STUDI PERBANDINGAN KADAR PROTEIN PADA PUTIH
TELUR AYAM RAS, TELUR AYAM BURAS, TELUR ITIK,
TELUR PUYUH DAN TELUR PENYU
SECARA TITRASI FORMOL
SKRIPSI
OLEH: OKTRIZA WITI
NIM 111524051
PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
STUDI PERBANDINGAN KADAR PROTEIN PADA PUTIH
TELUR AYAM RAS, TELUR AYAM BURAS, TELUR ITIK,
TELUR PUYUH DAN TELUR PENYU
SECARA TITRASI FORMOL
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara OLEH:
OKTRIZA WITI NIM 111524051
PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PENGESAHAN SKRIPSI
STUDI PERBANDINGAN KADAR PROTEIN PADA PUTIH
TELUR AYAM RAS, TELUR AYAM BURAS, TELUR ITIK,
TELUR PUYUH DAN TELUR PENYU
SECARA TITRASI FORMOL
OLEH: OKTRIZA WITI
NIM 111524051
Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Pada Tanggal: 3 Agustus 2013
Pembimbing I, Panitia Penguji,
Medan, Oktober 2013 Disahkan Oleh:
Dekan Fakultas Farmasi, Dr. Muchlisyam, M.Si., Apt.
NIP 195006221980021001
Drs. Chairul Azhar Dalimunthe, M.Sc., Apt. NIP 194907061980021001
Dr. Muchlisyam, M.Si., Apt. NIP 195006221980021001
Drs. Maralaut Batubara, M.Phill., Apt. NIP 195191311976031003
Pembimbing II,
Dra. Tuty Roida Pardede, M.Si., Apt. NIP 195401101980032001
Drs. Immanuel S. Meliala, M.Si., Apt. NIP 195001261983031002
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan
penulisan skripsi ini yang berjudul “Studi Perbandingan Kadar Protein Pada
Putih Telur Ayam Ras, Telur Ayam Buras, Telur Itik, Telur Puyuh dan Telur
Penyu Secara Titrasi Formol”untuk memenuhi syarat guna memperoleh gelar
sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas
Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah mensahkan dan
memberikan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.
2. Bapak Dr. Muchlisyam, M.Si., Apt., dan Drs. Maralaut Batubara, M.Phill., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah membimbing penulis dengan
penuh kesabaran dan keikhlasan selama penelitian hingga selesainya
penulisan skripsi ini.
3. Bapak Drs. Fatur Rahman Harun, M.Si., Apt., selaku dosen wali yang
selama ini telah banyak membina dan membimbing penulis selama masa
pendidikan.
4. Ibunda tercinta Chadijah, Ayahanda Badaruddin, nenek Hj. Ramani, kakak
Desi Dariatni serta adik Bachtera Akbar yang telah memberikan kasih
5. Spesial untuk sahabat-sahabatku desy, ayu sari, nanda, niky, maya, didi
dan imal serta kepada teman-teman Semua mahasiswa/i khususnya S-1
Ekstensi tahun 2011 yang telah memberikan semangat, perhatian, doa, dan
kebersamaannya selama ini kepada penulis dalam menyelesaikan
penelitian dan penulisan skripsi ini. Semoga Allah SWT memberikan
balasan yang berlipat ganda atas segala kebaikan yang telah diberikan.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangannya, oleh
karena itu sangat diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
semua pihak guna perbaikan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga
skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang farmasi.
Medan, Agustus 2013
Penulis,
STUDI PERBANDINGAN KADAR PROTEIN PADA PUTIH TELUR AYAM RAS, TELUR AYAM BURAS, TELUR ITIK,
TELUR PUYUH DAN TELUR PENYU SECARA TITRASI FORMOL
ABSTRAK
Telur merupakan produk peternakan yang memberikan sumbangan besar bagi tercapainya kecukupan gizi masyarakat. Dari sebutir telur mengandung zat gizi yang lengkap dan mudah dicerna. Oleh karena itu protein yang terdapat dalam makanan hewani seperti telur dikatakan sebagai protein sempurna. Di dalam telur terdapat bagian kuning dan putih yang mempunyai nilai protein yang berbeda. Protein merupakan faktor terpenting untuk fungsi tubuh. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kandungan protein pada putih telur dari berbagai spesies telur.
Metode penelitian yang dilakukan yaitu analisis kualitatif protein dari putih telur dengan menggunakan pereaksi biuret dan xantoprotein. Sedangkan analisis kuantitatif dengan menggu nakan titrasi formol.
Hasil penelitian menunjukkan kandungan protein dalam putih telur ayam ras adalah (6,89 ± 0,1107) g/100 ml, putih telur ayam buras adalah (6,27 ± 0,0985) g/100 ml, putih telur itik adalah (8,06 ± 0,0879) g/100 ml, putih telur puyuh adalah (8,98 ± 0,1323) g/100 ml dan putih telur penyu adalah (0,44 ± 0,0985) g/100 ml. Secara statistik, uji beda rata-rata kandungan protein antara putih telur ayam ras, ayam buras, itik, puyuh dan penyu dengan menggunakan distribusi t, bahwa kandungan protein pada putih telur puyuh, putih telur itik, putih telur ayam ras, putih telur ayam buras lebih tinggi secara signifikan dari putih telur penyu.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kandungan protein yang tertinggi adalah pada putih telur puyuh yaitu (8,98 ± 0,1323) g/100 ml sedangkan yang terendah adalah pada putih telur penyu yaitu (0,44 ± 0,0985) g/100 ml.
COMPARATIVE STUDY ON THE WHITE EGG PROTEIN OF RAS CHICKEN, BURAS CHICKEN EGG, DUCK EGG,
QUAIL EGG AND TURTLE EGG CONTENT IN TITRATION FORMOL
ABSTRACT
Eggs are farm products contributed greatly to the achievement of community nutrition. An of egg contains complete nutrients and easy to digest. Therefore the protein contained in animal foods such as eggs is said to be a perfect protein. Contained in the egg yolk and the white part that has a value different proteins. Protein is an important factor for the functioning of the body. The purpose of this study was to determine differences in the protein content of egg whites from egg species.
Research methodology is a qualitative analysis of egg white proteins using biuret reagent and xantoprotein. Quantitative analyzes using titration Formol.
The results showed the protein content in ras chicken egg white is (6.89 ± 0.1822) g/100 ml, buras chicken egg white is (6.27 ± 0.1621) g/100 ml, duck egg white is (8.06 ± 0.1448) g/100 ml, quail egg white is (8.98 ± 0.2177) g/100 ml and egg white g/100 ml turtle is (0.44 ± 0.1621) g/100 ml. Statistically, the average difference test protein content between white eggs ras chicken, buras chicken, duck, quail and turtle using the t distribution, that the protein content in egg white quail, duck egg white, egg white ras chicken, buras chicken egg white significantly higher than white turtle eggs.
From the research it can be concluded that the protein content is the highest in the quail egg white (8.98 ± 0.2177) g/100 ml where as the lowest was on the turtle egg whites (0.44 ± 0.1621) g/100 ml.
3.5.5.1 Pembuatan Blanko ... 27
3.5.5.2 Penetapan Kadar Protein dalam Sampel ... 27
3.5.5.2.1 Penetapan Kadar Protein dalam Putih Telur Ayam Ras ... 27
3.5.6 Analisis data Secara Statistik ... ... 28
3.5.7 Pengujian Beda Nilai Rata-rata ... 29
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31
4.1 Analisis Kualitatif ... 31
4.2 Analisis Kuantitatif ... 32
4.2.1 Analisis Kadar Protein dalam Putih Telur ... 32
4.2.2 Pengujian Beda Nilai Rata-rata Kadar Protein pada Putih Telur Ayam Ras, Telur Ayam Buras, Telur Itik, Telur Puyuh dan Telur penyu ... 33
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 35
5.1 Kesimpulan ... 35
5.2 Saran ... 35
DAFTAR PUSTAKA ... 36
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Angka Kecukupan Protein Menurut Kelompok Umur
Dinyatakan Dalam Taraf Asupan Terjamin ... 14
Tabel 2. Hasil Analisis Kualitatif dalam Sampel ... 31
Tabel 3. Hasil Analisis Kuantitatif Kadar Protein Dalam Sampel ... 32
Tabel 4. Hasil Uji Beda Nilai Rata-Rata Protein Dalam Sampel ... 34
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Pembakuan NaOH 0,1 N ... 39
Gambar 2. Sebelum dan Sesudah Titrasi Pada Sampel ... 39
Gambar 3. Hasil analisis kualitatif dengan Larutan pereaksi Biuret ... 41
Gambar 4. Hasil analisis kualitatif dengan larutan pereaksi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Perhitungan Pembakuan NaOH 0,1 N ... 38
Lampiran 2. Identifikasi Sampel ... 39
Lampiran 3. Bagan Alir Proses Pembuatan Larutan Sampel ... 40
Lampiran 4. Hasil Analisis Kualitatif Protein ... 41
Lampiran 5. Contoh Perhitungan Kadar Protein dalam Sampel ... 42
Lampiran 6. Perhitungan Statistik Kadar Protein pada Putih Telur ... 44
Lampiran 7. Pengujian Beda Nilai Rata-rata Kadar Protein antara Putih Telur Ayam Ras, Telur Ayam Buras, Telur Itik, Telur Puyuh, dan Telur Penyu ... 46
Lampiran 8. Tabel Distribusi t ... 49
STUDI PERBANDINGAN KADAR PROTEIN PADA PUTIH TELUR AYAM RAS, TELUR AYAM BURAS, TELUR ITIK,
TELUR PUYUH DAN TELUR PENYU SECARA TITRASI FORMOL
ABSTRAK
Telur merupakan produk peternakan yang memberikan sumbangan besar bagi tercapainya kecukupan gizi masyarakat. Dari sebutir telur mengandung zat gizi yang lengkap dan mudah dicerna. Oleh karena itu protein yang terdapat dalam makanan hewani seperti telur dikatakan sebagai protein sempurna. Di dalam telur terdapat bagian kuning dan putih yang mempunyai nilai protein yang berbeda. Protein merupakan faktor terpenting untuk fungsi tubuh. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kandungan protein pada putih telur dari berbagai spesies telur.
Metode penelitian yang dilakukan yaitu analisis kualitatif protein dari putih telur dengan menggunakan pereaksi biuret dan xantoprotein. Sedangkan analisis kuantitatif dengan menggu nakan titrasi formol.
Hasil penelitian menunjukkan kandungan protein dalam putih telur ayam ras adalah (6,89 ± 0,1107) g/100 ml, putih telur ayam buras adalah (6,27 ± 0,0985) g/100 ml, putih telur itik adalah (8,06 ± 0,0879) g/100 ml, putih telur puyuh adalah (8,98 ± 0,1323) g/100 ml dan putih telur penyu adalah (0,44 ± 0,0985) g/100 ml. Secara statistik, uji beda rata-rata kandungan protein antara putih telur ayam ras, ayam buras, itik, puyuh dan penyu dengan menggunakan distribusi t, bahwa kandungan protein pada putih telur puyuh, putih telur itik, putih telur ayam ras, putih telur ayam buras lebih tinggi secara signifikan dari putih telur penyu.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kandungan protein yang tertinggi adalah pada putih telur puyuh yaitu (8,98 ± 0,1323) g/100 ml sedangkan yang terendah adalah pada putih telur penyu yaitu (0,44 ± 0,0985) g/100 ml.
COMPARATIVE STUDY ON THE WHITE EGG PROTEIN OF RAS CHICKEN, BURAS CHICKEN EGG, DUCK EGG,
QUAIL EGG AND TURTLE EGG CONTENT IN TITRATION FORMOL
ABSTRACT
Eggs are farm products contributed greatly to the achievement of community nutrition. An of egg contains complete nutrients and easy to digest. Therefore the protein contained in animal foods such as eggs is said to be a perfect protein. Contained in the egg yolk and the white part that has a value different proteins. Protein is an important factor for the functioning of the body. The purpose of this study was to determine differences in the protein content of egg whites from egg species.
Research methodology is a qualitative analysis of egg white proteins using biuret reagent and xantoprotein. Quantitative analyzes using titration Formol.
The results showed the protein content in ras chicken egg white is (6.89 ± 0.1822) g/100 ml, buras chicken egg white is (6.27 ± 0.1621) g/100 ml, duck egg white is (8.06 ± 0.1448) g/100 ml, quail egg white is (8.98 ± 0.2177) g/100 ml and egg white g/100 ml turtle is (0.44 ± 0.1621) g/100 ml. Statistically, the average difference test protein content between white eggs ras chicken, buras chicken, duck, quail and turtle using the t distribution, that the protein content in egg white quail, duck egg white, egg white ras chicken, buras chicken egg white significantly higher than white turtle eggs.
From the research it can be concluded that the protein content is the highest in the quail egg white (8.98 ± 0.2177) g/100 ml where as the lowest was on the turtle egg whites (0.44 ± 0.1621) g/100 ml.
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Protein adalah zat makanan yang mengandung nitrogen yang
merupakan faktor penting untuk fungsi tubuh. Senyawa ini merupakan
senyawa kompleks yang terdiri dari asam-asam amino yang diikat satu sama
lain dengan ikatan peptida (Muchtadi, 2010). Protein terdapat dalam produk
hewan maupun dalam produk tumbuhan. Kualitas protein hewan lebih tinggi
daripada kualitas protein tumbuhan (Deman, 1989).
Telur sebagai salah satu sumber protein mempunyai banyak keunggulan
antara lain, kandungan asam amino yaitu arginin, sistin, histidin, isoleusin,
leusin, lisin, metionin, fenilalanin, treonin, triptofan dan valin (Muchtadi,
2010). Telur mempunyai citarasa yang enak sehingga digemari oleh banyak
orang. Bahan ini juga berfungsi dalam aneka ragam pengolahan bahan
makanan, dan termasuk bahan makanan sumber protein yang relatif murah dan
mudah ditemukan. Oleh karenanya, telur merupakan bahan pangan yang sangat
baik untuk anak-anak yang sedang tumbuh dan memerlukan protein dalam
jumlah yang banyak, juga sangat baik dikonsumsi oleh ibu yang sedang hamil
maupun yang sedang menyusui (Sudaryani, 2003).
Protein telur merupakan salah satu dari protein yang berkualitas terbaik.
Dianggap mempunyai nilai biologi yang tinggi dan dapat dipilah menjadi
(2012), putih telur mengandung banyak sekali kelompok protein yang
beragam. Lebih lanjut dijelaskan bahwa protein putih telur lebih cocok untuk
diteliti daripada protein yang lain (kuning telur), hal ini karena protein putih
telur lebih mudah dipisahkan daripada kuning telur selama tidak ada lemak
yang melekat melalui purification.
Berdasarkan literatur, perbedaan yang diperoleh kandungan protein
yang terdapat dalam putih telur ayam ras, telur ayam buras, telur ayam itik,
telur penyu dan telur puyuh, disebabkan kondisi lingkungan induk, Suhu dan
pakan (Sudaryani, 2003).
Analisis kuantitatif protein dapat dilakukan secara Spektrofotometri
Sinar Tampak, Kjedahl, Lowry dan Titrasi Formol (Sudarmadji, dkk., 1984).
Dalam penelitian ini digunakan Titrasi Formol, pemilihan metode ini
dikarenakan pada analisis kuantitatif secara Spektrofotometri Sinar Tampak
tidak mendapatkan hasil yang maksimal sehingga digunakan Titrasi Formol
didasarkan pada penentuan yang sederhana, murah dan mudah. Berdasarkan
hal tersebut, peneliti melakukan penelitian terhadap perbedaan kandungan
protein pada putih telur ayam ras, telur ayam buras, telur itik, telur puyuh dan
telur penyu yang terdapat di sekitar kota Medan.
Metode Titrasi Formol merupakan titrasi asam amino dengan
formaldehide dengan adanya NaOH. Indikator yang digunakan adalah
fenolftalein, akhir titrasi bila tepat terjadi perubahan warna menjadi merah
1.2 Perumusan Masalah
1. Berapakah kadar protein yang terkandung di dalam putih telur ayam
ras, telur ayam buras, telur itik, telur puyuh dan telur penyu?
2. Apakah ada perbedaan kadar yang terkandung di dalam putih telur
ayam ras, telur ayam buras, telur itik, telur puyuh dan telur penyu?
1.3 Hipotesis
1. Protein yang terkandung di dalam putih telur ayam ras, telur ayam
buras, telur itik, telur puyuh dan telur penyu dalam kadar tertentu.
2. Terdapat perbedaan kadar protein yang terkandung di dalam putih telur
ayam ras, telur ayam buras, telur itik, telur puyuh dan telur penyu.
1.4Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui kadar protein pada putih telur ayam ras, telur ayam
buras, telur itik, telur puyuh dan telur penyu.
2. Untuk membandingkan kadar protein yang terdapat di dalam putih telur
ayam ras, telur ayam buras, telur itik, telur puyuh dan telur penyu.
1.5Manfaat Penelitian
Untuk memberikan informasi kepada masyarakat tentang kandungan
protein yang terkandung dalam putih telur ayam ras, telur ayam buras, telur
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian
2.1.1 Ayam Ras Petelur
Ayam petelur adalah ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara khusus
untuk diambil telurnya. Asal mula ayam unggas berasal dari ayam hutan liar
yang ditangkap dan dipelihara oleh masyarakat pedesaan.
Memasuki periode 1940-an, orang mulai mengenal ayam lain selain
ayam liar itu. Dari sini, orang mulai membedakan antara ayam orang belanda
(bangsa belanda saat itu menjajah Indonesia) dengan ayam liar di Indonesia.
Ayam liar ini mulai dinamakan ayam lokal yang kemudian disebut ayam
kampung karena keberadaan ayam itu memang di pedesaan. Sementara ayam
orang belanda disebut dengan ayam luar negeri (ayam ras) yang kemudian
lebih akrab dengan ayam ras white leghorn (Anonima, 2013).
2.1.2 Ayam Buras
Ayam kampung adalah ayam jinak yang telah terbiasa hidup ditengah
masyarakat. Daya adaptasinya sangat tinggi, karena ayam itu mampu
menyesuaikan diri dengan berbagai situasi, lingkungan, dan iklim yang ada.
Umumnya ayam peliharaan secara ekstensif, dibiarkan lepas bebas
kampung atau daerah pemukiman manusia. Karena tempat hidupnya itulah lalu
namanya disebut ayam kampung atau ayam buras (Saswono, 1997).
2.1.3 Itik
Itik yang banyak dikenal di Indonesia adalah spesies Anas domesticus.
Spesies ini berasal dari jenis itik liar Anas sp., kecuali manila
(Cairinamoschata). Telur itik untuk konsumsi umumnya merupakan telur asin.
Telur asin merupakan menu yang umum disajikan, dari warteg sampai hotel
berbintang lima. Itik dianggap sebagai hewan ternak asli Indonesia yang sangat
potensial menjadi sumber tumpuan kehidupan masyarakat pedesaan
(Simanjuntak, 2007).
2.1.4 Puyuh
Puyuh mempunyai ukuran tubuh yang relatif kecil dan berkaki pendek.
Puyuh inilah yang telurnya sering kita lihat dijajakan di pasar-pasar. Telur
puyuh berukuran kecil dan berwarna khas campuran cokelat tua, biru, putih,
dengan bintik-bintik hitam, cokelat, dan biru. Untuk produksi telur puyuh,
dipilih telur puyuh betina, yang sehat atau bebas dari penyakit. telur puyuh
biasanya mempunyai berat sekitar 10-11 gram (Juariah, 2010).
2.1.5 Penyu
Penyu memiliki sepasang tungkai depan yang berupa kaki pendayung
yang memberinya ketangkasan berenang di dalam air dan mempunyai berat
hewan ini tetap harus sesekali naik ke permukaan air untuk mengambil napas.
Penyu mengalami siklus bertelur yang beragam, dari 2-8 tahun sekali.
Sementara penyu jantan menghabiskan seluruh hidupnya di laut, betina
sesekali mampir ke daratan untuk bertelur. Penyu merupakan hewan yang
dilindungi karena dikhawatirkan hampir punah sebab jumlahnya makin sedikit
(Anonimb, 2013).
2.2 Protein
Nama protein berasal dari proteios, yang berarti yang utama atau yang
terdahulukan. Protein adalah zat yang paling penting dalam tiap organisme.
Protein adalah biopolimer dari asam-asam amino yang dihubungkan melalui
ikatan peptida. Protein terdiri atas rantai-rantai panjang asam amino, yang
terikat satu sama lain oleh ikatan peptida. Asam-asam amino terdiri atas
unsur-unsur karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, fosfor, besi, kalium dan kobalt.
Unsur nitrogen adalah unsur utama protein yang tidak terdapat pada
karbohidrat dan lemak (Almatsier, 2004; Irianto, 2007).
Protein merupakan zat gizi yang sangat penting bagi tubuh karena
selain sebagai sumber energi, protein berfungsi sebagai zat pembangun tubuh
dan zat pengatur di dalam tubuh. Selain zat pembangun, fungsi utamanya bagi
tubuh adalah membentuk jaringan baru (misalnya membentuk janin pada masa
kehamilan seorang ibu atau jaringan baru pada proses pertumbuhan anak),
disamping untuk memelihara jaringan yang telah ada (mengganti
Protein terdapat antara lain di dalam kulit, rambut, otot, dan putih telur.
Protein terdiri dari molekul–molekul yang besar yang mempunyai berat
molekul antara 12.000 hingga beberapa juta.
Menurut (Sastrohamidjojo, 2005), klasifikasi protein yakni:
I. Protein–protein sederhana
Protein ini bila pecah menjadi satuan–satuan yang lebih
sederhana yang hanya menghasilkan asam asam alpha amino atau
turunannya. Yang termasuk di dalamnya adalah:
1. Albumin: oleh panas menggumpal, larut dalam air dan dalam
larutan garam yang encer. Albumin telur, albumin serum
terdapat dalam darah, laktabumin dari susu.
2. Globulin: terdapat dalam biji-bijian dan dalam darah binatang.
Menggumpal oleh panas, tak larut dalam air, larut dalam larutan
netral encer dari garam-garam dari asam-asam kuat, basa kuat
(NaCl, MgSO4).
3. Glutelin: terdapat dalam biji-bijian. Tidak larut dalam air atau
dalam larutan-larutan encer, larut dalam asam atau alkali encer.
Glutein terdapat dalam gandum.
4. Prolamin: terdapat dalam sebangsa gandum atau padi. Tidak
larut dalam air, larut dalam alkohol 80%. Gliadin terdapat dalam
5. Albuminoid: terdapat dalam jaringan-jaringan, rambut, bulu,
tanduk, kuku, dan sebagainya. Tidak larut dalam air, larut dalam
garam, asam encer atau alkali encer.
6. Histoine: tidak menggumpal oleh panas, larut dalam air, atau
dalam NH4OH encer. Bila terhidrolisis memberikan sejumlah
asam-asam amino terutama asam-asam diamino. Histone
terdapat dalam kelenjar timus.
7. Protamin: tidak menggumpal oleh panas, larut dalam larutan
amoniak dan dalam air.
II. Protein terkonjugasi
Peruraian dari senyawa ini menunjukkan bahwa mereka
terbentuk atas protein-protein sederhana dan gugus-gugus lain yang
tidak menunjukkan sifat protein. Yang termasuk dalam golongan ini
adalah
1. Kromoprotein: (Haemoglobin), protein yang sederhana ini
dalam senyawanya disatukan dengan gugus yang mempunyai
warna. Haemoglobin dari darah merah.
2. Glikoprotein: dalam rangkaiannya terdapat gugus karbohidrat
mucin dalam saliva.
3. Pospoprotein: terdapat dalam susu. Di dalam molekulnya
terdapat pospor. Casein, susu.
4. Nukleoprotein: terdapat tambahan gugus asam nukleat.
6. Lipoprotein: gugus tambahan adalah salah satu dari asam-asam
lemak yang lebih tinggi
Protein yang terkandung dalam bahan pangan setelah dikonsumsi akan
mengalami pencernaan (pemecahan atau hidrolisis oleh enzim-enzim protease)
menjadi unit-unit penyusunnya, yaitu asam-asam amino. Asam-asam amino
inilah yang selanjutnya diserap oleh tubuh melalui usus kecil, yang kemudian
dialirkan ke seluruh tubuh untuk digunakan dalam pembentukan
jaringan-jaringan baru dan mengganti jaringan-jaringan-jaringan-jaringan yang rusak. Asam-asam amino
yang berlebihan dapat juga digunakan sebagai sumber energi bagi tubuh atau
disimpan dalam bentuk lemak sebagai cadangan energi (Muchtadi, 2010).
Berdasarkan kandungan asam-asam amino esensialnya, maka suatu
protein bahan pangan dapat dinilai apakah bergizi tinggi atau rendah. Suatu
protein dikatakan bernilai gizi tinggi apabila mengandung asam-asam amino
esensial yang susunannya lengkap serta komposisinya sesuai dengan kebutuhan
tubuh serta asam-asam amino tersebut dapat digunakan oleh tubuh (tersedia
atau available bagi tubuh) (Muchtadi, 2010).
Umumnya protein hewani (daging, ikan, susu, telur) merupakan protein
yang bernilai gizi tinggi. Protein nabati umumnya daya cernanya lebih lebih
rendah dan kekurangan salah satu (sering juga kekurangan dua macam) asam
amino esensial. Sebagai contoh protein serealia (beras, terigu) kekurangan
asam amino lisin, sedangkan protein kacang-kacangan (kedelai) kekurangan
menentukan jumlah yang harus dikonsumsi. Untuk memenuhi kebutuhan tubuh
akan protein, protein dengan nilai gizi rendah harus dikonsumsi dalam jumlah
yang lebih banyak dibandingkan dengan protein yang bernilai gizi tinggi
(Muchtadi, 2010).
Protein merupakan senyawa kompleks yang terdiri dari asam amino
yang diikat satu sama lain dengan ikatan peptida. Asam amino sendiri terdiri
dari rantai karbon (radikal R), atom hidrogen, gugus karboksilat (COOH),
kadang-kadang gugus hidroksil (OH), belerang (S) serta gugus amino (NH2)
(Muchtadi, 2010).
2.3 Asam amino
Asam amino merupakan unit dasar struktur protein. Suatu asam amino
alfa terdiri dari gugus amino, gugus karboksil, atom H dan gugus R tertentu,
yang semuanya terikat pada atom karbon α. Gugus R menyatakan rantai
samping (kusnandar, 2010). Struktur Umum dari asam amino dapat dilihat
pada gambar di bawah ini:
Gugus karboksil dan gugus amin yang terikat pada karbon α dapat
asam sedangkan gugus amin bermuatan positif yang bersifat basa. Dengan
adanya dua gugus dengan muatan yang berbeda tersebut, maka asam amino
disebut bersifat amfoter, artinya dapat bersifat asam maupun basa. Sifat asam
atau basa ini dipengaruhi pH lingkungannya (Kusnandar, 2010).
Apabila asam amino dalam keadaan basa, maka asam amino akan
terdapat dalam bentuk (I) karena konsentrasi ion OH− yang tin ggi mampu
mengikat ion-ion H+ pada gugus NH3+. Sebaliknya bila dalam keadaan asam,
maka konsentrasi ion H+ yang tinggi mampu berikatan dengan ion −COO−
sehingga terbentuk gugus –COOH maka asam amino akan terdapat dalam
bentuk (II) (Poedjiadi, 1994).
Semua protein pada semua spesies mulai dari bakteri sampai manusia dibentuk
dari 20 asam amino. Keanekaragaman fungsi yang diperantarai oleh protein
dimungkinkan oleh keragaman susunan yang dapat dibuat dari 20 jenis asam
amino ini sebagai unsur pembangun (Poedjiadi, 1994).
Setiap asam amino terdiri dari gugus amin (NH2) dan gugus karboksil
(COOH). Asam amino yang sudah diketahui ada sekitar 20 macam. Sepuluh
konsumsi makanan sehari-hari, yaitu histidin, arginin, isoleusin, leusin, lisin,
metionin, valin, triptofan, fenilalanin dan treonin (Auliana, 2001).
2.4 Sumber Protein
Sumber protein bagi manusia dapat digolongkan menjadi dua macam,
yaitu berdasarkan sifatnya, sumber protein nabati seperti biji-bijian (serealia)
dan kacang-kacangan dan sumber protein hewani seperti daging, ikan, susu dan
telur (Muchtadi, 2010).
Bahan makanan hewani merupakan sumber protein yang baik, dalam
jumlah maupun mutu, seperti telur, susu, daging, unggas, ikan dan kerang.
Sumber protein nabati adalah kacang kedelai dan hasilnya, seperti tempe dan
tahu serta kacang-kacangan lain. Bahan makanan hewani kaya dalam protein
bermutu tinggi, tetapi hanya merupakan 18,4% konsumsi protein rata-rata
penduduk Indonesia (Almatsier, 2004).
Hasil-hasil hewani yang umum digunakan sebagai sumber protein
adalah daging (sapi, kerbau, kambing, dan ayam), telur (ayam dan bebek), susu
(terutama susu sapi), dan hasil-hasil perikanan (ikan, udang, kerang dan
lain-lain). Protein hewani disebut sebagai protein yang lengkap dan bermutu tinggi,
karena mempunyai kandungan asam-asam amino esensial yang lengkap yang
susunannya mendekati apa yang diperlukan oleh tubuh, serta daya cernanya
tinggi sehingga jumlah yang dapat diserap (dapat digunakan oleh tubuh) juga
Protein nabati hampir sekitar 70% penyediaan protein didunia berasal
dari bahan nabati (hasil tanaman), terutama berasal dari biji-bijian (serealia)
dan kacang-kacangan. Sebagian besar penduduk dunia menggunakan serealia
(terutama beras, gandum, dan jagung) sebagai sumber utama kalori, yang
ternyata sekaligus juga merupakan sumber protein yang penting (Muchtadi,
2010).
Protein adalah zat yang dibentuk oleh sel-sel yang hidup. Lebih dari
separo zat-zat yang berbentuk padat di dalam jaringan–jaringan manusia dan
binatang mamalia terdiri atas protein. Protein mempunyai peranan yang
penting di dalam tubuh manusia dan binatang, karena ia bertangggung jawab
untuk menggerakkan otot-otot, protein hemoglobin mempunyai peranan
mengangkut oksigen dari paru–paru ke jaringan seluruh tubuh. Sehingga
protein sangat penting untuk masing–masing individu (Sastrohamidjojo, 2005).
2.5 Kecukupan konsumsi protein
Kekurangan protein dapat menyebabkan kwashiorkor pada anak-anak
dibawah lima tahun (balita). Kekurangan protein sering ditemukan secara
bersamaan dengan kekurangan energi yang menyebabkan kondisi yang
dinamakan maramus. Sindroma gabungan antara 2 jenis kekurangan ini
dinamakan energy-protein Malnutrition/EPM atau kurang energi-protein/KEP
atau kurang kalori protein/KKP. Kwashiorkor lebih banyak terdapat pada usia
dua hingga tiga tahun yang sering terjadi pada anak sehingga komposisi gizi
umumnya merupakan penyakit pada bayi (dua belas bulan pertama) karena
terlambat diberi makanan tambahan, formula pengganti ASI terlalu encer, tidak
higienis atau sering kena infeksi terutama gastrointeritis. Maramus
berpengaruh pada jangka panjang terhadap mental dan fisik yang sukar
diperbaiki (Almatsier, 2004).
Mengkonsumsi protein dalam jumlah berlebihan akan membebani kerja
ginjal. Makanan yang berprotein tinggi, biasanya juga tinggi lemaknya
sehingga menyebabkan obesitas. Kelebihan protein pada bayi dapat
memberatkan kesehatan ginjal dan hati yang harus memetabolisme dan
mengeluarkan kelebihan nitogen, juga dapat menyebabkan asidosis, dehidrasi,
diare dan demam (Almatsier, 2004).
Asupan protein yang dianjurkan menurut hasil penelitian WHO (1985)
menggunakan tingkat asupan aman sebesar 0,75 g/kg berat badan, Untuk
penetapan Referensi Asupan Gizi (RNI) protein; angka ini setara dengan 56
g/hari untuk pria dewasa dan 45 g/hari untuk wanita dewasa (Barasi, 2007).
Tabel 1. Angka kecukupan protein menurut kelompok umur dinyatakan dalam taraf asupan terjamin.
Kelompok Umur (tahun) AKP (nilai PST) gram/kg berat badan
60 + 0,75 0,75
Ibu hamil + 12 gram/hari
Ibu menyusui enam bulan pertama + 16 gram/hari
Ibu menyusui enam bulan kedua + 12 gram/hari
Ibu menyusui tahun kedua + 11 gram/hari Sumber: Almatsier, 2004
2.6 Telur
Telur merupakan salah satu bahan pangan yang paling lengkap gizinya.
Selain itu bahan pangan ini juga bersifat serba guna karena dapat dimanfaatkan
untuk berbagai keperluan. Komposisi sebutir telur terdiri dari 11% kulit telur,
58% putih telur dan 31% kuning telur. Kandungan gizi sebutir telur ayam
dengan berat 50 g terdiri dari protein 6,3 g, karbohidrat 0,6 g, lemak 5 g,
vitamin dan mineral. Protein disusun dari asam-asam amino yang terikat satu
dengan lainnya. Mutu dari protein disebut sebagai nilai hayati. Mutu dari
protein disebut sebagai nilai hayati yang ditentukan oleh asam-asam amino dan
jumlah masing-masing asam amino (Sudaryani, 2003).
Protein telur merupakan protein yang bermutu tinggi dan mudah
dicerna dalam telur, protein lebih banyak terdapat pada kuning telur, yaitu
sebanyak 16,5%, sedangkan pada putih telur sebanyak 10,9%. Dari sebutir
telur yang berbobot sekitar 50 g, kandungan total proteinnya adalah 6 g.
Dibandingkan bahan makanan sumber protein lainnya, ternyata telur memiliki
pola komposisi asam amino esensial yang sesuai dengan kebutuhan sintesa
protein di dalam tubuh. Pola komposisi asam amino esensial telur diambil
makanan. Patokan standar tersebut dinamakan PST (protein senilai telur)
(Sudaryani, 2003; Auliana, 2001).
Telur ayam terdiri dari kira-kira 11% kulit, 31% kuning telur dan 58%
putih telur. Dilihat kegunaannya sebagai bahan pangan, maka kulit telur dan
membrannya hanya berfungsi sebagai pembungkus untuk menjaga komponen
bahan pangan didalamnya, yaitu putih dan kuning telur. Bagian cair telur utuh
terdiri dari sekitar 85% putih telur dan 35% kuning telur (Muchtadi, 2010).
2.6.1 Lemak
Kandungan lemak pada telur sekitar 5 gram. Lemak pada telur terdapat
pada kuning telur, sekitar 32%, sedangkan lemak yang lain terdapat pada putih
telur. Zat gizi ini mudah dicerna oleh manusia. Lemak pada telur terdiri dari
trigliserida (lemak netral), fosfolipida dan kolesterol. Fungsi trigliserida dan
fosfolipida umumnya menyediakan energi yang diperlukan untuk aktivitas
sehari-hari (Sudaryani, 2003).
2.6.2 Vitamin dan Mineral
Telur mengandung semua vitamin. Selain sebagai sumber vitamin, telur
juga merupakan bahan pangan sumber mineral. Beberapa mineral yang
terkandung dalam telur di antaranya besi, fosfor, kalsium, tembaga, yodium,
magnesium, mangan, potasium, sodium, zink, klorida dan sulfur (Sudaryani,
2.7 Protein Telur
Putih telur yang segar adalah tebal dan diikat kuat oleh kalaza. Untuk
telur baik, putih telur harus bebas dari titik daging atau titik darah. Albumen
dari putih telur terdiri dari 4 lapisan. Masing-masing chalazae (27,0%), putih
kental (57,0%), putih telur encer dalam (17,3%), dan putih telur encer bagian
luar (23,0%). Putih telur adalah larutan yang mengandung sekitar 12% protein.
Lapisan yang terakhir ini berhubungan dengan “chalaza”, suatu serabut yang
menahan kestabilan kuning telur. Sifat masing-masing lapisan berbeda,
terutama dalam hal kandungan ovomusin, di mana lapisan kental
kandungannya lebih tinggi dibandingkan dengan lapisan encer (Muchtadi,
2010; Sudaryani, 2003).
2.8Faktor Yang Mempengaruhi Kandungan Protein Pada Telur
1. Kondisi Lingkungan Ayam
- Penyakit
Beberapa jenis penyakit ayam, seperti infeksi bronkitis dapat
menimbulkan abnormalitas pada pada kulit telur. Bahkan penyakit
tersebut juga menimbulkan penurunan kualitas pada putih telur dan
kuning telur (Sudaryani, 2003).
- Suhu
Suhu yang panas akan mengurangi kualitas putih telur, kuning telur dan
mengurangi kekuatan maupun ketebalan kulit telur. Hal ini disebabkan
diperlukan tidak mencukupi. Suhu yang diperkenankan maksimal
mencapai 29oC (Sudaryani, 2003).
2. Pakan
Kualitas pakan akan mengurangi kualitas putih telur, kuning telur dan
mengurangi kekuatan maupun ketebalan kulit telur. Untuk memenuhi
sejumlah unsur nutrisi, ayam memperoleh pakan dari berbagai bahan
makanan. Bahan pakan sebagai sumber energi yaitu jagung, dedak,
bekatul dan ubi kayu. Bahan pakan sebagai sumber protein yaitu
Bungkil kacang kedelai, bungkil kacang tanah, bungkil kelapa. Bahan
makanan sebagai sumber mineral yaitu tepung tulang, tepung kerang,
tepung ikan (Rasyaf, 1994).
2.9 Metode Analisis Protein 2.9.1 Analisis Kualitatif
Analisis protein secara umum dilakukan dengan dua metode, yaitu
kualitatif dan kuantitatif. Reaksi pengenalan (kualitatif) yang dapat dilakukan
yakni reaksi Xantoprotein dan reaksi Biuret.
1. Reaksi Xantoprotein
Dibuat dengan cara: larutan asam nitrat pekat ditambahkan dengan
hati-hati kedalam larutan protein. Setelah dicampur terjadi endapan putih yang
dapat berubah menjadi kuning apabila dipanaskan. Reaksi yang terjadi adalah
nitrasi pada inti benzena yang terdapat pada molekul protein. Reaksi ini positif
untuk protein yang mengandung tirosin, fenilalanin dan triptofan (Bintang,
2. Metode Biuret
Dilakukan dengan cara: larutan protein dibuat alkalis dengan NaOH
kemudian ditambahkan larutan CuSO4 encer. Uji ini untuk menunjukkan
adanya senyawa-senyawa yang mengandung gugus amida asam yang berada
bersama gugus amida yang lain. Uji ini memberikan reaksi positif yaitu
membentuk senyawa kompleks ditandai dengan timbulnya warna ungu violet
atau biru violet (Bintang, 2010).
2.9.2 Analisis Kuantitatif
Bentuk uji kuantitatif (penentuan kadar) yang dapat dilakukan:
1. Metode Titrasi Formol
Prinsip metode ini adalah dengan adanya air dan penambahan Kalium
oksalat, protein akan dihidrolisis menjadi asam-asam amino. Selanjutnya
dengan penambahan formaldehid akan menghambat gugus basa asam amino
membentuk gugus dimethilol sehingga tidak mengganggu reaksi antara NaOH
dengan gugus asam dari asam amino dan konsentrasi protein dapat ditentukan
(Estiasih, dkk., 2012).
Indikator yang digunakan adalah PP (fenolftalein), akhir titrasi bila
tepat terjadi perubahan warna menjadi merah muda yang tidak hilang dalam 30
detik. Titrasi formol ini hanya tepat untuk menentukan suatu proses terjadinya
pemecahan protein (Sudarmadji, dkk., 1989).
Dipipet 10 ml larutan putih telur atau larutan protein kedalam
erlenmeyer 125 ml dan tambahkan 20 ml akuades dan 0,4 ml larutan kalium
Diamkan selama 2 menit. Dititrasilah larutan dengan 0,1 N NaOH sampai
mencapai warna seperti warna standar atau sampai warna merah jambu.
Setelah warna tercapai, tambahkan 2 ml larutan formaldehid 40% dan titrasilah
kembali dengan larutan NaOH sampai warna seperti warna standar tercapai
lagi. Catat titrasi kedua ini. Titrasi koreksi yaitu titrasi kedua dikurangi titrasi
blanko merupakan titrasi formol, untuk perhitungan % protein (Sudarmadji,
dkk., 1984):
% Protein = NNaOH
0,1 (�� − ��) × 1,83
Untuk protein digunakan faktor 1,83
Keterangan : �� = titrasi sampel
�� = titrasi blanko
Menurut Sudarmadji, dkk., (1989), reaksi titrasi formol adalah sebagai berikut:
2. Metode Kjeldhal
Metode Kjeldahl merupakan metode yang sederhana untuk penetapan
nitrogen total pada asam amino, protein dan senyawa yang mengandung
nitrogen. Cara Kjeldahl digunakan untuk menganalisis kadar protein kasar
dalam bahan makanan secara tidak langsung karena senyawa yang
dianalisisnya adalah kadar nitrogennya. Dengan mengalikan hasil analisis
tersebut dengan faktor konversi 6,25 diperoleh nilai protein dalam bahan
makanan tersebut. Penentuan kadar protein dengan metode ini mengandung
kelemahan karena adanya senyawa lain yang bukan protein yang mengandung
N akan tertentukan sehingga kadar protein yang diperoleh langsung dengan
cara kjeldahl ini sering disebut dengan kadar protein kasar/crude protein
(Sudarmadji, dkk., 1989).
Berlangsung tiga tahap:
a. Tahap Destruksi
Pada tahap ini, sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga
terjadi destruksi menjadi unsur-unsurnya. Elemen karbon (C) dan hidrogen (H)
teroksidasi menjadi karbon monoksida (CO), karbondioksida (CO2), dan air
(H2O). Elemen Nitrogen akan berubah menjadi amonium sulfat. Banyaknya
asam sulfat yang digunakan untuk destruksi diperhitungkan terhadap
kandungan protein, karbohidrat dan lemak (Bintang, 2010).
Untuk mempercepat destruksi maka ditambahkan katalisator. Dengan
penambahan katalisator, maka titik didih asam sulfat akan dipertinggi sehingga
campuran K2SO4 yang dapat mempercepat proses oksidasi dan juga dapat
menaikkan titik didih asam sulfat. Proses destruksi diakhiri jika larutan telah
menjadi warna jernih (Bintang, 2010).
Reaksi yang terjadi pada proses destruksi (Meloan, 1987):
katalisator
n – C – NH2 + H2SO4 CO2 + (NH4)2SO4 + SO2
pemanasan protein
b. Tahap Destilasi
Pada tahap destilasi, amonium sulfat dapat dipecah menjadi amonia,
yaitu dengan penambahan larutan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan.
Amonia yg dibebaskan ditangkap oleh larutan asam. Asam yg dapat dipakai
adalah H2SO4. Agar kontak antara larutan asam dengan amonia berjalan
sempurna, maka ujung selang pengalir destilat harus tercelup kedalam larutan
asam. Destilasi diakhiri jika semua amonia sudah terdestilasi sempurna
menggunakan indikator mengsel sebagai indikator penunjuk. Reaksi yang
terjadi pada tahap destilasi yaitu (Bintang, 2010):
(NH4)2SO4 + 2 NaOH 2 NH3↑ + Na2SO4 + 2H2O
c. Tahap Titrasi
Apabila penampung destilat yang digunakan adalah larutan asam sulfat,
maka sisa asam sulfat yang tidak bereaksi dengan amonia dititrasi dengan
dan metil blue). Selisih jumlah titrrasi sampel dan blanko merupakan jumlah
nitrogen.
% N =������(������−������)
�����������(�)�1000 x N NaOH x 14,007 x 100%
Setelah diperoleh %N selanjutnya dihitung kadar proteinnya dengan
mengalikan %N dengan suatu faktor konversi. Besarnya faktor konversi
nitrogen tergantung pada persentase nitrogen yang menyusun protein dalam
bahan pangan yg dianalisa tersebut (Sudarmadji, dkk., 1989).
Reaksi yang terjadi pada tahap titrasi ini yaitu:
NH3 + H2SO4 (NH4)2SO4
Kelebihan H2SO4 + 2 NaOH Na2SO4 + 2H2O
(Bintang, 2010).
Dasar perhitungan penentuan protein menurut Kjeldahl adalah
berdasarkan hasil penelitian yang menyatakan bahwa umumnya protein
mengandung rata-rata 16% N dalam protein murni. Apabila jumlah N dalam
bahan telah diketahui, maka jumlah protein dihitung dengan mengalikan
jumlah N dengan 100/16 (N X 6,25). Sedangkan untuk protein-protein tertentu
yang telah diketahui komposisinya dengan tepat, maka faktor konversi yang
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kualitatif
Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara pada bulan Maret 2013 - Juni
2013.
3.2 Bahan-bahan 3.2.1 Sampel
Sampel yang digunakan yaitu Telur Ayam Ras dan Telur Puyuh yang
diambil secara purposif di Pasar Simpang Limun, Sisingamangaraja, Medan.
Sedangkan Telur Buras dan Telur Itik yang diambil dari salah satu rumah dan
Telur penyu diambil di daerah sekitar kota Medan.
3.2.2 Pereaksi
Pereaksi yang digunakan adalah pro analis produksi E.Merck yaitu
NaOH 99%, formaldehid 37%, etanol 96%, fenolftalein 99%, kalium oksalat
99%, kalium biftalat 99%, cuso4 99% dan air suling (Laboratorium Analisis
Kualitatif).
3.3 Alat-alat
Alat–alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Buret (Pyrex),
statif, klem, neraca analitik (shimadzu), cawan penguap, alat-alat gelas (Pyrex
3.4 Pembuatan Pereaksi
3.4.1 Larutan NaOH 0,1 N (b/V)
Larutan NaOH 0,1 N dibuat dengan cara melarutkan 4,0 gr NaOH
pellet (b/v) dilarutkan dengan air suling bebas CO2 hingga 1000 ml (Ditjen
POM, 1995).
3.4.2 Larutan indikator Fenolftalein 1% (b/v)
Larutan Indikator fenolftalein 1% dibuat dengan cara melarutkan 1,0 gr
fenolftalein dilarutkan dengan etanol 96% p.a hingga 100 ml (Ditjen POM,
1995).
3.4.3 Larutan Tembaga (II) sulfat 0,5%
Larutan Tembaga (II) sulfat 0,5% dibuat dengan cara melarutkan 0,5 gr
CuSO4.H2O dilarutkan dengan 100 ml air suling (Ditjen POM, 1995).
3.5 Prosedur Penelitian
3.5.1 Pembakuan Larutan 0,1 N NaOH
Ditimbang dengan teliti lebih kurang 0,5 g kalium phtalat (BM 204,2)
yang telah dipanaskan pada temperatur 110OC selama 4 jam, dan dimasukkan
kedalam erlenmeyer 250 ml. Dibuat 3 kali ulangan.
Kristal pthalat dilarutkan kedalam 25 ml air suling dan dipanaskan
perlahan-lahan sampai semua terlarut. Ditambahkan 2–3 tetes indikator
fenolftalein dan dititrasi dengan larutan NaOH yang akan distandartkan sampai
warna merah jambu timbul. Perhitungan N NaOH dari hasil rata – rata 3 kali
ulangan (Sudarmadji, dkk., 1984).
N Larutan NaOH = g K-phtalat
3.5.2 Pengambilan Sampel
Metode pengambilan sampel dilakukan dengan cara sampling purposif
yang dikenal juga sebagai sampling pertimbangan dimana sampel ditentukan
atas pertimbangan bahwa populasi sampel adalah homogen dan sampel yang
tidak diambil mempunyai karakteristik yang sama dengan sampel yang sedang
diteliti (Sudjana, 2005).
3.5.3 Penyiapan Bahan
Sampel yang digunakan adalah Telur Ayam Ras, Telur Ayam Buras,
Telur Itik, Telur Puyuh, dan Telur Penyu. Masing-masing telur diambil dalam
kondisi yang bagus, kemudian dicuci dengan air suling dan dikeringkan,
dipecahkan telur, dipisahkan kuning dan putihnya.
3.5.4 Analisis kualitatif
3.5.4.1 Reaksi warna dengan Biuret
Kedalam tabung reaksi dimasukkan 1 ml sampel kemudian
ditambahkan Basa dan 2-3 tetes larutan Cu-sulfat. Lihat perubahan warna yang
terjadi. Jika terdapat protein maka akan terbentuk warna ungu violet (Girindra,
1993).
3.5.4.2 Reaksi warna dengan Xantoprotein
Kedalam tabung reaksi dimasukkan 1 ml sampel kemudian
ditambahkan Asam Nitrat. Jika terdapat protein maka akan terbentuk warna
kuning dan endapan putih (Girindra, 1993).
Dipipet 20 ml air suling ditambahkan 0,4 ml kalium oksalat jenuh dan 1
ml indikator fenolftalein 1% lalu tambahkan 2 ml lautan formaldehid 37% dan
dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N.
3.5.5.2 Penetapan Kadar Protein dalam Sampel
3.5.5.2.1 Penetapan Kadar Protein dalam Putih Telur Ayam Ras
Metode ini merupakan metode modifikasi dari Sudarmadji, dkk.,
(1984), dengan cara sebagai berikut:
Dipipet 10 ml cairan putih telur ayam ras atau larutan protein kedalam
erlenmeyer 125 ml dan tambahkan 20 ml air suling dan 0,4 ml larutan kalium
oksalat jenuh (K-Oksalat : air = 1 : 3) dan tambahkan 1 ml fenoftalein 1%.
Diamkan selama 2 menit. Lalu, tambahkan 2 ml larutan formaldehid 37% dan
titrasilah dengan larutan NaOH 0,1 N sampai warna seperti warna merah jambu
tercapai. Catat titrasi ini.
Titrasi koreksi yaitu titrasi dikurangi titrasi blanko merupakan titrasi
formol, untuk perhitungan % protein:
% Protein = NNaOH
0,1 (�� − ��) × 1,83
Untuk protein digunakan faktor 1,83
Keterangan : �� = titrasi sampel
�� = titrasi blanko
Dengan cara yang sama di lakukan selanjutnya pengerjaan terhadap sampel
3.5.6 Analisis data Secara Statistik
Menurut Gandjar dan Rohman (2009), kadar protein yang diperoleh
dari hasil pengukuran masing-masing larutan sampel dianalisis secara statistik
dengan metode standar deviasi dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
SD =
(
)
X= Kadar rata-rata sampel n = jumlah pengulangan
Kadar protein yang diperoleh dari hasil pengukuran masing-masing ke
enam larutan sampel, diuji secara statistik dengan uji T.
Untuk mengetahui data ditolak atau diterima dilakukan dengan uji T
yang dapat dihitung dengan rumus:
� − ℎ�����= �Xi− X SD/√n�
Hasil pengujian atau nilai T yang diperoleh ditinjau terhadap daftar harga T,
apabila Thitung > Ttabel maka data tersebut ditolak.
Menurut Sudjana (2005), untuk menentukan kadar protein di dalam
sampel dengan interval kepercayaan 99%, α = 0,01, dk = n-1, dapat digunakan
rumus:
µ = X ± t (½α,dk) x (SD/ √n )
Keterangan : µ = interval kepercayaan X = kadar rata-rata sampel
t = harga t tabel sesuai dengan dk = n-1
3.5.7 Pengujian Beda Nilai Rata-rata
Menurut Sudjana (2005), sampel yang dibandingkan adalah independen
dan jumlah pengamatan masing-masing lebih kecil dari 30 dan varians (σ)
tidak diketahui sehingga dilakukan uji F untuk mengetahui apakah varians
kedua populasi sama (σ1 = σ 2 ) atau berbeda (σ1 ≠ σ 2 ) dengan menggunakan
rumus:
F0 =
�12�22
Keterangan : F0 = Beda nilai yang dihitung
S1 = Standar Deviasi sampel 1
S2 = Standar Deviasi sampel 2
Apabila dari hasilnya diperoleh Fo tidak melewati nilai kritis F maka
dilanjutkan uji dengan distribusi t dengan rumus:
to =
(�1− �2)
���1/�1+1/�2
Sp = �(�1−1)�12 + (�2−1)�22
�1+�2−2
Keterangan : X1 = Kadar rata-rata sampel 1
X2 = Kadar rata-rata sampel 2
Sp = Simpangan baku
n1 = Jumlah perlakuan sampel 1
n2 = Jumlah perlakuan sampel 2
S1 = Standar Deviasi sampel 1
Dan jika Fo melewati nilai kritis F maka dilanjutkan uji dengan distribusi t
dengan rumus:
to =
(�1−�2)
����12/�1+�22/�2
Keterangan : X1 = Kadar rata-rata sampel 1
X2 = Kadar rata-rata sampel 2
Sp = Simpangan baku
n1 = Jumlah perlakuan sampel 1
n2 = Jumlah perlakuan sampel 2
S1 = Standar Deviasi sampel 1
S2 = Standar Deviasi sampel 2
Kedua sampel dinyatakan berbeda apabila to yang diperoleh melewati nilai
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis kualitatif
Analisis kualitatif dilakukan sebagai analisis pendahuluan untuk
mengetahui ada atau tidaknya protein dalam sampel. Data dan gambar dapat
dilihat pada Tabel 2, dan Lampiran 4, halaman 41.
Tabel 2 Hasil Analisis Kualitatif
N o
Sampel Pereaksi Hasil reaksi Hasil
1
Asam Nitrat Endapan putih, Larutan Kuning
Asam Nitrat Endapan putih, Larutan Kuning
Asam Nitrat Endapan putih Larutan Kuning
Asam Nitrat Endapan putih Larutan Kuning
Asam Nitrat Sedikit Endapan putih, Sedikit Larutan Kuning
+
Keterangan: + = Mengandung Protein
Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa kelima bahan tersebut mengandung
warna ungu violet dengan penambahan CuSO4 0,5% dan terbentuk endapan
putih dan larutan kuning dengan penambahan asam nitrat.
4.2 Analisis kuantitatif
4.2.1 Analisis Kadar protein dalam Putih Telur
Pada pengukuran sampel yang dilakukan secara titrasi formol, dimana
sampel yang digunakan tidak dihomogenkan karena untuk mempermudah
pemipetan. Terlebih dahulu dirangkaikan alat dengan sesuai, Setelah itu dipipet
10 ml cairan putih telur, lalu tambahkan 20 ml air suling dan 0,4 ml larutan
k-oksalat dan tambahkan 1 ml fenolftalein 1%, kemudian tambahkan 2 ml larutan
formaldehid 37% dan ditittrasi dengan NaOH 0,1 N sampai tercapai warna
merah jambu. Data dan contoh perhitungan dapat di lihat pada Lampiran 5,
halaman 42 dan 43.
Analisis dilanjutkan dengan perhitungan statistik (perhitungan dapat
dilihat pada Lampiran 6, halaman 44 dan 45. Hasil analisis kuantitatif protein
pada sampel dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 3. Kadar protein dalam sampel Putih Telur Ayam Ras, Telur Ayam buras, Telur Itik, Telur Puyuh dan Telur Penyu.
No
Sampel Kadar Protein (%)
Dari Tabel 3, setelah dilakukan uji F terhadap kadar sampel maka dapat
dilihat bahwa kadar protein yang terdapat dalam sampel Putih Telur Puyuh,
Telur Itik, Telur Ayam Ras, Telur Ayam Buras dan Telur Penyu mempunyai
perbedaan yang signifikan. Hal ini dipengaruhi oleh faktor pakan, lingkungan
dan suhu penyimpanan (Sudaryani, 2003).
Dari hasil analisis kuantitatif, sesuai yang tercantum pada Tabel 3,
putih telur puyuh mempunyai kadar putih telur yang lebih tinggi, sedangkan
putih telur penyu memiliki kadar protein yang paling kecil dibandingkan bahan
sampel tersebut.
Meskipun semua protein yang terdapat di dalam tubuh hewan atau
bahan-bahan makanan sering dapat digolongkan ke dalam protein secara
kolektif, akan tetapi setiap protein berbeda satu sama lainnya. Perbedaan
disebabkan kandungan asam-asam amio yang memberikan kekhasan sifat
fisika dan kimia dari tiap-tiap protein serta sifat biologisnya (Wahju, 2004).
4.2.2 Pengujian Beda Nilai Rata-rata Kadar Protein pada Putih Telur Ayam Ras, Telur Ayam buras, Telur Itik, Telur Puyuh dan Telur Penyu
Pengujian nilai beda rata-rata kadar protein pada sampel bertujuan untuk
melihat apakah ada perbedaan yang signifikan pada rata-rata kadar protein
antara kelima sampel telur tersebut. Uji statistik yang digunakan yaitu uji beda
nilai rata-rata kadar protein antara kelima sampel dengan menggunakan
distribusi t pada taraf kepercayaan 95%, jika diperoleh to atau thitung lebih tinggi
atau lebih rendah dari range t tabel maka menunjukkan perbedaan kadar yang
Tabel 4. Hasil Uji Beda Nilai Rata-rata Kadar Protein antara Lima Sampel
S1 terhadap S3 -20,2667 Ditolak
3
S1 terhadap S4 -29,6454 Ditolak
4
S1 terhadap S5 106,4356 Ditolak
5
S2 terhadap S3 -33,2096 Ditolak
6
S2 terhadap S4 -40,2675 Ditolak
7
S2 terhadap S5 102,4604 Ditolak
8
S3 terhadap S4 -15,9363 Ditolak
9
S3 terhadap S5 141,4498 Ditolak
10
S4 terhadap S5 126,8945 Ditolak
Keterangan : S1 = Sampel Telur Ayam Ras
S2 = Sampel Telur Ayam Buras
S3 = Sampel Telur Itik
S4 = Sampel Telur Puyuh
S5 = Sampel Telur Penyu
Daerah kritis penolakan dengan menggunakan distribusi t dengan taraf
kepercayaan 95% adalah thitung < -2.2281 dan thitung > 2,2281. Dari Tabel 4 di
atas menunjukkan bahwa hipotesis ditolak. Hasil ini menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan kadar protein yang signifikan antara sampel Putih Telur
Ayam Ras, Telur Ayam buras, Telur Itik, Telur Puyuh dan Telur Penyu
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan
Pemeriksaan secara kuantitatif dengan menggunakan titrasi formol
menunjukkan bahwa kandungan protein dalam putih telur puyuh 8,98 ± 0,2177
g/100 ml, telur itik 8,06 ± 0,1448 g/100 ml, telur ayam ras 6,89 ± 0,1822 g/100
ml, telur ayam buras 6,27 ± 0,1621 g/100 ml, dan telur penyu 0,44 ± 0,1621
g/100 ml.
Hasil uji statistik yaitu uji beda rata-rata kandungan protein dalam
kelima bahan tersebut menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan signifikan
dimana kandungan protein pada putih telur puyuh lebih tinggi dari bahan putih
telur lainnya, urutan tertinggi selanjutnya pada putih telur itik, putih telur ayam
ras, putih telur ayam buras dan putih telur penyu sehingga dapat disimpulkan
bahwa kandungan Protein paling banyak terkandung dalam putih telur puyuh
dan kandungan protein paling sedikit terkandung pada putih telur penyu.
5.2 Saran
Disarankan bahwa untuk penelitian selanjutnya kadar protein pada
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. (2004). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Cetakan Keempat. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Halaman 77, 100, 102-104.
Anonima. (2013). Tips dan Teknik Budidaya Ayam Ras Petelur. 2013.
Anonimb. (2013). Penyu. http://id.wikipedia.org. Diakses pada tanggal 25 juli 2013.
Auliana, R. (2001). Gizi dan Pengolahan Pangan. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Adicitra Karya Nusa. Halaman 7-8.
Barasi, M.E. (2007). Nutrition At a Glance. Terjemahan: Hermin Halim. At a Glance: Ilmu Gizi. (2009). Jakarta: Penerbit Erlangga. Halaman 43.
Bintang, M. (2010). Biokimia Teknik Penelitian. Jakarta: Penerbit Erlangga. Halaman 100, 101, 108-109, 112.
Deman, J.M. (1989). Principles of Food Chemistry. Terjemahan: Kosasih Padmawinata. Kimia Makanan. (1997). Bandung: ITB. Halaman 103, 105-151.
Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 1127, 1165.
Estiasih, T., Novita, W., Indira, P., Wenny, B.S., Nurcholis, M., dan Feronika, H. (2012). Modul Praktikum Biokimia Dan Analisis Pangan. Malang: Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya. Halaman 41.
Gandjar, I.G., dan Rohman, A. (2009). Kimia Farmasi Analisis. Cetakan IV. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Halaman 22.
Girindra, A. (1993). Biokimia I. Cetakan Ketiga. Jakarta: PT. Gramedia Utama. Halaman 88.
Irianto, K., dan Waluyo, K. (2007). Gizi Dan Pola Hidup Sehat. Cetakan IV. Bandung: Penerbit Yrama Widya. Halaman 21-22.
Kusnandar, F. (2010). Kimia Makanan Komponen Makro. Jakarta: PT. Dian Rakyat. Halaman 206.
Muchtadi, D. (2010). Teknik Evaluasi Nilai Gizi Protein. Cetakan Kesatu. Bandung: Alfabeta, CV. Halaman 2-6, 11-15, 24-25.
Poedjiadi, A. (1994). Dasar-dasar Biokimia. Bogor: PT. Dian Rakyat. Halaman 56.
Pomeranz, Y., dan Meloan, C. (1987). Food Analysis: Theory and Practise.
Edisi kedua. New York: Van Nostrand Reinhold Company. Halaman 753-755.
Rasyaf, M. (1994). Makanan Ayam Broiler. Cetakan I. Yogyakarta: Kanisius. Halaman 102, 110.
Sastrohamidjojo, H. (2005). Kimia Organik. Edisi I. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Halaman 119-120.
Saswono, B. (1997). Beternak ayam Buras. Cetakan 15. Jakarta: Penebar Swadaya. Halaman 59-62.
Simanjuntak, L. (2002). TikTok Unggas Pedaging Hasil Persilangan Itik Dan Entok. Cetakan I. Jakarta: Agromedia Pustaka. Halaman 1, 8-9.
Sudarmadji, S., Haryono, B., dan Suhardi. (1984). Prosedur Analisa Untuk
Bahan Makanan dan Pertanian. Edisi Ketiga. Yogyakarta: Penerbit
Liberty. Halaman 54-55.
Sudarmadji, S., Haryono, B., dan Suhardi. (1989). Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Edisi Pertama. Yogyakarta: Penerbit Liberty. Halaman 119, 141, 144.
Sudaryani, T. (2003). Kualitas Telur. Jakarta: Penebar Swadaya. Halaman 1, 8-10, 13, 19.
Sudjana. (2005). Metode Statistika. Edisi VI. Bandung: Tarsito. Halaman 93.
Wahju, J. (2004). Ilmu Nutrisi Unggas. Cetakan V. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Halaman 60.
Lampiran 1. Perhitungan Pembakuan NaOH 0,1 N Data Larutan Baku NaOH
No. Berat K.Biftalat Titrasi yang diperoleh
1. 0,501 25,5
2. 0,500 25,1
3. 0,500 25,3
Perhitungan:
Normalitas NaOH = G. K. Biftalat 0,2042 × ml NaOH
Normalitas rata-rata (Nr) dan Persen Deviasi (% d)
Nr1 = N1+N2
Lampiran 2. Identifikasi Sampel
Gambar 1. Pembakuan NaOH 0,1 N
Gambar 2. Sebelum dan sesudah titrasi pada sampel
Lampiran 3. Bagan alir proses pembuatan larutan sampel
Telur
Ditambahkan 20 ml akuades
Ditambahkan 0,4 ml larutan K-Oksalat jenuh
Ditambahkan 2 ml formaldehid 40% (Larutan berwarna putih)
Didiamkan selama 2 menit Dipisahkan kuning dan putihnya Dikeringkan
Sampel yang telah diperoleh (100 ml)
Dititrasi dengan NaOH sampai tercapai warna merah jambu
Diambil bagian putihnya Dibersihkan cangkangnya
Dipipet 10 ml
Dimasukkan kedalam erlemeyer 125 ml
Ditambahkan 1 ml indikator fenolftalein 1%
Hasil
Lampiran 4. Hasil analisis kualitatif protein
Gambar 3. Hasil analisis kualitatif dengan larutan pereaksi biuret
Lampiran 5. Perhitungan kadar protein dalam sampel Data perhitungan % protein pada Sampel Telur Ayam Ras
1. % Protein = 0,0965
0,1 �4,3- 0,4�×1,83 = 6,89%
2. % Protein = 0,0965
0,1 �4,2- 0,4�×1,83 = 6,71%
3. % Protein = 0,0965
0,1 �4,3- 0,4�×1,83 = 6,89%
4. % Protein = 0,0965
0,1 � 4,4- 0,4�×1,83 = 7,06%
5. % Protein = 0,0965
0,1 �4,3- 0,4�×1,83 = 6,89%
6. % Protein = 0,0965
0,1 �4,3- 0,4�×1,83 = 6,89%
Dengan cara yang sama di lakukan selanjutnya pengerjaan terhadap
sampel putih telur ayam buras, telur itik, telur puyuh dan telur penyu, sehingga
Lampiran 6. Perhitungan statistik kadar protein Data Perhitungan Telur Ayam Ras
% protein (��− ��) (��− ��)�
distribusi t diperoleh nilat t tabel = 4,0321. Data diterima jika t-hitung < t-tabel
� − ℎ�����= �X−X
karena nilai t-hitung < t-tabel, maka data yang dipakai adalah keseluruhan data
1,2,3,4,5 dan 6
= 6,89 ± (4,0321 x 0,1107 / √6 )
= 6,89 ± 0,1822
Dengan cara yang sama dilakukan selanjutnya pengerjaan terhadap
sampel putih telur ayam buras, putih telur itik, putih telur puyuh dan putih telur
penyu, sehingga didapat nilai masing–masing seperti tertera pada tabel
dibawah ini:
Sampel Nilai % Protein Nilai t-hitung Hipotesis
Kadar Rata-rata
6,18 2,2388 Diterima
6,18 2,2388 Diterima
6,36 2,2388 Diterima
8,12 1,6713 Diterima
8,12 1,6713 Diterima
8,12 1,6713 Diterima
Putih
9,01 0,5555 Diterima
9,01 0,5555 Diterima
Lampiran 7. Pengujian Beda Nilai Rata-rata Kadar Protein Pada Sampel
Dilakukan uji F dengan taraf kepercayaan 95% untuk mengetahui apakah
variasi kedua populasi sama (σ1 = σ2) atau berbeda (σ1 ≠σ2)
1. Ho : (σ1= σ2)
H1 : (σ1≠σ2)
2. dk data 1 = 5 dan dk data 2 = 5
Nilai Fkritis yang di peroleh dari Ftabel (F(0,05/2)(5,5) adalah 7,15
Daerah kritis penolakan: jika Fo≥ 7,15
3. Fo = �1
2
�22= 0,11072
0,09852 = 1,2680
4. Dari hasil ini menunjukkan bahwa Ho diterima dan H1 ditolak sehingga
disimpulkan bahwa (σ1 = σ2) kemudian dilanjutkan dengan uji beda
rata-rata menggunakan distribusi t. Karena ragam populasi sama (σ1=
σ2), maka simpangan bakunya adalah:
Sp = �(�1−1)�12 + (�2−1)�22
�1+�2−2
= �(6−1)0,11072 + (6−1)0,0985 2
1. Ho : (µ1= µ2)
H1 : (µ1≠ µ2)
2. Dengan menggunakan taraf kepercayaan α = 5 %
T 0,05/2 = ± 2,2281
Untuk df = 6 + 6 - 2 = 10
3. Daerah kritis penerimaan: -2,2281 ≤ to≥ 2,2281
Daerah kritis penolakan: to < -2,2281 dan to >2,2281
4. Pengujian statistik
to =
(�1− �2)
���1/�1+1/�2
= (6,96 – 6,34)
0,1065�1/6+1/6
= 10,2310
5. Karena to 10,0813 > 2,2281 maka hipotesis ditolak. Berarti terdapat
perbedaan signifikan rata-rata kadar protein antara putih telur ayam ras
dengan putih telur ayam buras.
Selanjutnya dilakukan pengerjaan yang sama terhadap sampel lain, sehingga
Tabel 5. Hasil Pengujian Beda Rata-rata Nilai Kadar protein Terhadap Kelima Sampel
Sampel F0 SP t0 Hipotesis
S1 terhadap S2 1,2680 0,1049 10,2310 Ditolak
S1 terhadap S3 1,5974 0,1000 -20,2667 Ditolak
S1 terhadap S4 0,7028 0,1221 -29,6454 Ditolak
S1 terhadap S5 1,2680 0,1049 106,4356 Ditolak
S2 terhadap S3 1,2597 0,0933 -32,2096 Ditolak
S2 terhadap S4 0,5543 0,1166 -40,2675 Ditolak
S2 terhadap S5 1,0000 0,0985 102,4604 Ditolak
S3 terhadap S4 0,4406 0,1000 -15,9363 Ditolak
S3 terhadap S5 0,7938 0,0933 141,4498 Ditolak
S4 terhadap S5 1,8041 0,1166 126,8945 Ditolak
Keterangan : S1 = Sampel Telur Ayam Ras
S2 = Sampel Telur Ayam Buras
S3 = Sampel Telur Itik
S4 = Sampel Telur Puyuh