BAB I PENDAHULUAN
A. DASAR HUKUM
Pemerintah Kabupaten Ngawi menggunakan prinsip otonomi yang seluas luasnya dalam arti Daerah memiliki kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan Pemerintahan yang menjadi tanggung jawabnya. Prinsip ini dijalankan dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada setiap Kepala Daerah. Setiap Daerah berhak mempunyai kewenangan membuat kebijakan Daerah untuk memberikan pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat.
Setelah terbitnya Undang‐Undang Nomor 32 Tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah Pasal 27 ayat (2) yang menyatakan bahwa Kepala Daerah mempunyai kewajiban menyampaikan Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah kepada pemerintah dan memberikan Laporan Keterangan
Pertanggungjawaban kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, serta menginformasikan Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah kepada masyarakat.
Dengan terbitnya Undang‐Undang Nomor 32 Tahun 2004 tersebut memiliki makna bahwa Pemerintahan Pusat telah memberikan kewenangan kepada Pemerintahan Daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan Pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan
memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta keragaman daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan kedudukan seperti itu diharapkan akan terwujud hubungan kerja yang saling mendukung dalam menjalankan fungsinya masing‐masing. Dengan adanya nuansa Demokrasi yang berkembang dalam proses penyelenggaraan Pemerintahan Kabupaten Ngawi selama Tahun 2011, menjadikan Pemerintah Kabupaten Ngawi merasa tidak sendirian dalam memecahkan
kompleks karena adanya kritik, saran, harapan serta dukungan dari berbagai pihak sehingga mampu memberikan sinergi dalam rangka memenuhi mandat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Ngawi yang lebih baik.
Pelaksanaan Otonomi Daerah sejalan dengan upaya menciptakan Pemerintahan yang bersih, bertanggungjawab, serta mampu menjawab tuntutan perubahan secara efektif dan efisien sesuai dengan prinsip Tata Pemerintahan yang baik, sebagaimana diamanatkan pasal 27 ayat (2) Undang‐Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah maka
Kepala Daerah wajib melaporkan penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah dalam bentuk :
1. Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) Kepala Daerah kepada Pemerintah;
2. Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Kepala Daerah kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD); dan;
3. Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (ILPPD) kepada masyarakat.
Kepala Daerah menyampaikan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Laporan Keterangan Pertanggungjawaban adalah laporan yang berupa informasi penyelenggaraan Pemerintahan Daerah selama 1 (satu) tahun anggaran atau akhir masa jabatan.
Adapun dasar hukum dalam penyusunan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Kepala Daerah adalah:
1. Undang‐undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang
Pembentukan Daerah‐Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur;
2. Undang‐undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD;
3. Undang‐undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang‐undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang‐undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
Pemerintahan Daerah;
5. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;
6. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada Masyarakat;
7. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Propinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/ Kota;dan
8. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
B. GAMBARAN UMUM DAERAH 1. Kondisi Geografis Daerah.
merupakan salah satu Kabupaten yang secara geografis berada di bagian paling Barat yang berbatasan langsung dengan Propinsi Jawa Tengah. Kabupaten Ngawi merupakan jalur penhubung dengan Propinsi Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Jakarta yang mempunyai aksesibilitas transportasi yang cukup ramai.
Luas wilayah Kabupaten Ngawi adalah 1.295,898 Km² atau 129.598,51 Ha, yang secara administratif Pemerintahan terbagi dalam 19 Kecamatan, 4 Kelurahan, dan 213 desa. Secara astronomis terletak pada posisi 7° 21‘ ‐ 7° 31’ Lintang Selatan dan 111° 10 ‘ ‐ 111°40’ Bujur Timur, seperti peta dibawah ini :
PETA WILAYAH KABUPATEN NGAWI
Batas‐batas wilayah Kabupaten Ngawi adalah sebagai berikut :
Sebelah Utara : Kabupaten Blora dan Kabupaten
Grobogan Propinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Bojonegoro Propinsi Jawa Timur.
Sragen Propinsi Jawa Tengah.
Sebelah Timur : Kabupaten Madiun
Sebelah Selatan : Kabupaten Madiun dan Kabupaten Magetan.
Sedangkan menurut penggunaan tanahnya dibagi menjadi lahan sawah 50.476 Ha (38,95 %), tegalan/ pekarangan 14.037 Ha (10,83 %), perkebunan 2.275 Ha (1,76 %), hutan 41.803 Ha (32,26 %), Pemukiman/ Perumahan 17.453 Ha (13,47 %), dan lain‐lain 3.554 Ha (2,74 %). Dapat digambarkan sebagai berikut :
‐ Persawahan yang luas terdapat di Kecamatan Geneng,
Paron, Karangjati, Kedunggalar dan Padas yang umumnya terletak pada ketinggian 25‐100 meter dari permukaan laut dengan kemiringan tanah 0‐2%.
‐ Tegalan yang luas terdapat di Kecamatan Bringin,
Kendal, Ngawi, Pitu Mantingan dan Widodaren yang umumnya terletak pada ketinggian 100‐500 Meter dari permukaan laut dengan kemiringan tanah 2‐
‐ Pekarangan yang luas terdapat di Kecamatan Geneng,
Karangjati, Kedunggalar, Kendal, Paron, Ngawi dan Widodaren umumnya terletak pada ketinggian 25‐100 meter dari permukaan laut dengan kemiringan 0‐2%. ‐ Hutan sejenis dengan tanaman jati terdapat di
Kecamatan Bringin, Kendal, Mantingan, Widodaren, Karangjati dan Pitu.
‐ Tanaman Pinus terdapat di Kecamatan Jogorogo, Kendal, Ngrambe, dan Sine yang umumnya terletak pada ketinggian 100‐lebih dari 1000 Meter dari permukaan laut dengan kemiringan tanah 2‐15%. ‐ Kebun Karet terdapat di Kecamatan Widodaren,
sedangkan kebun Teh terdapat di Kecamatan Sine, dan kebun Kelapa terdapat di Kec. Ngawi.
Sedangkan untuk kondisi Topografi wilayah Kabupaten Ngawi berdasarkan ketinggian tempat cukup bervariasi. Wilayah Bagian selatan Kabupaten Ngawi berupa pegunungan dengan ketinggian tempat berkisar antara 1500‐2700M diatas permukaan laut, sebagai
puncaknya adalah Gunung lawu, hal ini dapat dikelompokkan berdasarkan :
a. Ketinggian Tempatnya;
Berdasarkan ketinggian tempatnya, wilayah
Kabupaten Ngawi dikelompokkan menjadi :
1) Daerah dengan ketinggian < 50 m di atas permukaan laut terdiri atas sebagian wilayah Kecamatan Ngawi, Paron, Geneng, Pangkur dan Kasreman.
2) Daerah dengan ketinggian 50‐100 m di atas permukaan laut terdiri atas sebagian wilayah
Kecamatan Pangkur, Karangjati, Bringin,
Kasreman, Ngawi, Pitu, Paron, Geneng, Gerih,
Karangjati, Widodaren, Mantingan dan
Karanganyar.
3) Daerah dengan ketinggian 100‐150 m di atas permukaan laut, terdiri atas sebagian wilayah Kecamatan Ngrambe, Jogorogo, Kendal dan Sine.
permukaan laut terdiri atas sebagian wilayah Kecamatan Mantingan, Karanganyar, Widodaren, Kedunggalar, Gerih, Pitu, Bringin, Kasreman, Ngrambe, Jogorogo, Kendal dan Sine.
5) Daerah dengan ketinggian 200‐250 m di atas permukaan laut terdiri atas sebagian wilayah Kecamatan Ngrambe, Jogorogo, Kendal dan Sine. 6) Daerah dengan ketinggian 250‐500 m di atas
permukaan laut terdiri atas sebagian wilayah Kecamatan Ngrambe, Jogorogo, Kendal dan Sine. 7) Daerah dengan ketinggian 500‐800 m di atas
permukaan laut terdiri atas sebagian wilayah Kecamatan Ngrambe, Jogorogo, Kendal dan Sine. 8) Daerah dengan ketinggian 800‐1200 m di atas
permukaan laut terdiri atas sebagian wilayah Kecamatan Ngrambe, Jogorogo, Kendal dan Sine. 9) Daerah dengan ketinggian 1200‐1500 m di atas
permukaan laut terdiri atas sebagian wilayah Kecamatan Ngrambe, Jogorogo, Kendal dan Sine.
10) Daerah dengan ketinggian 1500‐1800 m di atas permukaan laut terdiri atas sebagian wilayah Kecamatan Ngrambe, Jogorogo, Kendal dan Sine. 11) Daerah dengan ketinggian 1800‐2100 m di atas
permukaan laut terdiri atas sebagian wilayah Kecamatan Ngrambe, Jogorogo, Kendal dan Sine. 12) Daerah dengan ketinggian 2100‐2400 m di atas
permukaan laut terdiri atas sebagian wilayah Kecamatan Ngrambe, Jogorogo, Kendal dan Sine. 13) Daerah dengan ketinggian 2400‐2700 m di atas
permukaan laut terdiri atas sebagian wilayah Kecamatan Ngrambe, Jogorogo, Kendal dan Sine. b. Kelerengannya.
Berdasarkan kelerengannya topografi
Kabupaten Ngawi dikelompokkan menjadi :
1) Wilayah dengan kelerengan < 2 % terdiri atas sebagian wilayah Kecamatan Karanganyar, Widodaren, Mantingan, Kedunggalar, Pitu, Paron,
Bringin, dan Karangjati.
2) Wilayah dengan kelerengan 2‐5 % terdiri atas sebagian besar wilayah Kecamatan Karanganyar, Pitu, Kasreman, Ngawi, Bringin, Karangjati, Sine, Ngrambe, Jogorogo, dan Kendal.
3) Wilayah dengan kelerengan 5‐10 % terdiri atas sebagian wilayah Kecamatan Sine, Ngrambe, Jogorogo, dan Kendal.
4) Wilayah dengan kelerengan 10‐20 % terdiri atas sebagian wilayah Kecamatan Sine, Ngrambe, Jogorogo dan Kendal.
5) Wilayah dengan kelerengan 20‐30 % terdiri atas sebagian wilayah Kecamatan Sine, Ngrambe, Jogorogo dan Kendal.
6) Wilayah dengan kelerengan 30‐40 % terdiri atas sebagian wilayah Kecamatan Sine, Ngrambe, Jogorogo dan Kendal.
7) Wilayah dengan kelerengan > 40 % terdiri atas sebagian wilayah Kecamatan Sine, Ngrambe,
Jogorogo dan Kendal.
Secara umum, di bagian tengah adalah daerah dataran yang merupakan lahan pertanian subur, di bagian selatan merupakan daerah perbukitan dan pegunungan yang membujur dari Timur ke barat, meliputi wilayah Kendal, Kecamatan Jogorogo, Kecamatan Ngrambe dan Kecamatan Sine yang berada di lereng Gunung Lawu. Luas dan Struktur tanah kawasan Kabupaten Ngawi adalah sebagai berikut : 1. Alluvial : 12.025 Ha (9,28%) 2. Grumusol : 55.749 Ha (43,02%) 3. Mediteran : 25.612 Ha (19,76%) 4. Mediteran dan Regosol : 1.950 Ha (1,50%) 5. Mediteran dan Grumosol : 2.940 Ha (2,27%) 6. Mediteran dan Litisol : 21.487 Ha (16,58%) 7. Latosol dan Litosol : 810 Ha (0,63%) 8. Andosol dan Litosol : 3.025 Ha (2,33%) 9. Litosol : 6.000 Ha (4,63%)
Jumlah : 129.598 Ha (100,00%) Tanah Grumosol terdapat di dataran rendah sebelah selatan Bengawan Solo dan sebelah Timur ‐ Barat sungai Madiun. Tanah Mediteran, Litosol dan Andosol di kawasan kaki Gunung Kendeng, sedangkan tanah Litosol di sepanjang perbukitan pegunungan Kendeng serta tanah Alluvial di sepanjang tepi sungai Madiun dan Bengawan Solo.
Secara geografis Kabupaten Ngawi dialiri dua sungai besar :
1. Bengawan Solo yang membujur dari Barat ke Timur. 2. Sungai Madiun dari Selatan ke Utara.
Kedua sungai tersebut bertemu di ujung Kota Ngawi dan mengalir menjadi satu ke Utara memasuki wilayah Kabupaten Bojonegoro. Disamping itu terdapat pula
sungai‐sungai kecil yaitu Sungai Banger, Sidolaju, Alas
Tuwo, Batu Bunder, Kenteng, Kasihan, Plampok, Ketonggo yang bermuara di sungai Bengawan Solo dan Sungai Kukur Ketonggo yang bermuara di Sungai Madiun.
Dengan aliran sungai‐sungai yang ada, maka tingkat
kesuburan tanah di Kabupaten Ngawi dapat digolongkan
sebagai berikut :
1. Wilayah sebelah Timur Sungai Madiun bagian Selatan merupakan daerah subur dan merupakan daerah pertanian tanaman pangan tingkat pertama.
2. Wilayah sebelah Utara Bengawan Solo dan sebelah Timur Sungai Madiun bagian Utara merupakan daerah perbukitan pegunungan Kendeng Tengah yang merupakan daerah kurang subur sampai tandus dan tanahnya mengandung kapur.
3. Wilayah Selatan paling ujung merupakan kaki Gunung Lawu yang berbukit‐bukit merupakan daerah subur bagi tanaman perkebunan.
Keberadaan beberapa waduk di Kabupaten Ngawi seperti Waduk Pondok, Sangiran, dan Kedung Bendo juga merupakan salah satu sarana penunjang di sektor pertanian.
dan bertemperatur sedang. Ditinjau dari keadaan curah hujan maka Kabupaten Ngawi termasuk daerah beriklim kering dengan curah hujan rata‐rata di bawah 3.000 mm per tahun yaitu 1.603,63 mm per tahun dan mempunyai hari hujan dengan rata‐rata yaitu sebesar 158,85 hari per tahun.
Curah hujan yang rendah di Kabupaten Ngawi menjadikan daerah ini sering mengalami kesulitan pengairan terutama pada lahan sawah. Saat musim kemarau tiba, petani harus menggunakan mesin diesel untuk mengambil air bawah tanah untuk pengairan sawah.
2. Gambaran Umum Demografis
Jumlah Penduduk Kabupaten Ngawi dapat dilihat dari beberapa sudut pandang, antara lain kepadatan penduduk geografis. Dilihat dari sudut pandang ini Kepadatan penduduk geografis menunjukan jumlah penduduk pada suatu daerah setiap kilometer persegi. Kepadatan penduduk geografis menunjukan penyebaran
penduduk dan tingkat kepadatan penduduk di suatu daerah. Jumlah Penduduk Kabupaten Ngawi sampai dengan akhir Tahun 2011 mencapai 911.911 Jiwa, terdiri dari laki‐laki 446.829 jiwa dan perempuan 465.082 jiwa, dengan laju pertumbuhan penduduk rata rata 0,16 % pertahun dan daerah hunian yang tersebar di 19 Kecamatan dengan tingkat penyebaran bervariasi antara
24.542‐88.540 jiwa. Kecamatan yang mempunyai
penduduk paling banyak adalah Kecamatan Paron dengan jumlah penduduk sebesar 88.510 Jiwa, sedangkan yang paling sedikit adalah Kecamatan Kasreman dengan jumlah penduduk sebesar 24.545 Jiwa. Wilayah ini mempunyai luas wilayah yang kecil dan merupakan wilayah pemekaran dari Kecamatan Padas. Adapun data penduduk Kabupaten Ngawi sampai dengan keadaan Desember 2011 adalah sebagaimana tercantum dalam tabel berikut :
Tabel 1.1
Data Penduduk Kabupaten Ngawi
Menurut Jenis Kelamin (Keadaan s/d Desember 2011)
NO KECAMATAN JUMLAH DESA PENDUDUK (Jiwa) L P JUMLAH 1 NGAWI 16 42.030 42.550 84.580 2 PARON 14 43.626 44.884 88.510 3 GENENG 13 27.876 28.238 56.114 4 PITU 10 14.082 14.215 28.297 5 PADAS 12 17.152 18.905 36.055 6 KWADUNGAN 14 12.585 14.528 27.113 7 KARANGJATI 17 23.239 25.181 48.420 8 BRINGIN 10 15.978 16.458 32.436 9 KENDAL 10 28.813 29.200 58.013 10 JOGOROGO 12 24.098 24.489 48.587 11 WIDODAREN 12 34.860 36.648 71.508 12 KARANGANYAR 7 15.945 15.857 31.802 13 KEDUNGGALAR 12 36.731 37.070 73.801 14 NGRAMBE 14 21.936 22.171 44.107 15 GERIH 5 18.294 19.358 37.652 16 KASREMAN 8 12.288 12.257 24.545 17 SINE 15 23.176 26.204 49.380 18 MANTINGAN 7 19.877 22.042 41.919 19 PANGKUR 9 14.243 14.829 29.072 JUMLAH 217 446.829 465.082 911.911 Sumber : Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kab. Ngawi
Penduduk Kabupaten Ngawi digolongkan dalam kelompok usia, sebagaimana tercantum dalam tabel berikut:
Tabel 1.2
Data Penduduk Kabupaten Ngawi
Menurut Kelompok Usia(Keadaan s/d Desember 2011)
NO KELOMPOK USIA PENDUDUK (jiwa)
1 0-4 th 36.636 2 5-9 th 38.886 3 10-14 th 39.365 4 15-19 th 56.416 5 20-24 th 78.714 5 25-29 th 86.329 6 30-34 th 89.354 7 35-39 th 68.924 8 40-44 th 70.779 9 45-49 th 72.998 10 50-54 th 68.360 11 55-59 th 56.872 12 60-64 th 46.044 13 65-69 th 30.325 14 70-74 th 30.760 15 >= 75 th 41.149 JUMLAH 911.911 Sumber : Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kab. Ngawi
Dari data diatas dapat kita lihat bahwa sebagian besar penduduk adalah kelompok usia produktif (usia 15‐ 60) yang mencapai 638.374 jiwa atau 70%, disusul kemudian kelompok anak‐anak (usia 0‐15) mencapai 102.234 jiwa atau 11,21% dan kelompok lanjut usia (usia 60 tahun keatas) mencapai 111.303 jiwa atau 18,78%.
ketergantungan total adalah 42,84 % artinya setiap 100 orang berusia produktif di Kabupaten Ngawi menanggung 42 orang yang belum produktif dan dianggap tidak produktif lagi. Rasio sebesar 42,84 % tersebut di seimbangkan oleh rasio ketergantungan penduduk muda sebesar 16,01 % dan rasio ketergantungan penduduk tua sebesar 26,83 %. Dari indikator ini terlihat bahwa pada tahun 2011 penduduk berusia kerja di Kabupaten Ngawi masih dibebani tanggung jawab akan penduduk usia tua yang jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan tanggung jawab terhadap penduduk usia tua.
Dilihat dari jumlah Penduduk Kabupaten Ngawi sebagian besar tinggal di daerah pedesaan sehingga sesuai potensi daerah yang agraris maka mata pencaharian penduduk Kabupaten Ngawi sebagian besar adalah bekerja dibidang pertanian, baik sebagai buruh tani atau petani penggarap. Sedangkan sebagian lainnya bekerja sebagai Pegawai, pedagang, dan lain‐lain. Hal ini dapat dilihat dalam tabel di bawah ini :
Tabel 1.3 Data Penduduk Kabupaten Ngawi Menurut Mata Pencaharian Tahun 2011 (Jiwa) NO JENIS PEKERJAAN 2009 2010 2011 1. Belum Bekerja 129.647 129.545 171.303 2. Pelajar/ Mahasiswa 141.051 141.058 213.381 3. Pns/ Guru 13.827 14.484 14.000 4. TNI/ Polri 3.584 3.624 4.086 5. Karyawan Swasta 50.117 51.177 56.199 6. Petani 275.651 275.479 289.081 7. Buruh Tani 10.723 10.750 13.433 8. Lainnya 267.451 268.562 150.428 Sumber : Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kab. Ngawi
Dari tabel diatas dapat kita ketahui bahwa jumlah penduduk yang belum mendapatkan pekerjaan sejumlah 171.303 jiwa atau sebesar 26,83 % dari jumlah penduduk usia produktif. Tingginya jumlah penduduk yang belum mendapatkan pekerjaan ini memerlukan program‐program yang mampu memberikan jalan keluar yang efisien, sebagai misal Pemerintah Kabupaten Ngawi telah mengeluarkan beberapa program kemiskinan seperti Gardutaskin, namun program pengentasan kemiskinan itu memerlukan kebersamaan dengan berbagai pihak utamanya masyarakat
itu sendiri. Karena banyak sekali faktor‐faktor yang
mempengaruhi jumlah pengangguran masyarakat
misalnya: pendidikan, kebiasaan/adat istiadat, dll. Sehingga untuk mengurangi tingkat pengangguran itu tidak cukup hanya dilakukan Pemerintah saja, tetapi perlu dilakukan
secara bersama dengan komponen masyarakat.
Peningkatan pengangguran tersebut disebabkan oleh : 1. Pertambahan angkatan kerja lebih besar daripada
lapangan kerja.
2. Rendahnya kualitas dan ketrampilan tenaga kerja.
3. Meningkatnya jumlah PHK, yang mendorong
meningkatnya jumlah angkatan kerja.
4. Rendahnya mutu dan relevansi pendidikan terhadap ketersediaan lapangan kerja.
5. Kurangnya informasi pasar kerja dan rendahnya efektifitas bursa kerja karena lemahnya pendataan serta terbatasnya jaringan pelayanan bursa kerja. 6. Adanya pemulangan TKI ilegal dari Malaysia maupun
Dilihat dari sudut mata pencaharian penduduknya dari tabel diatas terlihat bahwa sebagian besar bekerja di bidang pertanian, baik sebagai buruh petani atau petani penggarap yang mencapai 302.514 orang atau 33,17 %. Sehingga Bidang Pertanian menjadi fokus utama pembangunan di Kabupaten Ngawi pada tahun 2011. Sedangkan jumlah penduduk Kabupaten Ngawi dilihat dari tingkat pendidikannya dapat dilihat sebagaimana tabel berikut :
Tabel 1.4
Data Penduduk Kabupaten Ngawi
Menurut Tingkat Pendidikan tahun (2009 dan 2011)
NO TINGKAT PENDIDIKAN TAHUN
2009 2010 2011 1 Belum sekolah 192.243 196.176 204.898 2 Belum Tamat SD 108.832 105.021 102.943 3 SD 349.992 346.000 340.986 4 SMP/ Sederajat 175.752 179.114 176.154 5 SMA/ Sederajat 146.921 153.056 153.267 6 Diploma 9.575 9.679 9.621 7 S I 20.014 20.718 20.853 8 S II 826 868 892 9 S III 92 89 86 Sumber : Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kab. Ngawi
tamat Sekolah Dasar mengalami penurunan sejumlah 102.943 orang, sedangkan jumlah penduduk yang mengalami peningkatan paling dominan dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2011 adalah penduduk dengan tingkat pendidikan Strata 1 (S1) sebesar 20.853 orang, SMA/ Sederajat 153.267 orang, SMP/ Sederajat 176.154 orang, Sekolah Dasar sebesar 340.986 orang, Strata 2 (S2) sebesar 892 orang dan Strata 3 (S3) sebesar 86 orang.
3. Kondisi Ekonomi Daerah
Perekonomian suatu wilayah dapat diamati melalui beberapa indikator makro, diantaranya nilai tambah yang dihasilkan oleh setiap sektor produksi yang dikenal dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB menurut lapangan usaha, atau menurut sektor produksi merupakan penjumlahan nilai tambah bruto yang dihasilkan oleh seluruh unit kegiatan ekonomi yang beroperasi di wilayah yang bersangkutan pada suatu periode waktu tertentu.
Dengan demikian PDRB merupakan nilai tambah yang dasar pengukurannya timbul akibat adanya berbagai aktivitas ekonomi dalam suatu wilayah. Data PDRB dapat menggambarkan suatu kemampuan daerah dalam mengelola sumber daya alam yang dimilikinya. Besaran PDRB yang dihasilkan oleh masing‐masing daerah sangat bergantung pada potensi sumber daya alam dan faktor produksinya.
Dari angka PDRB antara lain dapat diketahui struktur perekonomian dan laju pertumbuhan ekonomi daerah.
a. Potensi Unggulan daerah.
Untuk mengetahui potensi unggulan daerah dapat dilihat pada struktur perekonomian suatu daerah, karena dalam struktur perekonomian suatu daerah ditunjukkan besarnya konstribusi masing‐
masing sektor ekonomi dalam kemampuan
kemampuan produksi dari masing‐masing sektor ekonominya, artinya semakin besar konstribusi suatu sektor terhadap struktur perekonomian daerah maka sektor tersebut merupakan sektor unggulan daerah.
Perkembangan penduduk di Kabupaten Ngawi didominasi oleh Sembilan sektor. Dalam PDRB ini menyajikan ruang lingkup dan definisi dari masing‐ masing sektor dan subsektor, cara‐cara penghitungan nilai tambah baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan serta sumber datanya.
1. Sektor Pertanian
Sektor pertanian mencakup segala
pengusahaan yang didapat dari alam dan merupakan barang biologis atau hidup, dimana hasilnya akan digunakan untuk kebutuhan sendiri maupun dijual kepada pihak lain (tidak termasuk kegiatan yang tujuannya untuk hobi saja). Sektor pertanian dibagi ke dalam 5 subsektor yaitu:
Tanaman Bahan Makanan, Perkebunan, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan.
Masing‐masing subsektor dijelaskan sebagai berikut:
1.1. Tanaman Bahan Makanan
Subsektor ini mencakup komoditi
tanaman bahan makanan seperti padi dan palawija, sayur‐sayuran, buah‐buahan dan hasil‐hasil produk ikutannya. Termasuk dalam cakupan ini adalah hasil‐hasil dari pengolahan yang dilakukan secara sederhana seperti beras tumbuk, gaplek, sagu dan sejenisnya. Nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku diperoleh melalui pendekatan produksi, yaitu dengan mengalikan masing‐masing kuantum produksi dengan harga dari setiap komoditi pada tahun bersangkutan yang selanjutnya dikurangi dengan biaya antara atas dasar harga
biaya antara terhadap output yang didapat dari hasil survei khusus). Nilai tambah atas dasar harga konstan dihitung dengan cara revaluasi, yaitu mengalikan masing‐masing kuantum produksi dengan harga dari setiap komoditi pada tahun 2000 yang selanjutnya dikurangi dengan biaya antara atas dasar harga konstan. Data produksi dan harga komoditi subsektor ini dapat diperoleh dari Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura dan BPS Kabupaten Ngawi. Sedangkan rasio produksi
ikutan dan sampingan, rasio biaya
pengangkutan, margin perdagangan dan rasio biaya antara diperoleh dari survei khusus. 1.2. Tanaman Perkebunan
a. Tanaman Perkebunan Rakyat
Komoditi yang dicakup adalah hasil tanaman perkebunan yang diusahakan oleh rakyat seperti jambu mete, kelapa,
kopi, kapuk, kapas, tebu, tembakau dan cengkeh beserta produk ikutannya dan hasil‐hasil pengolahan sederhana seperti minyak kelapa, tembakau olahan dan kopi olahan. Nilai tambah bruto atas dasar
harga berlaku diperoleh melalui
pendekatan produksi, sedangkan nilai tambah bruto atas dasar harga konstan dihitung dengan cara revaluasi. Data produksi dan harga komoditi subsektor ini dapat diperoleh dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan. Rasio produksi ikutan dan sampingan, rasio biaya pengangkutan, margin perdagangan dan rasio biaya antara diperoleh dari survei khusus oleh BPS Kabupaten Ngawi.
b. Tanaman Perkebunan Besar
memproduksi komoditi perkebunan yang diusahakan oleh perusahaan perkebunan besar seperti karet, teh, kopi, coklat, minyak sawit, tebu. Nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku diperoleh melalui pendekatan produksi, sedangkan nilai tambah bruto atas dasar harga konstan dihitung dengan cara revaluasi. Data produksi dan harga komoditi subsektor ini dapat diperoleh dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan dan BPS Kabupaten Ngawi. Rasio produksi ikutan
dan sampingan, rasio biaya
pengangkutan, margin perdagangan dan rasio biaya antara diperoleh dari survei khusus.
1.3. Peternakan dan Hasil‐hasilnya
Subsektor ini mencakup produksi ternak besar (sapi, kerbau, kuda, babi, domba, dsb)
ternak kecil (kelinci, marmut, dsb) dan unggas (ayam, itik, puyuh, dsb) maupun hasil‐hasil ternak seperti kulit, susu segar, telur, pupuk kandang. Produksi sub sektor peternakan diperkirakan sama dengan jumlah ternak yang dipotong ditambah perubahan stok populasi ternak dan ekspor ternak netto (selisih antara jumlah yang diekspor dengan yang diimpor). Nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku
diperoleh melalui pendekatan produksi,
sedangkan nilai tambah bruto atas dasar harga konstan dihitung dengan cara revaluasi. Data populasi ternak dan produksi peternakan dapat diperoleh dari Dinas Perikanan dan Peternakan. Data ekspor/ impor antar kabupaten sampai saat ini masih sulit diperoleh angkanya, sehingga ekspor netto diasumsikan sama dengan nol. Data harga
diperoleh dari Dinas Perikanan dan Peternakan dan BPS Kabupaten Ngawi.
1.4. Kehutanan
Subsektor kehutanan mencakup
penebangan kayu, pengambilan hasil hutan lainnya dan perburuan. Kegiatan penebangan kayu menghasilkan kayu gelondongan, kayu bakar, arang dan bambu, sedangkan hasil kegiatan pengambilan hasil hutan lainnya berupa damar, rotan, kulit kayu dan lain‐lain. Nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku
diperoleh melalui pendekatan produksi,
sedangkan nilai tambah bruto atas dasar harga konstan dihitung dengan cara evaluasi. Data produksi diperoleh dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan, sedangkan data harga komoditi subsektor ini dapat diperoleh dari Dinas
Perkebunan dan Kehutanan, Kesatuan
Rasio produksi ikutan dan sampingan, rasio biaya pengangkutan, margin perdagangan dan rasio biaya antara diperoleh dari survei khusus. 1.5. Perikanan
Komoditi yang dicakup adalah semua hasil dari kegiatan perikanan laut, perairan umum, tambak, kolam, sawah (mina padi) dan
keramba, serta pengolahan sederhana
(pengeringan dan penggaraman ikan). Nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku
diperoleh melalui pendekatan produksi,
sedangkan nilai tambah bruto atas dasar harga konstan dihitung dengan cara revaluasi. Data produksi dan harga komoditi perikanan
diperoleh dari Dinas Perikanan dan
Peternakan. Rasio produksi ikutan dan sampingan, rasio biaya pengangkutan, margin perdagangan dan rasio biaya antara diperoleh
2. Sektor Pertambangan dan Penggalian
Kegiatan pertambangan dan penggalian mencakup penggalian, pengeboran, penyaringan dan pengambilan pemanfaatan segala macam benda non biologis seperti barang tambang, mineral dan barang galian yang tersedia di alam. Sektor ini dibagi ke dalam 2 subsektor yaitu
subsektor penggalian dan subsektor
pertambangan. Di Kabupaten Ngawi belum ada kegiatan di subsektor pertambangan, sehingga pada sektor ini hanya disumbang oleh subsektor penggalian. Nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku diperoleh melalui pendekatan produksi, sedangkan nilai tambah bruto atas dasar harga konstan dihitung dengan cara revaluasi. Data yang diperlukan untuk penghitungan subsektor penggalian diperoleh dari Dinas Pekerjaan Umum (PU) Bina Marga, Cipta Karya dan Kebersihan, Perusahaan swasta yang bergerak dalam kegiatan
penggalian, Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah dan Kantor Lingkungan Hidup, Dinas PU Pengairan dan Pertambangan. Rasio produksi ikutan dan sampingan, rasio biaya pengangkutan, margin perdagangan dan rasio biaya antara diperoleh dari survei khusus oleh BPS Kabupaten Ngawi. 3. Sektor Industri Pengolahan
Kegiatan industri adalah kegiatan untuk mengubah bentuk baik secara mekanis maupun kimiawi dari bahan organik atau anorganik menjadi produk baru yang lebih tinggi mutunya. Dalam penghitungannya sektor ini terdiri dari duasubsektor yaitu: subsektor industri besar/ sedang dan subsektor industri kecil/ kerajinan
rumah tangga. Pengelompokan tersebut
berdasarkan jumlah tenaga kerja yang dilibatkan, dimana industri besar/ sedang adalah industri
sedangkan industri kecil/ kerajinan rumahtangga adalah industri dengan jumlah tenaga kerja kurang dari 20 orang. Untuk kelompok industri besar dan sedang ruang lingkup dan metode penghitungan nilai tambah atas dasar harga berlaku berdasarkan hasil survei industri tahunan BPS Kabupaten Ngawi, sedangkan penghitungan nilai tambah atas dasar harga konstan melalui cara deflasi dengan Indeks Harga Perdagangan
Besar masing‐masing kelompok industri
digunakan sebagai deflator. Untuk output dan nilai tambah subsektor industri kecil/ kerajinan rumah tangga diperoleh dengan pendekatan produksi. Bila dalam penghitungan industri pengolahan dipisahkan antara industri besar/
sedang dan industri kecil/ kerajinan
rumahtangga, dalam publikasinya sektor ini disajikan menurut Klasifikasi Lapangan Usaha
Indonesia/ KLUI dua digit yang terdiri dari 9 subsektor yaitu: 1. Industri makanan, minuman dan tembakau, 2. Tekstil, barang dari kulit dan alas kaki, 3. Barang dari kayu dan hasil hutan lainnya, 4. Kertas dan barang cetakan,
5. Pupuk, barang kimia dan barang dari karet/ plastik,
6. Semen dan barang galian bukan logam, 7. Logam dasar besi dan baja,
8. Alat angkutan, mesin dan peralatannya, 9. Barang lainnya.
Data yang diperlukan untuk penghitungan subsektor penggalian diperoleh dari Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi, Survei Industri Besar dan Sedang dan Survei Industri Kecil dan Kerajinan Rumahtangga oleh BPS Kabupaten Ngawi. Rasio produksi ikutan dan
perdagangan dan rasio biaya antara diperoleh dari survei khusus pendapatan regional (SKPR) oleh BPS Kabupaten Ngawi.
4. Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih
Data produksi yang disajikan adalah data dari Perusahaan Listrik Negara (PLN), PN Gas, dan Perusahaan Daerah Air Minum. Output Masing‐ masing subsektor mencakup semua produksi yang dihasilkan dari berbagai kegiatan sesuai dengan ruang lingkup dan definisinya.
4.1. Listrik
Subsektor ini mencakup semua
kegiatan kelistrikan, baik yang diusahakan oleh PLN maupun non‐PLN dan PLN pembangkit wilayah Jawa Timur. Data produksi, harga dan biaya antara subsektor ini diperoleh dari PLN Distribusi Jawa Timur. Output atas dasar harga berlaku diperoleh dari perkalian produksi dengan harga yang
berlaku pada masing‐masing tahun, sedangkan output atas dasar harga konstan diperoleh dengan cara revaluasi.
4.2. G a s
Komoditi yang dicakup dalam subsektor ini adalah gas produksi Perusahaan Negara Gas. Data produksi, harga dan biaya‐biaya yang digunakan diperoleh dari perusahaan tersebut. Perkiraan output atas dasar harga konstan diperoleh dengan cara revaluasi. Nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan dihitung dengan menggunakan persentase nilai tambah terhadap output masing‐masing tahun. Untuk Kabupaten Ngawi karena belum ada perusahaan gas maka subsektor ini belum dihitung.
4.3. Air Bersih
Subsektor ini mencakup air minum yang diusahakan oleh Perusahaan Air Minum. Data produksi, harga, dan biaya‐ biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan
air minum diperoleh dari laporan
Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten
Ngawi yang dikumpulkan oleh BPS
Kabupaten Ngawi. Penghitungan nilai
tambah atas dasar harga konstan dilakukan dengan cara yang sama seperti pada subsektor Listrik.
5. Sektor Bangunan
Sektor bangunan mencakup semua kegiatan pembangunan fisik konstruksi, baik berupa gedung, jalan, jembatan, terminal, pelabuhan, dam, irigasi, eksplorasi minyak bumi maupun jaringan listrik, gas, air minum, telepon, dan sebagainya. Nilai tambah bruto dihitung dengan
menggunakan pendekatan produksi. Output diperoleh dari penjumlahan nilai pembangunan prasarana fisik yang dari segi pendanaan dapat dirinci menjadi: nilai pembangunan pemerintah pusat yang dibiayai dari APBN dan nilai pembangunan daerah yang dibiayai APBD serta perbaikannya; dan pembangunan‐pembangunan yang dilakukan oleh developer, perumnas serta yang dilakukan oleh swadaya masyarakat murni. Sedangkan persentase nilai tambah bruto diperoleh dari survei khusus. Output atas dasar harga konstan diperoleh dengan cara deflasi, deflatornya adalah Indeks Harga Perdagangan Bahan Bangunan dan Konstruksi (IHPB).
6. Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran
Sektor ini terdiri dari tiga subsektor yaitu subsektor perdagangan, subsektor hotel dan subsektor restoran. Pada dasarnya kegiatan yang
penyediaan akomodasi/ hotel, serta penjualan makanan dan minuman seperti restauran, warung, kedai, pedagang keliling dan sejenisnya. 6.1. Perdagangan
Subsektor perdagangan mencakup
kegiatan membeli dan menjual barang, baik
baru maupun bekas, untuk tujuan
penyaluran/ pendistribusian tanpa merubah
bentuk barang tersebut. Subsektor
perdagangan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu perdagangan besar dan perdagangan eceran. Perdagangan besar mencakup kegiatan pembelian dan penjualan kembali barang baru atau bekas oleh pedagang dari produsen atau importir ke pedagang besar lainnya, pedagang eceran, perusahaan dan lembaga yang tidak mencari untung. Sedangkan perdagangan eceran mencakup kegiatan pedagang yang umumnya melayani
konsumen perorangan atau rumahtangga.
Penghitungan nilai tambah subsektor
perdagangan dilakukan dengan pendekatan arus barang (Commodity Flow), yaitu dengan
menghitung besarnya nilai komoditi
pertanian, pertambangan dan penggalian, Industri, serta komoditi impor yang diperdagangkan. Dari nilai komoditi yang diperdagangkan, diturunkan nilai margin perdagangan yang merupakan output perdagangan yang selanjutnya dipakai untuk
menghitung nilai tambahnya. Rasio
besarnya barang‐barang yang
diperdagangkan, margin perdagangan dan persentase nilai tambah didasarkan pada data hasil penyusunan tabel Input‐output serta survei khusus. Nilai produksi Bruto atas dasar harga konstan, dihitung dengan
atas dasar harga konstan pada tahun dasar dari sektor‐sektor pertanian, pertambangan dan penggalian, industri serta impor. Nilai tambah atas dasar harga berlaku dan konstan dihitung berdasarkan perkalian antara rasio nilai tambah dengan outputnya. 6.2. Hotel
Subsektor ini mencakup kegiatan penyediaan akomodasi yang menggunakan sebagian atau seluruh bangunan sebagai
tempat penginapan. Yang dimaksud
akomodasi disini adalah hotel berbintang maupun tidak berbintang, serta tempat tinggal lainnya yang digunakan untuk menginap seperti losmen, motel dan
penginapan. Termasuk pula kegiatan
penyediaan makanan dan minuman serta penyediaan fasilitas lainnya bagi para tamu yang menginap dimana kegiatan tersebut
berada dalam satu kesatuan manajemen dengan penginapan yang datanya sulit dipisahkan. Penyediaan penginapan yang diusahakan oleh yayasan atau pemerintah juga dikelompokkan disini bila segala macam keterangan dan data mengenai kegiatan ini
dapat dipisahkan dengan kegiatan
utamanya. Output dihitung dengan cara mengalikan jumlah malam tamu dan tarif. Dalam hal ini malam tamu dianggap sebagai kuantum dari output. Untuk keperluan ini, data diperoleh dari Survei Perusahaan Akomodasi oleh BPS Kabupaten Ngawi,
sedangkan persentase biaya antara
diperoleh dari hasil survei khusus. 6.3. Restoran
Kegiatan subsektor restoran mencakup usaha kegiatan penyediaan makanan dan
dikonsumsi ditempat penjualan baik dengan tempat tetap maupun tidak tetap. Kegiatan subsektor ini antara lain rumah makan, warung nasi, warung kopi, katering, kantin, tukang bakso, tukang es. Penyediaan makanan dan minuman jadi serta usaha katering, pelayanan restoran kereta api dan kantin yang merupakan usaha sampingan, sejauh datanya dapat dipisahkan termasuk dalam subsektor restoran. Nilai tambah bruto restoran dapat diperoleh dengan
pendekatan produksi. Indikator yang
digunakan adalah jumlah tenaga kerja, jumlah restoran, atau jumlah pengunjung. Sedangkan indikator harga digunakan adalah rata‐rata output per tenaga kerja, rata‐rata output per restoran, atau rata‐rata output per pengunjung dari survei khusus. Output
berdasarkan perkalian antara indikator produksi dengan indikator harga. Sedangkan output atas dasar harga konstan diperoleh menggunakan metode ekstrapolasi dengan indeks produksi (sesuai dengan indikator
produksi yang dipakai) sebagai
ekstrapolator.
7. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi
Sektor ini dibagi menjadi dua subsektor yaitu angkutan dan komunikasi. Subsektor angkutan mencakup kegiatan pengangkutan umum untuk barang dan penumpang, baik melalui darat, laut, sungai/ danau, dan udara serta jasa penunjangnya. Sedangkan subsektor komunikasi meliputi pos dan giro, telekomunikasi dan jasa penunjang komunikasi. Secara rinci dijelaskan sebagaiberikut:
7.1. Angkutan
a. Angkutan Kereta Api
Kegiatan ini meliputi
pengangkutan barang dan penumpang dengan menggunakan kereta api melalui jalan lintas khusus kereta api (rel). Kegiatan pengangkutan kereta api
ini sepenuhnya dikelola oleh
Perusahaan Umum Kereta Api secara
monopoli. Pengangkutan barang
dengan menggunakan kereta yang dilakukan oleh perusahaan untuk
menunjang kegiatan produksinya,
seperti pengangkutan tebu dengan lori di pabrik gula tidak termasuk dalam kegiatan ini. Nilai tambah bruto atas
dasar harga berlaku dihitung
berdasarkan data yang diperoleh dari laporan Tahunan Perusahaan Umum
Kereta Api. Nilai tambah bruto atas dasar harga konstan dihitung dengan cara ekstrapolasi dengan menggunakan indeks produksi gabungan tertimbang penumpang dan ton‐km barang yang diangkut.
b. Angkutan Jalan Raya
Subsektor ini meliputi
pengangkutan barang dan penumpang
dengan menggunakan kendaraan
umum angkutan jalan raya baik bermotor maupun tidak bermotor, seperti bus, truk, taksi, mikrolet, becak, dokar dan sebagainya. Kendaraan tersebut dapat merupakan kendaraan wajib uji baik memakai plat nomor kuning (umum) maupun plat hitam (pribadi) yang tujuannya digunakan
tambah bruto atas dasar harga berlaku
dengan menggunakan pendekatan
produksi yang didasarkan pada data jumlah armada angkutan umum barang dan penumpang wajib uji yang diperoleh dari laporan tahunan Dinas
Perhubungan, Komunikasi dan
Informasi dan hasil survei khusus pendapatan regional angkutan yang dilakukan setiap tahun, sedangkan untuk data kendaraan tidak bermotor diperoleh dari BPS Kabupaten Ngawi. Nilai tambah bruto atas dasar harga konstan dihitung dengan cara revaluasi. c. Jasa Penunjang Angkutan
Jasa penunjang angkutan meliputi
kegiatan pemberian jasa dan
penyediaan fasilitas yang sifatnya menunjang dan berkaitan dengan
kegiatan pengangkutan, seperti terminal dan parkir, keagenan barang
dan penumpang, ekspedisi,
penyimpanan dan pergudangan serta jasa penunjang angkutan lainnya. Kegiatan Terminal dan Perpakiran
mencakup kegiatan pemberian
pelayanan dan pengaturan lalu lintas kendaraan/ armada yang membongkar atau mengisi muatan, baik barang maupun penumpang, seperti kegiatan terminal dan parkir. Kegiatan keagenan mencakup pelayanan keagenan barang dan penumpang yang diberikan kepada usaha angkutan, baik angkutan darat, udara, sungai maupun laut. Output dihitung dengan menggunakan rasio yang diperoleh dari Tabel Input‐Output
angkutan. Struktur biaya diperoleh dari survei khusus. Penghitungan nilai tambah bruto atas dasar harga konstan dilakukan dengan cara deflasi memakai indeks harga konsumen komponen biaya transpor. Kegiatan pergudangan
mencakup pemberian jasa
penyimpanan barang, dalam suatu bangunan ataupun di lapangan terbuka dalam wilayah. Nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku dan atas dasar
harga konstan diperoleh dengan
menggunakan rasio tertentu terhadap angkutan barang.
7.2. Komunikasi
Subsektor ini terdiri atas tiga kegiatan utama yaitu Pos dan Giro, Telekomunikasi dan Jasa penunjang Komunikasi.
a. Pos dan Giro
Kegiatan ini meliputi kegiatan pemberian jasa pos dan giro seperti pengiriman surat, wesel, paket, jasa giro, jasa tabungan dan sebagainya. Nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku didasarkan pada data produksi dan struktur biaya yang diperoleh dari laporan keuangan Perusahaan Umum Pos dan Giro. Sedangkan nilai tambah bruto atas dasar harga konstan dilakukan dengan cara ekstrapolasi, menggunakan indeks gabungan dari jumlah surat yang dikirim dan jumlah uang yang digirokan.
b. Telekomunikasi
Kegiatan ini mencakup pemberian jasa dalam hal pemakaian hubungan
tambah bruto atas dasar harga berlaku
dihitung berdasarkan data yang
bersumber dari laporan keuangan PT Telekomunikasi Kabupaten Ngawi. Nilai tambah bruto atas dasar harga konstan dihitung dengan menggunakan indeks produksi tertimbang yang meliputi
jumlah menit/ interlokal dan
banyaknya pemegang telepon yang bersumber dari PT Telkom Kabupaten Ngawi.
c. Jasa Penunjang Komunikasi
Kegiatan subsektor ini mencakup
pemberian jasa dan penyediaan
fasilitas yang sifatnya menunjang kegiatan komunikasi, seperti wartel, warpostel, radio pager, telepon seluler (Ponsel).
8. Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan
Sektor ini meliputi kegiatan perbankan, lembaga keuangan bukan bank, jasa penunjang keuangan, sewa bangunan dan jasa perusahaan. 8.1. Bank
Kegiatan yang dicakup dalam subsektor bank adalah kegiatan yang memberikan jasa keuangan pada pihak lain seperti: menerima simpanan terutama dalam bentuk giro dan deposito, memberikan kredit, pengiriman (transfer), rekening koran, jual/ beli surat‐ surat berharga, jaminan bank dan tempat
penyimpanan barang‐barang berharga.
Output subsektor bank adalah jumlah penerimaan atas jasa pelayanan bank yang diberikan kepada pemakainya, seperti biaya administrasi atas transaksi dengan bank dan
output bank dimasukkan pula imputasi jasa bank yang besarnya sama dengan selisih antara bunga yang diterima dengan bunga yang dibayarkan. Dalam penghitungan Bank Indonesia, output bank terdiri atas: imputasi jasa, penerimaan neto dari transaksi devisa,
provisi dan komisi dan pendapatan
operasional lainnya. Nilai tambah bruto subsektor bank atas dasar harga berlaku diperoleh dari Bank Indonesia. Dalam PDRB seri terbaru ini, nilai tambah bruto yang ditimbulkan dari kegiatan Bank Indonesia
tidak mencakup pembayaran bunga
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan pinjaman dari luar negeri, karena hal ini merupakan kebijaksanaan moneter yang merupakan kegiatan komersial perbankan, sedangkan pada PDRB seri lama masih mencakup kedua jenis bunga tersebut. Nilai tambah bruto
atas dasar harga konstan diperoleh dengan cara ekstrapolasi dengan indeks kredit yang diberikan bank pada tiap‐tiap tahun. Jumlah kredit yang dikucurkan oleh bank diperoleh dari Bank Indonesia Cabang Kediri. Untuk memperoleh nilai tambah bruto ditempuh cara deflasi dengan menggunakan Indeks Harga Konsumen (Umum).
8.2. Lembaga Keuangan Bukan Bank
Kegiatan lembaga keuangan bukan bank meliputi kegiatan asuransi, koperasi, dan pegadaian.
a. Asuransi
Asuransi adalah satu jenis
lembaga keuangan bukan bank yang usaha pokoknya menanggung resiko atas terjadinya kerugian finansial terhadap sesuatu barang atau jiwa
terjadinya musibah atau kecelakaan atas barang atau orang tersebut, sehingga mengakibatkan kematian. Asuransi dapat dibedakan menjadi asuransi jiwa, asuransi sosial, serta asuransi kerugian. Output dari asuransi jiwa adalah premi dikurangi selisih cadangan aktuaria. Berdasarkan data yang tersedia, konsep output ini ekuivalen dengan surplus Underwriting untuk Asuransi Jiwa dan Reasuransi Umum. Sedangkan Output asuransi sosial dianggap sama dengan premi neto dikurangi klaim neto. Nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku diperoleh berdasarkan selisih antara output dan biaya antara. Sedangkan untuk nilai tambah bruto atas dasar harga konstan dapat diperoleh dengan
cara ekstrapolasi. Untuk asuransi jiwa, sebagai ekstrapolator adalah jumlah pemegang polis dengan penimbang besarnya polis/ uang pertanggungan,
sedangkan untuk asuransi sosial
ekstrapolatornya adalah jumlah
peserta dengan penimbang output masing‐masing kegiatan.
b. Pegadaian
Mencakup usaha lembaga
perkreditan pemerintah yang bersifat monopoli dan dibentuk berdasarkan
ketentuan undang‐undang, yang
tugasnya antara lain membina
perekonomian rakyat kecil dengan menyalurkan kredit atas dasar hukum gadai dengan cara mudah, cepat, aman dan hemat. Kegiatan utamanya adalah
segolongan masyarakat dengan menerima jaminan barang bergerak. Besarnya pinjaman sesuai dengan nilai taksiran barang yang dijaminkan. Output dan nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku dari kegiatan
pegadaian diperoleh dari hasil
pengolahan laporan keuangan (Neraca Rugi Laba) Perum Pegadaian. Output utama dari pegadaian adalah berupa sewa modal, bunga deposito.
c. Koperasi
Koperasi adalah organisasi
ekonomi rakyat yang berwatak sosial,
beranggotakan orang‐orang atau
badan‐badan hukum. Kegiatan yang dicakup dalam kelompok ini meliputi Koperasi Simpan Pinjam baik yang berada di KUD maupun Non KUD.
Output diperoleh dari selisih bunga pinjaman ke anggota. Nilai tambah bruto atas dasar harga konstan
dihitung berdasarkan ekstrapolasi
dengan ekstrapolatornya pinjaman ke anggota.
8.3. Jasa Penunjang Keuangan
Kegiatan jasa penunjang keuangan meliputi berbagai kegiatan ekonomi antara lain: bursa efek, perdagangan valuta asing, perusahaan anjak piutang dan modal ventura. Perkiraan nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku didasarkan pada data laporan rugi laba yang diperoleh dari survei khusus. Perkiraan nilai tambah bruto atas dasar harga konstan diperoleh dengan cara deflasi, dan sebagai deflator adalah Indeks Harga Konsumen (Umum). Oleh karena
belum ada di Kabupaten Ngawi maka dalam penyusunan PDRB, subsektor ini belum dihitung.
8.4. Sewa Bangunan
Subsektor ini mencakup semua
kegiatan jasa atas penggunaan rumah
bangunan sebagai tempat tinggal
rumahtangga dan bukan sebagai tempat tinggal, tanpa memperhatikan apakah bangunan itu milik sendiri atau disewa. a. Sewa Bangunan Bukan Tempat Tinggal
Kegiatan ini mencakup kegiatan persewaan jual beli barang‐barang tidak bergerak (bangunan dan tanah), termasuk agen real estate, broker, makelar yang mengurus persewaan, pembelian, penjualan dan penaksiran nilai tanah/ bangunan atas balas jasa atau kontrak. Output dari jasa ini
adalah penerimaan atas pemberian jasa sewa bangunan bukan tempat tinggal pada pihak lain. Perkiraan output atas dasar harga berlaku dari usaha persewaan bangunan bukan tempat tinggal dapat berdasarkan pada pendekatan produksi, yaitu banyaknya perusahaan atau tenaga kerja dikalikan
dengan rata‐rata output per
perusahaan atau tenaga kerja.
Sedangkan output atas dasar harga
konstan diperoleh dengan cara
ekstrapolasi dimana jumlah perusahaan
atau tenaga kerja sebagai
ekstrapolator.
b. Sewa Bangunan Tempat Tinggal
Sektor ini mencakup semua kegiatan jasa atas penggunaan rumah/
rumahtangga tanpa memperhatikan apakah rumah itu milik atau rumah yang disewa, kontrak, sewa beli atau rumah dinas. Oleh sebab itu output sewa rumah adalah besarnya nilai sewa
suatu rumah (termasuk biaya
pemeliharaan dan perbaikan kecil). Sedangkan biaya perbaikan besar
bangunan tempat tinggal yang
dilakukan oleh rumah tangga
dimasukkan dalam sektor bangunan. 8.5. Jasa Perusahaan
Cakupan dari subsektor ini meliputi kegiatan pemberian jasa yang pada umumnya melayani perusahaan seperti jasa hukum dan notaris, jasa akuntan dan pembukuan, jasa pengolahan dan penyajian data, jasa teknik dan arsitektur, jasa
periklanan, jasa riset, jasa persewaan alat‐ alat dan jasa perusahaan lainnya.
Output atas dasar harga berlaku dapat diperoleh dengan pendekatan produksi, yaitu perkalian antara indikator produksi
(jumlah tenaga kerja atau jumlah
perusahaan) dengan indikator harga (rata‐ rata output per tenaga kerja atau rata‐rata output per perusahaan).
9. Sektor Jasa
Sektor jasa‐jasa terdiri atas dua subsektor, yaitu subsektor pemerintahan umum dan pertahanan serta subsektor swasta.
9.1. Jasa Pemerintahan Umum
Subsektor pemerintahan dan
pertahanan mencakup semua departemen dan non departemen, badan tinggi negara,
pemerintahan dan pertahanan. Termasuk juga kegiatan yang bersifat jasa seperti sekolah pemerintah, universitas pemerintah, rumah sakit pemerintah, perpustakaan.
Estimasi nilai tambah bruto sektor
pemerintahan umum didasarkan pada pengeluaran Pemerintah untuk belanja pegawai dan perkiraan penyusutan. Belanja pegawai terdiri dari gaji pokok beserta
tunjangan‐tunjangan, honorarium dan
honor pegawai negeri yang turut dalam kegiatan proyek. Disamping belanja pegawai diatas, penyusutan juga termasuk dalam penghitungan nilai tambah bruto jasa
pemerintahan lainnya. Dimana nilai
penyusutan diperkirakan sebesar 5 persen dari belanja pegawai.
9.2. Jasa Swasta
Subsektor ini mencakup tiga jenis kegiatan yaitu jasa sosial kemasyarakatan, jasa hiburan dan kebudayaan, serta jasa perorangan dan rumahtangga.
a. Jasa Sosial dan Kemasyarakatan
Jasa sosial dan kemasyarakatan ini mencakup kegiatan jasa pendidikan,
jasa kesehatan dan jasa sosial
kemasyarakatan lainnya seperti panti asuhan dan panti wreda yang dikelola oleh swasta. Jasa pendidikan mencakup segala macam lembaga pendidikan swasta mulai dari play group sampai dengan perguruan tinggi. Termasuk
kursus, seperti kursus menjahit,
menari, montir dan mengemudi. Jasa kesehatan mencakup segala macam
berbentuk rumah sakit, rumah bersalin, poliklinik dan sejenisnya. Termasuk juga pelayanan kesehatan atas usaha sendiri, seperti dokter umum, dokter gigi, dokter spesialis, dokter hewan, psikiater, bidan, tukang gigi dan dukun bayi. Output jasa pendidikan atas dasar harga berlaku dapat dihitung dengan pendekatan produksi yaitu perkalian antara indikator produksi (jumlah murid) dengan indikator harganya
(rata‐rata output per murid).
Sedangkan output dan nilai tambah bruto atas dasar harga konstan dihitung dengan metode ekstrapolasi
dengan jumlah murid sebagai
ekstrapolator. Output jasa kesehatan dihitung dengan cara perkalian antara indikator produksi (jumlah pasien)
dengan indikator harga (rata‐rata output per pasien).
b. Jasa Hiburan dan Kebudayaan
Kegiatan yang dicakup dalam jasa hiburan dan kebudayaan ini adalah seluruh kegiatan perusahaan/ lembaga swasta yang bergerak dalam jasa hiburan, rekreasi dan kebudayaan, seperti pembuatan dan distribusi film, usaha pemutaran film, penyiaran radio dan televisi, produksi dan pertunjukan sandiwara, tari, musium serta jasa rekreasi lainnya seperti taman hiburan, obyek wisata dan gelanggang olahraga. Output dan nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku dapat dihitung berdasarkan laporan keuangan dari perusahaan atau perorangan yang
melakukan kegiatan jasa hiburan dan rekreasi.
c. Jasa Perorangan dan Rumah Tangga Subsektor ini meliputi segala jenis kegiatan yang pada umumnya melayani perorangan dan rumah tangga, yang terdiri atas:
1) Jasa perbengkelan/ reparasi
kendaraan bermotor mencakup perbaikan kecil dari kendaraan roda empat, tiga dan dua.
2) Jasa reparasi lainnya seperti perbaikan/ reparasi jam, TV, lemari es, mesin jahit, sepeda dan barang‐barang rumahtangga. 3) Jasa pembantu rumah tangga
termasuk koki, tukang kebun, penjaga malam, pengasuh bayi.
4) Jasa perorangan lainnya seperti
tukang binatu, pemangkas
rambut, salon, tukang jahit, tukang semir dsb.
5) Output dan nilai tambah bruto
dapat dilakukan dengan cara
pendekatan produksi dengan
indikator produksi yang digunakan dapat berupa jumlah kendaraan/ barang diperbaiki.
Struktur ekonomi yang dinyatakan dalam persentase menunjukkan besarnya kontribusi masing‐ masing sektor ekonomi dalam kemampuannya menciptakan nilai tambah. Persentase yang besar pada suatu sektor mengambarkan ketergantungan daerah terhadap kemampuan produksi dari sektor tersebut.
‐ Kelompok sektor Agriculture (A);
‐ Kelompok sektor Manufacture (M);
‐ Kelompok sektor Service (S).
Mendasar RKPD tahun 2011 Struktur
perekonomian Kabupaten Ngawi masih dikelompokan menjadi sektor‐sektor dan bukan kelompok sektordan masih didominasi oleh sektor pertanian dengan pertumbuhan ekonominya diproyeksikan pada tahun 2011 dapat mencapai kenaikan 6,7 %,dari tahun sebelumnya. Dari sektor pertumbuhan ekonomi apabila dilihat dari kelompok sektornya, pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Ngawi didominasi oleh kelompok sektor Agriculture (A).
Pertumbuhan ekonomi Ngawi tahun 2011, jika ditinjau berdasar sektor ekonomi diperkirakan tidak banyak mengalami perubahan yang mendasar bila dibandingkan dengan tahun tahun sebelumnya, dimana pertumbuhannya masih akan ditopang oleh
perdagangan, hotel dan restoran, sektor industri pengolahan, pengangkutan dan komunikasi, dan sektor pertanian. Sektor pertanian ini mencakup segala pengusahaan yang didapat dari alam dan merupakan barang biologis atau hidup, dimana hasilnya akan digunakan untuk kebutuhan sendiri maupun dijual kepada pihak lain (tidak termasuk kegiatan yang tujuannya untuk hobby saja).
Sektor pertanian dibagi kedalam 5 (subsektor) yaitu :
1. Tanaman bahan makanan;
Subsektor ini mencakup komoditi tanaman bahan makanan seperti padi dan palawija, sayur‐ sayuran, buah‐buahan dan hasil‐hasil produk ikutannya. Termasuk dalam cakupan ini adalah hasil‐hasil dari pengolahan yang dilakukan secara sederhana seperti beras tumbuk, gaplek, dan sejenisnya.
2. Perkebunan;
Perkebunan terbagi menjadi 2 (dua) yaitu :
‐ Tanaman perkebunan rakyat;
komoditi yang dicakup adalah hasil tanaman perkebunan yang diusahakan oleh rakyat seperti jambu mete, kelapa, kopi, kapuk, kapas, tebu, tembakau dan cengkeh beserta produk ikutannya dan hasil‐hasil pengolahan sederhana seperti minyak kelapa, tembakau olahan dan kopi olahan. Nilai tambah Bruto atas dasar harga berlaku diperoleh melalui pendekatan produksi, sedangkan nilai tambah Bruto atas dasar harga konstan dihitung dengan cara revaluasi.
‐ Tanaman perkebunan besar.
Yang dicakup dalam subsektor ini adalah kegiatan yang memproduksi komoditi
perkebunan yang diusahakan oleh
kopi, coklat, minyak sawit, tebu. Nilai tambah Bruto atas dasar harga berlaku diperoleh melalui pendekatan produksi, sedangkan nilai tambah Bruto atas dasar harga konstan dihitung dengan cara revaluasi.
3. Peternakan;
Subsektor ini mencakup produksi ternak besar (sapi, kerbau, kuda, babi, domba, dsb). Ternak kecil (kelinci, marmut, dsb). Unggas (ayam, itik, puyuh, dsb), maupun hasil‐hasil ternak lainnya seperti kulit, susu segar, telur, pupuk kandang dll. Produksi sub sektor peternakan diperkirakan sama dengan jumlah ternak yang dipotong ditambah perubahan stok populasi ternak dan ekspor ternak netto (selisih antara jumlah yang diekspor dengan yang diimpor). Nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku diperoleh melalui