• Tidak ada hasil yang ditemukan

DIMENSI KINERJA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DIMENSI KINERJA"

Copied!
150
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Nama : Dwi Ratna NIM : 43106110028

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS MERCU BUANA

JAKARTA 2010

(2)

ii SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA EKONOMI

Program Studi Manajemen - Strata 1

Nama : Dwi Ratna NIM : 43106110028

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS MERCU BUANA

JAKARTA 2010

(3)

iii Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Dwi Ratna NIM : 43106110028

Program Studi : Manajemen – Strata 1

Menyatakan bahwa skripsi ini adalah murni hasil karya sendiri. Apabila saya mengutip dari karya orang lain, maka saya mencantumkan sumbernya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Saya bersedia dikenai sanksi pembatalan skripsi ini apabila terbukti melakukan tindakan plagiat (penjiplakan).

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Jakarta, 30 Desember 2009

Dwi Ratna

(4)

iv Nama : Dwi Ratna NIM : 43106110028

Program Studi : Manajemen – Strata 1

Judul Skripsi : Pengaruh Stres Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Negeri Sipil Pada Kantor Pusat Direktorat Jenderal Kekayaan Negara

Tanggal Lulus Ujian : 27 Januari 2010

Disahkan Oleh: Pembimbing Skripsi

Ir. Sahibul Munir, S.E.,M.Si

Dekan Ketua Program Studi

S1 Manajemen

(5)

v Skripsi

Pengaruh Stres Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Negeri Sipil Pada Kantor Pusat Direktorat Jenderal Kekayaan Negara

Dipersiapkan dan Disusun Oleh: Dwi Ratna

43106110028

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 27 Januari 2010

Susunan Dewan Penguji Ketua Penguji/Pembimbing Skripsi

Ir. Sahibul Munir, S.E.,M.Si Anggota Dewan Penguji

Tri Wahyono, S.E.,M.M. Anggota Dewan Penguji

(6)

vi

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh antara stres kerja dengan kinerja pegawai pada Kantor Pusat Direktorat Jenderal Kekayaan Negara. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah stres kerja dan kinerja pegawai. Variabel stres kerja dinotasikan sebagai variabel X, sedangkan variabel kinerja karyawan dinotasikan sebagai variabel Y. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan regresi linear sederhana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh antara stres kerja dengan kinerja Pegawai Kantor Pusat Direktorat Jenderal Kekayaan Negara. Hubungan tersebut diketahui sebagai hubungan yang signifikan bagi para pegawai.

(7)

vii

Segala puji d a n syukur kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya yang telah dilimpahkan kepada penulis sehingga dapat menyusun skripsi dengan judul;” Pengaruh Stres Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Negeri Sipil Pada Kantor Pusat Direktorat Jenderal Kekayaan Negara.”

Skripsi ini disusun untuk melengkapi persyaratan kelulusan dalam memperoleh gelar sarjana ekonomi Program studi manajemen Strata 1.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak dapat selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati penulis sampaikan terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Ekonomi yang telah memberikan kemudahan administrasi penelitian ini.

2. Ketua Program Studi Manajemen dan Sekretaris Program Studi S1-Manajemen, yang telah memberikan kemudahan administrasi penelitian ini.

3. Ir. Sahibul Munir, S.E.,M.Si, yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan masukan dalam penyusunan skripsi ini.

4. Keluarga besar penulis di Kalibata dan Kutoarjo, untuk segala dukungan dan doa yang tiada henti.

5. Anung Indra Jati dan Aria Fattah Muhammad, yang menjadi alasan dan jawaban setiap pertanyaan dalam hidup penulis.

(8)

viii tawa.

7. Rekan-rekan di Kantor Pusat DJKN, atas kerjasamanya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu saran dan kritik selalu penulis harapkan demi sempurnanya skripsi ini. Kiranya semua pihak yang telah memberikan bantuannnya mendapatkan berkah yang melimpah dari Allah SWT. Dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Jakarta, 30 Desember 2009

(9)

ix

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI... iii

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI... iv

LEMBAR PENGESAHAN DEWAN PENGUJI... v

ABSTRAK... vi

KATA PENGANTAR... vii

DAFTAR ISI... ix

DAFTAR TABEL... xii

DAFTAR GAMBAR... xiv

DAFTAR LAMPIRAN... xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian... 1

1.2. Rumusan Masalah... 4

1.3. Batasan Masalah... 4

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian... 4

BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Manajemen... 6

2.1.1. Pengertian... 6

2.2. Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM)... 8

2.2.1. Pengertian MSDM... 8

2.2.2. Tugas dan Fungsi Manajerial MSDM... 9

2.2.3. Fungsi Operasional MSDM... 10

2.3. Stres... 12

2.3.1. Pengertian Stres... 12

2.3.2. Pengertian Stres Kerja... 13

2.3.3. Faktor-faktor Penyebab Stres Kerja... 15

2.3.4. Dampak Stres Kerja Bagi Perusahaan... 26

2.3.5. Dampak Stres Kerja Bagi Pegawai... 27

2.4. Kinerja (Prestasi Kerja)... 29

2.4.1. Pengertian Kinerja... 29

2.4.2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kinerja... 30

2.4.3. Pengukuran Kinerja Pegawai... 31

2.4.4. Penggunaan Penilaian Kinerja Bagi Pegawai... 34

2.4.5. Tujuan Penilaian Kinerja... 34

(10)

x

3.1. Gambaran Umum Instansi... 39

3.1.1. Visi DJKN... 40

3.1.2. Misi DJKN... 40

3.1.3. Struktur Organisasi DJKN... 40

3.1.4. Tugas Pokok dan Fungsi DJKN... 41

3.2. Waktu Penelitian... 42

3.3. Desain Penelitian... 42

3.3.1. Pengujian Hipotesis... 43

3.3.2. Populasi dan Sampling... 44

3.4. Variabel Penelitian... 45

3.5. Definisi Operasional Variabel... 46

3.5.1. Stres Kerja (X)... 46

3.5.2. Kinerja Pegawai (Y)... 50

3.6. Skala Pengukuran... 53

3.7. Jenis Data ... 53

3.7.1. Cara Pengumpulan Data... 53

3.8. Metode Analisis Data... 56

3.8.1. Analisis Kuantitatif... 56

3.8.2. Analisis Deskriptif... 57

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Responden... 58

4.1.1. Usia Responden... 58

4.1.2. Golongan/Ruang Kepangkatan... 59

4.1.3. Masa Kerja... 59

4.1.4. Pendidikan Terakhir Responden... 59

4.2. Pengolahan Data... 61

4.2.1. Variabel Stres Kerja... 61

4.2.2. Variabel Kinerja Pegawai... 82

4.3. Uji Instrumen... 93

4.4. Statistik Deskriptif Data Penelitian... 95

4.5. Variabel Yang Dimasukkan... 96

4.6. Koefisien Regresi... 97

(11)

xi

LAMPIRAN... 105 RIWAYAT HIDUP... 122

(12)

xii

49

3.2 Tabel Indikator Variabel Kinerja Pegawai... 53

4.1. Tabel Jumlah Responden Berdasarkan Kelompok Usia...………….. 58

4.2 Tabel Jumlah Responden Berdasarkan Golongan/Ruang Kepangkatan.. 59

4.3. Tabel Jumlah Responden Berdasarkan Masa Kerja... 59

4.4. Tabel Jumlah Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir... 59

4.5. Tabel Distribusi Jawaban Responden Terhadap Variabel Stres Kerja 61 4.6. Tabel Frekuensi Jawaban Responden Terhadap Pernyataan 1... 64

4.7. Tabel Frekuensi Jawaban Responden Terhadap Pernyataan 2... 65

4.8. Tabel Frekuensi Jawaban Responden Terhadap Pernyataan 3... 66

4.9. Tabel Frekuensi Jawaban Responden Terhadap Pernyataan 4... 67

4.10. Tabel Frekuensi Jawaban Responden Terhadap Pernyataan 5... 68

4.11. Tabel Frekuensi Jawaban Responden Terhadap Pernyataan 6... 69

4.12. Tabel Frekuensi Jawaban Responden Terhadap Pernyataan 7... 70

4.13. Tabel Frekuensi Jawaban Responden Terhadap Pernyataan 8... 71

4.14. Tabel Frekuensi Jawaban Responden Terhadap Pernyataan 9... 72

4.15. Tabel Frekuensi Jawaban Responden Terhadap Pernyataan 10... 73

4.16. Tabel Frekuensi Jawaban Responden Terhadap Pernyataan 11... 74

4.17. Tabel Frekuensi Jawaban Responden Terhadap Pernyataan 12... 75

4.18. Tabel Frekuensi Jawaban Responden Terhadap Pernyataan 13... 76

4.19. Tabel Frekuensi Jawaban Responden Terhadap Pernyataan 14... 77

4.20. Tabel Frekuensi Jawaban Responden Terhadap Pernyataan 15... 78

4.21 Tabel Frekuensi Jawaban Responden Terhadap Pernyataan 16... 79

4.22 Tabel Frekuensi Jawaban Responden Terhadap Pernyataan 17... 80

4.23. Tabel Frekuensi Jawaban Responden Terhadap Pernyataan 18... 81

4.24 Distribusi Jawaban Responden Terhadap Variabel Kinerja Pegawai... 82

4.25 Tabel Frekuensi Jawaban Responden Terhadap Pernyataan 1... 84

4.26 Tabel Frekuensi Jawaban Responden Terhadap Pernyataan 2... 85

4.27 Tabel Frekuensi Jawaban Responden Terhadap Pernyataan 3... 86

4.28 Tabel Frekuensi Jawaban Responden Terhadap Pernyataan 4... 87

(13)

xiii

4.33 Tabel Frekuensi Jawaban Responden Terhadap Pernyataan 9... 91

4.34 Tabel Frekuensi Jawaban Responden Terhadap Pernyataan 10... 92

4.35 Tabel Frekuensi Jawaban Responden Terhadap Pernyataan 11... 93

4.36 Hasil Uji Validitas dan Reabilitas Instrumen Stres Kerja... 94

4.37 Hasil Uji Validitas dan Reabilitas Instrumen Kinerja... 95

4.38 Statistik Deskriptif Data Penelitian... 96

4.39 Variabel Yang Dimasukkan... 96

(14)

xiv

38 3.1. Daerah Kritis... 44 4.1. Prosentase Distribusi Jawaban Responden Terhadap Variabel Stres

Kerja………. 62

4.2. Prosentase Distribusi Jawaban Responden Terhadap Variabel

(15)

xv

I Kuesioner Stres Kerja ... 105

II Kuesioner Kinerja Pegawai... 110

III Tabulasi Stres Kerja... 115

IV Tabulasi Kinerja... 117

V T Tabel... 119

VI Struktur Organisasi... 120

(16)

1.1. Latar Belakang Penelitian

Sumber Daya Manusia (pegawai) merupakan unsur yang strategis dalam menentukan sehat tidaknya suatu organisasi. Pengembangan SDM yang terencana dan berkelanjutan merupakan kebutuhan yang mutlak terutama untuk masa depan organisasi.

Dalam kondisi lingkungan tersebut, manajemen dituntut untuk mengembangkan cara baru untuk mempertahankan pegawai pada produktifitas tinggi serta mengembangkan potensinya agar memberikan kontribusi maksimal pada organisasi. Masalah sumber daya manusia yang kelihatannya hanya merupakan masalah intern dari suatu organisasi sesungguhnya mempunyai hubungan yang erat dengan masyarakat luas sebagai pelayan publik yang diukur dari kinerja.

Obyek penelitian ini adalah para pegawai di lingkungan Kantor Pusat Direktorat Jenderal Kekayaan Negara. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Departemen Keuangan merupakan peleburan antara Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara (DJPLN), Direktorat

(17)

2

Pengelolaan Barang Milik/Kekayaan Negara-Ditjen Perbendaharaan (DJPBn), dan Bidang Pengelolaan Kekayaan Negara pada Kanwil DJPBn.

Perubahan ini dilakukan dengan dengan pendekatan fungsi. Merger antara eks DJPLN dan eks Direktorat PBMKN bukan sekedar penyatuan sumber daya manusia dua unit. Secara substansi, kedua fungsi tersebut berubah komposisi, baik yang sifatnya penajaman fungsi yang ada (penatausahaan kekayaan Negara, perampingan pengelolaan (piutang Negara dan lelang) maupun fungsi baru (perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, penilaian, dll).

Sebagai organisasi yang melaksanakan fungsi perencanaan, penganggaran, pengelolaan dan pertanggungjawaban asset, DJKN yang dibentuk tanggal 7 Desember 2006 telah mengemban tugas berat untuk menertibkan manajemen aset negara yang telah terbengkalai selama beberapa dekade pemerintahan. Penyempurnaan/perubahan struktur organisasi dalam diri DJKN mengakibatkan beberapa masalah dalam fungsi organisasi. Perlunya adaptasi tugas dan fungsi untuk dapat dilaksanakan secara maksimal. Dengan reorganisasi diharapkan dapat tercipta efisiensi dan efektifitas organisasi melalui pengelompokan kerja yang harmonis.

Kantor Pusat DJKN dengan jumlah pegawai 467 orang, 342 di antaranya pelaksana, dengan frekuensi pekerjaan yang cukup padat sebagai dampak dari reorganisasi, menuntut kesadaran dan motivasi tinggi

(18)

3

dari pegawai. Sebagai dampak dari reorganisasi tersebut, tidak jarang pegawai mengalami stres.

Sebenarnya stres merupakan keadaan yang wajar karena terbentuk pada diri manusia sebagai respon dan merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari dari diri manusia dengan padatnya aktivitas dan kesibukan yang dijalani. Stres kerja merupakan kondisi psikologis terhadap persepsi pegawai terhadap interaksi antara dirinya dengan lingkungan kerjanya di mana interaksi tersebut menimbulkan gangguan fisiologi dan psikologis sebagai akibat ketidakseimbangan kemampuan yang dimiliki pegawai tersebut dengan tuntutan pekerjaan. Adanya konflik antar organisasi dengan individu dan masalah intern lainnya yang membuat pegawai merasa jenuh dengan pekerjaan. Keadaan ini menuntut energi yang lebih dari pegawai.

Diungkapkan oleh Gitosudarmo dan Suditta (2000) bahwa stres mempunyai dampak positif dan negatif. Dampak positif stres pada tingkat rendah sampai pada tingkat moderat bersifat fungsional dalam arti berperan sebagai pendorong peningkatan kinerja pegawai. Sedangkan pada dampak negatif stres pada tingkat yang tinggi adalah penurunan pada kinerja pegawai yang drastis.

Pengertian kinerja pegawai menunjuk pada kemampuan pegawai dalam melaksanakan keseluruhan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawab pegawai tersebut,yang dimaksud dengan kinerja instansi pemerintah adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian sasaran ataupun tujuan

(19)

4

instansi pemerintah sebagai penjabaran dari visi, misi dan rencana strategi instansi pemerintah yang mengindikasikan tingkat keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan-kegiatan sesuai dengan program dan kebijakan yang ditetapkan. Kinerja pegawai dijabarkan langsung dari misi organisasi. Selanjutnya kinerja pegawai juga menjadi instrumen utama dalam pemberian reward and punishment termasuk untuk promosi dan rotasi pegawai.

Berdasarkan uraian tersebut, penulis ingin meneliti lebih mendalam tentang stress kerja serta pengaruhnya terhadap kinerja pegawai, sehingga judul dari skripsi ini “Pengaruh Stres Kerja terhadap Kinerja Pegawai Negeri Sipil Pada Kantor Pusat Direktorat Jenderal Kekayaan Negara.”

1.2. Rumusan Masalah

Berdasar latar belakang di atas, maka dapat dihasilkan rumusan masalah dalam penulisan skripsi ini adalah: ”Apakah ada pengaruh stres kerja terhadap kinerja pegawai negeri sipil pada kantor pusat DJKN?”

1.3. Batasan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka dalam penelitian ini dapat dibuat batasan masalah pada pengaruh stres kerja terhadap kinerja pegawai negeri sipil di Lingkungan Kantor Pusat DJKN.

(20)

5

Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah :

1. Mengetahui apakah stres kerja mempengaruhi kinerja pegawai pada Kantor Pusat DJKN.

2. Menjelaskan sejauh mana pengaruh stres kerja terhadap kinerja pegawai pada Kantor Pusat DJKN.

Manfaat dari penulisan skripsi ini adalah : 1. Bagi Penulis

Diharapkan dengan adanya penelitian ini, diharapkan penulis dapat memahami dan menerapkan semua teori tentang ilmu yang diperoleh selama proses belajar untuk dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

2. Bagi Organisasi

Diharapkan dengan adanya penelitian ini uuntuk dapat dijadikan sumber informasi dan bahan pertimbangan di dalam mengatasi masalah yang timbul terutama dalam hal untuk mengetahui tingkat stres para pegawai dan pengaruhnya terhadap kinerja para pegawai. 3. Bagi Pembaca

Diharapkan dengan penelitian ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dengan disiplin ilmu ekonomi yang berhubungan dengan Manajemen Sumber Daya Manusia yaitu mengenai penyebab stres kerja serta pengaruhnya terhadap kinerja pegawai.

(21)

6 BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Manajemen 2.1.1 Pengertian

Untuk dapat memahami apa itu Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM), terlebih dahulu kita lihat pengertian manajemen itu sendiri. Manajemen berasal dari kata to manage yang mempunyai arti mengatur, dan pengaturan dilakukan melalui proses dan diatur berdasarkan urutan dari fungsi-fungsi manajemen itu sendiri.

Ada beberapa definisi manajemen dari beberapa ahli: Menurut Williams (2001),

Manajemen adalah bekerja melalui orang lain untuk menyelesaikan tugas-tugas yang membantu pencapaian sasaran organisasi seefesien mungkin.

Menurut Hasibuan (2001),

Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan tertentu.

Menurut Handoko (2003),

Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan

(22)

sumber daya, sumber daya orang lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.

Menurut Stoner dan Freeman (2000),

Manajemen adalah suatu proses perencanaan, pengorganisasian, pemimpin, dan pengendalian upaya anggota organisasi untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.

Definisi yang sudah dikemukakan tersebut menjelaskan manajemen adalah usaha pencapaian tujuan tertentu melalui kegiatan yang dikerjakan orang lain. Dalam definisi manajemen dititikberatkan pada usaha memanfaatkan orang lain dalam pencapaian tugas tersebut, oleh karena itu orang-orang dalam suatu organisasi harus jelas wewenang, tugas, dan tanggung jawab pekerjaan.

Persamaan-persamaan dalam definisi manajemen tersebut, antara lain: 1. Manajemen terdapat fungsi-fungsi seperti perencanaan,

pengorganisasian, menggerakkan/mengarahkan, pengawasan, 2. Manajemen merupakan suatu seni/ilmu

3. Dalam sutu organisasi mempunyai tujuan yang telah ditetapkan. Sedangkan perbedaan definisi disebabkan oleh perbedaan latar belakang, sudut pandang, dan pemikiran para ahli tersebut.

(23)

2.2. Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) 2.2.1. Pengertian MSDM

Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan unsur yang penting dalam suatu organisasi, sehingga harus dikelola dengan baik agar tujuan organisasi tersebut tercapai. Pengelolaan SDM ini tidaklah mudah, sehingga diperlukan ilmu untuk mempelajari cara-cara pengelolaan SDM yang disebut Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) .

Definisi MSDM menurut beberapa ahli: Menurut Mangkunegara (2001)

MSDM merupakan suatu perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasikan, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengadaan, pengembangan, pemberian balas jasa, pengintegrasian, pemeliharaan, dan pemisahan tenaga kerja dalam rangka mencapai tujuan organisasi.

Menurut Handoko (2001)

MSDM adalah penarikan, seleksi, pengembangan, memelihara, dan penggunaan SDM untuk mencapai baik tujuan individu maupun organisasi.

Menurut Hasibuan (2001)

MSDM yaitu ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat.

(24)

MSDM dapat dikembangkan oleh organisasi/perusahaan yaitu dengan mengadakan berbagai macam kegiatan, misalnya mengadakan pengarahan atau memberikan pendidikan pelatihan bagi pegawai. Dari definisi di atas dapat dilihat pentingnya manajemen dalam mengelola sumber daya yang dimiliki oleh organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh organisasi.

Untuk memperoleh pengetahuan yang jelas dibidang tenaga kerja agar efektif dan efisien, penulis akan memaparkan mengenai tugas dan fungsi-fungsi manajemen berdasarkan pendapat Hasibuan (2001), yaitu sebagai berikut :

2.2.2. Tugas dan fungsi manajerial MSDM

Tugas dan fungsi manajerial MSDM, terdiri dari: a. Planning (Perencanaan)

Perencanaan berarti menetapkan terlebih dahulu apa yang akan dilakukan dan merupakan fungsi terpenting diantara semua fungsi manajemen.

b. Organizing (Pengorganisasian)

Pengorganisasian dapat dikatakan sebagai proses penciptaan hubungan antara berbagai fungsi, personalia, dan faktor-faktor fisik agar semua pekerjaan yang dilakukan dapat bermanfaat serta terarah pada satu tujuan. Mengorganisasikan berarti membagi pekerjaan diantara para individu dan kelompok serta mengkoordinasikan aktifitas mereka, agar

(25)

setiap individu dapat mengetahui secara jelas apa yang menjadi tugas sehingga mereka dapat bekerja benar.

c. Directing ( Pengarahan )

Dalam bekerja, setiap individu mempunyai perbedaan fisik dan mental, nilai-nilai individual sesuai dengan keadaan sosial ekonomi mereka. Tugas manajer adalah menyelaraskan tujuan perusahaan dengan tujuan individu agar tidak terjadi konflik dalam perusahaan. Untuk itu diperlukan pengarahan, dalam bentuk tindakan yang mengusahakan agar semua anggota organisasi melakukan kegiatan yang sudah ditentukan sehingga tujuan perusahaan pun tercapai.

d. Controling ( Pengendalian )

Fungsi terakhir dari manajemen adalah pengendalian. Pengendalian merupakan aktivitas untuk mengkoreksi adanya penyimpangan-penyimpangan dan hasil yang telah dicapai, dibandingkan dengan rencana kerja telah ditetapkan sebelumnya.

2.2.3. Fungsi Operasional MSDM

Fungsi operasional dalam MSDM merupakan basic (dasar) pelaksanaan proses MSDM yang efisien dan efektif dalam pencapaian tujuan organisasi/perusahaan. Fungsi operasional tersebut terbagi 5 (lima) yaitu :

a. Fungsi Pengadaan

Adalah proses penarikan, seleksi, penempatan, orientasi, dan induksi untuk mendapatkan pegawai yang sesuai kebutuhan perusahaan (the

(26)

right man in the right place). b. Fungsi Pengembangan

Adalah proses peningkatan ketrampilan teknis, teoritis, konseptual, dan moral pegawai melalui pendidikan dan pelatihan. Pendidikan dan pelatihan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan pekerjaan masa kini maupun masa depan.

c. Fungsi Kompensasi

Adalah pemberian balas jasa langsung dan tidak langsung berbentuk uang atau barang kepada pegawai sebagai imbal jasa (output) yang diberikannya kepada perusahaan/organisasi. Prinsip kompensasi adalah adil dan layak sesuai prestasi dan tanggung jawab pegawai tersebut.

d. Fungsi Pengintegrasian

Adalah kegiatan untuk mempersatukan kepentingan organisasi dan kebutuhan pegawai, sehingga tercipta kerjasama yang serasi dan saling menguntungkan. Dimana pengintegrasian adalah hal yang penting dan sulit dalam MSDM karena mempersatukan dua aspirasi/kepentingan yang bertolak belakang antara pegawai dan organisasi.

e. Fungsi Pemeliharaan

Adalah kegiatan untuk memelihara atau meningkatkan kondisi fisik, mental dan loyalitas karyawan agar tercipta hubungan jangka panjang. Pemeliharaan yang baik dilakukan dengan program K3

(27)

(Keselamatan dan Kesehatan Kerja ). 2.3. Stres

Stres yang dialami oleh pegawai merupakan masalah tersendiri yang perlu mendapatkan perhatian lebih, karena pegawai yang mengalami stres pada tingkat tinggi atau berlebihan cenderung akan menjadi tidak optimal dalam bekerja. Untuk mengetahui stres yang terjadi pada pegawai, maka perlu diketahui dahulu tentang pengertian stres, penyebab stres, gejala–gejala stres, dampak stres terhadap perusahaan dan terhadap individu, serta cara mengatasi stres kerja atau yang sering disebut sebagai manajemen stres.

2.3.1. Pengertian Stres

Menurut Spielberger dalam Handoyo (2001), stres adalah tuntutan-tuntutan eksternal yang mengenai seseorang, misal obyek-obyek dalam lingkungan atau suatu stimulus yang secara obyektif berbahaya. Stres juga bisa diartikan sebagai tekanan, ketegangan atau gangguan yang tidak menyenangkan yang berasal dari luar diri seseorang.

Menurut Braham dalam Handoyo (2001), gejala stres dapat berupa tanda-tanda sebagai berikut :

a. Fisik, yaitu sulit tidur atau tidur tidak teratur, sakit kepala, sulit buang air besar, adanya gangguan pencernaan, radang usus, kulit gatal-gatal, punggung terasa sakit, urat-urat pada bahu dan leher terasa tegang, keringat berlebihan, berubah selera makan, tekanan darah tinggi atau serangan jantung, kehilangan energi.

(28)

b. Emosional, yaitu marah-marah, mudah tersinggung dan terlalu sensitif, gelisah dan cemas, suasana hati mudah berubah-ubah, sedih, mudah menangis dan depresi, gugup, agresif terhadap orang lain dan mudah bermusuhan serta mudah menyerang, dan kelesuan mental.

c. Intelektual, yaitu mudah lupa, kacau pikirannya, daya ingat menurun, sulit untuk berkonsentrasi, suka melamun berlebihan, pikiran hanya dipenuhi satu pikiran saja.

d. Interpersonal, yaitu acuh dan mendiamkan orang lain, kepercayaan pada orang lain menurun, mudah mengingkari janji pada orang lain, senang mencari kesalahan orang lain atau menyerang dengan kata-kata, menutup diri secara berlebihan, dan mudah menyalahkan orang lain.

Dari beberapa uraian diatas, penulis menyimpulkan bahwa stres merupakan kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berfikir dan kondisi seseorang dimana ia terpaksa memberikan tanggapan melebihi kemampuan penyesuaian dirinya terhadap suatu tuntutan eksternal (lingkungan). Stres yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungannya. Sebagai hasilnya, pada diri karyawan berkembang berbagai macam gejala stres yang dapat mengganggu pelaksanaan kerja mereka.

2.3.2. Pengertian Stres Kerja

Lingkungan kerja, sebagaimana lingkungan lainnya, juga me-nuntut adanya penyesuaian diri dari individu yang menempatinya. Dengan

(29)

demikian, dalam lingkungan kerja ini individu memiliki kemungkinan untuk mengalami suatu keadaan stres. Stres kerja dapat dirumuskan sebagai suatu keadaan tegang yang dialami di dalam suatu organisasi. Stres ini dapat merupakan akibat dari lingkungan fisik, sistem dan teknik dalam organisasi, interaksi sosial interpersonal, isi atau struktur pekerjaan, tingkah laku individu sebagai anggota, dan aspek-aspek organisasi lainnya.

Secara umum terdapat tiga buah pendekatan untuk membahas masalah stres dalam ruang lingkup organisasi. Pendekatan pertama berorientasi pada karakteristik obyektif dari berbagai situasi kerja yang dapat menimbulkan stres, pendekatan kedua mengacu pada karakteristik individu sebagai penyebab utama stres, dan pendekatan ketiga meninjaunya melalui acuan interaksi antara situasi obyektif dan karakteristik individu.

Di kalangan para pakar, sampai saat ini belum ada kata sepakat dan kesamaan persepsi tentang batasan stres. Baron & Greenberg dalam Garniwa (2007), mendefinisikan stres sebagai reaksi-reaksi emosional dan psikologis yang terjadi pada situasi dimana tujuan individu mendapat halangan dan tidak bisa mengatasinya. Aamodt dalam Garniwa (2007) memandangnya sebagai respon adaptif yang merupakan karakteristik individual dan konsekuensi dari tindakan eksternal, situasi atau peristiwa yang terjadi baik secara fisik maupun psikologis.

(30)

memahaminya sebagai ketidakseimbangan keinginan dan kemampuan memenuhinya sehingga menimbulkan konsekuensi penting bagi dirinya. Robbins dalam Dwiyanti (2001) memberikan definisi stres sebagai suatu kondisi dinamis di mana individu dihadapkan pada kesempatan, hambatan dan keinginan dan hasil yang diperoleh sangatlah penting tetapi tidak dapat dipastikan.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terjadinya stres kerja adalah dikarenakan adanya ketidakseimbangan antara karakteristik kepribadian karyawan dengan karakteristik aspek-aspek pekerjaannya dan dapat terjadi pada semua kondisi pekerjaan. Adanya beberapa atribut tertentu dapat mempengaruhi daya tahan stres seorang karyawan.

2.3.3. Faktor-faktor Penyebab Stres Kerja

Terdapat dua faktor penyebab atau sumber munculnya stres atau stres kerja, yaitu faktor lingkungan kerja dan faktor personal menurut Dwiyanti (2001).

Faktor lingkungan kerja dapat berupa kondisi fisik, manajemen kantor maupun hubungan sosial di lingkungan pekerjaan. Sedang faktor personal bisa berupa tipe kepribadian, peristiwa/pengalaman pribadi maupun kondisi sosial-ekonomi keluarga di mana pribadi berada dan mengembangkan diri. Betapapun faktor kedua tidak secara langsung berhubungan dengan kondisi pekerjaan, namun karena dampak yang ditimbulkan pekerjaan cukup besar, maka faktor pribadi ditempatkan

(31)

sebagai sumber atau penyebab munculnya stres, secara umum dikelompokkan sebagai berikut :

a. Tidak adanya dukungan sosial. Artinya, stres, akan cenderung muncul pada para pegawai yang tidak mendapat dukungan dari lingkungan sosial mereka. Dukungan sosial di sini bisa berupa dukungan dari lingkungan pekerjaan maupun lingkungan keluarga. Banyak kasus menunjukkan bahwa, para pegawai yang mengalami stres kerja adalah mereka yang tidak mendapat dukungan (khususnya moril) dari keluarga. Begitu juga ketika seseorang tidak memperoleh dukungan dari rekan sekerjanya (baik pimpinan maupun bawahan) akan cenderung lebih mudah terkena stres. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya dukungan sosial yang menyebabkan ketidaknyamanan menjalankan pekerjaan dan tugasnya.

b. Tidak adanya kesempatan berpartisipasi dalam pembuatan keputusan di kantor. Hal ini berkaitan dengan hak dan kewenangan seseorang dalam menjalankan tugas dan pekerjaannya. Banyak orang mengalami stres kerja ketika mereka tidak dapat memutuskan persoalan yang menjadi tanggung jawab dan kewenangannya. Stres kerja juga bisa terjadi ketika seorang pegawai tidak dilibatkan dalam pembuatan keputusan yang menyangkut dirinya. c. Pelecehan seksual. Yakni, kontak atau komunikasi yang berhubungan

(32)

Pelecehan seksual ini bisa dimulai dari yang paling kasar seperti memegang bagian badan yang sensitif mengajak kencan dan semacamnya sampai yang paling halus berupa rayuan, pujian bahkan senyuman yang tidak pada konteksnya. Dari banyak kasus pelecehan seksual yang sering menyebabkan stres kerja adalah perlakuan kasar atau penganiayaan fisik dari lawan jenis dan janji promosi jabatan namun tak kunjung terwujud hanya karena wanita.

d. Kondisi lingkungan kerja. Kondisi lingkungan kerja fisik ini bisa berupa suhu yang terlalu panas, terlalu dingin, terlalu sesak, kurang cahaya, dan semacamnya. Ruangan yang terlalu panas menyebabkan ketidaknyamanan seseorang dalam menjalankan pekerjaannya, begitu juga ruangan yang terlalu dingin. Panas tidak hanya dalam pengertian temperatur udara, tetapi juga sirkulasi atau arus udara. Di samping itu, kebisingan juga memberi andil tidak kecil munculnya stres kerja.

e. Manajemen yang tidak sehat. Banyak orang yang stres dalam pekerjaan ketika gaya kepemimpinan para manajernya cenderung neurotis, yakni seorang pemimpin yang sangat sensitif, tidak percaya orang lain (khususnya bawahan), perfeksionis, terlalu mendramatisir suasana hati atau peristiwa sehingga mempengaruhi pembuatan keputusan di tempat kerja.

f. Tipe kepribadian. Seseorang dengan kepribadian. tipe A cenderung mengalami stres dibanding kepribadian tipe B. Beberapa ciri

(33)

kepribadian tipe A ini adalah sering merasa diburu-buru dalam menjalankan pekerjaannya, tidak sabaran, konsentrasi pada lebih dan satu pekerjaan pada waktu yang sama, cenderung tidak puas terhadap hidup (apa yang diraihnya), cenderung berkompetisi dengan orang lain meskipun dalam situasi atau peristiwa yang non kompetitif.

g. Peristiwa/pengalaman pribadi. Stres kerja sering disebabkan pengalaman pribadi yang menyakitkan, kematian pasangan, perceraian, sekolah, anak sakit atau gagal sekolah, kehamilan tidak diinginkan, peristiwa traumatis atau menghadapi masalah (pelanggaran) hukum. Banyak kasus menunjukkan bahwa tingkat stres paling tinggi terjadi pada seseorang yang ditinggal mati pasangannya, sementara yang paling rendah disebabkan oleh perpindahan tempat tinggal. Disamping itu, ketidakmampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari, kesepian, perasaan tidak aman, juga termasuk kategori ini.

Menurut Davis dan Newstrom (2003) stres kerja disebabkan:

a. Adanya tugas yang terlalu banyak. Banyaknya tugas tidak selalu menjadi penyebab, stres, akan menjadi sumber stres bila banyaknya tugas tidak sebanding dengan kemampuan baik fisik maupun keahlian dan waktu yang tersedia bagi pegawai.

b. Supervisor yang kurang pandai. Seorang pegawai dalam menjalankan tugas sehari-harinya biasanya di bawah bimbingan sekaligus mempertanggungjawabkan kepada supervisor. Jika

(34)

seorang supervisor pandai dan menguasai tugas bawahan, ia akan membimbing dan memberi pengarahan atau instruksi secara baik dan benar.

c. Terbatasnya waktu dalam menyelesaikan pekerjaan, pegawai biasanya mempunyai kemampuan normal menyelesaikan tugas kantor/perusahaan yang dibebankan kepadanya. Kemampuan berkaitan dengan keahlian, pengalaman, dan waktu yang dimiliki. Dalam kondisi tertentu, pihak atasan seringkali memberikan tugas dengan waktu yang terbatas. Akibatnya, karyawan dikejar waktu untuk menyelesaikan tugas sesuai tepat waktu yang ditetapkan atasan.

d. Kurang mendapat tanggungjawab yang memadai. Faktor ini berkaitan dengan hak dan kewajiban karyawan. Atasan sering memberikan tugas kepada bawahannya tanpa diikuti kewenangan (hak) yang memadai. Sehingga, jika harus mengambil keputusan harus berkonsultasi, kadang mcnyerahkan sepenuhnya pada atasan.

e. Ambiguitas peran. Agar menghasilkan performa yang baik, karyawan perlu mengetahui tujuan dari pekerjaan, apa yang diharapkan untuk dikerjakan serta scope dan tanggungiawab dari pekerjaan mereka. Saat tidak ada kepastian tentang definisi kerja dan apa yang diharapkan dari pekerjaannya akan timbul ambiguitas peran. f. Perbedaan nilai dengan perusahaan/organisasi. Situasi ini biasanya

(35)

yang berkaitan dengan profesi yang digeluti maupun prinsip kemanusiaan yang dijunjung tinggi (altruisme).

g. Frustrasi. Dalam lingkungan kerja, perasaan frustrasi memang bisa disebabkan banyak faktor. Faktor yang diduga berkaitan dengan frustrasi kerja adalah terhambatnya promosi, ketidakjelasan tugas dan wewenang serta penilaian/evaluasi staf, ketidakpuasan gaji yang diterima.

h. Perubahan tipe pekerjaan, khususnya jika hal tersebut tidak umum. Situasi ini bisa, timbul akibat mutasi yang tidak sesu ai dengan keahlian dan jenjang karir yang dilalui atau mutasi pada perusahaan lain, meskipun dalam satu grup namun lokasinya dan status jabatan serta status perusahaannya berada di bawah perusahaan pertama.

i. Konflik peran. Terdapat dua tipe umum konflik peran yaitu

1) Konflik peran intersender, dimana pegawai berhadapan dengan tujuan organisasi terhadapnya yang tidak konsisten dan tidak sesuai;

2) Konflik peran intrasender, konflik peran ini kebanyakan terjadi pada karyawan atau manajer yang menduduki jabatan di dua struktur. Akibatnya, jika masing-masing struktur memprioritaskan pekerjaan yang tidak sarna, akan berdampak pada karyawan atau manajer yang berada pada posisi dibawahnya, terutama jika mereka harus memilih salah satu alternatif.

(36)

Menurut pendapat Hurrel dalam Munandar (2001), faktor-faktor di pekerjaan yang berdasarkan penelitian dapat menimbulkan stres dapat dikelompokkan ke dalam tujuh kategori besar yaitu : faktor-faktor intrinsik dalam pekerjaan, peran individu dalam organisasi, pengembangan karir, hubungan dalam pekerjaan, struktur dan iklim organisasi, tuntutan dari luar organisasi/pekerjaan, serta ciri-ciri individu.

a. Faktor-faktor Intrinsik dalam Pekerjaan

Termasuk dalam kategori ini ialah tuntutan fisik dan tuntutan tugas. Tuntutan fisik misalnya faktor kebisingan. Sedangkan faktor-faktor tugas mencakup: kerja malam, beban kerja, dan penghayatan dari resiko dan bahaya.

b. Peran Individu dalam Organisasi

Setiap tenaga kerja bekerja sesuai dengan perannya dalam organisasi, artinya setiap tenaga kerja mempunyai kelompok tugasnya yang harus dilakukan sesuai dengan aturan-aturan yang ada dan sesuai dengan yang diharapkan oleh atasannya. Namun demikian tenaga kerja tidak selalu berhasil untuk memainkan perannya tanpa menimbulkan masalah. Kurang berfungsinya peran, yang merupakan pembangkit stres meliputi: konflik peran dan ketaksaan peran (role ambiguity).

c. Pengembangan Karir

Pengembangan karir merupakan pembangkit stres potensial yang mencakup ketidakpastian pekerjaan, promosi berlebih, dan

(37)

promosi yang kurang.

1) Job Insecurity : perubahan-perubahan lingkungan menimbulkan masalah baru yang dapat mempunyai dampak pada perusahaan. Reorganisasi dirasakan perlu untuk dapat menghadapi perubahan lingkungan dengan lebih baik. Sebagai akibatnya adalah adanya pekerjaan lama yang hilang dan adanya pekerjaan yang baru. Dapat terjadi bahwa pekerjaan yang baru memerlukan ketrampilan yang baru. Setiap reorganisasi menimbulkan ketidakpastian pekerjaan, yang merupakan sumber stres yang potensial.

2) Over dan Under-promotion : setiap organisasi industri

mempunyai proses pertumbuhan masing-masing. Ada yang tumbuhnya cepat dan ada yang lambat, ada pula yang tidak tumbuh atau setelah tumbuh besar mengalami penurunan, organisasi menjadi lebih kecil. Pola pertumbuhan organi sasi industri berbeda-beda. Salah satu akibat dari proses pertumbuhan ini ialah tidak adanya kesinambungan dari mobilitas vertikal dari para tenaga kerjanya. Peluang dan kecepatan promosi tidak sama setiap saat. Dalam pertumbuhan organisasi yang cepat, banyak kedudukan pimpinan memerlukan tenaga, dalam keadaan sebaliknya, organisasi terpaksa harus mcmperkecil diri, tidak ada peluang untuk mendapatkan promosi, malahan akan timbul kecemasan

(38)

akan kehilangan pekejaan. Peluang yang kecil untuk promosi baik karena keadaan tidak mengizinkan maupun karena dilupakan, dapat merupakan pembangkit stres bagi tenaga kerja yang merasa sudah waktunya mendapatkan promosi. Perilaku yang mengganggu, semangat kerja yang rendah dan hubungan antar pribadi yang bermutu rendah, berkaitan dengan stres dari kesenjangan yang dirasakan antara kedudukannya sekarang di organisasi dengan kedudukan yang diharapkan. Sedangkan stres yang timbul karena over promotion

memberikan kondisi beban kerja yang berlebihan serta adanya tuntutan pengetahuan dan ketrampilan yang tidak sesuai dengan bakatnya.

d. Hubungan dalam Pekerjaan

Hubungan kerja yang tidak baik terungkap dalam gejala-gejala adanya kepercayaan yang rendah, dan minat yang rendah dalam pemecahan masalah dalam organisasi. Ketidakpercayaan secara positif berhubungan dengan ketaksaan peran yang tinggi, yang mengarah ke komunikasi antar pribadi yang tidak sesuai antara pekerja dan ketegangan psikologikal dalam bentuk kepuasan pekerjaan yang rendah, penurunan dari kondisi kesehatan, dan rasa diancam oleh atasan dan rekan-rekan kerjanya, hal ini menurut Kahn,dkk dalam Munandar (2001).

(39)

e. Struktur dan iklim Organisasi

Faktor stres, yang dikenali dalam kategori ini adalah terpusat pada sejauh mana tenaga kerja dapat terlihat atau berperan serta pada support sosial. Kurangn ya peran serta atau partisipasi dalam pengambilan keputusan berhubungan dengan suasana hati dan perilaku negatif. Peningkatan peluang untuk berperan serta menghasilkan peningkatan produktivitas, dan peningkatan taraf dari kesehatan mental dan fisik.

f. Tuntutan dari Luar Organisasi/Pekerjaan

Kategori pembangkit stres potensial ini mencakup segala unsur kehidupan seseorang yang dapat berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa kehidupan dan kerja di dalam satu organisasi, dan dapat memberi tekanan pada individu. Isu-isu tentang keluarga, krisis kehidupan, kesulitan keuangan, keyakinan-keyakinan pribadi dan organisasi yang bertentangan, konflik antara tuntutan keluarga dan tuntutan perusahaan, semuanya dapat merupakan tekanan pada individu dalam pekerjaannya, sebagaimana halnya stres dalam pekerjaan mempunyai dampak yang negatif pada kehidupan keluarga dan pribadi.

g. Ciri-ciri Individu

Menurut pandangan interaktif dari stres, stres ditentukan pula oleh individunya sendiri, sejauh mana ia melihat situasinya sebagai penuh stres. Reaksi-reaksi sejauh mana ia melihat situasinya

(40)

sebagai penuh stres. Reaksi-reaksi psikologis, fisiologis, dan dalam bentuk perilaku terhadap stres adalah hasil dari interaksi situasi dengan individunya, mencakup ciri-ciri kepribadian yang khusus dan pola-pola perilaku yang didasarkan pada sikap, kebutuhan, nilai-nilai, pengalaman masa lalu, keadaan kehidupan dan kecakapan (antara lain inteligensi, pendidikan, pelatihan, pernbelajaran). Dengan demikian, faktor-faktor dalam diri individu berfungsi sebagai faktor pengaruh antara rangsang dari lingkungan yang merupakan pembangkit stres potensial dengan individu. Faktor pengubah ini yang menentukan bagaimana dalam kenyataannya individu bereaksi terhadap pembangkit stres potensial.

1) Kepribadian : mereka yang berkepribadian introvert bereaksi lebih negatif dan menderita ketegangan yang lebih besar daripada mereka yang berkepribadian extrovert pada konflik peran. Kepribadian yang fleksibel (orang yang lebih lerbuka terhadap pengaruh dari orang lain sehingga lebih mudah mendapatkan beban yang berlebihan) mengalami ketegangan yang lebih besar dalam situasi konflik, dibandingkan dengan mereka yang berkepribadian rigid.

2) Kecakapan : merupakan variabel yang ikut menentukan stres tidaknya suatu situasi yang sedang dihadapi, Jika seorang pekerja menghadapi masalah yang ia rasakan tidak mampu ia pecahkan, sedangkan situasi tersebut mempunyai arti yang

(41)

penting bagi dirinya, situasi tersebut akan ia rasakan sebagai situasi yang mengancam dirinya sehingga ia mengalami stres. Ketidakmampuan menghadapi situasi menimbulkan rasa tidak berdaya. Sebaliknya jika merasa mampu menghadapi situasi orang justru akan merasa ditantang dan motivasinya akan meningkat.

3) Nilai dan kebutuhan : setiap organisasi mempunyai kebudayaan masing-masing. Kebudayaan yang terdiri dari keyakinan-keyakinan, nilai-nilai dan norma-norma perilaku yang menunjang organisasi dalam usahanya mengatasi masalah-masalah adaptasi ekstemal dan internal. Para tenaga kerja diharapkan berperilaku sesuai dengan norma-norma perilaku yang diterima dalam organisasi.

2.3.4. Dampak Stres Kerja Bagi Perusahaan

Menurut Schuller dalam Rini (2002) mengidentifikasi beberapa perilaku negatif pegawai yang berpengaruh terhadap organisasi. Menurut peneliti ini, stres yang dihadapi oleh karyawan berkorelasi dengan penurunan prestasi kerja, peningkatan ketidakhadiran kerja serta tendesi mengalami kecelakaan. Secara singkat beberapa dampak negatif yang ditimbulkan oleh stres kerja dapat berupa:

a. Terjadinya kekacauan, hambatan baik dalam manajemen maupun operasional kerja

(42)

c. Menurunkan tingkat produktivitas

d. Menurunkan pemasukan dan keuntungan perusahaan. Kerugian financial yang dialami perusahaan karena tidak imbangnya produktivitas dengan biaya yang dikeluarkan untuk membayar gaji, tunjangan, dan fasilitas lainnya.

2.3.5. Dampak Stres Kerja Bagi Pegawai

Pengaruh stres kerja ada yang menguntungkan maupun merugikan bagi perusahaan/organisasi. Namun pada taraf tertentu pengaruh yang menguntungkan perusahaan diharapkan akan memacu pegawai untuk dapat menyelesaikan pekerjaan dengan sebaik-baiknya. Reaksi terhadap stres dapat merupakan reaksi bersifat psikis maupun fisik. Biasanya pekerja atau karyawan yang stres akan menunjukkan perubahan perilaku. Perubahan perilaku terjadi pada diri manusia sebagai usaha mengatasi stres. Usaha mengatasi stres dapat berupa perilaku melawan stres

(flight) atau freeze (berdiam diri).

Perubahan-perubahan di tempat kerja ini merupakan gejala-gejala individu yang mengalami stres antara lain (Margiati,1999)

a. bekerja melewati batas kemampuan, b. keterlambatan masuk kerja yang sering, c. ketidakhadiran pekerjaan,

d. kesulitan membuat keputusan, e. kesalahan yang sembrono,

(43)

f. kelalaian menyelesaikan pekerjaan,

g. lupa akan janji yang telah dibuat dan kegagalan diri sendiri, h. kesulitan berhubungan dengan orang lain,

i. kerisauan tentang kesalahan yang dibuat,

j. menunjukkan gejala fisik seperti pada alat pencernaan, tekanan darah tinggi, radang kulit, radang pernafasan.

Munculnya stres, baik yang disebabkan oleh sesuatu yang menyenangkan atau sesuatu yang tidak menyenangkan akan memberikan akibat tertentu pada seseorang. Cox dalam Handoyo (2001) membagi empat jenis konsekuensi yang dapat ditimbulkan stres, yaitu:

a. Pengaruh psikologis, yang berupa kegelisahan, agresi, kelesuan, kebosanan, depresi, kelelahan, kekecewaan, kehilangan kesabaran, harga diri yang rendah.

b. Pengaruh perilaku, yang berupa peningkatan konsumsi alkohol, tidak nafsu makan atau makan berlebilum penyalahgunaan obat -obatan, menurunnya semangat untuk berolahraga yang berakibat timbulnya beberapa penyakit. Pada saat stres juga terjadi peningkatan intensitas kecelakaan, baik di rumah, ditempat kerja atau di jalan.

c. Pengaruh kognitif yaitu ketidakmampuan mengambil keputusan, kurangnya konsentrasi, dan peka terhadap ancaman.

d. Pengaruh fisiologis, yaitu menyebabkan gangguan pada kesehatan fisik yang berupa penyakit yang sudah diderita sebelumnya, atau memicu timbulnya penyakit tertentu.

(44)

2.4. Kinerja (Prestasi Kerja)

Kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan. Kinerja karyawan adalah yang mempengaruhi seberapa banyak mereka memberi kontribusi kepada organisasi. Perbaikan kinerja baik untuk individu maupun kelompok menjadi pusat perhatian dalam upaya mcningkatkan kinerja organisasi, seperti yang diungkapkan oleh Mathis & Jackson (2002).

2.4.1. Pengertian Kinerja a. Menurut Rivai (2005)

Kinerja merupakan hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standard hasil kerja, target/sasaran atau criteria yang telah disepakati bersama. b. Menurut Mangkunegara (2001)

Hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan penampilan kerja oleh karyawan di tempat kerjanya dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya.

(45)

a. Menurut Anwar P. Mangkunegara (2001), terdapat dua faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai yaitu;

1) Faktor Individu. Secara psikologis, individu yang normal adalah individu yang memiliki integritas yang tinggi antara fungsi psikis (rohani) dan fisiknya (jasmaniah). Dengan adanya integritas yang tinggi antara fungsi psikis dan fisik maka indivisu tersebut memiliki konsentrasi diri yang baik. Konsentrasi yang baik ini merupakan modal utama individu manusia untuk mampu mengelola dan mendayagunakan potensi dirinya secara optimal dalam melaksanakan kegiatan atau aktivitas kerja sehari-hari dalam mencapai tujuan organisasi.

2) Faktor Lingkungan Organisasi. Faktor lingkungan kerja organisasi sangat menunjang bagi individu dalam mencapai kinerja. Faktor lingkungan organisasi yang dimaksud antara lain uraian jabatan yang jelas, otoritas yang memadai, target kerja yang menantang, pola komunikasi yang efektif, hubungan kerja yang harmonis, iklim kerja yang respek dan dinamis, peluang berkarir dan fasilitas kerja yang relative memadai.

b. Menurut Dharma (2001) , faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja yaitu;

1) Pegawai, berkenaan dengan kemampuan dan kemauan dalam melaksanakan pekerjaan.

(46)

2) Pekerjaan, menyangkut desain pekerjaan, uraian pekerjaan dan sumber daya untuk melaksanakan pekerjaan.

3) Mekanisme kerja, mencakup system, prosedur pendelegasian dan pengendalian serta struktur organisasi.

4) Lingkungan kerja, meliputi faktor-faktor lokasi dan kondisi kerja, iklim organisasi dan komunikasi.

c. Menurut Mathis dan Jackson (2001)

Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja individu tenaga kerja, yaitu: 1) Kemampuan mereka,

2) Motivasi,

3) Dukungan yang diterima,

4) Keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan, dan 5) Hubungan mereka dengan organisasi.

Berdasarkaan pengertian di atas, penulis menarik kesimpulan bahwa kinerja merupakan kualitas dan kuantitas dari suatu hasil kerja (output) individu maupun kelompok dalam suatu aktivitas tertentu yang diakibatkan oleh kemampuan alami atau kemampuan yang diperoleh dari proses belajar serta keinginan untuk berprestasi.

2.4.3. Pengukuran Kinerja Pegawai

Kalau ukuran pencapaian kinerja sudah ditetapkan, maka langkah berikutnya dalam mengukur kinerja adalah mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan hal tersebut dari seseorang selama periode tertentu. Dengan membandingkan hasil ini dengan standar yang dibuat oleh periode

(47)

waktu yang bersangkutan, akan didapatkan tingkat kinerja dari seorang pegawai.

Secara ringkasnya dapatlah dikatakan bahwa pengukuran tentang kinerja pegawai tergantung kepada jenis pekerjaanya dan tujuan dari organisasi yang bersangkutan.

a. Menurut Dharma (2001)

Untuk dapat menilai kinerja karyawan secara objektif dan akurat adalah dengan mengukur tingkat kinerja karyawan. Pengukuran kinerja dapat juga berfungsi sebagai upaya mengumpulkan informasi yang dapat digunakan untuk mengarahkan upaya karyawan melalui serangkaian prioritas tertentu, seperti komunikasi.

b. Menurut Hasibuan (2001)

Kinerja pegawai dapat diukur dari: 1) Kesetiaan 2) Prestasi Kerja 3) Kejujuran 4) Kedisiplinan 5) Kreativitas 6) Kerjasama 7) Kepemimpinan 8) Kepribadian 9) Prakarsa 10) Kecakapan

(48)

11) Tanggung jawab

c. Menurut Stoner dan Freeman (2000) ,Penilaian kinerja dapat diukur dari:

1) Kuantitas kerja (quantity of work), yaitu jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode waktu yang ditentukan,

2) Kualitas kerja (quality of work), yaitu kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan kesiapannya,

3) Kreativitas (creativeness), yaitu keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dan tindakan-tindakan yang dilakukan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang muncul,

4) Pengetahuan mengenai pekerjaan (knowledge of job), yaitu luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan keterampilannya

5) Kerjasama (cooperation), yaitu kesediaan untuk bekerjasama dengan orang lain sesama amggota organisasi,

6) Inisiatif (initiative), yaitu semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru,

7) Ketergantungan (dependability), yaitu kesadaran dan dapat dipercaya dalam hal kehadiran dalam melaksanakan pekerjaan, 8) Kualitas pribadi (personal quality), yaitu menyangkut kepribadian,

kepemimpinan, keramahtamahan, dan integritas pribadi.

d. Sedangkan menurut Mitchell dalam Sedarmayanti (2001), menyatakan bahwa kinerja meliputi beberapa aspek, yaitu:

(49)

2. Promptness (Ketepatan Waktu) 3. Initiative (Inisiatif)

4. Capability (Kemampuan) 5. Communication (Komunikasi)

2.4.4. Penggunaan Penilaian Kinerja Bagi Pegawai

Penilaian kinerja ( performance appraisal ) pada dasarnya merupakan faktor kunci guna mengembangkan suatu organisasi secara efektif dan efisien, karena adanya kebijakan atau program yang lebih baik atas sumber daya manusia yang ada dalam organisasi. Penilaian kinerja individu sangat bermanfaat bagi dinamika pertumbuhan organisasi secara keseluruhan, melalui penilaian tersebut maka dapat diketahui kondisi sebenarnya tentang bagaimana kinerja karyawan.

Menurut Wahyudi ( 2002 )

Penilaian kinerja adalah suatu evaluasi yang dilakukan secara periodik dan sistematis tentang prestasi kerja / jabatan seorang tenaga kerja, termasuk potensi pengembangannya.

Menurut Simamora (2004 )

Penilaian kinerja adalah proses yang dipakai oleh organisasi untuk mengevaluasi pelaksanaan kerja individu karyawan.

2.4.5. Tujuan Penilaian Kinerja

Menurut Alwi (2001) secara teoritis tujuan penilaian dikategorikan sebagai suatu yang bersifat evaluation dan development yang bersifat

(50)

a. Hasil penilaian digunakan sebagai dasar pemberian kompensasi, b. Hasil penilaian digunakan sebagai staffing decision,

c. Hasil penilaian digunakan sebagai dasar meengevaluasi sistem seleksi. Sedangkan yang bersifat development penilai harus menyelesaikan : a. Prestasi riil yang dicapai individu,

b. Kelemahan- kelemahan individu yang menghambat kinerja,serta prestasi- pestasi yang masih perlu dikembangkan.

2.4.6. Manfaat Penilaian Kinerja Bagi Pegawai

Mengenai manfaat penilaian kinerja, Handoko (2001) mengemukakan hal sebagai berikut :

a. Perbaikan prestasi kerja atau kinerja.

Umpan balik pelaksanaan kerja memungkinkan karyawan, manajer dan departemen personalia dapat memperbaiki kegiatan -kegiatan mereka untuk meningkatkan prestasi.

b. Penyesuaian-penyesuaian kompensasi.

Evaluasi prestasi keja membantu para pengambil keputusan dalam mcnentukan kenaikan upah, pemberian bonus dan bentuk kompensasi lainnya.

c. Keputusan-keputusan penempatan.

Promosi dan transfer biasanya didasarkan atas prestasi kerja atau kinerja masa lalu atau antisipasinya.

d. Perencanaan kebutuhan latihan den pengembangan.

(51)

latihan. Demikian pula sebaliknya, kinerja yang baik mungkin mencerminkan potensi yang harus dikembangkan.

e. Perencanaan dan pengembangan karir.

Umpan balik prestasi mengarahkan keputusan-keputusan karir, yaitu tentang jalur karir tertentu yang harus diteliti.

f. Mendeteksi penyimpangan proses staffing.

Prestasi kerja yang baik atau buruk adalah mencerminkan kekuatan atau kelemahan prosedur staffing departemen personalia.

g. Melihat ketidakakuratan informasi.

Prestasi kerja yang jelek mungkin menunjukkan kesalahan-kesalahan dalam informasi analisis jabatan, rencana sumber daya manusia, atau komponen-komponen lain sistem informasi manajemen personalia. Menggantungkan pada informasi yang tidak akurat dapat menyebabkan keputusan-keputusan personalia tidak tepat.

h. Mendeteksi kesalahan-kesalahan disain pekerjaan.

Prestasi kerja yang jelek mungkin merupakan tanda kesalahan dalam disain pekerjaan. Penilaian prestasi membantu diagnosa kesalahan- kesalahan tersebut .

i. Menjamin kesempatan kerja yang adil.

Penilaian prestasi kerja yang akurat akan menjamin keputusan-keputusan penempatan internal diambil tanpa diskriminasi.

j. Melihat tantangan-tantangan ekternal.

(52)

diluar lingkungan kerja, seperti keluarga, kesehatan, dan masalah -masalah pribadi lainnya.

2.5. Pengaruh Stres Kerja Terhadap Kinerja Pegawai

Meneliti pengaruh stres kerja terhadap kinerja pegawai merupakan hal yang penting dalam mengelola Sumber Daya Manusia. Menurut Luthans (2005),“ The performance of many task in fact strongly affected by stress.” Pernyataan tersebut menunjukkan

bahwa stres sangat mempengaruhi kinerja dari berbagai tugas yang dikerjakan oleh pegawai. Menurut Davis dan News Strom (2003),” Stress can be helpful or harmful to job performance, depending upon the amount of it.” Artinya stres dapat membantu atau membahayakan untuk kinerja tergantung pada besarnya. diungkapkan oleh Gitosudarmo dan Suditta (2000) bahwa stres mempunyai dampak positif dan negatif. Dampak positif stres pada tingkat rendah sampai pada tingkat moderat bersifat fungsional dalam arti berperan sebagai pendorong peningkatan kinerja pegawai. Sedangkan pada dampak negatif stres pada tingkat yang tinggi adalah penurunan pada kinerja pegawai yang drastis.

2.6. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, penulis memberikan hipotesis: “Diduga ada pengaruh stres terhadap kinerja pegawai negeri sipil pada kantor pusat Direktorat Jenderal Kekayaan Negara.”

(53)

2.7. Kerangka Pemikiran Permasalahan

Apakah ada pengaruh stress kerja terhadap kinerja Pegawai Negeri Sipil Kantor Pusat DJKN

Teori

Luthans (2005),“ The performance of many task in fact strongly affected by stress.”

Davis dan News Strom (2003),” Stress can be helpful or harmful to job performance, depending upon the amount of it.”

Hipotesis

Diduga ada pengaruh stress kerja terhadap kinerja pegawai negeri sipil pada kantor pusat DJKN

Gambar 2.1 : Kerangka Pemikiran Variabel – variabel stress kerja Konflik Kerja Beban Kerja Waktu Kerja Karakteristik Tugas Dukungan Kelompok Pengaruh Kepemimpinan

Variabel – variabel kinerja Kemampuan

Efektivitas dan Efesiensi Otoritas dan Tanggungjawab Disiplin

(54)

39 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Gambaran Umum Instansi

DJKN adalah suatu Direktorat Jenderal yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang kekayaan negara, piutang negara dan lelang sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Departemen Keuangan merupakan peleburan antara Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara (DJPLN), Direktorat Pengelolaan Barang Milik/Kekayaan Negara-Ditjen Perbendaharaan (DJPBn), dan Bidang Pengelolaan Kekayaan Negara pada Kanwil DJPBn. Perubahan ini dilakukan dengan dengan pendekatan fungsi. Merger antara eks DJPLN dan eks Direktorat PBMKN bukan sekedar penyatuan sumber daya manusia dua unit. Secara substansi, kedua fungsi tersebut berubah komposisi, baik yang sifatnya penajaman fungsi yang ada (penatausahaan kekayaan Negara, perampingan pengelolaan (piutang Negara dan lelang) maupun fungsi baru (perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, penilaian, dll). Organisasi ini dibentuk pada tanggal 7 Desember 2006.

(55)

3.1.1. Visi DJKN

"Menjadi Pengelola kekayaan Negara, Piutang Negara dan Lelang yang Bertanggung Jawab untuk Sebesar-besar Kemakmuran Rakyat".

3.1.2. Misi DJKN

a. Mewujudkan optimalisasi penerimaan, efisiensi pengeluaran dan efektifitas pengelolaan kekayaan negara;

b. Mengamankan kekayaan negara melalui pembangunan database serta penyajian jumlah dan nilai eksisting kekayaan negara;

c. Mewujudkan nilai kekayaan negara yang wajar dan dapat dijadikan sebagai acuan dalam berbagai keperluan penilaian;

d. Melaksanakan pengurusan piutang negara yang efisien, efektif, transparan dan akuntabel;

e. Mewujudkan lelang sebagai instrumen jual beli yang mampu mengakomodasikan kepentingan masyarakat.

3.1.3. Struktur Organisasi DJKN

Struktur Organisasi DJKN terdiri dari: a. Sekretariat;

b. Direktorat Barang Milik Negara I; c. Direktorat Barang Milik Negara II; d. Direktorat Kekayaan Negara Lain-lain; e. Direktorat Penilaian Kekayaan Negara; f. Direktorat Piutang Negara;

(56)

h. Direktorat Hukum dan Informasi i. Kantor Wilayah;

j. Kantor Operasinal.

3.1.4. Tugas Pokok dan Fungsi DJKN a. Tugas Pokok :

Direktorat Jenderal Kekayaan Negara mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang kekayaan negara, piutang negara, dan lelang sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

b. Fungsi:

1) Penyiapan perumusan kebijakan Departemen Keuangan di bidang kekayaan negara, piutang negara, dan lelang;

2) Pelaksanaan kebijakan di bidang kekayaan negara, piutang negara, dan lelang;

3) Perumusan standar, norma, pedoman, kriteria, dan prosedur di bidang kekayaan negara, piutang negara, dan lelang;

4) Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang kekayaan negara, piutang negara, dan lelang;

(57)

3.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada Kantor Pusat Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, sedangkan waktu penelitian dilakukan pada bulan Juni 2009 sampai dengan bulan Nopember 2009.

3.3. Desain Penelitian

Rancangan atau desain penelitian umumnya terbagi atas 3 (tiga) bentuk, yaitu penelitian eksploratif (explorative research), penelitian deskriptif (descriptive research) dan penelitian kausal (Umar, 2007). Penelitian eksploratif adalah jenis penelitian yang berusaha mencari ide-ide atau hubungan-hubungan yang baru. Sedangkan penelitian deskriptif merupakan penelitian yang bertujuan menguraikan sifat-sifat atau karakteristik dari suatu fenomena tertentu. Terakhir, penelitian kausal adalah penelitian yang bertujuan menganalisis hubungan-hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya atau bagaimana suatu variabel mempengaruhi variabel lainnya.

Berdasarkan tujuannya, penelitian ini merupakan penelitian eksplanatori yang bertujuan untuk menjelaskan hubungan kausal (pengaruh) dan menguji hipotesis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh stres kerja terhadap kinerja pada Kantor Pusat DJKN. Dilihat dari sudut metode pengumpulan datanya, penelitian ini adalah penelitian survei yang mengambil sampel untuk diteliti dan menggunakan kuesioner sebagai sebagai alat pengumpul data yang pokok. Berkaitan dengan metode

(58)

analisisnya, penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan statistika sebagai alat analisis yang utama.

3.3.1. Pengujian Hipotesis

Prosedur pengujian hipotesis koefisien regresi linier sederhana dalam penelitian skripsi ini adalah:

a. H0 : β = 0 (Stres kerja tidak berpengaruh terhadap kinerja pegawai) Ha : β ≠ 0 (Stres kerja berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja

pegawai)

b. Mencari thitung yang dinyatakan dalam rumus:

thitung = b Sb Sb2 = Se2 ∑X2 – (∑X) 2 / n Se2 = ∑Y2 – b2 . ∑X2 n – 2

Sb = Standard error of regression coefficient. Se = Standard error of estimasi

c. Menentukan tingkat signifikansi (α).

Dalam penulisan skripsi ini digunakan taraf kesalahan (α = 0,05) dan uji dengan dua pihak dan derajat kebebasan = (jumlah data-2) atau 77-2 =75.

(59)

e.

f.

Gambar 3.1 : Penentuan Daerah Kritis 3.3.2. Populasi dan Sampling

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode penelitian survei, yaitu penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data yang utama. Populasi merupakan keseluruhan obyek penelitian sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu di dalam suatu penelitian, dan sample merupakan himpunan bagian dari populasi yang menjadi obyek sesungguhnya.

Populasi dalam penelitian ini adalah para pelaksana aktif di lingkungan Kantor Pusat DJKN. Jumlah pelaksana aktif pada Kantor Pusat DJKN sebanyak 342 orang, 18 orang diantaranya merupakan tenaga pelayanan sidang dan tugas mendesak. Untuk mendapatkan sample yang menggambarkan populasi, maka dalam penentuan sample penelitian ini digunakan Rumus Slovin (dalam Umar, 2007), sebagai berikut:

H0 diterima HO diterima HO ditolak HO ditolak

(60)

n = N 1 + Ne² Di mana

N : Populasi n : Sampel

e : Persen kelonggaran ketidaktelitian karene kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir.

Dari jumlah populasi tersebut dengan tingkat kelonggaran ketidaktelitian sebesar 10%, maka dengan menggunakan rumus di atas sampel sebesar: n = 342

1+342(0.1)²

n = 77,37 dibulatkan menjadi 77

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan prosedur Nonprobability Sampling yaitu proses pemilihan sampel dimana seluruh anggota populasi tidak mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih. Sedangkan metode yang digunakan

Sampling Purposive, yaitu teknik pengambilan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono,2002)

3.4. Variabel Penelitian

Variabel independen atau variabel bebas adalah variabel yang menjadi sebab timbulnya atau berubahnya variabel dependen (variabel terikat). Jadi variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi. Sedangkan variabel dependen atau variabel terikat adalah variabel yang

(61)

dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2002). Dalam penelitian ini variabel yang digunakan yaitu:

a) Variabel bebas yaitu stres kerja (X) b) Variabel terikat yaitu kinerja (Y)

3.5. Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional variabel berisikan indikator-indikator dari suatu variabel, yang memungkinkan peneliti mengumpulkan data yang relevan untuk variabel tcrsebut. Dalam penelitian ini, definisi operasional variabelnya adalah sebagai berikut:

3.5.1. Stres Kerja (X) :

Dalam kehidupan modern yang makin kompleks, manusia akan cenderung mengalami stres apabila ia kurang mampu mengadaptasikan keinginan dengan kenyataan yang ada, baik kenyataan yang ada di dalam maupun di luar dirinya. Segala macam bentuk stres pada dasarnya disebabkan oleh kurang mengertinya manusia akan keterbatasannya sendiri. Ketidakmampuan untuk melawan keterbatasan inilah yang akan menimbulkan frustrasi, konflik, gelisah, dan rasa bersalah yang merupakan tipe-tipe dasar stres.

Stres merupakan sesuatu yang menyangkut interaksi antara individu dan lingkungan, yaitu interaksi antara stimulasi dan respon. Jadi, stres adalah konsekuensi setiap tindakan dan situasi lingkungan yang menimbulkan tuntutan psikologis dan fisik yang berlebihan pada

Gambar

Gambar 2.1 : Kerangka Pemikiran Variabel – variabel stress kerja  Konflik Kerja Beban Kerja Waktu Kerja Karakteristik Tugas Dukungan Kelompok Pengaruh Kepemimpinan
Gambar 3.1 : Penentuan Daerah Kritis  3.3.2.  Populasi dan Sampling
Tabel 3.1: Tabel Indikator Variabel Stres Kerja  Variabel  Dimensi  (no.item)  Indikator  Skala  Stress  kerja (X)  Konflik kerja  1
Tabel 3.2: Tabel Indikator Variabel Kinerja Pegawai  Variabel  Dimensi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Foto morfologi permukaan dari spesimen baja dalam larutan NaCl yang telah dilapisi ekstrak daun teh selama 24 jam, setelah itu direndam pada medium korosif pada perendaman

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a perlu menetapkan Keputusan Kepala Desa tentang Perubahan Kedua atas Keputusan Kepala Desa Nomor

; Untuk setiap klien beri penilaian atas kemampuan menyebutkan kegiatan harian yang biasa dilakukan, memperagakan salah stau kegiatan, menyusun jadwal kegiatan

Dengan perkambangan teknologi smartphone, dibutuhkan konten berbasis web yang dapat disajikan melalui perangkat mobile tersebut. Oleh karena itu, dikembangkan juga

c. Mahasiswa dan Lulusan: 1) Secara kuantitatif, jumlah mahasiswa baru yang diterima Prodi PAI relatif stabil dan di atas rata-rata dibandingkan dengan jumlah

Baja amutit ukuran penampang 17 mm x 17 mm dengan panjang ± 120 mm dibentuk menggunakan mesin potong, mesin milling dan mesin surface grinding menjadi menjadi balok

Dekomposisi serasah memainkan peran yang sangat penting dalam kesuburan tanah, seperti regenerasi dan keseimbangan nutrisi dari senyawa organik yang ada di

Dengan pelatihan ini manfaat yang diharapkan akan diperoleh diantaranya: kreatifitas siswa dan nelayan dalam mengembangkan potensi pariwisata domestic; mampu berpikir