

Keterangan: r = 1,2,3,..,N b0 = intersep

Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Sektor Pariwisata Kota Malang

Analisis faktor-faktor yang memengaruhi industri pariwisata Kota Malang menggunakan PDRB sektor pariwisata sebagai variabel dependen. Variabel independen yang digunakan antara lain jumlah hotel, jalan beraspal kualitas baik, tingkat hunian hotel, dan tingkat tenaga kerja sektor pariwisata. Model persamaan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi sektor adalah sebagai berikut: PDRBPart = αo + αJHt + αJBKBt + αTPTKPt+αTHHt + et

Keterangan:

PDRBPart =Jumlah produk domestik regional bruto sektor pariwisata

pada periode t (Rupiah)

(25)

JBKBt = Jalan beraspal kualitas baik pada periode t (Km)

TPTKPt = Tingkat tenaga kerja pariwisata pada periode t (Persen)

THHt = Tingkat hunian hotel pada periode t (Persen)

et = error term

Langkah selanjutnya adalah mengubah data-data yang berada pada persamaan tersebut ke dalam bentuk logaritma untuk mempermudah dalam melihat respon dari setiap variabel independen yang digunakan terhadap variabel dependen.

LnPDRBPart = αo + αLnJHt + αLnJBKBt + αTPTKPt + αTHHt + et

Keterangan:

LnPDRBPart =Jumlah produk domestik regional bruto sektor pariwisata

pada periode t (Persen)

LnJHt = Jumlah hotel dan akomodasi lainnya pada periode t (Persen)

LnJBKBt = Jalan beraspal kualitas baik pada periode t (Persen)

TPTKPt = Tingkat tenaga kerja pariwisata pada periode t (Persen)

THHt = Tingkat hunian hotel pada periode t (Persen)

et = error term

Kemudian model tersebut dianalisis menggunakan kriteria-kriteria uji agar model tersebut memenuhi persyaratan metode analisis Ordinary Least Square (OLS), seperti tidak ada masalah-masalah normalitas, autokorelasi, heteroskedastisitas, dan multikolinieritas.

Identifikasi Model

Setelah mendapatkan parameter estimasi yang dianggap sesuai, maka dilakukan tiga uji kriteria terhadap parameter tersebut, yakni uji kriteria statistik, uji ekonometrika, dan uji ekonomi.

- Uji Kriteria Statistik

Tujuan pengujian adalah melihat korelasi antar variabel persamaan, yaitu dengan menggunakan uji t, uji F, dan uji koefisien determinasi.

Uji t dilakukan untuk melihat tingkat signifikansi variabel bebas, apakah variabel bebas berpengaruh atau tidak terhadap variabel tak bebas. Perbandingan antara t-statistik dengan nilai t-tabel dapat menunjukkan daerah atau wilayah penolakan. Selain itu, uji ini digunakan untuk keabsahan dari hipotesis dan membuktikan bahwa koefisien regresi dalam model secara statistik signifikan atau tidak.

Hipotesis:

Ho : β1 = 0 i = 1,2,3,…0

H1 : β1 ≠ 0

Kriteria uji yang digunakan dalam melakukan uji t sebagai berikut: Jika t-hitung ≥ tα/2 (n-k) maka tolak Ho

(26)

Jika t-hitung ≥ t-tabel (t /2( − )), maka tolak Ho hal ini berarti variabel bebas

yang digunakan berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebasnya pada taraf nyata α. Sedangkan apabila t-hitung < t-tabel (t /2( − )), maka terima H0 hal ini berarti

variabel bebas yang digunakan tidak berpengaruh nyata terhadap variabel bebasnya pada taraf α.

Uji F adalah untuk melihat pengaruh variabel bebas terhadap variabel tak bebas secara keseluruhan dengan menggunakan pengujian F-hitung. Uji F juga digunakan untuk mengetahui kelayakan model yang diajukan untuk menduga parameter yang ada pada persamaan.

Hipotesis:

H0 : βo = β1 = β2 = … = βn = 0 (variabel bebas tidak berpengaruh

nyata terhadap variabel tak bebas) H1 : minimal ada salah satu β1≠ 0 (paling sedikit ada satu variabel

bebas yang berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas)

β = dugaan parameter

Kriteria uji yang digunakan dalam melakukan uji F adalah sebagai berikut: Jika F-hitung > (F( −1, − ), maka tolak H0

Jika F-hitung < (F( −1, − ), maka terima H0

Jika hasil F-hitung > F-tabel (F( −1, − )), maka tolak H0 minimal terdapat

variabel bebas yang nilainya tidak nol dan berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas. Sedangkan apabila F-hitung < F-tabel (F( −1, − )), maka terima H0 hal ini

berarti tidak ada variabel bebas yang dapat menjelaskan secara nyata keragaman dari variabel bebas.

Koefisien determinasi (R2) dan Adjusted R2 digunakan untuk melihat sejauh mana variabel bebas mampu menerangkan keragaman variabel tak bebas dan untuk melihat seberapa kuat variabel bebas mampu menerangkan keragaman variabel tak bebas serta untuk melihat seberapa kuat variabel yang dimasukkan pada model dapat menerangkan model tersebut. Menurut Gujarati (1993) terdapat dua sifat R-squared, yaitu:

a. Merupakan besaran non-negatif.

b. Batasnya adalah 0 ≤ R2 ≥ 1. Jika R2 bernilai 1 ada suatu kecocokan sempurna, sedangkan jika R2 bernilai 0 berarti tidak ada hubungan antara variabel bebas dengan variabel tak bebas.

Uji Kriteria Ekonometrika

Uji ekonometrika dilakukan untuk memastikan estimator bersifat BLUE, maka harus dilakukan uji asumsi yang memastikan estimator menyebar normal dan bebas dari masalah heteroskedastisitas, autokorelasi, dan multikolinieritas.

Uji asumsi normalitas merupakan salah satu asumsi statistik dimana error term terdistribusi secara normal (Firdaus 2004). Model regresi seperti ini disebut model regresi linear normal klasik. Regresi normal klasik mengasumsikan bahwa tiap €i didistribusikan secara normal dengan:

(27)

1. Rata-rata : E (€i) = 0 2. Varians : E (€i) = σ2 3. Cov (€i, €j) : E (€i, €j) = 0, i ≠ j

Uji asumsi autokorelasi sering ditemukan pada berbagai penelitian adalah adanya hubungan serius antara gangguan estimasi satu observasi dengan gangguan estimasi obserbasi yang lain. Nisbah antara observasi inilah yang disebut menjadi tidak bias, nilai galat baku terkorelasi sehingga ramalan menjadi tidak efisien, dan ragam galat berbias. Uji Durbin Watson (Uji DW) biasa digunakan untuk melihat ada atau tidaknya autokorelasi pada model. Nilai hitung statistik d dibandingkan dengan d tabel, yaitu dengan batas bawah (dL) dan batas atas (dU). Hasil perbandingan akan menghasilkan kesimpulan sebagai berikut:

1. Jika d < dL, berarti ada autokorelasi positif. 2. Jika d > 4-dL, berarti ada autokorelasi negatif.

3. Jika dL < d < 4-dU, berarti tidak terjadi autokorelasi positif maupun negatif 4. Jika dL ≤ d ≤ dU atau 4-dU ≤ d ≤ 4-dL, berarti tidak dapat disimpulkan.

Solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah autokorelasi adalah sebagai berikut (Gujarati, 1993):

a. Menghilangkan variabel bebas yang sebenarnya berpengaruh terhadap variabel tak bebas.

b. Apabila terjadi kesalahan dalam hal spesifikasi model, hal ini dapat di atasi dengan mentransformasi model, misalnya dari model linier menjadi model non-linier atau sebaliknya.

Uji asumsi heteroskedastisitas adalah suatu model dikatakan baik apabila memenuhi asumsi homoskedastisitas atau memiliki ragam error yang sama. Heteroskedastisitas adalah suatu penyimpangan asumsi OLS dalam bentuk varians gangguan estimasi yang dihasilkan oleh estimasi OLS yang tidak bernilai konstan. Heteroskedastisitas tidak merusak sifat ketidakbiasan dan konsistensi dari penaksir OLS tetapi penaksir yang dihasilkan tidak lagi mempunyai varians yang minimum (efisiensi). Menurut Gujarati (1993), jika terjadi heteroskedastisitas maka akan berakibat sebagai berikut:

a. Estimasi dengan menggunakan OLS tidak akan memiliki varian yang minimum atau estimator tidak efisien.

b. Prediksi (nilai Y untuk X tertentu) dengan estimator dari data yang sebenarnya akan mempunyai varian yang tinggi sehingga prediksi menjadi tidak efisien. c. Tidak dapat diterapkannya uji nyata koefisien atau selang kepercayaan dengan

menggunakan formula yang berkaitan dengan nilai varian.

Memeriksa keberadaan heteroskedastisitas salah satunya dapat ditujukkan dengan White-Heteroskedastisity Test, dimana tidak perlu asumsi normalitas dan relatif mudah. Hipotesis yang digunakan untuk menguji keberadaan heteroskedastisitas adalah sebagai berikut:

Hipotesis:

H0 : = 0 (homoskedastisitas)

(28)

Jika nilai probability Obs*R-squared-nya > taraf nyata yang digunakan maka hipotesis Ho diterima yang berarti tidak terdapat gejala heteroskedastisitas pada

model. Jika nilai probability Obs*R-squared-nya < taraf nyata yang digunakan, maka hipotesis H0 ditolak yang berarti terdapat gejala heteroskedastisitas pada

model. Solusi dari masalah ini adalah mencari transformasi model asal sehingga model yang baru akan memiliki error term dengan varian yang konstan.

Uji asumsi multikolinearitas adalah adanya hubungan linier yang sempurna antara beberapa atau semua variabel yang ada pada model. Multikolinearitas menyebabkan koefisien regresi menjadi tidak dapat ditaksir dan nilai standard error setiap koefisien regresi menjadi tidak terhingga. Gujarati (1993) mengemukakan tanda-tanda adanya multikolinearitas adalah sebagai berikut:

a. Tanda tidak sesuai dengan yang diharapkan.

b. R-squared-nya tinggi tetapi uji individu tidak banyak bahkan tidak ada yang nyata.

c. Korelasi sederhana antara variabel individu tinggi (r tinggi). d. R2 < r menunjukkan adanya masalah multikolinearitas.

Solusi untuk mengatasi masalah multikolinieritas menurut Gujarati (1993) adalah sebagai berikut:

a. Menggunakan extraneous atau informasi sebelumnya.

b. Mengkombinasikan data cross-sectional dan data deretan waktu. c. Meninggalkan variabel yang sangat berkorelasi.

d. Mentransformasikan data.

e. Mendapatkan tambahan data baru.

Uji Ekonomi

Uji ekonomi dilakukan dengan mencocokan tanda dan besaran dalam model dengan teori ekonomi. Jika model dan besaran hasil estimasi sesuai dengan teori ekonomi mengenai pengaruh variabel-variabel independen terhadap variabelterikat, maka model dapat dikatakan baik.

GAMBARAN UMUM

Kondisi Umum Kota Malang

Kota Malang merupakan salah satu kota tujuan wisata di Jawa Timur karena potensi alam dan iklim yang dimiliki. Kota Malang secara geografis berada pada posisi 112.060 -112.070 Bujur Timur, 7.060-8.020 Lintang Selatan, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:

1. Sebelah Utara : Kec. Singosari dan Kec. Karangploso Kab. Malang 2. Sebelah Timur : Kec. Pakis dan Kec. Tumpang Kab. Malang

3. Sebelah Selatan : Kec. Wagir dan Kec. Pakisaji Kab. Malang 4. Sebelah Barat : Kec. Wagir dan Kec. Dau Kab. Malang

(29)

Luas wilayah Kota Malang sebesar 110.06 km2 yang terbagi dalam lima wilayah kecamatan yaitu kecamatan Kedungkandang, Kecamatan Sukun, Kecamatan Klojen, Kecamatan Blimbing, dan Kecamatan Lowokwaru. Kota Malang berada pada ketinggian 440 hingga 667 meter di atas permukaan laut. Kondisi iklim Kota Malang selama tahun 2010 tercatat rata-rata suhu udara berkisar 23.20 C hingga 24.40 C. Rata-rata suhu udara Kota Malang selama tahun 2010 lebih rendah dibandingkan tahun 2009. Suhu absolut terendah terjadi pada bulan Mei mencapai 190 C dan tertinggi terjadi pada bulan Maret sebesar 29.20 C.

Tabel 3 Luas kecamatan (km2) dan persentase terhadap luas kabupaten (%)

Kecamatan Luas kecamatan (km2) Persentase terhadap luas kabupaten (%) Klojen 8.8 8.0 Blimbing 17.8 16.1 Lowokwaru 22.6 20.5 Kedungkandang 39.9 36.2 Sukun 20.9 19.0

Sumber: BPS Kota Malang 2011

Pada Tabel 3, terlihat bahwa luasan kabupaten dan persentase luasan kabupaten, wilayah Kedungkandang merupakan terluas dari Kota Malang. Luasan Kecamatan Kedungkandang adalah 39.9 km2 atau 36.2 persen dari total wilayah Kota Malang. Kecamatan Lowokwaru merupakan wilayah terluas kedua dengan luasan 22.6 km2 atau 20.5 persen dari total Kota Malang.

Luas wilayah Kota Malang yang memiliki luas 110.06 km2 dengan jumlah

penduduk 820243 jiwa, maka kepadatan penduduk Kota Malang sebesar 7453 jiwa/km2. Penyebaran kepadatan penduduk di kecamatan Kota Malang

kepadatan penduduknya paling besar berada di wilayah kecamatan Klojen 11994 jiwa/km2 dan yang terendah berada di wilayah kecamatan Kedungkandang 4374 jiwa/ km2 (BPS 2012).

Tabel 4 Struktur penduduk Kota Malang berdasarkan piramida penduduk

Kelompok Umur Laki-laki (jiwa) Perempuan (jiwa) Jumlah laki-laki dan perempuan (jiwa) Persentase (%) 0-14 94411 89757 184168 22 15-64 291085 299584 590669 72 65+ 19057 26349 45406 6 Total 404553 415690 820243 100

Rasio Jenis Kelamin 97.321 Sumber: BPS Kota Malang 2011

(30)

Pada Tabel 4, terlihat bahwa jumlah penduduk Kota Malang berdasarkan hasil sensus penduduk diseluruh wilayah Indonesia tahun 2010 tercatat jumlah penduduk Kota Malang sebesar 820243 jiwa, yang terdiri dari 404553 jiwa penduduk laki-laki dan 415690 jiwa penduduk perempuan. Berdasarkan struktur penduduk Kota Malang perbandingan antara penduduk laki-laki dengan perempuan sebesar 97.32 persen, artinya dari 97 hingga 98 penduduk laki-laki dari 100 penduduk perempuan. Struktur penduduk berdasarkan piramida penduduk, maka Kota Malang digolongkan sebagai penduduk tua karena persentase jumlah penduduk kelompok umur 15-64 tahun sebesar 72 persen lebih dari 60 persen maka masuk kelompok penduduk tua.

Objek Wisata di Kota Malang

Kota Malang memiliki objek wisata yang bermacam-macam yaitu objek wisata alami, wisata buatan, dan wisata budaya. Beberapa objek wisata Kota Malang yang berkembang di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Taman Rekreasi dan Pemandian Wendit

Taman Rekreasi dan Pemandian Wendit merupakan kolam renang yang luas, baik untuk dewasa dan anak-anak, terdapat perahu dayung, dan water technology. Masyarakat mempunyai kepercayaan pemandian wendit memiliki khasiat membuat wajah tampak lebih muda dan mata air wendit merupakan salah satu sumber air bagi PDAM Kota Malang. Didalamnya terdapat monumen pesawat Mig-19 yang dahulu berada di bandara Abdul Rachman Saleh.

2. Taman Tlogomas

Taman tlogomas terletak di daerah Tlogomas yang berjarak 7 km dari pusat kota. Taman tlogomas merupakan tempat rekreasi yang dilengkapi kolam renang dan arena bermain.

3. Taman Rekreasi Kota

Taman rekreasi kota terletak di tengah Kota Malang yaitu berada di jalan Simpang Majapahit, tepatnya dibelakang Gedung Balaikota Malang. Taman Kota Malang adalah untuk memenuhi keinginan masyarakat akan sarana rekreasi dan tempat bermain anak-anak di tengah kota yang memadai dan terjangkau.

4. Museum Brawijaya

Museum Brawijaya di Kota Malang didirikan pada tanggal 4 Mei 1968, untuk dapat menikmati barang-barang peninggalan sejarah didalam museum Brawijaya cukup mengeluarkan uang Rp 1500,- perorang, relatif sangat murah dan bisa dijangkau untuk semua kalangan. Semboyan dari museum Brawijaya Malang adalah “Citra Uthapana Cakra”. Berasal dari bahasa sansekerta Citra berarti sinar, Uthapana berarti yang membangkitkan, dan Cakra adalah kekuatan. Berarti jika disatukan arti semboyan tersebut mempunyai makna “Sinar Yang Membangkitkan Kekuatan”. Untuk pengunjung, Museum Brawijaya Malang terhitung cukup terkenal, mulai dari sabang sampai merauke, bahkan dari luar negeri juga pernah mengunjungi Museum tersebut, diantaranya Australia, Jepang, China, Amerika dan negara-negara besar lainnya.

(31)

5. Pemandian Watu Gede

Pemandian Watu Gede merupakan salah satu peninggalan dari kerajaan Singosari. Pada jaman kerajaan dahulu, tempat ini sering dipakai sebagai tempat pemandian oleh raja-raja Singosari. Menariknya dari pemandian ini yaitu sumber airnya yang tersebar disisi pemandian dengan debit air yang cukup tinggi. Letaknya kurang lebih 10 km dari pusat kota Malang, 100 m dari stasiun kereta api Singosari. 6. Kebun Teh Wonosari

Kebun teh wonosari terletak sekitar 30 km dari Malang. Kesenangan perkebunan ini memberikan sebuah panorama yang sepesial, cantik berkesan dari perkebunan teh. Perkebunan ini merupakan sebuah wilayah pada landaian dari arjuno gunung sampai desa Toyomarto Singosari, daerah Wonosari. Wisatawan dapat menonton dan menikmati kesan spesial, yaitu melihat proses teh itu dibuat dan bisa menikmatinya secara langsung.

7. Museum Bentoel

Berawal dari seorang bernama Ong Hok Liong dibantu keluarganya yang memulai pembangunan pabrik rokok sederhana di jalanan Pecinan (Wiromargo) pada tahun 1925. Berkat keuletannya, ia berhasil menjadikan industri rokok yang didirikannya itu menempati lima besar industri rokok kretek di negeri Indonesia. Perusahaan ini berada di Jl. Pecinan Kecil no.32 Malang yang sekarang bernama Jl. Wiromargo. Pada masa sekarang, rumah ini digunakan sebagai museum sejarah Pabrik Rokok P.T. Bentoel.

8. Wisata Kuliner Pulosari

Kawasan wisata kuliner Pulosari merupakan kios-kios sederhana kaki lima dan menjadi salah satu tempat kuliner yang sering dikunjungi, terdapat berbagai aneka jajanan seperti jagung bakar, roti bakar, dan pisang bakar. Kawasan yang terletak pada Jalan Pulosari sangat digemari oleh masyarakat malang terutama para kawula muda untuk menghabiskan waktu di malam hari.

Perkembangan Jumlah Wisatawan

Akomodasi di Kota Malang mengalami peningkatan tiap tahunnya. Jumlah akomodasi yang ada di Kota Malang pada tahun 2011 sebanyak 65 yang terdiri dari 10 hotel berbintang, 42 hotel melati, dan 13 akomodasi lainnya. Rata-rata masa tinggal wisatawan berkisar 4.96 hingga 5.56 hari (BPS 2012). Akomodasi Pariwisata tidak dapat dipisahkan dengan aktivitas wisata, yang merupakan salah satu faktor penting pariwisata untuk datang berkunjung ke suatu objek wisata seperti hotel, restoran, penginapan, kafe, dan sarana pendukung lainnya.

Daya tarik wisata yang terdapat di Kota Malang meningkat sejak tahun 2007 hingga 2010, namum sejak tahun 2011 jumlah wisatawan domestik mencapai 123818 dan 13340 wisatawan untuk tamu asing pada hotel berbintang, hal ini mengindikasikan pertumbuhan wisatawan domestik dan asing mencapai 23.14 persen dan 36.62 persen pada tahun 2011. Sementara pada hotel tak berbintang jumlah tamu domestic yang datang mengalami penurunan mencapai 13.66 persen pada tahun 2011. Hal ini di duga karena kurangnya akomodasi yang diberikan

(32)

seperti hotel berbintang hanya berjumlah 10 hotel dan harga yang ditawarkan tinggi disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Kunjungan wisatawan yang berkunjung di hotel berbintang dan tak berbintang daerah Kota malang

Tahun Hotel Berbintang Hotel Tak Berbintang

Asing Domestik Asing Domestik

Nilai (wisatawan) Trend (%) 2007 10290 (14.33) 118596 (9.03) 231 (-5.71) 98070 (10.73) 2008 10290 (0) 140429 (18.41) 160 (-30.73) 117350 (19.66) 2009 19689 (91.34) 155129 (10.46) 156 (-2.5) 117549 (0.16) 2010 20916 (6.23) 161098 (3.85) 186 (19.23) 133527 (13.59) 2011 13340 (-36.62) 123818 (-23.14) 304 (-63.44) 115284 (-13.66) Sumber: BPS Kota Malang 2012

PEMBAHASAN

Analisis Daya Saing Industri Pariwisata Kota Malang

Menurut Porter (1995) konsep daya saing dapat didefinisikan sebagai kemampuan usaha suatu perusahaan dalam indikator untuk menghadapi berbagai lingkungan yang dihadapi. Porter menjelaskan pentingnya daya saing karena tiga hal berikut: (1) mendorong produktivitas dan meningkatkan kemampuan mandiri; (2) dapat meningkatkan kapasitas ekonomi, baik dalam kondisi regional ekonomi maupun entitas pelaku ekonomi sehingga pertumbuhan ekonomi meningkat; (3) kepercayaan bahwa mekanisme pasar lebih menciptakan efisiensi.

Metode yang digunakan dalam penelitian daya saing pariwisata Kota Malang dan Kota Blitar adalah Competitiveness Monitor (CM). Kota Blitar merupakan kota pembanding yang digunakan untuk menganalisis daya saing industri pariwisata Kota Malang. Competitiveness Monitor merupakan suatu metode yang dapat digunakan untuk melihat daya saing. Analisis ini menggunakan 8 indikator untuk menganalisis daya saing diantaranya adalah indikator pengaruh pariwisata, indikator daya saing tingkat harga, indikator perkembangan infrastruktur, indikator lingkungan, indikator sumberdaya manusia, indikator kemajuan teknologi, indikator keterbukaan, dan indikator sosial. Hasil analisis daya saing dengan menggunakan Competitiveness

(33)

Tabel 6 Perkembangan indikator daya saing pariwisata Kota Malang dan Kota Blitar pada tahun 2007-2011

Indikator Wilayah 2007 2008 2009 2010 2011 Trend (%) Tourism Impact Index Kota Malang 0.377 0.382 0.402 0.407 0.412 2.18 Kota Blitar 0.235 0.306 0.299 0.306 0.312 6.27 Purchasing Power Parity Kota Malang - - 45.850 52.490 61.110 13.35 Kota Blitar - - 35.620 42.860 45.930 11.79 Persentase Jalan Beraspal Kualitas Baik Kota Malang 80.480 85.026 93.550 93.550 93.550 3.62 Kota Blitar 63.602 71.152 88.249 99.306 99.810 10.4 Indeks pendidikan Kota Malang 0.111 0.111 0.111 0.111 0.112 0.23 Kota Blitar 0.098 0.098 0.099 0.099 0.100 0.5 Indikator Keterbukaan Kota Malang 0.032 0.027 0.061 0.214 0.188 39.89 Kota Blitar 0.011 0.009 0.009 0.008 0.015 11.95 Rata-Rata Lama Tinggal Wisatawan Kota Malang 0.870 0.840 0.940 4.190 5.560 27.32 Kota Blitar 0.670 0.520 0.540 0.530 0.750 6.07 Sumber: BPS Kota Malang dan Kota Blitar (diolah)

1. Indikator Pengaruh Pariwisata

Pengaruh pariwisata merupakan indikator daya saing yang digunakan untuk melihat sejauhmana kontribusi industri pariwisata terhadap perekonomian. Indikator ini diukur dengan menggunakan Tourism Impact Index.

Pada Tabel 6, terlihat bahwa Perkembangan indikator pengaruh pariwisata Kota Malang cenderung meningkat pada tahun 2007 hingga tahun 2011 dan pertumbuhan dari tahun ke tahun selalu menunjukkan nilai yang cenderung positif sebesar 1.31 persen hingga 1.21 persen. Sedangkan, perkembangan pengaruh pariwisata Kota Blitar menunjukkan trend yang berfluktuatif namun cenderung meningkat mencapai 0.02 persen pada tahun 2011. Pertumbuhan negatif hanya ditunjukkan pada tahun 2009 mencapai 2.34 persen, sedangkan tahun-tahun lainnya cenderung mengalami pertumbuhan yang positif. Nilai Tourism Impact Index Kota Malang lebih rendah dibandingkan dengan nilai TII Kota Blitar. Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi sektor pariwisata Kota Blitar terhadap PDRB sudah optimal dan pertumbuhan dari tahun ke tahun menunjukkan nilai yg cenderung positif sebesar 6.27 persen.

Gambar

Gambar 1  Penerimaan devisa dari wisatawan 2008-2011 (US $ juta)  Sumber: Kemenparekraf 2012 7347.6 6297.99 7603.45 8554.390200040006000800010000200820092010 2011WisatawanTahun
Tabel  1    Distribusi  persentase  PDRB  Kota  Malang  atas  dasar  harga  konstan  2000  menurut lapangan usaha tahun 2007-2011 (%)
Tabel  2  Distribusi  Persentase  PDRB  Kota  Blitar  atas  dasar  harga  konstan  2000  menurut lapangan usaha pada tahun 2007-2011 (%)
Gambar 3  Kerangka pemikiran Perkembangan industri pariwisata
+6

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Dan identifikasi masalah terdapat banyak faktor yang mempengaruhi di antara faktor internal dan eksternal guru sebagai berikut kinerja guru yang masih rendah dapat dilihat

Data Abortus berdasarkan umur ibu hamil di RSUD Salatiga pada bulan Januari sebanyak 11 orang (23,91%) yang terjadi pada usia &lt; 20 tahun sebanyak 4 orang, usia 20-35 tahun

Hasil dari penelitian ini yaitu; (1) menghasilkan komik yang memiliki karakteristik berbasis desain grafis, dan berisi materi Besaran dan Satuan SMP kelas VII SMP, dan

Softwere Microsoft Office Publisher 2007 ini merupakan aplikasi desain yang ringan dan mudah untuk di gunakan.. aplikasi desain yang ringan dan mudah untuk

Alhasil, guna memuluskan langkah beliau menaiki puncak pimpinan pada 9 juli 2014 nanti, maka kita patut menunggu hasil komunikasi politik yang dibangun dengan JK sebagai

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif komparatif yaitu dengan membandingkan kinerja keuangan dua perusahaan.dimana analisis data yang digunakan adalah time

Hasil ini mencerminkan bahwa semakin besar ukuran perusahaan akan semakin besar nilai pinjaman yang diberikan kepada pihak berelasi karena memiliki nilai aset yang lebih

Hasil pengujian hipotesis keempat menunjukkan bahwa variabel jumlah anggota dewan komisaris berpengaruh positif terhadap pengungkapan informasi pengendalian internal