• Tidak ada hasil yang ditemukan

Daya dan Kestabilan Buih Putih Telur Ayam Ras Pada Umur Telur dan Level Penambahan Cream of Tartar yang Berbeda.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Daya dan Kestabilan Buih Putih Telur Ayam Ras Pada Umur Telur dan Level Penambahan Cream of Tartar yang Berbeda."

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Alleoni, A. C. C and A. J. Antunes. 2004. Albumen foam stability and s- ovalbumin contents in eggs coated with whey protein concentrate. Rev. Bras. Cienc. Avic. Vol. 6. No.2. Campinas. Revista Brasileira de Ciencia Avicola-Albumen foam stability aqnd s-ovalbumin contents in e 4/9/05.

Baldwin, R. E. 1973. Fungtional properties in Food. The Avi Publ., Co., Inc., Westport, Connecticut.

Belitz, H. D. and W. Grosch. 1999. Food Chemistry. Spinger, Berlin.

Buckle, K. A., R. A. Eddwards., G. H. Fleet., dan M. Wotton. 1998. Ilmu Pangan. Terjemahan: H. Purnomo dan Adiono. Universitas Indonesia – Press. Jakarta.

Buttery, P. J. dan D. B. Lindsay. 1980. Protein Depositions in Animal. Butterworths, London.

Charley, H. 1982. Food Science. John Wiley & Sons, Inc., New York.

Cherry, J. P. dan K. H. Mc. Watters. 1981. Whippability and Aeration. In : J. P. Cherry. Protein Fuctionality in Foods. American Chemical Society, Washington, D. C.

Georgia Egg Commission. 2005. Albumen. hhtp://www.Georgiaeggs.org/pages/ foam. [16 Maret 2006]

Griswold, R. M. 1962. The Experimental Study of Food. Houghton Mifflin Co., Boston.

Hammersoj, M. dan J. Andersen. 2002. Egg processing on the fungtional properties of egg albumen powder. Poultry International. Vol. 41: 18-24.

Heath, J. L. 1977. Chemical and Related Osmotic Changes in Egg Albumen During Storage. J. Poultry Sci. 56: 822-828.

Jinlong. 2002. http://en.jinlongchem.com/cpjs/product/jssj. [12 September 2002].

Johnson, T. M dan Zabik M. E. 1981. Ultrastruktural examination of egg albumen protein foams. Journal of Food Sci, 46: 1237-1240.

Kurniawan, I. 1991. Pengaruh penambahan asam atau garam terhadap daya dan kestabilan buih putih telur itik tegal umur satu dan empat belas hari. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Lehninger, A. L. 1982. Dasar-Dasar Biokimia. Jilid 1. Terjemahan. M. Thenawijaya. Penerbit Erlangga, Jakarta.

Lomakina, K dan K. Mikova. 2006. A study of the faktor affecting the foaming properties of Egg White – a review. Czech J. Food Sci., 24: 110-118.

(2)

27 Mattjik, A. A dan I made, S. 2002. Perancangan Percobaan. Jilid I. Edisi kedua.

Institut Pertanian Bogor Press, Bogor.

Mine, Y. 1995. Recent advances of the understanding of egg white protein functionality. Trends in Food Science & Technology, 6: 225-232.

Muchtadi, T. R. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Nakai, S. dan W. Modler. 2000. Food protein Processing Applications. Whey-VHC, Inc., Ottawa.

Nakamura, R dan Sato Y. 1964b. Studies on foaming property of the chickenegg white. Part X. On the role of ovomucin (B) in the egg white foaminess (the mechanism of foaminess.(2). Agricultural and Biological Chemistry, 28:530-534.

Panda, P. G. 1996. Text Book on Egg and Poultry Technology. Vikas Publishm House Put. Ltd., Hisar.

Poole, S. dan J. C. Fry. 1987. High performance protein foaming and gelation system. Elsevier Applied Science. New York.

Rhodes, M. B., N. Bennett dan R.E. Feeney. 1960. The trypsin and chymotrypsin inhibitors from avian egg white. J. Biol. Chem. 235:1686-1693

Romanoff, A.L dan A.J. Romanoff. 1963. 2nd Ed. The avian Egg. John Willey and Sons. New York.

Sarwono, B. 1995. Pengawetan dan Pemanfaatan Telur. Penebar Swadaya, Jakarta.

Silverside F. G. dan T. A.Scott. 2000. The relationships among measures of egg albumen height, pH and whipping volume. J. Poultry Sci. 83: 1619-11623.

Sirait, C. H. 1986. Telur dan Pengolahannya. Diktat. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor.

Seideman, W. E., O. J. Cotterill dan E. M. Funk. 1963. Factors affecting heat coagulation of egg white. Poultry Sci. 42: 406-417.

Stadelman, W. J. dan O. J. Cotteril. 1995. Egg Science and Technology. 4th Ed. Food Product Press. An Imprint of The Hawort Press, Inc., New York.

Umar. 2000. Kualitas fisik telur ayam kampung segar dipasar tradisional, swalayan dan peternakan di kotamadya Bogor. Skripsi. Ilmu Produksi Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Wilbraham, A. C. dan M. S. Matta. 1992. Pengantar Kimia Organik dan Hayati. Penerbit Institut Teknologi Bandung, Bandung.

Winarno, F. G. dan S. Koswara. 2002. Telur: Komposisi, Penanganan dan Pengolahannya. M-Brio Press. Bogor.

(3)

27 Whitaker, J. R. dan S. R. Tannenbaum. 1977. Food Protein. AVI Publishing

(4)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Telur ayam ras menghasilkan daya buih tinggi pada pH 7,98 – 9,28. Penambahan cream of tartar 0,8% efektif dalam mempertahankan daya buih pada putih telur ayam ras segar dan 7 hari dan meningkatkan daya buih putih telur umur 14 dan 21 hari. Cream of tartar berperan dalam meningkatkan kestabilan buih putih telur ayam ras segar, 7, 14 dan 21 hari pada level penambahan 0,8%.

Saran

(5)

HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ruang

Suhu lingkungan tempat telur disimpan berkisar mulai dari 25-28o C dengan kelembaban 62-69%. Kondisi lingkungan terutama suhu dan kelembaban dapat mempengaruhi kualitas telur. Suhu yang tinggi menyebabkan reduksi jumlah putih telur setelah penyimpanan (Romanoff dan Romanoff, 1963). Menurut Stadelman dan Cotteril (1995), suhu lingkungan selama penyimpanan, lama penyimpanan dan kelembaban yang rendah akan mempercepat penguapan air dari dalam telur sehingga dapat mempercepat terjadinya penyusutan bobot telur.

Penyusutan Bobot Telur

Telur mengalami penyusutan bobot akibat terjadinya beberapa perubahan selama telur disimpan. Rataan penyusutan bobot telur disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Penyusutan Bobot Telur Ayam Ras

Umur Telur Bobot Awal Bobot Akhir Penyusutan ... (g )... ( %) 0 58,54 ± 2,88 58,54 ± 2,88 0 0

7 54,63 ± 2,98 54,06 ± 3,00 0,57 1,04

14 51,55 ± 4,39 50,24 ± 4,00 1,31 2,54

21 53,63 ± 4,45 51,38 ± 4,47 2,25 4,19

(6)

17 pH Putih Telur

Hasil pengukuran pH putih telur ayam ras pada umur dan level penambahan

cream of tartar yang berbeda tertera pada Tabel 4.

Tabel 4. Kisaran pH Putih Telur Ayam Ras pada Umur Telur dan Level Penambahan Cream of Tartar yang Berbeda

Umur Telur Ayam Ras (hari) Penambahan

Cream of

Tartar (%) 0 7 14 21

0,0 7,93 – 8,83 7,98 – 8,92 8,01 – 9,09 8,05 – 9,28

0,8 7,86 – 8,62 7,88 – 8,60 8,00 – 8,88 8,05 – 8,67

1,6 7,28 – 7,66 7,78 – 8,42 7,97 – 8,69 7,71 – 8,67

2,4 7,22 – 7,54 7,77 – 8,41 7,91 – 8,47 7,70 – 8,50

Tabel 4 menunjukkan bahwa pH putih telur segar berkisar antara 7,93 – 8,83. pH putih telur meningkat seiring dengan bertambahnya umur telur. Telur umur 7 hari pH putih telurnya berkisar antara 7,98 – 8,92, pada umur 14 hari pH putih telur berkisar antara 8,01 – 9,09dan pada umur 21 hari pH putih telur berkisar antara 8,05 – 9,28. Hal ini terjadi karena penguapan CO2 dari dalam telur sebagai akibat penguraian senyawa NaHCO3 menjadi NaOH (Stadelman dan Cotteril 1995). Selanjutnya NaOH ini terurai menjadi ion-ion Na+ dan OH-,sehingga meningkatkan pH putih telur sesuai dengan reaksi berikut:

NaHCO3 ---> NaOH + CO2 NaOH ---> Na+ + OH-

Menurut Mountney (1976), besarnya penguapan CO2 dan H2O akan mempengaruhi peningkatan pH putih telur. Makin lama telur disimpan pH putih telur meningkat.

(7)

18 Daya Buih Putih Telur Ayam Ras

Hasil pengamatan pengaruh umur telur yang berbeda terhadap daya buih putih telur ayam ras tertera pada Tabel 5. Data yang diperoleh tidak memenuhi syarat ANOVA, sehingga data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif.

Tabel 5. Daya Buih Putih Telur Ayam Ras pada Umur Telur yang Berbeda

Umur Telur (hari) pH Daya Buih (%)

0 8,29 ± 0,31 688,32±108,52

7 8,83 ± 0,80 671,08± 80,73

14 9,46 ± 0,14 665,74± 94,99

21 9,50 ± 0,07 645,54± 90,19

Dari Tabel 5 terlihat bahwa daya buih putih telur ayam ras semakin menurun seiring dengan bertambahnya umur telur. Hal ini disebabkan peningkatan pH putih telur. Rataan pH pada telur segar adalah 8,29 dan meningkat menjadi 9,5 pada umur 21 hari. Peningkatan pH putih telur akan membentuk ikatan kompleks ovomucin-lysozime yang menyebabkan kondisi putih telur menjadi encer. Kondisi ini berpengaruh terhadap daya buih yang terbentuk.

Hasil pengamatan penambahan cream of tartar yang berbeda terhadap daya buih putih telur ayam ras tertera pada Tabel 6. Dari Tabel 6 terlihat bahwa pada telur segar, pH tertinggi dengan penambahan cream of tartar sebanyak 0, 0,8, 1,6 dan 2,4% berturut-turut 8,70, 8,57, 7,62, dan 7,32. Daya buih yang tinggi (>600%) diperoleh dari putih telur yang mempunyai pH 8,34 – 8,70. Pada penambahan cream of tartar 0,8% perubahan pH yang terjadi tidak terlalu besar sehingga sebagian telur masih memiliki pH lebih dari 7,98 dan menghasilkan daya buih yang tinggi, sedangkan penambahan cream of tartar 1,6 dan 2,4% menyebabkan pH menjadi kurang dari 8,00 dan daya buih yang dihasilkan rendah. Namun demikian, daya buih tertinggi pada telur segar diperoleh dari putih telur yang tanpa penambahan cream of tartar.

(8)

19 Tabel 6. Daya Buih Putih Telur Ayam Ras pada Penambahan Cream of

(9)

20 Pada telur berumur 7 hari, pH tertinggi dengan penambahan cream of tartar

0, 0,8, 1,6 dan 2,4% masing-masing sebesar 9,00, 8,71, 8,60 dan 8,45. Daya buih yang tinggi (>600%) diperoleh dari putih telur yang mempunyai pH 8,11 – 9,00. Pada penambahan cream of tartar 0,8; 1,6 dan 2,4% perubahan pH yang terjadi tidak terlalu besar sehingga sebagian telur masih memiliki pH lebih dari 8,00 dan menghasilkan daya buih yang tinggi. Daya buih putih telur pada pH yang berkisar antara 7,51 – 7,88 termasuk rendah, yakni 525,00; 550,00 dan 575,00%. Namun demikian, daya buih tertinggi pada telur berumur 7 hari diperoleh dari putih telur yang tanpa penambahan cream of tartar.

Pada telur umur 14 hari, pH tertinggi dengan penambahan cream of tartar 0, 0,8, 1,6 dan 2,4% berturut-turut adalah 9,00, 8,97, 8,72, 8,62. Daya buih yang tinggi diperoleh dari putih telur yang mempunyai pH 8,00– 9,00. Penambahan cream of tartar 0,8 dan 1,6% menyebabkan penurunan pH sehingga pH berada pada kisaran 8,00 – 8,97. Pada kisaran pH tersebut menghasilkan daya buih yang tinggi. Penambahan cream of tartar 2,4% menyebabkan sebagian dari jumlah telur yang diamati, putih telurnya memiliki pH antara 7,18 – 7,88, sehingga menghasilkan buih yang rendah. Namun demikian, dari Tabel 6 daya buih tertinggi pada telur umur 14 hari diperoleh dari putih telur dengan penambahan cream of tartar 0,8%.

Pada telur umur 21 hari, pH tertinggi dengan penambahan cream of tartar 0, 0,8, 1,6 dan 2,4% berturut-turut adalah 9,50, 8,35, 8,87, 8,82. Daya buih tinggi diperoleh dari putih telur yang mempunyai pH 8,10 – 9,28. Penambahan cream of tartar 0,8% menurunkan pH putih telur sehingga dapat meningkatkan daya buih. Pada penambahan cream of tartar 1,6 dan 2,4% penurunan pH yang terjadi tidak terlalu besar sehingga sebagian dari jumlah telur yang diamati masih memiliki pH >7,98 dan menghasilkan daya buih yang tinggi. Telur yang memiliki pH kurang dari 7,98 atau lebih dari 9,28 menghasilkan daya buih yang rendah (<600%).

(10)

21 akan kembali menjadi native protein, sehingga daya buih yang dihasilkan dapat kembali meningkat. Hal ini sesuai dengan pendapat Lehninger (1992) bahwa protein globular yang terdenaturasi oleh panas atau pH ekstrim akan kembali ke struktur aslinya dan memperoleh kembali aktivitas biologinya, jika protein ini didinginkan atau dikembalikan ke pH normalnya secara perlahan-lahan. Gambar 4 menunjukkan grafik daya buih putih telur dengan penambahan cream of tartar.

Gambar 4. Grafik Daya Buih Putih Telur Ayam Ras dengan Penambahan

Cream of Tartar

Kestabilan Buih Telur Ayam Ras

Hasil pengamatan penambahan cream of tartar pada umur telur yang berbeda terhadap tirisan buih putih telur ayam ras disajikan pada Tabel 7. Data hasil pengamatan menunjukkan bahwa putih telur ayam ras mempunyai kestabilan buih yang terus menurun seiring dengan bertambahnya umur telur. Hal ini terlihat dari presentase tirisan buih yang semakin meningkat seiring bertambahnya umur telur. Hal tersebut terjadi karena adanya peningkatan pH putih telur selama proses penyimpanan, yakni hingga berkisar antara 8,05 – 9,28.

0

100

200

300

400

500

600

700

800

0

7

14

21

Umur Telur (hari)

Daya B

u

ih (%)

0%

0.8%

1.6%

2.4%

(11)

22 Tabel 7. Tirisan Buih Putih Telur Ayam Ras pada Umur Telur dan Level

Penambahan Cream of Tartar yang Berbeda

Umur Telur Ayam Ras (hari) Penambahan

Cream of

Tartar (%) 0 7 14 21

……….(%)……… 0,0 2,51 – 4,72 3,06 – 4,30 3,09 – 4,73 3,19 – 4,93

0,8 1,36 – 2,92 1,56 – 3,02 0,56 – 1,17 1,03 – 3,71

1,6 1,85 – 3,85 1,58 – 3,68 0,71 – 1,53 1,28 – 4,42

2,4 2,58 – 3,76 2,09 – 3,67 1,08 – 2,68 1,55 – 3,89

Peningkatan pH putih telur menyebabkan rusaknya jala-jala ovomucin sehingga putih telur menjadi encer. Kondisi ini menyebabkan kestabilan buih putih telur semakin menurun, karena ovomucin merupakan protein putih telur yang berfungsi menstabilkan struktur buih. Sirait (1986) menyatakan bahwa semakin banyak kandungan ovomucin maka semakin tinggi kestabilan buihnya.

Penambahan cream of tartar pada putih telur ayam ras umur 0, 7, 14 dan 21 hari berperan dalam menurunkan persentase tirisan buih pada level penambahan 0,8%, sehingga kestabilan buihnya tinggi. Hal ini terjadi karena penambahan cream of tartar pada putih telur ayam ras dapat menurunkan pH hingga mencapai pH optimum untuk menghasilkan buih yang stabil. Seideman (1963) menyatakan bahwa

cream of tartar mempunyai kemampuan untuk mempertahankan ikatan antara udara dengan rantai polipeptida yang terbuka sehingga dapat meningkatkan kestabilan buih. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan cream of tartar pada putih telur ayam ras umur 0, 7, 14 dan 21 hari, dapat menurunkan pH hingga mencapai pH optimum untuk menghasilkan kestabilan buih yang tinggi, yakni pada pH berkisar antara 8,00 – 9,00. Gambar 5 menunjukkan grafik tirisan buih putih telur dengan penambahan cream of tartar.

(12)

23

Gambar 5. Grafik Tirisan Buih Putih Telur Ayam Ras dengan Penambahan

Cream of Tartar

0 0,5

1 1,5

2 2,5

3 3,5

4 4,5

0 7 14 21

Umur Telur (hari)

Tirisan Buih (%)

0% 0.8% 1.6% 2.4%

(13)

METODE Lokasi dan Waktu

Penelitian ini akan dilakukan di Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan IPB. Penelitian berlangsung selama 5 bulan, dimulai pada bulan Mei hingga September 2005.

Materi

Bahan utama yang digunakan adalah telur ayam ras sebanyak 175 butir yang didapatkan dari pemeliharaan 60 ekor ayam ras. Telur yang akan digunakan dikoleksi dan disimpan pada suhu ruang laboratorium. Bahan lain yang digunakan adalah cream of tartar dan aquades. Alat yang digunakan meliputi egg tray, timbangan elektrik 120 g, termometer, higrometer, meja kaca, tripod micrometer,

spatula, gelas ukur 500 cc, timbangan elektrik, pH meter, tissue, stop watch, dan

hand mixerelectric (philips).

Rancangan percobaan

Penelitian ini disusun dengan rancangan acak kelompok pola faktorial (Mattjik dan Sumertajaya, 2000). Sebagai perlakuan pertama, yaitu umur simpan telur ayam ras yang terdiri dari 4 taraf faktor, yaitu 0, 7, 14, 21 hari. Perlakuan kedua adalah penambahan cream of tartar yang terdiri dari 4 faktor, yaitu 0; 0,8; 1,6; dan 2,4%. Sebagai kelompok adalah telur yang di koleksi dan di kocok pada hari yang berbeda. Jumlah kelompok makin banyak dengan makin lamanya umur simpan telur. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah daya dan kestabilan buih putih telur ayam ras pada umur telur dan penambahan cream of tartar yang berbeda.

Prosedur Persiapan Kandang

(14)

14 desinfektan dengan dosis 60 cc/10 liter air. Kandang yang telah difumigasi lalu dibiarkan selama satu minggu.

Setiap kandang diisi 10 individual cage. Cage yang diperlukan untuk ayam ras sebanyak 30 buah karena setiap cage dapat ditempati oleh dua ekor ayam ras.

Individual cage ini diletakkan di atas kaki cage yang terbuat dari kayu dengan tinggi 50 cm dari lantai, kemudian dipasang lampu (10 watt) pada kawat pemisah kandang. Cage yang telah siap ditempati dipasang tempat makan, tempat minum dan fiber alas feses yang telah bersih. Tempat pakan dan tempat minum yang digunakan masing-masing sebanyak 60 buah dan fiber alas feses sebanyak 30 buah.

Setelah kandang siap digunakan, ayam dara yang berumur ± 20 minggu dimasukkam kedalam individual cage secara acak. Setiap cage ditempati oleh dua ekor ayam ras.

Pemeliharaan

Tahap pemeliharaan ayam ras meliputi pemberian pakan, air minum, vitamin dan pembersihan feses. Pemberian pakan dilakukan tiga kali sehari secara ad libitum. Wadah air disi dan dibersihkan tiga kali sehari. Vitamin perangsang produksi telur ditambahkan kedalam air minum dengan dosis 5 g/liter. Pembersihan feses dilakukan tiga kali sehari. Pengukuran suhu harian kandang dilakukan pada pagi, siang dan sore hari.

Pada hari pertama, ayam yang baru datang diberi diberi larutan gula 10% untuk memulihkan kondisinya dan mengurangi stress setelah perjalanan dan juga diberi obat cacing dan dipotong paruhnya.

Penyimpanan Telur

(15)

15 Pengukuran Daya dan Kestabilan Buih

Langkah pertama adalah menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan. Gelas ukur yang akan digunakan dicuci terlebih dahulu lalu dikeringkan, diberi label yang bertuliskan jenis perlakuan kemudian bobotnya ditimbang.

Telur yang telah disimpan ditimbang bobot akhirnya menggunakan timbangan elektrik 120 g lalu dipecah diatas meja kaca, kemudian di ukur tinggi albumen menggunakan tripod mikrometer. Kuning dan putih telur dipisahkan menggunakan spatula kemudian putih telur dimasukkan kedalam gelas ukur dan kuning telurnya dimasukkan kedalam wadah terpisah. Volume dan pH putih telur diukur.

Langkah selanjutnya adalah pengocokan putih telur. Sebelum dilakukan pengocokan terlebih dahulu ditambahkan cream of tartar dengan taraf 0; 0,8; 1,6; dan 2,4%. Masing-masing taraf mendapat ulangan yang berbeda sesuai dengan umur telur. Pengocokan dilakukan pada gelas ukur 500 ml dengan menggunakan hand mixer electric selama lima menit pada kecepatan maksimal (skala tiga pada hand mixer electric) hingga terbentuk buih. Buih yang terbentuk diratakan menggunakan spatula dan diukur volumenya. Setelah itu buih dibiarkan selama satu jam, dan diukur volume tirisan yang terbentuk. Daya dan kestabilan buih dihitung dengan rumus dinyatakan Stadelman dan Cotteril (1995) sebagai berikut:

Volume buih

Daya buih = x 100% Volume putih telur

Menurut Stadelman dan Cotteril (1995) kestabilan buih dihitung dari persentase tirisan buih. Kestabilan buih yang tinggi dihasilkan dari persentase tirisan buih yang rendah. Presentase tirisan buih dihitung dengan rumus:

Volume tirisan

Presentase tirisan buih = x 100% Volume buih

(16)

TINJAUAN PUSTAKA Struktur Telur

Telur merupakan salah satu bahan makanan asal ternak yang dikenal bernilai gizi tinggi karena mengandung zat-zat makanan yang dibutuhkan oleh tubuh manusia seperti asam-asam amino yang lengkap dan seimbang, vitamin serta mempunyai daya cerna yang tinggi (Sirait, 1986). Menurut Winarno dan Koswara (2002) protein telur mempunyai mutu yang tinggi, karena memiliki susunan asam amino esensial yang lengkap, sehingga dijadikan patokan untuk menentukan mutu protein dari bahan pangan lain. Telur mempunyai tiga komponen pokok, yaitu kulit telur, putih telur (albumen), dan kuning telur dengan persentase 11%, 57%, dan 32% (Buckle et al., 1987).

Gambar 1. Struktur Telur (Romanoff dan Romanoff, 1963)

(17)

3 Kerabang Telur

Kerabang telur merupakan bagian telur yang paling keras dan kaku. Fungsi utamanya sebagai pelindung isi telur dari kontaminasi mikroorganisme (Sirait, 1986). Menurut Stadelman dan Cotterill (1995), kerabang telur terdiri dari empat lapisan, yaitu lapisan kutikula, bunga karang, mamilaris, dan membran kerabang telur. Diagram radial kerabang telur dapat dilihat pada (Gambar 2).

Gambar 2. Diagram Radial Kerabang Telur (Stadelman dan Coterill, 1995)

Kulit telur bersifat keras, dilapisi kutikula dengan permukaan halus serta terikat kuat pada bagian luar lapisan membran (Winarno dan Koswara, 2002). Lapisan kulit telur dapat memberikan perlindungan fisik (Charley, 1982). Menurut Sirait (1986), pada kulit telur utuh terdapat beberapa ribu pori-pori yang digunakan untuk pertukaran gas. Pori-pori tersebut sangat sempit, berukuran 0,01-0,07 mm dan tersebar diseluruh permukaan kulit telur. Telur yang masih baru, pori-porinya masih dilapisi oleh lapisan kutikula untuk mencegah penetrasi mikroba melalui kerabang telur dan mengurangi penguapan air yang terlalu cepat (Sirait, 1986).

Putih Telur

(18)

4 2000). Perbedaan kekentalan ini disebabkan karena perbedaan kadar air pada lapisan-lapisan tersebut. Kandungan air putih telur lebih banyak dibandingkan dengan bagian lain, sehingga bagian ini lebih mudah rusak selama penyimpanan. (Romanoff dan Romanoff, 1963). Komposisi kimia putih telur tertera pada (Tabel 1).

Penurunan kekentalan putih telur terutama disebabkan oleh terjadinya perubahan struktur gelnya. Perubahan ini disebabkan oleh adanya kerusakan fisiko-kimia dari serabut ovomucin yang berakibat keluarnya air dari jala-jala yang telah dibentuknya (Sirait, 1986). Kerusakan jala-jala ovomucin mengakibatkan air dari protein putih telur akan keluar dan putih telur menjadi encer (Heath, 1977).

Tabel 1. Komposisi Kimia Putih Telur Ayam dan Itik Komponen

Kuning telur berbatasan dengan putih telur dan dibungkus oleh satu lapisan yang disebut membran vitelin. Umumnya kuning telur berbentuk bulat, berwarna kuning atau oranye yang terletak pada pusat telur dan bersifat elastis (Winarno dan Koswara, 2002).

(19)

5 Kualitas Telur

Kualitas merupakan ciri atau sifat yang sama dari suatu produk yang menentukan derajat kesempurnaannya yang akan mempengaruhi penerimaan konsumen (Romanoff dan Romanoff, 1963). Kualitas telur merupakan kumpulan ciri-ciri telur yang mempengaruhi selera konsumen (Stadelman dan Cotterill, 1995).

Faktor kualitas telur dibagi menjadi dua, yaitu faktor kualitas eksterior yang meliputi warna, bentuk, tekstur, keutuhan, kebersihan kandang. Faktor interior

meliputi keadaan putih telur yaitu kekentalannya, bentuk kuning telur yaitu tidak ada noda pada putih maupun kuning telur. Kualitas interior telur dapat dilihat dengan

candling (peneropongan), sehingga akan diketahui kondisi kulit telur, ukuran rongga udara dan pergeseran kuning telur (Umar, 2000).

Sirait (1986) menyatakan bahwa, beberapa faktor yang dapat memberikan petunjuk terhadap kesegaran telur adalah susut berat telur, keadaan diameter rongga udara, keadaan putih dan kuning telur, bentuk dan warna kuning telur serta tingkat kebersihan kerabang telur. Penyusutan bobot telur pada telur-telur yang tidak diawet, relatif berlangsung dengan cepat. Hal ini disebabkan pengaruh suhu yang tinggi selama penyimpanan, pengaruh lama penyimpanan, serta kelembaban udara yang rendah akan mempercepat penguapan air dari dalam telur (Stadelman dan Cotterill, 1995).

Telur segar yang disimpan pada suhu kamar hanya akan bertahan 10-14 hari, setelah waktu tersebut telur mengalami kerusakan (Sarwono, 1995). Waktu penyimpanan yang semakin lama menyebabkan pori-pori semakin besar dan rusaknya lapisan mukosa, sehingga air, gas dan bakteri lebih mudah melewati kerabang tanpa ada yang menghalangi. Hal ini menyebabkan penurunan kualitas dan kesegaran telur semakin cepat terjadi (Muchtadi, 1992).

Daya dan Kestabilan Buih Daya Buih

(20)

6 udara. Buih akan stabil dan kehilangan kemampuan mencair seiring dengan peningkatan pengikatan gelembung udara oleh putih telur saat pengocokan, namun apabila pengocokan terus dilanjutkan maka buih akan rusak dan kehilangan kelembabannya serta akan terlihat mengkilat (Lowe, 1955).

Daya buih merupakan ukuran kemampuan putih telur untuk membentuk buih jika dikocok dan biasanya dinyatakan dalam persentase terhadap volume putih telur (Stadelman dan Cotterill, 1995). Buih yang baik memiliki daya sebesar 6-8 kali volume putih telur (Georgian Egg Commision, 2005). Daya buih berperan penting dalam proses pengolahan pangan, seperti pembuatan cake (Winarno dan Koswara, 2002). Jahja (1972) dalam Kurniawan (1991) mengatakan bahwa daya buih putih telur akan mempengaruhi pengembangan adonan selama pemanasan. Hal utama dalam pembentukan buih adalah overrun (kapasitas) dan kestabilan yang bertentangan dengan pengeringan cairan dan tirisan. Sangat sulit sekali mendapatkan daya buih yang tinggi dan kestabilan buih yang maksimal pada waktu yang bersamaan karena faktor yang meningkatkan kestabilan buih dapat menyebabkan penurunan daya buih ( Hammersoj dan Anderson, 2002).

Kestabilan Buih

Kestabilan buih merupakan ukuran kemampuan struktur buih putih telur untuk bertahan kokoh atau tidak mencair selama waktu tertentu. Indikator kestabilan buih adalah besarnya tirisan buih selama waktu tertentu dan dinyatakan dalam bobot, volume atau derajat pencairan buih (Stadelman dan Cotterill, 1995). Tirisan buih terjadi karena ikatan antara udara dengan protein putih telur yang kurang kokoh, sehingga setelah didiamkan beberapa saat akan terbentuk tirisan buih (Rhodes et. al., 1960).

(21)

7 Kestabilan buih berperan penting dalam adonan kue karena mempengaruhi kekokohan struktur kue yang dihasilkan. Pemanasan adonan kue mengakibatkan udara dalam sel memuai dan putih telur yang menyelubunginya meregang. Buih yang kurang stabil tidak dapat mendukung pengembangan kue secara maksimal (Stadelman dan Cotterill, 1995).

Mekanisme Pembentukan Buih

Buih terbentuk pada waktu pengocokan, karena terbukanya ikatan polipeptida dalam molekul protein pada waktu pengocokan telur sehingga rantai protein menjadi lebih panjang, kemudian udara masuk diantara molekul molekul protein yang rantainya telah terbuka dan tertahan sehingga volume bagian buih telur menjadi bertambah (Sirait, 1986). Mekanisme terbentuknya buih ini tertera pada (Gambar 3).

Gambar 3. Mekanisme Pembentukan Buih (Cherry dan Watters, 1981) PROTEIN

DENATURASI

PEMBENTUKAN LAPISAN TIPIS

MENANGKAP UDARA

PERBAIKAN BUIH YANG

TIRISAN GEL. BUIH PECAH

udara udara

udara udara

(22)

8 Mekanisme terbentuknya buih diawali dengan terbukanya ikatan-ikatan dalam molekul protein sehingga rantainya menjadi lebih panjang. Tahap selanjutnya adalah proses adsorpsi yaitu pembentukan monolayer atau film dari protein yang terdenaturasi. Udara ditangkap dan dikelilingi oleh film dan membentuk gelembung. Pembentukan lapisan monolayer kedua dilanjutkan di sekitar gelembung untuk mengganti bagian film yang terkoagulasi. Film protein dari gelembung yang berdekatan akan berhubungan dan mencegah keluarnya cairan. Terjadinya peningkatan kekuatan interaksi antara polipeptida akan menyebabkan agregasi (pengumpulan) protein dan melemahnya permukaan film dan diikuti dengan pecahnya gelembung buih (Cherry dan McWaters, 1981). Perubahan tersebut menyebabkan hilangnya daya larut atau sifat koagulasi putih telur, dan absorpsi buih penting untuk kestabilan buih (Stadelman dan Cotterill, 1995). Albumen telur ayam ras merupakan komponen pembentuk buih yang bagus. Komponen pembentuk buih yang bagus ditentukan berdasarkan kecepatan menyerap dengan cepat pada interfase udara dalam air selama pengocokan dan pembentukkan gelembung, dan juga berdasarkan kemampuan membentuk film viscoelastis yang bersatu melalui interaksi molekular (Mine, 1995).

Protein menstabilkan buih dengan membentuk sebuah film yang menyatu dan fleksibel disekitar gelembung udara (Poole dan Fry, 1987). Molekul protein mempunyai bagian hidrofilik dan bagian hidrofobik pada permukaan luarnya. Selama proses pengocokan udara ditangkap larutan dan membentuk gelembung, bagian hidrofobik memudahkan penyerapan pada permukaan dalam, proses ini diikuti oleh terbukanya sebagian rantai protein (denaturasi permukaan luar). Perubahan dalam konfigurasi molekular ini menyebabkan hilangnya daya larut atau sifat koagulasi protein, yang tersedia pada interfase cair dalam udara. Reduksi yang terjadi pada permukaan yang tegang mempermudah pembentukan interfase baru dan lebih banyak lagi banyak gelembung (Lomakina dan Mikova, 2006).

Protein Putih Telur

(23)

9 yaitu globulin mempunyai kemampuan memudahkan terbentuknya buih, sementara kompleks ovomucin-lysozyme, ovalbumin dan conalbumin mempunyai kemampuan membuih stabil saat dipanaskan. Fraksi protein putih telur lainnya, seperti

conalbumin, lysozyme, ovomucin dan ovomucoid sendiri mempunyai kemampuan membuih yang sangat rendah, tetapi interaksi antara lysozyme dan globulin

mempunyai peranan penting dalam pembentukan buih. Jenis protein putih telur, persentase dan karakteristiknya dapat dilihat seperti pada Tabel 2.

Ovalbumin merupakan salah satu jenis protein dalam putih telur (54% dari total protein putih telur) yang mempunyai kemampuan membuat buih (Alleoni dan Antunes, 2004). Ovalbumin dapat membentuk busa paling baik pada pH sekitar 3,7 sampai 4,0 sedangkan protein yang lain dapat membentuk busa paling baik pada pH sekitar 6,5 sampai 9,5 (Sirait, 1986). Meskipun ovalbumin mudah terdenaturasi oleh perlakuan pada permukaan seperti pembuihan, tetapi relatif stabil pada pemanasan (Froning, 1988).

Tabel 2. Protein dalam Putih Telur Ayam*

Protein Persentase (%) Karakteristik

Ovalbumin 54 Phosphoglicoprotein

Conalbumin (Ovotransferin)** 13 Mengikat logam terutama besi

Ovomucoid 11 Menghambat Trypsin

Lysozyme 3.5 Membunuh beberapa bakteri

G2 globulin 4.0 -

G3 Globulin 4.0 -

Ovomucin 1.5 Sialoprotein

Flavoprotein 0.8 Mengikat riboflavin Ovoglikoprotein 0.5 Sialoprotein

Ovomacroglobulin 0.5 -

Ovoinhibitor 0.1 Menghambat beberapa bakteri

Protease

Avidin 0.05 Mengikat biotin

(24)

10

Ovalbumin sangat mudah terdenaturasi (Whitaker dan Tannenbaum, 1977). Denaturasi protein dapat diakibatkan bukan hanya oleh panas, tetapi juga oleh pH ekstrim; beberapa pelarut organik seperti alkohol atau aseton; zat terlarut tertentu seperti urea; detergen atau hanya dengan pengguncangan intensif (mekanik) larutan protein yang bersinggungan dengan udara sehingga terbentuk busa (Lehninger, 1982). Denaturasi protein mungkin dapat balik dan mungkin juga tidak, pada denaturasi yang dapat balik protein membentang karena senyawa pendenatur, tetapi akan kembali melipat setelah senyawa tersebut tidak ada (Wilbraham dan Matta, 1992). Protein globular yang terdenaturasi oleh panas atau pH ekstrim akan kembali ke struktur asli dan memperoleh kembali aktivitas biologinya. Jika protein ini didinginkan atau dikembalikan ke pH normal secara perlahan-lahan maka proses ini disebut renaturasi (Lehninger, 1982).

Globulin dapat menentukan kekentalan putih telur dan mengurangi pencairan buih. Komposisi globulin sekitar 4% dari protein putih telur. Kurangnya globulin

dalam putih telur menyebabkan dibutuhkannya waktu pengocokan yang lebih lama untuk mencapai volume tertentu (Stadelman dan Cotterill, 1977).

Ovomucin merupakan protein putih telur yang berbentuk selaput, bersifat sukar larut dan berfungsi menstabilkan struktur buih (Baldwin 1973). Komposisi ovomucin sebanyak 1,5% dari protein putih telur (Stadelman dan Cotterill, 1999). Perbedaan putih telur kental dan encer terutama disebabkan karena perbedaan kandungan ovomucin. Ovomucin adalah protein yang bersifat menstabilkan busa, jika

ovomucin terdapat dalam jumlah banyak maka busa yang terbentuk bersifat stabil (Sirait, 1986).

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Daya dan Kestabilan Buih

(25)

11 Umur Telur

Umur telur sangat mempengaruhi nilai pH. Selama proses penyimpanan, telur akan mengalami perubahan karena terjadinya penguapan CO2 dan air, sehingga terjadi perubahan pH, serta perubahan stuktur serabut protein putih telur. Hal ini menyebabkan penurunan berat telur serta pengenceran putih telur. Pengenceran putih telur karena serat glikoprotein ovomucin pecah, mengakibatkan melemahnya ikatan

ovomucin (Romanoff dan Romanoff, 1963).

PH

Telur yang baru dihasilkan induk mempunyai pH sekitar 7,6. Peningkatan pH putih telur selama penyimpanan disebabkan penguapan H2O dan CO2 pada putih telur. Penguapan CO2 dari dalam telur diakibatkan oleh senyawa NaHCO3 yang terurai menjadi NaOH, kemudian NaOH ini akan terurai kembali menjadi ion-ion Na+ dan OH- sehingga mengakibatkan pH putih telur meningkat (Silverside dan Scott, 2000).

Peningkatan pH putih telur akan memperbesar volume buih. Volume buih tertinggi terjadi pada pH sekitar 8,0 dan kestabilan buih yang tinggi pada pH kurang dari 8,0. Peningkatan pH putih telur sampai 10,7 selama dilakukan penyimpanan akan membentuk ikatan kompleks ovomucin-lysozyme yang menyebabkan kondisi putih telur jadi encer (Stadelman dan Cotterill, 1977). Alleoni dan Antunes (2004) menyatakan bahwa transformasi ovalbumin menjadi s-ovalbumin terjadi akibat penyimpanan dengan adanya peningkatan pH dan suhu. Jika kandungan s-ovalbumin

meningkat maka akan menyebabkan meningkatnya tirisan buih dan menurunkan stabilitas buih.

Penampilan kue yang baik dicerminkan dari volume kue dan waktu pengocokan yang lebih baik yang akan dicapai pada saat pH putih telur mencapai 8,75. Peningkatan pH putih telur hingga mencapai 9,0 akan memecah protein

(26)

12 buih (Lowe, 1955). Penambahan bahan-bahan kimia berupa asam dan garam asam dapat mempertahankan ikatan antara udara dengan protein putih telur sehingga buih yang terbentuk lebih stabil (Rhodes et. al., 1960).

Pengocokan

Pengocokan dengan alat pengocok elektrik ternyata memerlukan yang lebih singkat dalam membentuk buih putih telur (Kurniawan, 1991). Pengocokan lebih dari enam menit tidak akan menambah volume buih, melainkan akan memperkecil ukuran gelembung udara. (Winarno dan Koswara, 2002). Pengocokan yang berlebihan pada larutan protein mengakibatkan peningkatan konsentrasi gelembung yang lebih kecil menghasilkan buih yang tidak stabil. Ketidakstabilan ini disebabkan terjadinya penurunan elastisitas gelembung. (Johnson dan Zabik, 1981).

Cream of Tartar (KC4H5O6)

Cream of tartar diproduksi dari ampas pengolahan anggur dan disebut juga asam potassium tartrate, argol, potassium bitartrate, atau potassium hydrogen tartrate. Berfungsi untuk menstabilkan pH putih telur, dapat dikombinasikan dengan

baking soda untuk membuat baking powder, mencegah kristalisasi pada sirup gula (Wikipedia, 2005). Cream of tartar merupakan garam asam yang tidak larut dalam air serta berwarna putih (Kurniawan, 1991). Cream of tartar mempunyai kisaran pH 7,0-9,0 (Jinlong, 2002).

(27)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Telur merupakan salah satu bahan makanan asal ternak yang bernilai gizi tinggi, karena mengandung zat-zat makanan yang dibutuhkan oleh tubuh manusia, seperti asam amino yang lengkap dan seimbang, vitamin serta daya cerna yang tinggi. Telur ayam ras telah umum digunakan untuk adonan kue karena daya buihnya yang lebih tinggi dari telur unggas lain, selain itu telur ayam ras mudah didapat dan harganya terjangkau.

Protein putih telur yang berperan dalam pembentukan buih adalah ovalbumin, ovomusin dan globulin (Stadelman dan Cotterill 1995), ovotransferin, lysozime dan ovomucoid (Johnson dan Zabik, 1981). Daya dan kestabilan buih juga dipengaruhi oleh pH putih telur, umur telur dan penambahan zat kimia/stabilisator. Cream of tartar merupakan bahan kimia yang telah umum digunakan dalam pembuatan kue sebagai stabilisator adonan kue, mudah ditemui dipasaran dan harganya terjangkau. Telur yang disimpan akan mengalami penurunan kualitas dan peningkatan pH, hal tersebut disebabkan adanya penguapan CO2 dan air dari dalam telur. Daya dan kestabilan buih putih telur akan mencapai nilai maksimum pada umur simpan tertentu. Oleh karena itu, penelitian ini dirancang untuk mengetahui upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya dan kestabilan buih putih telur ayam ras pada umur simpan berbeda-beda, dengan memanipulasi pH menggunakan cream of tartar, yang diharapkan dapat memacu kerja dari protein-protein yang mempengaruhi pembentukan buih sehingga mencapai daya dan kestabilan buih maksimum.

Tujuan

(28)

Gambar

Tabel 4.  Kisaran pH Putih Telur Ayam Ras pada Umur Telur dan Level Penambahan Cream of Tartar yang Berbeda
Tabel 6.  Daya Buih Putih Telur Ayam Ras pada Penambahan Cream of Tartar yang Berbeda
grafik daya buih putih telur dengan penambahan cream of tartar.
Tabel 7. Tirisan Buih Putih Telur Ayam Ras pada Umur Telur dan Level Penambahan Cream of Tartar yang Berbeda
+6

Referensi

Dokumen terkait

Bogor, adalah penelitian yang berjudul Hubungan Umur Simpan dengan Penyusutan Bobot, Nilai Haugh Unit, Daya dan Kestabilan Buih Putih Telur Itik Tegal pada Suhu Ruang.. Skripsi

Setelah dibandingkan dengan nilai daya buih pada penambahan asam asetat 0,8% dan 1,6%, telur itik umur 14 dan 21 hari menghasilkan daya dan tirisan buih yang baik pada penambahan

Skripsi berjudul Hubungan antara Tinggi Putih Telur dengan Daya dan Kestabilan Buih Telur Itik Lokal pada Kualitas yang Sama, dibuat sebagai salah satu syarat.. untuk memperoleh

[r]

sidik ragarn menunjukkan bahwa perlakuan pelapisan lilin lebah dan lama penyimpanan berpengaruh sangat nyata (P&lt;0.01) terhadap daya dan kestabilan buih putih telur

Tahap kedua adalah pembuatan tepung putih telur itik dengan menggunakan persentase penambahan asam sitrat yang diperoleh pada tahap pertama, kemudian dihitung daya dan kestabilan

Setelah dibandingkan dengan nilai daya buih pada penambahan asam asetat 0,8% dan 1,6%, telur itik umur 14 dan 21 hari menghasilkan daya dan tirisan buih yang baik pada penambahan

Umumnya, telur itik memiliki sifat daya dan kestabilan buih yang lebih rendah dibandingkan dengan telur ayam ras, sehingga pemanfaatan telur itik masih sangat kurang