• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. semakin pesat, sehingga terjadi persaingan antar negara baik di bidang ilmu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. semakin pesat, sehingga terjadi persaingan antar negara baik di bidang ilmu"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

A. Latar Belakang

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di era pasar bebas saat ini semakin pesat, sehingga terjadi persaingan antar negara baik di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi maupun di bidang ekonomi. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi didasari oleh ilmu dasar, salah satu ilmu dasar adalah matematika. Matematika adalah salah satu ilmu dasar yang merupakan tiang topang perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam pada itu matematika disamping berkembang mandiri juga berkembang atas keperluan bidang lainnya. Ini berarti sampai batas tertentu matematika perlu dikuasai oleh segenap bangsa Indonesia, baik penerapan maupun pola pikir. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa matematika sebagai salah satu ilmu dasar, dewasa ini telah berkembang pesat baik materi maupun kegunaannya sehingga matematika perlu dimasyarakatkan.

Pengenalan matematika kepada seorang anak sebaiknya dimulai sejak dini terutama pada saat anak usia sekolah, agar anak mengenal dan menyukai matematika. Hal ini penting karena belajar matematika tidak sekedar mengingat bagi siswa, tetapi juga harus bekerja untuk memecahkan masalah dan menemukan sesuatu bagi dirinya serta menemukan ide-ide. Di sekolah, mata pelajaran matematika berfungsi untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bilangan dan simbol-simbol serta ketajaman penalaran yang dapat

(2)

membantu memperjelas dan menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Pada kurikulum MI 2004 matematika berfungsi mengembangkan kemampuan menghitung, mengukur, menurunkan dan menggunakan rumus matematika sederhana yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari (Depag, 2004 : 173).

Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan pemahaman dan penguasaan siswa terhadap konsep matematika, misalnya dengan cara menyempurnakan kurikulum, menerbitkan buku teks, mengembangkan metode pengajaran dan berbagai model pembelajaran. Salah satu model pembelajaran tersebut adalah model pembelajaran kooperatif.

Dari hasil observasi yang dilakukan penulis terhadap pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di MI Nurul Huda SamirPlapan Kecamatan Duduksampeyan Kabupaten Gresik, model pembelajaran kooperatif dalam pembelajaran matematika belum mendapat perhatian, karena selama ini yang mendominasi pembelajaran di sekolah adalah guru. Siswa hanya menerima apa yang disampaikan guru dan tidak mendapat kesempatan mengungkapkan ide tentang pelajaran matematika yang diterima, sehingga pembelajaran matematika sering terlihat kaku dan membosankan. Hal ini membuat penulis tertarik untuk meneliti penerapan model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan, latar belakang sosial serta ras atau suku yang berbeda. Model pembelajaran kooperatif perlu diterapkan, karena model ini

(3)

memiliki pengaruh positif dan manfaat bagi siswa. Pengaruh positif tersebut adalah :

a. Meningkatkan prestasi belajar b. Meningkatkan retensi

c. Lebih dapat digunakan untuk mencapai taraf penalaran tingkat tinggi d. Lebih dapat mendorong tumbuhnya motivasi intrinsik

e. Lebih sesuai untuk meningkatkan hubungan antar manusia yang heterogin f. Meningkatkan sikap anak yang positif terhadap sekolah

g. Meningkatkan sikap anak yang positif terhadap guru

h. Meningkatkan harga diri anak, meningkatkan perilaku sosial yang positif i. Meningkatkan keterampilan hidup gotong royong.

Beberapa hasil penelitian yang lain juga menunjukkan manfaat pembelajaran kooperatif bagi siswa dengan hasil belajar yang rendah antara lain meningkatkan pencurahan waktu dan tugas, rasa harga diri menjadi lebih tumbuh, memperbaiki sikap terhadap IPA, matematika dan sekolah, memperbaiki kehadiran, angka putus sekolah menjadi rendah, penerimaan terhadap pebedaan individu menjadi lebih besar, perilaku mengganggu lebih kecil, konflik antar pribadi berkurang, sikap apatis berkurang, pemahaman yang lebih mendalam, motivasi lebih besar, hasil belajar lebih tinggi, retensi lebih lama dan meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi. (Ibrahim, 2000 : 18). Hasil penelitian yang dikemukakan tersebut menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif lebih baik dari pada pembelajaran yang selama ini dilakukan.

(4)

Pembelajaran kooperatif memiliki beberapa macam pendekatan, yaitu STAD (Student Teams Achievment Division), jigsaw,investigasi kelompok, dan pendekatan struktural. Pendekatan struktural terbagi menjadi dua yaitu think-pair-share (TPS) dan numbered heads together (NHT). Pada penelitian ini,pendekatan yang digunakan adalah pendekatan TPS,karena pendekatan TPS merupakan cara efektif dalam meningkatkan daya pikir siswa. Daya pikir siswa dapat meningkat, karena prosedur TPS telah disusun sedemikian hingga dapat memberikan waktu yang lebih banyak kepada siswa untuk berfikir serta merespon, sehingga dapat membangkitkan partisipasi siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Ibrahim dkk.(2000:26) bahwa TPS memberikan waktu yang lebih banyak untuk berfikir, menjawab,dan saling membantu satu sama lain. Pada pendekatan ini, siswa dikelompokkan secara berpasangan sehingga tidak membutuhkan waktu lama dalam pengaturan kelompok dan memperkecil peluang siswa untuk tidak aktif dan tidak berada dalam tugas.

Materi yang di pilih adalah volum balok, kubus, prisma, kerucut,dan tabung, karena materi volum sesuai jika diterapkan menggunakan model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan TPS. Selain itu, materi volum akan dibahas lagi pada jenjang SMP dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga memerlukan pemahaman mendalam.

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif dengan Pendekatan TPS (Think-Pairs-Share) Pada Pokok Bahasan Volum Di kelas V MI Nurul Huda SamirPlapan Kecamatan DudukSampeyan Kabupaten Gresik”.

(5)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan penulis, maka penulis ingin meneliti masalah sebagai berikut :

1. Apakah ketuntasan belajar siswa tercapai setelah penerapan model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan TPS pada pokok bahasan volum di kelas V MI Nurul Huda SamirPlapan Kecamatan DudukSampeyan Kabupaten Gresik?

2. Bagaimana keterampilan kooperatif siswa pada pembelajaran kooperatif dengan pendekatan TPS pada pokok bahasan volum di kelas V MI Nurul Huda SamirPlapan kecamatan DudukSampeyan Kabupaten Gresik?

3. Bagaimana kemampuan guru dalam mengelolah pembelajaran kooperatif dengan pendekatan TPS pada pokok bahasan volum di kelas V MI Nurul Huda SamirPlapan Kecamatan DudukSampeyan Kabupaten Gresik?

4. Bagaimana respon siswa terhadap pembelajaran kooperatif dengan pendekatan TPS pada pokok bahasan volum di kelas V MI Nurul Huda SamirPlapan Kecamatan DudukSampeyan Kabupaten Gresik?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin penulis capai dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui ketuntasan belajar siswa yang dapat diketahui melalui hasil tes yang diberikan.

2.. Untuk mengetahui keterampilan kooperatif siswa pada pembelajaran kooperatif menggunakan pendekatan TPS.

(6)

3.. Untuk mengetahui kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran kooperatif menggunakan pendekatan TPS.

4.. Untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran kooperatif dengan pendekatan TPS.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :

1. Sebagai bahan pertimbangan bagi guru matematika dalam memilih suatu model pembelajaran untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. 2. Membantu menciptakan rasa senang belajar matematika pada diri siswa.

E. Definisi, Asumsi dan Batasan masalah a. Definisi

Agar tidak terjadi kesalahan penafsiran maka penulis mengemukakan batasan

istilah.

1. Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu pembelajaran dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan, latar belakang sosial serta ras atau suku yang berbeda.

2. Pendekatan think-pairs-share merupakan suatu pendekatan pembelajaran kooperatif dimana siswa diberi permasalahan dan diminta memikirkan masalah tersebut secara individu, kemudian siswa diminta berpasangan untuk

(7)

bekerjasama menyelesaikan masalah yang diberikan dan selanjutnya pasangan tersebut berbagi dengan pasangan lain.

3. Volum adalah bilangan yang menyatakan suatu ukuran ruangan yang dibatasi oleh suatu permukaan tertutup.

b. Asumsi

Dalam penelitian ini diasumsikan bahwa :

1. Siswa dalam mengerjakan tes awal (pre-test) dan tes akhir (post-test) tanpa bantuan orang lain dan sesuai kemampuan.

2. Jawaban tes menggambarkan kemampuan siswa yang sesunggunya.

c. Batasan masalah

Supaya penelitian ini lebih mengarah pada sasaran yang ingin di capai,perlu adanya batasan, yaitu materi yang digunakan dalam penelitian ini terbatas pada pokok bahasan volum di kelas V MI,yaitu membahas volum kubus, balok, prisma, tabung dan kerucut.

(8)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

d. Belajar dan Mengajar Matematika

1. Belajar Matematika

Istilah belajar sering digunakan, namun belum ada kesepakatan diantara para ahli dalam memberikan batasan pengertian belajar. Belajar dapat diartikan sebagai proses perubahan tingkah laku melalui aktivitas, praktik dan pengalaman yang ditentukan dua faktor yaitu hereditas dan lingkungan (Oemar Hamalik 2004 :55). Pada dasarnya belajar diutamakan pada pengumpulan pengetahuan, penanaman konsep dan kecekatan serta pembentukan sikap dan perbuatan. Secara umum belajar merupakan suatu proses aktif dalam memperoleh pengalaman atau pengetahuan baru sehingga menyebabkan perubahan tingkah laku. Misalnya setelah belajar tentang perkalian bersusun siswa mampu mendemonstrasikan pengetahuan dan ketrampilan mengalikan bilangan dengan cara bersusun dimana sebelumnya ia tidak dapat melakukannya.

Matematika merupakan suatu pengetahuan yang tersusun menurut struktur sehingga matematika disajikan kepada siswa dengan cara yang dapat membawa ke belajar yang bermakna yang bertentangan dengan belajar menghafal. Belajar menghafal berarti belajar dikerjakan dengan cara mekanis, sekedar suatu latihan mengingat tanpa pengertian. Belajar matematika melibatkan suatu struktur hirarki dari konsep-konsep tingkat lebih tinggi yang dibentuk atas dasar apa yang telah terbentuk sebelumnya. Untuk menjamin pengertian konsep

(9)

dan dibentuk sebelumnya. Asumsi tersebut berarti bahwa konsep-konsep matematika tingkat lebih tinggi tidak mungkin dikuasai bila prasyarat yang mendahului konsep-konsep itu belum dipelajari , siswa harus membentuk konsep atau struktur melalui pengalaman sebelumnya. Setelah siswa memperoleh pengertian dari konsep atau struktur matematika perlu dicapai dengan menggunakan bahasa yang tepat (melalui bahasa siswa sendiri ataupun bimbingan guru) dan kemudian diperlukan latihan yang cukup untuk suatu periode waktu, sehingga keterampilan dan pengendapan dicapai. Agar guru yakin bahwa transfer belajar telah tercapai, diperlukan aktivitas kelanjutan melalui pemecahan masalah.

2. Mengajar Matematika

Mengajar dilukiskan sebagai suatu proses interaksi antara guru dengan siswa dimana guru mengharapkan siswanya dapat menguasai pengetahuan, keterampilan dan sikap yang benar-benar dipilih oleh guru. Pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dipilih guru hendaknya relevan dengan tujuan dari pelajaran yang diberikan dan disesuaikan dengan struktur kognitif yang dimiliki siswa. Mengajar pada prinsipnya membimbing siswa dalam kegiatan belajar-mengajar atau mengandung pengertian bahwa belajar-mengajar merupakan usaha mengorganisasi lingkungan dalam hubungannya dengan anak didik dan bahan pengajaran yang menimbulkan proses belajar. Pengertian ini mengandung makna bahwa guru dituntut untuk dapat berperan sebagai organisator kegiatan belajar siswa dan juga hendaknya mampu memanfaatkan lingkungan, baik yang ada di

(10)

kelas maupun yang ada di luar kelas,yang menunjang kegiatan belajar-mengajar ( Oemar Hamalik,2004 :67). Mengajar juga memberi kesempatan pada yang diajar untuk mencari, bertanya,menebak, menalar dan bahkan mendebat.

Pengajaran matematika menekankan pada pengertian konsep-konsep atau struktur matematika serta proses belajarnya melalui pemecahan masalah. Pemecahan masalah tersebut dengan menggunakan metode penemuan terbimbing berjalan dari pengalaman-pengalaman konkrit menuju ke kesimpulan formal. Jadi, dalam mengajar matematika seorang guru harus mampu memotivasi siswa untuk mengikuti pelajarannya agar siswa lebih menerima konsep-konsep baru yang diberikan guru . Selain itu guru juga harus mengaitkan konsep terdahulu yang sudah dikuasai siswa dengan konsep baru yang akan diberikan dan menyajikan matematika dengan cara yang dapat membawa ke belajar yang bermakna.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar

Belajar sebagai proses atau aktifitas dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar tersebut adalah sebagai berikut. a. Faktor siswa

1. Minat siswa terhadap belajar 2. Kesiapan siswa dalam belajar 3. Kesehatan siswa

4. Bakat siswa

(11)

b. Faktor guru

Guru juga merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi belajar siswa. Apabila guru senantiasa berusaha mendorong, membina gairah belajar dan partisipasi siswa secara aktif, guru tidak mendominasi kegiatan proses belajar siswa, guru senantiasa memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar menurut cara dan keadaan mereka masing-masing serta guru mampu memilih metode mengajar yang baik, yang sesuai dengan kondisi/keadaan siswa dan materi pelajaran, maka siswa akan lebih semangat dan rajin belajar. Namun apabila sebaliknya, maka dapat mengakibatkan siswa malas belajar.

c. Faktor lingkungan

Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi belajar terdiri dari 1. Lingkungan keluarga

Keluarga dapat mempengaruhi belajar siswa. Pengaruh tersebut adalah cara orang tua mendidik siswa, keadaan ekonomi keluarga, suasana rumah, dan hubungan antar anggota keluarga.

2.Lingkungan masyarakat

Masyarakat juga dapat mempengaruhi belajar siswa. Pengaruh tersebut adalah kegiatan siswa dalam masyarakat, keadaan ekonomi keluarga, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat.

(12)

d. Faktor sarana prasarana

Sarana prasarana yang dapat mempengaruhi belajar siswa adalah sumber belajar siswa, kesempatan untuk melakukan kegiatan belajar, tempat kegiatan belajar siswa, dan jenis media pengajaran.

e. Faktor model pembelajaran

Model pembelajaran adalah merupakan suatu kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. (Muslich,1994) Model pembelajaran berfungsi sebagai pedoman pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan pembelajaran, mengelola lingkungan pembelajaran dan mengelola kelas. Pemilihan model pembelajaran sangat dipengaruhi oleh sifat dan materi yang akan diajarkan, tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran dan tingkat kemampuan siswa. Kecocokan pemilihan model pembelajaran bergantung pada hasil belajar yang ingin dicapai, materi pelajaran, peran guru yang diperlukan dan siswa yang belajar Muslich (1994) menjelaskan bahwa pemilihan suatu model pembelajaran pada suatu pokok bahasan perlu mempertimbangkan keadaan siswa, keadaan sekolah atau lingkungan dan kekhasan bahasan yang bersangkutan.

Pemilihan model pembelajaran yan kurang tepat dapat mengakibatkan siswa kurang bersemangat belajar. Hal ini sejalan dengan pendapat Hasanah (2002) yang menyatakan bahwa pemilihan model pembelajaran yang kurang tepat dapat menyebabkan tujuan pembelajaran tidak tercapai, materi yang

(13)

disampaikan kepada siswa tidak jelas sehingga siswa tidak memahaminya dengan baik dan siswa menjadi kurang bersemangat untuk belajar.

B. Landasan Teori dan Empirik Model Pembelajaran Kooperatif 1. John Dewey, Herbert Thelan dan Kelas Demokratis

Pada tahun 1916, John Dewey, yang kemudian mengajar di Universitas Chicago, menulis sebuah buku berjudul Democracy and Education. Di dalam buku itu dia menetapkan sebuah konsep pendidikan yang menyatakan bahwa kelas seharusnya cermin masyarakat yang lebih besar dan berfungsi sebagai laboratorium untuk belajar tentang kehidupan nyata. Pedagogi Dewey mengharuskan guru menciptakan di dalam lingkungan belajarnya suatu sistem sosial yang dicirikan dengan prosedur demokrasi dan proses ilmiah. Tanggung jawab utama mereka ialah memotivasi untuk bekerja secara kooperatif dan untuk memikirkan masalah sosial penting yang muncul pada hari itu. Di samping upaya pemecahan masalah di dalam kelompok kecil mereka, siswa belajar prinsip demokrasi melalui interaksi hari ke hari satu sama lain ( Ibrahim, 2000:12).

Beberapa tahun setelah Dewey mengenalkan pedagoginya, Herbert Thelan mengembangkan prosedur yang lebih tepat untuk membantu siswa bekerja dalam kelompok. Seperti halnya Dewey, Thelan berargumentasi bahwa kelas haruslah merupakan laboratorium atau miniatur demokrasi yang bertujuan mengkaji masalah-masalah sosial dan antar pribadi. Thelan yang tertarik dengan dinamika kelompok, mengembangkan bentuk yang lebih rinci dan terstruktur dari penyelidikan kelompok.

(14)

Kerja kelompok kooperatif seperti digambarkan Dewey dan Thelan berjalan melampaui hasil akademik. Mereka memandang tingkah laku kooperatif dan proses-proses sebagai bagian tak ter pisahkan dari usaha manusia yang merupakan dasar dari masyarakat demokratis.Cara yang masuk akal untuk mencapai tujuan pendidikan menurut Dewey dan Thelan adalah dengan menstruktur kelas dan aktivitas belajar siswa sedemikian rupa sehingga memodelkan hasil yang diinginkan (Ibrahim,2000: 13).

2. Gordon Allport dan Relasi Antar Kelompok

Gordon Allport mengingatkan bahwa hukum saja tidak akan mengurangi kecurigaan antar kelompok dan mendatangkan penerimaan dan pemahaman lebih baik.

Sharan dan teman-temannya mengikhtisarkan tiga kondisi dasar yang dirumuskan oleh Gordon Allport untuk mencegah terjadinya kecurigaan antar ras dan etnis, yaitu : (a) kontak langsung antar etnik, (b) sama-sama berperan serta di dalam kondisi status yang sama antar anggota dari berbagai kelompok dalam suatu seting tertentu, (c) di mana seting itu secara resmi mendapat persetujuan kerjasama antar etnis (Ibrahim, 2000: 14)

Sejumlah peminat akhir-akhir ini dalam pembelajaran kooperatif telah berkembang dalam bentuk upaya untuk menyusun kelas dan proses pengajaran sesuai tiga kondisi Allport.

(15)

3. Belajar berdasarkan Pengalaman

Pandangan teoritis terakhir yang memberikan dukungan teoritis untuk pembelajaran kooperatif berasal dari para ahli teori dan peneliti yang tertarik terhadap bagaimana individu belajar dari pengalaman. Pengalaman memberikan banyak sumbangan terhadap apa yang dipelajari seseorang. Sebagai misal,hampir semua orang belajar pertama kali mengendarai sepeda dengan mengendarai sepeda itu, dan mereka belajar tentang bagaimana mengasuh anak dengan magang mengalami menjadi pengasuh anak. Sebaliknya, meskipun seseorang dapat membaca buku tentang perkawinan dan pengasuhan anak, siapapun yang telah kawin dan mempunyai anak mengetahui bahwa pengalaman-pengalaman ini tidak pernah persis sama seperti yang diuraikan di dalam buku. Pengalaman memberikan wawasan, pemahaman, dan teknik-teknik yang sulit untuk dipaparkan kepada seseorang yang tidak memiliki pengalaman serupa. Johnson dan Johnson (dalam Ibrahim, 2000;15) menjelaskan bahwa belajar berdasarkan pengalaman didasarkan pada tiga asumsi yaitu Anda akan belajar paling baik jika Anda secara pribadi terlibat dalam pengalaman belajar itu, pengetahuan harus ditemukan oleh Anda sendiri apabila pengetahuan itu hendak Anda jadikan pengetahuan yang bermakna atau membuat suatu perbedaan dalam tingkah laku Anda, dan komitmen terhadap belajar paling tinggi apabila Anda bebas menetapkan tujuan pembelajaran Anda sendiri dan secara aktif mempelajari tujuan itu dalam suatu kerangka tertentu.

Secara ringkas dapat disimpulkan bahwa suatu kerangka teoritis dan empirik yang kuat untuk pembelajaran kooperatif mencerminkan pandangan

(16)

bahwa manusia belajar dari pengalaman mereka dan partisipasi aktif dalam kelompok kecil membantu siswa belajar keterampilan sosial yang penting, sementara itu secara bersamaan mengembangkan sikap demokratis dan keterampilan berfikir logis.

C. Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif merupakan suatu pembelajaran dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan, latar belakang sosial, ras atau suku yang berbeda. Pembelajaran kooperatif tidak hanya membantu siswa belajar isi akademik dan keterampilan semata, namun juga melatih siswa tujuan-tujuan hubungan sosial dan manusia ( Ibrahim,2000: 2 ). Pembelajaran kooperatif juga menuntut kerjasama siswa dan saling ketergantungan dalam struktur tugas,tujuan,dan hadiah. Di dalam kelas kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 2-6 orang siswa

Setelah jam pelajaran yang terjadwal dalam rencana pelajaran selesai, siswa dapat bekerja dalam kelompok-kelompok diskusi, sehingga siswa mendapat kesempatan bekerjasama untuk memastikan bahwa seluruh anggota kelompok telah menguasai segala sesuatu tentang pelajaran yang baru saja diajarkan. Apabila seorang siswa memiliki pertanyaan, teman kelompoknya harus menjelaskan sebelum bertanya kepada guru. Ketika siswa bekerja di dalam kelompok, guru berkeliling di antara kelompok untuk mengamati kerja kelompok dan memberikan pujian kepada kelompok yang sedang bekerja dengan baik.

(17)

Agar pembelajaran lebih efektif perlu ditanamkan unsur-unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif sebagai berikut.

a. Siswa dalam kelompok haruslah beranggapan bahwa mereka sehidup sepenanggungan bersama

2. Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompok, seperti milik kita sendiri.

3. Siswa haruslah melihat bahwa semua anggota di dalam kelompok memiliki tujuan yang sama.

4. Siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di antara anggota kelompoknya.

5. Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberi penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggaota kelompok.

6. Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan ketrampilan untuk belajar bersama selama proses belajar.

7. Siswa akan diminta mempertanggung jawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif. (Nur dkk, 2000:6).

1. Tujuan Pelajaran Kooperatif

Model pembelajaran dikembangkan untuk mencapai tiga tujuan penting, yaitu

1) Hasil belajar Akademik

Pembelajaran kooperatif dapat mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar dan memberikan keuntungan baik pada siswa kelompok

(18)

bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik. Siswa kelompok atas akan menjadi tutor bagi siswa kelompok bawah, jadi siswa kelompok bawah memperoleh bantuan khusus dari teman sebaya yang memiliki orientasi dan bahasa yang sama. Pada proses tutorial ini, siswa kelompok atas akan meningkat kemampuan akademiknya karena memberi pelayanan sebagai tutor membutuhkann pemikiran lebih mendalam tentang hubungan ide-ide yang terdapat di dalam materi tertentu.

ii. Penerimaan Terhadap Perbedaan Individu

Efek penting yang kedua dari model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan yang luas terhadap orang yang berbeda menurut ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, maupun ketidakmampuan. Pembelajaran kooperatif memberi peluang kepada siswa yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung satu sama lain atas tugas-tugas bersama, dan melalui penggunaan struktur penghargaan kooperatif, belajar untuk menghargai satu sama lain.

iii. Pengembangan Keterampilan Sosial

Tujuan penting ketiga dari pembelajaran kooperatif ialah untuk mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi. Keterampilan ini amat penting untuk dimiliki di dalam masyarakat di mana sebagian besar kerja orang dewasa dilakukan dalam organisasi yang saling bergantung satu sama lain dan secara budaya semakin beragam.

(19)

2. Tahap-tahap Pembelajaran kooperatif

Terdapat enam langkah utama atau tahapan di dalam pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif. Enam tahap tersebut digunakan sebagai acuan/pedoman pelaksanaan pembelajaran kooperatif. Berikut disajikan enam tahap pembelajaran kooperatif dalam tabel.

Tabel 2.1

Tahap-tahap pembelajaran kooperatif

Tahap Tingkah laku Guru

Tahap 1

Menyampaikan tujuan dan motivasi siswa

Tahap 2

Menyajikan informasi

Tahap 3

Mongorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar

Tahap 4

Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Tahap 5 Evaluasi

Tahap 6

Memberikan penghargaan

Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin di capai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar

Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan cara demonstrasi atau melalui bahan bacaan

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempretesentasikan hasil kerjanya

Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok

(20)

3. Pendekatan Struktural

Dalam pembelajaran kooperatif terdapat empat variasi dari pendekatan kooperatif dasar yang dapat digunakan, yaitu STAD, Jigsaw, investigasi kelompok dan pendekatan structural. Dalam penelitian ini pendekatan yang digunakan adalah pendekatan structural.

Salah satu pendekatan dalam model pembelajaran kooperatif adalah pendekatan struktural. Nur dkk (2000) menjelaskan bahwa pendekatan struktural merupakan model pembelajaran kooperatif yang lebih menekankan pada penggunaan struktur tertentu yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Struktur yang dimaksud sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional seperti resitasi, yakni guru mengajukan pertanyaan kepada siswa dan siswa menjawab setelah angkat tangan dan ditunjuk oleh guru. Struktur tersebut menghendaki siswa bekerja saling membantu dalam kelompok kecil dan lebih dicirikan oleh penghargaan kooperatif daripada penghargaan individual.

Kagen dalam Nur dkk (2000) menjelaskan bahwa pendekatan structural dikembangkan untuk dua tujuan yaitu untuk meningkatkan perolehan isi akademik dan untuk mengajarkan keterampilan sosial. Struktur yang digunakan untuk meningkatkan isi akademik atau untuk mengecek pemahaman siswa terhadap isi materi tertentu ada dua tipe, yaitu TPS (Think-Pair-Share) dan NHT (Numbered-Head-Together). Sedangkan struktur yang digunakan untuk mengajarkan keterampilan sosial juga ada dua tipe, yaitu active listening dan time token.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan struktur yang dikembangkan untuk meningkatkan isi akademik yaitu think-pair-share atau TPS. Dalam tipe ini,

(21)

siswa diarahkan untuk berfikir, bekerjasama dengan pasangan atau teman sebangku dan kemudian berbagi dengan teman seluruh kelas.

D. Pendekatan Think-Pairs-Share (TPS)

Think-Pairs-Share tumbuh dari penelitian pembelajaran kooperatif dan waktu-tunggu. Pendekatan ini mula-mula dikembangkan oleh Frank Lyman dan kawan-kawan dari Universitas Maryland pada tahun 1985. Pendekatan ini merupakan cara yang efektif untuk mengubah pola diskursus di dalam kelas dan menantang asumsi bahwa seluruh resitasi dan diskusi perlu dilakukan di dalam seting seluruh kelompok. Think-Pairs-Share memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberi siswa lebih banyak untuk berfikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain.

Langkah-langkah think-pairs-share dijelaskan sebagai berikut:

Tahap-1 : Think (berfikir). Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang berhubungan dengan pelajaran, kemudian siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan tersebut secara mandiri untuk beberapa saat.

Tahap-2 : Pairs (berpasangan). Guru meminta siswa berpasangan dengan siswa lain untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkannya pada tahap pertama. Interaksi pada tahap ini diharapkan dapat berbagi jawaban jika telah diajukan suatu pertanyaan atau berbagi ide jika suatu persoalan khusus telah diidentifikasi.

(22)

Tahap-3 : Share (berbagi). Guru meminta kepada pasangan untuk berbagi dengan seluruh kelas tentang apa yang telah mereka bicarakan. Ini efektif dilakukan dengan cara bergiliran pasangan demi pasangan dan dilanjutkan sampai sekitar seperempat pasangan telah mendapat kesempatan untuk melaporkan. (Ibrahim,2000 26-27).

Menurut Ibrahim dkk (2000: 26) pendekatan think-pairs-share memberikan siswa waktu yang lebih banyak untuk berfikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain.

Berdasarkan penjelasan di atas maka keuntungan yang dapat diperoleh dari pembelajaran kooperatif dengan pendekatan TPS adalah sebagai berikut. 1. Memberi kesempatan lebih banyak bagi siswa untuk aktif dalam

pembelajaran

2. Siswa akan berusaha membangun sendiri pengetahuannya dengan bantuan teman sebaya, sehingga membuat informasi yang mereka terima lebih bermakna dan tidak mudah hilang.

3. Adanya keterampilan kooperatif seperti berpendapat, bertanya, dan lain-lain akan menimbulkan interaksi secara langsung antara siswa dengan siswa. Hal ini dapat meningkatkan perkembangan kognitif siswa.

4. Memberi waktu yang lebih banyak untuk berfikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain.

(23)

Selain keuntungan di atas, pendekatan TPS juga mempunyai kekurangan, salah satunya yaitu jika jumlah dalam kelas terlalu banyak maka guru mengalami kesulitan memberikan bantuan kepada siswa yang mengalami kesulitan. Namun ini merupakan tantangan bagi guru bagaimana mengendalikan kelas dengan jumlah siswa yang bayak dalam menerapkan model pembelajaran ini.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan kualitatif yaitu sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif ( menjelaskan / menggambarkan ) berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati, untuk mengetahui gambaran pembelajaran sekaligus prestasi siswa .

(24)

B Populasi dan Sampel

Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas V MI Nurul Huda SamirPlapan Kecamatan DudukSampeyan Kabupaten Gresik Tahun ajaran 2006-2007, yang terdiri dari 1(satu) kelas dengan jumlah 24 siswa.

C. Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan melalui tiga tahap, yaitu :

1. Pemberian tes awal, yaitu tes yang dilaksanakan sebelum penerapan model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan TPS untuk mengetahui pengetahuan awal siswa dan digunakan sebagai dasar pembentukan kelompok TPS.

2. Pelaksanaan model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan TPS.

3. Pemberian tes akhir, yaitu tes yang dilaksanakan setelah pelaksanaan model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan TPS untuk mengetahui ketuntasan belajar siswa.

Ketiga tahap tersebut mengacu pada rancangan penelitian yang menggunakan “one group pre-test post-test design”, yang digambarkan sebagai berikut.

O

1

x

O

2

(Arikunto,1999 : 84)

(25)

X , penyampaian materi.

O2 , tes yang dilakukan setelah pembelajaran.

D. Metode Pengumpulan Data

Data penelitian diperoleh dengan menggunakan dua metode, yaitu : 1. Metode observasi digunakan untuk mengumpulkan data tentang pengelolahan

pembelajaran kooperatif dengan pendekatan TPS yang dilakukan guru dan aktivitas siswa selama kegiatan belajar mengajar berlangsung.

2. Metode tes, digunakan untuk mengetahui persentase ketercapaian siswa. Tes yang dilakukan adalah tes awal dan tes akhir. Tes awal untuk mengetahui pengetahuan awal siswa dan untuk pembentukan kelompok TPS, sedangkan tes akhir untuk mengetahui ketuntasan belajar siswa.

3. Metode angket digunakan untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran kooperatif dengan pendekatan TPS. Angket tersebut bersifat terbuka, sehingga siswa bebas menuliskan tanggapannya.

E. Perangkat Pembelajaran

Perangkat pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Rancangan Pembelajaran (RP)

Rancangan pembelajaran disusun peneliti untuk setiap kali pertemuan/tatap muka. Dalam rencana pembelajaran tercantum kompetensi dasar (KD) dan indikator pencapaian hasil belajar yang akan dilaksanakan dalam

(26)

pertemuan tersebut dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan TPS.

Rencana pembelajaran yang disusun peneliti sebanyak tiga RP. RP I dengan materi volum balok dan kubus, RP II dengan materi volum prisma, dan RP III dengan volum tabung dan kerucut.

2 Lembar Kegiatan Siswa (LKS)

Lebar kegiatan siswa digunakan siswa ketika bekerja dalam kelompok kooperatif. LKS tersebut disusun sesuai dengan KD yang ingin dicapai.

F. Instrumen Penelitian

1. Tes Hasil belajar

Tes ini disusun berdasaran kompetensi dasar. Tes hasil belajar siswa ditujukan untuk mengetahui ketuntasan siswa dalam belajar sesuai dengan ketentuan pada kurikulum dan bukan untuk merangking kemampuan siswa.

2. Lembar Pengamatan Keterampilan Kooperatif Siswa

Lembar pengamatan keterampilan kooperatif siswa digunakan untuk mengamati keterampilan kooperatif siswa pada saat kegiatan think-pairs-share berlangsung. Keterampilan kooperatif siswa yang diamati meliputi kemampuan mengemukakan pendapat, kemampuan menanggapi pendapat, kerja sama dalam kelompok dan keaktifan peran serta.

3. Lembar Pengamatan Pengelolaan Pembelajaran Kooperatif dengan

(27)

Lembar pengamatan ini digunakan untuk mengamati kemampuan guru dalam mengelolah pembelajaran kooperatif dengan pendekatan TPS sesuai dengan rencana pembelajaran yang dibuat..

Lembar pengamatan pengelolaan pembelajaran kooperatif dengan pendekatan TPS ini meliputi empat aspek yang akan diamati, yaitu :

1. Persiapan 2. Pelaksanaan 3. pengelolaan waktu 4. suasana kelas

4. Angket Respon Siswa

Angket respon siswa terhadap pembelajaran digunakan untuk memperoleh data mengenai pendapat/komentar siswa terhadap materi pelajaran,suasana kelas,penampilan guru, cara guru mengajar, minat siswa untuk mengikuti pembelajaran kooperatif berikutnya,dan kejelasan LKS.

G. Teknik Analisis Data

1. Analisis Data Tes Hasil Belajar

Data yang diperoleh dari hasil tes akhir dianalisis untuk mendeskripsikan ketuntasan belajar siswa. Sesuai dengan Petunjuk Pelaksanaan Kurikulum 2004 dijelaskan bahwa seorang siswa secara perseorangan(indidu) dianggap “tuntas belajar” apabila daya serapnya mencapai 65%. Sedangkan secara klasikal

(28)

(kelompok) dianggap ‘tuntas belajar” apabila mencapai 85% dari jumlah siswa yang mencapai daya serap minimal 65%.

Persentase ketercapaian siswa secara individu didapat dari skor tes yang diperoleh siswa dibagi skor maksimum dikali seratus persen. Sedangkan persentase ketercapaian secara klasikal didapat dari jumlah siswa yang tuntas hasil belajarnya dibagi jumlah responden (siswa yang mengikuti tes ) dikali seratus persen.

2. Analisis Data Keterampilan Kooperatif Siswa

Data keterampilan kooperatif siswa ditentukan dengan mencari frekuensi rata-rata dari semua anggota kelompok sampel, kemudian menghitung persentase frekuensi indikator pada masing-masing pertemuan dengan rumus yang sama seperti pada analisis aktivitas siswa.

3. Analisis Data Pengelolaan Pembelajaran Kooperatif

Data hasil pengamatan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran kooperatif dengan pendekatan TPS dianalisis dengan menghitung rata-rata setiap aspek dari tiga kali pertemuan yang dilaksanakan. Nilai rata-rata tersebut dikonversikan dengan kriteria sebagai berikut :

0,00 – 1,49 : kurang 1,50 – 2,49 : cukup 2,50 – 3,49 : baik

(29)

4. Analisis Hasil Data Angket Respon Siswa

Data hasil angket dianalisis dengan mencari persentase jawaban siswa untuk setiap butir yang ditanyakan dalam angket. Persentase tersebut didefinisikan sebagai frekuensi siswa yang memberikan pendapat/komentar

setiap komponen dibagi dengan banyaknya siswa dikali seratus persen. Respon siswa dianggap positif jika persentase yang diperoleh lebih dari 75%.(Taufik Albar, 2003)

Referensi

Dokumen terkait

Selanjutnya jika dibandingkan dengan Bulan Maret 2016, dari kelima negara tujuan keberangkatan tersebut terdapat dua negara tujuan yang mengalami peningkatan jumlah

Oleh karena itu, yang menjadi syarat dapat ditempuhnya upaya hukum luar biasa adalah sangat materiil atau substansial dan syarat yang sangat mendasar adalah

Perbandingan waktu komputasi paralel perhitungan kritikalitas dan distribusi fluks diantara penggunaan metoda eigen householder deflasi dan divide conquer dalam sistem

Segala puji dan syukur penulis panjatkan hanya untuk Allah SWT yang telah meridhoi dan memberikan petunjuk kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang

Dengan adanya penyaluran kredit tersebut sehingga memunculkan adanya risiko kredit dimanasemakin besar jumlah kredit yang disalurkan kepada anggota maka semakin besar pula

Pada implementasi kelima, penulis menyerahkan sistem akuntansi yang telah ditambahkan fitur login agar sistem akuntansi tetap aman. Pada tahap ini, pemilik sudah tidak

Bagi Formulir Penjualan Kembali Unit Penyertaan yang telah lengkap sesuai dengan syarat dan ketentuan yang tercantum dalam Kontrak Investasi Kolektif MANDIRI INVESTA

13 Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang begitu pesat tidak selalu membawa kemudahan bagi masyarakat. Membludaknya informasi yang dapat diakses melalui internet