• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metodologi Pemeringkatan untuk Perusahaan Konstruksi*

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Metodologi Pemeringkatan untuk Perusahaan Konstruksi*"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

 

ICRA Indonesia

 

 

Metodologi Pemeringkatan untuk Perusahaan Konstruksi*

Sektor konstruksi di Indonesia memiliki peranan penting dalam perekonomian nasional. Kontribusinya terhadap PDB mencapai sekitar 10,0% atau Rp907,3 triliun pada tahun 2013, antara lain ditopang oleh pembangunan infrastruktur. Pemerintah memiliki pengaruh yang penting pada proyek-proyek infrastruktur dalam hal me nentukan regulasi dan kebijakan untuk mendukung proyek-proyek ini. Sehubungan dengan hal ini, pemerintah telah membentuk Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025, salah satunya untuk mempercepat pembangunan infrastruktur.

Metodologi pemeringkatan ini menjelaskan pendekatan ICRA Indonesia dalam menganalisis risiko bisnis dan keuangan bagi perusahaan konstruksi. Tujuannya adalah sebagai referensi yang dapat digunakan untuk mengevaluasi profil kredit perusahaan yang bergerak dalam bisnis konstruksi. Hal ini untuk membantu emiten, investor dan pelaku pasar lain yang tertarik memahami pendekatan ICRA Indonesia dalam menganalisisis karakteristik risiko kuantitatif dan kualitatif yang mungkin mempengaruhi hasil pemeringkatan.

Kerangka Analisis Risiko ICRA Indonesia untuk Perusahaan Konstruksi

Untuk kemudahan analisis, faktor-faktor ini dapat dikelompokkan sebagai berikut:  Latar Belakang Bisnis dan Posisi Daya Saing

 Posisi Pasar

 Rekam Jejak

 Keragaman Proyek dalam Pesanan (Order Book)

 Analisis Proyek dalam Pesanan – profil risiko dan sifat kontrak

 Kecukupan Sumber Daya

 Efisiensi Operasional dan Kebijakan Manajemen Risiko

 Paparan terhadap Risiko Proyek Bangun-Operasi-Serah (Build-Operate-Transfer/BOT)  Kualitas Manajemen dan Tata Kelola Perusahaan

 Posisi Keuangan

 Keuntungan dan Imbal Hasil

 Struktur Modal dan Cakupan Hutang

 Intensitas Modal Kerja

 Analisis Arus Kas

 Kesenjangan Jatuh Tempo dan Risiko yang Berkaitan dengan Suku Bunga dan Pembiayaan Kembali

 Rekam Jejak Penyelesaian Hutang

 Kewajiban Kontinjensi/Kewajiban di Luar Neraca

 Likuiditas dan Fleksibilitas Keuangan

 Laporan Keuangan Konsolidasi

 Kecukupan Arus Kas Masa Depan

 Kualitas Akuntansi

Latar Belakang Bisnis dan Posisi Daya Saing

Posisi pasar

Perusahaan yang telah dikenal lama di pasar dan bereputasi memiliki posisi yang lebih baik untuk mengajukan penawaran dan melaksanakan proyek-proyek dibandingkan dengan pendatang baru. Posisi pasar yang kuat juga berperan sebagai hambatan masuk ke dalam pasar dan segmen yang dikuasai pemain lama dan memberikan posisi tawar yang lebih tinggi dengan subkontraktor dan

Fitur Pemeringkatan ICRA Indonesia

(2)

   

pemasok. Faktor kunci penentu posisi pasar kontraktor yang dinilai oleh ICRA Indonesia adalah berikut ini:

• Skala operasional: Skala operasional perusahaan konstruksi menunjukkan kekuatan pasar, fleksibilitas operasional, dan kemampuannya untuk melaksanakan proyek berskala besar atau kompleks. Selain itu, ukuran perusahaan menjadi kriteria kualifikasi penting saat penawaran.

• Profil klien dan diversifikasi: Komposisi klien dalam daftar proyek yang dimiliki oleh kontraktor merupakan salah satu indikator posisi pasar. Kehadiran perusahaan berskala besar, proyek-proyek yang didanai pemerintah pusat dan daerah, dan pengalaman bekerja dengan klien luar negeri mencerminkan profil klien yang kuat dan terdiversifikasi dan dipandang sebagai hal yang menguntungkan oleh ICRA Indonesia. Kemampuan kontraktor untuk menjaga hubungan kerja yang kuat dengan klien besar juga dapat diukur dari order yang berulang, minimnya perselisihan serta interaksi dengan klien utama.

• Pertumbuhan pendapatan dan daftar proyek dalam pesanan: Kemampuan eksekusi proyek yang dimiliki kontraktor dan kemampuannya untuk meningkatkan jumlah proyek tercermin dalam pertumbuhan proyek dalam pesanan dan tingkat pendapatan relatif terhadap pesaingnya dan industri konstruksi. Oleh karena itu ICRA Indonesia, dalam analisisnya, membandingkan pertumbuhan atas pendapatan dan proyek dalam pesanan perusahaan tersebut dengan pemain lain yang beroperasi di sektor yang sama. Sementara ICRA Indonesia percaya bahwa proyek dalam pesanan merupakan indikator yang baik dari posisi pasar, peningkatan pesanan yang pesat dapat terjadi akibat kebijakan harga yang agresif dan dapat memiliki dampak negatif terhadap profitabilitas ke depan dan meningkatkan risiko eksekusi karena tantangan yang berkaitan dengan pertumbuhan yang cepat. Di sisi lain, pertambahan proyek baru yang lebih rendah dan penurunan daftar proyek bisa jadi akibat dari ketidakmampuan perusahaan untuk melaksanakan kontrak sebelumnya dan/atau struktur biaya yang tidak menguntungkan, atau kurangnya kapasitas yang timbul dari sisi teknis/keuangan.

Rekam Jejak

Rekam jejak perusahaan konstruksi merupakan input yang penting dalam menilai kemampuan untuk melaksanakan proyek secara efisien. Selain itu, rekam jejak menjadi kriteria penting dalam penawaran dan mencerminkan kemampuan untuk mendapatkan proyek-proyek baru. Saat menilai rekam jejak, fokus perhatian ICRA Indonesia adalah pada ukuran dan kompleksitas proyek yang dilaksanakan, ketepatan waktu dan kualitas konstruksi, efektivitas biaya dan ganti rugi atau denda yang dikenakan oleh klien, jika ada.

• Sektor operasi dan kompleksitas pekerjaan yang dilakukan: Area operasional kontraktor, kompleksitas dan ukuran proyek yang ditangani, dan kemampuan yang ditunjukkan kontraktor di masing-masing sektor dinilai. Perusahaan dengan rekam jejak yang baik dalam melaksanakan proyek-proyek besar dan kompleks seperti pembangkit tenaga air dan proyek terowongan dipandang positif karena menurunkan tekanan kompetisi dan meningkatkan posisi tawar kontraktor dalam hal harga. Sementara itu, kontraktor yang terlibat dalam pekerjaan seperti proyek-proyek irigasi kecil, jalan dan konstruksi bangunan, rentan terhadap intensitas persaingan yang tinggi karena adanya sejumlah besar pemain di segmen ini.

• Komitmen terhadap parameter kualitas, biaya dan waktu dalam penyelesaian proyek: Kinerja kontraktor dalam proyek-proyek yang telah diselesaikan dalam hal komitmen terhadap kualitas, biaya, dan waktu dinilai. Jika pun terjadi keterlambatan atau kenaikan biaya proyek, alasan keterlambatan akan dipelajari untuk memastikan apakah disebabkan oleh kontraktor. Selama pelaksanaan pemeringkatan, ICRA Indonesia juga secara selektif mengunjungi beberapa proyek yang telah selesai dan sedang berjalan serta mengumpulkan umpan balik dari klien utama kontraktor dan pengguna akhir dari proyek.

• Ganti Kerugian/denda: Contoh ganti rugi atau denda yang dipungut oleh klien karena kekurangan dalam hal kualitas, atau keterlambatan penyelesaian proyek, atau pelanggaran kondisi lain oleh kontraktor mengurangi tingkat kenyamanan terhadap kemampuan eksekusi kontraktor. Umpan balik dari para bankir tentang jaminan kinerja berfungsi sebagai masukan penting dalam konteks ini.

Keragaman Proyek dalam Pesanan

Diversifikasi proyek dalam pesanan memberikan stabilitas pendapatan kontraktor karena ketergantungan yang rendah pada daerah geografis, klien, segmen, atau proyek tertentu. Faktor ini

(3)

   

dinilai sehubungan dengan kemampuan perusahaan untuk mengelola keberagaman proyek dan menyelesaikan proyek tersebut sesuai dengan parameter biaya, waktu, dan kualitas yang disepakati.

• Keragaman Geografis: Perusahaan konstruksi harus memenuhi batasan-batasan peraturan, lingkungan, dan keamanan. Batasan-batasan ini bervariasi dari satu daerah ke daerah yang lain, dan karenanya perusahaan yang memiliki keragaman geografis dalam operasional mereka dipandang positif. Keragaman geografis juga mengurangi dampak dari siklus ekonomi atau pengurangan alokasi anggaran untuk pembangunan infrastruktur di masing-masing daerah dan memungkinkan perusahaan menangani keterlambatan proyek dengan lebih baik (dan akan mempengaruhi arus kas) di daerah-daerah yang terkena dampak dari kejadian alam seperti banjir, kekeringan, atau gempa bumi.

• Keragaman Sektoral: Perusahaan yang beroperasi di segmen konstruksi yang beragam seperti jalan, jembatan, pembangkit listrik, minyak & gas, kereta api, dan irigasi memiliki kerentanan yang lebih rendah terhadap risiko regulasi. Selanjutnya, keragaman sektoral juga mengurangi paparan kontraktor terhadap volatilitas permintaan dan persaingan di segmen tertentu. Namun demikian, keragaman tersebut juga perlu dilihat dalam hubungannya dengan kemampuan perusahaan untuk melaksanakan beragam proyek dan rekam jejaknya dalam hal pelaksanaan proyek.

• Keragaman Klien: Dalam sektor konstruksi, ada sejumlah besar pemain yang mengikuti tender untuk proyek Pemerintah Pusat dan Daerah, proyek yang didanai oleh lembaga multilateral serta proyek yang dikerjakan oleh sektor swasta. Tingkat keuntungan, siklus pembayaran dan risiko kredit relatif di entitas-entitas ini bisa bervariasi. Proyek sektor swasta biasanya memiliki proses tender yang lebih pendek dan praktis, dan kemudahan akses ke lokasi proyek serta persetujuan lainnya yang diperlukan juga lebih singkat. Proyek sektor publik, di sisi lain, memberikan stabilitas yang lebih atas pendapatan karena relatif kurang rentan terhadap siklus ekonomi. Secara keseluruhan, kombinasi yang optimal dari proyek-proyek sektor publik dan swasta memungkinkan kontraktor untuk memiliki aliran pendapatan lebih stabil, mengelola modal kerja yang lebih baik, dan juga menurunkan risiko kredit mitra kerja. Selain mengkaji kombinasi klien-klien perusahaan konstruksi ini, ICRA Indonesia juga menganalisis rasio kontrak yang diperoleh dari pihak eksternal dengan yang diperoleh dari kelompok perusahaan kontraktor sendiri; secara umum, semakin tinggi proporsi yang terakhir, fleksibilitas harga berkurang tetapi ketentuan kontrak lebih longgar.

• Keragaman Proyek: Proyek berskala besar umumnya menawarkan margin yang lebih baik, tetapi paparan berlebihan terhadap proyek-proyek besar juga menyebabkan risiko konsentrasi tinggi untuk perusahaan konstruksi. Pada saat yang sama, sejumlah besar kontrak yang lebih kecil dapat meningkatkan risiko eksekusi mengingat pelaksanaan proyek secara simultan menuntut manajemen dan sistem pengelolaan proyek yang lebih baik. ICRA Indonesia, dalam analisisnya, menghitung kontribusi dari lima proyek terbesar dalam buku pesanan kontraktor; nilai yang tinggi (lebih dari 65-70%) menunjukkan risiko konsentrasi yang tinggi untuk perusahaan yang bersangkutan.

Analisis Proyek dalam Pesanan - Profil Risiko dan Sifat Kontrak

Selain keragaman, ICRA Indonesia juga menganalisis daftar proyek dalam buku pesanan kontraktor saat ini, memeriksa profil risiko, kompleksitas, dan sifat dari kontrak untuk menilai berbagai faktor yang dapat menunda pelaksanaan proyek dan/atau berdampak terhadap profitabilitas ke depan.

• Profil Risiko Proyek: Analisis proyek-proyek besar perusahaan dilakukan untuk menilai kemungkinan penundaan dalam pelaksanaannya. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan keterlambatan dalam pelaksanaan proyek dan yang berada di luar kendali kontraktor adalah tidak tersedianya lahan, kurangnya izin lingkungan, tidak adanya persetujuan yang diperlukan lainnya, perubahan kebijakan/peraturan pemerintah, dan keterlambatan dalam mencapai pendanaan (financial closing). Medan yang sulit dan iklim yang tak terduga juga meningkatkan risiko keterlambatan jika penjadwalan konstruksi proyek tidak memiliki ruang untuk kontinjensi. Kompleksitas proyek merupakan faktor penting yang dapat menyebabkan keterlambatan proyek. Dalam hal pendapatan sesuai kontrak tidak cukup untuk menutupi kelebihan biaya proyek dan biaya untuk kapasitas yang tak terpakai, profitabilitas dapat sangat terpengaruh. Selain itu, penundaan ini menyebabkan penundaan arus kas untuk kontraktor dan juga mengurangi kapasitas penawarannya karena rekam jejak proyek yang tertunda.

• Sifat Kontrak: Kontrak konstruksi sering ditentukan dengan dengan asumsi harga input (bahan baku) pada level tertentu. Dengan demikian, setiap peningkatan tajam atas harga bahan baku selama pelaksanaan proyek dapat mendongkrak biaya proyek secara signifikan melampaui perkiraan awal.

(4)

   

Selain itu, keterlambatan pembebasan lahan atau persetujuan peraturan dapat memperpanjang masa konstruksi, sehingga perusahaan akan terkena dampak atas kemungkinan kenaikan harga komoditas. Perusahaan yang telah menandatangani kontrak harga tetap harus menyerap kenaikan harga ini, sehingga akan menurunkan margin keuntungan. Dalam hal kasus kontrak memiliki klausul kenaikan biaya, ICRA Indonesia juga mengkaji syarat klausul dengan tepat sehingga dapat menilai tingkat kenaikan harga yang diperkenankan berdasarkan kontrak untuk menutupi kenaikan biaya yang sebenarnya bagi kontraktor. Misalnya, beberapa kontrak memungkinkan kenaikan harga bahan baku sejalan dengan tingkat inflasi (Indeks Harga Grosir atau WPI) dimana kenaikan yang sebenarnya cenderung jauh lebih tinggi dari tingkat ini, sehingga menyebabkan kontraktor rentan terhadap risiko harga baku terlepas dari adanya klausul kenaikan biaya dalam kontrak. Syarat kontrak penting lainnya yang diperiksa meliputi klausul penalti, kewajiban dan tanggung jawab klien dan kontraktor, syarat pembayaran, kondisi di luar kendali dan fleksibilitas dalam perpanjangan jadwal waktu proyek jika penundaan itu tidak disebabkan kontraktor.

Kecukupan Sumber Daya

Sementara daftar proyek perusahaan telah tumbuh dengan kuat pada masa lalu ditopang oleh investasi yang signifikan di sektor infrastruktur, tidak semua pelaku mampu meningkatkan sumber daya mereka sesuai kebutuhan. Hal ini juga dapat mengakibatkan penundaan yang material dalam penyelesaian proyek. Oleh karena itu ICRA Indonesia, dalam analisisnya, memperhitungkan kecukupan berbagai sumber daya perusahaan yang bersangkutan, yaitu tenaga kerja (tenaga ahli maupun bukan), kapasitas manajemen, sistem manajemen proyek, mesin dan peralatan, dan akses finansial untuk menilai kemampuannya dalam pelaksanaan proyek. Penilaian kemampuan eksekusi kontraktor penting karena keterlambatan pelaksanaan proyek dapat berdampak secara signifikan terhadap profitabilitas dan arus kasnya. Selain itu, penundaan dapat mempengaruhi posisi pasar perusahaan, sehingga berdampak kepada kemampuannya untuk mendapatkan proyek baru maupun lanjutan.

Kemampuan merekrut dan mempertahankan tenaga kerja terampil juga merupakan salah satu tantangan utama bagi kontraktor, sebagaimana pelatihan sumber daya manusia, mengingat meningkatnya kompleksitas proyek. Selain tenaga kerja terampil, hubungan kerja yang baik dengan kontraktor tenaga kerja dan patuh terhadap ketentuan undang-undang tenaga kerja lokal diperlukan untuk menghindari gangguan operasional proyek. Selain faktor-faktor ini, ICRA Indonesia juga melihat profil pengalaman para eksekutif dari perusahaan yang bersangkutan dan turn over karyawan di berbagai tingkatan.

Selain tenaga kerja yang memadai, mekanisasi operasional yang sesuai diperlukan untuk mengoptimalkan waktu konstruksi dan mencapai tingkat kualitas yang diinginkan. ICRA Indonesia menilai basis peralatan yang dipertahankan oleh perusahaan konstruksi dan kesesuaiannya untuk proyek dalam pesanan. Fleksibilitas dalam menyewa peralatan untuk memenuhi kebutuhan proyek tertentu juga diamati. Karena kontraktor dapat melaksanakan beberapa proyek di lokasi yang berbeda pada setiap titik waktu, sistem monitoring proyek yang efektif diperlukan agar manajemen puncak dapat terus memantau kemajuan proyek dan juga membuat intervensi yang tepat jika diperlukan. Selain itu, kemampuan perusahaan untuk mengumpulkan dana baik melalui ekuitas atau hutang sangat penting untuk memenuhi modal kerja dan belanja modal yang diperlukan.

Efisiensi Operasional dan Kebijakan Manajemen Risiko

Perusahaan konstruksi rentan terhadap risiko kenaikan biaya dan oleh karena itu penekanan khusus diberikan kepada efisiensi operasional dan kebijakan manajemen risiko. Efisiensi operasional perusahaan konstruksi tergantung pada berbagai faktor seperti kemampuan operasional, kebijakan dalam penawaran dan tingkat subkontrak yang dilakukan. Kemampuan operasional kontraktor, yang tercermin dari pengendalian terhadap biaya dan kemampuannya untuk menyelesaikan proyek-proyek sesuai dengan persyaratan kontrak, sangat penting untuk mengurangi kelebihan waktu dan biaya pelaksanaan. Faktor-faktor lain seperti subkontrak juga meningkatkan fleksibilitas operasi perusahaan, tetapi pada saat yang sama mengurangi profitabilitas operasi. Sementara subkontrak menjadi hal yang tak terelakkan saat meningkatnya daftar proyek kontraktor, memilih mitra yang dapat dipercaya dan mempertahankan kontrol yang ketat pada jadwal pengiriman dan kualitas layanan sangat penting bagi keberhasilan suatu proyek. Adapun terkait kebijakan penawaran perusahaan, ICRA Indonesia pada saat yang sama juga menilai keseimbangan antara pertumbuhan volume dan margin.

Kebijakan manajemen risiko yang diadopsi oleh perusahaan merupakan masukan penting bagi pemeringkatan. Perusahaan dengan kebijakan dan prosedur formal — di antaranya kewajiban

(5)

   

evaluasi penawaran oleh komite penilaian penawaran, penilaian proyek oleh pihak ketiga, dan kebijakan penawaran yang konsisten, dipandang baik oleh ICRA Indonesia. Sistem pemantauan proyek yang diterapkan oleh perusahaan, kebijakan yang diberlakukan untuk memitigasi risiko kredit, dan mekanisme kontrol lainnya yang diterapkan untuk fungsi-fungsi seperti pengelolaan pasokan dan/atau hubungan dengan subkontraktor dan ulasan tentang kemampuan mengeksekusi proyek mereka juga dinilai.

Paparan terhadap Proyek BOT

Semakin banyaknya proyek kemitraan publik-swasta (PPP), banyak kontraktor beralih ke pengembang proyek dengan berinvestasi dalam proyek-proyek infrastruktur di sektor jalan, listrik, pelabuhan, dan bandara. Tidak seperti dalam kasus kontrak rekayasa, pengadaan dan konstruksi (EPC) di mana kontraktor menerima kompensasi dari klien untuk pelaksanaan proyek, untuk proyek BOT pengembang harus memulihkan biaya dan keuntungan dalam jangka waktu tertentu dari arus kas yang dihasilkan dari aset yang dibangun. Dengan demikian, selain risiko pelaksanaan, proyek BOT juga rentan berbagai risiko lain yang khas dari suatu proyek, termasuk risiko kelebihan waktu dan biaya, risiko pasar dan regulasi.

Proyek BOT dilaksanakan oleh perusahaan yang secara khusus dibentuk untuk proyek tersebut (SPV) dan umumnya pengembang (yang juga kontraktor) juga melakukan kontrak EPC dengan harga tetap dengan SPV. Di satu sisi, laba usaha yang diperoleh dari kontrak EPC sebagian mendanai penyetoran modal yang dilakukan oleh kontraktor di SPV. Di sisi lain, sifat harga tetap dalam kontrak membatasi kemampuan kontraktor untuk memulihkan biaya dalam hal ada kenaikan harga.

Dalam kebanyakan kasus, komponen hutang dalam proyek BOT adalah tanpa pengambilalihan atau dengan pengambialihan secara terbatas pada level induk (kontraktor). Namun, ICRA Indonesia percaya bahwa dalam kasus proyek menghadapi kekurangan dalam memenuhi kewajiban hutang atau kewajiban lainnya, ada kemungkinan bahwa kontraktor akan memberikan dukungan keuangan yang diperlukan sebagai kewajiban moral dan juga untuk melindungi kepentingan dalam proyek tersebut. Oleh karena itu, pada saat menilai profil kredit kontraktor, semua proyek BOT dalam portofolionya juga dianalisis untuk mengetahui sejauh mana risiko setiap proyek dan dukungan keuangan induk perusahaan mungkin harus mencakup proyek-proyek ini apabila dibutuhkan.

Kualitas Manajemen dan Tata Kelola Perusahaan

Selain mengevaluasi kualitas manajemen perusahaan konstruksi, ICRA Indonesia mempertimbangkan pengalaman manajemen kunci perusahaan dalam industri konstruksi dan tingkat pendelegasian wewenang di berbagai tingkatan dalam organisasi. ICRA Indonesia juga menilai kekuatan/kelemahan yang timbul dari emiten yang menjadi bagian dari sebuah "kelompok". Biasanya, pembahasan rinci dilakukan dengan manajemen perusahaan untuk memahami tujuan bisnis, rencana dan strategi, profil risiko, ketergantungan pada hutang, dan pandangannya tentang kinerja masa lalu, selain prospek industri.

Selanjutnya, ICRA Indonesia menganalisis struktur organisasi perusahaan dengan fokus utama pada kualitas manajemen, pendelegasian tanggung jawab, dan akuntabilitas. Industri konstruksi dalam negeri saat ini menghadapi kekurangan tenaga kerja ahli. Kurangnya tenaga ahli menurunkan efisiensi dan meningkatkan kemungkinan tertundanya penyelesaian proyek. Kemampuan manajemen perusahaan untuk mempekerjakan dan mempertahankan karyawan dengan keahlian teknis dipandang baik oleh ICRA Indonesia.

ICRA Indonesia juga memperhitungkan pola kepemilikan perusahaan yang diperingkat. Penyebaran kepemilikan ke pihak non-promotor dan adanya Direktur Independen di Dewan Direksi perusahaan dipandang positif oleh ICRA Indonesia mengingat faktor-faktor ini sering dijadikan indicator untuk kualitas manajemen dan tata kelola perusahaan. Aspek lain yang dinilai sehubungan dengan tata kelola perusahaan difokuskan pada transaksi dengan pihak terkait dan interaksi dengan auditor eksternal.

Posisi Keuangan

Profitabilitas dan Imbal Hasil

Perusahaan dengan marjin keuntungan dan tingkat pengembalian modal yang lebih tinggi memiliki kemampuan lebih besar untuk menghasilkan laba ditahan, menarik modal eksternal, dan mengatasi hambatan bisnis. Tren marjin usaha dan imbal hasil atas modal yang digunakan relatif terhadap biaya

(6)

   

modal perusahaan juga dianalisis untuk menentukan stabilitas arus kas dan kecukupan terhadap kewajiban hutang perusahaan ke depan. Kompleksitas pekerjaan yang dilakukan, adanya klausul kenaikan biaya, dan keberadaan sub-kontraktor adalah beberapa faktor utama yang menentukan profitabilitas perusahaan konstruksi.

Struktur Modal dan Cakupan Hutang

Dengan skala operasional yang meningkat, kebutuhan modal kerja dan belanja modal perusahaan konstruksi juga meningkat secara signifikan, sehingga meningkatkan kebutuhan pendanaan mereka, yang dipenuhi baik melalui ekuitas maupun hutang. ICRA Indonesia, dalam analisis posisi keuangan perusahaan konstruksi, membandingkan rasio hutang-ekuitas dengan pesaingnya untuk menentukan posisi relatif tingkat hutang perusahaan. Selanjutnya, untuk memenuhi komitmen ekuitas mereka dalam proyek-proyek BOT, perusahaan konstruksi cenderung beralih ke peningkatan hutang pada tingkat induk perusahaan, yang menyebabkan hutang naik signifikan dan meningkatkan posisi hutang keseluruhan kelompok usaha. Umumnya, rasio hutang yang konservatif adalah menguntungkan karena mengurangi arus kas keluar untuk pembayaran bunga dan pelunasan pokok hutang. Indikator hutang lainnya juga diperiksa termasuk rasio pembayaran bunga, rasio arus kas bersih terhadap total hutang, dan Debt Service Coverage Ratio (DSCR). Selanjutnya, profil hutang dalam hal periode jatuh tempo dan tingkat bunga rata-rata juga dianalisis.

Intensitas Modal Kerja

Bisnis konstruksi ditandai dengan intensitas modal kerja yang tinggi. Oleh karena itu, evaluasi ICRA Indonesia terhadap posisi keuangan perusahaan konstruksi melibatkan penilaian rinci dari praktek pengelolaan modal kerja, dengan penekanan yang lebih pada kemampuan menghasilkan arus kas. Beberapa faktor yang mempengaruhi kebutuhan modal kerja kontraktor termasuk kebijakan pengelolaan persediaan dan piutang, sistem pemantauan proyek, persyaratan pembayaran (dengan klien), dan daya tawar (dengan pemasok dan sub-kontraktor). Selain ini, kepatuhan terhadap ketentuan kualitas dan waktu, yang terkait dengan kemampuan eksekusi kontraktor, akan memfasilitasi pembayaran dari klien yang lebih cepat. Beberapa kontrak memiliki ketentuan pembayaran uang muka oleh klien yang bersangkutan yang mengurangi kebutuhan modal kerja kontraktor. ICRA Indonesia juga membandingkan berbagai rasio modal kerja kontraktor dengan pesaingnya di sektor yang sama. Setiap penyimpangan yang signifikan dalam rasio seperti jumlah hari pembayaran piutang dagang dan jumlah hari persediaan memberikan indikasi kemungkinan perselisihan dengan klien berkaitan dengan penyelesaian pekerjaan, pengakuan pendapatan, dan/atau pelunasan pembayaran.

Analisis Arus Kas

Kas diperlukan untuk pembayaran kewajiban. Arus kas mencerminkan sumber-sumber kas dan pemanfaatannya. Tren Arus Kas dari Operasi (FFO) kontraktor dianalisis setelah disesuaikan dengan perubahan modal kerja, Arus Kas Yang Ditahan, dan Arus Kas Bebas setelah pembayaran kewajiban hutang dan kebutuhan belanja modal. Analisis arus kas juga membantu dalam memahami kebutuhan pendanaan eksternal yang perlukan perusahaan dalam rangka memenuhi kewajiban yang jatuh tempo.

Kesenjangan Waktu Jatuh Tenpo dan Risiko yang Berkaitan dengan Suku Bunga dan Pembiayaan Kembali

Ketergantungan besar pada pinjaman jangka pendek untuk mendanai investasi jangka panjang dapat membuat perusahaan konstruksi rentan terhadap risiko pembiayaan kembali yang signifikan, terutama saat periode likuiditas ketat. Keberadaan cadangan berupa aktiva likuid/kredit bank untuk memenuhi kewajiban jangka pendek dipandang positif. Demikian halnya, sejauh mana emiten akan terkena dampak pergerakan suku bunga juga dievaluasi.

Rekam Jejak Pembayaran Hutang

Rekam jejak pembayaran hutang perusahaan konstruksi merupakan masukan penting bagi proses pemeringkat surat hutang. Setiap keterlambatan atau gagal bayar di masa lalu dalam pembayaran pokok dan/atau pembayaran bunga mengurangi kepastian mengenai kemampuan dan kesediaan kontraktor untuk membayar hutang.

Kewajiban Kontinjensi/Kewajiban di Luar Neraca

Biasanya, kontraktor harus memberikan jaminan penyelesaian atas proyek yang sedang dikerjakan. Jaminan ini biasanya berupa bank garansi, yang merupakan bagian dari kewajiban kontinjensi kontraktor. ICRA Indonesia, dalam analisisnya, menentukan kemungkinan jaminan tersebut diminta dan hal tersebut akan memberikan tekanan pada arus kas perusahaan. Dalam hal terdapat kewajiban

(7)

   

kontinjen lainnya seperti jaminan perusahaan dan kasus perselisihan, dampak yang sama pada profil kredit kontraktor juga dinilai.

Likuiditas dan Fleksibilitas Keuangan

Likuiditas dalam bentuk kas bebas, investasi likuid, dan fasilitas kredit yang belum digunakan bersama dengan kemampuan penarikan kredit yang cukup dipandang menguntungkan. ICRA Indonesia juga mempertimbangkan kemampuan pendanaan perusahaan dengan menilai akses ke pasar modal dan hubungan yang dekat dengan bank /lembaga keuangan untuk mendapatkan pembiayaan modal kerja dan pinjaman berjangka dengan suku bunga yang bersaing.

Analisis Keuangan Konsolidasi

Dalam kasus kelompok bisnis yang terdiri dari perusahaan-perusahaan dengan hubungan keuangan dan operasional yang kuat, berbagai parameter seperti struktur modal, indikator cakupan hutang, dan kebutuhan pendanaan di masa depan dinilai pada tingkat konsolidasi/kelompok bisnis.

Kecukupan Arus Kas Masa Depan

Karena tujuan utama dari pemeringkatan adalah untuk menilai kecukupan kemampuan pembayaran hutang emiten, ICRA Indonesia memproyeksikan posisi keuangan emiten dalam berbagai skenario. Dalam pemeringkatan perusahaan konstruksi, ICRA Indonesia menilai rencana pertumbuhan, rencana belanja modal, dan metode yang digunakan untuk mendanai rencana ini. Selain itu, ICRA Indonesia memperhitungkan komitmen perusahaan terhadap perusahaan-perusahaan lain dalam kelompok bisnis dan bisnis baru, dan investasi pada anak perusahaan/SPV. Selanjutnya, arus kas ke depan diproyeksikan setelah memperhitungkan daftar proyek sekarang dan perkiraan konversi menjadi pendapatan; perkiraan pertumbuhan; jadwal pembayaran hutang; kebutuhan pendanaan; dan pilihan pendanaan yang tersedia untuk itu. Arus kas ini kemudian digunakan untuk menentukan kemampuan pembayaran hutang perusahaan ke depan dalam berbagai skenario. Selain proyeksi arus kas, rasio lain yang digunakan untuk menilai arus kas adalah Arus Kas Operasi (FFO) terhadap bunga, FFO terhadap hutang serta FFO terhadap belanja modal.

Kualitas Akuntansi

Analisis keuangan dimulai dengan ulasan kualitas laporan keuangan kontraktor. Praktik akuntansi seperti metode pengakuan pendapatan, metode penyusutan dan umur aset, dan perlakuan atas kewajiban kontinjensi ditinjau dan dibandingkan dengan praktik industri. Kebijakan perusahaan tentang pengakuan pendapatan yang disengketakan dan pengungkapan kewajiban kontinjensi juga diperiksa saat menilai kualitas akuntansi. Ketika proyek tertunda, klaim terhadap kapasitas yang tidak digunakan dan kenaikan biaya diajukan oleh kontraktor dan dalam beberapa kasus kontra-klaim diajukan oleh klien. Jika tidak ada mekanisme arbitrase yang efisien, perselisihan tersebut biasanya memakan waktu lama untuk bisa diselesaikan. Perusahaan yang mengakui klaim sebagai pendapatan hanya setelah ditetapkan oleh instansi yang berwenang dipandang baik oleh ICRA Indonesia. Selain itu, jika terdapat kontra-klaim, pencadangan yang memadai dan memasukkannya dalam kewajiban kontijensi dianggap lebih baik.

Kesimpulan

Peringkat kredit ICRA Indonesia adalah representasi simbolis dari opininya atas risiko kredit relatif yang terkait dengan instrumen yang dinilai. Pendapat ini diungkapkan setelah dilakukan evaluasi rinci terhadap risiko bisnis dan keuangan emiten, manajemen dan tata kelola, kekuatan kompetitif, prediksi arus kas sepanjang umur instrumen yang diperingkat, dan kecukupan arus kas tersebut terhadap kewajiban pembayaran hutang. Seperti diulas di atas, untuk perusahaan konstruksi, analisis pemeringkatan diperluas dengan mencakup faktor-faktor seperti kemampuan perusahaan untuk melaksanakan proyek-proyek, besarnya arus kas setelah disesuaikan dengan modal kerja, paparan terhadap proyek BOT, dan kemungkinan munculnya tagihan dari kewajiban kontinjensi.

© Copyright, 2014, ICRA Indonesia. All Rights Reserved.

Semua informasi yang tersedia merupakan infomasi yang diperoleh oleh ICRA Indonesia dari sumber-sumber yang dapat dipercaya keakuratan dan kebenarannya. Walaupun telah dilakukan pengecekan dengan memadai untuk memastikan kebenarannya, informasi yang ada disajikan 'sebagaimana adanya' tanpa jaminan dalam bentuk apapun, dan ICRA Indonesia khususnya, tidak melakukan representasi atau menjamin, menyatakan atau menyatakan secara tidak langsung, mengenai keakuratan, ketepatan waktu, atau kelengkapan dari informasi yang dimaksud. Semua informasi harus ditafsirkan sebagai pernyataan pendapat, dan ICRA Indonesia tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang dialami oleh pengguna informasi dalam menggunakan publikasi ini atau isinya.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan bentuk dan fungsi Kursi Betawi tersebut dapat disaksikan bahwa ergonomi yang ada pada Kursi Betawi sa- ngat mewakili perilaku dari masyarakat Be- tawi, ini tercermin

Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat pengaruh yang signifikan antara motivasi, kepemimpinan, dan lingkungan kerja terhadap kinerja karyawan bagian operasional BOSHE

Pembangunan jalan usaha tani ini dimaksudkan untuk dapat memperlancar mobilitas alat mesin pertanian dan pengangkutan sarana produksi menuju lahan pertanian, serta

Perancangan Sistem Informasi Persiapan Ujian Nasional Tingkat SMP IP Al Madinah yang telah dibuat dengan menggunakan bahasa pemrograman PHP dan database My SQL

Efektivitas Penggunaan Model Co-Operative Learning Tipe Group Investigation Terhadap Minat Dan Hasil Belajar IPA Pada Siswa Kelas V Sd Semester II Tahun Ajaran

1  Harga mahal  netral  Buku tidak ya Isi Perlu Ragam motif  Dilestarikan 2  Kurang media informasi & referensi  Sangat perlu  Buku tidak ya Tampilan menarik

Tablet yang dibuat dengan metode granulasi mempunyai kekerasan yang lebih baik dibanding tablet yang dibuat dengan metode cetak langsung, hal ini dapat dipahami

Mengetahui hubungan antara IQ, intelegensi ganda dengan hasil belajar siswa pada pokok bahasan kesebangunan kelas IX di SMP Baitussalam Surabaya..