• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Antara Lama Timbulnya Gejala Klinis Awal Hingga Tindakan Operasi Dengan Lama Rawatan Pada Penderita Invaginasi Yang Dirawat Di RSUP. H. Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Antara Lama Timbulnya Gejala Klinis Awal Hingga Tindakan Operasi Dengan Lama Rawatan Pada Penderita Invaginasi Yang Dirawat Di RSUP. H. Adam Malik Medan"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

DEPARTEMEN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

HUBUNGAN ANTARA LAMA TIMBULNYA GEJALA

KLINIS AWAL HINGGA TINDAKAN OPERASI

DENGAN LAMA RAWATAN PADA PENDERITA INVAGINASI

YANG DIRAWAT DI RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN

PENELITI

MOHD IBNU JOKO SANTOSO

PEMBIMBING

Dr. Asmui Yosodiharjo, SpB. SpBA

Dr. Erjan Fikri, SpB. SpBA

DIVISI BEDAH ANAK

DEPARTEMEN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur bagi Allah SWT, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Bedah di Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan, serta dapat melakukan penelitian sebagai salah satu syarat akhir pendidikan, sekaligus menuangkannya dalam bentuk karya tulisan akhir dengan judul:

Hubungan Antara Lama Timbulnya Gejala Klinis Awal Hingga Tindakan

Operasi Dengan Lama Rawatan Pada Penderita Invaginasi Yang Dirawat

Di RSUP. Haji Adam Malik Medan

”.

Pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada dr. Bachtiar Surya, SpB, KBD. Ketua Departemen / SMF Ilmu Bedah dan Kepala Sub Departemen Bedah Anak Departemen Ilmu Bedah FK-USU/ Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik. dr. Asmui Yosodiharjo SpB,SpBA dan dr. Erjan Fikri SpB, SpBA sebagai pembimbing penulis dalam penelitian, dr. Arlinda Sari Wahyuni MKes, sebagai Konsultan Metodologi dan Statistik, Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada dr. Emir Taris Pasaribu SpB(K)Onk, Ketua Program Studi Ilmu Bedah, dr. Asrul, SpBKBD sebagai Sekretaris Program Studi Ilmu Bedah dan para Guru Besar dan guru-guru kami serta seluruh staf Departemen Ilmu Bedah FK-USU yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

Kepada kedua orangtua, abang-abang, kakak-kakak dan adik – terima kasih atas segala dorongan moril dan pengertian selama ini serta dorongan semangat, kesabaran dan kesetiaan yang tulus dalam suka maupun duka mendampingi saya selama menjalani masa pendidikan ini.

Medan, agustus 2010

(3)

KATA PENGANTAR ...i

DAFTAR ISI………...ii

ABSTRAK……….iii

ABSTRACT………...iv

PENDAHULUAN Latar Belakang……….1

Identifikasi Masalah……….2

Tujuan Penelitian……….2

Hipotesa Penelitian………..3

Kontribusi Penelitian………...3

TINJAUAN KEPUSTAKAAN Definisi ………4

Insidensi ………..4

Etiologi ………5

Faktor-Faktor yang Dihubungkan dengan Terjadinya Invaginasi………...6

Jenis Invaginasi………7

Patologi………7

Gambaran Klinis………..8

Diagnosis……….10

Pemeriksaan Laboratorium……….11

Pemeriksaan Radiologi………11

Diagnosa Banding………11

Penatalaksanaan………...12

Perawatan Pasca Operasi……….16

METODOLOGI PENELITIAN Desain Penelitian……… 18

Sampel Penelitian………18

Kerangka Konsep………19

Variable Penelitan………...19

Definisi Operasional………20

Pelaksanaan Penelitian……….21

Analisa Data……….21

(4)

Hasil Penelitian………23 Pembahasan ……….30 KESIMPULAN dan SARAN

(5)

KLINIS AWAL HINGGA TINDAKAN OPERASI

DENGAN LAMA RAWATAN PADA PENDERITA INVAGINASI

YANG DIRAWAT DI RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN

M.I.J. Santoso; A. Yosodiharjo; dr; SpBA; Erjan F, dr; SpBA

DIVISI BEDAH ANAK DEPARTEMEN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

Latar Belakang Pada penderita invaginasi, semakin lama penderita mendapat pertolongan maka kondisi  usus Akan semakin buruk. Dengan kemungkinan terjadinya perforasi yang dapat meningkatkan lamanya  masa rawatan akibat infeksi yg ditimbulkan. 

Metode Penderita dengan tanda" klinis invaginasi yang berusia dibawah 14 tahun. dilakukan 

pengamatan apakah di dapatkan hubungan antara timbulnya gejala klinis awal hingga tindakan operasi  dengan masa lama rawatan. 

Hasil Pengamatan yg d lakukan terhadap 27 anak penderia invaginasi, tdk dijumpainya hubungan yg  bermakna antara lama timbulnya gejala klinis awal dgn tindakan operasi dgn lamaya masa rawatan. 

Kesimpulan Lamanya gejala klinis yang timbul hingga tindakan operasi tidak menunjukkan hubungan  yang bermakna dengan lama rawatan. hal ini terihat masih lamanya orang tua untuk memberi  pertolongan. 

 

(6)

TIMING

 

OF

 

SURGERY

 

WITH

 

DURATION

 

OF

 

HOSPITAL

 

STAY

 

IN

 

INTUSSUSCEPTION

 

PATIENTS

 

AT

 

ADAM

 

MALIK,

 

MEDAN

 

M.I.J. Santoso; A. Yosodiharjo; dr; SpBA; Erjan F, dr; SpBA

Pediatric

 

Surgery

 

Subdivision

 

Medical

 

Faculty

 

of

 

North

 

Sumatera

 

University

 

 

Background In patients with intussusception, the bowel would get worse if the surgery was not  performed as soon as possible and therefore increased the risk of infection which can lengthen the  duration of hospital stay. 

Method We retrospectively analyzed  27 patients with intussusception who were 14 years old or  younger to demonstrate whether the length from clinical onset to the timing of surgery is strongly  correlated with duration of hospital stay 

Result There is no significant correlation between the length from clinical onset to the timing of surgery  with duration of hospital stay in our analysis of 27 patients. 

Conclusion There is no significant correlation between the length of time from clinical onset to  operation with hospital stay. 

(7)

KLINIS AWAL HINGGA TINDAKAN OPERASI

DENGAN LAMA RAWATAN PADA PENDERITA INVAGINASI

YANG DIRAWAT DI RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN

M.I.J. Santoso; A. Yosodiharjo; dr; SpBA; Erjan F, dr; SpBA

DIVISI BEDAH ANAK DEPARTEMEN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

Latar Belakang Pada penderita invaginasi, semakin lama penderita mendapat pertolongan maka kondisi  usus Akan semakin buruk. Dengan kemungkinan terjadinya perforasi yang dapat meningkatkan lamanya  masa rawatan akibat infeksi yg ditimbulkan. 

Metode Penderita dengan tanda" klinis invaginasi yang berusia dibawah 14 tahun. dilakukan 

pengamatan apakah di dapatkan hubungan antara timbulnya gejala klinis awal hingga tindakan operasi  dengan masa lama rawatan. 

Hasil Pengamatan yg d lakukan terhadap 27 anak penderia invaginasi, tdk dijumpainya hubungan yg  bermakna antara lama timbulnya gejala klinis awal dgn tindakan operasi dgn lamaya masa rawatan. 

Kesimpulan Lamanya gejala klinis yang timbul hingga tindakan operasi tidak menunjukkan hubungan  yang bermakna dengan lama rawatan. hal ini terihat masih lamanya orang tua untuk memberi  pertolongan. 

 

(8)

TIMING

 

OF

 

SURGERY

 

WITH

 

DURATION

 

OF

 

HOSPITAL

 

STAY

 

IN

 

INTUSSUSCEPTION

 

PATIENTS

 

AT

 

ADAM

 

MALIK,

 

MEDAN

 

M.I.J. Santoso; A. Yosodiharjo; dr; SpBA; Erjan F, dr; SpBA

Pediatric

 

Surgery

 

Subdivision

 

Medical

 

Faculty

 

of

 

North

 

Sumatera

 

University

 

 

Background In patients with intussusception, the bowel would get worse if the surgery was not  performed as soon as possible and therefore increased the risk of infection which can lengthen the  duration of hospital stay. 

Method We retrospectively analyzed  27 patients with intussusception who were 14 years old or  younger to demonstrate whether the length from clinical onset to the timing of surgery is strongly  correlated with duration of hospital stay 

Result There is no significant correlation between the length from clinical onset to the timing of surgery  with duration of hospital stay in our analysis of 27 patients. 

Conclusion There is no significant correlation between the length of time from clinical onset to  operation with hospital stay. 

(9)

1.1.Latar belakang 

Invaginasi disebut juga dengan intususepsi merupakan penyebab tersering dari obstruksi usus pada 

anak, meskipun bukan merupakan penyakit anak yang sangat sering dijumpai. Insidennya sendiri 

diperkirakan mencapai 1 dari 2000 bayi atau anak. Bahkan pada beberapa studi di Inggris dan Skotlandia 

melaporkan insiden yang lebih tinggi yaitu antara 1,5 sampai 4 per 1000 kelahiran hidup. Jenis kelamin 

laki‐laki merupakan predominan dengan rasio berkisar 3:2 sampai dengan 2:1. 75% kasus ditemukan 

pada usia 2 tahun pertama, dimana 40%nya didapatkan pada usia antara 3 dan 9 bulan. 1‐4 

  Gejala klasik yang paling umum (85%) dari invaginasi adalah nyeri perut yang sifatnya 

muncul secara tiba‐tiba, kolik, intermiten, berlangsung hanya selama beberapa menit,. Pada 15% bayi 

dan anak tidak menunjukkan gejala nyeri yang jelas. Tidak ditemukannya nyeri perut tetapi disertai 

dengan muntah, kembung, dan perdarahan perektal akan menyebabkan tertundanya diagnosis (51 jam) 

hampir dua kali lipat dari waktu rata‐rata dalam penegakkan diagnosis invaginasi. Ravitch menyatakan 

bahwa didapatkannya nyeri perut lebih umum pada anak yang berusia di atas 2 tahun. Tetapi tidak 

didapatkannya nyeri perut tidak akan mengesampingkan invaginasi. Gejala awal lain yang sering 

dikeluhkan yaitu muntah. Kerusakan usus berupa nekrosis hingga perforasi usus dapat terjadi antara hari 

ke 2 – 5 dengan puncaknya pada hari ke 3 setelah gejala klinis terjadi.Hal tersebut akan memperberat 

gejala obstruksi yang dtimbulkan oleh invaginasi dan akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas. 1,2,5,6 

  Pada sejumlah serial penelitian menunjukkan angka reduktibilitas yang sangat tinggi untuk 

invaginasi inisial dan rekuren, masing‐masing mencapai angka 90% dan 95% tanpa adanya perforasi. 

Tingginya angka ini karena beberapa faktor seperti: waktu antara munculnya tanda dan gejala rekurensi  

 

(10)

 

 

dan saat tiba di rumah sakit tergolong singkat rata‐rata 8 jam. Hal ini dimungkinkan karena tingginya 

tingkat kepedulian orang tua pasien. Semakin dini diagnosis ditegakkan semakin besar kemungkinan 

berhasilnya reduksi.1,2,3 

  Melihat beratnya komplikasi yang ditimbulkan akibat terlambatnya penderita datang kesarana 

kesehatan sejak ditemukannya gejala klinis invaginasi, maka peneliti hendak mengetahui hubungan 

antara waktu timbulnya gejala klinis awal hingga tindakan operasi dengan lama rawatan pada  penderita 

invaginasi  yang datang ke Rumah Sakit adam malik. 

 

1.2.Identifikasi masalah 

Apakah ada hubungan antara lama timbulnya gejala klinis awal hingga tindakan operasi dengan 

lama rawatan pada penderita invaginasi 

 

1.3.Tujuan Penelitian 

Mengetahui hubungan antara lama timbulnya gejala klinis awal invaginasi hingga tindakan 

operasi dengan lama rawatan pada penderita invaginasi. 

Mengetahui faktor2 yang berhubungan dengan viabilitas usus pada kasus invaginasi anak. 

Dapat melakukan penegakkan diagnosa yang cepat dan tepat sehingga akan memberikan 

penanganan terbaik. 

 

 

(11)

1.4.Hipotesa Penelitian 

Adanya hubungan antara lama timbulnya onset kejadian invaginasi hingga tindakan operasi 

dengan lama rawatan pada penderita invaginasi dimana semakin lama mendapat pertolongan maka 

akan semakin lama masa rawatan. 

 

1.5.Kontribusi Penelitian 

Diharapkan  penelitian  ini  dapat  memberikan  gambaran  kejadian  invaginasi  sehingga  dapat 

memberikan penanganan yang terbaik bagi penderita invaginasi. 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

(12)

BAB II  TINJAUAN PUSTAKA   

1.1.Definisi 

Invaginasi disebut juga intususepsi adalah suatu keadaan dimana segmen usus masuk ke dalam 

segmen  lainnya; yang  bisa  berakibat  dengan  obstruksi  /  strangulasi. Umumnya  bagian  yang 

peroksimal (intususeptum) masuk ke bagian distal (intususepien). 

 

1.2.Insidensi 

Insidens penyakit ini tidak diketahui secara pasti, masing – masing penulis mengajukan jumlah 

penderita yang berbeda – beda. Kelainan ini umumnya ditemukan pada anak – anak di bawah 1 

tahun dan frekuensinya menurun dengan bertambahnya usia anak. 

Umumnya invaginasi ditemukan lebih sering pada anak laki – laki, dengan perbandingan antara 

laki – laki dan perempuan tiga banding dua. 

Insidens pada bulan Maret – Juni meninggi dan pada bulan September – Oktober juga meninggi. Hal 

tersebut mungkin berhubungan dengan musim kemarau dan musim penghujan dimana pada musim 

– musim tersebut insidens infeksi saluran nafas dan gastroenteritis meninggi. Sehingga banyak ahli 

yang menganggap bahwa hypermotilitas usus merupakan salah satu faktor penyebab. 

 

 

 

 

 

 

(13)

1.3.Etiologi  

Terbagi dua :  

1. Idiophatic 

2. Kausal 

 

I. Idiophatic 

Menurut kepustakaan 90 – 95 % invaginasi pada anak dibawah umur satu tahun tidak 

dijumpai  penyebab  yang  spesifik  sehingga  digolongkan  sebagai  “infatile  idiphatic 

intussusceptions”. 

Pada waktu operasi hanya ditemukan penebalan dari dinding ileum terminal berupa hyperplasia 

jaringan follikel submukosa yang diduga sebagai akibat infeksi virus. Penebalan ini merupakan 

titik awal (lead point) terjadinya invaginasi. 

 

II. Kausal 

Pada penderita invaginasi yang lebih besar (lebih dua tahun) adanya kelainan usus sebagai 

penyebab  invaginasi  seperti  :  inverted  Meckel’s  diverticulum,  polip  usus,  leiomioma, 

leiosarkoma, hemangioma, blue rubber blep nevi, lymphoma, duplikasi usus. 

Gross mendapatkan titik awal invaginasi berupa : divertikulum Meckel, polip,duplikasi usus 

dan lymphoma pada 42 kasus dari 702 kasus invaginasi anak. 

 

(14)

     

Ein’s dan Raffensperger, pada  pengamatannya mendapatkan “Specific leading points”  berupa  eosinophilik,  granuloma  dari  ileum,  papillary  lymphoid  hyperplasia  dari  ileum 

hemangioma dan perdarahan submukosa karena hemophilia atau Henoch’s purpura. 

Lymphosarcoma sering dijumpai sebagai penyebab invaginasi pada anak yang berusia diatas 

enam tahun. 

  Invaginasi dapat juga terjadi setelah laparotomi, yang biasanya timbul setelah dua 

minggu pasca bedah, hal ini terjadi akibat gangguan peristaltik usus, disebabkan manipulasi usus 

yang kasar dan lama, diseksi retroperitoneal yang luas dan hipoksia lokal. 

 

1.4.Faktor – faktor yang dihubungkan dengan terjadinya invaginasi 

Penyakit ini sering terjadi pada umur 3 – 12 bulan, di mana pada saat itu terjadi perubahan diet 

makanan dari cair ke padat, perubahan pemberian makanan ini dicurigai sebagai penyebab terjadi 

invaginasi. Invaginasi kadang – kadang terjadi setelah / selama enteritis akut, sehingga dicurigai 

akibat peningkatan peristaltik usus. Gastroenteritis akut yang dijumpai pada bayi, ternyata kuman 

rota virus adalah agen penyebabnya, pengamatan 30 kasus invaginasi bayi ditemukan virus ini dalam 

fesesnya sebanyak 37 %. 

Pada beberapa penelitian terakhir ini didapati peninggian insidens adenovirus dalam feses penderita  

invaginasi.   

 

 

 

 

(15)

 

 

1.5.Jenis Invaginasi 

Jenis invaginasi dapat dibagi menurut lokasinya pada bagian usus mana yang terlibat, pada 

ileum dikenal sebagai jenis ileo ileal. 

Pada kolon dikenal dengan jenis colo colica dan sekitar ileo caecal disebut ileocaecal, jenis – jenis 

yang disebutkan di atas dikenal dengan invaginasi tunggal dimana dindingnya terdiri dari tiga 

lapisan. 

Jika dijumpai dindingnya terdiri dari lima lapisan, hal ini sering pada keadaan yang lebih lanjut 

disebut jenis invaginasi ganda, sebagai contoh adalah jenis – jenis ileo – ileo colica atau colo colica. 

  Suwandi J. Wijayanto E. di Semarang selama 3 tahun (1981 – 1983) pada pengamatannya 

mendapatkan jenis invaginasi sebagi berikut: 

Ileo – ileal 25%, ileo – colica 22,5%, ileo – ileo – colica 50%  dan colo – colica 22,5%. 

 

1.6.Patologi 

Pada invaginasi dapat berakibat obstruksi strangulasi. 

Obstruksi yang terjadi secara mendadak ini, akan menyebabkan bagiian apex invaginasi 

menjadi oedem dan kaku, jika hal ini telah terjadi maka tidak mungkin untuk kembali normal secara 

spontan. 

Pada sebagian besar kasus invaginasi keadaan ini terjadi pada daerah ileo – caecal. 

 

 

 

(16)

   

Apabila terjadi obstruksi system llimfatik dan vena mesenterial, akibat penyakit berjalan progresif 

dim ana  ileum  dan  mesenterium  masuk  kedalam  caecum  dan  colon,  akan  dijumpai  mukosa 

intussusseptum menjadi oedem dan kaku. Mengakibatkan obstruksi yang pada akhirnya akan 

dijumpai keadaan strangulasi dan perforasi usus. 

   

1.7.Gambaran Klinis 

       Secara klasik perjalanan suatu invaginasi memperlihatkan gambaran sebagai berikut : 

Anak atau bayi yang semula sehat dan biasanya dengan keadaan gizi yang baik, tiba – tiba   

menangis kesakitan, terlihat kedua kakinya terangkat ke atas, penderita tampak seperti kejang dan 

pucat menahan sakit, serangan nyeri perut seperti ini berlangsung dalam beberapa menit. Diluar 

serangan, anak / bayi kelihatan seperti normal kembali. Pada waktu itu sudah terjadi proses 

invaginasi. Serangan nyeri perut datangnya berulang – ulang dengan jarak waktu 15 – 20 menit, 

lama serangan 2 – 3 menit. Pada umumnya selama serangan nyeri perut itu diikuti dengan muntah 

berisi cairan dan makanan yang ada di lambung, sesudah beberapa kali serangan dan setiap kalinya 

memerlukan tenaga, maka di luar serangan si penderita terlihat lelah dan lesu dan tertidur sampai 

datang serangan kembali. Proses invaginasi pada mulanya belum terjadi gangguan pasase isi usus 

secara total, anak masih dapat defekasi berupa feses biasa, kemudian feses bercampur darah segar 

dan lendir, kemudian defekasi hanya berupa darah segar bercampur lendir tanpa feses. 

Karena sumbatan belum total, perut belum kembung dan tidak tegang, dengan demikian mudah 

teraba gumpalan usus yang terlibat invaginasi sebagai suatu massa tumor berbentuk bujur di dalam 

perut di bagian kanan atas, kanan bawah, atas tengah atau kiri bawah. 

 

 

 

(17)

bawah teraba kosong yang disebut “dance’s sign” ini akibat caecum dan kolon naik ke atas, ikut 

proses invaginasi. 

Pembuluh darah mesenterium dari bagian yang terjepit mengakibatkan gangguan venous return 

sehingga  terjadi  kongesti,  oedem,  hiperfungsi  goblet  sel  serta  laserasi  mukosa  usus,  ini 

memperlihatkan gejala berak darah dan lendir, tanda ini baru dijumpai sesudah 6 – 8 jam serangan 

sakit yang pertama kali, kadang – kadang sesudah 12 jam. Berak darah lendir ini bervariasi 

jumlahnya dari kasus ke kasus, ada juga yang dijumpai hanya pada saat melakukan colok dubur. 

Sesudah 18 – 24 jam serangan sakit yang pertama, usus yang tadinya tersumbat partial berubah 

menjadi sumbatan total, diikuti proses oedem yang semakin bertambah, sehingga pasien dijumpai 

dengan tanda – tanda obstruksi, seperti perut kembung dengan gambaran peristaltik usus yang 

jelas, muntah warna hijau dan dehidrasi. 

Oleh karena perut kembung maka massa tumor tidak dapat diraba lagi dan defekasi hanya berupa 

darah dan lendir. Apabila keadaan ini berlanjut terus akan dijumpai muntah feses, dengan demam 

tinggi, asidosis, toksis dan terganggunya aliran pembuluh darah arteri, pada segmen yang terlibat 

menyebabkan nekrosis usus, ganggren, perforasi,  peritonitis umum, shock dan kematian. 

Pemeriksaan colok dubur didapati: 

‐ Tonus sphincter melemah, mungkin invaginat dapat diraba berupa massa seperti portio 

‐ Bila jari ditarik, keluar darah bercampur lendir. 

Perlu perhatian bahwa untuk penderita malnutrisi gejala – gejala invaginasi tidak khas, tanda – 

tanda obstruksi usus berhari – hari baru timbul, pada penderita ini tidak jelas tanda adanya sakit  

 

 

 

(18)

 

 

berat, defekasi tidak ada darah, invaginasi dapat mengalami prolaps melewati anus, hal ini mungkin 

disebabkan pada pasien malnutrisi tonus yang melemah, sehingga obstruksi tidak cepat timbul. 

Suatu keadaan disebut dengan invaginasi atipikal, bila kasus itu gagal dibuat diagnosa yang 

tepat oleh seorang ahli bedah, meskipun keadaan ini kebanyakan terjadi karena ketidaktahuan 

dokter dibandingkan dengan gejala tidak lazim pada penderita. 

 

1.8.Diagnosis 

Untuk  menegakkan  diagnosa  invaginasi  didasarkan  pada  anamnesis,  pemeriksaan  fisik, 

laboratorium dan   radiologi. 

  Gejala klinis yang menonjol dari invaginasi adalah suatu trias gejala yang terdiri dari : 

1. Nyeri perut yang datangnya secara tiba – tiba, nyeri bersifat serang –serangan., nyeri 

menghilang selama 10 – 20 menit, kemudian timbul lagi serangan baru. 

2. Teraba massa tumor di perut bentuk bujur pada bagian kanan atas, kanan bawah, atas 

tengah, kiri bawah atau kiri atas. 

3. Buang air besar campur darah dan lendir 

 

  Bila penderita terlambat memeriksakan diri, maka sukar untuk meraba adanya tumor, oleh 

karena itu untuk kepentingan diagnosis harus berpegang kepada gejala trias invaginasi. Mengingat 

invaginasi sering terjadi pada anak berumur di bawah satu tahun, sedangkan penyakit disentri 

umumnya terjadi pada anak – anak yang mulai berjalan dan mulai bermain sendiri maka apabila ada  

 

 

(19)

 

 

pasien datang berumur di bawah satu tahun, sakit perut yang bersifat kolik sehingga anak menjadi 

rewel sepanjang hari / malam, ada muntah, buang air besar campur darah dan lendir maka 

pikirkanlah kemungkinan invaginasi. 

 

1.9.Pemeriksaan Laboratorium 

Pada pemeriksaan darah rutin ditemukan peningkatan jumlah leukosit ( leukositosis > 

10.000/mm3. ). 

 

1.10. Pemeriksaan Radiologi 

Photo polos abdomen : didapatkan distribusi udara didalam usus tidak merata, usus terdesak ke 

kiri atas, bila telah  lanjut terlihat tanda – tanda obstruksi usus dengan gambaran “air fluid level”. 

Dapat terlihat “ free air “ bilah terjadi perforasi. 

Barium enema : dikerjakan untuk tujuan diagnosis dan terapi, untuk diagnosis dikerjakan bila 

gejala – gejala klinik meragukan,  pada barium enema akan tampak gambaran cupping, coiled spring 

appearance.  

 

1.11. Diagnosa Banding 

Gastro – enteritis, bila diikuti dengan invaginasi dapat ditandai jika dijumpai perubahan rasa 

sakit, muntah dan perdarahan. 

 

(20)

Divertikulum Meckel, dengan perdarahan, biasanya tidak ada rasa nyeri. 

Disentri amoeba, disini diare mengandung lendir dan darah, serta   adanya obstipasi, bila 

disentri berat disertai adanya nyeri di perut, tenesmus dan demam. 

Enterokolitis, tidak dijumpai adanya nyeri di perut yang hebat. 

Prolapsus recti atau Rectal prolaps, dimana biasanya terjadi berulang kali dan pada colok 

dubur didapati hubungan antara mukosa dengan kulit perianal, sedangkan pada invaginasi 

didapati adanya celah. 

 

1.12. Penatalaksanaan 

Keberhasilan penatalaksanaan invaginasi ditentukan oleh cepatnya pertolongan diberikan, jika 

pertolongan sudah diberikan kurang dari 24 jam dari serangan pertama maka akan memberikan 

prognosis yang lebih baik. 

Penatalaksanaan penanganan suatu kasus invaginasi pada bayi dan anak sejak dahulu mencakup 

dua tindakan penanganan yang dinilai berhasil dengan baik : 

1. Reduksi dengan barium enema 

2. Reduksi dengan operasi 

Sebelum dilakukan tindakan reduksi, maka terhadap penderita : dipuasakan, resusitasi cairan, 

dekompressi dengan pemasangan pipa lambung. Bila sudah dijumpai tanda gangguan pasase usus 

dan hasil pemeriksaan laboratorium dijumpai peninggian dari jumlah leukosit maka saat ini  

 

 

 

(21)

antibiotika berspektrum luas dapat diberikan. Narkotik seperti Demerol dapat diberikan (1mg/ kg BB) 

untuk menghilangkan rasa sakit. 

Reduksi Dengan Barium Enema 

  Telah disebutkan pada bab terdahulu bahwa barium enema berfungsi dalam diagnostik dan 

terapi. Barium enema dapat diberikan bila tidak dijumpai kontra indikasi seperti : 

‐ Adanya tanda obstruksi usus yang jelas baik secara klinis maupun pada foto abdomen 

‐ Dijumpai tanda – tanda peritonitis 

‐ Gejala invaginasi sudah lewat dari 24 jam 

‐ Dijumpai tanda – tanda dehidrasi berat. 

‐ Usia penderita diatas 2 tahun 

Hasil reduksi ini akan memuaskan jika dalam keadaan tenang tidak menangis atau gelisah 

karena  kesakitan oleh karena itu pemberian sedatif sangat membantu. 

Kateter yang telah diolesi pelicin dimasukkan ke rektum dan difiksasi dengan plester, melalui 

kateter bubur barium dialirkan dari kontainer yang terletak 3 kaki di atas meja penderita dan aliran 

bubur barium dideteksi dengan alat floroskopi sampai meniskus intussusepsi dapat diidentifikasi dan 

dibuat  foto.  Meniskus  sering  dijumpai  pada  kolon transversum  dan  bagian  proksimal  kolon 

descendens. 

Bila kolom bubur barium bergerak maju menandai proses reduksi sedang berlanjut, tetapi bila 

kolom bubur barium berhenti dapat diulangi 2 – 3 kali dengan jarak waktu 3 – 5 menit. Reduksi 

dinyatakan gagal bila tekanan barium dipertahankan selama 10 – 15 menit tetapi tidak dijumpai  

 

 

(22)

 

 

kemajuan. Antara percobaan reduksi pertama, kedua dan ketiga, bubur barium dievakuasi terlebih 

dahulu. 

Reduksi barium enema dinyatakan berhasil   apabila : 

‐ Rectal tube ditarik dari anus maka bubur barium keluar dengan disertai massa feses dan 

udara. 

‐ Pada floroskopi terlihat bubur barium mengisi seluruh kolon dan sebagian usus halus, jadi 

adanya refluks ke dalam ileum. 

‐ Hilangnya massa tumor di abdomen. 

‐ Perbaikan secara klinis pada anak dan terlihat anak menjadi tertidur serta norit test positif. 

Penderita perlu dirawat inap selama 2 – 3 hari karena sering dijumpai kekambuhan selama 36 

jam pertama. 

Keberhasilan tindakan ini tergantung kepada beberapa hal antara lain, waktu sejak timbulnya gejala 

pertama, penyebab invaginasi, jenis invaginasi dan teknis pelaksanaannya, 

 

Reduksi Dengan Tindakan Operasi 

1. Memperbaiki keadaan umum 

Tindakan ini sangat menentukan prognosis, janganlah melakukan tindakan operasi sebelum 

terlebih dahulu keadaan umum pasien diperbaiki. 

 

 

 

(23)

 

Pasien baru boleh dioperasi apabila sudah yakin bahwa perfusi jaringan telah baik, hal ini di 

tandai apabila produksi urine sekitar 0,5 – 1 cc/kg BB/jam. Nadi kurang dari 120x/menit, 

pernafasan tidak melebihi 40x/menit, akral yang tadinya dingin dan lembab telah berubah 

menjadi hangat dan kering, turgor kulit mulai membaik dan temperature badan tidak lebih dari 

38o C. 

Biasanya perfusi jaringan akan baik apabila setengah dari perhitungan dehidrasi telah masuk, 

sisanya dapat diberikan sambil operasi berjalan dan pasca bedah. 

Yang dilakukan dalam usaha memperbaiki keadaan umum adalah : 

a. Pemberian cairan dan elektrolit untuk rehidrasi (resusitasi). 

b. Tindakan dekompresi abdomen dengan pemasangan sonde lambung. 

c. Pemberian antibiotika dan sedatif. 

Suatu kesalahan besar apabila buru – buru melakukan operasi karena takut usus menjadi nekrosis 

padahal perfusi jaringan masih buruk. 

Harus diingat bahwa obat anestesi dan stress operasi akan memperberat keadaan umum penderita 

serta perfusi jaringan yang belum baik akan menyebabkan bertumpuknya hasil metabolik di jaringan 

yang seharusnya dibuang lewat ginjal dan pernafasan, begitu pula perfusi jaringan yang belum baik 

akan mengakibatkan oksigenasi jaringan akan buruk pula. Bila dipaksakan kelainan – kelainan itu 

akan irreversible. 

 

 

 

 

(24)

 

2. Tindakan untuk mereposisi usus 

Tindakan selama operaasi tergantung kepada penemuan keadaan usus, reposisi manual dengan 

cara “milking” dilakukan dengan halus dan sabar, juga bergantung pada keterampilan dan 

pengalaman operator. Insisi operasi untuk tindakan ini dilakukan secara transversal (melintang), 

pada anak – anak dibawah umur 2 tahun dianjurkan insisi transversal supraumbilikal oleh karena 

letaknya relatif lebih tinggi. 

Ada juga yang menganjurkan insisi transversal infraumbilikal dengan alasan lebih mudah untuk 

eksplorasi malrotasi usus, mereduksi invaginasi dan tindakan apendektomi bila dibutuhkan. 

Tidak ada batasan yang tegas kapan kita harus berhenti mencoba reposisi manual itu. 

Reseksi usus dilakukan apabila : pada kasus yang tidak berhasil direduksi dengan cara manual, 

bila viabilitas usus diragukan atauditemukan kelainan patologis sebagai penyebab invaginasi. 

Setelah usus direseksi dilakukan anastomosis ”end to end”, apabila hal ini memungkinkan, bila 

tidak mungkin maka dilakukan “exteriorisasi” atau enterostomi. 

 

1.13. Perawatan Pasca Operasi 

Pada kasus tanpa reseksi Nasogastric tube berguna sebagai dekompresi pada saluran 

cerna selama 1 – 2 hari dan penderita tetap dengan infus. Setelah oedem dari intestine 

menghilang, pasase dan peristaltik akan segera terdengar. Kembalinya fungsi intestine ditandai 

dengan menghilangnya cairan kehijauan dari nasogastric tube. Abdomen menjadi lunak, tidak 

distensi. Dapat juga didapati peningkatan suhu tubuh pasca operasi yang akan turun secara  

 

 

 

(25)

perlahan. Antibiotika dapat diberikan satu kali pemberian pada kasus dengan reduksi. Pada 

kasus dengan reseksi perawatan menjadi lebih lama. 

       

     

       

     

       

     

(26)

BAB III 

METODOLOGI PENELITIAN 

 

3.1 Desain Penelitian 

Rancangan  penelitian  ini  menggunakan  metode  deskriptif  analitik  dengan 

rancangan crossectional study yang mengukur variabel independent dan dependent  pada waktu yang bersamaan.  

3.2 Sampel Penelitian 

Data pasien diambil dari rekam medik RSUP. H. Adam Malik dalam kurun waktu  

januari 2006 hingga Desember 2009. 

  Kriteria inklusi 

1. Bayi dan anak < 14 tahun. 

2. Laki – laki dan perempuan. 

3. Penderita dengan tanda – tanda klinis invaginasi. 

4. Penemuan intra operasi : invaginasi (+). 

Kriteria Eksklusi :  

• Penderita pulang atas permintaan sendiri 

 

 

 

 

 

 

(27)

3.3 Kerangka Konsep 

Onset kejadian

3.4 Variabel Penelitian 

• Variabel independen: onset kejadian, temuan intra operatif. 

• Variabel dependen: lama rawatan 

 

 

 

 

 

Lama rawatan 

Gejala klinis 

Laboratorium  

(28)

 

 

3.5 Definisi Operasional 

• Onset kejadian 

Berupa mulai timbulnya gejala awal yang dialami penderita hingga penderita 

mendapat tindakan operasi. Data di observasi dari rekam medik yang dinilai 

dalam satuan jam. 

• Temuan intraoperatif 

Berupa penilaian terhadap viabilitas usus yang ditemukan saat operasi. Data 

dinilai dari rekam medik 

• Lama rawatan 

Berupa lamanya penderita dirawat, mulai dari pasca operasi hingga penderita 

diperbolehkan pulang. Data diobservasi dari rekam medik yang dinilai dalam 

hitungan hari. 

• Gejala Klinis awal 

Berupa keluhan yang timbul yg didapat pada penderita yang di observasi dari 

rekam medik. Gejala klinis berupa nyeri perut,   buang air besar bercampur 

lendir  dan darah, teraba massa di daerah abdomen 

• Viabilitas usus 

Penilaian dilakukan terhadap usus pada saat operasi. Penilaian berdasarkan 

warna, kontraktilitas, perdarahan. Data d observasi dari rekam medik. 

 

 

(29)

 

3.6 Pelaksanaan Penelitian 

Seluruh penderita invaginasi yg memenuhi kriteria inklusi dalam kurun waktu 

tahun  2006‐2009  diambil  datanya  dari  rekam  medik    mulai  data  pribadi,  data 

laboratorium, data penyakit (saat penderita datang, temuan intra operatif dan selama 

perawatan).  

 

3.7 Analisa Data  

Data  yang  diperoleh  terlebih  dahulu  dilakukan  uji  normalitas  dengan 

Kolmogorv‐Smirnov.  Jika  data  berdistribusi  normal  selanjutnya  di  analisa  dengan 

korelasi Pearson atau uji t‐test independen dengan tingkat kebermaknaan p < 0,05. 

Sedangkan jika data distribusi tidak normal dianalisa dengan uji non parametrik seperti 

korelasi Spearman atau Mann‐Whitney test. 

   

 

 

 

 

 

 

 

 

(30)

 

 

3.8 Kerangka Kerja 

Data pasien invaginasi anak 

 

di RSUP. HAJI ADAM MALIK MEDAN 

 

 

 

 

Variabel independen

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

  Variabel dependen 

• Onset kejadian  Lama rawatan 

• Gejala klinis 

• Temuan intraoperatif 

(31)

BAB IV 

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 

 

4.1  Hasil Penelitian 

  Dari tahun 2006 hingga akhir tahun 2009 diperoleh data 48 kasus invaginasi, tetapi hanya 27 

kasus yang dapat di evaluasi datanya. Sebanyak 21 kasus tidak dapat dilakukan evaluasi karena 

penderita meninggal, operasi berulang dan penderita pulang paksa. 

  Dari 27 kasus invaginasi didapati yang berumur dibawah 6 bulan sebanyak 17 anak(63%) dan 

yang berumur di atas 6 bulan berjumlah 10 anak (37%) penderita terbanyak adalah perempuan 

dengan 17 anak (63%) dibandingkan anak laki‐laki yang berjumlah 10 anak (37%). Hal ini terlihat 

pada tabel 6.1 

Tabel 6.1 

Distribusi Post Invaginasi Berdasarkan Umur dan jenis Kelamin 

Variabel 

Umur 

       <   6 bulan 

¾ 6 bulan 

 

17 

10 

 

63 

37 

 

Jenis Kelamin 

       Laki laki 

       Perempuan 

 

10 

17 

 

37 

63 

   

 

 

[image:31.612.85.525.434.644.2]
(32)

 

Pada tabel 6.2  penderita invaginasi yang berumur dibawah 6 bulan dijumpai dengan berat rata‐rata 

6,62 kg dengan standar deviasi 0,64.sedangkan yang berumur di atas 6 bulan dijumpai dengan berat 

rata‐rata 8,92 kg dengan standar deviasi 1,75 

 

Tabel 6.2 

Berat Badan Penderita Invaginasi Berdasarkan Umur 

Berat Badan  Mean  SD 

Umur 

      <   6 bulan 

¾ 6 bulan 

 

17 

10 

 

6,62 

8,92 

 

O,64 

1,75 

 

 

  Pada tabel 6.3, di dapatkan bahwa penderita invaginasi mendapatkan pertolongan rata‐rata 45 

jam setelah gejala yg di keluhan timbul. Dan pada  pemeriksaan dijumpai kadar leukosit sejumlah 

16900. 

Tabel 6.3 

Onset kejadian dan Kadar Leukosit 

Variabel  Mean  Median  SD 

Onset Kejadian  27  45,2  48,0  21,1 

Kadar Leukosit  27  22885,2  16.900,0  26480 

 

 

 

 

[image:32.612.87.530.249.354.2] [image:32.612.81.527.549.627.2]
(33)

Sedangkan pada tabel 6.4 didapatkan bahwa penderita datang tersering dengan keluhan buang 

air besar berlendir dan berdarah  sebanyak 18 kasus (66,7%). Sedangkan temuan intraoperatiif tersering 

adalah tipe ileo‐colica sebanyak 20 kasus (74,1%) dengan tindakan tersering adalah milking sebanyak 19 

kasus (70,4%) 

Tabel 6.4 

Gejala, Type dan Tindakan Pada Kasus Invaginasi 

Variabel 

Gejala 

 Nyeri Perut 

Bab Lendir &darah 

  9  18    33,3  66,7  Type 

Ileo – colica 

Ileo – caecal 

Ileo – Ileal 

Ileo – colo – colica 

[image:33.612.84.532.241.558.2]
(34)

 

Pada penelitian ini didapati rata‐rata lama rawatan penderita invaginasi selama 8,1 hari dengan standar 

deviasi 3,3. Hal ini dapat dilihat pada tabel 6.5 

Tabel 6.5 

Waktu Lama Rawatan Penderita  Invaginasi 

  Lama Rawatan 

minimal 

Lama Rawatan  maksimal 

Mean  SD 

Lama rawatan  27  5,0  19,0  8,1  3,3 

 

 

Pada penelitiian ini tidak dijumpainya hubungan antara onset kejadian. Hal ini dapat dilihat pada tabel 

6.6 dimana tidak dijumpainya kebermaknaan pada penelitian 

Tabel 6.6 

Hubungan Antara Onset kejadiann & Kadar Leukosit Dengan Lama Rawatan 

Analisis 

Hubungan Onset dengan Lama Rawatan  0,297  0,133* 

Hubungan  kadar Leukosit dengan Lama  Rawatan 

0,333  0,089** 

Keterangan : *   Korelasi Person 

           ** Korelasi Spearman 

 

 

 

 

[image:34.612.78.565.195.283.2] [image:34.612.89.530.479.567.2]
(35)

Dari grafik 1 terlihat tidak dijumpai adanya hubungan antara lamanya gejala yg dikeluhkan dengan 

lamanya rawatan. 

 

20.00 40.00 60.00

onset 5.00 10.00 15.00 la m a ra w a ta n $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $  

  Grafik 1: hubungan antara lama gejala yang timbul (onset) dengan lama rawatan   

 

Juga terlihat pada grafik 2 tidak terlihat hubungan yg bermakna antara kadar leukosit dengan lamanya 

rawatan pada penderita invaginasi 

[image:35.612.138.386.159.425.2]
(36)

 

0.00 40000.00 80000.00 120000.00

lekosit 5.00 10.00 15.00 la m a ra w a ta n $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $  

  Grafik 2: hubungan antara kadar leukosit dengan lama rawatan  

Pada penelitian ini di dapati bahwa pada penderita invaginasi yang mendapat tindakan operasi berupa 

reseksi akan mengalami perawatan lebih lama daripada yang hanya mandapat tindakan milking.  Hal ini 

terlihat pada tabel 6.7 

Tabel 6.7 

Hubungan Antara Tindakan Intraoperatif Dengan Lama Rawatan 

Analisis   mean  SD  p* 

Milking   Reseksi  19  8  6,8  11,3  2,1  3,7  0,002 

*Mann Whitney test 

 

 

[image:36.612.111.470.110.373.2] [image:36.612.82.576.561.647.2]
(37)

 

 

Pada penelitian hubungan antara gejala klinis dengan lama rawatan (tabel 6.8). Peneliti tidak menjumpai 

adanya hubungan antara gejala klinis yang dikeluhkan dengan lamanya rawatan. 

 

Tabel 6.8 

Hubungan Antara Gejala Klinis Dengan Lama Rawatan 

Analisis  Mean  SD  p* 

Nyeri perut 

BAB berlendir dan darah 

18 

7,9 

8,2 

2,4 

3,8 

0,774 

*Mann Whitney test 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

[image:37.612.84.572.276.353.2]
(38)

 

4.2 Pembahasan 

Gejala klasik dari invaginasi adalah nyeri perut yang sifatnya muncul secara tiba‐tiba, kolik,  intermiten, berlangsung hanya selama beberapa menit,. Pada anak yang berusia lebih tua dapat  mengeluhkan nyeri perut dan menentukan lokasinya. Ravitch mengemukakan bahwa pada 15% bayi dan  anak tidak menunjukkan gejala nyeri yang jelas. Ravitch dan Young mendapatkan gambaran klinis  invaginasi yang serupa pada kebanyakan negara, dengan muntah menjadi gejala inisial yang paling  umum (44%) melampaui gejala klasik nyeri perut.Penelitian 25 tahun di Canada didapatkan bahwa  muntah adalah gejala kedua yang paling umum setelah nyeri perut. Muntah cenderung didapatkan pada  bayi daripada anak yang berusia lebih tua.1,2,3,4 Dalam penelitian   ini didapatkan, sebanyak 18 anak (  66,7%) penderita datang ke Rumah Sakit dengan gejala klinis berupa buang air besar berlendir dan  berdarah dan sisanya 9 penderita (33,3%) datang dengan keluhan nyeri perut. Hal tersebut dapat  menggambarkan masih kurangnya kepedulian orang tua terhadap gejala awal invaginasi berupa nyeri  perut dan muntah yang di derita anaknya untuk membawa penderita ke sarana kesehatan. Hal tersebut  bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan dinegara maju (Ravitch) bahwa rata rata penderita  datang ke rumah sakit setelah gejala klinis timbul dalam 8 jam sedangkan pada penelitian ini peneliti  mendapati penderita yang meminta pertolongan rata‐ rata setelah 45 jam gejala invaginasi timbul. 

  Menurut Ravitch dari penelitian yang dilakukan multi senter dikatakan bahwa kerusakan usus 

dapat terjadi antara hari ke 2 – 5 dengan puncaknya pada hari ke 3 setelah gejala klinis terjadi.  Kerusakan usus yang terjadi mulai dari edema, nekrosis hingga perforasi akan memperberat keadaan  penyakit. Dimana mediator inflamasi yang terjadi akan berefek sitemik dan semakin memperburuk  keadaan umum penderita1,2.   Gambaran tingginya morbiditas akibat komplikasi yang terjadi akibat  intususepsi ini tercermin dari lama rawatan penderita. 

Pada  penelitian  ini  tidak  ditemukan  perbedaan  yang  bermakna  terhadap  lamanya  penderita  mengeluhkan gejala invaginasi dengan lamanya rawatan. Tetapi peneliti melihat bahwa dengan adanya  tindakan reseksi akan memperpanjang masa rawatan.

 

     

(39)

   

 

BAB

  

V

 

KESIMPULAN

 

DAN

 

SARAN

 

Kesimpulan 

1. Studi retrospektif terhadap 27 penderita invaginasi dari tahun 2006‐2009, dijumpai distribusi 

penyakit dimana lebih banyak diderita anak perempuan (63%) daripada anak laki‐laki (37%).  

2. Pada penelitian ini dijumpai bahwa penderita invaginasi mendapat tindakan operasi rata‐rata 45 

jam setelah mengeluhkan gejala invaginasi, dengan keluhan terbanyak berupa BAB berlendir 

dan berdarah (66,7%) dan dijumpai tipe invaginasi adalah tipe ileo‐colica (74,1%) dan tindakan 

tersering adalah prosedur milking (70,4%) 

3. Terlihat adanya hubungan bermakna antara tindakan operatif dengan lama rawatan tetapi tidak 

dijumpai hubungan bermakna antara onset kejadian dengan lamanya rawatan. 

 

Saran 

1. Pengisian, pencatatan identitas penderita, maupun pemeriksaan pada status pasien sebaiknya 

dibuat dalam bentuk format yang lebih sistimatis dan tidak menyulitkan bagi siapa saja yang 

mengisi status penderita. 

2. Penelitian ini perlu dilanjutkan untuk waktu yang lebih lama dengan jumlah sampel yang lebih 

besar sehingga dapat di peroleh data yang lebih akurat untuk data invaginasi di RSHAM. 

(40)

 

3. Dapat menemukan cara terbaik utk menginformasikan kepada orang tua tentang klinis dari pada 

invaginasi sehingga mereka dapat lebih waspada terhadap tanda klinis invaginasi. 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

(41)

 

Daftar

 

Pustaka

 

1. Fallat ME. Intussusception. Dalam: Ashcraft KW, Holcomb GW, Murphy JP, Pediatric Surgery.  Edisi ke‐4. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2005. h. 533‐42. 

2. Ein SH & Daneman A. Intussusception. Dalam: Ziegler MM, Azizkhan RG, Weber TR, Operative 

Pediatric Surgery. Edisi International. New York: McGraw‐Hill; 2003. h. 647‐55. 

3. Waag KL. Intussusception. Dalam: Puri P, Hollwarth M, Pediatric Surgery. Berlin: Springer‐ Verlag; 2006. h. 313‐20. 

4. Raffensperger JG. Intussusception, Swenson’s Pediatrics Surgery, 5th edition, Appleton Century  Crofts, New York; 1990. h. 221 – 229. 

5. Doody DP, Foglia RP. Intussusception. Dalam : Oldham, KT.; Colombani, P 

6. M.; Foglia RP.;  Skinner, MA. Principles and Practice of Pediatrics Surgery Vol II, 4th edition,  Lippincot Williams & Wilkins. H. 1298 – 1306. 

7. Winslet MC. Intestinal Obstruction. Dalam Russell RCG, William NS, Bulstrode CJK, Short  Practice of Surgery, 24th edition, Arnold, London; 2004. H. 1194 – 1197. 

8. Wood  BP.  Intussusception,  Child.  eMedicine.  Available  on  line  at:   

http://emedicine.medscape.com/article/409870‐overview  

(akses 5 Februari 2009). 

9. Irish MS & Shellnut J. Intussusception: Surgical Prespective. eMedicine. Available on line at: 

http://emedicine.medscape.com/article/937730‐overview  

(akses 5 Februari 2009). 

10. Lalit Bajaj, MD, MPH, and Mark G. Roback, MD. Postreduction Management of Intussusception  in  Children’s  Hospital  Emergency  Department.  Available  on  line  at: 

http://www.pediatrics.org/cgi/content/full/112/6/1302  

(akses 5 Februari 2009). 

Gambar

Tabel 6.1 
Tabel 6.2
Tabel 6.4 
Tabel 6.5 
+4

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2011 Lampiran III TATA CARA PEMILIHAN PENYEDIA PEKERJAAN KONSTRUKSI huruf B.. PELELANGAN UMUM

Oleh karena itu dilakukan pengkajian tentang perbedaan besarnya NPOPTKP dalam menghitung BPHTB terutang untuk waris dan hibah wasiat dengan bukan waris dan hibah wasiat, pemenuhan

Dari hasil penelitian tersebut penulis ingin mengembangkan penelitian pada Dinas Tata Kota dan Pertamanan Kota Ternate yang pada pelayanan atau pengurusan izin

Tahap â tahap pembuatan modul mulai dari struktur navigasi, storyboard, pengaturan gambar, pembuatan animasi, pengaturan suara sampai dengan tahap pengujian yaitu melakukan

Salah satu software yang berguna untuk menghasilkan suatu aplikasi pada perangkat wireless khususnya handphone adalah J2ME. Dilihat dari hal tersebut, maka dihasilkan suatu

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi di bidang karya ilmiah yang dapat mengembangkan ilmu pengetahuan, terutama dibidang hukum, khususnya

Uraian tentang memilih dan membatasi jumlah teknologi pertanian yang diperkenalkan, menurut Bunch (2001) 11 memberikan pelajaran bahwa diseminasi teknologi pertanian

 RUNTUN ADALAH BARISAN HURUF-HURUF ATAU TANDA-TANDA YANG IDENTIK YANG DIDAHULUI OLEH SEBUAH HURUF ATAU TANDA YANG BERBEDA.  UNTUK RUNTUN PERMULAAN, BARISAN DIMAKSUD TIDAK DIDAHULUI