• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis 1. Pengetahuan

a. Defenisi

Etimologi pengetahuan berasal dari kata dalam bahasa Inggris yaitu

knowledge. Sedangkan secara terminologi menurut Drs. Sidi Gazalba pengetahuan adalah apa yang diketahui atau hasil pekerjaan tahu. Pekerjaan tahu tersebut adalah hasil dari kenal, sadar, insaf, mengerti dan pandai. Pengetahuan itu adalah semua milik atau isi pikiran. Dengan demikian pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu (Bakhtiar, 2006).

Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang. Pengetahuan tidak dibatasi pada deskripsi, hipotesis, konsep, teori, prinsip dan prosedur yang secara Probabilitas Bayesian adalah benar atau berguna. Dalam pengertian lain, pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan inderawi. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan indera atau akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya (Irmayanti, 2007).

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu,dan ini terjadisetelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu (Notoadmojo,2003)

(2)

penginderaan trrjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran penciuman rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuaan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang.

Selain definisi yang ada diatas, pengetahuan didefinisikan sebagai suatu gambaran objek-objek eksternal yang hadir dalam pikiran manusia. Definisi ini juga telah disepakati oleh filosof dan ilmuwan. Dalam redaksional lain juga dibahasakan maksud dari pengetahuan (knowledge) adalah sesuatu yang hadir dan terwujud dalam jiwa dan pikiran seseorang dikarenakan adanya reaksi, persentuhan, dan hubungan dengan lingkungan dan alam sekitarnya. Pengetahuan ini meliputi emosi, tradisi, keterampilan, informasi, akidah, dan pikiran-pikiran (Abdullah, 2007).

Pengetahuan dapat didefinisikan sebagai fakta atau informasi yang kita anggap benar berdasarkan pemikiran yang melibatkan pengujian empiris (pemikiran tentang fenomena yang diobservasi secara langsung) atau berdasarkan proses berfikir lainnya seperti pemberian alasan logis atau penyelesaian masalah (Basford & Slevin, 2006)

b. Tingkatan Pengetahuan

Pengetahuan yang dicakup didalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yakni :

(3)

1) Tahu (Know)

Diartikan sebagai mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. Oleh sebab itu, “tahu” merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

2) Memahami (Comprehension)

Diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar.

3) Aplikasi (Aplication)

Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya), dapat diartikan penggunaan hokum-hukum, rumus, metode prinsip, dan sebagainnya dalam konteks atau situasi yang lain.

4) Analisis (Analysis)

Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menyebabkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lainnya.

5) Sintesis (Syintetic)

Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menyusun suatu formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnnya dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat

(4)

menyesuaikan, dan sebagainnya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

6) Evaluasi (Evaluation)

Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek-objek penulisan berdasarkan suatu criteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan criteria-kriteria yang telah ada (Notoadmojo, 2005).

c. Faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Menurut Forbetter health (2009), ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang, yaitu :

1) Pendidikan

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seeorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Namun perlu ditekankan bahwa seorang yang berpendidikan rendah tidak berarti

(5)

mutlak berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non formal. Pengetahuan seseorang tentang sesuatu obyek juga mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan negatif. Kedua aspek inilah yang akhirnya akan menentukan sikap seseorang terhadap obyek tertentu. Semakin banyak aspek positif dari obyek yang diketahui, akan menumbuhkan sikap makin positif terhadap obyek tersebut.

2) Pengalaman kerja

Pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan memberikan pengetahuan dan keterampilan professional serta pengalaman belajar selama bekerja akan dapat mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata dalam bidang keperawatan.

3) Usia

Dua sikap tradisional mengenai jalanya perkembangan selama hidup :

a) Semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak informasi yang dijumpai dan semakin banyak hal yang dikerjakan sehingga menambah pengetahuannya.

b) Tidak dapat mengajarkan kepandaian baru kepada orang yang sudah tua karena mengalami kemunduran baik fisik maupun

(6)

mental. Dapat diperkirakan bahwa IQ akan menurun sejalan dengan bertambahnya usia, khususnya pada beberapa kemampuan yang lain seperti misalnya kosa kata dan pengetahuan umum.

d. Sumber-Sumber Pengetahuan

1) Pengetahuan empiris atau posteriori

Pengetahuan empiris atau posteriori lebih menekankan pengamatan dan pengalaman indrawi. Bisa didapatkan dengan melakukan pengamatan dan observasi yang dilakukan secara empris dan rasional. Pengetahuan empiris tersebut juga berkembang menjadi pengetahuan deskriptif bila seseorang dapat melukiskan dan menggambarkan segala ciri-ciri, sifat dan gejala yang ada pada objek empiris tersebut. Pengetahuan empiris juga bisa didapatkan melalui pengalaman pribadi manusia yang terjadi berulang kali.

2) Pengetahuan Rasionalisme

Pengetahuan rasionalisme didapatkan melalui akal budi, lebih menekankan pengetahuan yang bersifat apriori, tidak menekankan pada pengalaman. Misalnya pengetahuan tentang matematika (Meliono & Irmayanti, 2007).

e. Pengukuran tingkat pengetahuan

Hasil pengukuran pengetahuan diinterpretasikan dengan menggunakan kriteria sebagai berikut :

(7)

2) Pengetahuan cukup : 56-76% 3) Pengetahuan kurang : < 56%

(Arikunto, 2010).

2. Konsep Dasar Sikap a. Definisi Sikap

Secara historis, istilah sikap (attitude) digunakan pertama kali oleh Herbert Spencer di tahun 1862 yang pada saat itu diartikan olehnya sebagai status mental seseorang. Penggunaan konsep sikap sering dikaitkan dengan konsep mengenai postur fisik atau postur tubuh seseorang (Azwar, 2003). Menurut Thurstone, Likert, dan Osgood, dalam Azwar (2003) sikap

adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfovorable) pada objek tersebut.

Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2007).

b. Komponen Pokok Sikap

Allport (1954, dalam Notoatmodjo, 2010) menjelaskan bahwa sikap itu terdiri dari 3 komponen pokok, yaitu :

1) Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap suatu objek. Artinya, bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek.

(8)

2) Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadapa objek, artinya bagaimana penilaian (terkandung didalamnya faktor emosi) orang tersebut terhadap objek.

3) Kecendrungan untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap adalah merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku tersebut. Sikap adalah ancang-ancang untuk bertindak atau berperilaku terbuka (tindakan).

Ketiga komponen tersebut secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude).

c. Tingkatan Sikap

Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu : 1) Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

2) Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

3) Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

4) Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi

(9)

(Notoatmodjo, 2007).

d. Alat ukur sikap dengan Skala Likert

Skala ini digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, persepsi seseorang tentang gejala atau masalah yang ada dimasyarakat atau yang dialaminya. Beberapa bentuk jawaban pertanyaan atau peryataan yang masuk dalam kategori skala likert adalah sebagai berikut :

No Gradian + -

1. SS (Sangat Setuju) 4 1

2. S (Setuju) 3 2

3. TS (Tidak Setuju) 2 3

4. STS (Sangat Tidak Setuju) 1 4

(Hidayat, 2008)

3. Konsep Dekubitus a. Pengertian

Dekubitus adalah kerusakan/kematian kulit sampai jaringan dibawah kulit, bahkan menembus otot sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan pada suatu area secara terus menerus sehingga mengakibatkan gangguan sirkulasi darah setempat (Sutanto, 2008).

b. Klasifikasi Perkembangan Dekubitus

Menurut Morison (2003), hampir semua dekubitus terutama disebabkan oleh tekanan yang terus-menerus, biasanya terjadi pada pasien yang mengalami immobilisasi, perkembangan dekubitus dapat diklasifikasikan menjadi lima derajat, yaitu :

1) Derajat 1 hiperemia yang memucat. Tekanan yang ringan dan singkat dengan jari pada tempat terjadinya eritema yang diakibatkan tekanan di

(10)

atas kulit dalam periode yang lama, dapat menyebabkan kulit menjadi pucat, menunjukkan bahwa kulit tersebut utuh.

2) Derajat 2 Hiperemia yang tidak memucat, eritema yang tidak hilang pada saat dilakukan tekanan ringan dengan jari, mengindikasikan adanya beberapa gangguan mikrosirkulasi. Mungkin terjadi kerusakan superfisial, termasuk ulserasi epidermal.

3) Derajat 3 ulserasi berkembang melewati dermis, ulserasi berkembang ke bidang pemisah dengan jaringan subkutan.

4) Derajat 4 ulkus meluas ke dalam lemak subkutan, otot yang aberada di bawahnya mengalami pembengkakan dan imflamasi, ulkus cenderung untuk menyebar ke arah lateral, untuk sementara perkembangan ke bawah dihalangi oleh fasia profundas.

5) Derajat 5 nekrosis infektif menembus ke bawah menuju fasia profunda. Pada saat ini destruksi muskulus terjadi dengan cepat

Menurut Potter & Perry, dalam (Sabandar, 2012), klasifikasi luka dekubitus derajat I sampai derajat IV yaitu :

1) Derajat I : Eritema tidak pucat pada kulit utuh, lesi luka kulit yang diperbesar. Kulit tidak berwarna, hangat, atau keras juga dapat menjadi indikator.

2) Derajat II : Hilangnya sebagian ketebalan kulit meliputi epidermis dan dermis. Luka superficial dan secara klinis terlihat seperti abrasi, lecet, atau lubang yang dangkal.

(11)

3) Derajat III: Hilangnya seluruh ketebalan kulit meliputi jaringan subkutan atau nekrotik yang mungkin akan melebar kebawah tapi tidak melampaui fascia yang berada di bawahnya. Luka secara klinis terlihat seperti lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.

4) Derajat IV: Hilangnya seluruh ketebalan kulit disertai destruksi ekstensif, nekrosis jaringan; atau kerusakan otot, tulang, atau struktur penyangga misalnya kerusakan jaringan epidermis, dermis, subkutaneus, otot dan kapsul sendi.

c. Faktor Resiko Dekubitus

Menurut Potter & Perry (2005), berbagai faktor yang dapat menjadi predisposisi terjadi dekubitus pada klien diantaranya:

1) Gangguan input sensorik

Klien yang mengalami perubahan persepsi sensorik terhadap nyeri dan tekanan beresiko tinggi mengalami gangguan integritas kulit daripada klien yang sensasinya normal. Klien yang mempunyai persepsi sensorik yang utuh terhadap nyeri dan tekan dapat mengetahui jika salah satu bagian tubuhnya merasakan tekanan atau nyeri yang terlalu besar. Sehingga ketika klien sadar dan berorientasi, mereka dapat mengubah posisi atau meminta bantuan untuk mengubah posisi.

(12)

2) Gangguan fungsi motorik

Klien yang tidak mampu mengubah posisi secara mandiri beresiko tinggi terjadi dekubitus. Klien tersebut dapat merasakan tekanan tetapi tidak mampu mengubah posisi secara mandiri untuk menghilangkan tekanan tersebut. Hal ini meningkatkan peluang terjadinya dekubitus.

3) Perubahan tingkat kesadaran

Klien bingung, disorientasi, atau mengalami perubahan tingkat kesadaran tidak mampu melindungi dirinya sendiri dari dekubitus. Klien bingung atau disorientasi mungkin dapat merasakan tekanan, tetapi tidak mampu memahami menghilangkan tekanan itu.

4) Gips, Traksi, Alat ortotik, dan peralatan lain

Gips dan traksi mengurangi mobilisasi klien dan ekstremitasnya, sehingga beresiko tinggi terjadi dekubitus akibat gaya friksi eksternal mekanik dari permukaan gips yang bergesek pada kulit atau bisa juga akibat tekanan gips pada kulit yang terlalu ketat dikeringkat atau juga akibat ekstremitasnya bengkak.

d. Patogenesis

Tiga elemen dasar yang menjadi dasar terjadi dekubitus, yaitu : intensitas tekanan dan tekanan yang menutup kapiler, durasi dan besarnya tekanan, dan toleransi jaringan.

(13)

Menurut Meehan (2011), tempat yang paling sering terjadi dekubitus adalah sacrum, tumit, siku, maleolus lateral, trokanter besar, dan tuberositis iskial.

Dekubitus terjadi sebagai hasil hubungan antara waktu dengan tekanan. Semakin besar tekanan dan durasinya, maka semakin besar pula insiden terbentuknya luka. Kulit dan jaringan subkutan dapat mentoleransi beberapa tekanan. Tapi, pada tekanan eksternal terbesar daripada tekanan dasar kapiler akan menurunkan atau menghilangkan aliran darah ke dalam jaringan sekitarnya. Jika tekanan dihilangkan sebelum titik kritis maka sirkulasi pada jaringan tersebut akan pulih kembali melalui mekanisme fisiologis hiperemia reaktif (Meehan, 2011).

e. Penatalaksanaan Dekubitus

Penatalaksanaan klien dekubitus memerlukan pendekatan holistik yang menggunakan keahlian pelaksana yang berasal dari beberapa disiplin ilmu kesehatan. Selain perawat, keahlian pelaksana termasuk dokter, ahli fisiotrapi, ahli terapi okupasi, ahli gizi, dan ahli farmasi. Beberapa aspek dalam penatalaksanaan dekubitus antara lain perawatan luka secara lokal dan tindakan pendukung seperti gizi yang ade kuat dan cara penghilang tekanan (Soeparman, 2009).

Selama penyembuhan dekubitus, maka luka harus dikaji untuk lokasi, tahap, ukuran, traktusinus, kerusakan luka, luka menembus, eksudat, jaringan nekrotik, dan keberadaan atau tidak adanya jaringan granulasi maupun epitelialisasi. Dekubitus harus dikaji ulang minimal 1 kali per

(14)

hari. Pada perawatan rumah banyak pengkajian dimodifikasi karena pengkajian mingguan tidak mungkin dilakukan oleh pemberi perawatan. Dekubitus yang bersih harus menunjukkan proses penyembuhan dalam waktu 2 sampai 4 minggu (Potter & Perry, 2005).

f. Pencegahan Dekubitus

Tahap pertama pencegahan adalah mengkaji faktor-faktor resiko klien. Kemudian perawat mengurangi faktor-faktor lingkungan yang mempercepat terjadinya dekubitus, seperti suhu ruangan panas (penyebab diaporesis), kelembaban, atau linen tempat tidur yang berkerut (Wysocki & Bryant, 2009)

Identifikasi awal pada klien beresiko dan faktor-faktor resikonya membantu perawat mencgah terjadinya dekubitus. Pencegahan meminimalkan akibat dari faktor-faktor resiko atau faktor yang member kontribusi terjadinya dekubitus. Tiga area intervensi keperawatan utama mencegah terjadinya dekubitus adalah perawatan kulit, yang meliputi higienis dan perawatan kulit topical ; pencegahan mekanik dan pendukung untuk permukaan, yang meliputi pemberian posisi, penggunaan tempat tidur dan kasur terapeutik ; dan pendidikan (Wysocki & Bryant, 2009)

Potter & Perry (2005), menjelaskan tiga area intervensi keperawatan dalam pencegahan dekubitus, yaitu :

1) Higiene dan perawatan kulit

Perawat harus menjaga kulit klien tetap bersih dan kering. Pada perlindungan dasar untuk mencegah kerusakan kulit, maka

(15)

kulit klien dikaji terus-menerus oleh perawat, daripada delegasi ke tenaga kesehatan lainnya. Jenis produk untuk perawatan kulit sangat banyak dan penggunaannya harus disesuaikan dengan kebutuhan klien. Ketika kulit dibersihkan maka sabun dan air panas harus dihindari pemakaiannya. Sabun danlotion yang mengandung alkohol menyebabkan kulit kering dan meninggalkan residu alkalin pada kulit. Residu alkalin menghambat pertumbuhan bakteri normal pada kulit, dan meningkatkan pertumbuhan bakteri oportunistik yang berlebihan, yang kemudian dapat masuk pada luka terbuka.

2) Pengaturan posisi

Intervensi pengaturan posisi diberikan untuk mengurangi takanan dan gaya gesek pada kilit. Dengan menjaga bagian kepala tempat tidur setiggi 30 derajat atau kurang akan menurunkan perluang terjadinya dekubitus akibat gaya gesek. Posisi klien immobilisasi harus diubah sesuai dengan tingkat aktivitas, kemampuan persepsi, dan rutinitas sehari-hari. Oleh karena itu standar perubahan posisi dengan interval 1 ½ sampai 2 jam mungkin tidak dapat mencegah terjadinya dekubitus pada beberapa klien. Telah direkomendasikan penggunaan jadwal tertulis untuk mengubah dan menentukan posisi tubuh klien minimal setiap 2 jam. Saat melakukan perubahan posisi, alat Bantu unuk posisi harus digunakan untuk melindungi tonjolan tulang. Untuk

(16)

mencegah cidera akibat friksi, ketika mengubah posisi, lebih baik diangkat daripada diseret. Pada klien yang mampu duduk di atas kursi tidak dianjurkan duduk lebih dari 2 jam.

3) Alas pendukung (kasur dan tempat tidur terapeutik)

Berbagai jenis alas pendukung, termasuk kasur dan tempat tidur khusus, telah dibuat untuk mengurangi bahaya immobilisasi pada sistem kulit dan muskuloskeletal. Tidak ada satu alatpun yang dapat menghilangkan efek tekanan pada kulit. Pentingnya untuk memahami perbedaan antra alas atau alat pendukung yang dapat mengurangi tekanan dan alat pendukung yang dapat menghilangkan tekanan. Alat yang menghilangkan tekanan dapat mengurangi tekanan antar permukaan (tekanan antara tubuh dengan alas pendukung) dibawah 32 mmHg (tekanan yang menutupi kapiler. Alat untuk mengurangi tekanan juga mengurangi tekanan antara permukaan tapi tidak di bawah besar tekanan yang menutupi kapiler.

Potter & Perry (2005), mengidentifikasi 9 parameter yang digunakan ketika mengevaluasi alat pendukung dan hubungannya dengan setiap tiga tujuan yang telah dijelaskan tersebut :

a) Harapan hidup

b) Kontrol kelembaban kulit c) Control suhu kulit

(17)

e) Perlunya servis produk f) Perlindungan dari jatuh g) Kontrol infeksi

h) Kemudahan terbakar api dan i) Friksi klien/produk

B. Penelitian Terkait

1. Penelitian yang terkait adalah penelitian yang dilakukan oleh Andi dan Mulya (2012) meneliti tentang “Hubungan Sikap dan Persepsi Perawat terhadap perawatan luka dekubitus”. Penelitian ini menggunakan design cross sectional dengan metode survei. Terdapat adanya hubungan sikap dan persepsi terhadap perawatan luka dekubitus, dengan hasil p value = 0,002 hal ini menyatakan adanya kekuatan hubungan sikap dan persepsi petugas kesehatan terhadap perawatan luka dekubitus.

2. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tamrin, (2010) dengan judul Hubungan pengetahuan, sikap dan perilaku perawat dengan perawatan dekubitus pada pasien tirah baring (stroke) di RSUD Tarakan. Hasil penelitian menyebutkan ada hubungan pengetahuan, sikap dan perilaku perawat dalam melakukan perawatan dekubitus. Hubungan pengetahuan perawat dengan kesembuhan luka dekubitus dengan Pvalue= 0,001, hubungan sikap dengan perawatan dekubitus dengan pvalue=0,001 dan hubungan perilaku perawat dengan perawatan dekubitus dengan pvalue=0,001 ini menyatakan ada hubungan yang bermakna antara

(18)

pengetahuan, sikap dan perilaku perawat dengan kesembuhan luka dekubitus pasien.

C. Kerangka Teori

Kerangka teori adalah kerangaka yang memuat teori-teori yang relevan dalam menjelaskan masalah yang sedang diteliti (Nawawi, 2015). Untuk melihat abstraksi dari penelitian dapat dilihat pada kerangka teori berikut :

Skema 2.1 Kerangka Teori

Sumber : Morison (2003)

Diabetes Melitus Tipe II

1. Glukosa dalam otot meningkat 2. Kemampuan hati dan otot menurun 3. Lemak menumpuk

1. LDL Meningkat 2. HDL Rendah

3. Trigliserida dan kolesterol meningkat

Komplikasi Diabetes Akut : 1.Ketoasisosis 2.Hipoglikemi 3.Koma Kronik : 1.Penyakit ginjal 2.Penyakit mata 3.Kardiovaskuler 4.Penyakit Neoropati 1.Pengetahuan Petugas 2.Sikap Petugas 3.Carring petugas 4.Bedress total (Immobilitas) 5.Keterampilan petugas Dekubitus

(19)

D. Kerangka Konsep

Konsep adalah abstrak dari suatu realita agar dapat dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan antar variabel. (Nursalam, 2008).

Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Skema 2.2 Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

E. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah sebuah taksiran atau referensi yang dirumuskan serta diterima untuk sementara yang dapat menerangkan fakta-fakta yang diamati ataupun kondisi-kondisi yang diamati dan digunakan sebagai petunjuk untuk langkah-langkah selanjutnya (Scates, 2003). Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

Ha : Ada hubungan pengetahuan dan sikap tenaga kesehatan (perawat dan bidan) tentang perawatan dekubitus

Pengetahuan perawat dan bidan tentang Dekubitus :

- Tinggi (76-100%) - Sedang (56-75%) - Rendah (< 56%)

Sikap perawat dan bidan tentang Dekubitus :

- Sikap ( + ) - Sikap ( – )

Referensi

Dokumen terkait

Ternyata masih banyak faktor-faktor lain yang mempengaruhi kinerja perawat tenaga PNS pada Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Rokan Hulu, sebab kepuasan kerja

Tak lupa sholawat serta salam tetap tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabat, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul

Untuk menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh kompleksitas audit, due professional care ,

Hasil penelitian variasi ukuran partikel batu kapur untuk meningkatkan kadar etanol dari umbi ganyong sudah memenuhi syarat Keputusan Direktorat Jenderal

berkontribusi pada daya saing bangsa, (4) menyelenggarakan dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam bidang pendidikan dan non-kependidikan yang diperlukan dalam

Dalam penelitian ini, memahami isi bacaan dilihat dari bagaimana kemampuan peserta didik dalam menjawab pertanyaan yang telah diberikan oleh guru sesuai dengan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan kinerja keuangan perusahaan induk sebelum dan sesudah melakukan akuisisi ditinjau dari rasio likuiditas, rasio leverage

Berdasarkan fungsi pengawasan yang dilakukan melalui pemeriksaan audit, evaluasi, monitoring dan reviu maka capaian fungsi pengawasan Inspektorat Kota Manado dapat