• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR AYAM RAS PADA UMUR SIMPAN DAN LEVEL PENAMBAHAN ASAM SITRAT YANG BERBEDA SKRIPSI UMI SA ADAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR AYAM RAS PADA UMUR SIMPAN DAN LEVEL PENAMBAHAN ASAM SITRAT YANG BERBEDA SKRIPSI UMI SA ADAH"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR AYAM RAS

PADA UMUR SIMPAN DAN LEVEL PENAMBAHAN

ASAM SITRAT YANG BERBEDA

SKRIPSI UMI SA’ADAH

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

(2)

ABSTRACT

Foaming and Stability of Foam Chicken Egg Albumen with Addition of Citric Acid at Different Time Storage

Sa’adah, U., N. Ulupi, Rukmiasih

Hen’s egg has higher foam ability than duck’s egg but it has low stability. This foam can be applied for cake. Chemical compound added to increase foam ability. This research was designed to study whether egg white foaming and its stability of hen’s eggs in different age could be increase with adding citric acid in a given concentration before mixing. This research was held in Poultry Science Division, Department Animal Production and Technology, Faculty of Animal Science, Bogor Agriculture University, from Mei-September 2005. A total of eggs obtained from hens were sample after periods of storage of 0, 7, 14 and 21 day at room temperature and adding citric acid of 0%; 0,8%; 1,6 and 2,4%. Data on egg white foam and stability were analyzed using descriptive method. The result of this research shown that whipping volume decrease slightly with increasing age of the egg. Whipping volume and stability of foam increased (822,02% and 98,18%) after the eggs were sampled after storage for 14 day at room temperature and addition with citric acid as much 1,6%.

(3)

RINGKASAN

UMI SA’ADAH. D14202005. 2007. Daya dan Kestabilan Buih Putih Telur Ayam Ras pada Umur Simpan dan Level Penambahan Asam Sitrat yang Berbeda. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Ir. Niken Ulupi, M.S. Pembimbing Anggota : Ir. Rukmiasih, M.S.

Telur ayam merupakan salah satu bahan pangan asal hewan yang bernilai gizi tinggi yang sangat penting bagi manusia. Saat ini telur banyak digunakan dalam berbagai industri makanan, umumnya kue dan roti karena daya buihnya lebih tinggi dari telur itik, namun daya dan kestabilan buih putih telur ayam ras menurun seiring dengan bertambahnya umur telur. Daya dan kestabilan buih diantaranya dipengaruhi oleh umur telur dan penambahan bahan kimia atau stabilisator. Bahan kimia yang dapat digunakan salah satunya adalah asam sitrat. Penelitian ini dirancang untuk mengetahui apakah daya dan kestabilan buih putih telur ayam ras pada umur yang berbeda dapat ditingkatkan melalui penambahan asam sitrat dengan konsentrasi tertentu sebelum dilakukan pengocokan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai daya dan kestabilan buih putih telur ayam ras terbaik melalui penambahan asam sitrat pada umur telur yang berbeda. Penelitian dilaksanakan di Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dimulai pada Mei hingga September 2005.

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok pola faktorial. Sebagai perlakuan pertama, yaitu umur telur ayam ras yang terdiri dari 4 taraf faktor, yaitu telur segar, 7, 14, 21 hari. Perlakuan kedua, ialah penambahan asam sitrat, yang terdiri dari 4 taraf faktor, yaitu 0; 0,8; 1,6 dan 2,4%. Sebagai kelompok adalah telur yang dikoleksi dan dikocok pada hari yang berbeda. Jumlah kelompok makin banyak dengan makin lamanya umur simpan telur. Data yang diperoleh tidak memenuhi syarat ANOVA. Oleh karena itu data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif.

Hasil pengukuran daya buih menunjukkan bahwa putih telur ayam ras segar memiliki daya buih tertinggi dibanding dengan daya buih telur ayam ras umur 7,14 dan 21 hari. Hasil pengukuran daya buih pada putih telur ayam ras yang ditambahkan asam sitrat menunjukkan bahwa putih telur ayam ras segar mencapai daya buih tinggi pada level penambahan asam sitrat 0,8%, sedangkan pada putih telur ayam umur 7,14 dan 21 hari daya buih dapat ditingkatkan dengan level penambahan asam sitrat sebanyak 1,6%. Putih telur ayam ras segar memiliki kestabilan buih tertinggi karena persentase tirisan buihnya paling rendah daripada putih telur ayam umur 7, 14, dan 21 hari. Kestabilan buih putih telur ayam ras pada umur telur 7, 14 dan 21 hari dapat ditingkatkan dengan penambahan asam sitrat 2,4%.

(4)

DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR AYAM RAS

PADA UMUR SIMPAN DAN LEVEL PENAMBAHAN ASAM

SITRAT YANG BERBEDA

UMI SA’ADAH D14202005

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

(5)

DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR AYAM RAS

PADA UMUR SIMPAN DAN LEVEL PENAMBAHAN ASAM

SITRAT YANG BERBEDA

Oleh UMI SA’ADAH

D14202005

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 4 Juli 2007

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Ir. Niken Ulupi, MS Ir. Rukmiasih, MS

NIP 131 284 604 NIP 131 284 605

Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Ronny Rachman Noor, MRur. Sc NIP 131 624 188

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 12 Juni 1984 di Kudus, Jawa Tengah. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara yang berasal dari pasangan Bapak Sholikhan dan Ibu Endang Tegowati. Pendidikan taman kanak-kanak diselesaikan pada tahun 1990 di TK Pertiwi Lau, Kudus. Pendidikan dasar dimulai di SD Negeri 1 Lau, Kudus dan diselesaikan pada tahun 1996. Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 1999 di MTs Negeri Kudus. Pendidikan menengah atas diselesaikan pada tahun 2002 di MA Negeri 2 Kudus.

Penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2002.

Selama mengikuti pendidikan, penulis tergabung di Organisasi Daerah Keluarga Kudus Bogor (KKB) “Menara Kota”. Penulis pernah mengikuti berbagai pelatihan dan seminar yang diadakan di Fakultas Peternakan maupun fakultas lainnya.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Judul skripsi ini adalah ”Daya dan Kestabilan Buih Putih Telur Ayam Ras pada Umur Simpan dan Level Penambahan Asam Sitrat yang Berbeda ” disusun dan diajukan untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

Telur ayam biasanya digunakan dalam industri pengolahan pangan sebagai bahan pembuat kue, cake dan roti karena mempunyai daya buih yang tinggi yang diperlukan dalam pengembangan adonan kue, tetapi kestabilan buih putih telur ayam ras akan menurun seiring dengan bertambahnya umur telur. Penambahan asam sitrat ke dalam putih telur ayam ras diharapkan mampu memperbaiki kestabilan buih sekaligus untuk meningkatkan daya buihnya.

Penulis menyadari banyak kekurangan dalam karya ilmiah ini, namun penulis sangat berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat untuk kalangan peneliti maupun masyarakat secara umum.

Bogor, Juli 2007

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ... i

ABSTRACT... ii

RIWAYAT HIDUP... iii

PRAKATA... vi

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Tujuan ... 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3 Ayam Ras ... 3 Telur Ayam ... 3 Struktur Fisik... 3 Komposisi Kimia... 6

Protein Putih Telur ... 6

Daya dan Kestabilan Buih Putih ... 8

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Daya dan Kestabilan Buih ... 11

Umur Telur... 11

Metode Pengocokan ... 12

Penambahan Bahan-bahan Kimia ... 12

pH... 12

Suhu ... 13

Asam Sitrat (C6H8O7)... 13

METODE PENELITIAN... 14

Lokasi dan waktu... 14

Materi ... 14

Rancangan Percobaan... 14

Prosedur ... 14

Tahap Persiapan Kandang... 14

Tahap Pemeliharaan ... 15

Penyimpanan Telur ... 15

Pengukuran Daya dan Kestabilan Buih... 16

HASIL DAN PEMBAHASAN... 17

Suhu dan Kelembaban Ruang Penyimpanan Telur... 17 pH Putih Telur ... 17

(9)

Kestabilan Buih Putih Telur Ayam Ras ... 20

KESIMPULAN DAN SARAN... 23

Kesimpulan ... 23

Saran ... 23

UCAPAN TERIMA KASIH... 24

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Perbandingan Komposisi Telur Ayam dan Telur Itik... 6 2 Komposisi Protein Putih Telur………... 7 3 Pengaruh Metode Pengocokan Terhadap Daya Buih Putih Telur.. 11 4 pH Putih telur Ayam Ras pada Umur Simpan dan Level Penam-

bahan Asam Sitrat yang Berbeda ...

17 5 Daya Buih Putih Telur Ayam Ras Pada Umur Telur dan Level

Penambahan Asam Sitrat yang Berbeda ...

18 6 Kestabilan Buih Putih Telur Ayam Ras Pada Umur Telur dan

Level Penambahan Asam Sitrat yang Berbeda ...

21

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 1. Struktur Telur... 4 2. Mekanisme Pembentukan Buih ... 10 3. Diagram Daya Buih Putih Telur Ayam Ras dengan Penambahan Asam

Sitrat ... 20 4. Diagram Kestabilan Buih Putih Telur Ayam Ras dengan Penambahan Asam Sitrat ... 22

(12)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Ayam petelur merupakan salah satu ternak unggas penghasil telur yang cukup potensial di Indonesia. Ayam petelur dibudidayakan khusus untuk menghasilkan telur secara komersial. Saat ini terdapat dua kelompok ayam petelur yaitu tipe medium dan tipe ringan. Tipe medium umumnya bertelur dengan kerabang coklat sedangkan tipe ringan bertelur dengan kerabang putih.

Telur ayam merupakan bahan pangan asal hewan yang bernilai gizi tinggi yang sangat penting bagi manusia. Telur mengandung protein dengan imbangan asam amino, lemak, vitamin dan mineral yang menguntungkan bagi manusia. Pemanfaatan telur ayam selain untuk dikonsumsi sebagai lauk, juga dimanfaatkan dalam adonan pembuatan kue. Industri pengolahan pangan membutuhkan telur yang memiliki sifat yang baik, seperti sifat daya dan kestabilan buih yang baik. Daya buih telur berpengaruh terhadap pengembangan adonan kue serta dapat mempengaruhi tekstur produk pangan tertentu. Volume dan kestabilan buih yang baik diperlukan agar kue yang dihasilkan mempunyai struktur dan tekstur yang baik. Putih telur ayam mempunyai daya buih yang lebih tinggi dibandingkan telur itik sehingga banyak dipakai sebagai bahan campuran dalam adonan pembuatan kue. Permasalahan yang ada pada telur ayam adalah kestabilan buih yang akan semakin menurun seiring dengan bertambahnya umur telur sehingga akan berpengaruh terhadap struktur dan kekokohan kue. Oleh karena itu, diperlukan adanya penambahan bahan kimia sebagai stabilisator untuk meningkatkan kestabilan buih telur ayam ras.

Daya buih dipengaruhi oleh beberapa protein dalam putih telur yang memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Protein yang berperan dalam pembentukan buih diantaranya ovalbumin, ovomucin dan globulin. Volume dan kestabilan buih juga dapat dipengaruhi oleh umur telur, karena semakin lama umur telur maka pH putih telur akan semakin meningkat, sehingga volume dan kestabilan buih yang terbentuk akan semakin menurun.

Penelitian ini dilakukan untuk memperbaiki daya dan kestabilan buih putih telur ayam ras dengan penambahan asam sitrat. Pada telur ayam, daya dan kestabilan buih diantaranya dipengaruhi oleh umur telur dan penambahan bahan

(13)

kimia atau stabilisator. Salah satu bahan kimia yang biasa digunakan adalah asam sitrat. Asam sitrat merupakan asam lemah yang dapat diperoleh dengan mudah dan murah, serta sering digunakan pada produk pangan baik sebagai pengawet maupun sebagai penambah rasa asam.

Tujuan

Penelitian ini dilakukan untuk mencari taraf penambahan asam sitrat yang terbaik, sehingga dapat meningkatkan daya dan kestabilan buih putih telur ayam ras pada umur telur 0, 7, 14 dan 21 hari. Taraf penambahan asam sitrat pada penelitian ini dilakukan pada taraf 0%; 0,8%; 1,6%; dan 2,4%.

(14)

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Ras

Secara umum, ayam ras digolongkan menjadi dua, yaitu ayam ras pedaging dan ayam ras petelur. Ayam ras pedaging adalah jenis ayam yang efisien diternakkan untuk diambil dagingnya, sedangkan ayam ras petelur adalah jenis ayam yang efisien diternakkan sebagai penghasil telur. Untuk ayam ras pedaging yang unggul diberi istilah ayam broiler yang biasanya dipotong sebelum umur 8 minggu, dagingnya memiliki tekstur yang lembut, empuk dan gurih dengan bobot hidup antara 1,5-2,0 kg (Winarno, 1993). Ayam petelur adalah ayam yang dibudidayakan khusus untuk menghasilkan telur secara komersial. Saat ini terdapat dua kelompok ayam petelur yaitu tipe medium dan ringan. Tipe medium umumnya bertelur dengan kerabang coklat sedangkan tipe ringan bertelur dengan kerabang putih (North dan Bell, 1990).

Strain Hisex Brown merupakan salah satu strain ayam petelur tipe medium. Berat badan optimum pada umur 20 minggu adalah 1740 gram, produksi 50% hen day dicapai pada umur 24-25 minggu dan produksi hen day rata-rata adalah 71,28%. Konsumsi rata-rata adalah 120-125 gram per ekor per hari dengan konversi 2,85 (Euribrid, 1974).

Telur Ayam Struktur Fisik

Telur ayam adalah salah satu bahan makanan asal ternak yang bernilai gizi tinggi karena mengandung zat-zat makanan yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia seperti lemak, protein, mineral serta memiliki daya cerna yang tinggi (Sirait, 1986). Telur ayam mengandung zat gizi yang cukup untuk mengembangkan sel yang telah dibuahi menjadi seekor anak ayam. Struktur fisik telur dapat terbagi menjadi tiga bagian utama berturut-turut dari yang paling luar sampai yang paling dalam adalah kerabang telur, putih telur (albumen) dan kuning telur (yolk) (Buckle et al., 1987). Menurut Romanoff dan Romanoff (1963), telur ayam terdiri dari tiga bagian utama yaitu kerabang telur sebanyak ± 11%, putih telur ± 57% dan kuning telur ± 32%. Struktur telur diperlihatkan pada (Gambar 1).

(15)

Kerabang telur merupakan bagian telur yang paling keras dan kaku. Fungsi utamanya adalah sebagai pelindung isi telur dari kontaminasi oleh mikroorganisme. Kerabang telur yang baik adalah kelihatan bersih dan bila diraba terasa licin (Hintono, 1984).

Karakteristik lain dari kerabang telur ini adalah pori-pori yang dapat menjadikan jalan keluar masuk air, gas dan bakteri ke dalam telur. Jumlah pori-pori tersebut bervariasi antara 100-200 lubang/cm3 luas permukaan kerabang telur. Pada bagian tumpul, jumlah pori-pori per satuan luas lebih besar jika dibandingkan dengan bagian lain sehingga terjadi rongga udara di daerah ini (Sirait, 1986). Rongga udara merupakan indikator umur atau mutu telur, karena ukurannya akan membesar dengan meningkatnya umur telur (Winarno dan Koswara, 2002).

Gambar 1. Struktur Telur

Sumber: Romanoff dan Romanoff, 1963

Menurut Stadelman dan Cotterill (1995), kerabang telur terdiri dari empat lapisan yaitu kutikula, spongiosa ( bunga karang), mamilaris dan membran kerabang telur. Kerabang telur terdiri dari dua bahan yang berbeda yaitu matriks organik dan garam-garam anorganik dengan perbandingan 1:5. Matriks organik adalah serabut-serabut protein yang terjalin membentuk jala, sedangkan bahan-bahan anorganik yang berbentuk kristal diikat didalam jala-jala tersebut.

(16)

Garam-garam anorganik antara lain Garam-garam-Garam-garam kalsium, Garam-garam fosfat, dan Garam-garam karbonat. Jumlah kadar garam karbonat, khususnya magnesium karbonat (MgCO3) akan mempengaruhi kekerasan kulit telur. Kekerasan kulit telur akan

meningkat dengan semakin tingginya kadar MgCO3 (Romanoff dan Romanoff,

1963).

Putih telur atau disebut juga albumen merupakan sumber utama protein yang juga mengandung niasin dan riboflavin (Wikipedia, 2005). Menurut Romanoff dan Romanoff (1963), putih telur yang mengelilingi kuning telur merupakan bagian yang terbesar dari telur utuh (kurang lebih 60%). Warna jernih atau kekuningan pada putih telur disebabkan oleh pigmen ovoflavin.

Putih telur mempunyai empat bagian utama yaitu lapisan putih telur yang encer bagian luar, lapisan putih telur yang kental, lapisan putih telur encer bagian dalam dan lapisan khalaza. Bagian putih telur diikat dengan bagian kuning telur oleh khalaza, yaitu serabut-serabut protein berbentuk spiral yang disebut mucin. Struktur putih telur dibentuk oleh serabut-serabut protein yang terjalin membentuk jala yang disebut ovomucin, sedangkan bagian yang cair diikat kuat di dalamnya menjadi bagian kental ( Romanoff dan Romanoff, 1963).

Perbedaan kekentalan putih telur disebabkan oleh perbedaan kandungan airnya. Putih telur banyak mengandung air sehingga selama penyimpanan bagian ini pula yang paling mudah rusak (Belitz dan Grosch, 1999). Penurunan kekentalan putih telur terutama disebabkan oleh terjadinya perubahan struktur gelnya. Perubahan ini disebabkan oleh adanya kerusakan fisiko-kimia dari serabut ovomucin yang berakibat keluarnya air dari jala-jala yang telah dibentuknya (Sirait, 1986). Kerusakan jala-jala ovomucin mengakibatkan air dari protein putih telur akan keluar dan putih telur menjadi encer (Heath, 1977).

Kuning telur merupakan bagian telur yang mengandung zat gizi tinggi karena berfungsi sebagai makanan untuk perkembangan embrio. Kuning telur terletak di bagian tengah telur dan dibungkus oleh suatu lapisan tipis yaitu membran vitelin yang terdiri dari keratin (Romanoff dan Romanoff, 1963). Kuning telur dan lapisan kalazaferous pada putih telur dibatasi oleh membran vitelin. Membran vitelin akan menjadi lemah apabila terjadi perbedaan tekanan

(17)

osmotik antara putih telur dengan kuning telur, sehingga kuning telur menjadi datar dan akhirnya bercampur dengan putih telur ( Hintono, 1984).

Kuning telur dan lapisan kental luar pada putih telur dihubungkan oleh kalaza yang berbentuk seperti tali terpilin. Kalaza terdiri dari protein yang berbentuk serabut spiral, berfungsi untuk mempertahankan letak kuning telur agar tetap berada ditengah-tengah (Romanoff dan Romanoff, 1963). Menurut Buckle et al (1987), posisi kuning telur tersebut akan bergeser bila telur mengalami penurunan kualitas. Kuning telur mempunyai kandungan bahan padat sebesar 50% tetapi persentase ini akan turun selama penyimpanan karena migrasi air dari bagian putih telur. Umumnya kuning telur berbentuk bulat, berwarna kuning atau oranye yang terletak pada pusat telur dan bersifat elastis (Winarno dan Koswara, 2002). Warna kuning telur sebagian besar dipengaruhi oleh kandungan karotenoid yang berasal dari pakan (Charley, 1982). Pigmen karotenoid yang terdapat pada kuning telur adalah karoten dan santofil.

Komposisi Kimia

Komposisi kimia telur ayam menurut Romanoff dan Romanoff (1963), terdiri dari air (73,6%), protein (12,8%), lemak (11,8%), karbohidrat (1,0%) dan komponen lainnya (0,8%). Untuk lebih jelasnya disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Kimia Telur Ayam Ras (dalam 100 gram berat bahan) Telur Ayam Segar

Komposisi Kimia

Telur Utuh Kuning Telur Putih Telur

Kalori (Kal) 148,0 361,0 50,0 Air (g) 74,0 49,4 87,8 Protein (g) 12,8 16,3 10,8 Lemak (g) 11,5 31,9 0,0 Karbohidrat (g) 0,7 0,7 0,8 Kalsium (mg) 54,0 147,0 6,0 Fosfor (mg) 180,0 586,0 17,0 Vitamin A (SI) 900,0 2000,0 0,0

(18)

Protein Putih Telur

Putih telur merupakan campuran protein yang memiliki kemampuan buih yang tinggi dan setiap komponennya mempunyai fungsi yang spesifik. Hasil penelitian yang dikutip Alleoni dan Antunes ( 2004 ) menunjukkan bahwa salah satu fraksi protein putih telur yaitu globulin mempunyai kemampuan memudahkan terbentuknya buih, sementara kompleks ovomucin, lysozyme, ovalbumin dan conalbumin mempunyai kemampuan membuat buih stabil saat dipanaskan. Fraksi protein putih telur lainnya, seperti conalbumin, lysozyme, ovomucin dan ovomucoid sendiri mempunyai kemampuan membuih yang sangat rendah, tetapi interaksi antara lysozyme dan globulin mempunyai peranan penting dalam pembentukan buih. Sementara itu, menurut Stadelman dan Cotterill (1995) fraksi-fraksi protein putih telur yang berperan dalam pembentukan buih, diantaranya ovalbumin, ovomusin dan globulin, sedangkan Johnson dan Zabik (1981) dalam Davis dan Reeves (2002) mengemukakan bahwa ovotransferrin, lysozyme dan ovomucoid berperan dalam pembentukan buih. Jenis-jenis protein yang terdapat pada putih telur dapat dilihat pada Tabel 2.

Ovalbumin adalah salah satu jenis protein dalam putih telur yang terbanyak (54% dari total protein putih telur) yang mempunyai kemampuan membentuk buih (Alleoni dan Antunes, 2004). Ovalbumin dapat membentuk buih paling baik pada pH sekitar 3,7 sampai 4,0 sedangkan protein yang lain dapat membentuk buih paling baik pada pH sekitar 6,5 sampai 9,5. Peningkatan pH putih telur dari 5,5 menjadi 11,0 akan meningkatkan volume buih dari 688% menjadi 982% (Sirait, 1986). Ovalbumin adalah fosfoglikoprotein dengan gugus karbohidrat berupa d-manosa dan 2-amino-2-d-glukosa. Ovalbumin terdiri dari tiga macam protein yaitu G1-globulin (lysozime), G2-globulin dan G3-globulin yang berperan penting dalam pembentukan buih ( Winarno dan Koswara, 2002 ).

(19)

Tabel 2. Protein dalam Putih Telur Ayam

Protein Persentase (%) Karakteristik

Ovalbumin 54 Phosphoglicoprotein

Conalbumin (Ovotransverin)* 13 Mengikat logam terutama

besi

Ovomucoid 11 Menghambat Trypsin

Lysozyme 3.5 Membunuh beberapa bakteri

G2 globulin 4.0 -

G3 Globulin 4.0 -

Ovomucin 1.5 Sialoprotein

Flavoprotein 0.8 Mengikat riboflavin

Ovoglikoprotein 0.5 Sialoprotein

Ovomacroglobulin 0.5 -

Ovoinhibitor 0.1 Menghambat beberapa

bakteri

Protease

Avidin 0.05 Mengikat biotin

Sumber: Stadelman dan Cotterill, 1995 *) Belitz dan Grosch, 1999

Ovomucin merupakan glikoprotein berbentuk serabut dan dapat mengikat air membentuk struktur gel. Kerusakan struktur itu juga disebabkan oleh sifat protein putih telur, khususnya pada pH di atas 8,5 (Sirait, 1986). Ovomucin merupakan fraksi protein putih telur yang berbentuk selaput (film) yang tidak larut dalam air dan berfungsi menstabilkan struktur buih (Baldwin, 1973). Komposisi ovomucin sebanyak 1,5% dari protein putih telur (Stadelman dan Cotterill, 1995). Perbedaan putih telur kental dan encer terutama disebabkan karena perbedaan kandungan ovomucin. Ovomucin pada putih telur kental kira-kira empat kali lebih besar daripada di putih telur encer (Brooks dan Hale, 1961 dalam Stadelman dan Cotterill, 1995). Ovomucin adalah protein yang bersifat menstabilkan buih. Jika ovomucin terdapat dalam jumlah cukup banyak maka buih yang terbentuk bersifat stabil (Sirait, 1986). Proses pengenceran putih telur akibat dari interaksi antara lysozyme dan ovomucin yang menyebabkan berkurangnya daya larut ovomucin dan merusak sifat kental dari putih telur (Stadelman dan Cotterill, 1995). Ovomucin bersifat tahan panas, pemanasan pada suhu 900C dengan pH 7.1-9.4 selama 2 jam tidak mempengaruhi viskositas ( kekentalan ) protein ini ( Winarno dan Koswara, 2002 ).

(20)

Globulin merupakan protein yang menentukan kekentalan putih telur dan mengurangi pencairan buih. Globulin mempunyai tegangan permukaan yang rendah sehingga membantu tahapan pembentukan buih. Tegangan permukaan yang rendah cenderung memperkecil ukuran gelembung dan meratakan tekstur buih. Kurangnya globulin dalam putih telur membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mencapai volume tertentu. Komposisi globulin sekitar 4% dari protein putih telur (Stadelman dan Cotterill, 1995).

Ovotransferin atau conalbumin adalah protein putih telur yang mudah terdenaturasi oleh perlakuan panas. Ovotransferin terdenaturasi pada suhu 60oC. Sifat fungsional dari putih telur dipengaruhi oleh denaturasi ovotransferin pada suhu sekitar 70oC (Doi dan Kitabatake, 1997). Ovotransferin lebih sensitif terhadap panas daripada ovalbumin, tetapi kurang rentan terhadap denaturasi permukaan (Stadelman dan Cotterill, 1995).

Daya dan Kestabilan Buih Putih Telur

Buih dapat didefinisikan sebagai dua fase yang terdiri atas fase gas dalam fase cair (Zayas, 1997). Buih merupakan dispersi koloid dari fase gas yang terdispersi di dalam fase cair atau fase padat. Daya buih merupakan ukuran kemampuan putih telur untuk membentuk buih jika dikocok dan biasanya dinyatakan dalam persen terhadap putih telur (Stadelman dan Cotterill, 1995).

Perubahan putih telur menjadi buih disebabkan denaturasi protein, yaitu proses yang mengubah struktur molekul protein tanpa memutuskan ikatan kovalen. Pemekaran atau pengembangan molekul protein yang terdenaturasi akan membuka gugus reaktif yang ada pada rantai polipeptida (Belitz dan Grosch, 1999). Denaturasi protein dapat disebabkan bukan hanya karena panas tetapi juga oleh pH ekstrim (terlalu asam atau terlalu basa), beberapa pelarut organik seperti alkohol atau aseton, zat terlarut tertentu seperti urea, detergen atau hanya dengan pengguncangan intensif (mekanik) larutan protein yang bersinggungan dengan udara sehingga terbentuk buih (Lehninger, 1982).

Mekanisme terbentuknya buih diawali dengan terbukanya ikatan-ikatan dalam molekul protein sehingga rantainya menjadi lebih panjang. Tahap selanjutnya adalah proses adsorpsi yaitu pembentukan monolayer atau film dari protein yang terdenaturasi. Udara ditangkap dan dikelilingi oleh film dan

(21)

membentuk gelembung. Pembentukan lapisan monolayer kedua dilanjutkan di sekitar gelembung untuk mengganti bagian film yang terkoagulasi. Film protein dari gelembung yang berdekatan akan berhubungan dan mencegah keluarnya cairan. Terjadinya peningkatan kekuatan interaksi antara polipeptida akan menyebabkan agregasi (pengumpulan) protein dan melemahnya permukaan film dan diikuti dengan pecahnya gelembung buih (Cherry dan McWaters, 1981). Perubahan tersebut menyebabkan hilangnya daya larut atau sifat koagulasi putih telur, dan absorpsi buih penting untuk kestabilan buih (Stadelman dan Cotterill, 1995).

Semakin lama ikatan yang terbentuk tersebut akan semakin melemah dan tirisan akan keluar dari lamela yang terdapat diantara gelembung, pada akhirnya ini dapat menyebabkan rusaknya film buih (Wong, 1989). Volume buih yang tinggi diperoleh dari putih telur dengan elastisitas rendah, sebaliknya struktur buih yang stabil pada umumnya akan dihasilkan dari putih telur yang memiliki elastisitas yang tinggi. Jika putih telur terlalu banyak dikocok atau direnggangkan seluas mungkin akan menyebabkan hilangnya elastisitas (Stadelman dan Cotterill, 1995). Mekanisme pembentukan buih disajikan pada Gambar 2.

Kestabilan buih merupakan ukuran kemampuan struktur buih untuk bertahan kokoh atau tidak mencair selama waktu tertentu. Indikator kestabilan buih adalah besarnya tirisan buih selama waktu tertentu dan dinyatakan dalam bobot, volume atau derajat pencairan buih (Stadelman dan Cotterill, 1995). Tirisan buih terjadi karena ikatan antara udara dengan protein putih telur yang kurang kokoh, sehingga setelah didiamkan beberapa saat akan terbentuk tirisan buih (Rhodes et. al.,1960).

(22)

Gambar 2. Mekanisme Pembentukan Buih Sumber : Cherry dan McWaters ,1981

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Daya dan Kestabilan Buih

Daya dan kestabilan buih putih telur dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu umur telur, pengocokan dan penambahan bahan-bahan kimia atau stabilisator (Stadelman dan Cotterill, 1995), konsentrasi protein, komposisi

PROTEIN DENATURASI PEMBENTUKAN LAPISAN TIPIS MENANGKAP UDARA PERBAIKAN BUIH YANG TERBENTUK KOAGULASI DISTRUPSI udara udara udara udara udara udara

(23)

protein, pH, pemanasan, adanya garam dan komposisi fase cair yang mungkin mengubah konfigurasi dan stabilitas molekul protein ( Alleoni dan Antunes, 2004).

Umur Telur

Telur akan mengalami beberapa perubahan selama penyimpanan antara lain penguapan karbondioksida dan air, perubahan pH serta perubahan struktur serabut protein. Penyimpanan telur pada suhu ruang selama dua minggu berakibat pada peningkatan pH dari putih telur. Semakin meningkat umur telur, maka stabilitas buih putih telur semakin menurun (Romanoff dan Romanoff, 1963). Penyimpanan telur selama 5 dan 10 hari, hasil dari penelitian Silversides dan Budgell (2004) menyebabkan penurunan bobot telur dan tinggi putih telur, tetapi meningkatkan pH putih telur dan volume buih putih telur. Menurut Rosidah (2006), telur itik Tegal segar mempunyai rata-rata daya buih sebesar 388% sedangkan telur itik Tegal umur 42 hari akan menghasilkan daya buih dengan rata-rata sebesar 285% .

Pengaruh pH

Telur yang baru dihasilkan mempunyai pH antara 7,6 dan 8,5. Penyimpanan akan meningkatkan pH telur menjadi 9,7. Peningkatan pH disebabkan karena penguapan CO2 dari dalam telur melalui pori-pori kerabang.

Menurut Hawthorne (1955) yang dikutip Stadelman dan Cotterill (1995) pada saat pH meningkat sekitar 9 terjadi interaksi antara ovomucin dan lisozyme yang menyebabkan putih telur menjadi encer. Putih telur yang encer akan lebih mudah menangkap udara dari pada putih telur kental. Peningkatan pH putih telur akan memperbesar volume buih. Volume buih tertinggi terjadi pada pH sekitar 8,0 dan kestabilan buih yang tinggi pada pH kurang dari 8,0 (Stadelman dan Cotterill, 1995). Penampilan kue yang baik dicerminkan dari volume kue dan waktu pengocokan yang lebih baik yang akan dicapai pada saat pH putih telur mencapai 8,75. Hal ini tidak berlaku untuk tingkat pH diatas dan dibawah 8,75. Peningkatan pH putih telur hingga mencapai 9,0 akan memecah protein globulin putih telur, sehingga akan menurunkan kemampuan putih telur untuk mengikat udara dalam pembentukan buih (Seideman et al., 1963).

(24)

Metode Pengocokan

Pengocokan merupakan faktor terbesar yang mempengaruhi karakteristik buih putih telur. Gerakan pengocokan dan sejenisnya akan mempengaruhi pengikatan udara dalam buih. Pengocokan dengan menggunakan pengocok elektrik ternyata memerlukan waktu yang lebih singkat untuk membentuk buih putih telur. Penambahan waktu pengocokan akan meningkatkan volume buih dan memperkecil diameter gelembung buih tetapi tidak memperbaiki volume cakes (Stadelman dan Cotterill, 1995). Pengaruh metode pengocokan terhadap daya buih putih telur disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Pengaruh Metode Pengocokan terhadap Daya Buih Putih Telur

Metode Pengaruh Metode Pengocokan Peningkatan waktu pengocokan akan memperbaiki seluruh

volume buih putih telur tetapi tidak meningkatkan volume kue dari buih tersebut

Homogenisasi Mengurangi waktu pengocokan dan volume cake yang dibuat dari putih telur homogenisasi

Pencampuran (Blending)

Pencampuran (sampai serat ovomucin mencapai panjang 300 mikrons) meningkatkan tingkat pengocokan dan volume kue

Sumber: Stadelman dan Cotterill (1995).

Penambahan Bahan-bahan Kimia

Penambahan asam dan garam asam ke dalam putih telur dapat meningkatkan daya buih dan menambah kestabilan buih karena dapat mempertahankan ikatan antara udara dengan ikatan rantai polipeptida putih telur sehingga buih yang terbentuk lebih stabil. Asam dan garam-garam tersebut adalah asam sitrat, asam asetat dan cream of tartar ( Kurniawan, 1991 ).

Peranan cream of tartar dalam menghasilkan buih yang tinggi pada telur itik Tegal sangat rendah. Semakin lama telur disimpan, semakin banyak cream of tartar yang dibutuhkan untuk meningkatkan daya buih (Septiyandi, 2006). Penambahan cream of tartar efektif meningkatkan kestabilan buih putih telur ayam ras umur 0 dan 7 hari pada level 0,8%. Cream of tartar berperan meningkatkan daya dan kestabilan buih putih telur ayam ras pada umur telur 14 dan 21 hari pada level penambahan 0,8% (Hamidah, 2006). Penambahan asam asetat sebanyak 0,8% dapat meningkatkan daya dan kestabilan buih putih telur itik

(25)

Tegal umur 7 hari. Pada telur umur 14 dan 21 hari, daya dan kestabilan buih akan meningkat dengan penambahan asam asetat sebanyak 1,6% (Suryono,2006). Penambahan asam sitrat sebanyak 0,8% pada telur itik Tegal segar mampu meningkatkan daya buih (Rahmawati, 2006).

Suhu

Kondisi lingkungan terutama suhu memiliki pengaruh pada putih telur. Pengocokan telur pada suhu 10-25 oC tidak mempengaruhi pembentukan buih. Pengocokan pada suhu ruang 20-28oC lebih mudah menghasilkan buih daripada yang dilakukan pada suhu rendah (Winarno dan Koswara, 2002).

Asam Sitrat (C6H8O7 )

Asam sitrat merupakan asam organik lemah yang ditemukan pada buah tumbuhan genus citrus (jeruk-jerukan). Senyawa ini merupakan bahan pengawet yang baik dan alami, selain digunakan sebagai penambah rasa masam pada makanan dan minuman ringan. Dalam biokimia, asam sitrat dikenal sebagai senyawa antara dalam siklus asam sitrat, zat ini juga digunakan sebagai zat pembersih yang ramah lingkungan dan sebagai antioksidan (Wikipedia, 2005)

Asam sitrat disebut juga asam sitrun, yang biasa digunakan untuk pembuatan permen, es krim, marmalade, dan pembuatan jelli (Belitz dan Grosch, 1999). Asam sitrat yang dijual di pasar umumnya sudah tidak murni lagi, sedangkan asam sitrat yang biasa digunakan untuk analisis laboratorium adalah asam sitrat murni yang berkonsentrasi 99%. Konsentrasi yang masih dapat ditolerir oleh tubuh manusia sebesar 0,3-0,2 gram per orang per hari, jika melebihi dosis tersebut dapat menyebabkan diare (Kurniawan, 1999). Penambahan lemon juice yang banyak mengandung asam sitrat (citric acid) pada putih telur itik menghasilkan daya buih yang lebih tinggi daripada penambahan asam asetat (Forsythe dan Berquist, 1951).

(26)

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Penelitian berlangsung selama lima bulan dimulai pada bulan Mei hingga September 2005.

Materi

Bahan utama yang dibutuhkan adalah telur ayam ras berumur 0, 7, 14 dan 21 hari masing-masing sebanyak 21, 35, 49 dan 70 butir. Telur yang digunakan diperoleh dari ayam ras galur Hisex Brown umur ± 20 minggu sebanyak 60 ekor yang dipelihara di Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas. Bahan lain yang digunakan adalah asam sitrat 5% dan akuades. Peralatan yang digunakan meliputi egg tray, timbangan elektrik 120 g, termometer, meja kaca, tripod micrometer, spatula, gelas ukur 500 cc, pH meter, tissue,stop watch, dan hand mixerelectric (Philips).

Rancangan Percobaan

Penelitian ini disusun dengan rancangan acak kelompok pola faktorial (Mattjik dan Sumertajaya, 2000). Sebagai perlakuan pertama, yaitu umur telur ayam ras yang terdiri dari 4 taraf, yaitu 0, 7, 14 dan 21 hari. Perlakuan kedua, ialah penambahan asam sitrat, yang terdiri dari 4 taraf faktor, yaitu 0%; 0,8%; 1,6%; dan 2,4%. Sebagai kelompok adalah telur yang dikoleksi dan dikocok pada hari yang berbeda. Jumlah kelompok makin banyak dengan makin lamanya umur simpan telur.

Data yang diperoleh tidak memenuhi syarat ANOVA, sehingga data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah daya dan kestabilan buih putih telur ayam ras pada umur telur dan penambahan asam sitrat yang berbeda.

Prosedur Persiapan Kandang

Tahap ini merupakan tahap awal dari penelitian. Tahap ini diawali dengan melakukan pembersihan tiga kandang dari sekam dan sarang laba-laba, kemudian

(27)

dibersihkan dengan sabun dan disikat pada bagian dalam kandang hingga bersih. Kandang yang telah bersih dan kering dikapur kemudian difumigasi menggunakan desinfektan dengan dosis 60 cc/10 liter air. Kandang yang telah difumigasi lalu dibiarkan selama satu minggu.

Setiap kandang diisi 10 individual cage. Cage yang diperlukan untuk ayam ras sebanyak 30 buah karena setiap cage dapat ditempati oleh dua ekor ayam ras. Individual cage ini diletakkan di atas kaki cage yang terbuat dari kayu dengan tinggi 50 cm dari lantai, kemudian dipasang lampu (10 watt) pada kawat pemisah kandang.

Cage yang telah siap ditempati dipasang tempat makan, tempat minum dan fiber alas feses yang telah bersih. Tempat pakan dan tempat minum yang digunakan masing-masing sebanyak 60 buah dan fiber alas feses sebanyak 30 buah.

Setelah kandang siap digunakan, ayam dara yang berumur ± 20 minggu dimasukkam kedalam individual cage secara acak. Setiap cage ditempati oleh dua ekor ayam ras.

Pemeliharaan

Tahap pemeliharaan ayam ras meliputi pemberian pakan, air minum, vitamin dan pembersihan feses. Pemberian pakan dilakukan tiga kali sehari ad libitum. Pakan yang diberikan dalam bentuk mash. Wadah air disi dan dibersihkan tiga kali sehari. Vitamin perangsang produksi telur atau egg stimulant ditambahkan kedalam air minum dengan dosis 5 g/liter. Pembersihan feses dilakukan tiga kali sehari. Pengukuran suhu harian kandang dilakukan pada pagi, siang dan sore hari.

Pada hari pertama, ayam yang baru datang diberi diberi larutan gula 10% untuk memulihkan kondisinya dan mengurangi stres setelah perjalanan dan juga diberi obat cacing dan dipotong paruhnya.

Penyimpanan Telur

Telur ayam yang diperoleh dari hasil pemeliharaan diberi nomor sesuai dengan nomor ayam ras dan diberi tanggal, lalu ditimbang menggunakan timbangan elektrik 120 g. Hasil pengukuran telur dicatat pada tabel produksi telur harian setiap individu, kemudian diletakkan dalam egg tray lalu disimpan pada

(28)

suhu ruang selama 7, 14, dan 21 hari, sedangkan untuk perlakuan penyimpanan 0 hari langsung dilakukan tahap pengukuran daya dan kestabilan buih putih telur. Suhu dan kelembaban ruang penyimpanan telur ayam ras diukur 3 kali sehari, yaitu pada waktu pagi, siang dan sore hari.

Pengukuran Daya dan Kestabilan Buih

Alat dan bahan yang dibutuhkan disiapkan terlebih dahulu. Gelas ukur yang digunakan dicuci dan dikeringkan, diberi label yang bertuliskan jenis perlakuan dan bobotnya ditimbang.

Telur dipecah di atas meja kaca dan diukur tinggi albumennya menggunakan tripod micrometer. Kuning dan putih telur dipisahkan dengan spatula. Putih telur dimasukkan ke dalam gelas ukur dan kuning telur dimasukkan ke dalam wadah terpisah. Volume dan pH putih telur diukur.

Pengocokan dilakukan pada gelas ukur 500 ml dengan menggunakan hand mixer electric selama lima menit pada kecepatan maksimal 680-700 rpm (skala tiga pada hand mixer electric) hingga terbentuk buih. Pengocokan dilakukan dengan satu buah pengocok. Penambahan asam sitrat 5% dilakukan sesaat sebelum telur dikocok, dengan taraf 0%; 0,8%; 1,6% dan 2,4%. Masing-masing taraf mendapat ulangan yang berbeda sesuai dengan umur telur. Setelah pengocokan selesai, buih yang terbentuk diratakan dengan menggunakan spatula dan diukur volumenya. Buih didiamkan selama satu jam, dan diukur volume tirisan yang terbentuk. Menurut Stadelman dan Cotterill (1995), daya dan kestabilan buih dihitung menggunakan rumus:

Volume buih Daya buih =

Volume putih telur x 100%

Kestabilan buih per jam = 100% - persentase tirisan buih.

Kestabilan buih yang tinggi dihasilkan dari persentase tirisan buih yang rendah. Persentase tirisan dihitung dengan rumus:

Volume tirisan Persentase Tirisan Buih =

(29)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Suhu dan Kelembaban Ruang Penyimpanan Telur

Suhu lingkungan tempat telur disimpan berkisar antara 25-28oC dengan kelembaban 62-69%. Menurut Heath (1977), telur yang disimpan pada suhu 22oC akan mengalami penguapan CO2 yang tinggi dari dalam telur. Menurut Stadelman

dan Cotterill (1995), besarnya penguapan CO2 dan H2O akan mempengaruhi

peningkatan pH putih telur.

pH Putih Telur

Hasil pengukuran pH putih telur ayam ras pada umur dan level penambahan asam sitrat yang berbeda tertera pada Tabel 4.

Tabel 4. pH Putih Telur Ayam Ras pada Umur Telur dan Level Penambahan Asam Sitrat yang Berbeda

Taraf Penambahan Asam Sitrat (%) Umur Telur (hari) 0 0,8 1,6 2,4 ……….(%)……… 0 8,30 7,94 7,44 6,81 7 9,17 9,21 8,85 7,70 14 9,46 8,98 8,48 6,86 21 9,51 9,34 8,50 8,10

Tabel 4 menunjukkan bahwa pH putih telur segar adalah 8,30. pH putih telur meningkat seiring dengan bertambahnya umur telur. Hal ini terjadi karena penguapan CO2 dari dalam telur sebagai akibat penguraian senyawa NaHCO3

menjadi NaOH (Stadelman dan Cotteril 1995). Selanjutnya NaOH ini terurai menjadi ion-ion Na+ dan OH-, sehingga meningkatkan pH putih telur sesuai dengan reaksi berikut:

NaHCO3 ---> NaOH + CO2

NaOH ---> Na+ + OH-

Menurut Stadelman dan Cotterill (1995), besarnya penguapan CO2 dan H2O akan

mempengaruhi peningkatan pH putih telur. Makin lama telur disimpan pH putih telur meningkat.

(30)

Penambahan asam sitrat pada putih telur dapat menurunkan pH putih telur. Hal ini terlihat pada Tabel 4, pH putih telur menurun seiring dengan peningkatan level penambahan asam sitrat ke dalam putih telur ayam ras, baik pada telur segar maupun pada telur berumur 7, 14, dan 21 hari.

Daya Buih Putih Telur Ayam Ras

Hasil pengamatan perlakuan penambahan asam sitrat pada umur telur yang berbeda terhadap daya buih putih telur ayam ras tertera pada Tabel 5.

Tabel 5. Daya Buih Putih Telur Ayam Ras pada Umur Telur dan Level Penambahan Asam Sitrat yang Berbeda

Taraf Penambahan Asam Sitrat (%) Umur Telur (hari) 0 0,8 1,6 2,4 ---%--- --- 0 688,32±108,52 820,63±18,03 795,77±78,68 760,32±182,80 7 671,08±80,73 665,00±146,42 701,43±152,71 655,00±139,64 14 665,74±94,99 690,70±135,93 822,02±157,32 797,70±134,71 21 645,54±90,49 601,66±98,23 619,97±119,03 596,08±104,94

Telur ayam ras segar tanpa penambahan asam sitrat menghasilkan daya buih yang tertinggi dibandingkan dengan telur umur 7, 14 dan 21 hari. Hal ini disebabkan semakin lama telur disimpan maka pH putih telur akan semakin meningkat. Menurut Linden dan Lorient (1999) volume buih putih telur ayam tertinggi dihasilkan pada pH sekitar 8-9. Dalam keadaan tersebut maka pH pada telur ayam ras segar mempunyai pH yang mendekati pH optimal dalam pembentukan buih putih telur, karena memiliki pH 8,30. Telur yang berumur 7, 14 dan 21 hari memiliki rataan pH diatas 9,0. Pada pH yang lebih dari 9,0 pembentukan buih akan terhambat. Hal ini sesuai dengan pendapat Seideman et al. (1963), yang menyatakan bahwa peningkatan pH putih telur hingga mencapai 9,0 akan memecah protein globulin putih telur, sehingga akan menurunkan kemampuan putih telur untuk mengikat udara dalam pembentukan buih.

Penambahan asam sitrat sebanyak 0,8% pada telur ayam ras segar mampu untuk menghasilkan daya buih yang tinggi yaitu sebesar 820,63%. Hasil ini sesuai dengan pendapat Romanoff dan Romanoff (1963) yang menyatakan bahwa jika

(31)

ditambahkan asam sitrat maka daya buih putih telur akan meningkat. Hal ini karena putih telur memiliki bentuk fisik yang kental dan setelah ditambahkan bahan kimia tersebut, terjadi reaksi dengan putih telur sehingga tegangan permukaan putih telur berkurang. Pada keadaan demikian putih telur lebih mudah menangkap udara.

Telur ayam ras umur tujuh hari mempunyai daya buih tertinggi pada penambahan asam sitrat sebanyak 1,6%. Pada telur umur tujuh hari telah terjadi penguapan CO2 dan H2O sehingga mengakibatkan terjadinya transformasi

ovalbumin menjadi s-ovalbumin akibat adanya peningkatan pH. Hal ini yang menyebabkan daya buih telur umur tujuh hari lebih rendah dari pada telur segar karena ovalbumin yang sangat berperan pada proses pembentukan buih telah mengalami transformasi menjadi s-ovalbumin.

Peningkatan pH yang terjadi akibat penyimpanan selama tujuh hari dapat diperbaiki dengan penambahan asam sitrat 1,6%, sehingga pH putih telur menurun mencapai pH optimal kembali seperti pH telur segar. Hal ini sesuai dengan pendapat Lehninger (1992) bahwa protein globular yang terdenaturasi oleh panas atau pH ekstrim akan kembali ke struktur aslinya dan memperoleh kembali aktivitas biologinya, jika protein ini dikembalikan ke pH normalnya secara perlahan-lahan.

Telur umur 14 hari menghasilkan daya buih yang semakin menurun karena penguapan CO2 dalam telur semakin tinggi. Selain itu selama proses penyimpanan

ovalbumin akan berikatan dengan lisozym yang mengakibatkan putih telur menjadi encer dan ovalbumin juga berubah menjadi s-ovalbumin yang mengakibatkan daya buih yang dihasilkan menurun. Daya buih pada telur umur 14 hari dapat diperbaiki dengan menambahkan asam sitrat sebanyak 1,6% pada putih telur sehingga akan menghasilkan daya buih yang tertinggi yaitu 822,02%. Hal ini karena semakin lama umur telur maka pH putih telur akan semakin tinggi, sehingga penambahan asam sitrat yang semakin banyak diperlukan untuk mendekati pH optimum. Penambahan asam sitrat sebanyak 2,4% pada telur umur 14 hari justru menyebabkan pH putih telur menjadi rendah (6,86) dibandingkan dengan penambahan asam sitrat 1,6%. Artinya penambahan asam sitrat tersebut terlalu berlebihan sehingga menyebabkan daya buih turun kembali.

(32)

Penambahan asam sitrat pada putih telur ayam ras yang disimpan 21 hari belum mampu meningkatkan daya buih yang menyamai putih telur ayam ras segar. Hal ini disebabkan terjadinya penurunan kualitas telur setelah mengalami penyimpanan sehingga penambahan asam sitrat sampai taraf tertinggi tidak mampu untuk menghasilkan daya buih yang tinggi.

Perbedaan daya buih pada umur telur 0, 7, 14 dan 21 dengan penambahan asam sitrat pada taraf 0%;0,8%; 1,6% dan 2,4% disajikan pada Gambar 3.

0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 0 7 14 21 Umur (hari) D a y a B u ih ( % ) 0% 0.80% 1.60% 2.40%

Gambar 3. Diagram Daya Buih Putih Telur Ayam Ras dengan Penambahan Asam Sitrat

Dari gambar tersebut tampak bahwa selama penelitian, telur yang memiliki daya buih tertinggi adalah telur yang disimpan selama 14 hari dengan penambahan asam sitrat sebanyak 1,6%. Daya buih yang dihasilkan yaitu sebesar 822,02% dan merupakan daya buih tertinggi optimum seperti yang dikemukakan oleh Georgian Egg Commision (2005) bahwa telur ayam dapat menghasilkan daya buih sebesar 6 sampai 8 kali volume putih telur.

Kestabilan Buih Putih Telur Ayam Ras

Hasil pengamatan penambahan asam sitrat pada umur telur yang berbeda terhadap kestabilan buih putih telur ayam ras disajikan pada Tabel 5. Putih telur segar tanpa penambahan asam sitrat mempunyai kestabilan buih yang tinggi jika

(33)

dibandingkan dengan telur ayam ras yang telah disimpan pada umur 7, 14 dan 21 hari. Menurut Silverside dan Budgell (2004), telur segar memiliki putih telur yang masih kental sehingga tirisan buih yang dihasilkan rendah. Telur yang telah mengalami penyimpanan memiliki putih telur yang encer sehingga tirisan buih yang dihasilkan semakin tinggi.

Tabel 6. Kestabilan Buih Putih Telur Ayam Ras pada Umur Telur dan Level Penambahan Asam Sitrat yang Berbeda

Level Penambahan Asam Sitrat (%) Umur Telur (hari) 0 0,8 1,6 2,4 --- (%) --- 0 96,31±1,39 96,04±0,90 94,67±1,29 96,79±2,04 7 96,29±0,87 95,64±0,69 95,62±1,57 96,13±1,23 14 96,14±1,04 96,63±1,16 98,03±0,81 98,18±0,67 21 96,44±1,86 97,20±1,92 96,49±2,01 97,36±7,54

Kestabilan buih mengalami penurunan seiring lama umur penyimpanan telur yang diperlihatkan dengan tingginya tirisan buih yang dihasilkan, seperti pendapat Romanoff dan Romanoff (1963) bahwa umur telur semakin meningkat maka stabilitas buih putih telur semakin menurun. Pada telur segar kestabilan yang baik diperoleh dari putih telur dengan penambahan asam sitrat sebanyak 2,4% karena menghasilkan persentase tirisan buih yang rendah. Kestabilan buih yang dicapai pada telur segar dengan penambahan asam sitrat sebanyak 2,4% adalah sebesar 96,79%.

Penambahan asam sitrat pada putih telur ayam ras umur 7, 14 dan 21 hari berperan dalam menurunkan persentase tirisan buih pada level penambahan 2,4%, sehingga kestabilan buihnya tinggi. Penambahan asam sitrat sebanyak 2,4% pada telur umur 14 hari mampu meningkatkan kestabilan buih hingga 98,18% yang merupakan kestabilan tertinggi dari semua perlakuan. Penambahan asam sitrat pada putih telur ayam ras dapat menurunkan pH hingga mencapai pH optimum untuk menghasilkan buih yang stabil. Seideman et al. (1963) menyatakan bahwa asam sitrat mempunyai kemampuan untuk mempertahankan ikatan antara udara dengan rantai polipeptida yang terbuka sehingga dapat meningkatkan kestabilan buih. Kestabilan buih berbanding terbalik dengan tirisan buih, semakin sedikit

(34)

tirisan yang dihasilkan maka kestabilan buihnya tinggi, sebaliknya semakin banyak tirisan buih yang terbentuk maka semakin rendah kestabilan buih yang dihasilkan. Selama penyimpanan terjadi penguapan H2O dan CO2 yang

mengakibatkan peningkatan pH putih telur, peningkatan pH akan menyebabkan serabut protein yang membentuk jala di dalam putih telur yaitu ovomucin akan rusak dan pecah, sehingga terjadi pembentukan ikatan kompleks ovomucin-lysozym, sehingga air dari protein putih telur akan keluar dan putih telur menjadi encer, sesuai dengan pendapat Heath (1977).

Perbedaan kestabilan buih pada umur telur 0, 7, 14 dan 21 dengan penambahan asam sitrat pada taraf 0%; 0,8%; 1,6% dan 2,4% disajikan pada Gambar 4. 0 15 30 45 60 75 90 105 0 7 14 21 Umur (hari) K e s ta b ila n B u ih ( % ) 0% 0.80% 1.60% 2.40%

Gambar 4. Diagram Kestabilan Buih Putih Telur Ayam Ras dengan Penambahan Asam Sitrat

(35)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Daya dan kestabilan buih putih telur ayam ras tertinggi tanpa penambahan asam sitrat diperoleh pada telur segar. Makin lama umur telur, daya dan kestabilan buih putih telurnya semakin menurun. Penambahan asam sitrat hingga 1,6% dapat meningkatkan daya dan kestabilan buih pada telur umur 14 hari. Penambahan asam sitrat pada telur umur 21 hari tidak berpengaruh terhadap peningkatan daya dan kestabilan buih karena kualitas telur sudah menurun.

Saran

Pada pembuatan kue yang membutuhkan daya dan kestabilan buih yang tinggi disarankan menggunakan telur ayam segar, jika ingin lebih baik dapat ditambahkan asam sitrat 0,8% sebelum pengocokan. Sedangkan pada telur yang telah mengalami penyimpanan, penambahan asam sitrat dengan taraf yang lebih tinggi mampu untuk meningkatkan daya dan kestabilan buih.

(36)

UCAPAN TERIMAKASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT dengan karunia dan rahmat-Nya yang telah melimpahkan nikmat tak terhingga dan hanya dengan pertolongan-Nya, skripsi ini dapat diselesaikan.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan juga kepada Ir. Niken Ulupi, MS dan Ir. Rukmiasih, MS yang telah banyak membimbing penulis dari pembuatan proposal penelitian hingga tahap terakhir pada penulisan skripsi. Selain itu ucapan terima kasih disampaikan kepada Ir. B. N. Polii, SU dan Ir. Juniar Atmakusuma, MS yang telah menguji, mengkritik, dan banyak memberikan sumbangan pemikiran serta masukan yang dapat membantu dalam penyelesaian skripsi ini, serta Ir. Maman Duldjaman, MS sebagai dosen pembimbing akademik.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada kedua orang tua yang telah banyak membantu, memberi motivasi, doa serta kasih sayang yang tiada hentinya diberikan kepada penulis. Terima kasih juga adik-adik saya Utik dan Nurul.

Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada teman-teman THT’39 terutama Tim buih: Hamidah, Ratih, Dian, Handi, Wian, Edgar, Zaki, Novi, Ratna, Rosidah, Samsudin, Esha, Heidy, Dedi, Anwar, Nanda dan warga Wisma Elegant yang telah memberikan banyak dukungan kepada penulis. Terima kasih kepada Galuh, Hamidah, dan Tyas atas kebersamaan dan persaudaraannya. Terakhir penulis ucapkan terima kasih untuk semua pihak yang telah banyak membantu hingga selesai penulisan skripsi ini, semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2007

(37)

1 DAFTAR PUSTAKA

Alleoni, A. C. C. dan Antunes A. J. 2004. Albumen Foam Stability and S-Ovalbumin Contents in Eggs Coated with Whey Protein Concentrate. Universidade do Norte do Paraná, UNOPAR, Londrina.

Baldwin, R.E. 1973. Functional Properties in Food. Dalam : W.J. Stadelman and O.J Cotterill (Eds), Egg Science and Technology. The Avi Publishing, Westport, Connecticut.

Belitz, H. D. dan W. Grosch. 1999. Food Chemistry. Spinger, Berlin.

Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet, and M Wotton. 1987. Ilmu Pangan. Terjemahan: H. Purnomo dan Adiono. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Charley, H. 1982. Food Science. John Wiley & Sons, Inc., New York

Cherry, J. P. and K. H. Mc. Watters. 1981. Whippability and Aeration. Dalam : J. P. Cherry. Protein Fuctionality in Foods. American Chemical Society, Washington, D. C.

Davis, C. and R. Reeves. 2002. High value opportunities from the chicken egg. A report for Rural Industries Research and Development Corporation. RIRDC Publication No. 02/094.

Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1979. Daftar Komposisi Bahan Bahan Makanan. Bharata Karya Aksara, Jakarta.

Doi, E dan N. Kitabatake.1997. Structure and functionality of Egg Proteins. Dalam : S. Damodaran dan A. Paraf (Editor). Food Proteins and Their Applications. Marcel Dekker, Inc., New York. Basel.

Euribrid. 1974. The Improvements in Hisex Brown are the Result of the Close Interaction between Practical Poultry Keeper and Practice-minded genetic specialist in the Euribrid Organization. Poultry Int. Vol.13. No.6.

Forsythe, R.H. dan D.H. Berquist. 1951. The effect of physical treatments on some properties of egg white. Poultry Sci. 30: 302-311.

Georgian Egg Commission.2005.Albumen. http://www.Georgiaeggs.org/pages/foam. [ 16 Maret 2006]

Hamidah. 2006. Daya dan kestabilan buih telur ayam ras pada umur telur dan level penambahan Cream of Tartar yang berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Heath, J. L. 1977. Chemical and related osmotic changes in egg albumen during storage. J. Poultry Sci. 56: 822-828.

(38)

2 Kurniawan, I. 1991. Pengaruh penambahan asam atau garam asam terhadap daya dan

kestabilan buih putih telur itik Tegal umur satu dan empat belas hari. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Lehninger, A. L. 1982. Dasar-Dasar Biokimia. Jilid 1. Terjemahan. M. Thenawijaya. Penerbit Erlangga, Jakarta.

Linden, G. dan D. Lorient. 1999. New Ingredients in Food Processing. CRC Press, New York.

Mattjik, A.A dan I Made, S. 2002. Perancangan Percobaan. Jilid I. Edisi kedua. Institut Pertanian Bogor Press, Bogor

North, M. O. dan D.D. Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual. The 3rd Edition. Chapman and Hall. New York.

Rahmawati, A. 2006. Daya dan kestabilan buih putih telur itik Tegal pada umur telur dan taraf penambahan asam sitrat yang berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Rhodes, M.B., N. Bennett dan R.E. Feeney. 1960. The trypsin and chymotrypsin inhibitors from avian egg white. J. Biol. Chem. 235:1686-1693

Romanoff, A. L. dan A. F. Romanoff. 1963. The Avian Eggs. John Wiley and Sons. Inc., New York.

Rosidah . 2006. Hubungan umur simpan dengan penyusutan bobot, nilai Haugh Unit, daya dan kestabilan buih putih telur itik Tegal pada suhu ruang. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Seideman, W.E., O. J. Cotterill dan E. M. Funk. 1963. Factors affecting heat coagulation of egg white. Poultry Sci. 42: 406-417.

Septiyandi, E. 2006. Daya dan kestabilan buih telur itik Tegal pada umur telur dan level penambahan Cream of Tartar yang berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Silverside F. G. and K. Budgell. 2004. The relationships among measures of egg albumen height, pH and whipping volume. J. Poultry Sci. 83: 1619-11623. Sirait, C. H. 1986. Telur dan Pengolahannya. Pusat Penelitian dan Pengembangan

Peternakan, Bogor.

Stadelman, W. F. dan O. J. Cotterill. 1995. Egg Science and Technology. 4th Edition. Food Products Press., An Imprint of the Haworth Press, Inc., New York.

Suryono, H. 2006. Daya dan kestabilan buih putih telur itik Tegal dengan penambahan asam asetat pada umur simpan yang berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Wikipedia. 2005. Asam Sitrat. http://id.wikipedia.org/wiki/Asam_sitrat. [10 April 2006].

(39)

3 Winarno, F. G., dan S. Koswara. 2002. Telur: Komposisi, Penanganan dan

Pengolahannnya. M-Brio Press, Bogor.

Winarno, F.G. 1993. Pangan : Gizi, Teknologi dan Konsumen. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Wong, D.W.S. 1989. Mechanism and Theory in Food Chemistry. Van Nostrand Reinhold, New York.

Zayas, J. F. 1997. Functionality of Protein in Food. Springer, Verlag Berlin, Heidenberg.

Gambar

Gambar 1.  Struktur Telur
Tabel 1. Komposisi Kimia Telur Ayam Ras (dalam 100 gram berat bahan)  Telur Ayam Segar
Tabel 2. Protein dalam Putih Telur Ayam
Gambar 2.  Mekanisme Pembentukan Buih             Sumber : Cherry dan McWaters ,1981
+6

Referensi

Dokumen terkait

Daya dan Kestabilan Buih Putih Telur Itik Tegal pada Umur Telur dan Level Penambahan Cream of Tartar yang Berbeda.. Program Studi Teknologi Hasil Temak, Fakultas

Bogor, adalah penelitian yang berjudul Hubungan Umur Simpan dengan Penyusutan Bobot, Nilai Haugh Unit, Daya dan Kestabilan Buih Putih Telur Itik Tegal pada Suhu Ruang.. Skripsi

sidik ragarn menunjukkan bahwa perlakuan pelapisan lilin lebah dan lama penyimpanan berpengaruh sangat nyata (P<0.01) terhadap daya dan kestabilan buih putih telur

lama penyimpanan pada telur maka semakin meningkat daya buih putih telur hingga minggu ke-3, sedangkan pada minggu ke-4 daya buih putih telur cenderung mengalami

Hubungan antara Lama penyimpanan dengan Penyusutan Bobot, Haugh Unit, Daya dan Kestabilan Buih Putih Telur Ayam Ras pada Suhu Ruang.. Program Studi Teknologi Hasil

Tahap kedua adalah pembuatan tepung putih telur itik dengan menggunakan persentase penambahan asam sitrat yang diperoleh pada tahap pertama, kemudian dihitung daya dan kestabilan

Umumnya, telur itik memiliki sifat daya dan kestabilan buih yang lebih rendah dibandingkan dengan telur ayam ras, sehingga pemanfaatan telur itik masih sangat kurang

Semakin lama penyimpanan telur ayam ras yang dicelupkan ke dalam larutan kulit manggis yang disimpan selama empat minggu pada suhu ruang, nilai Indeks Putih