• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH ZAT PENGATUR TUMBUH NAA DAN IBA TERHADAP PEMBENTUKAN AKAR DAN TUNAS STEK JERUK PAMELO (Citrus grandis (L.) Osbeck)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH ZAT PENGATUR TUMBUH NAA DAN IBA TERHADAP PEMBENTUKAN AKAR DAN TUNAS STEK JERUK PAMELO (Citrus grandis (L.) Osbeck)"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH ZAT PENGATUR TUMBUH NAA DAN IBA

TERHADAP PEMBENTUKAN AKAR DAN TUNAS

STEK JERUK PAMELO (Citrus grandis (L.) Osbeck)

NUGROHO BESAR PRATAMA

A24070124

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

(2)

(Citrus grandis (L.) Osbeck)

Effect of NAA and IBA on Root and Shoot Formation in Pummelo (Citrus grandis (L.) Osbeck) Stem Cuttings

Nugroho Besar Pratama1, Slamet Susanto2

1

Mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB

2

Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB

Abstract

The objective of this research was to study the effect of application of NAA and IBA on pummelo stem cuttings. This research was arranged in split plot design with two factors and five replications. The type of auxin (NAA and IBA) as the main plot. The concentration of auxin (0 ppm, 100 ppm, 150 ppm, 200 ppm, and 250 ppm) as the subplot. The result showed that the type of auxin was affected on rooting percentage, but did not affected on the other parameters. The type of auxin IBA had greater rooting percentage than NAA on pummelo cuttings. The auxin concentration had significant effect on the percentage of callusing, rooting, sprouting, and rooting-sprouting. The auxin concentration also affected on root length, root diameter, shoot length, and shoot diameter, but did not affected on roots and shoots number. The result showed that the auxin concentration 200 ppm with soaking method was the best concentration on root and shoot formation in pummelo cuttings.

(3)

RINGKASAN

NUGROHO BESAR PRATAMA. Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh NAA dan IBA terhadap Pembentukan Akar dan Tunas Stek Jeruk Pamelo (Citrus grandis (L.) Osbeck). (Dibimbing oleh SLAMET SUSANTO)

Percobaan ini dilaksanakan untuk mengetahui pengaruh dari jenis auksin NAA dan IBA pada beberapa konsentrasi terhadap pembentukan akar dan tunas stek jeruk pamelo (Citrus grandis (L.) Osbeck). Penelitian ini dilaksanakan di lahan pembibitan Kebun Percobaan Cikabayan IPB, Bogor. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei 2011 hingga Juli 2011.

Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Petak Terbagi (Split Plot Design) dua faktor dengan 5 ulangan. Faktor pertama sebagai petak utama adalah jenis auksin yaitu NAA dan IBA. Faktor kedua sebagai anak petak adalah konsentrasi auksin yang terdiri dari : K0 (kontrol), K1 (100 ppm), K2 (150 ppm), K3 (200 ppm), dan K4 (250 ppm). Total satuan percobaan adalah 50 satuan percobaan, setiap satuan percobaan terdiri dari 3 stek sehingga total stek yang digunakan sebanyak 150 stek.

Bahan stek diambil dari tanaman induk jeruk pamelo yang terdapat pada kebun koleksi jeruk pamelo di Kebun Percobaan Cikabayan IPB, Bogor. Bahan stek yang digunakan adalah bagian pucuk dari cabang tanaman induk. Perbanyakan stek menggunakan teknologi sedehana non mist propagation system. Stek ditanam dalam media tanam berupa arang sekam dan diletakkan dalam rumah sungkup yang terbuat dari plastik bening. Areal penyetekan terletak dibawah naungan paranet dengan persentase naungan sebesar 65%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tanaman jeruk pamelo dapat dilakukan perbanyakan dengan stek. Perlakuan jenis auksin berpengaruh nyata pada peubah persentase stek berakar, namun tidak berpengaruh pada persentase stek berkalus, persentase stek bertunas, persentase stek berakar-bertunas, jumlah akar, panjang akar, diameter akar, jumlah tunas, panjang tunas, diameter tunas serta jumlah daun baru yang terbentuk.

Perlakuan konsentrasi berpengaruh nyata pada peubah persentase stek berkalus, persentase stek berakar, persentase stek bertunas, persentase stek

(4)

berakar-bertunas, panjang akar, diameter akar, panjang tunas, dan diameter tunas, namun tidak berpengaruh pada peubah jumlah akar, jumlah tunas, serta jumlah daun baru yang terbentuk. Konsentrasi auksin yang optimum untuk pembentukan akar dan tunas pada stek jeruk pamelo adalah konsentrasi 200 ppm.

Keberhasilan stek ditandai dengan terbentuknya akar dan tunas pada bahan stek. Persentase keberhasilan stek tertinggi didapat pada konsentrasi auksin 200 ppm yaitu sebesar 26.67%. Persentase keberhasilan pada penelitian ini masih tergolong rendah. Faktor bahan stek dan kesehatan tanaman induk perlu diperhatikan untuk meningkatkan persentase keberhasilan penyetekan.

(5)

PENGARUH ZAT PENGATUR TUMBUH NAA DAN IBA

TERHADAP PEMBENTUKAN AKAR DAN TUNAS

STEK JERUK PAMELO (Citrus grandis (L.) Osbeck)

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

NUGROHO BESAR PRATAMA

A24070124

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

(6)

Judul

:

PENGARUH ZAT PENGATUR TUMBUH NAA

DAN IBA TERHADAP PEMBENTUKAN AKAR

DAN TUNAS STEK JERUK PAMELO (Citrus

grandis (L.) Osbeck)

Nama

:

NUGROHO BESAR PRATAMA

NRP

: A24070124

Menyetujui, Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Slamet Susanto, M.Sc NIP. 19610202 198601 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura

Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr NIP. 1961110 198703 1 003

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan, Provinsi Sumatra Utara pada tanggal 11 Juli 1989. Penulis merupakan anak pertama dari pasangan Bapak Mas’oedi dan Ibu Restyaningsih.

Tahun 2001 penulis lulus dari SD Negeri 1 Ketenger, Baturaden, Jawa Tengah. Pada tahun 2004 penulis menyelesaikan studi di SLTP Negeri 8 Purwokerto. Selanjutnya penulis lulus dari SMA Negeri 1 Purwokerto pada tahun 2007. Penulis diterima menjadi mahasiswa Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada tahun 2007.

Penulis menjadi asisten praktikum Pengendalian Gulma pada tahun ajaran 2010/2011. Penulis aktif dalam organisasi HIMAGRON (Himpunan Mahasiswa Agronomi) sebagai staf departemen Infokom pada tahun kepengurusan 2008/2009 dan sebagai staf departemen Internal pada tahun kepengurusan 2009/2010. Penulis juga ikut serta dalam kegiatan Departemen Agronomi dan Hortikultura, diantaranya International Sago Symposium (ISS), Festival Tanaman (FESTA), Temu Keluarga Besar Agronomi dan Hortikultura (TEGAR), dan lain-lain.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karunia Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Zat pengatur Tumbuh NAA dan IBA terhadap Pembentukan Akar dan Tunas Stek Jeruk Pamelo (Citrus grandis (L.) Osbeck)”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemberian zat pengatur tumbuh auksin yang efektif untuk stek jeruk pamelo. Penelitian ini dilaksanakan di kebun percobaan Cikabayan IPB, Dramaga, Bogor.

Pada kesempatan ini Penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada:

• Prof. Dr. Ir. Slamet Susanto, M.Sc sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama kegiatan penelitian dan penulisan skripsi ini.

• Dr. Dewi Sukma, SP, M.Si dan Dr. Ir. Asep Setiawan, MS yang telah memberikan masukan untuk perbaikan skripsi ini.

• Ir. Diny Dinarti, MS sebagai dosen pembimbing akademik yang telah memberikan nasihat dan dukungan kepada Penulis.

• Ayah, Ibu, Adik, Paman, Bibi, dan seluruh keluarga yang telah memberikan segala dukungan, semangat, doa, dan kasih sayang kepada Penulis.

• Ir. Megayani Sri Rahayu, MS yang telah banyak memberikan berbagai bantuan kepada penulis.

• Ibu Kartika Ning Tyas yang telah banyak membantu dalam menyiapkan alat dan bahan penelitian.

• Pak Milin dan para pekerja lapang di Kebun Percobaan Cikabayan IPB yang telah membantu dalam persiapan tempat penelitian.

• Yenny Fitria, SP yang telah memberikan motivasi, kasih sayang, bantuan, dan dukungan selama penelitian dan penulisan skripsi.

(9)

• Keluarga besar AGH 44 BERSATU yang telah berjuang bersama selama perkuliahan.

• Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sampaikan satu persatu, yang telah membantu penulis selama perkuliahan dan penyelesaian tugas akhir.

Semoga hasil penelitian ini dapat berguna bagi semua pihak yang membutuhkan dan sebagai informasi untuk penelitian selanjutnya.

Bogor, Januari 2012 Penulis

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 3

Hipotesis ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Botani Tanaman Jeruk Pamelo ... 4

Jeruk Pamelo Kultivar Nambangan ... 5

Perbanyakan Tanaman dengan Stek ... 5

Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Stek ... 6

Perananan Zat Pengatur Tumbuh ... 8

Aplikasi Zat Pengatur Tumbuh. ... 9

BAHAN DAN METODE ... 10

Tempat dan waktu ... 10

Bahan dan Alat ... 10

Metode Percobaan ... 10

Pelaksanaan Percobaan ... 11

Persiapan Alat dan Bahan ... 11

Aplikasi Zat Pengatur Tumbuh ... 11

Penanaman Stek pada Media ... 12

Pemeliharaan ... 12

Pengamatan ... 12

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 14

Kondisi Umum ... 14

Hasil Analisis Ragam ... 15

Pembentukan Kalus ... 16

Persentase Stek Berkalus ... 16

Pembentukan Akar ... 17

Persentase Stek Berakar ... 17

Jumlah Akar, Panjang Akar, dan Diameter Akar ... 20

Pembentukan Tunas dan Daun ... 21

Persentase Stek Bertunas ... 21

Panjang dan Diameter Tunas ... 22

Jumlah Tunas dan Daun Baru yang Terbentuk ... 23

Keberhasilan Stek ... 24

(11)

Kesimpulan ... 27

Saran ... 27

DAFTAR PUSTAKA ... 28

(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Rekapitulasi Sidik Ragam terhadap Peubah yang Diamati ... 15 2. Pengaruh Jenis Auksin dan Konsentrasi Auksin terhadap

Persentase Stek Berkalus pada 10 MST ... 16 3. Pengaruh Jenis Auksin dan Konsentrasi Auksin terhadap

Persentase Stek Berakar pada 10 MST ... 18 4. Pengaruh Jenis Auksin dan Konsentrasi Auksin terhadap

Pertumbuhan Akar pada 10 MST ... 20 5. Pengaruh Jenis Auksin dan Konsentrasi Auksin terhadap

Persentase Stek Bertunas pada 10 MST ... 22 6. Pengaruh Jenis Auksin dan Konsentrasi Auksin terhadap

Panjang dan Diameter Tunas pada 10 MST ... 23 7. Pengaruh Jenis Auksin dan Konsentrasi Auksin terhadap

Jumlah Daun yang Terbentuk pada 10 MST ... 24 8. Pengaruh Jenis Auksin dan Konsentrasi Auksin terhadap

(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Aplikasi Zat Pengatur Tumbuh dengan Metode Perendaman ... 12

2. Area Pemeliharaan Stek dan Gejala Serangan Cendawan pada Stek .... 14

3. Pembentukan Kalus pada Pangkal Stek Jeruk Pamelo ... 16

4. Akar Adventif yang Terbentuk pada Stek Jeruk Pamelo ... 17

5. Perakaran Stek Jeruk Pamelo pada Umur 10 MST ... 19

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Hasil Uji-F Persentase Stek Berkalus 10 MST ... 32

2. Hasil Uji-F Persentase Stek Berakar 10 MST ... 32

3. Hasil Uji-F Jumlah Akar 10 MST ... 32

4. Hasil Uji-F Panjang Akar 10 MST ... 33

5. Hasil Uji-F Diameter Akar 10 MST ... 33

6. Hasil Uji-F Persentase Stek Bertunas 10 MST ... 33

7. Hasil Uji-F Jumlah Tunas 10 MST ... 34

8. Hasil Uji-F Panjang Tunas 10 MST ... 34

9. Hasil Uji-F Diameter Tunas 10 MST ... 34

10. Hasil Uji-F Jumlah Daun Baru pada 10 MST ... 35

11. Hasil Uji-F Persentase Stek Berakar-bertunas 10 MST ... 35

12. Suhu dan Kelembaban Sungkup selama Penelitian ... 36

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jeruk merupakan salah satu komoditas buah-buahan yang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. Di Indonesia terdapat berbagai jenis jeruk dengan berbagai karakter yang berbeda. Jeruk pamelo (Citrus grandis (L.) Osbeck) merupakan jenis jeruk yang mempunyai ukuran buah lebih besar dibanding jeruk dari spesies lain. Dalam perdagangan internasional, jeruk ini dikenal dengan sebutan pummelo. Di Indonesia, kultivar jeruk pamelo yang terkenal antara lain jeruk nambangan, jeruk bali, dan jeruk cikoneng.

Pemilihan bibit yang tepat merupakan salah satu kunci untuk menghasilkan buah yang berkualitas. Pemilihan bibit harus mempertimbangkan pada varietas, cara perbanyakan, kesehatan bibit, serta keseragaman. Bibit tanaman buah-buahan dapat dihasilkan melalui perbanyakan secara generatif maupun secara vegetatif. Menurut Saptarini (1993) perbanyakan tanaman secara generatif dapat dilakukan melalui biji yang dibenihkan sedangkan perbanyakan tanaman secara vegetatif menggunakan bagian tanaman selain biji yaitu akar, cabang tanaman, daun, dan bagian tanaman lainnya. Perbanyakan tanaman secara vegetatif dapat dilakukan melalui berbagai cara diantaranya okulasi, cangkok, dan stek.

Perbanyakan tanaman jeruk pamelo banyak dilakukan melalui okulasi, tetapi perbanyakan dengan cara ini kurang disukai sebagian petani karena dianggap menurunkan kualitas buah. Menurut Hartmann et al. (1981) batang bawah pada okulasi memberikan pengaruh yang besar terhadap kualitas buah, hasil, dan ukuran tanaman pada batang atas tanaman jeruk. Oleh karena itu, sebagian petani jeruk pamelo lebih suka melakukan perbanyakan tanaman melalui cangkok. Wudianto (2002) menyebutkan perbanyakan tanaman dengan cangkok memiliki kelebihan yaitu lebih mudah dilakukan serta bibit yang dihasilkan lebih cepat berbuah dan memiliki sifat yang sama dengan induknya, namun memiliki kelemahan yaitu bibit yang dihasilkan dari satu pohon induk sangat terbatas sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan bibit dalam jumlah besar. Alternatif

(16)

cara perbanyakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala tersebut adalah perbanyakan melalui stek. Perbanyakan dengan stek hanya membutuhkan sedikit bahan tanam dan dapat dihasilkan bibit tanaman dalam jumlah banyak dari satu pohon induk.

Widiarsih et al. (2008) mendefinisikan stek sebagai suatu cara perbanyakan tanaman secara vegetatif dengan menggunakan sebagian batang, akar, atau daun tanaman untuk ditumbuhkan menjadi tanaman baru. Keberhasilan perbanyakan dengan cara stek ditandai oleh terjadinya regenerasi akar dan pucuk pada bahan stek sehingga menjadi tanaman baru yang memiliki sifat yang sama dengan induknya.

Zat pengatur tumbuh yang paling berperan pada pengakaran stek adalah auksin. Auksin yang biasa dikenal yaitu indole-3-aceticacid (IAA), indole butyric acid (IBA) dan napthalene acetic acid (NAA). Penggunaan NAA dan IBA bersifat lebih efektif dibandingkan IAA yang merupakan auksin alami (Hartmann et al.,1990). Beberapa penelitian mengenai penggunaan NAA dan IBA dengan telah dilakukan pada stek beberapa spesies jeruk. Hasil penelitian Ferguson dan Young (1985) menunjukkan bahwa perlakuan zat pengatur tumbuh NAA dan IBA mampu meningkatkan perakaran pada stek tanaman jeruk Swingle Citrumelo. Sabbah et al. (1991) menyebutkan bahwa penggunaan zat pengatur tumbuh NAA dan IBA pada stek batang C. sinensis, C. reticulata, dan beberapa jenis jeruk hibrida dapat meningkatkan persentase stek yang berakar serta jumlah dan kualitas akar yang dihasilkan tiap stek, namun terdapat variasi respon perakaran pada tiap jenis klon jeruk. Bhatt dan Tomar (2010) menambahkan penggunaan IBA juga dapat mempengaruhi perakaran stek pada C. auriantifolia Swingle.

Perbanyakan tanaman jeruk pamelo (C. grandis (L.) Osbeck) melalui stek belum banyak dikembangkan. Penelitian mengenai perbanyakan tanaman jeruk ini perlu dilakukan dengan penggunaan zat pengatur tumbuh untuk mengetahui pengaruhnya terhadap pembentukan akar dan tunas pada stek.

(17)

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh zat pengatur tumbuh auksin (NAA dan IBA) pada beberapa konsentrasi terhadap pembentukan akar dan tunas stek jeruk pamelo (C. grandis (L.) Osbeck).

Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Perbedaan jenis zat pengatur tumbuh auksin berpengaruh terhadap pembentukan akar dan tunas pada stek jeruk pamelo (C. grandis (L.) Osbeck).

2. Konsentrasi zat pengatur tumbuh auksin berpengaruh terhadap pembentukan akar dan tunas pada stek jeruk pamelo (C. grandis (L.) Osbeck).

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman Jeruk Besar (Pamelo)

Tanaman jeruk besar (Citrus grandis (L.) Osbeck) termasuk ke dalam famili Rutaceae. Famili Rutaceae memiliki sekitar 1 300 spesies yang dikelompokkan menjadi 7 sub famili dan 120 genus. Genus Citrus memiliki 16 spesies yang diantaranya adalah jeruk besar atau pamelo (Setiawan, 1993). Jeruk besar sering disebut jeruk bali, jeruk cikoneng, limau makan atau limau besar, dan pummelo. Klasifikasi tanaman jeruk besar sebagai berikut sebagai berikut (Rukmana, 2009). Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Sub-divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Rutales Famili : Rutaceae Genus : Citrus

Spesies : Citrus grandis (L.) Osbeck atau Citrus maxima Merr Tanaman jeruk besar merupakan tanaman menahun (perennial) dengan karakteristik tinggi pohon antara 5 m - 15 m. Batang tanaman kuat dengan diameter 10 cm - 30 cm dan berkulit agak tebal. Kulit bagian luar berwarna cokelat kekuning-kuningan, sedangkan bagian dalamnya berwarna kuning. Pohon jeruk pamelo memiliki banyak percabangan yang terletak saling berjauhan dan merunduk pada bagian ujungnya. Cabang yang masih muda bersudut dan berwarna hijau, namun lama-kelamaan berubah menjadi bulat dan berwarna hijau tua (Rukmana, 2009).

Batang pohon jeruk besar ada yang berduri dan ada yang tanpa duri. Penanaman pohon yang berasal dari biji menyebabkan pohon berduri pada awal pertumbuhannya, namun setelah dewasa duri akan menghilang. Tanaman yang berasal dari perkembangbiakan secara vegetatif tidak memiliki duri sejak awal

(19)

Daun tanaman jeruk besar berbentuk bulat telur dan berukuran lebih besar daripada jenis jeruk lain. Daun muda berwarna hijau muda kekuningan dan kemudian berubah menjadi hijau tua. Antara daun dan batang dihubungkan oleh tangkai daun yang bersayap lebar (Setiawan, 1993).

Tanaman jeruk besar mulai berproduksi pada umur 4-6 tahun, tergantung pada varietas dan pemeliharaan. Produktivitas jeruk ini sangat bervariasi sesuai varietas, umur, dan tingkat pertumbuhan tanaman yang didukung oleh lingkungan. Satu pohon jeruk pamelo dapat menghasilkan 75-200 buah (Setiawan, 1993).

Ciri khas jeruk besar adalah buahnya yang berukuran besar dan berkulit tebal sehingga tahan lama disimpan atau diangkut dalam jarak jauh. Buah berbentuk bulat atau seperti bola yang tertekan dan berkulit agak tebal sampai tebal, berisi 11-16 segmen. Warna daging buah bervariasi yaitu merah jambu, putih, hijau muda, atau kekuning-kuningan. Daging buah bertekstur keras sampai lunak, berasa manis sampai sedikit asam, dan berbiji sedikit (Rukmana, 2009).

Jeruk Besar Kultivar Nambangan

Jeruk Nambangan merupakan jeruk pamelo yang populer karena termasuk jenis unggul. Jeruk ini berasal dari daerah Nambangan, yaitu sebuah kelurahan di Kodya Madiun, Jawa Timur. Akibat adanya perluasan kota, sentra produksi jeruk Nambangan bergeser ke kabupaten Magetan, tepatnya di desa Sukomoro, desa Tamanan, dan desa Tambak Mas. Jeruk Nambangan mulai berbuah pada umur 3-4 tahun setelah tanam. Buahnya bulat pendek, kulit buah kuning kehijauan. Daging buah berwarna merah muda dan menjadi merah hingga jingga setelah tua. Jeruk ini memiliki rasa manis asam dan segar, serta daging buah banyak mengandung air. Jeruk ini lebih tahan dalam penyimpanan, dengan suhu kamar, penyimpanan dapat berlangsung selama 4 bulan. Setelah penyimpanan kulit buah menjadi sedikit keriput namun daging buah tetap segar dan banyak mengandung air (Setiawan, 1993).

Perbanyakan Tanaman dengan Stek

Stek merupakan cara perbanyakan tanaman secara vegetatif buatan dengan menggunakan sebagian batang, akar, atau daun tanaman untuk ditumbuhkan

(20)

menjadi tanaman baru. Sebagai alternatif perbanyakan vegetatif buatan, stek lebih ekonomis, lebih mudah, tidak memerlukan keterampilan khusus dan cepat dibandingkan dengan cara perbanyakan vegetatif buatan lainnya. Cara perbanyakan dengan metode stek akan kurang menguntungkan jika bertemu dengan kondisi tanaman yang sukar berakar (Widiarsih et al., 2008).

Tanaman yang dihasilkan dari stek biasanya mempunyai sifat persamaan dalam umur, ukuran tinggi, ketahanan terhadap penyakit dan sifat-sifat lainnya. Selain itu juga dapat diperoleh tanaman yang sempurna yaitu tanaman yang mempunyai akar, batang, dan daun yang relatif singkat (Wudianto, 2002).

Keberhasilan perbanyakan dengan cara stek ditandai oleh terjadinya regenerasi akar dan pucuk pada bahan stek sehingga menjadi tanaman baru yang true to name dan true to type. Regenerasi akar dan pucuk dipengaruhi oleh faktor internal yaitu tanaman itu sendiri dan faktor eksternal atau lingkungan (Widiarsih et al., 2008).

Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Stek 1. Faktor Tanaman

a. Umur Tanaman Induk

Opuni-Frimpong et al. (2008) menyebutkan bahwa umur tanaman induk berpengaruh terhadap pengakaran pada stek. Stek yang berasal dari tanaman muda akan lebih mudah berakar dari pada yang berasal dari tanaman yang berumur lebih tua.

b. Jenis Tanaman

Keberhasilan dengan cara stek bergantung pada kesanggupan suatu jenis tanaman untuk berakar. Ada jenis yang mudah berakar dan ada yang sulit berakar. Jaringan sklerenkim yang rapat merupakan penghalang pemunculan akar, dimana jaringan cincin sklerenkim pada tanaman berkayu jauh lebih banyak dibandingkan tanaman berbatang lunak (Hartmann et al., 1990)

c. Adanya Tunas dan Daun Pada Stek

Menurut Hartmann et al. (1990) adanya tunas dan daun pada stek berperan penting karena merupakan penghasil auksin endogen yang penting bagi perakaran.

(21)

d. Persediaan Bahan Makanan

Persediaan bahan makanan sering dinyatakan dengan perbandingan antara persediaan karbohidrat dan nitrogen (C/N ratio). Bahan stek yang mengandung karbohidrat tinggi dan nitrogen cukup akan membentuk akar dan tunas (Hartmann et al., 1990).

2. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan yang mempengaruhi keberhasilan pertumbuhan stek diantaranya adalah media perakaran, suhu, kelembaban, dan cahaya (Hartmann et al., 1990).

a. Media Perakaran

Media perakaran berfungsi sebagai pendukung stek selama pembentukan akar, memberi kelembaban pada stek, dan memudahkan penetrasi udara pada pangkal stek. Media perakaran yang baik menurut Hartmann et al. (1990) adalah yang dapat memberikan aerasi dan kelembaban yang cukup, berdrainase baik, serta bebas dari patogen yang dapat merusak stek.

b. Suhu dan kelembaban

Suhu berpengaruh terhadap kerja enzim, suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan degradasi pada beberapa enzim. Suhu ideal yang diperlukan untuk pertumbuhan yang paling baik adalah suhu optimum, yang berbeda untuk setiap jenis tumbuhan. Kelembaban tinggi dapat mengurangi transpirasi pada stek Hartmann et al. (1990).

c. Cahaya

Menurut Hartmann et al. (1990) Intensitas cahaya yang terlalu tinggi membahayakan daun pada stek, menghambat perakaran, dan menurunkan pertumbuhan akar. Rochiman dan Harjadi (1973) menambahkan bahwa stek yang diberi naungan akan berakar lebih banyak daripada yang menerima cahaya matahari langsung.

Peranan Zat Pengatur Tumbuh

Zat pengatur tumbuh adalah suatu bahan sintesis atau hormon tumbuh yang mempengaruhi proses fisiologis tanaman. Zat ini mengatur pertumbuhan

(22)

tanaman dengan cara meniru suatu hormon, mempengaruhi sintesis hormon, destruksi, translokasi, atau mungkin memodifikasi aktivitas hormonal (Hartmann et al., 1990).

Terdapat beberapa macam zat pengatur tumbuh diantaranya yaitu auksin, sitokinin, giberelin, dan etilen. Hartmann et al. (1990) menyebutkan zat pengatur tumbuh yang paling berperan pada pengakaran stek adalah auksin. Penggunaan zat pengatur tumbuh auksin bertujuan untuk meningkatkan persentase stek yang membentuk akar, memacu inisiasi akar, meningkatkan jumlah dan kualitas akar yang terbentuk, serta meningkatkan keseragaman dalam perakaran.

Menurut Watimena (1988) aktivitas auksin sintetik dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut diantaranya yaitu kesanggupan senyawa tersebut untuk dapat menembus lapisan kutikula atau epidermis yang berlilin, sifat translokasi di dalam tanaman, pengubahan auksin menjadi senyawa yang tidak aktif di dalam tanaman (destruksi atau pengikatan), interaksi dengan hormon tumbuh lainnya, spesies tanaman, fase pertumbuhan, serta lingkungan (suhu, radiasi, dan kelembaban).

Auksin yang biasa dikenal yaitu indole-3-aceticacid (IAA), indole butyric acid (IBA) dan napthalene acetic acid (NAA). Menurut Kusumo (1984) penggunaan NAA dan IBA lebih baik daripada IAA. Auksin NAA dan IBA memiliki sifat kimia yang lebih stabil dan mobilitasnya di dalam tanaman rendah, sedangkan IAA dapat tersebar ke tunas-tunas dan menghambat pertumbuhan dan perkembangan tunas tersebut. NAA memiliki kisaran konsentrasi yang sempit, sedangkan IBA memiliki kisaran konsentrasi yang lebih fleksibel.

Hartmann et al. (1990) menyatakan bahwa pemberian auksin NAA dan IBA dalam jumlah tertentu pada berbagai spesies tanaman yang berbeda dapat memberikan respon yang bervariasi. Pemberian auksin pada konsentrasi yang tepat dapat memacu perakaran namun pada konsentrasi tinggi dapat bersifat toksik bagi tanaman.

Beberapa hasil penelitian mengenai penggunaan NAA dan IBA pada stek beberapa jenis tanaman jeruk telah dilakukan. Penelitian Ferguson dan Young (1985) menunjukkan bahwa perlakuan zat pengatur tumbuh NAA dan IBA

(23)

Menurut Sabbah et al. (1991) penggunaan zat pengatur tumbuh NAA dan IBA pada stek batang C. sinensis, C. reticulata, dan beberapa jenis jeruk hibrida dapat meningkatkan persentase stek yang berakar serta jumlah dan kualitas akar yang dihasilkan tiap stek, namun terdapat variasi respon perakaran pada tiap jenis klon jeruk. Bhatt dan Tomar (2010) menambahkan penggunaan IBA juga dapat mempengaruhi perakaran stek pada C. auriantifolia Swingle.

Aplikasi Zat Pengatur Tumbuh

Menurut Hartmann et al. (1990) terdapat tiga cara yang sering digunakan dalam aplikasi zat pengatur tumbuh yaitu Concentrated Solution Dip Method (pencelupan cepat), Dilute Solution Soaking Method (perendaman), dan Commercial Powder Preparation (pasta).

Pada metode pencelupan cepat, pangkal batang dicelupkan dalam larutan zat pengatur tumbuh dengan waktu yang cepat, yaitu sekitar lima detik. Konsentrasi yang digunakan pada metode pencelupan cepat berkisar antara 500 ppm hingga 10 000 ppm (Weaver, 1972; Hartmann et al., 1990).

Metode perendaman menggunakan dilakukan dengan merendam pangkal batang dalam larutan zat pengatur tumbuh selama kurang lebih 24 jam sebelum ditanam pada media. Konsentrasi yang digunakan bervariasi mulai dari 20 ppm untuk spesies yang mudah berakar hingga 200 ppm untuk spesies yang sukar berakar (Hartmann et al., 1990).

Pada metode pasta, pangkal batang diberi hormon yang terkandung dalam zat pembawa yang berupa serbuk inert misalnya tanah liat atau tepung. Konsentrasi yang digunakan berkisar 200 ppm hingga 1000 ppm untuk stek berbatang lunak dan untuk stek berkayu menggunakan konsentrasi lima kali lebih tinggi (Weaver, 1972).

(24)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Pembibitan Kebun Percobaan Cikabayan IPB, Bogor. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Mei 2011 hingga bulan Juli 2011.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah cabang jeruk pamelo yang diambil dari tanaman induk jeruk pamelo kultivar Nambangan di Kebun Percobaan Cikabayan IPB, larutan stok auksin NAA dan IBA, fungisida, pupuk daun, dan media tanam berupa arang sekam. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah gunting stek, gelas plastik, hand sprayer, digital thermo-hygrometer, pot plastik, plastik sungkup, plastik mulsa, penggaris, jangka sorong dan alat tulis.

Metode Penelitian

Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Petak Terbagi (Split Plot Design) dua faktor dengan lima ulangan. Faktor pertama sebagai petak utama adalah jenis auksin yaitu NAA dan IBA. Faktor kedua sebagai anak petak adalah konsentrasi auksin yang terdiri dari : K0 (kontrol), K1 (100 ppm), K2 (150 ppm), K3 (200 ppm), dan K4 (250 ppm). Total satuan percobaan adalah 50 satuan percobaan, setiap satuan percobaan terdiri dari 3 stek sehingga total stek yang digunakan sebanyak 150 stek.

Model rancangan percobaan yang digunakan:

Yijk= µ + αi+βj+ δij+ τk+ (ατ)ik+ εijk

Keterangan :

Yijk = Nilai pengamatan dari jenis auksin ke-i, kelompok ke-j, pada konsentrasi

ke-k

μ = Nilai tengah α

(25)

βj = Pengaruh dari kelompok ke-j

δij = Pengaruh galat percobaan jenis auksin ke-i pada kelompok ke-j

τk = Pengaruh dari konsentrasi ke-k;

(ατ)ik = Interaksi antara jenis auksin ke-i dengan konsentrasi ke-k.

εijk = Pengaruh galat percobaan jenis auksin ke-i, kelompok ke-j pada

konsentrasi ke-k

Data dianalisis dengan menggunakan sidik ragam (uji F) pada taraf 5%, dan apabila hasilnya berbeda nyata dilakukan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5% (Gomez dan Gomez, 1995).

Pelaksanaan Penelitian 1. Persiapan alat dan bahan

Kegiatan persiapan meliputi persiapan tempat penyetekan yang terdiri dari pembuatan sungkup dan persiapan media tanam, persiapan larutan zat pengatur tumbuh auksin, dan persiapan bahan stek. Area penyetekan berupa rumah sungkup yang terbuat dari plastik. Penyungkupan dilakukan untuk menjaga agar kelembaban di area penyetekan tetap tinggi. Bahan stek berupa bagian pucuk dari cabang tanaman jeruk pamelo yang berwarna hijau tua. Cabang tanaman dipilih yang memiliki diameter sekitar 0.5 cm dan kemudian dipotong dengan panjang 20 cm untuk bahan stek. Jumlah daun dikurangi menjadi 3 helai pada tiap stek untuk mengurangi transpirasi dan disisakan hanya bagian sayap daun. Bahan stek direndam dalam larutan fungisida Dithane M-45 selama 15 menit dengan konsentrasi 2g/l untuk mencegah dari serangan bakteri dan cendawan.

2. Aplikasi zat pengatur tumbuh

Aplikasi zat pengatur tumbuh dilakukan sebelum stek ditanam pada media, aplikasi ini menggunakan metode perendaman (Dilute Solution Soaking Method). Pangkal stek direndam dalam larutan auksin sedalam 1 inchi selama 24 jam sesuai dengan jenis dan konsentrasi zat pengatur tumbuh yang telah ditentukan (Hartmann et al., 1990).

(26)

Gambar 1. Aplikasi Zat Pengatur Tumbuh dengan Metode Perendaman 3. Penanaman stek pada media

Stek ditanam dalam pot plastik yang berisi media tanam berupa arang sekam. Stek diletakkan dalam rumah sungkup untuk menjaga kelembaban. Stek ditempatkan dibawah naungan paranet 65% untuk mengurangi kontak langsung dengan sinar matahari.

4. Pemeliharaan

Pemeliharaan yang dilakukan adalah kegiatan penyiraman pemupukan, dan pengendalian organisme penggangu tanaman (OPT). Penyiraman dilakukan ketika kelembaban media rendah. Pemupukan dilakukan seminggu sekali menggunakan pupuk daun Growmore dengan kandungan NPK 10-55-10, diaplikasikan pada daun dengan konsentrasi 2 g/l. Pengendalian OPT menggunakan fungisida dithane dengan konsentrasi 2 g/l.

Pengamatan

Pengamatan dilakukan hingga 10 minggu setelah tanam (MST). Peubah yang diamati meliputi :

1. Persentase stek bertunas (%), diamati jumlah stek yang muncul tunas.

Persentase stek bertunas = Jumlah stek bertunas x 100%

Jumlah stek total

2. Jumlah tunas (unit), pengamatan dilakukan terhadap jumlah tunas yang muncul pada tiap stek.

3. Panjang tunas (cm), diukur dari pangkal hingga ujung tunas.

(27)

5. Jumlah daun (helai), pengamatan dilakukan pada jumlah daun yang telah terbentuk sempurna.

6. Persentase stek berkalus (%), pengamatan dilakukan pada stek yang tumbuh kalus. Pengamatan dilakukan pada akhir penelitian berlangsung yaitu pada 10 MST.

𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑠𝑠 𝑏𝑏𝑃𝑃𝑃𝑃𝑠𝑠𝑃𝑃𝑏𝑏𝑏𝑏𝑃𝑃 = 𝐽𝐽𝑏𝑏𝐽𝐽𝑏𝑏𝑃𝑃ℎ 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑠𝑠 𝑏𝑏𝑃𝑃𝑃𝑃𝑠𝑠𝑃𝑃𝑏𝑏𝑏𝑏𝑃𝑃𝐽𝐽𝑏𝑏𝐽𝐽𝑏𝑏𝑃𝑃ℎ 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑠𝑠 𝑃𝑃𝑡𝑡𝑃𝑃𝑃𝑃𝑏𝑏 x 100%

7. Persentase stek berakar (%), pengamatan stek berakar dilakukan pada stek yang masih segar dan telah tumbuh akar. Pengamatan dilakukan pada akhir penelitian berlangsung yaitu pada 10 MST.

𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑠𝑠 𝑏𝑏𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑠𝑠𝑃𝑃𝑃𝑃 = 𝐽𝐽𝑏𝑏𝐽𝐽𝑏𝑏𝑃𝑃ℎ 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑠𝑠 𝑏𝑏𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑠𝑠𝑃𝑃𝑃𝑃

𝐽𝐽𝑏𝑏𝐽𝐽𝑏𝑏𝑃𝑃ℎ 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑠𝑠 𝑃𝑃𝑡𝑡𝑃𝑃𝑃𝑃𝑏𝑏 x 100%

8. Jumlah akar (unit), diamati setiap stek terhadap jumlah akar primer. Pengamatan dilakukan pada akhir penelitian berlangsung yaitu pada 10 MST. 9. Panjang akar (cm), diamati panjang akar setiap stek yang dihitung mulai

pangkal hingga ujung akar terpanjang. Pengamatan dilakukan pada akhir penelitian berlangsung yaitu pada 10 MST.

10. Diameter akar (cm), pengamatan diameter akar dilakukan pada pangkal akar. Pengamatan dilakukan pada akhir penelitian berlangsung yaitu pada 10 MST. 11. Persentase stek berakar-bertunas (%), diamati jumlah stek yang muncul akar

dan tunas. Pengamatan dilakukan pada akhir penelitian berlangsung yaitu pada 10 MST.

(28)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Penelitian berlangsung dari bulan Mei 2011 sampai bulan Juli 2011 di lahan Pembibitan Kebun Percobaan Cikabayan, IPB Darmaga. Penelitian diawali dengan pemilihan pohon induk jeruk pamelo yang sehat yang telah memasuki fase dewasa. Bahan stek diambil dari bagian pucuk pada cabang tanaman. Pada penelitian ini perbanyakan stek menggunakan teknologi sedehana non mist propagation system. Stek ditanam dalam media tanam berupa arang sekam dan diletakkan dalam rumah sungkup yang terbuat dari plastik bening untuk menjaga kelembaban. Areal penyetekan terletak di bawah naungan paranet dengan persentase naungan sebesar 65%.

Suhu rata-rata harian di dalam sungkup berkisar 26.4 – 31.9oC dengan rata-rata kelembaban relatif harian berkisar 78 – 89%. Kondisi ini memungkinkan stek untuk membentuk perakaran.

Pada minggu-minggu awal penyetekan, sebagian daun yang disisakan pada stek mengalami kelayuan dan kemudian gugur. Daun yang gugur kemudian digantikan oleh tunas baru yang muncul dari mata tunas pada ketiak daun, beberapa stek mulai tumbuh tunas pada 3 MST.

Serangan penyakit yang terjadi selama penelitian adalah serangan cendawan. Serangan cendawan dikendalikan dengan penyemprotan fungisida dithane dengan konsentrasi 2 g/l.

Gambar 2. (a) Area Pemeliharaan Stek, (b) Gejala Serangan Cendawan pada Stek

(29)

Hasil Analisis Ragam

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan jenis auksin berpengaruh nyata pada peubah persentase stek berakar, namun tidak berpengaruh pada persentase stek berkalus, persentase stek bertunas, persentase stek berakar-bertunas, jumlah akar, panjang akar, diameter akar, jumlah tunas, panjang tunas, diameter akar, dan jumlah daun baru (Tabel 1).

Perlakuan konsentrasi berpengaruh nyata pada persentase stek berkalus, persentase stek berakar, persentase stek bertunas, persentase stek berakar-bertunas, panjang akar, diameter akar, panjang tunas, dan diameter tunas, namun tidak berpengaruh pada peubah jumlah akar, jumlah tunas, dan jumlah daun yang terbentuk (Tabel 1).

Tabel 1. Rekapitulasi Sidik Ragam terhadap Peubah yang Diamati pada 10 MST Peubah Perlakuan Jenis Auksin (J) Konsentrasi (K) Interaksi (J*K)

Persentase Stek Berkalus tn * tn

Persentase Stek Berakar * * tn

Persentase Stek Bertunas tn * tn

Persentase Stek Berakar-bertunas tn * tn Jumlah Akar tn tn tn Panjang Akar tn * tn Diameter Akar tn * tn Jumlah Tunas tn tn tn Panjang Tunas tn * tn Diameter Tunas tn * tn

Jumlah Daun Baru tn tn tn

Keterangan: * : berpengaruh nyata pada taraf 5% tn : tidak berbeda nyata

(30)

Pembentukan Kalus

Kalus merupakan jaringan yang terbentuk sebelum tumbuhnya akar pada stek. Kalus terbentuk pada bagian dasar stek ketika ditempatkan dalam kondisi lingkungan yang mendukung. Kalus adalah massa yang tidak teratur dari sel-sel parenkim pada berbagai tahap lignifikasi. Pertumbuhan kalus adalah proliferasi dari sel-sel muda di dasar stek di wilayah kambium vaskular (Hartmann et al., 1990).

Gambar 3. Pembentukan Kalus pada Pangkal Stek Jeruk Pamelo Persentase Stek Berkalus

Perlakuan jenis auksin tidak berpengaruh pada peubah persentase stek berkalus pada 10 MST (Tabel 1). Jenis auksin NAA dan IBA memiliki kemampuan yang tidak berbeda dalam mempengaruhi pembentukan kalus pada stek jeruk pamelo (Tabel 2).

Tabel 2. Pengaruh Jenis Auksin dan Konsentrasi Auksin terhadap Persentase Stek Berkalus pada 10 MST

Perlakuan Persentase stek berkalus (%) Jenis Auksin NAA 20.00 IBA 32.00 Konsentrasi Auksin (ppm) 0 13.33 b 100 13.33 b 150 23.33 ab 200 43.33 a 250 36.67 ab Interaksi tn

(31)

Perlakuan konsentrasi auksin berpengaruh terhadap persentase stek berkalus pada 10 MST (Tabel 1). Tabel 2 menunjukkan pemberian auksin dengan konsentrasi 200 ppm menghasilkan persentase stek berkalus yang lebih besar dibandingkan konsentrasi 0 ppm (kontrol) dan 100 ppm, namun tidak berbeda dengan konsentrasi 150 ppm dan 250 ppm. Rataan persentase stek berkalus tertinggi diperoleh pada konsentrasi 200 ppm sebesar 43.33%. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Febriana (2009) yang menunjukkan bahwa pemberian konsentrasi auksin berpengaruh terhadap persentase stek berkalus pada stek apokad. Stek yang diberi auksin dengan konsentrasi 200 ppm menghasilkan persentase stek berkalus yang lebih besar dibandingkan dengan kontrol.

Menurut Hartmann et al. (1990) pada stek sering terjadi akar pertama muncul melalui kalus, sehingga mengarah kepada asumsi bahwa pembentukan kalus sangat penting untuk pengakaran. Namun pada kebanyakan jenis tanaman, pembentukan kalus dan pembentukan akar tidak bergantung satu sama lain.

Pembentukan Akar

Terbentuknya akar pada stek merupakan penentu keberhasilan stek batang. Akar merupakan organ tanaman yang penting karena memiliki fungsi yang cukup banyak, diantaranya sebagai penyangga batang dan penyerap unsur hara, mineral, dan air dari dalam tanah (Ashari, 1995). Akar yang terbentuk pada stek merupakan akar adventif (Hartmann et al., 1990).

Gambar 4. Akar Adventif yang Terbentuk pada Stek Jeruk Pamelo Persentase stek berakar

Perlakuan jenis auksin berpengaruh terhadap peubah persentase stek berakar pada 10 MST (Tabel 1). Tabel 3 menunjukkan pemberian jenis auksin

(32)

IBA menghasilkan persentase stek berakar yang lebih besar dibandingkan jenis auksin NAA. Menurut Hartmann et al. (1990) IBA merupakan jenis auksin terbaik yang umum digunakan, karena tidak bersifat toksik bagi tanaman pada selang konsentrasi yang luas dan efektif untuk memacu perakaran pada sebagian besar tanaman. Selanjutnya Salisbury dan Ross (1995) menyatakan bahwa IBA lebih baik dalam memacu perakaran dibandingkan dengan auksin lainnya, konsentrasi IBA dapat bertahan pada tingkat yang tepat khususnya pada tahap pembentukan akar selanjutnya.

Tabel 3. Pengaruh Jenis Auksin dan Konsentrasi Auksin terhadap Persentase Stek Berakar pada 10 MST

Perlakuan Persentase stek berakar (%) Jenis Auksin NAA 14.67 b IBA 26.67 a Konsentrasi Auksin (ppm) 0 6.67 b 100 13.33 b 150 20.00 ab 200 36.67 a 250 26.67 ab Interaksi tn

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.

Perlakuan konsentrasi auksin berpengaruh terhadap persentase stek berakar pada umur 10 MST (Tabel 1). Tabel 3 menunjukkan pemberian auksin dengan konsentrasi 200 ppm menghasilkan persentase stek berakar yang lebih besar dibandingkan konsentrasi 0 ppm (kontrol) dan 100 ppm, namun tidak berbeda dengan konsentrasi 150 ppm dan 250 ppm. Konsentrasi 200 ppm menghasilkan persentase stek berakar yang tertinggi sebesar 36.67%. Pemberian auksin dengan konsentrasi 100 ppm hingga 200 ppm menunjukkan adanya peningkatan persentase stek berakar, namun pada konsentrasi 250 ppm persentase stek berakar cenderung sedikit menurun.

(33)

dalam memacu perakaran. Selanjutnya Hartmann et al. (1990) menyatakan bahwa pemberian auksin NAA dan IBA dalam jumlah tertentu pada berbagai spesies tanaman yang berbeda dapat memberikan respon yang bervariasi. Pemberian auksin pada konsentrasi yang tepat dapat memacu perakaran namun pada konsentrasi tinggi dapat bersifat toksik bagi tanaman. Stek jeruk pamelo yang berhasil membentuk akar dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Perakaran Stek Jeruk Pamelo pada Umur 10 MST

Hasil penelitian de Andres et al. (2004) pada tanaman Colutea Istria dan penelitian Husen dan Pal (2007) pada tanaman Tectona grandis menunjukkan bahwa pemberian auksin eksogen memberikan pengaruh yang signifikan terhadap persentase stek berakar. Stek yang diberi auksin menghasilkan persentase berakar yang lebih tinggi dibandingkan kontrol. Penelitian Raju and Prasad (2010) mengenai penggunaan jenis dan konsentrasi hormon auksin pada tanaman Celasturs paniculatus menunjukkan bahwa persentase stek berakar tergantung pada jenis dan konsentrasi hormon yang digunakan. Konsentrasi hormon adalah faktor yang signifikan dalam induksi perakaran.

Auksin mempunyai peran penting dalam perkembangan akar adventif, meningkatkan persentase perakaran, meningkatkan kualitas akar dan keseragaman dalam perakaran dari stek (Husen dan Pal, 2007; Opuni-Frimpong et al., 2008). Pemberian auksin eksogen dapat menyebabkan adanya perubahan pada aktivitas enzim dan kandungan kofaktor yang memungkinkan terbentuknya keseimbangan hormonal serta inisiasi primordia akar dan perkembangan akar (Husen, 2008).

(34)

Jumlah akar, panjang akar, dan diameter akar

Perlakuan jenis auksin tidak berpengaruh terhadap jumlah akar, panjang akar, dan diameter akar pada 10 MST (Tabel 1). Jenis auksin NAA memiliki kemampuan yang tidak berbeda dengan IBA dalam memacu pertumbuhan akar pada stek jeruk pamelo (Tabel 4).

Tabel 4. Pengaruh Jenis Auksin dan Konsentrasi Auksin terhadap Pertumbuhan Akar pada 10 MST Perlakuan Jumlah Akar Panjang Akar (cm) Diameter Akar (cm) Jenis Auksin NAA 0.47 0.60 0.02 IBA 0.95 1.04 0.04 Konsentrasi (ppm) 0 0.17 0.21 c 0.01 c 100 0.70 0.40 bc 0.02 bc 150 0.70 0.62 abc 0.03 abc 200 1.07 1.47 a 0.06 a 250 0.90 1.41 ab 0.04 ab Interaksi tn tn tn

Keterangan: Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.

Perlakuan konsentrasi auksin tidak memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah akar yang terbentuk pada 10 MST (Tabel 1). Namun dapat dilihat bahwa stek yang diberi auksin menghasilkan nilai rataan jumlah akar yang lebih besar dibandingkan kontrol (0 ppm), meskipun secara statistik tidak berbeda nyata (Tabel 4). Hasil penelitian Amri et al. (2010) pada stek Dalbergia melanoxylon menunjukkan bahwa stek yang diberi auksin menghasilkan akar yang lebih banyak dibandingkan dengan kontrol.

Perlakuan konsentrasi auksin berpengaruh terhadap panjang akar dan diameter akar pada stek jeruk pamelo pada umur 10 MST (Tabel 1). Tabel 4 menunjukkan pemberian auksin dengan konsentrasi 200 ppm menghasilkan panjang akar dan diameter akar yang lebih besar dibandingkan konsentrasi 0 ppm (kontrol) dan 100 ppm, namun tidak berbeda dengan konsentrasi 150 ppm dan 250 ppm. Pemberian auksin eksogen menghasilkan pertumbuhan akar yang lebih

(35)

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Husen dan Pal (2007) pada stek Tectona grandis dan penelitian Husen (2008) pada stek Dalbergia sissoo yang menunjukkan bahwa pemberian auksin eksogen memberikan pengaruh yang signifikan terhadap panjang akar stek. Stek yang diberi auksin menghasilkan akar yang lebih panjang dibandingkan kontrol.

Pembentukan Tunas dan Daun

Pembentukan tunas sangat penting sebagai tahap awal primordia daun. Daun merupakan organ tanaman yang memiliki jumlah klorofil terbesar yang berfungsi sebagai tempat terjadinya proses fotosintesis yang menghasilkan sumber energi bagi tanaman (Ashari, 1995).

Gambar 6. Tunas dan Daun pada Stek Jeruk Pamelo Persentase stek bertunas

Perlakuan jenis auksin tidak berpengaruh terhadap persentase stek bertunas pada 10 MST (Tabel 1). Jenis auksin NAA memiliki kemampuan yang tidak berbeda dengan IBA dalam mempengaruhi pembentukan tunas pada stek jeruk pamelo (Tabel 5).

Perlakuan konsentrasi auksin berpengaruh terhadap persentase stek bertunas pada 10 MST (Tabel 1). Tabel 5 menunjukkan pemberian auksin dengan konsentrasi 200 ppm menghasilkan persentase stek bertunas yang lebih besar dibandingkan konsentrasi 0 ppm (kontrol), 100 ppm, 150 ppm, dan 250 ppm. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Febriana (2009) pada stek

(36)

apokad yang menunjukkan bahwa konsentrasi auksin berpengaruh terhadap persentase bertunas pada 10 MST. Pemberian auksin 200 ppm pada stek apokad menghasilkan persentase stek bertunas yang lebih besar dibandingkan perlakuan lainnya.

Tabel 5. Pengaruh Jenis Auksin dan Konsentrasi Auksin terhadap Persentase Stek Bertunas pada 10 MST

Perlakuan Persentase stek bertunas (%) Jenis Auksin NAA 13.33 IBA 9.33 Konsentrasi Auksin (ppm) 0 6.67 b 100 10.00 b 150 10.00 b 200 26.67 a 250 3.33 b Interaksi tn

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.

Tabel 5 menunjukkan rataan persentase stek bertunas yang tertinggi terdapat pada penggunaan konsentrasi 200 ppm sebesar 26.67%. Persentase stek bertunas secara umum mengalami peningkatan pada penggunaan auksin dengan konsentrasi 100 ppm hingga 200 ppm namun pada penggunaan konsentrasi 250 ppm persentase stek bertunas cenderung menurun. Rataan stek bertunas pada konsentrasi 250 ppm lebih rendah daripada konsentrasi 0 ppm (kontrol), meskipun secara statistik tidak berbeda nyata. Menurut Hartmann et al. (1990) aplikasi auksin buatan pada stek batang menggunakan konsentrasi tinggi dapat menghambat perkembangan tunas, bahkan terkadang tidak terjadi pembentukan tunas meskipun pembentukan akar telah cukup.

Panjang dan diameter tunas

Perlakuan jenis auksin tidak berpengaruh pada peubah panjang dan diameter tunas pada 10 MST (Tabel 1). Jenis auksin NAA memiliki kemampuan yang tidak berbeda dengan IBA dalam mempengaruhi pertumbuhan tunas pada

(37)

Tabel 6. Pengaruh Jenis Auksin dan Konsentrasi Auksin terhadap Panjang dan Diameter Tunas pada 10 MST

Perlakuan Panjang Tunas (cm) Diameter Tunas (cm) Jenis Auksin NAA 0.11 0.02 IBA 0.14 0.02 Konsentrasi (ppm) 0 0.03 b 0.01 b 100 0.12 ab 0.02 b 150 0.15 ab 0.02 b 200 0.32 a 0.05 a 250 0.01 b 0.01 b Interaksi tn tn

Keterangan: Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.

Perlakuan konsentrasi auksin berpengaruh terhadap panjang dan diameter tunas pada 10 MST (Tabel 1). Tunas yang mempunyai panjang dan diameter lebih besar diduga memiliki potensi lebih besar untuk berkembang menjadi cabang dan daun baru. Tabel 6 menunjukkan pemberian auksin dengan konsentrasi 200 ppm menghasilkan panjang tunas yang lebih tinggi dibandingkan konsentrasi 0 ppm (kontrol) dan 250 ppm, namun tidak berbeda dengan konsentrasi 100 ppm dan 150 ppm. Pemberian auksin dengan konsentrasi 200 ppm menghasilkan diameter tunas yang lebih besar dibandingkan konsentrasi 0 ppm (kontrol), 100 ppm, 150 ppm, dan 250 ppm.

Hasil penelitian Khan et al. (2006) pada tanaman Rosa damascene dan penelitian Husen dan Pal (2007) pada tanaman Tectona grandis menunjukkan bahwa pemberian auksin eksogen berpengaruh pada panjang tunas yang terbentuk pada stek.

Jumlah tunas dan daun baru yang terbentuk

Perlakuan jenis auksin dan konsentrasi auksin tidak berpengaruh terhadap jumlah tunas pada 10 MST (Tabel 1). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Febriana (2009) pada stek apokad yang menunjukkan bahwa pemberian konsentrasi auksin hingga 200 ppm tidak berpengaruh terhadap jumlah tunas yang terbentuk pada stek.

(38)

Tabel 7. Pengaruh Jenis Auksin dan Konsentrasi Auksin terhadap Jumlah Daun yang Terbentuk pada 10 MST

Perlakuan Jumlah Tunas Jumlah daun (helai) Jenis Auksin NAA 0.21 0.08 IBA 0.20 0.16 Konsentrasi Auksin (ppm) 0 0.17 0.00 100 0.17 0.16 150 0.10 0.10 200 0.53 0.33 250 0.07 0.00 Interaksi tn tn

Perlakuan jenis auksin dan konsentrasi auksin juga tidak berpengaruh terhadap jumlah daun yang terbentuk pada 10 MST (Tabel 1). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Irwanto (2001) yang menunjukkan bahwa pemberian auksin eksogen tidak memberikan pengaruh pada jumlah daun yang terbentuk pada stek pucuk Shorea montigena.

Banyaknya jumlah daun yang terbentuk tergantung pada banyaknya jumlah tunas yang terbentuk, dimana jumlah tunas yang banyak akan menghasilkan jumlah daun yang banyak. Tabel 7 menunjukkan pemberian auksin dengan konsentrasi 200 ppm menghasilkan rataan jumlah tunas dan jumlah daun yang lebih besar dibandingkan konsentrasi lainnya, meskipun secara statistik tidak berbeda nyata.

Keberhasilan Stek

Keberhasilan perbanyakan dengan cara stek ditandai oleh terjadinya regenerasi akar dan pucuk pada bahan stek sehingga menjadi tanaman baru yang memiliki sifat yang sama dengan induknya (Widiarsih et al., 2008). Pembentukan akar dan tunas pada stek penting bagi stek untuk tumbuh dan berkembang menjadi tanaman sempurna.

(39)

Persentase stek berakar-bertunas

Perlakuan jenis auksin tidak berpengaruh terhadap persentase stek berakar-bertunas pada 10 MST (Tabel 1). Tabel 8 menunjukkan bahwa jenis auksin NAA memiliki kemampuan yang tidak berbeda dengan IBA dalam mempengaruhi persentase stek berakar-bertunas pada stek jeruk pamelo. Pemilihan jenis auksin selain harus mempertimbangkan tingkat keefektifan terhadap keberhasilan stek juga perlu mempertimbangkan faktor ekonomis karena harga auksin NAA dan IBA memiliki perbedaan yang besar.

Tabel 8. Pengaruh Jenis Auksin dan Konsentrasi Auksin terhadap Persentase Stek Berakar-bertunas pada 10 MST

Perlakuan Persentase stek berakar-bertunas (%) Jenis Auksin NAA 8.00 IBA 10.67 Konsentrasi (ppm) 0 3.33 b 100 6.67 b 150 6.67 b 200 26.67 a 250 3.33 b Interaksi tn

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.

Perlakuan konsentrasi auksin berpengaruh terhadap persentase stek berakar-bertunas pada 10 MST (Tabel 1). Tabel 8 menunjukkan pemberian auksin dengan konsentrasi 200 ppm menghasilkan persentase stek berakar-bertunas yang lebih besar dibandingkan konsentrasi 0 ppm (kontrol), 100 ppm, 150 ppm, dan 250 ppm. Persentase stek berakar-bertunas yang tertinggi didapat pada pemberian konsentrasi auksin 200 ppm sebesar 26.67%. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa untuk pembentukan akar dan tunas pada stek jeruk pamelo, pemberian konsentrasi auksin 200 ppm dengan metode perendaman merupakan konsentrasi yang terbaik diantara konsentrasi yang dicobakan.

Stek yang berhasil membentuk akar dan tunas memiliki peluang hidup yang lebih besar. Tunas pada stek dapat berkembang menjadi daun yang memiliki

(40)

fungsi penting bagi stek. Keberadaan akar dan daun pada stek memiliki peranan penting untuk stek bertahan hidup, terutama dalam hal penyediaan makanan.

Persentase keberhasilan stek pada penelitian ini masih tergolong rendah. Persentase keberhasilan stek tertinggi hanya sebesar 26.67%. Rendahnya persentase keberhasilan ini berkaitan dengan rendahnya daya hidup stek.

Jumlah stek yang dapat bertahan hidup hingga 10 MST hanya sebesar 50% dari total stek yang ditanam.

Tingginya tingkat kematian stek diduga berkaitan dengan faktor bahan stek yang digunakan. Beberapa bahan stek yang digunakan kemungkinan membawa spora cendawan yang berasal dari tanaman induk jeruk pamelo sehingga pada saat penyetekan muncul serangan cendawan yang kemudian menyebabkan kematian jaringan pada beberapa stek. Kematian stek juga diduga akibat kegagalan stek dalam membentuk akar sehingga stek tidak dapat bertahan hidup.

Pemilihan tanaman induk yang sehat dapat mengurangi terjadinya serangan penyakit pada saat penyetekan sehingga dapat meningkatkan persentase keberhasilan stek. Pemilihan umur bahan stek yang tepat juga dapat meningkatkan persentase keberhasilan stek. Bahan stek yang memiliki cadangan karbohidrat yang cukup akan lebih mudah dalam berakar dan bertunas karena cadangan karbohidrat tersebut diperlukan sebagai sumber energi dalam pembentukan akar

(41)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Perbanyakan tanaman jeruk pamelo (C. grandis (L.) Osbeck) secara vegetatif dapat dilakukan dengan stek. Jenis auksin berpengaruh pada persentase stek berakar. Jenis auksin IBA menghasilkan persentase stek berakar yang lebih besar dibandingkan auksin NAA. Perbedaan jenis auksin tidak berpengaruh pada persentase stek berkalus, persentase stek bertunas, persentase stek berakar-bertunas, jumlah akar dan tunas, panjang akar dan tunas, diameter akar dan tunas, serta jumlah daun baru yang terbentuk. Pemilihan jenis auksin selain mempertimbangkan tingkat keefektifan juga harus mempertimbangkan dari segi ekonomis yaitu harga auksin tersebut.

Perlakuan konsentrasi berpengaruh terhadap persentase stek berkalus, persentase stek berakar, persentase stek bertunas, persentase stek berakar-bertunas, panjang dan diameter akar, serta panjang dan diameter tunas, namun tidak berpengaruh pada peubah jumlah akar, jumlah tunas, dan jumlah daun baru yang terbentuk. Pemberian auksin dengan konsentrasi auksin 200 ppm menggunakan metode perendaman merupakan konsentrasi yang terbaik diantara konsentrasi yang dicobakan pada penelitian ini.

Keberhasilan stek ditandai dengan terbentuknya akar dan tunas pada bahan stek. Persentase keberhasilan stek tertinggi yang didapat pada penelitian ini sebesar 26.67%.

Saran

Perbanyakan tanaman jeruk pamelo dapat dilakukan dengan cara stek dan disarankan menggunakan zat pengatur tumbuh auksin dengan konsentrasi 200 ppm menggunakan metode perendaman. Faktor bahan stek dan kesehatan tanaman induk perlu diperhatikan untuk meningkatkan persentase keberhasilan penyetekan.

(42)

DAFTAR PUSTAKA

Amri, E., H.V.M. Lyaruu, A.S. Nyomora, and Z. L. Kanyeka. 2010. Vegetative propagation of African Blackwood (Dalbergia melanoxylon Guill. & Perr.): effects of age of donor plant, IBA treatment and cutting position on rooting ability of stem cuttings. New Forests 39: 183–194. Ashari, S. 1995. Hortikultura, Aspek Budidaya. Penerbit Universitas Indonesia.

Jakarta. 485 hal.

Bhatt, B.B., and Y.K. Tomar. 2010. Effects of IBA on rooting performance of Citrus auriantifolia Swingle (Kagzi-lime) in different growing conditions. Nature and science 8(7): 8-11.

de Andres, E.F., F.J. Sánchez, G. Catalán, J.L. Tenorio, and L. Ayerbel. 2004. Vegetative propagation of Colutea istria Mill. from leafy stem cuttings. Agroforestry Systems63: 7–14.

Direktorat Perbenihan. 2001. Buku Deskripsi Varietas Tanaman Hortikultura, Seri Tanaman Buah-Buahan. Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura. Jakarta.

Febriana, S. 2009. Pengaruh Konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh dan Panjang Stek terhadap Pembentukan Akar dan Tunas pada Stek Apokad. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Ferguson, J., and M. Young. 1985. The propagation of citrus rootstocks by stem cuttings. Florida State Horticultural Society. Florida. 39-42.

Gomez, KA., dan A.A. Gomez. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian (diterjemahkan dari Statistical Prosedures for Agricultural Research, penerjemah : E. Sjamsudin dan J.S. Baharsjah). Universitas Indonesia Press. Jakarta. 698 hal.

Hartmann, H.T., D.E. Kester, and F.T. Davies. 1990. Plant Propagation Principles and Practices. 5th ed. Prentice Hall, New Jersey.

Hartmann, H.T., W.J. Flocker, and A.M. Kofranek. 1981. Plant Science. Prentice Hall, New Jersey. 633 hal.

Husen, A., and M. Pal. 2007. Effect of branch position and auxin treatment on clonal propagation of Tectona grandis Linn. New Forests 34: 223– 233.

(43)

Husen, A. 2008. Clonal propagation of Dalbergia sissoo Roxb. And associated metabolic changes during adventitious root primordium development. New Forests 36:13–27.

Irwanto. 2001. Pengaruh Hormon IBA (Indole Butyric Acid) terhadap Persen Jadi Stek Pucuk Meranti Putih (Shorea Montigena). Skripsi. Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian Universitas Pattimura. Ambon.

Khan, M.S., R.U. Khan, and K. Waseem. 2006. Effect of some auxins on growth of damask rose cuttings in different growing media. Journal of Agriculture & Social Sciences: 1813–2235.

Kusumo, S. 1984. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. CV Yasaguna. Jakarta. 75 hal. Opuni-Frimpong, E., D. F. Karnosky, A.J. Storer, and J.R. Cobbinah. 2008. Key

roles of leaves, stockplant age, and auxin concentration in vegetative propagation of two African mahoganies: Khaya anthotheca Welw. and Khaya ivorensis A. Chev. New Forests 36:115–123.

Raju, N.L., and M.N.V. Prasad. 2010. Influence of growth hormones on adventitious root formation in semi-hardwood cuttings of Celasturs paniculatus Willd.: a contribution for rapid multiplication and conservation management. Agroforest Syst. 79:249–252.

Rukmana, R. 2009. Jeruk Besar : Potensi dan Prospeknya. Kanisius. Yogyakarta. 57 hal.

Sabbah, S.M, J.W. Grosser, J.L. Chandler, and E.S. Louzada. 1991. The effect of growth regulators on rooting of stem cuttings of citrus, related genera, and intergenetic somatic hybrids. Florida State Horticultural Society. Florida. 188-191.

Salisbury, F.B., and C.W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3 (diterjemahkan dari : Plant Physiology 4th edition, penerjemah : D.R Lukman dan Sumaryono). ITB Bandung. Bandung. 342 hal.

Saptarini, N., E. Widayati, dan L. Sari. 1993. Membuat Tanaman Cepat Berbuah. Penebar Swadaya, Jakarta. 66 hal.

Setiawan, A.I. 1993. Usaha Pembudidayaan Jeruk Besar. Penebar Swadaya. Jakarta. 102 hal.

Watimena, G.A. 1988. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 145 hal.

Widiarsih, S., Minarsih, B. Wirawan, dan W.B. Suwarno. 2008. Perbanyakan Tanaman Secara Vegetatif. 2011].

(44)

Weaver, R.J. 1972. Plant Growth Substance in Agriculture. W.H. Freeman Co. San Fransisco.

Wudianto, R. 2002. Membuat Setek, Cangkok, dan Okulasi. Penebar Swadaya, Jakarta. 150 hal.

(45)
(46)

Lampiran 1. Hasil Uji-F Persentase Stek Berkalus 10 MST SK DB JK KT F Hitung Pr>F Ulangan 4 3851.06 962.76 2.20 0.0928 tn Jenis Auksin (J) 1 1503.71 1503.71 3.43 0.0733 tn Ulangan*J 4 717.00 179.25 0.41 0.8010 tn Konsentrasi (K) 4 5616.86 1404.21 3.20 0.0255 * J*K 4 152.89 38.22 0.09 0.9858 tn Error 32 14034.17 438.57 Total 49 25875.69 Keterangan :

data ditransformasi dengan arcsin√% * : berbeda nyata pada taraf 5% tn : tidak berbeda nyata

Lampiran 2. Hasil Uji-F Persentase Stek Berakar 10 MST

SK DB JK KT F Hitung Pr>F Ulangan 4 2969.75 742.44 2.17 0.0944 tn Jenis Auksin (J) 1 1660.95 1660.95 4.86 0.0347 * Ulangan*J 4 1008.22 252.06 0.74 0.5729 tn Konsentrasi (K) 4 4134.31 1033.58 3.03 0.0318 * J*K 4 447.44 111.86 0.33 0.8574 tn Error 32 10927.28 341.48 Total 49 21147.95 Keterangan :

data ditransformasi dengan arcsin√% * : berbeda nyata pada taraf 5% tn : tidak berbeda nyata

Lampiran 3. Hasil Uji-F Jumlah Akar 10 MST

SK DB JK KT F Hitung Pr>F Ulangan 4 0.439 0.110 1.06 0.3906 tn Jenis Auksin (J) 1 0.372 0.372 3.61 0.0666 tn Ulangan*J 4 0.376 0.094 0.91 0.4696 tn Konsentrasi (K) 4 0.629 0.157 1.52 0.2185 tn J*K 4 0.062 0.015 0.15 0.9618 tn Error 32 3.301 0.103 Total 49 5.178 Keterangan :

data ditransformasi dengan √x + 1 tn : tidak berbeda nyata

(47)

Lampiran 4. Hasil Uji-F Panjang Akar 10 MST SK DB JK KT F Hitung Pr>F Ulangan 4 0.720 0.180 1.50 0.2264 tn Jenis Auksin (J) 1 0.292 0.292 2.42 0.1293 tn Ulangan*J 4 0.718 0.179 1.49 0.2278 tn Konsentrasi (K) 4 0.506 0.376 3.13 0.0279* J*K 4 0.510 0.128 1.06 0.3919 tn Error 32 3.848 0.120 Total 49 7.594 Keterangan :

data ditransformasi dengan √x + 1 * : berbeda nyata pada taraf 5% tn : tidak berbeda nyata

Lampiran 5. Hasil Uji-F Diameter Akar 10 MST

SK DB JK KT F Hitung Pr>F Ulangan 4 0.0048 0.0012 2.31 0.0794 tn Jenis Auksin (J) 1 0.0017 0.0017 3.22 0.0824 tn Ulangan*J 4 0.0014 0.0004 0.67 0.8177 tn Konsentrasi (K) 4 0.0074 0.0018 3.51 0.0175 * J*K 4 0.0008 0.0002 0.39 0.8117 tn Error 32 0.0168 0.0005 Total 49 0.0330 Keterangan :

data ditransformasi dengan √x + 0.5 * : berbeda nyata pada taraf 5% tn : tidak berbeda nyata

Lampiran 6. Hasil Uji-F Persentase Stek Bertunas 10 MST

SK DB JK KT F Hitung Pr>F Ulangan 4 984.85 246.21 0.97 0.4381 tn Jenis Auksin (J) 1 202.97 202.97 0.80 0.3782 tn Ulangan*J 4 1827.28 456.82 1.80 0.1536 tn Konsentrasi (K) 4 2920.27 730.07 2.87 0.0386 * J*K 4 342.91 730.07 0.34 0.8507 tn Error 32 8132.01 254.13 Total 49 14410.28 Keterangan :

data ditransformasi dengan arcsin√% * : berbeda nyata pada taraf 5% tn : tidak berbeda nyata

(48)

Lampiran 7. Hasil Uji-F Jumlah Tunas 10 MST SK DB JK KT F Hitung Pr>F Ulangan 4 0.230 0.058 1.52 0.2203 tn Jenis Auksin (J) 1 0.000 0.000 0.00 0.9819 tn Ulangan*J 4 0.185 0.046 1.22 0.3209 tn Konsentrasi (K) 4 0.351 0.087 2.32 0.0783 tn J*K 4 0.040 0.010 0.26 0.8994 tn Error 32 1.211 0.047 Total 49 2.016 Keterangan :

data ditransformasi dengan √x + 0.5 tn : tidak berbeda nyata

Lampiran 8. Hasil Uji-F Panjang Tunas 10 MST

SK DB JK KT F Hitung Pr>F Ulangan 4 0.129 0.032 1.82 0.1500 tn Jenis Auksin (J) 1 0.002 0.002 0.09 0.7635 tn Ulangan*J 4 0.060 0.015 0.85 0.5056 tn Konsentrasi (K) 4 0.207 0.052 2.93 0.0361 * J*K 4 0.033 0.008 0.46 0.7656 tn Error 32 0.567 0.017 Total 49 0.998 Keterangan :

data ditransformasi dengan √x + 0.5 * : berbeda nyata pada taraf 5% tn : tidak berbeda nyata

Lampiran 9. Hasil Uji-F Diameter Tunas 10 MST

SK DB JK KT F Hitung Pr>F Ulangan 4 0.0019 0.0005 1.11 0.3674 tn Jenis Auksin (J) 1 0.0003 0.0003 0.78 0.3838 tn Ulangan*J 4 0.0025 0.0006 1.42 0.2503 tn Konsentrasi (K) 4 0.0054 0.0013 3.08 0.0299 * J*K 4 0.0005 0.0001 0.30 0.8788 tn Error 32 0.0140 0.0004 Total 49 0.0246 Keterangan :

data ditransformasi dengan √x + 0.5 * : berbeda nyata pada taraf 5% tn : tidak berbeda nyata

(49)

Lampiran 10. Hasil Uji-F Jumlah Daun Baru pada 10 MST SK DB JK KT F Hitung Pr>F Ulangan 4 0.14 0.04 1.51 0.2230 tn Jenis Auksin (J) 1 0.02 0.02 0.78 0.3851 tn Ulangan*J 4 0.04 0.01 0.41 0.8004 tn Konsentrasi (K) 4 0.24 0.06 2.53 0.0597 tn J*K 4 0.04 0.01 0.46 0.7655 tn Error 32 0.75 0.02 Total 49 1.23 Keterangan :

data ditransformasi dengan √x + 0.5 tn : tidak berbeda nyata

Lampiran 11. Hasil Uji-F Persentase Stek Berakar-bertunas 10 MST

SK DB JK KT F Hitung Pr>F Ulangan 4 1935.35 483.84 2.09 0.1054 tn Jenis Auksin (J) 1 56.44 56.44 0.24 0.6250 tn Ulangan*J 4 884.38 221.10 0.95 0.4457 tn Konsentrasi (K) 4 3081.98 770.49 3.33 0.0219 * J*K 4 451.26 112.82 0.49 0.7452 tn Error 32 7413.05 231.66 Total 49 13822.45 Keterangan :

data ditransformasi dengan arcsin√% * : berbeda nyata pada taraf 5% tn : tidak berbeda nyata

(50)

Lampiran 12. Suhu dan Kelembaban Sungkup selama Penelitian

Lampiran 12a. Perubahan Suhu dalam Sungkup selama Penelitian

Lampiran 12b. Perubahan Kelembaban dalam Sungkup selama Penelitian 20 25 30 35 40 S u hu ( oC) Tanggal Pengamatan 50 60 70 80 90 100 K el em b a b a n ( % ) Tanggal Pengamatan

(51)

Lampiran 13. Deskripsi Jeruk Pamelo Kultivar Nambangan

Jeruk Nambangan

Asal tanaman : Tamanan, Sukomoro, Magetan Tinggi tanaman : 6 meter

Bentuk tajuk : Relatif bulat, buah menyebar merata diseluruh tajuk

Diameter batang atas : 44.5 - 56.8 cm Umur tanaman : 48 tahun

Bentuk tanaman : Elipsoid-oblata, lebar tajuk 4.75 cm Bentuk percabangan : Keatas, percabangan cukup rapat

Tipe daun : Tunggal

Bentuk daun : Oval,dengan keadaan daun sepanjang tahun evergreen

Bentuk sayap petiola : Deltoid-cordiform (delta-melebar membulat) Ukuran daun (P x L) : (3.8-16.6 cm) x (6.3-7.3 cm)

Ukuran anak daun (P x L) : (2.1-3.5 cm) x (1.3-2.9 cm) Panjang tangkai daun : 0.5 – 0.7 cm

Permukaan daun : Bagian atas hijau tua, bagian bawah hijau muda, tepi daun rata (entire)

Tipe bunga : Majemuk, dengan posisi Axillary (ketiak daun) Jumlah bunga : 6-7

Panjang tangkai bunga : 1.2 - 1.6 cm

Aroma bunga : Harum

Warna mahkota bunga : Putih berbintik hijau Warna kelopak bunga : Hijau muda berbintik putih Panjang benang sari : 1.2 cm dengan jumlah 26 Bentuk buah : Oblata (bulat pipih)

Warna kulit buah : Kuning kehijauan, dengan permukaan kulit halus tidak berbulu

Tebal kulit buah : 1.7 – 2.0 cm (diukur pada bagian tengah) Bobot buah : 1.2 – 2.0 kg

Ukuran buah (T x D) : (15.3-17.1 cm) x (20.1-20.8 cm) Panjang tangkai buah : 1.2 - 1.4 cm

Bentuk ujung buah : Melekuk ke dalam Jumlah juring : 13-14

Warna daging buah : Merah muda-merah Tekstur daging buah : Agak lunak

Persentase bagian buah yang dapat dimakan : 58.2 – 60.4 % Aroma dan cita rasa : Aroma kuat, cita rasa manis asam Jumlah biji per buah : 42-51

Bentuk biji : Semi speroid

Ukuran biji (P x L x T) : (1.55-1.97 cm) x (0.85-1.17 cm) x (1.54-0.74 cm) Potensi hasil : 200-500 buah/tahun

Gambar

Gambar 1. Aplikasi Zat Pengatur Tumbuh dengan Metode Perendaman
Gambar 2. (a) Area Pemeliharaan Stek,  (b) Gejala Serangan Cendawan pada Stek
Tabel 1. Rekapitulasi Sidik Ragam terhadap Peubah yang Diamati  pada   10 MST  Peubah  Perlakuan Jenis Auksin  (J)  Konsentrasi (K)  Interaksi (J*K)
Gambar 5. Perakaran Stek Jeruk Pamelo pada Umur 10 MST
+3

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh dari modifikasi ini adalah dapat dilihat pada Gambar 2, dimana basal spacing menunjukkan perubahan yang sangat berarti dengan penambahan CTAB, yaitu dari 1.35 nm

Pelanggan rumah tangga lebih mudah dipikat dengan iklan, karena untuk mencapai mereka metode tersebut paling murah, sedangkan jika sasaran yang dituju adalah

Penyidik pejabat pegawai negeri sipil berwenang melakukan pemeriksaan atas kebe- naran laporan atau keterangan berkenaan de- ngan tindak pidana menyangkut hutan, Kawa- san

Batik Pasedahan Suropati merupakan batik khas Kota Pasuruan yang berawal dari lomba desain batik khas Kota Pasuruan pada tahun 2003 yang diadakan oleh Pemerintah Kota Pasuruan,

Tembung sugata menika kalebet prakategorial, amargi boten saged madeg piyambak, panganggening tembung kedah dipunsambung kaliyan morfem utawi tembung sanes. Dipunpirsani

Sekelompok penyakit heterogen yang disebabkan oleh limfosit ganas yang biasanya berkumpul dalam kelenjar getah bening dan menyebabkan timbulnya gambrab klinis

Salah satu faktor yang menunjang pengakuan pendapatan adalah perlu adanya metode pengakuan pendapatan berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 23

1) Pengetahuan (C1), adanya peningkatan pada pengetahuan siswa terhadap materi yang disampaikan guru melalui model proyek respon kreatif. 2) Pemahaman (C2), melalui