HUBUNGAN UMUR SIMPAN DENGAN PENYUSUTAN BOBOT,
NILAI HAUGH UNIT, DAYA DAN KESTABILAN BUIH
PUTIH TELUR ITIK TEGAL PADA SUHU RUANG
SKRIPSI ROSIDAH
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
RINGKASAN
ROSIDAH. D14202034. 2006. Hubungan Umur Simpan dengan Penyusutan Bobot, Nilai Haugh Unit, Daya dan Kestabilan Buih Putih Telur Itik Tegal pada Suhu Ruang. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Ir. Hj. Niken Ulupi, MS Pembimbing Anggota : Ir. Rukmiasih, MS
Itik Tegal merupakan salah satu ternak unggas lokal yang berperan sebagai sumber pangan dan dapat menghasilkan telur terbanyak kedua setelah ayam. Di samping mudah dalam pemeliharaannya, produktifitas itik Tegal tergolong cukup tinggi. Pemanfaatan telur itik sebagai bahan pembuat kue, masih sangat jarang bila dibandingkan dengan telur ayam. Umumnya telur itik hanya dimanfaatkan untuk pembuatan telur asin. Hal tersebut karena telur itik memiliki daya dan kestabilan buih yang rendah. Kebutuhan konsumen untuk mendapatkan kualitas telur yang bagus sangat diutamakan. Umumnya, para grosir atau warung penjual telur masih menyimpan telur dalam suhu ruang. Telur yang disimpan pada suhu ruang dapat bertahan selama 6 sampai 8 minggu. Sehingga selama penyimpanan pada suhu ruang, telur akan mengalami perubahan kualitas dan penyusutan bobot telur seiring dengan lamanya penyimpanan.
Penelitan ini dilakukan di Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini menggunakan 150 butir telur dari 60 ekor itik Tegal. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis regresi. Penyusutan bobot, nilai Haugh unit, daya dan kestabilan buih putih telur adalah peubah tak bebas (terikat). Umur simpan adalah peubah bebas. Telur disimpan selama 0,3,6,9,12,15,18,21,24,27,30,33,36,39 dan 42 hari (6 minggu). Jumlah ulangan yang digunakan semakin banyak seiring dengan bertambahnya umur simpan.
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa antara umur simpan dengan penyusutan bobot, nilai Haugh unit, daya dan kestabilan buih putih telur terdapat hubungan yang sangat erat (P<0,01). Umur simpan dengan penyusutan bobot terdapat korelasi positif (r = 0,84) dengan persamaan y = 0,47 + 0,06x. Umur simpan dengan nilai Haugh unit terdapat korelasi negatif (r = -0,47) dengan persamaan y = 74,71 - 0,43x. Umur simpan dengan daya buih putih telur terdapat korelasi negatif (r = -0,60) dengan persamaan y = 4,41 – 0,05x. Umur simpan dengan tirisan buih putih telur terdapat korelasi positif (r = 0,49) dengan persamaan y = 0,03 + 0,003x, sehingga dapat dinyatakan pula bahwa umur simpan dengan kestabilan buih putih telur terdapat korelasi negatif. Semakin lama telur itik Tegal disimpan pada suhu ruang, kualitas telur itik akan turun dan daya serta kestabilan buih putih telur menjadi rendah.
ABSTRACT
Corelation Age Storage with the Loss of Weight, Haugh Unit Value, Tegal Duck Albumen Foaming Ability and Stability at Room Temperature
Rosidah, N. Ulupi, and Rukmiasih
Albumen foaming ability and stability are the most important things in cake baking. Duck eggs have a low foaming ability. One of the factors that affect this properties is egg quality during storage. This research was carried out at Poultry Science Laboratory and Animal Product Technology Laboratory. 150 duck egg were used in this research, the storage times were for 0,3,6,9,12,15,18,21,24,27,30,33,36,39, and 42 days. Regression analysis was used in this research. The result showed that storage time significantly the increased the weight loss, and it decreased the Haugh unit (HU) value, duck eggs albumen foaming ability and stability.
HUBUNGAN UMUR SIMPAN DENGAN PENYUSUTAN BOBOT,
NILAI HAUGH UNIT, DAYA DAN KESTABILAN BUIH
PUTIH TELUR ITIK TEGAL PADA SUHU RUANG
ROSIDAH D14202034
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
HUBUNGAN UMUR SIMPAN DENGAN PENYUSUTAN BOBOT,
NILAI HAUGH UNIT, DAYA DAN KESTABILAN BUIH
PUTIH TELUR ITIK TEGAL PADA SUHU RUANG
Oleh ROSIDAH D14202034
Skripsi ini telah disetujui dan telah disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 13 September 2006
Pembimbing Utama Pembimbing Anggota
Ir. Hj. Niken Ulupi, MS Ir. Rukmiasih, MS NIP. 131 284 604 NIP. 131 284 605
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Klayan, Cirebon, pada tanggal 3 Agustus 1984. Penulis
adalah anak kedua dari delapan bersaudara dari pasangan Bapak H. Kadmiri dan
Ibu Hj. Emah (alm).
Penulis menempuh jenjang pendidikan sekolah dasar di SDN Klayan 3,
Cirebon pada tahun 1990-1996. Kemudian melanjutkan pendidikan di SLTPN 1
Kaliwungu, Kabupaten Kendal, Semarang pada tahun I996-1999. Pendidikan
menengah atas diselesaikan penulis di MAN 3 Cirebon pada tahun 1999-2002.
Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Tingkat Persiapan Bersama (TPB) di
Institut Pertanian Bogor pada tahun 2002 melalui jalur USMI dan pada tahun yang
sama penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Teknologi Hasil Ternak,
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Selama mengikuti pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis pernah
menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
(HIMAPROTER) periode 2003-2004 dan Ikatan Kekeluargaan Cirebon (IKC)
periode 2003-2005. Penulis juga pernah mengikuti beberapa kepanitiaan, pelatihan
dan seminar pada kegiatan yang diadakan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Bogor.
KATA PENGANTAR
Segala puji penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang maha pengasih lagi
Maha penyayang atas segala karunia-Nya yang tiada batas telah memberi kekuatan
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Tugas akhir yang penulis
lakukan untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Peternakan Institut Pertanian
Bogor, adalah penelitian yang berjudul Hubungan Umur Simpan dengan Penyusutan Bobot, Nilai Haugh Unit, Daya dan Kestabilan Buih Putih Telur Itik Tegal pada Suhu Ruang.
Skripsi ini merupakan salah satu upaya untuk mengetahui hubungan antara
umur simpan dengan penyusutan bobot, nilai Haugh unit, daya dan kestabilan buih
putih telur itik Tegal. Hal ini di dorong karena telur selama penyimpanan mudah
mengalami kerusakan. Skripsi ini membahas tentang seberapa erat hubungan antara
umur simpan dengan penyusutan bobot, nilai Haugh unit, daya dan kestabilan buih
putih telur itik Tegal yang disimpan pada suhu ruang.
Penulis sangat menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, maka
penulis sangat mengharapkan masukan dan saran agar skripsi ini menjadi lebih baik.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi yang membacanya.
Bogor, September 2006
Penulis
DAFTAR ISI
Penentuan Daya dan Kestabilan Buih Putih Telur ... 17
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 18
Hubungan Umur Simpan dengan Nilai Haugh Unit ... 20
Hubungan Umur Simpan dengan Daya Buih Putih Telur ... 21
Hubungan Umur Simpan dengan Kestabilan Buih Putih Telur ... 23
KESIMPULAN DAN SARAN ... 25
Kesimpulan ... 25
Saran ... 25
DAFTAR PUSTAKA ... 26
UCAPAN TERIMA KASIH ... 28
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Komposisi Zat Gizi Telur Itik dan Telur Ayam ... 6
2. Kategori Kualitas Bobot Telur ... 8
3. Pengaruh Penambahan Bahan Kimia dan Stabilisator terhadap Daya Buih Putih Telur ...
HUBUNGAN UMUR SIMPAN DENGAN PENYUSUTAN BOBOT,
NILAI HAUGH UNIT, DAYA DAN KESTABILAN BUIH
PUTIH TELUR ITIK TEGAL PADA SUHU RUANG
SKRIPSI ROSIDAH
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
RINGKASAN
ROSIDAH. D14202034. 2006. Hubungan Umur Simpan dengan Penyusutan Bobot, Nilai Haugh Unit, Daya dan Kestabilan Buih Putih Telur Itik Tegal pada Suhu Ruang. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Ir. Hj. Niken Ulupi, MS Pembimbing Anggota : Ir. Rukmiasih, MS
Itik Tegal merupakan salah satu ternak unggas lokal yang berperan sebagai sumber pangan dan dapat menghasilkan telur terbanyak kedua setelah ayam. Di samping mudah dalam pemeliharaannya, produktifitas itik Tegal tergolong cukup tinggi. Pemanfaatan telur itik sebagai bahan pembuat kue, masih sangat jarang bila dibandingkan dengan telur ayam. Umumnya telur itik hanya dimanfaatkan untuk pembuatan telur asin. Hal tersebut karena telur itik memiliki daya dan kestabilan buih yang rendah. Kebutuhan konsumen untuk mendapatkan kualitas telur yang bagus sangat diutamakan. Umumnya, para grosir atau warung penjual telur masih menyimpan telur dalam suhu ruang. Telur yang disimpan pada suhu ruang dapat bertahan selama 6 sampai 8 minggu. Sehingga selama penyimpanan pada suhu ruang, telur akan mengalami perubahan kualitas dan penyusutan bobot telur seiring dengan lamanya penyimpanan.
Penelitan ini dilakukan di Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini menggunakan 150 butir telur dari 60 ekor itik Tegal. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis regresi. Penyusutan bobot, nilai Haugh unit, daya dan kestabilan buih putih telur adalah peubah tak bebas (terikat). Umur simpan adalah peubah bebas. Telur disimpan selama 0,3,6,9,12,15,18,21,24,27,30,33,36,39 dan 42 hari (6 minggu). Jumlah ulangan yang digunakan semakin banyak seiring dengan bertambahnya umur simpan.
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa antara umur simpan dengan penyusutan bobot, nilai Haugh unit, daya dan kestabilan buih putih telur terdapat hubungan yang sangat erat (P<0,01). Umur simpan dengan penyusutan bobot terdapat korelasi positif (r = 0,84) dengan persamaan y = 0,47 + 0,06x. Umur simpan dengan nilai Haugh unit terdapat korelasi negatif (r = -0,47) dengan persamaan y = 74,71 - 0,43x. Umur simpan dengan daya buih putih telur terdapat korelasi negatif (r = -0,60) dengan persamaan y = 4,41 – 0,05x. Umur simpan dengan tirisan buih putih telur terdapat korelasi positif (r = 0,49) dengan persamaan y = 0,03 + 0,003x, sehingga dapat dinyatakan pula bahwa umur simpan dengan kestabilan buih putih telur terdapat korelasi negatif. Semakin lama telur itik Tegal disimpan pada suhu ruang, kualitas telur itik akan turun dan daya serta kestabilan buih putih telur menjadi rendah.
ABSTRACT
Corelation Age Storage with the Loss of Weight, Haugh Unit Value, Tegal Duck Albumen Foaming Ability and Stability at Room Temperature
Rosidah, N. Ulupi, and Rukmiasih
Albumen foaming ability and stability are the most important things in cake baking. Duck eggs have a low foaming ability. One of the factors that affect this properties is egg quality during storage. This research was carried out at Poultry Science Laboratory and Animal Product Technology Laboratory. 150 duck egg were used in this research, the storage times were for 0,3,6,9,12,15,18,21,24,27,30,33,36,39, and 42 days. Regression analysis was used in this research. The result showed that storage time significantly the increased the weight loss, and it decreased the Haugh unit (HU) value, duck eggs albumen foaming ability and stability.
HUBUNGAN UMUR SIMPAN DENGAN PENYUSUTAN BOBOT,
NILAI HAUGH UNIT, DAYA DAN KESTABILAN BUIH
PUTIH TELUR ITIK TEGAL PADA SUHU RUANG
ROSIDAH D14202034
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
HUBUNGAN UMUR SIMPAN DENGAN PENYUSUTAN BOBOT,
NILAI HAUGH UNIT, DAYA DAN KESTABILAN BUIH
PUTIH TELUR ITIK TEGAL PADA SUHU RUANG
Oleh ROSIDAH D14202034
Skripsi ini telah disetujui dan telah disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 13 September 2006
Pembimbing Utama Pembimbing Anggota
Ir. Hj. Niken Ulupi, MS Ir. Rukmiasih, MS NIP. 131 284 604 NIP. 131 284 605
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Klayan, Cirebon, pada tanggal 3 Agustus 1984. Penulis
adalah anak kedua dari delapan bersaudara dari pasangan Bapak H. Kadmiri dan
Ibu Hj. Emah (alm).
Penulis menempuh jenjang pendidikan sekolah dasar di SDN Klayan 3,
Cirebon pada tahun 1990-1996. Kemudian melanjutkan pendidikan di SLTPN 1
Kaliwungu, Kabupaten Kendal, Semarang pada tahun I996-1999. Pendidikan
menengah atas diselesaikan penulis di MAN 3 Cirebon pada tahun 1999-2002.
Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Tingkat Persiapan Bersama (TPB) di
Institut Pertanian Bogor pada tahun 2002 melalui jalur USMI dan pada tahun yang
sama penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Teknologi Hasil Ternak,
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Selama mengikuti pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis pernah
menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
(HIMAPROTER) periode 2003-2004 dan Ikatan Kekeluargaan Cirebon (IKC)
periode 2003-2005. Penulis juga pernah mengikuti beberapa kepanitiaan, pelatihan
dan seminar pada kegiatan yang diadakan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Bogor.
KATA PENGANTAR
Segala puji penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang maha pengasih lagi
Maha penyayang atas segala karunia-Nya yang tiada batas telah memberi kekuatan
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Tugas akhir yang penulis
lakukan untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Peternakan Institut Pertanian
Bogor, adalah penelitian yang berjudul Hubungan Umur Simpan dengan Penyusutan Bobot, Nilai Haugh Unit, Daya dan Kestabilan Buih Putih Telur Itik Tegal pada Suhu Ruang.
Skripsi ini merupakan salah satu upaya untuk mengetahui hubungan antara
umur simpan dengan penyusutan bobot, nilai Haugh unit, daya dan kestabilan buih
putih telur itik Tegal. Hal ini di dorong karena telur selama penyimpanan mudah
mengalami kerusakan. Skripsi ini membahas tentang seberapa erat hubungan antara
umur simpan dengan penyusutan bobot, nilai Haugh unit, daya dan kestabilan buih
putih telur itik Tegal yang disimpan pada suhu ruang.
Penulis sangat menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, maka
penulis sangat mengharapkan masukan dan saran agar skripsi ini menjadi lebih baik.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi yang membacanya.
Bogor, September 2006
Penulis
DAFTAR ISI
Penentuan Daya dan Kestabilan Buih Putih Telur ... 17
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 18
Hubungan Umur Simpan dengan Nilai Haugh Unit ... 20
Hubungan Umur Simpan dengan Daya Buih Putih Telur ... 21
Hubungan Umur Simpan dengan Kestabilan Buih Putih Telur ... 23
KESIMPULAN DAN SARAN ... 25
Kesimpulan ... 25
Saran ... 25
DAFTAR PUSTAKA ... 26
UCAPAN TERIMA KASIH ... 28
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Komposisi Zat Gizi Telur Itik dan Telur Ayam ... 6
2. Kategori Kualitas Bobot Telur ... 8
3. Pengaruh Penambahan Bahan Kimia dan Stabilisator terhadap Daya Buih Putih Telur ...
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Struktur Telur ... 4
2. Mekanisme Pembentukan Buih ... 11
3. Grafik Hubungan Umur Simpan dengan Penyusutan Bobot ... 16
4. Grafik Hubungan Umur Simpan dengan Nilai Haugh Unit ... 18
5. Grafik Hubungan Umur Simpan dengan Daya Buih Putih Telur ... 19
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Nilai pH Telur Itik Tegal yang disimpan pada Suhu Ruang ... 30
2. Jumlah Ulangan yang digunakan dalam Pengamatan ... 30
3. Rataan Penyusutan Bobot Telur Itik Tegal yang disimpan pada Suhu Ruang dengan Umur Simpan yang Berbeda ...
31
4. Rataan Nilai Haugh Unit Telur Itik Tegal yang disimpan pada Suhu Ruang dengan Umur Simpan yang Berbeda ...
31
5. Rataan Daya Buih Putih Telur Itik Tegal yang disimpan pada Suhu Ruang dengan Umur Simpan yang Berbeda ...
32
6. Rataan Tirisan Buih Putih Telur Itik Tegal yang disimpan pada Suhu Ruang dengan Umur Simpan yang Berbeda ...
32
7. Analisis Regresi Umur Simpan dengan Penyusutan Bobot ... 33
8. Analisis Regresi Umur Simpan dengan Nilai Haugh Unit ... 33
9. Analisis Regresi Umur Simpan dengan Daya Buih ... 33
PENDAHULUAN Latar Belakang
Potensi peternakan yang cocok untuk dikembangkan di daerah dengan
kondisi alam tropis seperti di Indonesia salah satunya adalah ternak itik petelur. Itik
Tegal merupakan salah satu ternak unggas lokal yang berperan sebagai sumber
pangan dan dapat menghasilkan telur terbanyak kedua setelah ayam. Itik Tegal
berasal dari daerah Tegal, Jawa Tengah. Penyebaran itik Tegal meluas sampai ke
daerah lain, terutama di daerah Jawa Tengah dan Jawa Barat bagian utara. Di
samping mudah dalam pemeliharaannya, produktifitas itik Tegal tergolong cukup
tinggi. Menurut Whendrato dan Madyana (1986) produksi telur itik Tegal Mencapai
250-275 butir per tahun.
Kebutuhan akan protein hewani sangat diperlukan oleh manusia. Hal ini
dapat dilihat akan kesadaran masyarakat dalam mengkonsumsi produk hasil ternak
seperti telur. Telur merupakan salah satu bahan pangan yang memiliki kandungan
gizi yang paling lengkap dan mempunyai asam amino essensial yang paling tinggi
jika dibandingkan dengan hasil ternak lainnya. Telur dapat dimanfaatkan untuk
berbagai keperluan, salah satunya sebagai bahan untuk membuat kue. Hal yang
diperhatikan dalam pembuatan kue adalah daya dan kestabilan buih putih telur.
Pemanfaatan telur itik sebagai bahan pembuat kue, masih sangat jarang bila
dibandingkan dengan telur ayam. Umumnya telur itik hanya dimanfaatkan untuk
pembuatan telur asin. Hal tersebut karena telur itik memiliki daya dan kestabilan
buih yang rendah. Salah satu faktor yang mempengaruhi daya dan kestabilan buih
putih telur adalah kualitas telur selama penyimpanan. Kualitas telur tersebut dapat
dipengaruhi oleh umur simpan telur selama penyimpanan.
Kebutuhan konsumen untuk mendapatkan kualitas telur yang bagus sangat
diutamakan. Umumnya, grosir atau warung penjual telur masih menyimpan telur
dalam suhu ruang. Telur yang disimpan pada suhu ruang dapat bertahan selama 6
sampai 8 minggu. Sehingga selama penyimpanan pada suhu ruang, telur akan
mengalami perubahan kualitas dan penyusutan bobot telur seiring dengan lamanya
penyimpanan. Semakin lama waktu penyimpanan akan mengakibatkan penguapan
Tujuan
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan antara umur simpan
dengan penyusutan bobot, nilai Haugh unit (HU), daya dan kestabilan buih putih
TINJAUAN PUSTAKA Itik
Itik lokal merupakan salah satu unggas lokal yang berperan sebagai sumber
pangan. Pengertian unggas lokal adalah unggas yang telah mengalami domestikasi
dan beradaptasi dengan lingkungan di Indonesia tanpa memperhatikan asal-usul tetua
liarnya (Hardjosworo, 1995). Asal usul ternak itik di Indonesia tidak diketahui secara
pasti tetapi sejak berabad-abad yang lalu pemeliharaan itik sudah dikenal dan
dilakukan oleh petani dan nelayan di pedesaan terutama di daerah dataran rendah
pesawahan, di sekeliling danau, di daerah aliran sungai dan di beberapa daerah
rawa-rawa (Srigandono, 1986).
Srigandono dan Sarengat (1990), menyatakan bahwa populasi itik tersebar
hampir diseluruh wilayah Indonesia, maka itik dikenal dengan nama menurut daerah
atau lokasi asal berkembangnya. Nama tersebut adalah itik Tegal berasal dari Jawa
Tengah, itik Mojosari berasal dari Jawa Timur, itik Bali berasal dari Bali, dan itik
Alabio barasal dari Kalimantan.
Itik Tegal merupakan itik lokal yang memiliki keunggulan tertentu. Seperti
itik lokal lainnya, itik Tegal mampu menempuh jarak jauh bila digembalakan dari
satu tempat ke tempat lainnya. Ciri yang utama dari itik jenis ini adalah bentuk badan
tegak lurus sehingga disebut Indische Loopend. Pada saat berjalan dan jika dilihat dari arah kepala, leher, punggung sampai belakang, bentuknya menyerupai botol dan
warna bulu kebanyakan merah tua, tubuhnya langsing. Kepalanya kecil, matanya
bersinar terang dan terletak dibagian atas dari kepala. Lehernya panjang dan bulat
(Samosir, 1983).
Selain itu produksi telur itik Tegal mencapai 250-275 butir per tahun, dewasa
kelamin rata-rata 175 hari, masa produksi rata-rata 11 bulan per tahun. Bobot telur
rata-rata 65 gram, warna kerabang telur putih kehijauan dan konsumsi ransum itik
dewasa rata-rata 130-150 gram per hari (Whendrato dan Madyana, 1986).
Menurut hasil penelitian Chavez dan Lasmini (1987) itik Tegal mencapai
dewasa kelamin pada umur 178 hari, lamanya mencapai produksi telur 50% sejak
bertelur pertama adalah 33 hari. Puncak persentase produksi telur 83,2% dengan
Telur
Telur adalah salah satu bahan pangan asal ternak yang dikenal bergizi tinggi
karena mengandung zat-zat makanan yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia
seperti asam amino yang lengkap dan seimbang, vitamin serta mempunyai daya
cerna yang tinggi (Sirait, 1986). Telur mempunyai tiga komponen pokok yaitu
kerabang telur (11%), putih telur (58%) dan kuning telur (31%) (Ensminger dan
Nesheim, 1992).Struktur telur menurut Stadelman dan Cotterill (1995) dapat dilihat
pada Gambar 1.
Gambar 1. Struktur Telur (Stadelman dan Cotterill, 1995)
Kerabang Telur
Kerabang telur merupakan bagian telur yang paling keras dan kaku. Fungsi
utamanya sebagai pelindung isi telur dari kontaminasi mikroorganisme (Sirait, 1986).
Komponen dasar kerabang telur adalah 98,2% kalsium, 0,9% magnesium, dan 0,9%
fosfor. Umumnya setiap butir telur terdapat 7.000-17.000 buah pori yang menyebar
di seluruh permukaan kerabang telur (Stadelman dan Cotterill, 1995). Menurut Sirait
(1986) pada bagian tumpul telur, jumlah pori-pori per satuan luas lebih besar
dibandingkan dengan bagian yang lainnya sehingga terjadi rongga udara di sekitar
daerah ini. Pori-pori telur itik berbeda dengan telur ayam, baik dalam jumlah maupun
ukurannya. Pori-pori besar dan kecil itik adalah 0,036 x 0,031 mm dan 0,014 x 0,012
0,011 x 0,009 mm (Romanoff dan Romanoff, 1963). Telur yang masih baru,
pori-porinya masih dilapisi oleh lapisan tipis kutikula yang terdiri dari 90% protein dan
sedikit lemak (Sirait,1986)
Kerabang telur sebagian besar terdiri dari senyawa anorganik, antara lain
garam-garam kalium, garam fosfat dan garam karbonat. Jumlah kadar garam
karbonat, khususnya magnesium karbonat (MgCO3), akan mempengaruhi kekerasan
kerabang telur. Makin tinggi kadar magnesium karbonat makin keras pula kerabang
telur tersebut (Sirait, 1986). Menurut Stadelman dan Cotterill, (1995) kerabang telur
terdiri atas empat lapisan yaitu : (1) lapisan membran kerabang telur, (2) lapisan
mamilari, (3) lapisan bunga karang (spingosa), dan (4) lapisan kutikula.
Putih Telur
Putih telur terdiri dari empat bagian yaitu berturut-turut dari bagian luar
sampai bagian dalam adalah lapisan putih telur encer bagian luar, lapisan putih telur
kental bagian luar, lapisan putih telur encer bagian dalam dan lapisan calazaferous (Nakamura dan Doi, 2000). Lapisan calazaferous merupakan lapisan tipis tapi kuat yang mengelilingi kuning telur dan membentuk ke arah dua sisi yang berlawanan
membentuk calaza (Buckle et al., 1987).
Putih telur mengandung asam karbonat yang merupakan bahan penyusun
larutan buffer putih telur terurai menjadi CO2 dan H2O. Sebagian CO2 dan H2O
tertinggal dan masuk ke dalam kuning telur (Mountney, 1976). Putih telur yang
mengelilingi kuning telur merupakan bagian yang terbesar dari telur utuh (lebih
kurang 60%) (Stadelman dan Cotterill, 1995). Kandungan air putih telur lebih
banyak dibandingkan dengan bagian lainnya sehingga selama penyimpanan bagian
inilah yang paling mudah rusak (Romanoff dan Romanoff, 1963). Kerusakan ini
terjadi terutama disebabkan oleh keluarnya air dari jala-jala ovomucin yang berfungsi sebagai pembentuk struktur putih telur (Belitz dan Grosch, 1999).
Kuning telur
Kuning telur adalah bagian terdalam dari telur, yang terdiri dari membran
vitelin, saluran latebra, lapisan kuning telur gelap, dan lapisan kuning terang. Kuning
telur merupakan emulsi lemak di dalam air yang mengandung 50% bahan padat,
Protein kuning telur yang berikatan dengan lemak disebut lipoprotein dan
yang berikatan dengan fosfor disebut fosfoprotein (Sirait, 1986). Letak kuning telur
berada ditengah-tengah bila telur dalam keadaan normal atau masih segar (Romanoff
dan Romanoff, 1963). Selama penyimpanan akan terjadi migrasi air dari bagian putih
telur ke kuning telur dan mengakibatkan persentase bahan padat turun selama
penyimpanan (Stadelman dan Cotterill, 1995). Komposisi zat gizi telur itik dan ayam
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Zat Gizi Telur Itik dan Ayam dalam 100 gram
Komposisi Telur Itik Telur Ayam
Air (g) 70,0 74,0
Protein (g) 13,1 12,8
Lemak (g) 14,3 11,5
Karbohidrat (g) 0,8 0,7
Kalsium (mg) 56,0 54,0
Fospor (mg) 175,0 180,0
Besi (mg) 2,8 2,7
Vitamin A (SI) 1230,0 900,0
Vitamin B (mg) 0,2 0,1
Kalori (kal) 189,0 162,0
Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1979)
Kualitas Telur
Kualitas telur merupakan kumpulan ciri-ciri telur yang mempengaruhi selera
konsumen (Stadelman dan Cotterill, 1995). Menurut Sirait (1986), faktor-faktor
kualitas yang dapat memberikan petunjuk terhadap kesegaran telur adalah
penyusutan bobot telur, keadaan diameter rongga udara, keadaan putih dan kuning
telur, bentuk dan warna kuning telur serta tingkat kebersihan kerabang telur. Kualitas
telur yang dipengaruhi oleh sifat genetik adalah tekstur dan ketebalan kerabang telur,
jumlah pori-pori kerabang telur, adanya noda darah, banyaknya putih telur kental dan
komposisi kimia telur (Romanoff dan Romanoff, 1963).
Kualitas telur dapat mengalami penurunan selama penyimpanan. Hal ini
pH telur meningkat. Perubahan ini terjadi setelah telur dikeluarkan dari induknya
(Belitz dan Grosch, 1999). Penguapan air melalui kerabang telur, difusi air dari putih
telur ke kuning telur akibat perbedaan tekanan osmotik, terjadinya pelepasan gas
yang menyebabkan pH naik dan struktur gel putih telur rusak. Semua kejadian
tersebut berlangsung terus menerus, sehingga semakin lama telur disimpan isi telur
semakin encer (Romanoff dan Romanoff, 1963). Silversides dan Scott (2000)
melaporkan bahwa tinggi putih telur maksimum pada saat telur dikeluarkan dan nilai
tersebut menurun seiring dengan meningkatnya lama penyimpanan. Kemungkinan
penurunan kualitas bukan hanya disebabkan oleh faktor lamanya waktu
penyimpanan, tetapi juga disebabkan oleh faktor penanganan dan kondisi lingkungan
(Sirait, 1986).
Kualitas telur utuh dinilai secara candling yaitu dengan meletakkan telur dalam jalur sorotan sinar yang kuat sehingga memungkinkan pemeriksaan bagian
dalam. Candling ini memungkinkan penemuan keretakan pada kerabang telur, ukuran serta gerakan kuning telur, ukuran kantong udara, bintik-bintik darah,
kerusakan oleh mikroorganisme, dan pertumbuhan benih. Kerusakan yang menonjol
saja yang dapat diketahui dengan cara candling (Buckle et al., 1987). Aspek kualitas telur dapat dibagi menjadi dua yaitu kualitas eksterior dan interior. Kualitas eksterior
meliputi bentuk dan warna kerabang serta tingkat kebersihan kerabang dan kualitas
interior meliputi keadaan putih telur dan kuning telur (Mountney, 1976).
Kualitas telur akan mengalami kemunduran selama penyimpanan, baik oleh
proses fisiologis mupun oleh bakteri pembusuk. Proses fisiologis berlangsung
dengan laju yang sangat pesat pada penyimpanan suhu ruang (Winarno, 1993).
Perubahan-perubahan yang terjadi selama penyimpanan telur adalah kehilangan
bobot, pertambahan ukuran ruang udara, bercak-bercak pada permukaan kerabang
telur karena penyebaran air yang tidak merata, penurunan jumlah putih telur,
penambahan ukuran kuning telur karena perpindahan air dari putih telur ke kuning
telur, perubahan cita rasa, kehilangan CO2, dan kenaikan pH (Buckle et al., 1987).
Waktu penyimpanan yang semakin lama menyebabkan pori-pori semakin besar dan
rusaknya lapisan mukosa. Air, gas dan bakteri lebih mudah melewati kerabang tanpa
ada yang menghalangi, sehingga penurunan kualitas dan kesegaran telur semakin
Bobot Telur
Kehilangan bobot adalah salah satu perubahan yang nyata selama
penyimpanan dan berkorelasi hampir linier terhadap waktu dibawah kondisi
lingkungan yang konstan (Romanoff dan Romanoff, 1963). Kehilangan bobot ini
disebabkan oleh penguapan air dari dalam albumen serta pada tingkat yang kecil juga
disebabkan lepasnya gas, seperti CO2, amonia, nitrogen dan hidrogen sulfida
(Stadelman dan Cotterill, 1995).
Penurunan bobot telur dapat dipengaruhi keadaan awal dari telur tesebut.
Telur yang bobotnya lebih besar atau sama dengan 58,90 gram mengalami
penurunan bobot yang lebih besar dibandingkan dengan telur yang bobotnya lebih
kecil dari 58,90 gram. Hal ini disebabkan karena perbedaan jumlah pori-pori kulit
telur, perbedaan permukaan tempat udara bergerak dan ketebalan kulit telur yang
berbeda (Sirait, 1986). USDA membagi bobot telur menjadi lima kategori yaitu
jumbo, extra large, large, medium, small dan peewee (Mountney, 1976). Kategori kualitas telur dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kategori Kualitas Bobot Telur
Kategori Bobot minimum telur (gram per butir) Jumbo
Kecepatan penurunan bobot telur dapat diperbesar pada suhu tinggi dan
disertai dengan kelembaban yang relatif rendah. Hal ini terjadi semakin tinggi suhu
penyimpanan dan kelembaban yang rendah, maka semakin besar penguapan air dan
pelepasan CO2 melalui pori-pori kerabang telur (Sirait, 1986). Telur yang disimpan
selama 21 hari lebih besar volume penguapannya daripada telur segar (Heath dan
Owen, 1984). Persentase kehilangan bobot telur sebanyak 9,77% terjadi pada suhu
300C dengan kelembaban relatif 72% selama 30 hari penyimpanan (Sunarlim, 1988).
dikeluarkan oleh induknya dan tidak berhenti sampai telur-telur mengalami dehidrasi
secara sempurna (Romanoff dan Romanoff, 1963).
Nilai Haugh Unit (HU)
Haugh unit (HU) adalah ukuran kualitas telur bagian dalam yang didapat dari
hubungan antara tinggi putih telur dengan bobot telur (Stadelman dan Cotterill,
1995). Nesheim dan Card (1972) mengemukakan rumus Haugh unityang dibuat oleh
Raymound Haugh pada tahun 1937 yaitu :
Haugh unit = 100 log (H + 7,57 – 1,7 W 0,37)
Keterangan : H : tinggi putih telur kental (mm)
W : bobot telur (gram/butir)
Penentuan kualitas telur berdasarkan nilai Haugh unit menurut standar United State Departement of Agriculture (USDA) sebagaimana yang dinyatakan oleh Mountney (1976) adalah nilai Haugh unit lebih dari 72 digolongkan kualitas
AA, antara 60-72 digolongkan kualitas A, antara 31-60 digolongkan kualitas B, dan
kurang dari 31 digolongkan kualitas C (Mountney, 1976). Putih telur adalah salah
satu indikasi dalam menentukan kualitas telur, yaitu berhubungan dengan nilai
Haugh unit. Semakin tinggi putih telur bagian yang kentalnya, maka tinggi pula nilai
Haugh unitnya dan semakin tinggi kualitas telurnya (Stadelman dan Cotterill, 1995).
Menurut Romanoff dan Romanoff (1963), tinggi putih telur yang disimpan selama
90 hari pada suhu 100C mengalami penurunan secara logaritmik negatif.
Daya dan Kestabilan Buih Daya Buih
Salah satu sifat fungsional telur adalah daya buih (Muchtadi dan Sugiyono,
1992). Daya buih adalah ukuran kemampuan putih telur untuk membentuk buih jika
dikocok dan biasanya dinyatakan dalam persen terhadap putih telur. Buih merupakan
dispersi koloid dari fase gas yang terdispersi di dalam fase cair atau fase padat
(Stadelman dan Cotterill, 1995). Buih yang baik memiliki daya buih sebesar 6
sampai 8 kali volume putih telur (Georgian Egg Commission, 2005).
Salah satu daya guna putih telur adalah sebagai pembentuk buih. Semakin
banyak udara yang terperangkap, buih yang terbentuk akan semakin kaku dan
menurun dan jumlah gelembung udara meningkat. Seiring dengan peningkatan
pengikatan udara, buih menjadi stabil dan kehilangan kelembaban serta tampak
mengkilat (Stadelman dan Cotterill, 1995). Daya buih akan meningkat seiring
dengan pertambahan umur telur sampai dengan pH optimum pembentukan buih,
kemudian daya buih akan mengalami penurunan (Barmore, 1934 dalam Romanoff dan Romanoff, 1963).
Kestabilan Buih
Kestabilan buih merupakan ukuran kemampuan struktur buih untuk bertahan
kokoh atau tidak mencair selama waktu tertentu. Indikator kestabilan buih adalah
besarnya tirisan buih selama waktu tertentu dan dinyatakan dalam bobot, volume
atau derajat pencairan buih. Tirisan yang banyak menyatakan kestabilan buihnya
rendah sebaliknya tirisan yang sedikit menyatakan kestabilan tersebut tinggi
(Stadelman dan Cotterill, 1995). Kestabilan buih mempunyai nilai yang berkebalikan
dengan daya buih sampai dengan pH optimal pembentukan buih (Hammershoj dan
Anderson, 2002). Hubungan antara kestabilan buih putih telur terhadap peningkatan
umurya menunjukkan grafik yang semakin menurun (Barmore, 1934 dalam
Romanoff dan Romanoff, 1963)
Mekanisme Pembentukan Buih
Pembentukan buih dari bagian putih telur dilakukan dengan pengocokan.
Mekanisme terbentuknya buih putih telur adalah terbukanya ikatan-ikatan dalam
molekul protein pada waktu pengocokan telur sehingga rantai protein menjadi lebih
panjang, kemudian udara masuk diantara molekul-molekul protein yang rantainya
telah terbuka dan tertahan sehingga volume bagian putih telur menjadi bertambah
(Sirait, 1986).
Menurut Cherry dan McWaters (1981), menyatakan bahwa mekanisme
terjadinya buih karena terbukanya ikatan-ikatan dalam molekul protein sehingga
rantainya lebih panjang, dilanjutkan dengan proses pembentukan lapisan monolayer
(adsorbsi) dan membentuk gelembung. Setelah terbentuknya gelembung, akan terjadi
adsorbsi kontiyu yaitu pembentukan lapisan monolayer kedua untuk mengganti
lapisan atau bagian film yang terdenaturasi. Lapisan protein dari gelembung yang
terjadi proses yang menyebabkan agregasi (penggumpalan) protein dan melemahnya
permukaan ikatan yang terbentuk dan diikuti dengan pecahnya gelembung buih yang
mengakibatkan terpisahnya air yang terdapat dalam komponen tersebut. Air akan
keluar dan membentuk tirisan. Mekanisme pembentukan buih dapat dilihat pada
Gambar 2.
PROTEIN
DENATURASI
PEMBENTUKAN LAPISAN TIPIS
MENANGKAP UDARA
PERBAIKAN BUIH YANG TERBENTUK
KOAGULASI
DISTRUPSI
udara udara
udara udara
udara udara
Gambar 2. Mekanisme Pembentukan Buih Sumber : Cherry dan McWaters ,1981
Pembentukan buih yang stabil memerlukan cairan dengan kuat keregangan
dan elastisitas yang tinggi. Struktur buih yang stabil umumnya dihasilkan dari putih
telur yang mempunyai elastisitas tinggi, sebaliknya volume buih yang tinggi
diperoleh dari putih telur dengan elastisitas rendah. Elastisitas akan hilang jika putih
telur terlalu banyak dikocok atau diregangkan seluas mungkin (Stadelman dan
Protein Putih Telur yang Berperan pada Pembentukan Buih
Protein putih telur memiliki kemampuan membentuk buih yang
berbeda-beda. Protein-protein putih telur yang berperan dalam pembentukan buih adalah
ovalbumin, ovomucin, globulin (Stadelman dan Cotterill, 1995).
Ovalbumin adalah salah satu jenis protein dalam putih telur yang terbanyak (54% dari total protein putih telur) yang mempunyai kemampuan membentuk buih
(Alleoni dan Antunes, 2004). Protein ini pada pembuatan kue akan menggumpal saat
dipanaskan dan akan mempengaruhi struktur dan tekstur kue yang dihasilkan.
Ovalbumin tidak akan hilang akibat pengocokan dan jumlahnya tetap sama dengan kandungan telur segar (Stadelman dan Cotterill, 1995).
Alleoni dan Antunes (2004) mengemukakan bahwa s-ovalbumin merupakan turunan dari ovalbumin. Transformasi ovalbumin menjadi s-ovalbumin terjadi akibat penyimpanan dengan adanya peningkatan pH dan suhu. Jika kandungan s-ovalbumin meningkat, menyebabkan meningkatnya tirisan buih dan menurunkan stabilitas buih.
Ovalbumin sangat mudah terdenaturasi (Whitaker dan Tannenbaum, 1977). Menurut Nakamura dan Doi (2000) ovalbumin terdenaturasi pada pH 4,7. Ovalbumin dapat
membentuk buih yang kuat dan dapat membentuk buih paling baik pada pH sekitar
3,7 sampai 4 (Sirait, 1986).
Ovomucin merupakan protein putih telur yang berbentuk selaput (film) yang tidak larut dalam air dan berfungsi menstabilkan struktur buih (Stadelman dan
Cotterill, 1995). Ovomucin dapat menstabilkan buih karena ovomucin lebih kental serta mengandung karbohidrat yang tinggi sehingga dapat mengikat air (Linden dan
Lorient, 1999). Pengocokan yang berlebihan akan mengakibatkan penggumpalan
sebagian ovomucin dan memperkecil elastisitas gelembung buih. Komposisi ovomucin sebanyak 3,5% dari protein putih telur. Perbedaan putih telur kental dan encer terutama disebabkan karena perbedaan kandungan ovomucinnya. Ovomucin pada putih telur kental kira-kira empat kali lebih besar dari pada di putih telur encer
(Brooks dan Hale, 1961 dalam Stadelman dan Cotterill, 1995).
Globulin merupakan protein yang menentukan kekentalan putih telur dan mengurangi pencairan buih. Globulin mempunyai tegangan permukaan yang rendah sehingga membantu tahapan pembentukan buih. Tegangan permukaan yang rendah
globulin dalam putih telur membutuhkan waktu pengocokan lebih lama untuk mencapai volume tertentu (Stadelman dan Cotterill, 1995).
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Daya dan Kestabilan Buih
Faktor-faktor yang mempengaruhi daya buih adalah umur telur, pengocokan,
dan penambahan bahan-bahan kimia atau stabilisator (Stadelman dan Cotterill,
1995). Menurut Alleoni dan Antunes daya buih dapat dipengaruhi juga oleh
konsentarasi protein, pH, pemanasan, dan komposisi fase cair yang mungkin
mengubah konfigurasi dan stabilitas molekul protein.
Umur Telur. Selama penyimpanan telur akan mengalami penurunan kualitas. Hal ini terjadi karena penguapan CO2 dan air dari dalam telur, sehingga akan
mengakibatkan pH telur meningkat. Perubahan ini terjadi setelah telur dikeluarkan
dari induknya (Belitz dan Grosch, 1999). Penyimpanan telur selama 5 dan 10 hari,
hasil penelitian Silversides dan Budgell (2004) menyebabkan penurunan bobot telur
dan tinggi putih telur, tetapi meningkatkan pH putih telur dan volume buih putih
telur.
pH. Telur yang baru keluar dari induknya mempunyai pH putih telur sekitar 7,6. Penyimpanan pada suhu ruang mengakibatkan nilai pH telur meningkat 9,0 sampai
9,7. Peningkatan pH menyebabkan serabut ovomucin menjadi rusak sehingga terjadi pengenceran isi telur terutama pada telur segar selama penyimpanan (Charley, 1982).
Romanoff dan Romanoff (1963) menyatakan bahwa volume buih putih telur ayam
tertinggi dihasilkan pada pH sekitar 8.
Metode Pengocokan. Proses pengocokan akan mempengaruhi pembentukan daya dan kestabilan buih. Protein ovomucin yang berperan dalam kekentalan putih telur akan terdenaturasi sehingga ukuran partikelnya semakin pendek (Forsythe dan
Berquist, 1950). Menurut Romanoff dan Romanoff (1963) pengocokan yang
dilakukan lebih dari 6 menit tidak akan menambah volume buih, melainkan
memperkecil ukuran gelembung udara.
15 menit akan mengurangi kestabilan buih putih telur (Stadelman dan Cotterill,
1995). Proses pemanasan akan merusak konsentrasi globulin. Proses pemanasan akan mempercepat pecahnya ovomucin-lysozyme diikuti dengan terjadinya denaturasi yang dapat menyebabkan menurunnya daya buih yang dihasilkan (Zayas, 1997).
Penambahan Bahan Lain. Satu tetesan kuning telur dalam 30 ml putih telur dapat mengurangi volume buih putih telur dari yang semula 135 ml menjadi 40 ml
(Cunningham dan Cotterill, 1963). Pengaruh penambahan bahan kimia dan
stabilisator terhadap daya buih putih telur disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Pengaruh Penambahan Bahan Kimia dan Stabilisator terhadap Daya Buih Putih Telur
Bahan Kimia atau Stabilisator
Pengaruh
Anionik surfaktan
Karboksimetil selulosa
Kationik surfaktan
Guar Gum
Non ionik surfaktan
Memperbaiki penampilan putih telur dengan atau tanpa penambahan kuning telur.
Memperbaiki kestabilan kue dan meringues selama dilakukan penyimpanan dalam keadaan beku.
Memperbaiki penampilan putih telur dengan penambahan kuning telur.
Memperbaiki hasil pemasakan meringues dengan microwave.
Merusak penampilan putih telur dengan atau tanpa penambahan kuning telur.
METODE Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas, Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada bulan Mei 2005 – September 2005.
Materi
Materi penelitian yang digunakan adalah 150 butir telur yang dikumpulkan
selama 5 hari dari 60 ekor itik Tegal. Bahan yang digunakan dalam pemeliharaan
ternak adalah pakan, air minum, vitamin, perangsang produksi telur (turbo) dan obat
cacing (triworm). Alat yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut :
kandang, individual cage, tempat pakan, tempat minum, sekop, sprayer, lampu (10 watt), serokan, sikat, kuas, spatula, timbangan 5 kg, sapu lidi, meteran 150 cm,
karung pakan, ember, selang, drum, plastik, termometer, egg tray, timbangan elektrik 120 g, meja kaca, gelas ukur 500 cc, tripod mikrometer, mikrometer, hand mixer, stopwatch, spatula, plastik, dan waskom.
Analisis Data
Penyusutan bobot, nilai Haugh unit, daya dan kestabilan buih putih telur
adalah peubah tak bebas (terikat). Umur simpan adalah peubah bebas. Telur
disimpan selama 0,3,6,9,12,15,18,21,24,27,30,33,36,39 dan 42 hari (6 minggu).
Jumlah ulangan yang digunakan semakin banyak seiring dengan bertambahnya umur
simpan. Data yang diperoleh di analisis dengan menggunakan persamaan regresi.
Model persamaan regresi menurut Mattjik dan Sumertajaya (2002) adalah :
y = a + bx
Keterangan : y = peubah tak bebas atau terikat (penyusutan bobot, nilai Haugh
unit, daya dan kestabilan buih putih telur)
x = peubah bebas (umur simpan)
a = perpotongan dengan sumbu tegak
Prosedur
Metode dalam penelitian terdiri dari beberapa tahap yaitu pemeliharaan
ternak, penyimpanan telur, penentuan penyusutan bobot telur, penentuan nilai haugh
unit dan penentuan daya serta kestabilan buih putih telur.
Pemeliharaan Ternak
Pemeliharaan ternak meliputi pembersihan kandang, pemberian pakan, air
minum, vitamin dan perangsang produksi telur itik.Kandang yang digunakan adalah
individual cage dengan jumlah 60 yang berukuran 30 x 51 x 53 cm. Lebar dan kemiringan penampung telur itik yaitu lebar 15 cm dan kemiringan 5 cm. Ternak
ditempatkan pada individual cage yang sudah disediakan secara acak. Pada hari pertama, itik diberi air minum larutan gula 10%. Pakan dan minum diberikan tiga
kali sehari. Tempat pakan yang digunakan sebanyak 60 buah. Tempat minum yang
digunakan berjumlah 20 buah yang terbuat dari paralon yang berukuran panjang
90 cm dengan diameter 17 cm. Satu tempat minum digunakan untuk 3 cage. Pemberian vitamin dilakukan bersamaan dengan pemberian air minum dan
Pembersihan kandang dilakukan tiga kali sehari.
Penyimpanan Telur
Telur yang digunakan berasal dari hasil koleksi telur yang diambil tiap hari
dari kandang. Telur disimpan, sebelumnya ditimbang bobot awalnya. Hasil
pengukuran tersebut ditulis pada produksi telur harian dan ditaruh pada egg tray. Hari pertama dilakukan pemecahan 3 butir telur dan dilakukan pengukuran terhadap
penyusutan bobot, nilai Haugh unit, daya dan kestabilan buih putih telur. Telur yang
diambil untuk pengamatan dipilih telur yang mempunyai kisaran bobot telur
awal antara 60-75 gram, mempunyai kerabang telur utuh, bersih, tidak pecah atau
tidak retak dan bentuk telur yang normal. Setiap 3 hari sekali dilakukan pengukuran
yang sama sampai umur simpan telur 42 hari (6 minggu). Pengukuran dilakukan
dengan jumlah ulangan yang semakin banyak seiring dengan bertambahnya umur
simpan.
Penentuan Penyusutan Bobot Telur
Penentuan penyusutan bobot telur dilakukan dengan menimbang bobot akhir
kemudian digunakan dalam pengamatan selanjutnya. Penyusutan bobot telur dihitung
dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Penyusutan bobot (g) = bobot awal (g) - bobot akhir (g)
Penentuan Kualitas Telur (Nilai Haugh Unit)
Penentuan kualitas telur dilakukan dengan cara memecah telur pada meja
kaca untuk mengetahui tinggi putih telur. Haugh unit telur dihitung dengan
menggunakan rumus Haugh unit (Nesheim dan Card, 1972).
HU = 100 Log (H + 7,57 - 1,7 X W 0,37)
Keterangan : H = tinggi putih telur (mm)
W = bobot akhir telur (g)
Penentuan Daya Buih Putih Telur
Telur ditimbang bobot akhirnya, dipecah di atas meja kaca, lalu dipisahkan
putih telurnya dengan menggunakan spatula. Putih telur dimasukkan ke dalam gelas
ukur dan diukur volumenya. Kemudian putih telur dikocok dengan mixer selama
lima menit pada kecepatan 3 (717 rpm). Buih putih telur yang dihasilkan diukur
volumenya pada gelas ukur. Daya buih putih telur dapat dihitung dengan
menggunakan rumus, menurut Stadelman dan Cotterill (1995) sebagai berikut :
Daya Buih = x 100 % Volume Putih Telur
Volume Buih
Penentuan Kestabilan Buih Putih Telur
Buih dibiarkan dalam gelas ukur plastik selama satu jam. Hasil cairan yang
terbentuk diukur untuk mengetahui volume tirisannya. Tirisan buih per jam dapat
dihitung dengan menggunakan rumus, menurut Stadelman dan Cotterill (1995)
sebagai berikut :
Tirisan Buih per Jam = x 100 %
Volume Tirisan Buih Volume Buih
Tirisan buih yang terbentuk berbanding terbalik dengan tingkat
kestabilannya. Hal ini berarti makin tinggi tirisan buih yang terbentuk, tingkat
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hubungan antara Umur Simpan dengan Penyusutan Bobot Telur
Hasil sidik ragam terlihat bahwa penyusutan bobot telur sangat tergantung
pada umur telur (P<0,01) dengan persamaan regresi y = 0,47 + 0,06x (r = 0,84). Hal
ini berarti setiap hari peningkatan umur telur, akan meningkatkan penyusutan bobot
telur sebesar 0,06 gram. Koefisien determinasi (R2) diperoleh sebesar 0,71 yang
berarti keragaman penyusutan bobot telur 71% ditentukan oleh keragaman umur
simpan. Grafik hubungan umur simpan dengan penyusutan bobot telur itik dapat
dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Grafik Hubungan Umur Simpan dengan Penyusutan Bobot Telur
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa telur segar yang disimpan selama tiga
hari mengalami penyusutan bobot dengan rata-rata sebesar 0,43 gram. Telur yang
disimpan selama 42 hari mengalami penyusutan bobot telur dengan rata-rata
sebesar 2,97 gram. Hal ini terjadi karena selama penyimpanan pada suhu ruang, telur
itik mengalami penguapan CO2 dan air dari dalam telur. Penguapan tersebut
mengakibatkan terjadinya penyusutan bobot telur. Menurut Romanoff dan Romanoff
penyimpanan dan berkorelasi hampir linier terhadap waktu dibawah kondisi
lingkungan yang konstan.
Penyusutan bobot dapat dipengaruhi oleh suhu, suhu penyimpanan yang
tinggi akan menurunkan kualitas telur tersebut. Suhu ruang tempat telur disimpan
berkisar antara 250C-280C dengan kelembaban berkisar antara 62%-69%. Suhu yang
tinggi akan menyebabkan penguapan CO2 dan air dari dalam telur semakin cepat
terjadi sehingga telur akan mudah mengalami penyusutan bobot telur. Penyimpanan
pada suhu tinggi dan disertai dengan kelembaban yang rendah akan memperbesar
penguapan CO2 dan air melalui pori-pori kerabang telur (Sirait, 1986). Peguapan CO2
dari dalam telur diakibatkan oleh terurainya senyawa NaHCO3 menjadi NaOH,
kemudian NaOH ini akan terurai kembali menjadi ion-ion Na+ dan OH- sehingga
mengakibatkan pH putih telur meningkat. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Silverside dan Scott (2000). Penyimpanan pada suhu tinggi dapat menyebabkan
perubahan protein putih telur lebih banyak dibanding penyimpanan pada suhu rendah
(Koehler, 1974).
Hubungan antara Umur Simpan dengan Nilai Haugh Unit (HU)
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa antara umur simpan dengan nilai
Haugh unit telur terdapat hubungan negatif yang sangat erat (P<0,01) dengan
persamaan regresi y = 74,71 - 0,43x (r = -0,47). Hal ini berarti setiap hari
peningkatan umur telur, akan menurunkan nilai Haugh unit telur sebesar 0,43.
Koefisien determinasi (R2) diperoleh sebesar 0,23 yang berarti keragaman nilai
Haugh unit telur 23% ditentukan oleh keragaman umur simpan. Grafik hubungan
umur simpan dengan nilai Haugh unit dapat dilihat pada Gambar 4.
Telur itik yang masih segar memiliki nilai Haugh unit yang tinggi. Hasil
pengamatan menunjukkan bahwa telur segar memiliki nilai Haugh unit rata-rata
sebesar 85,59. Menurut Mountney (1976) nilai Haugh unit lebih dari 72 digolongkan
kualitas AA. Hal ini terjadi karena pada telur segar pori-pori kerabang telurnya masih
kuat dilapisi oleh lapisan tipis kutikula sehingga penguapan CO2 dan air yang terjadi
masih sedikit. Fungsi kutikula adalah untuk mencegah penetrasi mikroba melalui
kerabang telur, mengurangi evaporasi air yang terlalu cepat dan mencegah masuknya
cairan polar melalui kerabang telur sehingga hanya udara dan air yang dapat masuk
biasanya memiliki putih telur yang kental, semakin tinggi putih telur, nilai Haugh
unit semakin tinggi dan menunjukkan kualitas telur tersebut semakin baik.
y = 74,71 - 0,43x
Gambar 4. Grafik Hubungan Umur Simpan dengan Nilai Haugh Unit (HU)
Haugh unit (HU) merupakan parameter kualitas telur bagian dalam yang
didapat dari hubungan antara tinggi putih telur dengan bobot telur (Stadelman dan
Cotterill, 1995). Nilai Haugh unit akan mengalami penurunan selama penyimpanan.
Faktor penentu Haugh unit adalah tinggi putih telur dan bobot telur. Nilai Haugh unit
telur itik turun dari kualitas AA menjadi kualitas A mulai terjadi pada telur yang
disimpan selama 12 hari dengan nilai Haugh unit rata-rata 68,98. Menurut
Mountney (1976) nilai Haugh unit antara 60-72 digolongkan kualitas A. Telur yang
disimpan pada suhu ruang selama 42 hari (6 minggu) mengalami penurunan nilai
Haugh unit dengan nilai Haugh unit rata-rata 58,82. Menurut Mountney (1976) nilai
Haugh unit antara 31-60 digolongkan kualitas B. Hal ini disebabkan karena tinggi
putih telur yang semakin lama disimpan akan semakin turun dan bobot telur juga
semakin turun selama penyimpanan. Selama penyimpanan terjadi kenaikan pH dan
(Stadelman dan Cotterill, 1995). Dini (1996) menyatakan bahwa lama penyimpanan
berbeda nyata pada dua, empat, enam dan delapan minggu terhadap nilai Haugh unit
telur. Menurut Romanoff dan Romanoff (1963), tinggi putih telur yang disimpan
pada suhu 100C mengalami penurunan secara logaritmik negatif.
Hubungan antara Umur Simpan dengan Daya Buih Putih Telur
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa antara umur simpan dengan daya buih
putih telur terdapat hubungan negatif yang sangat erat (P<0,01) dengan persamaan
regresi y = 4,41 – 0,05x (r = -0,60). Hal ini berarti setiap hari peningkatan umur
telur, akan menurunkan daya buih putih telur sebesar 0,05%. Koefisien determinasi
(R2) diperoleh sebesar 0,36 yang berarti keragaman daya buih putih telur 36%
ditentukan oleh keragaman umur simpan. Grafik hubungan umur simpan dengan
daya buih putih telur dapat dilihat pada Gambar 5.
y = 4,41 - 0,05x
Gambar 5. Grafik Hubungan Umur Simpan dengan Daya Buih Putih Telur
Hasil pengamatan diperoleh bahwa telur itik 0 hari mempunyai rata-rata daya
buih sebesar 388%. Daya buih sebesar 388% artinya jika volume putih telur
sebanyak 40 ml, maka akan terbentuk buih putih telur sebanyak 3,88 kali dari
mempunyai daya buih dengan rata-rata sebesar 273%. Telur segar dalam pengamatan
ini memiliki daya buih lebih tinggi dibandingkan dengan telur yang telah mengalami
penyimpanan selama 42 hari. Hal ini terjadi karena pada saat telur tersebut dikocok
ikatan molekul yang terdapat dalam telur sudah mulai terbuka sehingga ikatan
molekul tersebut akan menjadi lebih panjang dan volume buih menjadi bertambah.
Faktor lain yang menyebabkan tingginya daya buih putih telur tinggi adalah
pH (Alleoni dan Antunnes, 2004). Nilai rataan pH putih telur pada umur 0 hari yang
digunakan dalam penelitian ini adalah 8,09. Nilai pH tersebut mengakibatkan
tingginya daya buih putih telur. Hal ini diduga karena putih telur yang memiliki pH 8
lebih mudah menangkap udara sehingga buih putih telur yang dihasilkan tinggi. Hal
ini sesuai dengan pernyataan Romanoff dan Romanoff (1963) bahwa volume buih
putih telur ayam tertinggi dihasilkan pada pH sekitar 8.
Nilai rataan pH putih telur yang disimpan selama 42 hari adalah 9,54. Hal ini
terjadi karena selama penyimpanan telur akan mengalami penguapan CO2 dan air
yang menyebabkan nilai pH putih telur meningkat. Menurut Mountney (1976)
besarnya penguapan CO2 dan air akan mempengaruhi peningkatan pH putih telur.
Tingginya pH putih telur mengakibatkan buih yang dihasilkannya rendah. Menurut
Seideman et al., (1962) peningkatan pH putih telur hingga mencapai 9,0 akan memecah protein globulin putih telur, sehingga akan menurunkan kemampuan putih telur untuk mengikat udara dalam pembentukan buih.
Hubungan antara Umur Simpan dengan Kestabilan Buih Putih Telur Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa antara umur simpan dengan tirisan
buih putih telur terdapat hubungan positif yang sangat erat (P<0,01) dengan
persamaan regresi y = 0,03 + 0,003x (r = 0,49). Hal ini berarti setiap hari
peningkatan umur telur, akan meningkatkan tirisan buih putih telur sebesar 0,003%.
Koefisien determinasi (R2) diperoleh sebesar 0,24 yang berarti keragaman
penyusutan bobot telur 24% ditentukan oleh keragaman umur simpan. Hal ini dapat
menyatakan pula bahwa umur simpan dengan kestabilan buih putih telur mempunyai
korelasi yang negatif. Tirisan yang banyak menyatakan kestabilan buihnya rendah
sebaliknya tirisan yang sedikit menyatakan kestabilan tersebut tinggi (Stadelman dan
Cotterill, 1995). Grafik hubungan umur simpan dengan tirisan buih putih telur dapat
y = 0,03 + 0,003x
Gambar 6. Grafik Hubungan Umur Simpan dengan Tirisan Buih Putih Telur
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa telur segar mempunyai persentase
tirisan buih putih telur dengan rata-rata 5%. Telur itik yang disimpan selama 42 hari
mempunyai persentase tirisan buih putih telur dengan rata-rata sebesar 15%. Hasil
tersebut dapat disimpulkan bahwa telur segar mempunyai kestabilan buih putih telur
lebih tinggi. Hal ini terjadi karena ovomucin yang berperan pada telur segar sebagai protein pengikat air masih kuat sehingga kestabilan buih putih telur tinggi. Menurut
Stadelman dan Cotterill, (1995) ovomucin merupakan protein yang berfungsi menstabilkan struktur buih putih telur, jika ovomucin terdapat dalam jumlah yang cukup banyak maka buih yang terbentuk akan bersifat stabil. Kerusakan buih putih
telur akan menurun seiring dengan bertambahnya umur telur atau semakin lama
penyimpanan. Sehingga semakin lama penyimpanan telur akan mengakibatkan
kestabilan buih rendah. Romanoff dan Romanoff (1963) menyatakan bahwa
hubungan antara kestabilan buih putih telur terhadap peningkatan umurnya
menunjukkan grafik yang semakin menurun.
Lama penyimpanan berpengaruh terhadap kestabilan buih putih telur karena
semakin lama penyimpanan telur akan mengalami peningkatan pH putih telur yang
rusak. Kestabilan buih merupakan ukuran kemampuan struktur buih untuk bertahan
kokoh atau tidak mencair selama waktu tertentu. Indikator kestabilan buih adalah
besarnya tirisan buih selama waktu tertentu dan dinyatakan dalam bobot, volume
atau derajat pencairan buih (Stadelman dan Cotterill, 1995). Tirisan buih per jam
berbanding terbalik dengan kestabilannya sehingga semakin lama telur disimpan
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Telur itik Tegal semakin lama disimpan pada suhu ruang mengalami
perubahan kualitas yaitu terjadi peningkatan penyusutan bobot dan penurunan nilai
Haugh unit. Perubahan kualitas tersebut mempengaruhi daya dan kestabilan buih
putih telur itik Tegal. Umur simpan dengan penyusutan bobot, nilai Haugh unit, daya
dan kestabilan buih putih telur itik Tegal terdapat hubungan yang sangat erat
(P<0,01). Hubungan umur simpan dengan penyusutan bobot telur berkorelasi positif
dan hubungan umur simpan dengan nilai Haugh unit, daya dan kestabilan buih putih
telur berkorelasi negatif. Semakin lama telur itik disimpan pada suhu ruang, kualitas
telur menjadi turun dan daya serta kestabilan buih putih telur menjadi rendah.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut, bagaimana penurunan kualitasnya jika
DAFTAR PUSTAKA
Alleoni, A.C.C. dan A.J. Antunes. 2004. Albumen foam stability and s-ovalbumen contents in eggs coated with whey protein concentrate. Rev.Bras.Cienc.Avic. Vol 6. No. 2. Campinas/Revista Brasileira de Ciencia Avicola – Balbumen foam stability and s-ovalbumin contents in e 4/9/05.
Belitz, H.D. dan W. Grosch. 1999. Food Chemistry. Spinger, Germany.
Buckle, K.A, R.A. Edward, G.H. Fleet dan M. Wootton. 1987. Ilmu Pangan. Penerjemah H. Purnomo dan Adiono. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Charley, H. 1982. Food Science. John Wiley and Sons, New York.
Chavez dan Lasmini. 1978. Perbandingan Performans Itik-Itik Petelur Pribumi Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.
Cherry, J.P. dan K.H. Mc.Watters. 1981. Whippability and Aeration. Dalam : Protein Fungtionality in Food. American Chemical Society, Washington, D.C.
Cunningham F.E. dan O.J. Cotterill. 1963. Effect of centrifuging yolk-contaminated likuid egg white on functional performance. J. Poultry Department. 283-291.
Dini, S. 1996. Mempelajari pengaruh parafin cair terhadap sifat fisik dan kimia telur ayam ras selama penyimpanan. Skripsi Sarjana Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi . Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.
Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1979. Daftar Komposisi Bahan makanan. Bharata Karya Aksara, Jakarta.
Ensminger, L.E. dan M.C. Nesheim. 1992. Poultry Science. 3rd Edit. Interstate Publisher Inc., US.
Forsythe, R.H dan D.H. Berquist. 1951. The effect of physical treatment on some properties of egg white. J. Poultry Sci. 30 : 302-311.
Georgia Egg Commission. 2005. Albumen. http://www.Georgiaeggs.org/pages/foam. (16 maret 2006).
Hammershoj, M dan J. Anderson. 2002. Egg processing focus on the functional properties of egg albumen powder. J. Poultry International. 41 : 18-24.
Hardjosworo, P.S. 1995. Peluang pemanfaatan potensi genetik dan prospek pengembangan unggas lokal. Proceeding Seminar Nasional dan Teknologi Peternakan. Balitnak Ciawi, Bogor.
Heath, J.L. dan L. Owens. 1985. Expansion and contraction characteristic of albumen and yolk. Poultry Sci. 64: 1098-1105.
Koehler, H.H. 1974. Physicochemical appraisal of changes in egg white during storage. Food Chemistry. Vol. 22. No.2.
Linden, G. and D. Lorient. 1999. New Ingredient in Food Processing. Biochemistry and Agriculture. CRC Press, New York.
Mountney, G.I. 1976. Poultry Tecnology. The 2nd edition. Avi Publishing company Inc. Westport, Connecticut.
Muchtadi, T.R. dan Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor
Nakamura, R. dan Doi. 2000. Egg Processing. Dalam : S. Nakai dan H.W. Modler (Editor). Food Proteins: Processing Aplications. Wiley-VCH, Inc., New York.
Nesheim M.C. dan Card, L.E. 1972. Poultry Production. 3rd Edit. Lea and Febiger, Philadelphia.
Romanoff, A.L dan A. Romanoff. 1963. The Avian Egg. John Wiley and Sons, New York.
Samosir. J.D. 1983. Ilmu Ternak Itik. PT Gramedia, Jakarta.
Seideman, W.E., O.J. Cotterill dan E.M. Funk. 1963. Factors affecting heat coagulation of egg white. Poultry Sci. 42: 406-417.
Silversides, F.G. dan K. Budgell. 2004. The relationships among measures of egg albumen height, pH, and whipping volume. Poultry Sci. 83 : 1619-1623
Silversides, F.G and Scott T.A. 2000. The effect of storage and strain of hen on egg quality. J. Poultry Sci. 79: 1725-1729.
Sirait, C.H. 1986. Telur dan Pengolahannya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.
Srigandono, B. 1986. Ilmu Unggas Air. Gajah Mada University Prees, Yogyakarta.
Srigandono, B dan Sarengat. 1990. Ilmu Beternak Itik. PT. Gramedia, Jakarta.
Stadelman, W.J. dan O.J Cotteril. 1995. Egg Science and Technology. The Avi Publishing, Westport, Connecticut.
Sunarlim, R. 1988. Masalah Mutu Telur dan Penanggulangannya. Poultry Indonesia.
Whendrato I, dan I.M. Madyana. 1986. Beternak Itik Tegal secara Populer. Eka
Offset, Semarang.
Whitaker, J.R. dan S.R. Tannenbaum. 1977. Food Protein. AVI Publishing Compani, Inc., Westport, Connecticut.
Winarno, F.G. 1993. Gizi, Teknologi, dan Konsumen. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala
karunia-Nya yang tiada batas telah memberi nikmat dan kekuatan sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih yang begitu besar kepada Ir. Hj.
Niken Ulupi, MS dan Ir. Rukmiasih, MS selaku dosen pembimbing utama dan dosen
pembimbing anggota yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan
bimbingan dan pengarahan selama penelitian hingga tahap akhir penulisan skripsi
ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dr. Ir. Henny Nuraeni, Msi
sebagai pembimbing akademik yang telah memberi saran dan motivasi kepada
penulis selama penulis belajar di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Kepada Ir. BN Pollii, SU dan Dr. Ir. Sumiyati Msc sebagai dosen penguji, penulis
mengucapkan terima kasih atas saran dan masukan dalam penulisan skripsi ini.
Kepada Ayah, Ibu, kakak saya Maidah dan adik-adik saya Syaifudin,
Sumiyati, Mujahidin, Slamet Riyadi, Hanifaturrizkiyah, dan Ahmad Rifai yang
penulis sayangi, penulis menghaturkan terima kasih atas kasih sayang, motivasi dan
doa yang senantiasa mengiringi langkah penulis. Ucapan terima kasih kepada
teman-teman seperjuangan tim buih : Ana, Anwar, Dedi, Dian, Edgar, Esha, Handi, Heidy,
Hamidah, Ratna, Nanda, Novi, Ratih, Syamsudin, Umi, Wian dan Zaky atas suka dan
duka yang dilalui selama penelitian.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Neny Hidayati, Ulfa, dan
Yaumil atas bantuan dan motivasi kepada penulis. Ucapan terima kasih juga
disampaikan kepada THT 39 dan penghuni “Pondok Anugrah” atas keceriaan, persahabatan dan persaudaraan yang telah diberikan kepada penulis. Terakhir penulis
ucapkan terima kasih kepada semua dosen beserta staf Fakultas Peternakan atas ilmu
dan layanan yang diberikan selama penulis menempuh jenjang pendidikan. Penulis
menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, namun harapan
penulis skripsi ini dapat bermanfaat.
Bogor, September 2006
Lampiran 1. Nilai pH Telur Itik Tegal yang disimpan pada Suhu Ruang dengan Umur Simpan yang Berbeda
Umur simpan (hari) Nilai pH
0
Lampiran 2. Jumlah Ulangan yang digunakan dalam Pengamatan
Umur Simpan (hari) Jumlah Ulangan*)
0
Lampiran 3. Rataan Penyusutan Bobot Telur Itik Tegal yang disimpan pada Suhu Ruang dengan Umur Simpan yang Berbeda
Umur Simpan (hari) Jumlah Ulangan Kisaran Data Rataan
0
Keterangan : * Jumlah ulangan setelah dikurangi data pencilan
Lampiran 4. Rataan Nilai Haugh Unit Telur Itik Tegal yang disimpan pada Suhu Ruang dengan Umur Simpan yang Berbeda
Umur Simpan (hari) Jumlah Ulangan Kisaran Data Rataan
0
Lampiran 5. Rataan Daya Buih Putih Telur Itik Tegal yang disimpan pada Suhu Ruang dengan Umur Simpan yang Berbeda
Umur Simpan (hari) Jumlah Ulangan Kisaran Data Rataan
0
Keterangan : * Jumlah ulangan setelah dikurangi data pencilan
Lampiran 6. Rataan Tirisan Buih Putih Telur Itik Tegal yang disimpan pada Suhu Ruang dengan Umur Simpan yang Berbeda
Umur Simpan (hari) Jumlah Ulangan Kisaran Data Rataan
0
Lampiran 7. Analisis Regresi Umur Simpan dengan Penyusutan Bobot Telur
SK db JK KT F hit r hit r tabel (0,01) P
Regresi 1 76.75 76.75 335.29 0,84 0,21 0,00**
Galat 140 32.05 0.23
Total 141 108.79
Keterangan : ** Sangat berpengaruh nyata
Persamaan Regresi :
Penyusutan Bobot Telur = 0,47 + 0,06 Umur Simpan
S = 0,48 R2 = 0,71 r = 0,84
Lampiran 8. Analisis Regresi Umur Simpan dengan Nilai Haugh Unit
SK db JK KT F hit r hit r tabel (0,01) P
Regresi 1 3528.6 3528.61 40.59 0,47 0,21 0,00**
Galat 140 12170.3 86.93
Total 141 15698.9
Keterangan : ** Sangat berpengaruh nyata
Persamaan Regresi :
Nilai Haugh Unit = 74,71 – 0,43 Umur Simpan
S = 9,32 R2 = 0,23 r = -0,47
Lampiran 9. Analisis Regresi Umur Simpan dengan Daya Buih Putih Telur
SK db JK KT F hit r hit r tabel (0,01) P
Regresi 1 40.77 40.77 78.58 0,60 0,21 0,00**
Galat 140 72.63 0.52
Total 141 113.40
Keterangan : ** Sangat berpengaruh nyata
Persamaan Regresi :
Daya Buih Putih Telur = 4,41 – 0,05 Umur Simpan
Lampiran 10. Analisis Regresi Umur Simpan dengan Tirisan Buih Putih Telur
SK db JK KT F hit r hit r tabel (0,01) P
Regresi 1 0.15 0.15 44.61 0,49 0,21 0,00**
Galat 140 0.48 0.003
Total 141 0.64
Keterangan : ** Sangat berpengaruh nyata
Persamaan Regresi :
Tirisan Buih Putih Telur = 0,03 + 0,003 Umur Simpan