BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang penduduknya banyak menderita
anemia (kekurangan zat besi), terutama terjadi pada anak-anak. Hal ini dikarenakan
kurangnya mengkonsumsi daging berikut olahannya. Kecukupan pangan bagi manusia
dapat didefinisikan secara sederhana sebagai kebutuhan harian yang paling sedikit
memenuhi kebutuhan gizi, yaitu sumber kalori atau energi yang berasal dari semua
bahan pangan tetapi biasanya sebagian besar diperoleh dari karbohidrat dan lemak,
sumber protein untuk pertumbuhan, pemeliharaan dan penggantian jaringan, dan
sumber vitamin serta mineral. Tetapi perlu diketahui juga bahwa manusia dan juga
semua binatang dipengaruhi oleh rangsangan indra dari bahan pangan yaitu nilai
hedonik dari bahan tersebut. Dimana bahan pangan berlimpah dan sangat banyak
pilihan, manusia akan makan pertama untuk kelezatan dan baru yang kedua untuk
keperluan gizi (Buckle, et al, 1987).
Berkaitan dengan kasus anemia, dari sekian jenis daging, kandungan gizi
terbaik salah satunya ada pada daging ayam kampung. Ayam kampung (Gallus
domesticus) merupakan salah satu jenis ternak unggas yang telah memasyarakat dan
tersebar di seluruh pelosok nusantara. Bagi masyarakat Indonesia, ayam kampung
sudah bukan hal asing.
Istilah “Ayam Kampung” semula adalah kebalikan dari istilah “ayam ras”, dan
perumahan. Namun demikian, semenjak dilakukan program pengembangan,
pemurnian, dan pemuliaan beberapa ayam lokal unggul, saat ini dikenal pula beberapa
ras unggul ayam kampung. Untuk membedakannya kini dikenal istilah ayam buras
(singkatan dari “ayam bukan ras”) bagi ayam kampung yang telah diseleksi dan
dipelihara dengan perbaikan teknik budidaya (tidak sekedar diumbar dan dibiarkan
mencari makan sendiri). Peternakan ayam buras mempunyai peranan yang cukup besar
dalam mendukung ekonomi masyarakat perdesaan karena memiliki daya adaptasi yang
tinggi terhadap lingkungan dan pemeliharaannya relatif lebih mudah (Yaman, 2010).
Ayam buras (bukan ras) merupakan suatu istilah yang diberikan pada
jenis-jenis ayam lokal asli Indonesia. Istilah tersebut baru muncul sekitar tahun delapan
puluhan. Pemakaian tersebut digunakan untuk jenis ayam lokal dengan jenis ayam
unggul impor yang biasa disebut ayam ras (Suprijatna, 2005).
Konsumsi daging ayam di tingkat konsumen saat ini menunjukkan arah yang
positif hal ini dapat dilihat dari banyaknya permintaan terutama pada hari-hari besar
keagamaan. Ketersediaan stock ayam yang tidak mampu memenuhi kebutuhan pasar,
sehigga harga ayam atau daging ayam kampung mampu stabil bahkan cenderung naik,
tidak seperti halnya ayam ras yang harganya sangat fluktuatif.
Kelebihan ayam kampung adalah
a. Mudah dipelihara
b. Dapat dipelihara di halaman rumah
c. Harga daging relatif lebih tinggi dan stabil dibanding ayam broiler.
d. Tahan terhadap cuaca.
f. Pakan mudah diperoleh
g. Rasa daging lebih gurih
h. Dapat dimanfaatkan telurnya untuk dikonsumsi.
Kelemahan ayam kampung adalah:
a. Waktu yang dibutuhkan untuk pembesaran lebih lama,
b. Bobot yang dicapai lebih kecil
c. Belum adanya sistem kerjasama kemitraan (Juliansyah, 2016).
Menurut Lestari (2015) Ayam kampung meski mempunyai jenis yang beragam tetapi
umumnya memiliki karakteristik sebagai berikut.
1. Bentuk jenggernya beragam, ada yang besar bergerigi, ada yang kecil
berbentuk ros, dan sebagainya.
2. Bentuk tubuh, beragam mulai dari yang ramping sampai dengan yang
berukuran besar dengan bobot dewasa berkisar 1,25 kg- 5,5 kg
3. Warna bulu sangat beragam, ada yang putih, hitam, cokelat, merah dan
campuran atau kombinasi dari berbagai warna tersebut.
4. Warna kulit sangat beragam mulai dari putih, kuning, abu-abu, dan gelap.
Beragam jenis ayam kampung memiliki 2 golongan pakannya yang mana kedua jenis
pakan ini memiliki kelebihan dan kelemahan yaitu:
1. Pakan pabrikan
a. Dapat diperoleh dengan muda di kios-kios pakan atau poultry shop.
b. Dapat langsung digunakan tanpa proses olahan lagi.
c. Terdapat komposisi yang berbeda yang ditentukan pabrik dalam stiap
kemasannya, sehingga peternak dapat memilih sesuai kebutuhannya.
d. Kemasan pabrik berupa karung atau sak bekas pakan dapat digunakan
untuk kebutuhan lainnya atau dapat dijual kembali.
Kekurangan :
a. Harga relatif mahal
b. Tdak dapat menentukan formula pakan sesuai keinginan
c. Kondisinya tidak sesegar pakan olahan karena telah terjadi rentang waktu
akibat penumpukan di gudang pabrik dan waktu pendistribusian pakan.
2. Pakan olahan
Kelebihan :
a. Peternak dapat memperoleh formulasi dan komposisi pakan sesuai
keinginan.
b. Bahan baku relatif lebih murah karena dapat menekan biaya atau cost
produksi, bahkan sebagian dapat diperoleh dengan gratis.
c. Kondisi lebih segar karena setelah diolah dapat langsung digunakan.
Kekurangan:
a. Diperlukan waku dan tenaga untuk mengolah pakan
b. Jika tidak disertai pengetahuan akan kebutuhan nutrisi pakan, maka akan
diperlukan ayam, sehingga beberapa komponen pakan tidak mampu
diserap tubuh dengan baik dan akan lebih banyak terbuang.
Dalam hal pemasaran komoditas, peternak ayam kampung tidak mengalami
kendala yang berarti karena konsumen ayam kampung jumlahnya cukup besar.
Disamping itu, peternak bisa memiliki kerjasama dengan mitra yang ingin
memasarkan ayam kampung. Kemudian mitra usaha berkewajiban memasarkan hasil
dari ayam kampung kepada pembeli atau pedagang/pengepul besar (agen). Pemasaran
ayam kampung relatif mudah dikarenakan masih tingginya permintaan pasar terhadap
daging ayam kampung. Kendala dirasakan pada sisi harga. Harga daging ayam
kampung cenderung berfluktuasi yang dipengaruhi oleh tinggi rendahnya permintaan
pasar. Apalagi pada bulan-bulan tertentu menjelang hari besar keagamaan seperti
lebaran, lebaran haji, natal dan tahun baru, atau upacara adat, maka permintaan daging
ayam kampung melonjak. Dengan peningkatan permintaan tersebut harga daging
ayam kampung menjadi fluktuatif (Sudarmono dan Bambang, 2008).
Beberapa hal yang menjadi faktor permintaan ayam bukan ras (buras) adalah
sebagai pengganti daging sapi, memperoleh kandungan gizi yang lebih tinggi
dibandingkan ayam ras, sebagai pelengkap dalam acara adat serta hari-hari besar
seperti hari keagamaan.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka di rumuskan beberapa masalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana perbandingan antara produksi dan permintaan ayam buras (bukan ras)
2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ayam buras (bukan ras) di
Provinsi Sumatera Utara?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui perbandingan antara produksi dan permintaan ayam buras (bukan ras)
tahun 2004-2014 di Provinsi Sumatera Utara.
2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ayam buras (bukan ras)
di Provinsi Sumatera Utara.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Sebagai bahan informasi mengenai permintaan ayam buras (bukan ras) di Provinsi
Sumatera Utara.
2. Sebagai bahan informasi bagi peneliti selanjutnya yang berhubungan dengan
penelitian ini.
1.5 Keaslian Penelitian
1. Model penelitian : Penelitian ini menggunakan model deskriptif dan
2. Variabel penelitian: Penelitian ini menggunakan variabel permintaan ayam buras
(bukan ras), produksi ayam buras, harga ayam buras, harga
ayam ras, dan konsumsi protein.
3. Jumlah sampel : Penelitian ini menggunakan dua sampel yang meliputi permintaan
dan produksi ayam buras (bukan ras) di Sumatera Utara
dengan kurun waktu 2004-2014.
4. Waktu penelitian : Penelitian ini dilakukan pada tahun 2015.
5. Lokasi Penelitian : Penelitian ini dilakukan di Provinsi Sumatera Utara dengan