LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI
BLOK DIGESTIVE BLOK DIGESTIVE “OBAT KATARTIK” “OBAT KATARTIK” Asisten : Asisten : Anisa Amalia F Anisa Amalia F G1A008050 G1A008050 Kelompok IV Kelompok IV 1.
1. Anggia Anggia Puspitasari Puspitasari G1A008058G1A008058 2.
2. Tri Tri Sejati Sejati RahmaRahmawati wati G1A009061G1A009061 3.
3. Affan Affan Sodiq Sodiq G1A007033G1A007033 4.
4. Fickry Fickry Ardiansyah Ardiansyah G1A009008G1A009008 5.
5. Aisyah Aisyah Nur Nur Aini Aini G1A009075G1A009075 6.
6. Andika Andika Khalifah Khalifah A A G1A009029G1A009029 7.
7. Rizky Rizky Ansor Ansor G1A007038G1A007038 8.
8. Rahmat Rahmat Husein Husein G1A009072G1A009072 9.
9. Khafizati Khafizati Fitri Fitri A A G1A009136G1A009136 10.
10. Ajeng Ajeng Trilaksono Trilaksono G1A007117G1A007117
BLOK
BLOK DIGESTIVEDIGESTIVE JURUSAN KEDOKTERAN JURUSAN KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO PURWOKERTO
2011 2011
LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PENGESAHAN Oleh : Oleh : Kelompok IV Kelompok IV 1.
1. Anggia Anggia Puspitasari Puspitasari G1A008058G1A008058 2.
2. Tri Tri Sejati Sejati RahmawRahmawati ati G1A009061G1A009061 3.
3. Affan Affan Sodiq Sodiq G1A007033G1A007033 4.
4. Fickry Fickry Ardiansyah Ardiansyah G1A009008G1A009008 5.
5. Aisyah Aisyah Nur Nur Aini Aini G1A009075G1A009075 6.
6. Andika Andika Khalifah Khalifah A A G1A009029G1A009029 7.
7. Rizky Rizky Ansor Ansor G1A007038G1A007038 8.
8. Rahmat Rahmat Husein Husein G1A009072G1A009072 9.
9. Khafizati Khafizati Fitri Fitri A A G1A009136G1A009136 10.
10. Ajeng Ajeng Trilaksono Trilaksono G1A007117G1A007117
disusun untuk
disusun untuk memenmemenuhi uhi persyaratanpersyaratan mengikuti ujian praktikum Farmakologi Blok
mengikuti ujian praktikum Farmakologi Blok DigestiveDigestive Jurusan Kedokteran
Jurusan Kedokteran
Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan
Universitas Jenderal
Universitas Jenderal SoedirmSoedirmanan Purwokerto
Purwokerto
diterima dan disahkan diterima dan disahkan Purwokerto,
Purwokerto, Juni Juni 20112011 Asisten, Asisten, Anisa Amalia Anisa Amalia NIM.008050 NIM.008050
BAB I
PENDAHULUAN
I. Judul Percobaan
Pengaruh obat-obat katartik II. Hari dan Tanggal Percobaan
Kamis, 23 Juni 2011 III. Tujuan Percobaan
a. Umum
Setelah menyelesaikan praktikum farmakologi dan terapeutik kami dapat menerapkan prinsip-prinsip farmakologi berbagai macam obat dan memiliki keterampilan dalam memberi dan mengaplikasikan obat secara rasionl untuk kepentingan klinik.
b. Khusus
1. Untuk dapat menjelaskan efek obat katartik pada binatang percobaan (tikus putih).
2. Dapat menjelaskan jenis-jenis obat katartik.
3. Dapat menjelaskan bahan-bahan alami yang dapat bersifat katartik. 4. Dapat memilih jenis katartik yang paling tepat dalam praktek klinik IV. Dasar Teori
a. Pencahar rangsang
a) Bentuk Sediaan obat (Estuningtyas, 2008) a. Tablet bersalut enteral 5 dan 10 mg b. Supositoria 10 mg
b) Cara pemberian obat (Estuningtyas, 2008) a. Oral
b. Rectal
c) Dosis Obat (Estuningtyas, 2008)
a. Dosis dewasa : 10-15 mg b. Dosis anak : 5-10 mg d) Farmakokinetik
Bisakodil secara oral mengalami hidrolisis menjadi difenol di usus bagian atas. Difenol yang diabsorpsi mengalami konjugasi di hati dan dinding usus. Metabolit ini di eksresi melalui empedu,
selanjutnya mengalami rehidrolisis menjadi difenol kembali yang akan merangsang motilitas usus besar (Estuningtyas, 2008)
Efek pencahar timbul 6-12 jam setelah pemberian oral, dan seperempat sampai satu jam setelah pemberian rektal. Pada pemberian oral, bisakodil diabsorpsi kira-kira 5% dan dieksresi bersama urin dalam bentuk glukoronid. Eksresi bisakodil terutama
dalam tinja (Estuningtyas, 2008)
e) Farmakodinamik
Laksatif stimulan menginduksi defekasi dengan merangsang aktivitas peristaltik usus yang bersifat mendorong (propulsif) melalui iritasi lokal mukosa atau kerja yang lebih selektif pada plexus saraf intramural dari otot halus usus sehingga meningkatkan motilitas. Akan tetapi, studi terbaru menunjukkan bahwa obat-obat ini mengubah absorpsi cairan dan elektrolit, menghasilkan akumulasi cairan usus dan pengeluaran feses. Beberapa obat ini dapat secara langsung merangsang sekresi ion usus aktif. Peningkatan konsentrasi cAMP dalam sel-sel mukosa kolon setelah pemberian laksatif stimulan dapat mengubah permeabilitas sel-sel ini dan menyebabkan sekresi ion aktif sehingga menghasilkan akumulasi cairan serta aksi laksatif (Estuningtyas, 2008).
f) Indikasi
i. Pengobatan konstipasi.
terutama bila berhubungan dengan : a. Tirah baring yang lama b. Obat konstipatif
c. Sindrom iritasi usus (Deglin, 2005)
ii. Sebelum pemeriksaan radiologic, persiapan sigmoidoskopi, proktoskopi, radiologi, atau pembedahan (Anonim, 2009).
iii. Digunakan sebagai bagian dari penatalaksanaan defekasi pada pasien-pasien dengan cidera medulla spinalis. (Deglin, 2005) g) Kontraindikasi
Pasien dengan sakit perut akut, mual, muntah, dan gejala-gejala lain apendisitis atau sakit perut yang tak terdiagnosa; pasien dengan obstruksi usus (Estuningtyas, 2008)
h) Interaksi obat
Dengan Obat Lain: Efektivitas bisakodil berkurang bila diberikan bersama-sama dengan antasida, simetidin, famotidin, ranitidin
(Estuningtyas, 2008).
Dengan Makanan: Untuk menghindari iritasi lambung dan muntah, tablet salut enterik bisakodil tidak boleh diminum dalam waktu satu jam setelah pemberian susu atau produk-produk susu (Estuningtyas, 2008).
i) Efek samping
a. GI : mual, kram abdomen, diare, rasa terbakar pada rectum. b. Menimbulkan proktitis pada penggunaan selama beberapa
minggu (Estuningtyas, 2008) b. Pencahar pembentuk massa
Obat pencahar golongan ini berasal dari alam maupun sintetis. Sediaan alam adalah agar-agar dan psilium (plantago) sedangkan sedian semi-sintesis adalah metil selulosa dan natrium karboksimetilselulosa (Estuningtyas, 2008).
Farmakodinamik
Obat ini bekerja dengan mengikat air dan ion dalam lumen kolon yang akan membuat tinja lebih banyak dan lunak. Komponen pectin dari obat ini akan dicerna bakteri kolon dan menghasilkan metabolit yang akan meningkatkan efek pencahar dengan meningkatkan osmotic cairan lumen kolon (Estuningtyas, 2008).
Sediaan Obat 1. Metil selulosa
Metil selulosa diberikan secara oral. Obat ini memberikan efek pencahar setelah 12-24 jam dan tidak menimbulkan efek sistemik. Efek maksimal didapatkan dalam beberapa hari pengobatan (Estuningtyas, 2008).
Obat ini tidak diabsorbsi di saluran cerna dan diekskresikan melalui tinja. Mekanisme obat ini dengan membentuk gel emolien yang melunakan tinja. Residu yang tidak dicerna juga ikut merangsang peristaltic usus (Estuningtyas, 2008).
Obat ini digunakan pada pasien yang tidak boleh mengejan dan menurunkan berat badan dengan memberi rasa kenyang. Obat ini tidak boleh diberikan pada pasien obstruksi usus maupun esophagus
(Estuningtyas, 2008).
2. Natrium karboksimetilselulosa
Obat ini tidak larut dalam lambung dan dapat digunakan sebagai antacid (Estuningtyas, 2008).
3. Psilium (Plantago)
Psilium merupakan sediaan alami yang sekarang digantikan dengan preparat lebih murni yang ditambahkan musiloid. Musiloid adalah
substansi hidrofilik yang membentuk gelatin jika bercampur dengan air. Pemakaian yang dianjurkan 1-3 kali sehari dengan dosis 3-3,6 g dalam 250 ml air atau sari buah.Pada penggunaan kronik psilium dapat menurunkan kadar kolesterol (Estuningtyas, 2008).
4. Agar-agar
Agar-agar merupakan koloid hidrofil, kaya akan hemiselulosa yang tidak dicerna dan tidak diabsorbsi dalam saluran cerna. Dosis yang dianjurkan adlah 4-16 gr (Estuningtyas, 2008).
5. Polikarbofil dan kalsium polikarbofil
Obat ini merupakan poliakrilik resin hidrofilik yang tidak diabsorbsi dan lebih banyak mengikat air dari pencahar lain. Polikarbofil dapat mengikat air 60-100 kali beratnya sehingga memperbanyak tinja. Obat ini mengandung sedikit natrium. Kalsium polikarbofil tidak boleh digunakan pada pasien pembatasan asupan kalsium karena melepaskan Ca++ di saluran cerna (Estuningtyas, 2008).
Kandungan vegeta: 1. Plantago Ovata 2,8 g
Plantago Ovata (Psyllium Husk) merupakan suplemen serat yang telah diakui khasiatnya (Health Claim) oleh US FDA (Food And Drug Administration) sejak 17 February 1998 dan telah mendapat rekomendasi sebagai salah satu sumber serat alami. Plantago Ovata memiliki komposisi serat larut dan tidak larut, dengan 71 % serat larut dan 15 % serat tidak larut. Kegunaannya adalah : (Enesis, 2011).
a) Bersifat protektif terhadap penyakit degenerative b) Mengatasi susah buang air besar dan mencegah wasir
c) Menurunkan kolesterol dan mencegah penyakit jantung koroner dan stroke.
d) Mengontrol berat badan / membantu diet. 2. Inulin Chicory 0.96
Inulin Chicori adalah zat prebiotik. Serat inulin terdiri dari 100 % serat larut yang memiliki keunggulan : (Enesis, 2011).
a) Bersifat protektif terhadap penyakit degenerative
b) Sebagai zat prebiotik yang meningkatkan jumlah bakteri baik dan menekan pertumbuhan bakteri jahat/berbahaya misalnya bakteri penyebab diare, dll.
c) Meningkatkan penyerapan mineral dalam tubuh, misalnya kalsium, sehingga membantu mencegah osteoporosis pada wanita menopause dan membantu pertumbuhan tulang anak-anak.
3. Aspartame 80 mg 4. Saccharosa 1,05 g
Saccharosa (sakarosa) merupakan gula majemuk yang tersusun darigabungan dua jenis gula sederhana (glukosa dan fruktosa) (Enesis, 2011).
5. Citrus Sinensis Fructus Extractum siccum 70mg 6. Vitamin C 60 mg7.
7. Bahan lainnya 6,3 g Efek samping
Dapat menyebabkan perut kembung dan gangguan usus yang bersifat sementara (Enesis, 2011).
Kontra Indikasi
Penderita dengan obstruksi usus dan gangguan usus seperti ulserasi colitis atau ileitis atau pada pasien dengan exocrine pancreatic insuffiency (Enesis, 2011).
c. Obat pencahar garam
Contoh obat dari golongan ini adalah garam magnesium, garam natrium, laktulosa.peristaltik usus meningkta disebabkan pengaruh tidak lansung karena daya osmotiknya.Air ditarik kedalam lumen usus dan tinja menjadi lembek setelah 3-6 jam. Absorbsi pencahar garm melalui usus berlangsung lambat dan tidak sempurna (Estuningtyas, 2008).
Garam magnesium di absorbs melalui usus kira-kira 20% dan di eksresi melalui ginjal. Bila fungsi ginjal terganngu, garam magnesium berefek sistemik menyebabkan dehidrasi, kegagalan fungsi ginjal, hipotensi dan paralisis pernafasan. Pengobatan dalam keadaan ini adalah dengan memberikan kalsium IV dan melakukan nafas buatan. Garam magnesium tidak boleh diberikan pada pasien dengan gagal ginjal (Estuningtyas, 2008).
Laktulosa merupakan disakarida semisintetik yang tidak dipecah oleh enzim usus dan tidak di absorbsi di usus halus. Laktulosa tersedia dalam bentuk sirup. Obat ini niminum bersama sari buah, atau air dengan jumlah
cukup banyak (Estuningtyas, 2008).
Dosis pemeliharaaan harian untuk mengatasi konstipasi sangat bervariasi, biasanya 7-10 g dosis tunggal, maupun terbagi. Kadang-kadang dibutuhkan
dosis awal yang lebih besar (40 g), dan efek maksimum laktulosa mungkin baru terlihat setelah beberapa hari. Untuk keadaan hipertensi portal kronis
dan ensefalopati hepar dosis pemeliharaan biasanya 3-4 kali 20-30 g (30-45 ml) laktulosa sehari, dosis ini disesuaikan agar defekasi 2-3 kali sehari dan tinja lunak, serta ph 5,5. Laktulosa juga dapat diberikan per rectal (Estuningtyas, 2008).
Tabel 1. Obat-obat pencahar garam
Nama obat Bentuk dan dosis Efek samping Keterangan Magnesium
sulfat
Bubuk, dosis dewasa 15-30 g Mual, dehidrasi, dekomensasi ginjal, hipotensi paralisis pernapasan Pemberian oral dapat di absorbs 20% Efek pencahar terlihat setelah 3-6 jam Susu magnesium
Suspensi, dosis dewasa 15-30 ml
Sda Sda
Magnesium oksida
Dosis dewasa 2-4 gram Efek
pencahar terlihat setelah 6
jam Magnesium
sitrat
Dosis dewasa 200 ml Harga mahal
Natrium fosfat
Dosis dewasa 4-8 g Dieresis, dehidrasi
Natrium sulfat Dosis dewasa 15 g Natrium fosfat Dosis dewasa 4 g d. Pencahar emolien
Obat-obat yang termasuk golongan ini memudahkan defekasi dengan jalan melunakan tinja tanpa merangsang peristalsis usus, baik secara langsung maupun tidak langsung. Berikut contoh-contoh obat pencahar emolien :
a. Dioktilnatrium sulfosuksinat b. Dioktilkalsium sulfosuksinat
c. Parafin cair
d. Minyak zaitun (Estuningtyas, 2008).
Parafin cair
Parfarin (mineral oil ) ialah campuran cairan hidrokarbon yang diperoleh dari minyak bumi. Setelah minum obat ini tinja melunak, disebabkan berkurangnya reabsorpsi air dari tinja. Parfarin cair tidak dicerna di dalam
usus dan hanya sedikit diabsorpsi. Yang diabsorpsi ditemukan pada limfonodus mesentrik, hati dan limpa ( Schmits, 2009 ).
Kebiasaan menggunakan parfarin cair akan mengganggu absorpsi zat larut lemak misalnya absorpsi karoten menurun 50%, juga absorpsi vitamin A dan D akan menurun. Absorpsi vitamin K menurun dengan akibat hipoprotrombinemia; dan juga dilaporkan terjadinya pneumonia lipid. Obat ini menyebabkan pruritus ani; menyulitkan penyembuhan pascabedah daerah anorektal dan menyebabkan perdarahan. Jadi untuk penggunaan kronik jelas obat ini tidak aman (Estuningtyas, 2008).
\
Tabel 3 . Dioktilkalsium Sulfosuksinat
Nama Obat Dioktilkalsiumsulfosuksinat Golongan Pencahar emolien
Indikasi BAB keras àmengejan à meningkatkan bahaya penyakit lain
Membersihkan isi usus (pemeriksaan radiologi sebelum operasi)
Mengeluarkan racun
Kontra-Indikasi Apendisitis, obstruksi usus, sakit perut tanpa diketahui penyebabnya, mual, muntah, kolik Interaksi Dosis 50-240 mg/hari Dosis Anak Kehamilan & Laktasi Farmakologi
Efek Samping Mual, muntah, kolik Sediaan
Merek dagang Resep Dokter
Nama Obat Dioktilnatrium sulfosuksinat Golongan Pencahar emolien
Indikasi BAB keras àmengejan à meningkatkan bahaya penyakit lain
Membersihkan isi usus (pemeriksaan radiologi sebelum operasi)
Mengeluarkan racun
Kontra-Indikasi Apendisitis, obstruksi usus, sakit perut tanpa diketahui penyebabnya, mual, muntah, kolik Interaksi Dosis 50-500 mg/hari Dosis Anak Kehamilan & Laktasi Farmakologi
Efek Samping Mual, muntah, kolik Sediaan
Merek dagang Resep Dokter
Tabel 4 . Parafin Cair
Nama Obat Parafin cair
Golongan Pencahar emolien
Indikasi BAB keras àmengejan à meningkatkan bahaya penyakit lain
Membersihkan isi usus (pemeriksaan radiologi sebelum operasi)
Mengeluarkan racun
Kontra-Indikasi Apendisitis, obstruksi usus, sakit perut tanpa diketahui penyebabnya, mual, muntah, kolik Interaksi
Menghambat absorpsi zat-zat yang larut dalam lemak.
Dosis 15-30 ml/ hari
Dewasa: Per Oral Konstipasisampai dengan 45 mL/hari. Durasi Max: 1
minggu. Rektal sebagai enema:biasanya: 120 mL/hari, berkisar antara 60-150
mL/hari.Oftalmologi Mata kering malam hari saat diperlukan.Topikal hidrasi dan melembutkan kulit pakai saat diperlukan, terutama sehabis mandi.
Dosis Anak 3-12 thn: 0.5-1 ml/kg (max 30 ml) sekali sehari; 12-18 thn: 10-30 ml sekali sehari, normalnya setelah makan malam. Dapat dicampur dengan eskrim atau yoghurt agar memudahkan untuk dimakan. Durasi Max terapi: 1 minggu.
Kehamilan & Laktasi
Farmakologi Asupan per oral dapat melembutkan tinja. Onset per oral: 6-8 jam.
Pemakaian topikal melembutkan dan menghidrasi kulit.
Pemakaian pada mata dapat melubrikasi dan melindungi mata.
Efek Samping Absorpsi zat larut lemak menurun
Sediaan Emulsi: Per 5ml tdd 1,2 mg parafin (30 ml, 60 ml, 110 ml)
Merek dagang Laxadine
Resep Dokter Ya
Nama Obat Minyak zaitun Golongan Pencahar emolien
Indikasi BAB keras àmengejan à meningkatkan bahaya penyakit lain
Membersihkan isi usus (pemeriksaan radiologi sebelum operasi)
Mengeluarkan racun
Kontra-Indikasi Apendisitis, obstruksi usus, sakit perut tanpa diketahui penyebabnya, mual, muntah, kolik
Interaksi Dosis
Dewasa: Rektal Impaksi feses 100-500 mL dihangatkan sampai suhu 32°C untuk melembutkan tinja.Telinga Melembutkan serumen, gunakan 2 kali sehari selama beberapa hari.
Dosis Anak Kehamilan & Laktasi
Farmakologi Melembutkan tinja Efek Samping Diare0
Sediaan
Merek dagang Resep Dokter
BAB II
METODE PEMERIKSAAN
A. Alat dan Bahan 1. Alat 2. Beakerglass 1000 ml 3. Sonde lambung 4. Spuit injeksi 3 cc 5. Kertas saring 2. Bahan 1. MgSO4 2. Jamu urus-urus 3. Paraffin 4. Jamu pelangsing 5. Bisakodil tablet 3. Binatang percobaan Tikus putih B. Rencana kerja
1. Ambil 5 ekor tikus putih. Masing-masing dimasukan ke dalam beakerglass yang sudah dilandasi dengan kertas saring.
2. Amati selama 30 menit bentuk fesesnya (padat, kental, cair). Feses yang baik adalah feses yang padat dan tidak membasahi kertas saring.
3. Berilah obat pada setiap 1 ekor tikus putih secara oral dengan sonde lambung.
a. MgSO4 50g/kgBB b. Bisakodil 10mg/kgBB
c. Paraffin 1 ml/tikus
d. Jamu urus-urus 1 bungkus/ 40kgBB
e. Jamu palangsing (galian singset) 1 bungkus 40/kgBB 4. Amati perubahan konsistensi fesesnya.
C. Perhitungan Dosis Hitungan dosis :
1. MgSo4
Dosis anjuran = 0,9 gr/200 gr tikus
Dosis pengenceran = 30 gr dalam 60 ml air = 0,5 gr/ml Dosis Obat = 200 gr x 0,9 gr = 0,9 gr 200gr Dosis obat (ml) = 0,9 gr : 0,5 gr/ml =1,125 ml 2. Bisakodil BB tikus = 125 g Pengenceran = 40 mg : 100cc = 0,4 mg/cc Dosis anjuran = 0,2 mg/ 200 gr tikus = 0,001 mg € obat yang diberikan = 125 gr x 0,2 gr = 0,125 gr
200 gr
Obat dalam cc = 0,125 : 0,4 =0,3125 cc
3. Merit
BB tikus = 125 gr
Dosis pengenceran = 6 pil dalam 40 cc air Dosis konvernsi = 0,018
Dosis anjuran = 40 cc x 0,018 = 0,0036 200 gr
Dosis obat = 125 x 0,0036 =0,45 ml
4. Vegeta
Dosis manusia = 2 bungkus dalam 200 cc air Konversi = 0,018 BB rata-rata tikus = 200 gr BB tikus = 125 gr Dosis anjuran = 200 cc x 0,018 = 0,018 gr 200 gr Dosis obat = 125 gr x 0,018 =2,25 cc 5. Parafin 1 cc/tikus BB tikus = 187,5 gr
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Dilampirkan
B. Pembahasan
1. Intepretasi hasil
Pemberian pencahar secara berturut-turut diberikan kepada tikus A-E ,pencahar pada masing-masing tikus berbeda-beda, dengan waktu paruh dan cara kerja yang berbeda pula sesuai dengan yang dijelaskan dalam dasar teori.
Tikus A diberikan merit sebanyak 0,45 ml,yaitu 3 kali lebih besar daripada dosis konversi yang dianjurkan. reaksi yang dihasilkan adalah pada 30 menit sebelum pemberian laksatif tersebut, konsistensi feses tikus cenderung baik, padat, dan tidak membasahi kertas saring. pada 30 menit setelah pemberian laksatif juga belum memberikan pengaruh yang berarti dari feses tikus. akan tetapi pada 3 jam setelah pemberian laksatif, feses tikus terlihat sangat cair dan sangat membasahi kertas. kemudian pada 6 jam setelah pembeian laksatif, feses terlihat lembek dan membasahi kertas.
Tikus B diberikan bisakodil sebanyak 0,3125 cc, reaksi yang dihasilkan adalah pada 30 menit sebelum pemberian laksatif tersebut, konsistensi feses tikus cenderung baik, padat, dan tidak membasahi kertas saring. pada 30 menit setelah pemberian laksatif juga belum memberikan pengaruh yang berarti dari feses
tikus. akan tetapi pada 3 jam setelah pemberian laksatif, feses tikus terlihat lembek dan membasahi kertas. kemudian pada 6 jam setelah pembeian laksatif, feses terlihat lembek dan sangat membasahi kertas.
Tikus C diberikan parafin cair sebanyak 1cc, reaksi yang dihasilkan adalah pada 30 menit sebelum pemberian laksatif tersebut, konsistensi feses tikus cenderung baik, padat, dan tidak membasahi kertas saring. pada 30 menit setelah pemberian laksatif juga belum memberikan pengaruh yang berarti dari feses
tikus. akan tetapi pada 3 jam setelah pemberian laksatif, feses tikus terlihat lembek dan sangat membasahi kertas. kemudian pada 6 jam setelah pembeian laksatif, feses terlihat lembek dan sangat membasahi kertas.
Tikus D diberikan MgSO4 sebanyak 1,125 ml, reaksi yang dihasilkan adalah pada 30 menit sebelum pemberian laksatif tersebut, konsistensi feses tikus
cenderung baik, padat, dan tidak membasahi kertas saring. pada 30 menit setelah pemberian laksatif juga belum memberikan pengaruh yang berarti dari feses
tikus. akan tetapi pada 3 jam setelah pemberian laksatif, feses tikus terlihat lembek dan sangat membasahi kertas. kemudian pada 6 jam setelah pembeian laksatif, feses terlihat lembek dan sangat membasahi kertas, akan tetapi jumlahnya relatif lebih sedikit.
Tikus E diberikan vegeta 2,25 cc, reaksi yang dihasilkan adalah pada 30 menit sebelum pemberian laksatif tersebut, konsistensi feses tikus cenderung baik, padat, dan tidak membasahi kertas saring. pada 30 menit setelah pemberian laksatif juga belum memberikan pengaruh yang berarti dari feses tikus. pada 3 jam setelah pemberian laksatif pun, feses tikus masih terlihat baik. kemudian pada 6 jam setelah pembeian laksatif, feses terlihat lembek dan membasahi
kertas, dan feses yang dihasilkan cenderung paling banyak daripada yang lain.
2. Perbandingan hasil masing-masing
Pada tikus A yang diberikan merit, sumber dari pabrik pemroduksi merk terdaftar mengandung komposisi :
1) Guazumae Folium...150 mg 2) Rhei Radix...50 mg 3) Granati Fructus Cortex...50 mg 4) bahan-bahan lainnya...500 mg penjelasan terhadp masing-masing kandungan adalah :
a) Guazumae Folium
Biasa disebut dengan jati belanda, bahan ini mengandung alkaloida,flavonoida , saponin, dan tanin. Mengandung zat lendir yang merupakan serat (fiber) bersifat lubricating atau melicinkan sehingga dapat menghambat penyerapan lemak, glucose, kolesterol yang terdapat dalam makanan dan memperlancar buang air besar. Kandungan tanin bekerja sebagai adstringent, zat yang akan mengendapkan protein yang terdapat pada mukus yang melapisi bagian dalam usus sehingga lapisan ini sukar ditembus dan akan mengurangi penyerapan lemak ( Anonim,2006 ).
b) Rhei Radix
Pada percobaan yang dilakukan pada Rhei Radix atau yang bi asa dikenal dengan nama kelambak, bahan ini mengandung flavanoid,kuinon, mono dan sesquiterpenoid, saponin, dan senyawa polifenolat.(anonim,2006) sehingga
memacu pergerakan peristaltik usus besar sehingga akan mempermudah buang air besar (Anonim, 2006).
c) Granati Fructus Cortex( delima putih)
delima putih natau yang nama latinnya adalah Punica granatum L.
kandungan kimia yang ada dalam bahan ini adalah : Alkaloid tropan; Tanin; Gula; Triterpenoid; Glukosida; Estron; Lendir, bahan0bahan aktif ini mempunyai khasiat sebagai Antelmintik dan Astringen(zat yang akan mengendapkan protein yang terdapat pada mukus yang melapisi bagian dalam usus sehingga lapisan ini sukar ditembus dan akan mengurangi penyerapan lemak).
Berdasarkan bahan aktif yang tertera diatas, merit merupakan campuran dari pencahar perangsang sekaligus pencahar pembentuk massa, karena menghasilkan senyawa gelatin yang mempersulit penyerapan lipid, selain itu juga mensentisisasi peristaltik colon sehingga waktu feses dalam colon dipersingkat, sehingga penyerapan nya pun berkurang.
Begitu pula yang terjadi pada feses tikus, reaksi yang ditimbulkan adalah feses menjadi amat lembek hingga cair karena selain fungsi yang telah disebutkan diatas, dosis yang diberikan pun 3 kali lebih besar daripada dosis konversi, sehingga memungkinkan intoksikasi terjadi pada hewan coba tersebut.
Tikus B diberikan bisakodil sebanyak 0,3125cc, bisa kodil sendiri adalah bahan aktif yang termasuk dalam golongan laksativ perangsang, bisakodil secara oral dihidrolisis menjadi ndifenol yang diabsorbsi mengalami konjugasi dihati dan dinding usus. metabolit ini diekskresi melalui empedu, selanjutnya mengalami rehidrolisis menjadi difenol kembali yang akan merangsang motilitas usus besar (Estuningtyas,2009).
Efek pencahar timbul 6-12 jam setelah pemberian oral, dan seperempat sampai satu jam setelah pemberian rektal. pada pemberian oral, bisakodil diabsorbsi kira-kira 5%, dan diekskresikan bersama urin dalam bentuk glukoronid. ekskresi bisakodil terutama di tinja(Estuningtyas,2009). sehingga efek pada tikus yang dihsilkan dari pemberian bisakodil sesuai dengan teori yang berlaku, yaitu pengeluaran feses yang konsistensinya sangat lembek dan
membasahi
Tikus C diberikan parafin cair sebanyak 1cc, parafin atau mineral oil adalah campuran cairan hidrokarbon yang diperoleh dari minyak bumi. setelah
minum obat ini, tinja akan melunak, disebabkan berkurangnya reabsorbsi air dari tinja. Parafin cair tidak dicerna didalam usus dan hanya sedikit diabsorbsi. parafin adalah golongan pencahar emolian yang kerjanya tidak mempengaruhi peristaltik usus. sehingga apa yang terjadi pada hewan coba sesuai dengan teori yang telah ada sebelumnya.
Tikus D diberikan MgSO4 sebanyak 1,125cc.MgSO4 biasa disebut dengan garam inggris. zat ini diabsorbsi melalui usus kira-kira 20% dan diekskresikan melalui ginjal. pencahar ini termasuk dalam golongan pencahar garam atau osmotik yang menyebabkan air ditarik nkedalam lumen usus dan tinja menjadi lebih lembek setelah 3-6 jam, secara tidak langsung, pencahar ini juga mengakibatkan peristaltis usus meningkat. sehingga apa yang terjadi pada hewan coba sesuai dengan teori yang telah ada sebelumnya.
Tikus E diberikan vegeta 2,25, vegeta termasuk dalam kelompok pencahar pembentuk massa, olongan ini berasal dari alam atau dibuat secara semi sintetik. golongan ini bekerja dengan mengikat air dan ion dalam lumen kolon, dengan demikian tinja akan menjadi lebih banyak dan lunak. sebagian dari komponennya misalnya pektin akan dicerna bakteri kolon dan metabolitnya akan meningkatkan osmotik cairan lumen. contoh sediaan alam adalah agar-agar dan psilium, sedangkan semisintetoik adalah metilselulosa dan natrium
karboksimetilselulosa.
Komposisi dari merk dagang vegeta sendiri adalah :
1. Plantago ovata semini endosperm pulveratum 2.8g 2. Inulin chicory 0.96g
3. Citrus sinensis fructus extractum siccum 70mg 4. Saccharosa 1.05g
5. Vitamin c 60mg 6. Aspartame 80mg
7. Bahan-bahan lain hingga 6.3g
Bahan aktif dari produk ini sendiri adalah Plantago ovata semini endosperm pulveratum, yang merupakan salah satu dari dietary fiber. Yang secara medis ternyata mampu untuk membantu pencernaan dan proses-proes yang berkaitan dengan kelancaran distribusi lemak di usus walaupun para ahli belum menggolongkannya sebagai zat gizi. Diatery fiber ini bekerja sebagai pencahar pembentuk massa dan relatif aman dalam pemakaian kronik, serta dapat
Sesuai dengan teori yang ada pada pencahar pembentuk massa, zat aktif pada produk ini menyerap air dan memperbanyak volume feses, selain itu,
konsistensi feses pun akan terlihat lembek dan membasahi kertas, dan feses yang dihasilkan cenderung paling banyak daripada yang lain (Schimtz, 2009).
C. Perbandingan hasil antar obat
Dari hasil praktikum yang kami lakukan, pencahar Merit, mengalami perubahan bentuk, konsistensi dan kemampuan membasahi kertas yang maksimal terjadi pada 3 jam setelah pemberian obat, dan menurun pada 3 jam berikutnya.. Kedua, bisakodil, memberikan perubahan pada bentuk dan konsistensi, meningkat pada 3 jam pertama dan meningkat lagi pada 3 jam kedua. Ketiga, paraffin, memberikan efek yang hamper konstan antara 3 jam pertama dengan 3 jam kedua. Keempat, MgS04 memberikan efek yang maksimal pada 3 jam pertama dan menurun pada 3 jam berikutnya. Dan yang terakhir adalah 2 bungkus vegeta, memberikan efek pada 3 jam kedua, sedangkan pada 3 jam pertama tidak memberikan perubahan apapun/kurang signifikan.
Faktor yang mempengaruhi hasil pemeriksaan : 1. Cara kerja yang salah
2. Komposisi pengenceran yang tidak sesuai 3. Keadaan Psikis tikus
4. Ketidak cermatan praktikan
5. Ketidak pasan Alat pengukur (Friedrich, 2011).
D. Aplikasi klinis 1. Fissura Ani
Fissure anus ( fissure in ano, ulkus anus)adalah robekan atau luka dengan nanah didaerah anus, dekat perbatasan dengan kulit. Luka sering terjadi pada bagian belakang. Kadang, meski jarang, luka bias juga ditemukan dibagian depan.
Fisura ani merupakan retakan pada dinding anus yang disebabkan oleh peregangan akibat lewatnya fesen yang keras, oleh karena itu, sering disebabkan oleh konstipasi. Diare atau trauma saat lahir juga menyebabkan timbulnya fisura ani . gejala yang paling mencolok adalah nyeri terbakar hebat setelah defekasi, dan gerakan usus biasanya diikuti oleh sedikit darah merah cerah. Penderita hamper selalu mengalami konstipasi dan karena pergerakan
usus menimbulkan nyeri hebat, konstipasi memburuk secara progresif karena penderita takut melakukan defekasi. Fisura ani sering disertai skin tag
hemoroid eksterna. Bila dilatasi lokal, pemakaian salep, dan pembersih tidak membantu, dilakukan eksisi bedah. (Price, 2006)
BAB IV EVALUASI
2. Mengapa dosis jamu yang digunakan besarnya seperti itu 3. Jelaskan mekanisme kerja obat tersebut
4. Jelaskan mekanisme kerja obat katartik Pembahasan evaluasi
1. Dosis yang digunakan pada merit adalah 6 pil dalam 400 cc air dan apabila dikonversi pada dosis untuk tikus, maka dosis obat yang digunakan menurut berat badan tikus adalah 1,5 cc.
Obat pencahar tidak bertindak di intesines kecil dimana sebagian besar kalori yang diserap. Sebaliknya, mereka bekerja di usus besar. Jika diambil dalam jumlah besar untuk waktu lama, dapat mempengaruhi penyerapan lemak tubuh. Hal ini dapat menyebabkan diare berminyak dan kehilangan berat badan. Penyalahgunaan obat pencahar adalah praktek yang umum di antara orang-orang yang menderita bulimia
dan anorexia nervosa
Sementara berat badan dapat dijamin oleh kelebihan dosis obat pencahar, juga dapat menyebabkan kerusakan permanen pada saluran gastrointesitinal dan melemahnya dan pelunakan tulang, sebuah kondisi yang dikenal sebagai osteomalacia ( Kee, 1996 ).
2. Pada jamu urut-urut mengandung Guazumae Folium yang mengandung zat lendir bekerja mengurangi penyerapan makanan dan membentuk lapisan yang melindungi selaput lendir saluran pencernaan dan akan memperlancar dan mempersingkat keberadaan makanan di dalam saluran pencernaan sehingga penyerapan lemak akan dikurangi. Rhei Radix bersifat pencahar yaitu memacu pergerakan peristaltik usus besar sehingga akan mempermudah buang air besar. Granati Fructus Cortex mengandung tanin yang berfungsi untuk menyempitkan pori-pori usus sehingga dapat menghambat penyerapan makanan dan lemak ( Schmits, 2009 ).
3. Mekanisme kerja pencahar yang sesungguhnya masih belum dapat dijelaskan, karena kompleksnya factor-faktor yang mempenhgaruhi fungsi kolon, transport air dan elektrolit. Secara umum dapat dijelaskan a.l. sebagai berikut : (1) sifat hidrofilik atau osmotiknya sehingga terjadi penarikan air dengan akibat massa, konsistensi, dan transit tinja bertambah; (2) pencahar bekerja langsung ataupun tidak langsung terhadap mukosa kolon dalam menurunkan ( absorbs ) air dan NaCl, mungkin dengan mekanisme seperti pada (1); (3) pencahar dapat meningkatkan motilitas usus
dengan akibat menurunnya absorbsi garam dan air dan selanjutnya mengurangi waktu transit ( Schmits,2009 ).
BAB V KESIMPULAN
1. Obat katartik merupakan obat yang digunakan untuk memperlancar defekasi. 2. Berdasarkan mekanisme kerjanya obat pencahar dibagi menjadi beberapa
golongan yaitu, pencahar iritan/perangsang, pencahar pembentuk massa, pencahar osmotik, pencahar pelunak feses.
3. Reagen yang digunakan saat praktikum memiliki kemampuan yang berbeda-beda. 4. Merit, mengalami perubahan bentuk, konsistensi dan kemampuan membasahi
kertas yang maksimal terjadi pada 3 jam setelah pemberian obat, dan menurun pada 3 jam berikutnya.
5. Bisakodil, memberikan perubahan pada bentuk dan konsistensi, meningkat pada 3 jam pertama dan meningkat lagi pada 3 jam kedua.
6. Paraffin, memberikan efek yang hamper konstan antara 3 jam pertama dengan 3 jam kedua.
7. MgS04 memberikan efek yang maksimal pada 3 jam pertama dan menurun pada 3 jam berikutnya.
8. Vegeta, memberikan efek pada 3 jam kedua, sedangkan pada 3 jam pertama tidak memberikan perubahan apapun/kurang signifikan.
9. Faktor yang mempengaruhi hasil pemeriksaan antara lain, dari cara kerja yang salah, komposisi pengenceran yang tidak sesuai, keadaan psikis dari tikus, ketidak cermatan praktikan, ketidak pasan alat pengukur.
DAFTAR PUSTAKA
Anonym, available acess at :
http://www.warintek.ristek.go.id/pangan_kesehatan/tanaman_obat/depkes/1-137.pdf recenrty acess in 25 june 2011. 15.45 WIB
Anonym, available access in : http://www.scribd.com/doc/54925441/REsume-SKRINING-Rhei-Radix-Editan, recently access in 25 june 2011. 17.10 WIB. Nugraha, adi . 2003 . Pembuatan Minuman Agar Sebagai Upaya Diversifikasi Produk
Agar-agar.Available access in :
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/20674/C03anu.pdf?sequence =2, recently access in 2011-06-25; 23.12
Friedrich, 2011. Lack of excretion of the active moiety of bisacodyl and sodium picosulfate into human breast milk: an open-label, parallel group, multiple dose study in health lactating women. Translational Medicine, Boehringer Ingelheim
Pharma GmbH & Co. KG
Enesis Group. 2011. Vegeta : Produk. Available from:
http://www.enesis.com/product/detail/id/12. Diakses pada tanggal : 25 Juni 2011 Estuningtyas, Ari dan A. Arif. 2008. Pencahar Obat Lokal : Farmakologi dan Terapi.
Jakarta: FK-UI. Edisi ke-5
Kee, Joice L dan Evelyn R Hayes. 1996. Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta: EGC
Price, S.A., L.M. Wilson. 2006. Patofisiologi:Konsep Klinis Proses Perjalanan Penyakit,Vol 1 Ed . 6 . Jakarta: EGC