• Tidak ada hasil yang ditemukan

Yoga Sutra Patandjali

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Yoga Sutra Patandjali"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

WWW.MADROMI.COM

January 2, 2010

Authored by: Window7-madromi

(2)

Y O G A S U T R A P A T A N D JA L I | 1/2/201 0

YOGA SUTRA PATANDJALI

PENGANTAR

YOGA SUTRA PATANDJALI ADALAH SALAH SATU KITAB KUNO TENTANG PELADJARAN BATIN JANG DIDALAM KALANGAN THEOSOFI TERUTAMA DIPANDANG BERMUTU TINGGI. DIDALAMNJA DIDJELASKAN ISI SELURUH FILSAFAT YOGA DENGAN RINGKAS DAN PENDEK, SEAKAN-AKAN HANJA BERBENTUK SEBAGAI SUSUNAN DALIL-DALIL DALAM ILMA ITU SADJA, LEPAS DART PADA KETERANGAN-KETERANGAN JANG MEMBERI PENGERTIAN LEBIH LANGSUNG. OLEH KARENANJA BIASANJA DLSERTAI MATJAM-MATJAM TAFSIRAN MENURUT FAHAM DAN ALIRAS PIKIRAN ORANG MASING-MASING JANG SEDANG MEMPELADJARINJA.

DALAM TERDJEMAHAN JANG TERSADJI INI SENGADJA TAK DIBERI TAFSIRAN-TAFSIRAN JANG BERMATJAM-MATJAM ITU, DENGAN MAKSUD, AGAR PARA PEMBATJA DAPAT MERENUNGKAN SENDIRI INTISARI DAN DALIL-DALIL ITU DENGAN TIADA TERPENGARUH OLEH. SESUATU MATJAM TAFSIRAN ATAU ALIRAN PIKIRAN ORANG LAIN, SEHINGGA DAPAT MENGENJAM RASANJA JANG SEWADJARNJA.

TJUKUPLAH KIRANJA DISINI DITERANGKAN, BAHWA YOGA ADALAH SUATU PELADJARAN KEBATINAN JANG TERDASARKAN PANDANGAN FILSAFAT, BAHWA TERBABARNJA HIDUP DALAM DUNIA INI DISEBABKAN OLEH KARENA TERLIBATNJA DJIWA (PURUSHA) DALAM MATERI (PRAKRITI) JANG SELANDJUTNJA MENIMBULKAN MATJAM-MATJAIN PENGALAMAN MENURUT HUKUM ALAM JANG TERTENTU, JANG DISEBUT HUKUM KARMA. UNTUK MELEPASKAN DAN MEMBEBASKAN DJIWA DARI TERLIBATNJA DALAM TJENGKERAMAN MATERI INILAH MAKSUD DAN TUDJUAN PELADJARAN YOGA.

TAK DAPAT DIUNGKIRI KIRANJA, BAHWA DALAM PERKEMBANGAN AGAMA-AGAMA DAN FILSAFAT-FILSAFAT, BAIK DI BARAT MAUPUN DI TIMUR, PENGARUH PELADJARAN YOGA ITU TERASA DJUGA, DIANTARANJA SEBAGAI PELADJARAN SUFISME, TAREK DAN LAIN-LAIN DALAM AGAMA ISLAM, ATAU MYSTICISME DAN ASCETISME DALAM AGAMA KRISTEN, TAOISME DALAM AGAMA TIONG HOA, DAN SEBAGAINJA. BAHKAN DALAM PERKEMBANGAN ILMU PSYCHOLOGI MODERN, DIMANA DR. YUNG JANG TERKENAL ITU

(3)

G A S U T R A P A T A N D JA L I | 1/2/201 0

PEGANG PERANAN JANG UTAMA, NAMPAK DJUGA PENGARUH PELADJARAN YOGA ITU TIDAK SEDIKIT.

SEMOGA TERDJEMAHAN JANG TERSADJI INI ADA MANFAATNJA UNTUK PARA PEMINAT.

WASSALAM , JANG MENTERDJEMAHKAN , MURTI NOTODIHARDJO.

(4)

Y O G A S U T R A P A T A N D JA L I | 1/2/201 0

YOGA SUTRA PATANDJALI

PASAL I : HAL SAMADI.

1. Bahwa inilah uraian tentang Yoga.

2. Jang disebut Yoga ialah djalan memperdiamkan gerak-gerik tjipta.

3. Dengan djalan demikian, maka Sang Djuru mengetahui (Sang Djiwa) lalu dapat tinggal tetap dalam keadaan dirinja sendiri.

4. Djika tidak begitu, maka Sang Djiwa pun berkumpul bersatu padu dengan gerak-gerik tjipta itu.

5. Gerak-gerik tjipta itu adalah lima matjam semuanja itu bisa menimbulkan rasa suka ataupun duka.

6. Gerak-gerik lima matjam itu ialah: mengetahui jang sebenarnja, mengetahui jang bukan sebenarnja, membajangkan, tidur, dan mengingat,

7. Jang disebut "Mengetahui jang sebenarnja" itu diperoleh dari pada pengalaman, pemikiran ataupun peladjaran.

8. Jang disebut, mengetahui jang bukan sebenarnja ialah mengetahui jang keliru, bukan kenjataan dipandang sebagai kenjataan.

9. Jang disebut, membajangkan ialah merasa menge¬tahui jang hanja berdasarkan kata-kata sadja, tidak berdasarkan kenjataan.

10. Gerak-gerik tjipta jang terdjadi dari "perasaan tidak apa-apa" itulah jang disebut "Tidur".

20. Selain itu tertjapainja samadi itu oleh para Yogi mula-mula harus disertai dengan pertjaja, berani, ingat, dan "mengarti benar akan maksudnja.

21. Untuk mereka jang berhasrat dengan giat maka akan lekaslah tertjapai maksudnja.

(5)

G A S U T R A P A T A N D JA L I | 1/2/201 0

22. Sebab semua itu tergantung pada tingkatan kekuatan usahanja: lemah, sedang, ataupun kuat sekali.

23. Samadi bisa djuga tertjapai dengan djalan menjerah-kan diri kepada Tuhan. 24. Jang dimaksud dengan Tuhan, ialah Djiwa jang bebas dari pada penderitaan, pekerdjaan, kedjadian (sebagai buah pekerdjaan), ataupun keinginan.

25. Pada Beliau itulah terdapat segala bidji pengetahuan terkembang dengan sempurnanja.

26. Oleh karena tiada terkena oleh pembatasan waktu, maka Beliau itulah seakan-akan jang mendjadi Guru jang pertama kali dari Guru-guru pada djaman purbakala (para maharisi).

27. Perkataan untuk lambangnja ialah Pranawa (jaitu perkataan: "A U M").

28. Itulah jang harus diutjapkan perlahan-lahan dan ditjamkan maksudnja benar-benar.

29. Dengan djalan begitu maka akan tumbullah perasaan batin dan lenjaplah segala matjam rintangan.

30. Jang disebut rintangan, ialah: badan sakit, pikiran malas, perasaan ragu-ragu, kehilangan semangat, putus-asa, terlekat kepada kenikmatan pantjaindera, pandangan batin jang sesat, kehilangan pegangan atau tudjuan jang tetap dalam perdjalanan, dan pikiran terombang-ambing, itulah semua jang mengganggu perasaan batin sehingga pikiran selalu melajang-lajang kemana-mana.

31. Ada perasaan penderitaan, pikiran tidak senang, ada geteran-geteran saraf dalam badan, keluar masuknja napas terasa berat, itu semua memindjukkan, bahwa terganggu djalannja.

32. Itu semua dapat diatasi dengan usaha jang tetap berpegangan satu tudjuan sadja.

33. Jang bisa menolong menenteramkan gerak-gerik tjipta, ialah watak-watak: lemah-lembut, penjajang, perasaan gembira, dan pikiran tenang, baik dalam waktu mendapat kesenangan atau kesusahan, ke-baikan atau kedjahatan.

34. Demikian djuga djalan mengeluarkan dan metiahan napas.

35. Ataupun dengan djalan memperdalam kesadaran dalam gerak-gerik pantjaindera, dapat djuga pikiran mendjadi teguh sentausa.

36. Atau djuga dengan merenungkan adanja "sinar penerangan batin" jang terbebas dari segala perasaan menderita.

(6)

Y O G A S U T R A P A T A N D JA L I | 1/2/201 0

37. Atau dengan merenungkan adanja "kesedaran hati" jang terbebas dari segala nafsu keinginan.

38. Djuga dengan menjandarkan diri atas pengalaman jang terdapat dalam mimpi dan tidur.

39. Ataupun dengan djalan merenungkan dalam apa sadja jang betul-betul menarik hati.

40. Mulai dari jang terketjil sekali sampai jang terbesar sekali, semuanja akan terdapat dalam kekuasaan-nja.

41. Barang siapa gerak-gerik tjiptanja telah tekekang kukuh, maka keadaannja mendjadi sebagai batu permata, bersinarkan kesatuan. dasar pokok dan kedjadian segala jang ada, sebab jang mengetahui, pengetahuan dan jang diketahui telah mendjadi satu adanja.

42. Selama masih disertai dengan kesadaran akan bunji kata-kata artinja dan pengetahuan jang didapatnja, maka samadi itu disebut "bertanja-djawab".

43. Samadi disebut "tidak bertanja-djawab" djika sudah terbebas dari kesadaran-kesadaran itu, sehingga seakan-akah terasa diri sendiri mendjadi kosong, dan hanja tinggal tudjuan pikiran sadja jang masih ada.

44. Kedua matjam samadi ini dengan atau tanpa "perasaan pikir-memikir untuk memperdalam pengertian", akan terdjadi djuga, meski terhadap tudjuan jang halus-halus sama sekalipun.

45. Batas setinggi-tingginja jang disebut tudjuan jang halus-halus itu ialah "keadaan jang asli jang belum bersifat".

46. Ini semua disebut samadi "berbidji".

47. Djika "Samadi jang tidak dengan perasaan memikir untuk memperdalam pengertian", itu telah tertjapai dengan sempurna, maka datanglah saatnja Sang Pribadi mendjadi djernih.

48. Dalam keadaan jang demikian itu, tertjapailah pengetahuan jang pernah dengan kenjataan.

49. Kenjataan ini beriainan sekali adanja daripada pengetahuan jang terdapat dari pada penundjukan ataupun keterangan.

50. Djika buah pengalaman jang demikian itu datang, maka lenjaplah segala buah pengalaman jang lain-lain.

51. Djika buah pengalaman inipun dapat dilenjapkan, maka sampailah masanja datang samadi jang tidak berbidji.

(7)

G A S U T R A P A T A N D JA L I | 1/2/201 0

PASAL II : HAL DJALAN YOGA

.

1. Djalan persiapan untuk mentjapai Yoga ialah: bertapa, beladjar dan menjerahkan diri kepada Tuhan.

2. Tudjuannja ialah untuk memperdalam djalan samadi dan melemahkan gangguan-gangguan.

3. Jang mendjadi gangguan, jaitu: ketidak adanja pengetahuan, perasaan adanja diri sendiri (perasaan "aku ada"), keinginan kepada sesuatu, penolakan terhadap sesuatu dan kegemaran akan hidup.

4. "Ketidak adanja pengetahuan" itulah jang mendjadi dasar dari segala gangguan jang lain-lain, (baik jang sedang terpendam, jang nampak lemah-lemah sadja, jang tertekan, ataupun jang terbabar dengan senpenuh-penuhnja.

5. Jang tidak kekal, jang tidak sutji, jang tidak menjenangkan, dan jang bukan diri pribadi, dipandangnja sebagai jang kekal, jang sutji; jang menjenang-kan ataupun sebagai diri pribadi, itulah jang disebut "ketidak-adanja pengetahuan".

6. "Perasaan tabu" dan "jang mengetahui" djika tertjampur seakan-akan hanja satu adanja, itulah jang disebut "perasaan "adanja diri sendiri (perasaan "aku ada").

7. Terlekat pada "jang menjenangkan", itulah "keinginan kepada sesuatu (tjinta) namanja.

8. Terlekat pada "jang tidak menjenangkan", itulah "penolakan terhadap sesuatu" (bentji) namanja.

9. Jang disebut "kegemaran akan hidup" jaitu kemauan terus-menerus berada", jang masih terdapat djuga meskipun orang telah mentjapai kebidjaksanaan, jakni jang terdjadinja dari "sari kesan-kesan pengalaman bsrada" itu sendiri.

10. Semuanja (lima matjam gangguan) jang serba halus ini bisa diatasi dengan mempersatukannja kembali kepada asal permulaannja.

11. Dengan djalan memperdalam samadi, maka sekaliannja (lima matjam gangguan) itu tak akan dapat terbabar lagi.

12. Sari bekas pengalaman dari segala pekerdjaan (karma) itu pokoknja berasal dari gangguan2 itu djuga, dan buahnja akan terdapat dalam hidup jang kelihatan ini ataupun dalam hidup jang tidak kelihatan.

(8)

Y O G A S U T R A P A T A N D JA L I | 1/2/201 0

13. Selama akarnja (jaitu bekas pengalaman pekerdjaan atau karma) masih ada, tentu akan tumbuh buahnja sebagai kedudukan dalam kelahiran (deradjat), umur dan pengalaman dalam hidup (suka dan duka).

14. Suka dan duka itulah buahnja, menurut sebabnja dari kebaikan atau dari kedjahatan.

15. Untuk orang jang telah terang pemandangannja, semuanja itu adalah penderitaan djuga, sebab terdjadinja pun daripada keadaan jang tidak tetap, dari kesengsaraan, dan dari ingat akan kessngsaraan, ataupun dari pada pertentangan antara sifat pokok keadaan (jaitu sifat tiga: Radjas, Tamas, Satwam).

16. Penderitaan jang belum terdjadi, itu seharusnja dihindarkan.

17. Tertjampurnja mendjadi satu antara "jang mengetahui" dengan "jang diketahui" itulah jang mendjadi sebabnja adanja penderitaan jang harus dihindarkan itu.

I8. Jang diketahui "itu terdjadi dari anasir asir pokok kedjadian dan dari pantjaindera, sifatnja ialah bertjahaja (Satwam), bekerdja (Radjas) dan tetap (Tamas), gunanja untuk keperluan pengalaman dan pembebasan hidup.

19. Susunan sifat keadaan jang asli itu ialah: jang terang adanja (Jaitu keadaan kasar), jang tidak terang adanja (jaitu keadaan jang halus-halus), jang adanja terdapat tanda-tandanja sadja (jaitu pokok asli dari segala keadaan), dan jang adanja sama sekali tidak ada tandanja kalau ada (jaitu oleh karena pokok sifat asli tiga matjam: Radjas, Tamas, Satwam masih dalam keadaan seimbang).

20. Jang disebut "jang mengetahui itu ialah si "tahu", jang oleh karena kedjernihannja menjinarkan kembali segala jang diketahui mendjadi "jang diketahui".

21. Dan untuk jang demikian itu djugalah adanja sekalian jang diketahui ini.

22. Untuk jang telah sampai tudjuannja, semua itu (jang diketahui) mendjadi tidak ada, tetapi untuk lain-lainnja, oleh karena bersamaan sifatnja (jaitu jang mengetahui masih terlekat mendjadi satu dengan jang diketahui), tetap masih ada.

23. Tertjampurnja mendjadi satu inilah jang menjebabkan persamaan sifat antara jang mengalami dan pengalamannja.

24. Ini semua terdjadi dari "ketidak-adanja pengetahuan."

25. Djika ini (ketidak-adanja pengetahuan) tak ada lagi, pertjampurau mendjadi satu jang seharusnja dihindarkan itu pun terhentilah, dan jang mengetahui lalu berada dalam keadaannja sendiri.

26. Djalan untuk mentjapainja ialah selalu waspada (wiweka) terus-menerus tak terputus-putus.

(9)

G A S U T R A P A T A N D JA L I | 1/2/201 0

27. Dengan begitu tertjapailah penerangan lipat tudjuh jang terachir.

28. Dengan memenuhi semua peladjaran Yoga akan tertjapailah pembersihan segala jang tak sutji, jang kemudian akan menimbulkan penerangan menudju kepada waspada (wiweka).

29. Susunan djalan Yoga adalah delapan tingkatan : Yoga (pengendalian diri), Niyama (penggemblengan diri), Asana (terap-sila, sikap), Pranayama (pengendalian napas), Pratyahara (peratjutan pantjaindera), Dharama (pemusatan pikiran, tafakur, konsentrasi), Dhyana (pemusatan kesadaran, tuwadjuh, meditasi) dan Samadhi (pembebasan kesadaran, tauchid, komemplasi, extase).

30. Jang dimaksud dengan Yama (pengendalian diri) ialah tiada membunuh, tiada berdjusta, tiada mentjuri. tiada berzina, tiada serakah.

31. Ini semua merupakan keharusan jang mutlak didalam segala waktu, tempat, keadaan, ataupun kelahiran (kasta, keturunan). .

32. Jang disebut Niyama (penggemblengan diri) adalah: menjutjikan diri luar dalam, bergembira dalam segala keadaan, bertapa (mati raga), mentjamkan pudja (mantra bakti) kepada Tuhan.

33. Penggodaan pikiran (jang bertentangan dengan maksud Yoga) seharusnja dimusnakan dengan pengembangan sifat-sifat jang berlawanan. .

34. Jang bertentangan dengan maksud Yoga, seperti : membunuh, berdjusta dan sebagainja, baik dilakukan sendiri atau suruhan orang lain ataupun djuga hanja mengizinkan sadja orang Iain bertindak begitu, entah sebab dari dorongan keinginan atau kemarahan, ataupun djuga dari kebodohan, baik ini dilakukan ringan-ringan sadja, atau sedang-sedang atau pun dengan berat-berat sama sekali, semua itu berakibatkan penderitaan dan kegelapan jang tak berhingga, dengan merenungkan ini semua, maka terdjadilah sifat-sifat sebaliknja (lihat: Yama ajat 30).

35. Dimana "tidak membunuh" itu telah menetap, maka musna segala permusuhan. 36. Dimana "tidak berdjusta" itu telah tertjapai, maka segaia usaha akan sampai pada hasilnja.

37. Barang siapa jang sifatnja "tiada mentjuri" telah terkembang, maka segala kekajaan akan datang kepadanja.

38. Dengan terdjadinja sifat- "tidak berzina", maka terkembanglah kekuatan kawirjawan.

39. Dengan terbentuknja sifat: "tidak serakah", maka segala sebab-musabab kelahiran ini akan mendjadi terang.

(10)

Y O G A S U T R A P A T A N D JA L I | 1/2/201 0

40. Dari "penjutjian diri luar dalam", timbullah perasaan tak mementingkan badannja sendiri dan tak memerlukan hubungan dengan badan orang lain.

41. Lagi pula, kalau kesutjian batin (Satva) sudah tertjapai, maka timbul pula ketjakapan untuk selalu merasa gembira, ketjakapan untuk memusatkan perhatian, ketjakapan untuk menguasai pantjaindera, dan ketjakapan untuk mendjelmakan kenjataan Sang Pribadi.

42. Dari "Kegembiraan" teriahirnja kebahagiaan jang setinggi-tingginja.

43. Dari "mengetjamkan pudja mantra" (dikir) tertjapailah hubungan dengan para djawata jang diharapkannja (ista - Dewa) — (Guru Dewa).

45. Dari "menjerah" sama sekali kepada Tuhan tertjapailah keadaan Samadhi. 46. "Sikap Yoga" (Asana) itu seharusnja jang sentausa dan terang.

47. Bertahan dengan tak ada ketegangan dan tak memeriukan pengawasan pikiran. 48. Dengan demikian, terbebas dari pengaruh-pengaruh jang berlawanan (panas dingin, tegang kendur dan sebagainja).

49. Dalam keadaan jang demikian itulah maka dapat dimulai dengan "pengendalian napas" (Pranayama), jakni pengawasan keluar dan masuknja napas.

50. Gerak-gerik napas, baik keluarnja, maupun masuknja dan perhentiannja, teratur dengan mengingat tempat, waktu dan bilangan, baik pandjang maupun pendek.

51. Gerak-gerik napas meningkat ketingkatan ke-empat, djika pembatasan keluar masuknja telah dilampaui, sehingga napas mendjadi pandjang dan halus.

52. Dengan djalan begitu lenjaplah pengurung penerangan batin. 53. Dan pikiran lalu dapat dipusatkan.

54. Jang disebut "peratjutan pantjaindera" (Pratyahara) itu terdjadi, djika pantjaindera itu terlepas dari tudjuan-tudjuannja oleh karena mengikuti djalan pikiran mendalam. 55. Dengan demikian terkendalikanlah segala-gerak-gerik pantjaindera.

(11)

G A S U T R A P A T A N D JA L I | 1/2/201 0

PASAL III : HAL KEKUATAN GAIB.

1. Pikiran ditudjukan kepada sesuatu hal sadja, itulah pemusatan pikiran (dharana) namanja (konsentrasi, tafakur).

2. Bersatu terus menerus dengan tudjuan itulah jang disebut pemusatan kesadaran (dhyana) meditasi, tuwadjuh.

3. Djika tudjuan itu telah nampak dalam penerangannja sendiri, sehingga kesadaran jang menudjukan pandangannja itu seakan-akan telah luluh, maka terdjadiiah jang disebut samadhi (kontemplasi, tauchid).

4. Djalan ketiga-tiganja inilah jang disebut samyama (proses mengatasi Sesuatu). 5. Dengan itu tertjapailah penerangan kebidjaksanaan.

6. Terdjadinja berturut-turut setirgkat demi setingkat.

7. Djalan ketiga-tiganja ini iebih mendalam lagi dari jang tersebut lebih dulu (jaitu dari yama sampai dengan pratyahara).

8. Akan tetapi masih termasuk golongan luar djuga djika dibandingkan dengan samadhi jang tak berbidji (nirbidjam samadhi).

9. Kekuasaan mengatasi matjam-matjam gerak-gerik tjipta jang ditimbuikan oleh keadaan luar, itu sendiri adalah suatu gerak-gerik djuga dari tjipta jang pada waktu itu berada dalam gerak-gerik menguasai.

10. Kelangsungannja akan tambah mendjadi kuat oleh karena kebiasaan.

11. Dengan demikian terdjadiiah sikap tjipta bersamadhi terhadap timbul tenggelamnja pengertian keseluruhan dan kesatuan .

12. Pemusatan tjipta akan terdjadi, djika penerimaan apa jang telah lampau (jang telah tenggelam) sama adanja dengan jang sekarang (jang sedang timbul).

13. Dengan demikian diketahuinja betul, waktu dan keadaan segala tudjuan untuk dikenal, baik jang kasar maupun jang halus, serta alat-aiat pengenalnja (pantjaindera) sama sekali.

14. Dasar jang tetap dari segala jang ada itu ialah jang tak terpengaruh oleh perubahan berganti-ganti antara timbul dan tenggelam.

(12)

Y O G A S U T R A P A T A N D JA L I | 1/2/201 0

15. Perubahan berganti-ganti (antara timbul dan tenggelam) jang berturut-turut itulah jang menjebabkan adanja bermatjam-matjam pandangan jang dihadapi oleh kesadaran. 16. Dengan bersamyama (meuguasai sepenuhnja atas sesuatu tudjuan dengan proses dharana, dhyana (samadhi) atas perubahan tiga matjam jang berturut-turut itu (jakni: bentuk, waktu dan keadaan,(lihat 13), maka tertjapailah pengetahuan tentang apa jang telah lampau dan jang akan datang.

17. Dengan bersamyama atas apa jang memperbedakan dan apa jang mempersatukan antara suara, arti dan apa jang diketahui dengan suara dan arti itu, maka terdapatlah pengetahuan tentang suara segala machluk.

18. Dengan bersamyama atas bekas-bekas jang ada dalam tjipta (jaitu jang disebut sanskara) timbullah pengetahuan tentang hidup jang telah lampau.

19. Dengan bersamyama atas tanda-tanda pada badan seseorang dapat diketahui keadaan tjiptanja.

20. Akan tetapi belum memberi keterangan isi tjiptanja, sebab ini bukan tudjuau samyamanja.

21. Dengan bersamyama atas bentuk badan, terdapatlah kekuasaan menghilang, oleh karena pandangan adanja bentuk itu lebur dan sinar tjahaja jang mengenai mata untuk dapat dilihat itu terhenti.

22. Dengan setjara demikian utjapan-utjapan jang telah hilang ataupun dirahasiakan dan Iain-lain hal bisa djuga dibuka kembali.

23. Dengan bersamyama atas karma jang telah masak dan karma jang masih lama masaknja dapat diketahui waktu meninggal dunia, sebagaimana djuga bisa diketahui dengan menjelidiki tanda-tanda.

24. Dengan bersamyama atas tjinta, belas-kasihan. kegembiraan, dan sebagainja (I : 33) terkembanglah sifat-sifal itu.

25. Dengan bersamyama atas kekuatan gadjah dan sebangsanja itu, maka terkembang pulalah kekuatan-kekuatan itu.

20. Dangan bersamyama atas sinar batin (I : 36) terdapatlah pengetahuan tentang segala jang halus2, jang rahasia-rahasia dan jang tak mudah tertjapai.

27. Dengan bersamyama atas matahari terdapatlah pengetahuan tentang adanja alam. 28. Dengan bersamyama atas bulan terdapat pengetahuan tentang adanja bintang-bintang.

29. Dengan bersamyama atas bintang-bintang kutub terdapat pengetahuan tentang djalan bintang2.

(13)

G A S U T R A P A T A N D JA L I | 1/2/201 0

30. Dengan bersamyama atas tjakram pada puser terdapat pengetahuan tentang keadaan badan.

31. Dengan bersamyama atas ruangan dalam tenggorokan terdapat perasaan lapar dan haus.

32. Dengan bersamyama atas urat saraf kelendjar tenggorokan (sehildklier, kurmanadi) maka 'badan' mendjadi kaku (sebagai binatang tertidur didalam musim dingin ditanah-tanah dingin).

33. Dengan bersamyama atas sinar dikepala, maka terlihatlah para Siddha.

34. Demikian djuga terdapatnja kejakinan batin (intuisi, pratiba) dalam segala hal. 35. Dengan bersamyama atas djantung terdapat pengetahuan tentang tjipta.

36. Dengan bersamyama atas Pribadi sendiri terdapatlah pengetahuan tentang Purusha (monade), sebab bahkan dari jang disebut "Sattwam" (sutji, djernih, bersih) sang Purusha itu masih berbeda dan djauh lebih tinggi lagi, oleh karena adanja Satwain itu bukankah masih untuk jang bukan Pribadi djuga?

37. Dari ini (jaitu dari bersamyama atas Pribadi sendiri tersebut diatas) timbullah pandangan batin (pratibha) dan pendengaran, perabaan, penglihatan, pera¬saan dan pentjiuman jang halus.

3S. Meskipun ini semua merupakan kekuasaan gaib ting¬gi untuk duniawi, akan tetapi masih djuga djadi gangguan untuk mentjapai samadhi.

39. Dengan menghilangkan sebab-sebabnja tjipta terikat, dan dengan mengetahui djuga djalan-djalannja gaja bekerdja (jaitu bagian halus jang menguasai urat-urat), maka dapatlah tjipta itu masuk dalam badan orang lain.

40. Dengan menguasai djalan napas ke kepaia (Udana) dapatlah orang berdjalan diatas air, diatas rawa-rawa, diatas duri2 dan sebagainja dan dapatlah orang menmggal dunia atas kemauan sendiri.

41. Dengan menguasai djalan napas disekitar puser (Samana) terkembanglah tjahaja aura disekitar badan.

42. Dengan bersamyama atas hubungan antara akasa dan suara terdapatlah pendengaran batin.

43. Dengan Bersamyama atas hubungan antara badan dan akasa,maka terdjadilah keringanan badan sebagai kapas dan dapatlah orang melajang-lajang diudara.

44. Dengan bersamyama atas gerak-gerik tjipta diluar badan, jang disebut terbebas dari badan, maka lenjaplab bentuk pengurung penerangan.

(14)

Y O G A S U T R A P A T A N D JA L I | 1/2/201 0

45. Dengan bersamyama atas keadaan kasar dan halusnja dari adanja anasir-anasir serta perubahannja dan tjampuran-tjampuran sifat-sifatnja asli (triguna) dan gunanja dalam perkembangan hidup, maka dapatlah anasir-anasir itu dikuasai.

46. Dengan demikian terdjadi djuga (delapan matjam) kekuatan gaib, seperti mendjadi ketjil sehingga tak terbatas seberapa ketjilnja, dan sebagainja, begini djuga terdjadi kesempurnaan badan-badannja dan terbebas dari pada gangguan-gangguan anasir (lima matjam).

47. Jang dimaksud dengan kesempurnaan badan-badan, ialah keindahannja, kelunglaian gerakannja, kekuatan dan ketabahannja sehingga dikatakan sekeras intan kekebalannja.

48. Dengan bersamyama atas pandangan (djalan inderia), apa jang dipandang (tudjuan pandangan inderia) dan jang memandang (jakni rasa aku jang memandang), hubungannja masing-masing oleh karena pengaruh sifat-sifat triguna (radjas, tamas, sattwam), dan lagi gunanja untuk perkembangan pengalaman Sang Djiwa, maka dapatlah segala pantjaindera ini dikuasai.

49. Dengan begitu terdapatlah kekuasaan bisa mengetahui sesuatu atas kekuatan batin sadja dengan tiada mempergunakan hubungan pantjaindera, sehingga setjara begitu seluruh alam dapat dikuasai.

50. Dengan bersamyama atas perbedaan antara Sattwa dan Purusha terdapatlah kekuasaan berada dimana-mana tempat dan mengetahui segala-galanja.

51. Djika kekuatan-kekuatan ini pun telah tak menarik hati lagi, maka hantjurlah bidji kedjahatan dan tertjapailah keadaan kesatuan Jang sebenarnja (kaivalyam).

52. Pun dalam keadaan ini, kemungkinan djatuh kembali dalam keadaan jang tidak dikehendakkan, masih ada, djika orang masih bisa tertarik akan budjukan-budjukan untuk masuk kalangan para djawata.

53. Dengan bersamyama atas saat sebagai bagian dari waktu dan susunannja berturut-turut maka tertjapailah ketjakapan membeda-bedakan (wiweka) jang njata dan jang tidak njata.

54. Sebab, bukankah sesuatu keadaan itu, kalau terlepas dari golongan bangsanja, tanda-tandanja dan penempatannja, hanja bisa diketahui urut-urutan saatnja sadja ? 55. Pengetahuan jang terdapat dalam ketjakapan membeda-bedakan (wiweka) ini bersifat terang dan meliputi segala apa sadja dan ditempat mana djuga, dengan tak memperdulikan lagi urut-urutan waktunja.

56. Dengan terdjadinja sutji sifat jang terhalus (satwam) sama dengan Djiwa (Purusha). maka tertjapailah Kesatuan jang sebenarnja (kaivalyam).

(15)

G A S U T R A P A T A N D JA L I | 1/2/201 0

PASAL IV : KESATUAN JANG SEBENARNJA (KAIVALYAM).

1. Kekuatan gaib (siddhi) itu bisa terdapat dari pembawaan kelahiran, dari obat-obatan, dari mantram, dari bertapa ataupun dari samadhi.

2. Perubahan dari sesuatu keadaan mendjadi keadaan jang lain itu (umpama dari orang biasa djadi orang jang berkeramat dan sebagainja) bisa terdjadi dengan perkembangan menurut djalan alam.

3. Seperti terdjadinja perubahan aliran air kesesuatu tempat, djika seorang-orang tani membongkar tanah-tanah jang menghalang-halanginja.

4. Terdjadinja pengakuan berada dalam tjiptaan jang bermatjam ragam itu tak lain dari pada perasaan aku ada.

5. Pengakuan berada dalam tjiptaan jang asli itulah jang mendjadi dasar pengakuan berada dalam tjiptaan lain-lainnja berturut-turut.

6. Dari segala kekuatan dan keadaan (jakni kekuatan2 gaib tersebut diatas), itu, hanja jang terdapat dari Samadhilah jang terbebas dari hawa nafsu.

7. Untuk para Yogi segala tindakan itu tidak hitam, pun tidak putih, sedang untuk lain-lain orang tetap bersifat tiga matjam (jaitu baik, buruk, atau pun bertjampuran). 8. Oleh karena itu tindakan jang terbabar ialah hanja jang dikehendakinja sadja sesuai dengan suatu keadaan.

9. Dalam hal ini (jaitu pembabaran sesuatu tindakan) keadaan kedudukan kelahiran, tempat dan waktu tidak mendjadi penghalang, oleh karena adanja ingat jang tak terputus-putus telah mempersatukan segala bekas pengalaman-pengalaman buat selama-lamanja.

10. Adanja itu semua memang terdjadi dari "hasrat hidup" jang bersifat abadi djuga. 11. Oleh karena semua keadaan itu terdjadi dari rangkaian sebab, kedjadian,. maksud dan babarannja, maka hanja ketiadaannja ke-empat matjam inilah jang dapat meniadakan segala keadaan.

12. Apa jang telah lampau dan apa jang akan datang itu memang ada dalam keadaannja sendiri, hanja pembabarannjalah jang berbedaan dalam waktunja.

(16)

Y O G A S U T R A P A T A N D JA L I | 1/2/201 0

13. Dan (pembabarannja) inipun bisa dalam keadaan jang njata berbentuk wudjud ataupun tidak berwudjud, tergantung dari pada pengaruh sifat aslinja (jang tiga matjam itu, jakni triguna: radjas, tamas, satwam).

14. Apa-apa jang tetap sama adanja dalam bermatjam2 bentuk pembabaran jang berlain-lain wudjudnja, itulah jang mendjadi dasar adanja kenjataan.

15. Adanja bermatjam-matjam bentuk pembabaran itu disebabkan oleh karena pandangan dan keinginan tjipta jang berlain-lain keadaannja.

16. Mungkin timbullah pertanjaan: adakah sesuatu apa2 jang tidak diketahui oleh sesuatu tjipta ?

17. Sesuatu apa-apa itu bisa ada, diketahui atau tidak diketahui, sebab diketahui atau tidaknja ini tergantung pada sesuatu tjipta, menerima atau tidak tjorak apa-apa itu. 18. Oleh karena sang Purusa jang berada diatas segala gerak-gerik tjipta, tak berubah-rubah adanja, maka semuanja itu selalu diketahui olehnja.

19. Jang diketahui itu (jaitu tjipta dengan segala gerak-geriknja) tidaklah bersifat terang atas dirinja sendiri.

20. Pun tiada (terang djuga, artinja tidak mengetahui,kalau bersatu dengan lainnja (jaitu dengan apa-apa jang diketahui).

21. Andai kata memang ada beberapa tjipta timbul berganti-ganti berturut-turut (sedang mestinja hanja ada saiu tjipta sadja), maka tak ada kesatuan dalam peringatan. 22. Esa kesadaran diri tentunja (jakni adanja Purusha sendiri) itu mengenal dirinja seakan-akan membentuk dirinja mendjadi sesuatu (menurut apa-apa jang terbajang dalam pemandangan) dengan tak usah berubah (mendjadi sesuatu jang dibajangkan itu).

23. Dengan menerima sinar dari jang mengetahui dan ,dari jang diketahui kedua-duanja, maka tjipta itu mendjadi tahu.

24. Sebagai sesuatu jang keadaan dan gerak-geriknja dipengaruhi oleh bermatjam-matjam keadaan dan kedjadian, maka tjipta mendjadi tahu bukan untuk dirinja sendiri (melainkan hanja untuk jang mengetahui sebenarnja sadja, jaitu untuk Purusha).

25. Hanja dengan memperdalam pengertian jang sebenar-benarnja sadjalah orang dapat mengetahui bahwa Pribadi itu berlainan dengan tjipta.

26. Dengan Ibegitu tjipta mentjapai wiweka (kemampuan membeda-bedakan jang benar dan tak benar) jang sebenar-benarnja dan menudju kearah kaivalyam (Kesampumaan terachir).

(17)

G A S U T R A P A T A N D JA L I | 1/2/201 0

27. Meskipun sementara itu masih ada timbul pikiran2 jang terdjadi dari bekas-bekas peringatan mengenai keadaan jang telah lampau (sanskaras).

28. Maka semuanja itu akan diatasinja djuga seperti tjaranja mengatasi gangguan-gangguan tersebut dimuka (fasal II No. 3 - 10).

29. Djika tertjapai keadaan terbebas dari segala keinginan(wairagya),meski terhadap timbulnja pikiran-pikiran jang setinggi-tingginja sekalipun, maka djika dipertahankan terue-menerus adanja , wiweka, akan datanglah saatnja mentjapai keadaan samadhi jang disebut dharma-megha (awan kebaikan).

30. Dan sudah itu terhentilah segala gangguan dan pekerdjaan.

31. Oleh karena segala jang menutupi dan mengotorkan telah hilang, maka tertjapailah oleh mengetahui pengetahuan jang abadi, sebab segala jang bisa diketahui itu hanjalah sedikit sekali (kalau dipandang dari sudut pengetahuan abadi).

32. Oleh karena tudjuannja telah terpenuhi maka perdjalanan guna (radjas, tamas. satwam) pun terhentilah.

33. Perdjalanan itu bukankah sebenarnja hanja pergantian perubahan tiap-tiap saat berturut-turut terus-menerus sadja, jang baru dikenalnja. sebagai perubahan pada waktu terhenti ?

34. Sang Purusha terbebas dari segala tudjuan, dan guna-guna telah terhenti; maka tertjapailah kaivalyam, jakni:

Sadar akan Diri Pribadi.

(18)

Y O G A S U T R A P A T A N D JA L I | 1/2/201 0

Referensi

Dokumen terkait

Besi cair di dalam dapur tinggi, kemudian dicerat dan dituang menjadi besi kasar, dalam bentuk balok-balok besi kasar yang digunakan sebagai bahan ancuran untuk pembuatan besi tuang

 Un niit t tteerrk kaaiitt D D- -k ktteer   r   Ana,i' Ana,i' Rumah Sakit Umum. Rumah Sakit Umum Daerah Banten Daerah

Dalam bagian ini menyatakan temuan-temuan penelitian berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan untuk menjawab tujuan penelitian.Selain itu disampaikan juga secara

Infeksi menular seksual merupakan suatu penyakit akut global yang menyebabkan penyakit lain, infertilitas, disabilitas jangka panjang dan juga kematian, demgan kondisi medikal

Beberapa aspek perilaku yang mem- pengaruhi angka tersebut antara lain adalah perilaku pengobatan yang keliru, penggunaan kondom yang tidak sesuai kenyataan, WPS hanya

Kualitas penggunaan antibiotik berdasar kategori gyssens yang dibandingkan dengan SPM RSUD Banyumas dan PPM IDAI yang paling banyak adalah kategori 0 yaitu penggunaan

bahwa tugas pokok, fungsi, rincian tugas unit dan tata kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas di lingkungan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Barat

 Acute mountain sickness adalah kelainan yang sangat umum di ketinggian. Pada lebih adalah kelainan yang sangat umum di ketinggian. Pada lebih dari 3.000 meter 75% orang akan