• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Serasah

Sebagian besar unsur hara yang dikembalikan ke lantai hutan adalah dalam bentuk serasah. Unsur hara ini tidak dapat langsung diserap oleh tumbuhan, tetapi harus melalui proses dekomposisi terlebih dahulu. Cepat lambatnya proses dekomposisi serasah juga merupakan salah satu indikator cepat atau lambatnya humus terbentuk. Humus sangat penting bagi konservasi tanah dan air (Fiqa, et al., 2010). Menurut Ananda et al., (2007), guguran daun diartikan sebagai penurunan bobot yang disebabkan oleh beberapa parameter fisika-kimia yang disebabkan oleh kondisi lingkungan seperti suhu, embun atau kelembaban dan ketersediaan nutrient.

Serasah berperan dalam keluar-masuknya nutrisi dalam suatu ekosistem. Dekomposisi serasah merupakan mekanisme primer bahan organik dan hara dikembalikan ke tanah untuk penyerapan ulang oleh tanaman (Sreekala et al., 2001).

Serasah mempunyai peranan penting bagi tanah dan mikroorganisme yang ada di dalamnya. Setelah mengalami penguraian atau proses dekomposisi, serasah akan menghasilkan hara, sehingga dapat langsung dimanfaatkan oleh tanaman. Peran serasah dalam proses penyuburan tanah dan tanaman sangat tergantung pada laju produksi dan laju dekomposisinya. Selain itu komposisi serasah akan sangat menentukan dalam penambahan hara ke tanah dan dalam menciptakan substrat yang baik bagi organisme pengurai (Aprianis, 2011).

2.2. Produktivitas Serasah

Pengertian produktivitas ada dua, yaitu produktivitas primer dan produktivitas sekunder. Produktivitas primer didefinisikan sebagai laju energi pancaran yang disimpan oleh kegiatan fotosintesis atau khemosintesis organisme-organisme produsen (terutama tumbuhan hijau) dalam bentuk senyawa-senyawa organik

(2)

yang dapat digunakan sebagai bahan pangan. Produktivitas primer meliputi produktivitas primer kotor dan produktivitas primer bersih (Odum, 1971).

Produktivitas primer kotor atau fotosontesis total atau asimilasi total adalah laju total dari fotosintesis, termasuk bahan organik yang habis digunakan di dalam respirasi. Sedangkan produktivitas primer bersih atau asimilasi bersih adalah laju penyimpanan bahan organik di dalam jaringan-jaringan tumbuhan (Odum, 1971).

Akumulasi bahan organik ditentukan oleh dua faktor yaitu faktor produksi dan faktor dekomposisi. Secara umum produksi bahan organik ditentukan oleh jenis dan kerapatan tegakan hutan, semakin rapat tegakan produksi bahan organik juga meningkat, sedangkan dekomposisi juga ditentukan oleh jenis bahan organik maupun oleh faktor dekomposernya (Andrianto et al., 2015).

Produktivitas serasah penting diketahui dalam hubungannya dengan pemindahan energi dan unsur-unsur hara dari suatu ekosistem hutan. Adanya suplai hara berasal dari daun, buah, ranting, dan bunga yang banyak mengandung hara mineral akan dapat memperkaya tanah dengan membebaskan sejumlah mineral melalui dekomposisi. Studi tentang aspek kuantitatif jatuhan serasah akan berlangsung sebagai bagian penting dari ekologi hutan (Darmanto, 2003).

Laju produktivitas serasah (Litter fall) merupakan perkiraan kuantitas biomassa daun, ranting, dan material reproduksi tumbuhan (bunga, biji) yang jatuh dari spesies pohon dalam tipe komunitas ekosistem yang berbeda. Daun merupakan kategori serasah terbesar, diikuti ranting, buah, dan bunga (Moore et

al., 1997).

Jumlah serasah daun sebesar 56-58% dari total biomassa produksi serasah mengindikasikan bahwa daun merupakan komponen utama dalam produktivitas serasah dari seluruh tipe hutan. Serasah daun lebih sering gugur dibandingkan serasah lain karena bentuk daun yang lebar dan tipis sehingga mudah digugurkan oleh angin dan curah hujan atau sifat fisiologis daun (Nilamsari, 2000).

Ketika berguguran, daun-daun akan menumpuk di lantai hutan dan membentuk suatu lapisan di permukaan tanah. Lapisan ini tidak hanya penting dalam rantai makanan bagi organisme mikroskopis, tetapi juga memiliki manfaat lebih penting sebagai siklus nutrisi di dalam tanah. Proses dekomposisi ini

(3)

memberikan senyawa organik kembali lagi ke dalam tanah dimana hal ini akan membantu menyuburkan vegetasi yang ada diselilingnya (Abugre, 2011).

Jenis penyusunan, tingkat kerapatan pohon, dan luas bidang dasar suatu tegakan diketahui akan berpengaruh terhadap produktivitas serasah suatu tegakan. Adanya perubahan produktivitas serasah dari tahun ke tahun, disebabkan oleh adanya perbedaan struktur dan komposisi pepohonan dalam masing-masing petak. Produktivitas serasah akan meningkat dan mencapai maksimum pada musim kemarau dan menurun pada musim hujan. Hal ini terjadi karena pada musim kemarau persaingan diantara tanaman dan antar organ dalam satu tanaman untuk mendapatkan cahaya matahari sehingga akan menyebabkan terjadinya efisiensi dalam proses fotosintesis dan tanaman akan cepat melakukan regenerasi (Sallata

et al., 1990).

Proses jatuhnya daun berhubungan erat dengan kondisi iklim dan unsurnya, yaitu cahaya matahari, suhu udara, suhu tanah, kelembaban udara, dan curah hujan. Iklim berpengaruh kuat terhadap aktivitas tanaman (Nasir, 1999

dalam Handayani, 2006). Produksi serasah dari satu tempat ke tempat lain

terdapat perbedaan disebabkan pengaruh iklim yang berbeda dan semakin ke ekuator prosuksi serasah yang dihasilkan semakin banyak (Cracc, 1964.)

2.3. Dekomposisi Serasah

Menurut Andrianto et al., (2015), dekomposisi merupakan proses penghancuran bahan organik mati yang dilakukan oleh agen biologi maupun fisika menjadi bahan-bahan mineral dan humus koloidal organik. Oleh karena itu, dekomposisi bahan organik juga sering disebut proses mineralisasi. Proses ini merupakan proses mikroba (dekomposer) dalam memperoleh energi bagi perkembang biakannya.

Dekomposisi serasah memainkan peran yang sangat penting dalam kesuburan tanah, seperti regenerasi dan keseimbangan nutrisi dari senyawa organik yang ada di dalamnya. Nutrisi yang diperoleh dari dekomposisi serasah ialah proses awal dalam siklus nutrisi di hutan. Dekomposisi serasah terjadi disebabkan oleh beberapa faktor termasuk faktor fisik dan kimia, habitat serta makro dan mikrofauna (Kumar & Tewari, 2014).

(4)

Laju pembusukan serasah tanaman dipengaruhi oleh 3 faktor, fisiologis dan biokimia dari substrat, lingkungan bawah tempat dekomposisi terjadi dan spesies yang aktif dibawah substrat dan kondisi lingkungan. Kelembapan dan suhu adalah faktor abiotik paling penting mempengaruhi laju dekomposisi biomasa. Sebagai tambahan, kandungan N di dalam serasah juga ikut berperan dalam laju (Sreekala et al., 2001).

Agen utama dalam proses dekomposisi disebut sebagai dekomposer umumnya adalah bakteri dan fungi. Terhambatnya proses ini berakibat pada terakumulasinya bahan organik yang tidak dapat dimanfaatkan langsung oleh produsen. Peran serasah dalam proses penyuburan tanah dan tanaman tergantung pada laju produksi dan laju dekomposisi. Selain itu dekomposisi serasah akan sangat menentukan dalam menciptakan substrat yang baik bagi organisme pengurai seperti bakteri dan fungi (Aprianis, 2011).

2.3.1. Faktor yang Mempengaruhi Dekomposisi Serasah

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses dekomposisi bahan organik dari sisi dekomposernya adalah suhu, kelembaban, salinitas, dan pH. Proses ini sangat besar peranannya dalam siklus energi dan rantai makanan pada ekosistem. Menurut Sulistiyanto et al., (2005), secara umum, laju dekomposisi lebih lambat pada pH rendah dibanding pada pH netral. Lebih lanjut, bahan serasah yang mempunyai nisbah C/N yang tinggi lebih susah terdekomposisi dibanding bahan serasah yang mempunyai nisbah C/N yang rendah. Serasah yang berada pada daerah yang mempunyai jumlah mikroorganisme yang lebih banyak cenderung lebih cepat terdekomposisi dibanding pada daerah yang mempunyai jumlah mikroorganisme sedikit. Laju dekomposisi serasah lebih cepat pada kondisi aerobik dibanding kondisi anaerobik.

2.3.2. Proses Dekomposisi Serasah

Dekomposisi merupakan proses penghancuran atau penguraian bahan organik mati yang dilakukan oleh agen biologi maupun fisika menjadi bahan-bahan mineral dan humus koloidal organik. Oleh karena itu, dekomposisi bahan organik juga sering disebut proses mineralisasi. Proses ini merupakan proses mikroba

(5)

(dekomposer) dalam memperoleh energi bagi perkembangbiakannya (Andrianto

et al., 2015).

Pengomposan atau dekomposisi merupakan penguraian dan pemantapan bahan-bahan organik secara biologi dalam temperatur termofilik (temperatur yang tinggi dengan hasil akhir bahan yang cukup bagus untuk digunakan ke tanah tanpa merugikan lingkungan. Temperatur termofilik terjadi karena kelembaban dan suasana aerasi yang tertentu. Setelah temperatur tercapai, mikroorganisme dapat aktif menguraikan bahan organik (Indriani, 1999).

Komposisi bahan kimia dari serasah berbeda-beda diantara berbagai jenis tumbuhan dan jenis jaringannya, dengan demikian lingkungan yang berbeda juga akan tercipta diantara besarnya komponen kimiawi sesuai dengan komposisi nutirsi. Hal terpenting dari bahan-bahan ini dalam pengaturan kerusakan diantaranya tipe serasah, perbedaan iklim, dan perbedaan tempat. pH serasah juga bisa memberikan dampak pengaturan, secara langsung mikroorganisme ikut di dalam proses dekomposisi dan secara tak langsung dalam kelarutan dan keberadaaan nutrisi (Berg & McClaugherty, 2003).

2.4. Deskripsi Vegetasi

2.4.1. Kareumbi (Homalanthus populneus (Geisel). Pax)

Distribusi geografis Homalanthus terdapat sekitar 22 jenis dari Taiwan, Malesia, Kepulauan Pasifik, New Caledonia dan Australia. Di Malesia, 13 jenis ditemukan endemik. Homalanthus ialah Monoecious, pohon kecil dan tidak terlalu tinggi dan bergetah. Daun berseling dan rata, berbulu, pertulangan daun sejajar, tangkai daun tidak terlalu panjang, stipula besar. Bunga uniseksual, zygomorf, kaliks bebas (1-)2(-3), tidak ada petal; bunga jantan kekuningan, dengan 4-30 stamen bebas; bunga betina dengan 2-3 sel ovari, sangat pendek, stigma bengkok. Buah berkapsul, biji (1-)2-3. Biji rata, lembut, dilindungi oleh membran (Sosef et al., 1998).

Homalanthus merupakan karakteristik yang ditemukan pada hutan sekunder, dimana biasanya mendominasi vegetasi. Tumbuhan ini biasanya ditemukan di hutan dataran rendah dan menjadi vegetasi pioneer, seperti juga pada Macaranga (Sosef et al., 1998).

(6)

Homalanthus populneus memiliki ciri-ciri pohon pendek dengan tinggi

tidak lebih dari 10 m. Diameter sekitar 18 cm, bercabang banyak; daun orbicular hingga ovate, rhombic-ovate atau lanceolate, 3-22 cm × 1,5-20 cm, tangkai daun 1-15 cm; stamen (6-)8-10; buah subblobose, diameter 4-9 mm. Homalanthus

populneus ditemukan di tepi hutan primer, hutan sekunder, ketinggian diatas 3000

mdp. Jenis ini juga seringkali sebagai karakteristik daerah yang telah mengalami gangguan atau degradasi (Sosef et al., 1998).

2.4.2. Mahang (Macaranga hypoleuca (Reichb.f. & Zoll.))

Distribusi geografis dari Macaranga terdiri dari 250 jenis. Sekitar diantaranya berada di daratan tropis Afrika dan Madagaskar, sisanya di dataran tropis Asia dari India hingga Indo-Cina, Cina, Taiwan, Pulau Ryukyu, Thailand, Malesia, Australia Utara dan Pasifik, Timur ke Fiji. Diversiti terbesar berada di Malesia dimana ada sekitar 160 spesies ditemukan, dengan beberapa jenis endemik di Borneo dan Papua Nugini (Sosef et al., 1998).

Macaranga memiliki ciri-ciri yaitu tumbuhan yang selalu hijau sepanjang tahun, dioecious, tinggi dapat mencapai 30 m; batang lurus, diameter berkisar antara 50-70 cm; kulit batang agak kasar dengan lentisel, mudah mengelupas, berwarna abu-abu atau kemerahan, kulit bagian dalam berwarna cokelat kemerahan, memiliki getah berwarna merah kecoklatan; daun tersusun spiral,

simple, pertulangan daun menjari, tangkai daun panjang; stipula besar. Bunga

kecil, pendek. Bunga jantan dengan 2-5 kaliks berlobus, valvate; stamen 1-20; anther 3-4 sel. Bunga betina dengan 3-5 kaliks, ovari superior, (1-2-3(-6)- lokular dengan 1 ovul pada tiap sel, stillus bebas dan tidak berlobus. Buah berkayu. Dilindungi kapsul, halus. Memecah menjadi 2 valva. Biji hitam. Perkecambahan secara epigeal. Macaranga memiliki umur hidup yang singkat berkisar antara 15-20 tahun. Macaranga hypoleuca memiliki nama lokal mahang putih, Mahang kapur (Indonesia); mahang puteh (Malaysia); Law (Thailand). Distribusinya ialah di semenanjung Thailand, Semenanjung Malaysia, Singapura, Sumatra dan Borneo (Sosef et al., 1998).

Referensi

Dokumen terkait

Dari empat merek, terpilih sembilan varian yang mewakili klaim kandungan gizi yang bervariasi..Tidak jauh berbeda dengan pengambilan sampel MP-ASI bubuk instan,

Adanya interaksi antara kompos blotong dan pupuk nitrogen terhadap bobot kering brangkasan, hal ini diduga akibat penambahan pupuk dasar seperti SP36 dan KCl yang digunakan

Neoplasma yang pertumbuhannya lambat, gejala klinis, antara lain nyeri kepala, akan muncul perlahan-lahan, apalagi bila topis neoplasma di daerah otak yang tidak

Dampak terbesar dari tujuan tergantung pada seberapa besar peningkatan gaji, promosi, dan penghargaan yang didasarkan pada pemenuhan tujuan.Karyawan yang dapat mencapai tujuan

Jenis Serangga apa sajakah yang ditemukan di wilayah sekitar pantai Drini?.. Bagaimana klasifikasi dan ciri serangga yang telah didapatkan di wilayah sekitar

Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir Menerapkan prinsip-prinsip, teknik, dan prosedur Menggunakan teknik pengembangan keterampilan keilmuan yang mendukung mata

Ada beberapa metode untuk melakukan pengujian ini, salah satu diantaranya adalah metode “dye test” seperti yang dilakukan oleh Noakes dan Sleigh (2009). Pengujian yang dimaksud

Asumsi selanjutnya yang digunakan dalam model ohlson adalah adanya hubungan surplus bersih (Clean surplus relation) dimana hubungan ini menyatakan bahwa