• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Tanaman Inang Dan Budidaya Kutu Lak Teknik kultur lak terdiri dari budidaya tanaman inang dan budidaya kutu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Tanaman Inang Dan Budidaya Kutu Lak Teknik kultur lak terdiri dari budidaya tanaman inang dan budidaya kutu"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Teknik Tanaman Inang Dan Budidaya Kutu Lak

Teknik kultur lak terdiri dari budidaya tanaman inang dan budidaya kutu lak.

Gambar 10 Tanaman kesambi di kawasan hutan BKPH Kabuaran (Koleksi Pribadi 2005)

Budidaya Tanaman Inang.

Persiapan tanaman inang atau tanaman yang menjadi media sebagai tempat pembudidayaan kutu lak (L. lacca Kerr) didahului dengan persiapan lahan untuk tanaman inang. Areal dibagi kedalam petak-petak yang disesuaikan dengan rotasi pemungutan hasilnya. Tiap petak memiliki luas 25 hektar, petak ini dibagi lagi ke dalam blok-blok dengan luas 1 hektar. Batas antara petak dan blok dibuat dengan jelas, agar memudahkan dalam pemanenan dan pemungutan hasil.

Dalam usaha menstabilkan produksi lak cabang setiap tahunnya, maka dilakukan pengaturan hasil. Untuk pengaturan hasil lak maka RPH dengan luasan 1000 hektar perlu dibagi menjadi 4 bagian yang terdiri dari umur pangkasan 0 bulan, 6 bulan, 12 bulan dan 18 bulan. Pengaturan produksi seperti ditunjukkan pada Tabel 5.

Tiap RPH dibagi menjadi empat bagian yang sama jumlah tanaman inangnya. Pembagian bagian ini juga disesuaikan dengan musim, topografi dan kemiringan lahan (intensitas penerimaan sinar matahari). Bulan tularan

(2)

Tabel 5 Skema pengaturan hasil produksi lak

UMUR TUNAS BAGIAN

0 Bulan 6 Bulan 12 Bulan 18 Bulan

I = 250 Ha II = 250 Ha III = 250 Ha IV = 250 Ha

: Keadaan Bulan 0 (bulan Januari tahun I) : Bulan 0 = 6 bulan (bulan Juli tahun I) : Bulan 0 + 12 bulan (bulan Januari tahun II) : Bulan 0 + 18 bulan (bulan Juli tahun II) Tabel 6 Bulan tularan berdasarkan topografi wilayah

No. Topografi Bulan tularan

1. Punggung/puncak bukit Desember, Januari, Februari

2. Miring Timur Oktober, November, Desember

3. Miring Utara November, Desember, Januari

4. Miring Barat Maret, April

5. Miring Selatan Mei, Juni, September

6. Datar bawah Mei, Juni, Juli, Agustus

Sumber : KPH Probolonggo, 2005

Dengan demikian tiap blok, tiap saat mempunyai kondisi yang cocok dengan kehidupan kutu Lak.

Tiap blok tularan ditetapkan untuk satu semester (enam bulan) sehingga setiap tahun, masing-masing RPH hanya menulari dua blok saja.

Tabel 7 Pembagian blok-blok tularan

Blok Tularan (Ha) RPH Luas baku (Ha) A B C D Jumlah (Ha) Keterangan Kabuaran 840.9 103 84.4 93.5 94.2 375.1 PLTU : 366.1 HL 99.7 Banyuanget 851.8 186.8 188.9 166 173.4 715.1 HL 136.7 Taman Barat 843.1 133.5 275 126.5 277.2 812.2 HL 30.8 Taman Timur 909.1 198.7 196.8 188.7 189 773.2 HL 135.9 3 444.9 622 745.1 574.7 733.8 2 675.6 PLTU : 366.1 HL 403.2 Sumber : KPH Probolonggo, 2005

(3)

Perputaran giliran tularan dan pemanenan dilakukan dengan cara : misalnya tularan blok A, setelah dipanen bibitnya ditularkan di blok B, bibit dari blok B ditularkan ke blok C, demikian seterusnya sehingga saat blok A siap ditulari lagi maka umur ranting tepat 1.5 tahun. Pada umur ranting muda tersebut sangat cocok untuk kehidupan kutu lak. Adanya pembagian blok ternyata di bidang perencanaan produksi sangat menguntungkan karena prasarana dan lain-lain lebih mudah dihitung.

Tanaman inang yang dapat digunakan sebagai inang kutu lak adalah kesambi, kaliandra, A. arabica, A. villosa, ploso dan trembesi. Tanaman inang harus bisa bertahan dalam iklim kering, sehingga tetap dapat menunjang kehidupan kutu lak. Tanaman kaliandra merupakan tanaman inang yang baik selain kesambi. Pada tanaman A. arabica, sekresi yang dihasilkan oleh kutu lak cukup baik tetapi akan dihadapi kendala pada saat pengunduhan. Hal ini disebabkan karena duri yang terdapat pada batang A. arabica yang menyebabkan kesulitan untuk dipanjat pada saat pengunduhan. Untuk A. vilosa, tanaman ini hanya baik pertumbuhannya pada musim penghujan, sehingga tanaman ini nantinya hanya akan digunakan sebagai tanaman sela. Pada tanaman Ploso, sekresi yang dihasilkan oleh kutu lak banyak terdapat pada ranting daun, selain itu hasil sekresi mengalami kerontokan sebelum masa unduh. Tanaman trambesi yang ditulari kutu lak menghasilkan sekresi yang tipis, sehingga tidak dapat diunduh. Tanaman durian juga dapat dijadikan sebagai inang alternatif untuk kutu lak, namun sampai saat ini tanaman durian masih belum dibudidayakan sebagai inang kutu lak. Hasil sekresi kutu lak yang dihasilkan pada tanaman durian berwarna hitam. Kutu lak yang dikembangkan di Indonesia adalah L. lacca yang sangat cocok pada tanaman inang kesambi, ploso dan A. villosa (Mulyana dan Intari, 1995).

Di KPH Probolinggo Perum Perhutani Unit II Jawa Timur, kesambi merupakan tanaman inang yang digunakan untuk budidaya kutu lak. Ada dua macam kesambi yang digunakan sebagai tanaman inang kutu lak yaitu kesambi krikil dan kesambi kebo. Perbedaan antara kesambi krikil dan kesambi kebo dapat dilihat pada Tabel 8.

(4)

Tabel 8 Perbedaan antara kesambi krikil dan kesambi kebo

Kesambi Krikil Kesambi Kebo

1. Daunnya lebih kecil

2. Dapat hidup pada tanah kritis, tahan panas dan tidak menggugurkan daun 3. Mempunyai kulit yang tipis dan keras serta sedikit mengandung kadar air

4. Perkembangan kutu lak tidak begitu pesat

5. Cocok pada daerah yang sangat kritis, berbatu dengan kondisi tanah yang miskin hara

1. Daunnya lebih besar daripada kesambi krikil

2. Mempunyai kulit tebal, kadar air banyak

3. Sangat cocok bagi perkembangan kutu lak

4. Jika terlalu panas akan menggugurkan daun sehingga mengakibatkan gagal panen 5. Memerlukan persyaratan hidup

yang lebih sulit dan komplek Sumber : Pedoman pengusahann klas perusahaan lak, Perum Perhutani. 1997.

Gambar 11 Tanaman Ploso (Koleksi Pribadi 2005)

Gambar 12 Persemaian tanaman Kesambi di BKPH Kabuaran, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur : A. Biji kesambi yang akan dikecambahkan, B. Bibit kesambi umur 6 bulan (Koleksi Pribadi 2005)

(5)

Menurut Heyne (1987) klasifikasi tanaman kesambi adalah sebagai berikut:

Kerajaan : Plantae

Divisi : Angiosprema

Sub Divisi : Dicotyledoneae

Klas : Archilamydeae

Bangsa : Sapindaseae

Marga : Schleichera

Jenis : Schleichera oleosa Merr

Pola tanam merupakan suatu sistem penanaman dalam suatu areal yang diharapkan dapat memberikan produksi secara maksimal dengan memilih jenis-jenis tanaman meskipun mempunyai fungsi yang berbeda tetapi mempunyai manfaat yang sama dalam menghasilkan kualitas lak cabang. Pola tanam yang diterapkan oleh KPH Probolinggo Perum Perhutani Unit II Jawa Timur untuk Klas Perusahaan Rimba (Tanaman Kesambi/Budidaya Kutu Lak) dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13 Pola tanam untuk klas perusahaan rimba

Tanaman pokok berupa tanaman kesambi, baik kesambi krikil ataupun kesambi kebo dengan jarak tanam 2 x 3 meter, tujuannya adalah agar tanaman inang (pokok) setelah dewasa (10 tahun) dapat mencapai perkembangan semaksimal mungkin dengan jumlah pohon ±400 pohon (jarak tanam 6 x 4 meter)

Tanaman Pagar Tanaman Sela

(6)

sehingga areal tanaman menjadi lebih potensial untuk produksi lak cabang maupun bagi para pesanggem pada sistem tumpangsari.

Untuk tanaman sela dipilih jenis A. vilosa. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan tanaman sela, antara lain :

• Tanaman sela yang dipilih dapat berfungsi sebagai pengendali erosi dan meningkatkan kesuburan tanah.

• Dapat ditulari kutu lak sebagai usaha peningkatan produksi lak.

A. vilosa dipilih untuk dijadikan tanaman sela karena memenuhi ketentuan yang disebutkan diatas. Tanaman pagar digunakan pada pola tanam ini sebagai upaya untuk menghindari pengembalaan dan kebakaran hutan serta dapat dipergunakan sebagai sekat bakar. Persyaratan tanaman pagar antara lain : tahan api, mudah dan cepat bertunas, tidak menggugurkan daun, murah dan mudah dalam penanaman. Tanaman pagar ditanam pada batas blok atau petak. Jenis A. arabica, A. tomentosa (Klampis), dan A. cetechu dapat digunakan sebagai tanaman pagar.

Bagan Tanaman Keterangan

x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x ooooooooooooooooooooo ooooooooooooooooooooo o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o x o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o x o o o o o x

x x : Tanaman pagar tiga baris x secara untu walang

o o : Tanaman sela o o

o : Tanaman pokok

x : Tanaman pengisi, ditanam secara untu walang

Gambar 14 Bagan pola tanaman untuk klas perusahaan kesambi

Pengaruh dari klas umur (KU) terutama jumlah percabangan dan ranting yang merupakan tempat penularan kutu lak (L. lacca Kerr) dapat menentukan jumlah produksi lak yang dihasilkan. Kerapatan pohon dan penutupan tajuk pada

(7)

tiap klas umur berpengaruh suhu dan kelembaban yang sesuai untuk perkembangan kutu lak dan hal ini dapat mempengaruhi produksi lak cabang yang dihasilkan (Mulyana & Intari 1995).

Tanaman kesambi baru bisa ditulari kutu lak (L. lacca Kerr) pada umur 15 tahun atau pada klas umur (KU) III, pada umur ini tanaman sudah cukup tua dengan diameter yang sudah besar serta percabangan ranting sudah banyak. Kutu lak (L. lacca Kerr) mengisap cairan tanaman yang berupa getah, getah yang baik yang dapat mendukung pertumbuhan kutu lak yaitu getah yang memiliki pH 5.8 sampai 6.2 dimana pada keadaan ini kandungan air pada getah cukup banyak sehingga kutu lak (L. lacca Kerr) mendapatkan makanan yang cukup.

Komposisi sebaran klas umur (KU) kesambi : (berdasarkan RPKH Induk Jangka 2004 sampai 2008) § KU II = 22.6 hektar (0.8 %) § KU III = 34.2 hektar (1.1 %) § KU IV = 18.8 hektar (0.6 %) § KU V = 267.2 hektar (9.0 %) § KU VI = 609.8 hektar (20.5 %) § KU VII = 273.4 hektar (9.2 %) § KU VIII = 65.3 hektar (2.2 %)

§ HAKSB = 1 688.8 hektar (56.6 %) - batang tanaman luka atau cacat, sebagai tempat/rumah predator.

Pemeliharaan tanaman inang juga perlu dilakukan. Pemeliharaan tanaman kesambi sebagi tanaman inang terdiri dari kegiatan (Suwarno 2004a) :

1. Pendangiran

Pendangiran dilakukan 3 sampai 4 kali per tahun. Pendangiran diperlukan pada tahun pertama dan kedua agar tanah menjadi gembur dan pertumbuhan tanaman pokok dapat lebih cepat.

(8)

2. Pemupukan

Pupuk yang digunakan berupa pupuk kimiawi, nabati dan pupuk kandang. Pemupukan sistem tumpang sari dibawah tegakan tanaman pokok dilakukan pada saat pemangkasan sampai dengan tanaman inang siap ditulari.

3. Wiwilan

Wiwilan adalah kegiatan pembersihan (wiwil) ranting-ranting kecil dan tumbuhan liar yang merambat pada tanaman inang dengan tujuan agar ranting-ranting dan trubus liar yang tidak sesuai bagi persyaratan hidup kutu lak menjadi hilang. Cabang-cabang yang mati, terkena penyakit dan mengandung parasit harus dipotong dan dibuang. Tunas yang kurang sehat, kecil dan bergerombol harus diwiwil dengan cara memelihara dalam masing-masing tunas baru sekitar 3 sampai 5 tunas yang sehat saja. Seleksi terhadap ranting yang baik untuk memperoleh pertumbuhan yang baik pula.

4. Pemangkasan

Untuk memberikan pertumbuhan yang baik pada tegakan kesambi (S. oleosa Merr) maka dilakukan pembuangan cabang-cabang yang mati dan pengurangan ranting-ranting yang padat sehingga mendapat cahaya matahari yang cukup (Perum Perhutani Unit II Jawa Timur 2004).

Pemangkasan bertujuan untuk memperbanyak cabang-cabang yang baik dan segar serta membentuk tajuk yang lebih tebal dan lebat juga untuk menyediakan trubusan muda untuk tempat nympa-nympa kutu lak.

Tanaman sela : A. villosa

Pada umur 6 bulan dipangkas setinggi 0.5 meter, kecuali tanaman A. villosa setiap 1 meter tidak di pangkas tetapi dipelihara agar dapat berfungsi sebagai tanaman inang. Setelah berumur 3 sampai 4 tahun, A. villosa yang ditinggal dilakukan pemangkasan setinggi dada untuk ditulari kutu lak sebelum kesambi dapat ditulari. Pemangkasan A. villosa setinggi 0.5 meter dilaksanakan secara periodik.

(9)

Tanaman pokok : Kesambi a. Waktu pemangkasan

Untuk memperoleh bentuk pohon yang bercabang banyak dan rendah, pemangkasan pertama dilakukan setinggi dada pada umur 6 tahun. Pemangkasan kedua dilakukan pada umur 9 tahun, dimana trubusan pangkasan pertama sudah cukup besar. Pemangkasan ketiga dilakukan pada umur 11 tahun, setelah trubusan berumur paling lama 1.5 tahun maka dilakukan tularan.

b. Teknik Pemangkasan

Cabang yang bergaris tengah 2 sampai 2.5 cm dipangkas, sedangkan cabang yang bergaris tengah ¾ sampai 2 cm dipangkas dekat pangkal dahan. Bekas pangkasan tidak boleh pecah agar cabang dapat bertunas dengan baik, apabila pecah harus dipangkas bagian bawahnya. Cabang yang mati dan sakit juga harus dibuang pada saat pemangkasan. Pemangkasan dilakukan pada permulaan musim hujan dengan tujuan agar trubusan atau tunas dapat tumbuh lebih cepat. Dalam rangka peningkatan produksi, dapat dikembangkan sistem pangkas setinggi dada pada tegakan kesambi dengan tinggi pohon 6 sampai 10 meter. Manfaat sistem pangkas setinggi dada adalah :

• Pada waktu penularan dan pengunduhan, pekerja tidak perlu memanjat sehingga menghemat tenaga

• Mempersingkat dan mempermudah waktu penularan, pemungutan dan pengunduhan

• Percabangan bertambah banyak, akibatnya media penularan bertambah dan berarti dapat meningkatkan hasil lak.

(10)

5. Babat tanaman bawah

Babat tumbuhan bawah dan tumbuhan liar bertujuan agar lapangan/areal tularan mudah dilalui oleh pekerja, menghilangkan sarang-sarang parasit, dan menciptakan sirkulasi udara yang baik bagi pertumbuhan/perkembangan kutu lak.

Budidaya Kutu Lak

Hal pertama yang harus diperhatikan dalam budidaya kutu lak adalah persyaratan tumbuh kuta lak itu sendiri. Persyaratan tumbuh kutu lak (Perum Perhutani 1987) :

1. Iklim. Iklim optimum yang baik untuk perkembangan kutu lak adalah type D dan E menurut pembagian iklim Schmidt Ferguson, yaitu iklim dengan rasio Q antara 0.6 sampai 1.67 dengan keadaan daerah sedang sampai agak kering. Curah hujan. Untuk pertumbuhan kutu lak antara 1000 sampai 1500 mm/thn. Jika terlalu tinggi dapat mengganggu kehidupan kutu lak. Daerah yang mempunyai curah hujan cukup tinggi dan berlangsung tiap hari akan mengganggu kehidupan kutu lak. Bongkolan lak yang selalu diliputi oleh air hujan yang mengalir dari tajuk ke cabang-cabang akan menutupi lubang-lubang pernafasan. Keadaan tersebut menimbulkan kehidupan kutu lak menjadi tidak sehat dan sekresi lak yang dihasilkan tidak tebal/tidak banyak, berwarna kehitam-hitaman, bulu lilinnya patah/hilang dan bahkan kutu lak akan mati semua.

Suhu. Kutu lak memperoleh kehidupan yang optimum pada suhu 240 C. Kutu lak berhenti bertelur jika suhu berada dibawah 170 C. Bila suhu dibawah 220 C, larva tetap tinggal diam didalam sel induknya. Larva tersebut akan mati di dalam ruang inkubasi selama 4 sampai 5 hari sesudah menetas bila tidak dapat keluar dan akan aktif swarming bila suhu di atas 240 C sampai 280 C.

Kelembaban. Kelembaban yang diperlukan pada waktu swarming berkisar antara 58 sampai 100%.

2. Tanah. Kondisi tanah lebih berpengaruh pada budidaya tanaman inang dari pada budidaya kutu lak. Pada tempat yang subur, tanaman inang dapat

(11)

tumbuh dengan subur sehingga dapat ditulari kutu lak lebih banyak. Pada tempat yang mempunyai solum tipis maka tanaman inang akan menggugurkan daun sehingga tularan pada musim kemarau akan mengalami kegagalan. Kelihatannya ada pengaruh antara jenis tanah, tanaman inang dan kualitas terutama warna dari seed lak yang dihasilkan. Perlu diupayakan untuk mendapatkan tanaman inang yang mampu tumbuh ditanah yang kurus dan tidak subur. Di KPH Probolinggo, khususnya di BKPH Kabuaran dan BKPH Taman sebagian besar kondisi lahan berupa batu bertanah dan kurang subur. Pada musim kemarau, tanaman kesambi akan menggugurkan daun. Di BKPH Kabuaran seluas 48% areal dimana tanaman kesambi yang ada diperuntukkan untuk dapat ditulari pada musim kemarau dimana kesambi akan menggugurkan daun, sedangkan di BKPH Taman seluas 33%.

Gambar 16 Kondisi tanah di kawasan hutan BKPH Kabuaran (Koleksi pribadi 2005)

3. Tinggi Tempat. Tinggi tempat berkaitan langsung dengan suhu rata-rata. Semakin tinggi tempat maka suhu semakin dingin sehingga umur tularan semakin panjang. Untuk kelangsungan hidupnya, tinggi tempat yang baik untuk budidaya kultu lak adalah 0 sampai 375 meter dari permukaan laut.

4. Topografi. Kutu lak dapat dikembangkan mulai dari tempat datar/tepi pantai sampai yang bergelombang/berbukit-bukit. Kutu lak pada tempat yang berbukit-bukit dengan suhu udara yang lebih panas dari tempat di lembah akan mempunyai siklus hidup yang lebih pendek ± 1 (satu) bulan.

(12)

Hal yang harus dilakukan agar produksi lak cabang meningkat yaitu pemilihan bibit kutu lak yang baik sebelum dilakukan penularan. Syarat bibit lak yang baik digunakan sebagai bahan tularan adalah :

1. Lapisan lak berat dan tebal, penuh dengan tonjolan-tonjolan stik merata (lubang pernafasan), nampak basah, bulat dan tidak terputus-putus.

2. Tidak mengandung parasit, sehingga pada lapisan lak tidak terdapat lubang-lubang kecil sebagai lubang-lubang udara pernafasan parasit

3. Bebas dari predator, sehingga pada lapisan lak tidak terdapat saluran yang tertutup oleh jaringan.

Dalam pengklasifikasian lak berdasarkan hasil unduhan, lak bibit masuk dalam katogori A1. Berdasarkan panjang sekresi, ketebalan sekresi dan kesehatan sekresi (tingkat kandungan parasit yang ditandai adanya lubang-lubang parsit), maka lak bibit dapat dibedakan menjadi 4 (empat) klas, yaitu :

• Lak bibit klas I : panjang potongan 21 sampai 30 cm, lapisan lak tebal, sehat, tidak terputus-putus dan sedikit sekali mengandung parasit dan predator. • Lak bibit klas II : panjang potongan 11 sampai 20 cm, lapisan lak agak tebal

sedikit bagian-bagian tidak tertutup dan sedikit mengandung parasit dan predator.

• Lak bibit klas III : panjang potongan 6 sampai 10 cm, lapisan lak agak tipis, agak banyak bagian yang tidak tertutup lak, cukup banyak mengandung parasit dan predator, sistem penularan harus memakai kantong.

• Lak bibit klas IV : panjang potongan 6 cm ke bawah, lapisan lak tipis, banyak bagian kayu yang tidak tertutup lak, banyak mengandung parasit dan predator serta sistem penularannya harus memakai kantongan. Khusus penularan dengan lak bibit klas IV dilaksanakan apabila dalam keadaan yang terpaksa di mana persediaan lak bibit klas I, II dan III tidak mencukupi kebutuhan. Diusahakan penularan selalu memakai lak bibit klas I dan selama persediaan masih cukup, maka bibit klas II, III, dan IV tidak perlu dipakai dalam penularan.

(13)

Gambar 17 Lak bibit : a. Lak bibit klas I, b. Lak bibit klas II, c. Lak bibit klas III, d. Lak bibit klas IV(Koleksi Pribadi 2005)

Budidaya kutu lak terdiri dari enam tahapan kegiatan, yaitu (Suwarno 2004b) :

• Persiapan tularan

Persiapan tularan meliputi kegiatan penentuan lokasi, babat tumbuhan bawah, wiwilan pada calon-calon pohon inang untuk membuang ranting-ranting yang kering dan kurang baik.

a. Persiapan awal, yaitu persiapan yang dilakukan pada lokasi yang belum pernah ditulari.

- Tujuan : menyiapkan lokasi tularan agar diperoleh ranting yang baik dan cocok untuk ditulari kutu lak.

- Waktu : 1.5 tahun sebelum pelaksanaan tularan

- Pelaksanaan : dengan pemangkasan seluruh ranting pohon inang yang direncanakan untuk ditulari

b. Persiapan akhir (menjelang tularan).

Persiapan ini dilakukan dengan kegiatan :

1. Babat tumbuhan bawah pada lokasi yang direncanakan untuk tularan 2. Rempelan/wiwilan untuk membuang ranting-ranting kering dan tidak

baik agar tidak dirambati kutu lak, sehingga kutu lak tidak terlalu jauh dalam mencari ranting yang dikehendakinya.

3. Membuat sekat bakar, untuk tularan pada musim kemarau. a

c d

(14)

2) Penularan bibit lak

Tularan yaitu menempelkan lak bibit yang telah diseleksi, dimasukkan dalam kantong dan dalam kroso kemudian diletakkan pada ranting-ranting sasaran tularan dengan cara mengkaitkan kroso berisi bibit lak pada ranting-ranting tertentu yang memenuhi syarat.

Ranting tanaman kesambi dapat ditulari lak bibit apabila telah berumur 1.5 sampai 2 tahun. Pada umur ranting muda tersebut sangat cocok untuk kehidupan baru kutu lak. Jumlah lak bibit yang ditularkan banyak berpengaruh terhadap kualitas produksi lak. Penularan bibit yang terlampau banyak ternyata dapat mengakibatkan kualitas tularan menjadi sangat jelek, lapisan lak menjadi tipis–tipis. Selain itu pada musim kemarau tanaman inangnya menjadi menderita karena terlalu banyak lak yang menghisap cairan yang ada di ranting dan akhirnya kering sehingga kutu lak banyak yang ikut mati. Tanaman inang mampu menghidupi kutu lak walaupun di musim kemarau bila jumlah lak bibit yang ditularkan optimal tergantung besar kecilnya pohon kesambi. Lak yang dihasilkan menjadi tebal-tebal sehingga dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi lak (Adjidarna 1990).

Kutu lak selama hidupnya menghisap cairan pada jaringan kulit dan jaringan kayu dari tanaman tertentu sebagai inangnya. Setelah periode swarming larva kutu lak akan menyebar, alat mulutnya menembus kulit batang hinggga mencapai jaringan pholem dan jaringan xylem dan mulai menghisap cairan pohon inang (Sriwahyuni 1990).

2. 1. Metode tularan terdiri dari : a. Tularan Pas/Tetap

Yaitu sistem tularan dimana jumlah bibit yang ditularkan pada semua pohon sudah tepat dengan kemampuan pohon, sehingga diperlukan perhitungan yang sangat cermat dalam menentukan jumlah bibit yang ditularkan pada semua pohon (Murgunadi 1994). Dengan perhitungan tiap hektar memerlukan bibit 250 kg yang terdiri dari 2500 kroso.

Tularan pas cocok dilaksanakan pada keadaan : 1.Jumlah bibit yang tersedia sangat banyak

(15)

3.Pohon inang tersedia dalam jumlah yang cukup Ketentuan tularan pas :

1. Seleksi bibit ketat

2. Jumlah bibit yang ditularkan pada setiap pohon inang harus benar-benar sesuai dengan kemampuan pohon

3. Lama tularan kurang lebih 20 hari atau sampai kutu lak di dalam lak cabang habis tertular

Keuntungan tularan pas :

1. Tidak ada kutu terbuang karena jatuh saat pindahan 2. Tidak ada biaya pindahan

3. Tidak akan terjadi over injektion Kerugian Tularan Pas :

1. Apabila seleksi bibit lemah dapat terjadi salah hitungan jumlah bibit yang ditular, sehingga volume penempelan kutu lak kurang, akibatnya sekresi yang terbentuk tidak merata

2. Memerlukan tenaga kerja terlatih dan perhitungan cermat b. Tularan Pindahan

Tularan pindahan dilakukan apabila keadaan bibit terbatas, tenaga kerja tularan tersedia cukup, tumbuhan inang dalam jumlah cukup (Perum Perhutani Unit II Jawa Timur 1994). Pemindahan dilakukan apabila penempelan kutu pada setiap ranting sudah cukup merata. Tularan dilaksanakan dengan memindahkan lak bibit dari satu tumbuhan inang ke tumbuhan inang lainnya. Pemindahan dilakukan sampai dua kali, berarti satu kali ditularkan 2 kali dipindahkan sampai 3 pohon dengan imbangan waktu : tularan : pindahan pertama : pindahan kedua = 5 : 3 : 7 hari. Dan pada tularan pindahan harus selalu dikontrol keadaan penempelan kutu pada ranting. Dengan tularan pindah, diharapkan tujuan penularan merata dapat dicapai dalam waktu sesingkat-singkatnya dengan memerlukan tenaga yang berpengalaman.

Tularan pindahan cocok dilaksanakan pada keadaan : 1. Bibit yang tersedia sedikit/terbatas

(16)

3. Pohon inang yang tersedia dalam jumlah yang cukup. Ketentuan tularan pindahan :

1. Pemindahan bibit baru dapat dilaksanakan apabila volume penempelan kutu pada setiap ranting sudah cukup merata (± 0,5 panjang cabang) 2. Volume penempelan kutu pada ranting, maksimal :

Pada musim penghujan = 2/3 panjang ranting tertular Pada musim kemarau = 1/3 panjang ranting tertular Keuntungan tularan pindahan :

1.Penyebaran bibit lebih merata 2.Pemanfaatan bibit lebih optimum Kerugian tularan pindahan :

1. Banyak kutu lak yang hilang karena jatuh dari lak cabang bibit pada waktu pemindahan bibit

2. Memerlukan pemantauan yang relatif lebih ketat terhadap penempelan kutu

3. Memerlukan biaya pemindahan

2. 2. Cara Penularan :

Setelah bibit lak dimasukkan ke dalam kantong dan kroso, bibit tersebut dibawa ke lokasi tularan, bibit diikatkan pada ranting-ranting pohon inang dengan arah sejajar arah ranting dan diupayakan sedekat mungkin dengan ranting muda sasaran penularan agar kutu lak dapat dengan mudah mencapai ranting-ranting yang disukai.

Banyaknya kroso (bibit lak yang dibalut) tiap pohon tidak sama tergantung banyaknya jumlah cabang yang dimiliki pohon itu. Pohon inang dibagi kedalam klas pohon (KP) yaitu berdasarkan jumlah bibit yang dapat ditampung tiap pohon :

§ Klas Pohon I : terdiri dari 1 sampai 10 kroso. § Klas Pohon II : terdiri dari 11 sampai 20 kroso. § Klas Pohon III : terdiri dari 21 sampai 30 kroso. § Klas Pohon IV : terdiri lebih dari 31 kroso.

(17)

Baik tularan pas maupun tularan pindahan setiap hari harus diperiksa untuk mengetahui keadaan penyebaran kutu lak pada setiap pohon yang ditulari.

Pada waktu swarming, larva akan keluar dan mencari tempat pada ranting untuk kemudian memasukkan mulutnya pada ranting dan menghisap zat makanan berupa getah (Perum Perhutani Unit II Jawa Timur 2004). Swarming terjadi pada temperatur 24 sampai 280 C antara jam 8.00 sampai 11.00 pagi, sore hari berkisar jam 16.00 dan lama periode ini 2 minggu. Siklus hidup kutu lak (L. lacca Kerr) 5 sampai 6 bulan dan tumbuh lebih baik pada tempat yang dingin atau lembab dibanding pada tempat yang kering (Mulyana & Intari 1995). Setelah umur 5 sampai 6 bulan tersebut kutu lak sudah tidak memproduksi lak cabang lagi yang dicirikan warna lak cabang kuning jernih, benang–benang lilin sudah banyak berkurang dan terdapatnya sel-sel anakan (Perum Perhutani Unit II Jawa Timur 2004).

Gambar 18 Proses penularan kutu lak : a. Seleksi bibit, b-c. Memasukkan bibit lak dalam kantong, d. Bibit lak di bawa ke lapangan, e. Persiapan penularan lak, f-g. Peletakan bibit lak pada tanaman kesambi, h. Bibit lak yang telah diletakkan di pohon (Koleksi Pribadi & KPH Probolinggo Perum Perhutani Unit II Jawa Timur 2005)

f e

a b c d

h g

(18)

Gambar 19 Kutu lak yang swarming dan mulai mencari tempat pada ranting (beberapa hari setelah peletakan bibit) (Koleksi Pribadi 2005)

Gambar 20 Kutu lak setelah 1 bulan penularan (Koleksi Pribadi 2005)

Gambar 21 Kutu lak yang menulari ranting tanaman kesambi (Koleksi Pribadi 2005)

3) Pemeliharaan tularan

Pemeliharaan tularan adalah kegiatan pemeliharaan tularan yang meliputi pengasapan (untuk mengatasi serangan parasit dan predator, terutama pada musim kemarau), pemberantasan hama dan penyakit, babat tumbuhan bawah serta wiwilan.

(19)

Kegiatan pemeliharaan tularan terdiri dari : a. Pemeliharaan Rutin, meliputi :

1. Babat tumbuhan bawah/tumbuhan liar yang mengganggu kultur terutama tumbuhan liar yang merambat.

2. Wiwilan pada ranting-ranting yang tidak ada tularannya untuk memberi sinar matahari yang cukup pada ranting-ranting yang tertular, untuk menghindari serangan jamur.

3. Membuat ilaran untuk sekat bakar, pada musim kemarau. b. Pemeliharaan Preventif

1. Mengadakan pengasapan terutama pada musim penghujan untuk menaikkan temperatur dan mengusir parasit dari lokasi tularan. Pelaksanaan dilakukan pada pagi hari sebelum jam 07.00 dan pada sore hari setelah jam 16.00.

2. Penjagaan tularan dari bahaya kebakaran hutan. c. Pemeliharaan Represif

1. Memotong ranting-ranting tularan yang terserang hama dan penyakit. 2. Pemberantasan parasit dan predator dengan pengasapan.

3. Segera mengambil tindakan apabila terjadi bahaya kebakaran hutan, pencurian lak dan gangguan lainnya.

4) Pungutan bekas bibit.

Pungutan yaitu pengambilan kembali lak bibit yang ditularkan, setelah 21 hari atau setelah seluruh kutu yang ada didalam lak bibit keluar dan menulari pohon inang.

Waktu pelaksanaan pungutan adalah setelah 21 hari bibit lak ditularkan. Pengambilan pungutan bekas bibit harus dilaksanakan tepat waktu. Bila terlalu lama akan mengakibatkan kantong rusak dan parsit akan semakin banyak keluar. Pungutan bekas bibit harus dilakukan dengan cermat, jangan sampai ada bibit yang tertinggal pada areal tularan. Pengambilan dimulai dari cabang paling atas terus turun ke bawah. Hasil pengutan diangkut ke gudang untuk dikeluarkan lak cabangnya dari kroso dan kantongan yang

(20)

membungkusnya pada saat ditular, kemudian siap untuk diangkut ke pabrik (Perum Perhutani Unit II Jawa Timur 1994).

Gambar 22 Pungutan bekas bibit lak dikeluarkan dari kantong untuk dikirim ke pabrik (Koleksi Pribadi 2005)

5) Pengunduhan/pemanenan

Unduhan yaitu kegiatan pemanenan lak cabang dengan pemotongan ranting/cabang pada pohon-pohon yang ditulari dan lak cabang yang dihasilkan telah cukup masak (berumur sekitar 155 hari) dan kutu didalamnya sudah siap keluar (swarming). Gunanya untuk mempertahankan keutuhan jumlah kutu di dalam selnya. Apabila terlambat dilakukan unduhan, kutu akan banyak yang sudah keluar sebelum diunduh dan menjadi tularan secara alami (liar), sehingga kandungan bibit di dalam lak cabang yang akan digunakan untuk bibit menjadi berkurang. Namun, apabila pengunduhan dilakukan lebih awal maka bibit yang berada di dalam sel pada cabang dikhawatirkan akan mati di dalam sel karena masih memerlukan makanan, sedangkan apabila diunduh kutu di dalam sel tidak mendapatkan makanannya lagi.

Keluarnya kutu lak (swarming) dapat bervariasi pada setiap tularan, hal tersebut dipengaruhi oleh kelembaban udara dan temperatur, sehingga ketuaan lak tidak dapat hanya dilihat dari umurnya yang 155 hari saja, tetapi diperlukan pengamatan terhadap tanda-tanda fisik dari tularan tersebut. Tanda-tanda utama lak tua (siap unduh) :

(21)

2. Benang lilin berwarna putih sudah berkurang 3. Warna stok lak kecoklatan

4. Permukaan sel/tonjolan-tonjolan induk sudah merata.

5. Bila perlu diadakan pengamatan isi sel dengan membuka sel tersebut.

Gambar 23 Lak siap unduh (Koleksi Pribadi 2005)

Tiap unduhan yang dapat dijadikan lak bibit ± 50 sampai 60% dari berat lak cabang hasil unduhan semuanya. Alat yang digunakan untuk mengunduh antara lain : sabit/arit, gunting lak/gunting cabang, dan keranjang untuk meletakkan lak hasil unduhan.

Cara-cara pelaksanaan unduhan :

1. Pemotongan cabang dan ranting dilakukan terhadap seluruh cabang dan ranting pada pohon inang yang ditulari

2. Pemangkasan dilaksanakan sejauh 15 cm dari pangkasan sebelumnya (yaitu pada ranting berdiameter maksimal 2 cm)

3. Pengguntingan jangan sampai merusak lak cabang, yaitu pada sela-sela sekresi (pada bagian ranting yang tidak ada sekresi laknya) dan diusahakan panjangnya potongan antara 10 sampai 20 cm.

4. Hasil potongan diangkut ke gudang. Umur unduhan lak dibagi menjadi 3 : • Umur prematur : 110 sampai 140 hari • Umur normal : 155 hari

(22)

Gambar 24 Proses pengunduhan lak batang : a-b. Pemotongan cabang dan ranting yang akan diunduh, c. Ranting hasil pemangkasan, d-f. Pemotongan dan pengguntingan lak cabang (Koleksi Pribadi 2005)

Gambar 25 Perlakuan unduhan prematur (Sumber : KPH Probolinggo Perum Perhutani Unit II Jawa Timur 2004)

a f e d c b

(23)

Gambar 26 Tanaman inang setelah dilakukan pengunduhan (Koleksi Pribadi 2005)

6) Seleksi bibit

Menurut Murgunadi (1994), seleksi lak cabang dilakukan setelah kegiatan penerimaan lak cabang hasil unduhan, dengan pemisahan lak cabang bibit dan lak cabang bukan bibit.

Seleksi lak cabang bertujuan untuk :

a. Memisahkan lak cabang dengan potongan kayu tanpa lak yang terbawa dari hutan.

b. Memisahkan lak cabang bibit (AI) dan bukan bibit (AII dan AIII).

c. Memisahkan kualitas bibit lak menurut klas bibit yaitu I, II, dan III, pengantongan bibit termasuk memasukkan ke dalam kroso dan menata bibit sampai siap di bawa ke tularan, serta menimbang hasil penerimaan.

Gambar 27 Lak dari hutan yang dikumpulkan di gudang untuk diseleksi : a. lak batang yang belum diseleksi, b. lak batang yang akan dijadikan bibit, c. lak batang afkir (Koleksi Pribadi 2005)

(24)

Dari hasil seleksi lak cabang (stocklak) didapatkan hasil berupa : a . Lak bibit

Yaitu lak cabang yang sekresinya baik, mengandung bibit/larva kutu lak (Perum Perhutani Unit II Jawa Timur 1994). Penentuan klas bibit secara umum berdasarkan pada :

1. Panjangnya sekresi dan ketebalan sekresi.

2. Kesehatan sekresi (tingkat kandungan parasit yang ditandai adanya lubang- lubang parasit).

3. Warna sekresi kuning kecoklatan.

4. Permukaan sekresi rata dan sehat, nampak basah, bulat dan tidak terputus-putus.

Setelah proses seleksi, dilakukan pengantongan bibit lak yaitu dengan memasukkan lak bibit dalam kantong kain, satu kantong berisi ± 100 gram. Pengantongan adalah kegiatan memasukkan bibit lak ke dalam kantongan, terutama pada bibit klas II dan IV. Bibit dimasukkan ke dalam kantong kain kasa dengan mata lubang kain kurang dari 0,5 mm, panjang 25 cm dan lebar 5 cm, tujuannya adalah untuk mencegah menjalarnya perkembangan parasit dan predator. Pengisian kantong dijaga jangan sampai terlalu penuh karena akan mengakibatkan sobeknya kantong atau rusaknya jahitan kantong sehingga terdapat lubang untuk keluarnya parsit dari dalam kantong. Apabila pengisian kantong terlalu penuh, lak bibit di dalam kantong saling berdesakan, sehingga dapat menimbulkan tertutupnya lubang sel pada lak bibit yang akan menghambat keluarnya kutu lak dari selnya. Mulut kantong ditutup dengan cara diikat dengan menggunakan karet gelang.

(25)

Gambar 28 Proses pengantongan bibit lak (Koleksi Pribadi 2005)

Selesai pengantongan dengan menggunakan kain kasa, lak bibit juga dimasukkan ke dalam kroso. Kroso adalah kantong yang terbuat dari anyaman bambu. Kroso untuk setiap klas bibit diberi tanda warna tertentu pada bagian bawahnya untuk memudahkan pengenalan terhadap klas bibit yang ada di dalam kroso (Murgunadi 1994). Warna yang digunakan untuk membedakan klas bibit :

- Kroso warna merah untuk klas I dan II - Kroso warna putih untuk klas III - Kroso warna biru untuk klas IV

Setelah itu bibit lak siap untuk ditularkan. Kebutuhan bibit per hektar 300 kg dan kebutuhan per tahun normalnya 500 ton.

b. Lak non bibit

Yaitu lak cabang yang sekresinya jelek dan tidak mengandung bibit atau larva kutu lak. (Perum Perhutani Unit II Jawa Timur 1994). Setelah diadakan klasifikasi bibit, ada dua kemungkinan yaitu : apabila bibit banyak, bibit yang digunakan hanya klas I dan II. Sedangkan apabila bibit terbatas, semua klas bibit digunakan.

Lak cabang AII dan A III (produksi)

Lak cabang AII adalah lak cabang yang sebenarnya masuk dalam klasifikasi lak bibit (AI). Hanya saja, keterlambatan dalam pengunduhan

(26)

bibit menjadi kosong. Sedangkan yang dimaksud dengan lak cabang AIII adalah lak cabang yang telah diseleksi dan tidak termasuk dalam klasifikasi lak cabang untuk bibit (afkir dari bibit).

Gambar 29 Lak cabang AII dan AIII (Koleksi Pribadi 2005)

Perlakuan lak cabang AII yaitu dikumpulkan pada suatu tempat dan secepatnya dimasukkan dalam karung goni dan ditimbang beratnya. Karung goni berisi lak cabang AIII ini ditempatkan tersendiri terpisah dari tempat penyimpanan bibit yang akan ditulari agar parsit yang keluar dari lak cabang AIII tidak terbawa pada bibit yang akan ditularkan. Lak cabang AIII setelah terkumpul siap diangkut ke pabrik (Perum Perhutani Unit II Jawa Timur 1994).

Gambar 30 Lak cabang yang siap diangkut ke pabrik untuk diprooses menjadi lak butiran (Koleksi Pribadi 2005)

(27)

Pengelolaan Lak Cabang

Pengelolaan lak cabang di KPH Probolinggo dilakukan di pabrik seedlak Banyukerto yang terletak di kota Probolinggo. Pabrik lak ini merupakan satu-satunya pabrik lak yang dimiliki oleh Perum Perhutani yang di bangun pada tahun 1965. Dalam perkembangannya, pabrik ini banyak mengalami perbaikan, terutama penggantian mesin atau penambahan alat baru. Dalam upaya peningkatan produksi, pada tahun 1984 sampai 1987 dilakukan rehabilitasi dan penggantian mesin. Pada tahun 1988 sampai 2003 terdapat penyempurnaan mesin antara lain mesin blower yang berfungsi sebagai pengisap abu. Pabrik ini memiliki kapasitas 1500 ton/tahun dengan kapasitas harian sebesar 5 ton (hari kerja efektif 25 hari/bulan).

Bangunan pabrik berdiri di atas tanah perusahaan seluas 9.729 hektar. Bangunan gedung pabrik terdiri dari kantor pabrik dan kantor gudang, gudang pengering, ruang proses, ruang bengkel, lantai jemuran, MCK, rumah pompa air dan bak penampungan limbah. Sedangkan mesin dan instalasi antara lain berupa proses seperti Chusher, mesin ayak kayu, blower, bak perendaman, tabung pembilas (polisher), bak pencucian, bak air garam, bak pencucian, bak air tawar dan sentrifuge.

Gambar 31 Kondisi pabrik lak Banyukerto (Koleksi Pribadi 2005)

(28)

pabrik lak Banyukerto yang berada di Probolinggo. Lak cabang hasil unduhan dan pungutan dari hutan dibawa ke gudang lak Banyukerto, disini bahan baku seedlak dikeluarkan dari karung dan kemudian ditimbun sesuai dengan Sortiran A1, A2, dan A3. Tabel 9 menunjukkan persyaratan bahan baku seedlak berdasarkan SNI. 01-5009-2-2000.

Tabel 9 Persyaratan mutu lak batang

MUTU KETERANGAN

A1 Potongan lak cabang/ranting yang seluruhnya tertutup sekresi lak, membulat tebal dan hanya terdapat satu-dua lubang parasit

A2 Potongan lak cabang/ranting yang tidak seluruhnya tertutup sekresi lak, tebal kurang merata dan terdapat sama lebih besar lubang parasit A3 Potongan lak cabang/ranting yang tidak seluruhnya tertutup sekresi

lak, tebal tidak merata dan terdapat sama lebih besar lubang parasit

Gambar 32 Alur dalam pengelolaan lak cabang di pabrik lak LAK BUTIRAN (SEEDLAK) LAK CABANG UNIT PENGEROKAN UNIT PENGAYAKAN UNIT PERENDAMAN UNIT PENCUCIAN UNIT PENGERINGAN UNIT PENGOLAHAN LIMBAH AIR PEMBUANGAN LIMBAH

(29)

Alur pengelolaan lak cabang di pabrik lak Banyukerto adalah sebagai berikut :

1). Penyediaan bahan baku (lak cabang)

Bahan baku lak cabang/ranting yang tersimpan gudang pabrik dibawa ke pabrik untuk diolah menjadi lak butiran (seedlak).

Gambar 33 Lak cabang yang akan digiling

(Sumber : KPH Probolinggo Perum Perhutani Unit II Jawa Timur 2004)

2). Pengerokan

Tujuan dari unit pengerokan adalah memisahkan lak dari cabangnya dengan cara menggiling. Pengerokan lak cabang menggunakan mesin crusher.

Gambar 34 Mesin crusher yang digunakan untuk pengerok lak cabang

(30)

3). Pengayakan

Lak cabang setelah masuk ke unit pengerokan (crusher), kemudian dilanjutkan dengan beberapa sap ayakan berdiameter 8 mm dan 6 mm. Pada proses ini akan menghasilkan butiran lak yang masih bercampur dengan kotoran dari serpihan ranting.

Terdapat dua alat yang digunakan dalam unit pengayakan yaitu pengayakan afkal dan pengayakan getar. Tujuan pengayakan afkal adalah untuk memisahkan kembali lak dari dari kayu cabang, sedangkan pengayakan getar bertujuan untuk penyaringan pertama butiran lak dari kotoran-kotoran yang menyertai. Bila dari hasil ayakan afkal masih terdapat kayu yang mengandung lak maka kayu tersebut digiling kembali di mesin crusher.

Gambar 35 Mesin ayak afkal dan getar (Koleksi Pribadi 2005)

Gambar 36 Proses pengayakan lak cabang yang telah di kerok

(Sumber : KPH Probolinggo Perum Perhutani Unit II Jawa Timur 2004)

(31)

4). Perendaman

Perendaman bertujuan untuk melunakkan kotoran-kotoran yang menyertai lak butiran. Bahan penolong yang digunakan untuk merendam adalah soda api. Untuk 1 ton lak butiran memerlukan minimal 500 g soda api, jika kurang akan berpengaruh terhadap warna lak butiran, warna lak menjadi kurang cerah. Tiap bak perendaman mampu menampung maksimal 350 kg lak butiran. Lak butiran yang ditampung dalam bak perendaman diberi air secukupnya dan diaduk sampai merata dengan pemutar baling-baling selama 6 jam. Lama perendaman minimal 12 jam, bila kurang maka akan mempengaruhi warna lak. Warna merah yang muncul merupakan endapan darah dari kutu lak dan sel yang belum kering/tua karena lak cabang banyak dari sortimen A-III.

Gambar 37 Bak perendaman (Koleksi Pribadi 2005) 5). Pencucian

Dalam unit pencucian terdapat pencucian dengan air tawar dan pencucian air garam. Pencucian dengan air garam bertujuan untuk melarutkan kotoran-kotoran yang menyertai lak butiran, sehingga butiran lak akan tampak mengapung di permukaan air. Proses pencucian dimulai dari bak pemolesan (washers), butiran lak diadu dalam mesin diharapkan warna menjadi mengkilap. Dalam bak ini sirkulasi air terus berjalan selama 20 menit yang bertujuan juga mencuci warna merah menjadi bersih. Namun kotoran masih ada.

Kemudian dilanjutkan dengan bak pembilas pertama, butiran lak disemprot dengan air tawar sebanyak-banyaknya selama 10 menit hingga butiran lak bersih, dengan indikasi air yang keluar dari bak pembilasan tidak berwarna merah. Penyemprotan dilakukan dengan air yang bertekanan dan hati-hati agar butiran lak

(32)

Pada bak penggaraman, butiran lak dicampur dengan air sampai bak penuh dan ditambah/dicampur garam 400 kg untuk tiap 1 ton lak butiran dan larutan ini bisa digunakan sampai 2 sampai 3 kali proses. Bila pemberian garam kurang, maka kotoran tidak bisa mengendap. Kemudian campuran diaduk dengan tujuan agar kotoran-kotoran mengendap dan lak butiran mengapung di permukaan air. Lama perendaman 15 menit, setelah itu lak butiran dipindahkan lagi ke bak cuci air tawar.

Bak pembilas kedua, untuk mencuci rasa asin pada butiran lak dengan menyemprotkan air bersih pada butiran lak. Pencucian yang dilakukan pada bak air tawar bertujuan untuk menetralkan asin yang terdapat pada butiran lak setelah dicuci dengan menggunakan air garam. Lak butiran diangkat bila sudah tidak menggumpal lagi. Proses-proses pencucian lak butiran dapat dilihat pada Gambar 38.

Gambar 38 Proses pencucian lak butiran [tangki washer/mesin poles] (Koleksi Pribadi 2005)

6). Pengeringan

Unit pengeringan terdiri dari dua tahap. Tahap pertama pengeringan menggunakan mesin centrifuge untuk mengurangi kadar air pada lak butiran agar cepat kering. Mesin centrifuge ini memiliki kapasitas 20 kg. Lak butiran dari bak air tawar dimasukkan ke dalam mesin centrifuge selama 30 menit. Selanjutnya tahap kedua pengeringan dengan penjemuran angin-angin di gudang pengeringan dengan menggunakan bantuan angin dan kipas angin.

(33)

Setelah lak butiran kering, diayak kembali dengan ayakan manual sehingga afkal kayu kecil dapat dipisahkan. Dalam unit pengeringan ini juga dilakukan proses penilaian hasil prosesing, jika banyak terdapat campuran kayu afkal dan berwarna coklat kehitaman maka diklaskan sebagai klas D dan jika bersih serta tidak ada gumpalan dan berwarna kuning kecoklatan serta berdiameter sekitar 1 cm masuk dalam klas P (kualitas ekspor). Persyaratan mutu lak butiran, berdasarkan Keputusan Badan Standarisasi Nasional No. 1705A/BSN-1/HK.4/6/2000 tgl. 30-6-2000 dengan nomor SNI 01-5009-2-2000 (Tabel 10.)

Tabel 10 Persyaratan umum lak butiran

No Karakteristik Mutu P Mutu D

1. Kekeringan Kering tidak ada gumpalan Kering boleh ada

gumpalan 2. Kebersihan Bebas dari ranting, bebas debu lak

dan bahan lainnya

Boleh ada debu lak dan bahan lainnya

3. Warna Kuning kecoklatan Coklat kehitaman

4. Besar butiran Diameter 0.2 – 0.5 cm Tidak dibatasi

Gambar 39 Proses pengeringan lak butiran (Sumber : KPH Probolinggo Perum Perhutani Unit II Jawa Timur 2004)

7). Pengemasan

Lak butiran yang telah kering siap dipasarkan dengan terlebih dahulu dikemas dengan menggunakan karung goni yang didalamnya dilapisi lagi dengan menggunakan plastik. Satu karung goni, biasanya berisi 50 kg lak butiran.

(34)

Peningkatan Produksi dan Kualitas Lak Butiran

Beberapa faktor di bawah ini dijadikan indikator untuk meningkatkan produksi dan kualitas lak yang dihasilkan, faktor-faktor tersebut adalah :

1) Penambahan luas kawasan hutan kesambi di KPH Probolinggo Perum Perhutani Unit II Jawa Timur.

Kawasan hutan kesambi di daerah KPH Probolinggo terdiri dari tegakan kesambi dengan kerapatan tegakan yang tidak merata. Jumlah pohon per hektarnya berkisar antara 100 sampai 400 pohon. Sesuai klas perusahaan kesambi tahun 1999 sampai dengan 2005 terdapat potensi tanaman kesambi dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Luas kawasan hutan dan tularan tanaman kesambi No. BKPH Luas Tanaman Kesambi

(Ha) Tularan (Ha) Sisa (Ha) 1. Taman 1 752 1 320.3 431.7 2. Kabuaran 1 691.3 1 464.1 227.2 Jumlah 3 443.3 2 784.4 658.9

Sumber : KPH Probolinggo, Perum Perhutani 2004

Dari data diatas, seluas 658.9 hektar tanaman yang belum ditulari bibit lak cabang. Luasan tersebur tidak bisa ditulari dikarenakan kondisi wilayah yang berupa jurang yang terjal dengan kemiringan mencapai 45% sehingga sulit untuk ditulari bibit lak. Selain daerah yang terjal, beberapa wilayah juga ditumbuhi tanaman jenis lain yang tidak bisa ditulari oleh kutu lak.

Untuk meningkatkan produksi lak cabang, penambahan areal tularan perlu dilakukan. Perum Perhutani mencoba membudidayakan tanaman kesambi di BKPH Kraksaan dengan luas 871.7 hektar. Hanya saja, tanaman kesambi di wilayah ini belum dapat ditulari kutu lak.

Tanaman kesambi dengan luas 1 hektar membutuhkan lak bibit sebanyak 300 kg, setelah 6 bulan akan menghasilkan ± 900 kg lak batang (bibit lak dikatakan berhasil ditulari bila unduhan yang dihasilkan sebanyak 3 kali jumlah bibit yang ditularkan). Tetapi dalam 1 hektar, kebutuhan bibit lak bisa lebih atau kurang dari 300 kg. Sehingga, semakin luas lahan kesambi yang ditulari, semakin banyak pula lak batang yang dapat diunduh. Namun, kwalitas bibit lak yang

(35)

digunakan untuk tularan juga perlu diperhatikan sehingga produksi unduhan dapat mencapai 3 sampai 5 kali lipat dari bibit tularan sehingga rendemen seedlak mencapai 20%.

2) Pemilihan dan pemeliharaan tanaman inang yang tepat.

Tanaman inang merupakan salah satu faktor kunci keberhasilan panen lak. Pohon inang dapat menentukan kualitas dan kuantitas lak yang dihasilkan. Permudaan, kerapatan tegakan dan pemeliharaan tegakan inang harus diperhatikan secara intensif. Kesambi merupakan salah satu pilihan dari beberapa alternatif tanaman yang dapat dijadikan tanaman inang untuk budidaya kutu lak terutaman untuk di wilayah kawasan hutan KPH Probolinggo, karena jenis tanaman inang lain mungkin saja dapat dibudidayakan ditempat lain yang sesuai dengan tempat tumbuh kutu lak dan tanaman inangnya.

3) Mempercepat waktu penularan bibit kutu lak

Selama ini, tanaman kesambi baru dapat ditulari pada saat berumur 15 tahun. Namun, menurut hasil pengalaman Bapak Suwarna (Asper/KBKPH Kabuaran KPH Probolinggo) tanaman kesambi sudah dapat ditulari pada umur 4 tahun. Pada saat tanaman berumur 6 tahun, dilakukan pemangkasan tahap I. Untuk memanfaatkan ranting yang akan dipangkas, ranting-ranting tersebut terlebih dahulu ditulari dengan kutu lak, sehingga pada saat dilakukan pemangkasan juga dapat menghasilkan lak cabang. Hasil lak yang dipanen secara kualitas sudah cukup baik dan dapat menambah kebutuhan lak bibit dan produksi lak butiran. Kebutuhan lak bibit juga disesuaikan dengan umur tanaman. Bila tanaman kesambi berumur 4 tahun, maka kebutuhan lak bibit sebesar 100 sampai 150 kg per hektar, umur 5 tahun sebesar 200 kg per hektar, umur 6 tahun sebesar 250 kg per hektar dan pada saat tanaman kesambi berumur 10 tahun dibutuhkan lak bibit sebanyak 300 kg per hektar.

4) Sistem tularan

(36)

sistem tularan dimana jumlah bibit yang ditularkan pada semua pohon sudah tepat dengan kemampuan pohon, sehingga diperlukan perhitungan yang sangat cermat dalam menentukan jumlah bibit yang ditularkan pada semua pohon. Sistem tularan pindahan adalah sistem tularan yang dilakukan apabila keadaan bibit terbatas, tenaga kerja tularan tersedia cukup, dan tumbuhan inang dalam jumlah cukup.

Dari kedua sistem tularan ini, sistem tularan pas yang paling baik diterapkan dalam penularan bibit lak. Bila menggunakan sistem tularan pindahan, kualitas tularan sangat jelek dan sukar dikendalikan. Para pekerja menularkan bibit tidak berdasarkan pada kemampuan pohon penampung bibit, sehingga penularan bibit sebanyak-banyaknya supaya pendapatan tinggi. Akibatnya kualitas tularan sangat jelek, laknya tipis-tipis, bahkan tak jarang tularan pada musim kemarau mati berikut tanaman inangnya. Akibat lain, biaya tularan menjadi mahal karena untuk memindahkan bibit tularan diperlukan biaya lagi.

Sistem tularan pas, lebih dapat dikontrol dalam pemenuhan kebutuhan bibit tiap hektar dan tiap pohonnya sehingga pohon inang cukup mampu menghidupi kutu lak walau di musim kemarau. Lak yang dihasilkan tebal-tebal dan disamping itu tidak lagi dikeluarkan biaya tularan pindahan.

5) Upaya penanggulangan musuh alami dari kutu lak

Adanya musuh alami dapat mengganggu kelangsungan hidup kutu lak tersebut. Musuh alami kutu lak, baik berupa predator dan parasit juga menentukan kuantitas sekresi lak yang dihasilkan. Jenis predator yang mungkin menyerang Kutu Lak antara lain yaitu: Ecytus deauti, E. amabilis More serta Halcocera pulvereae Mayer dan semut. Penyerangan parasit E. dewitzii yang dapat memusnahkan kultur lak.

Parasit yang menyerang kutu lak berupa insekta kecil yang bersayap, berukuran ± 0,5 mm x 1 mm, bertelur di dalam tubuh lak dengan cara memasukkan ovipositor (alat untuk mengeluarkan telur) ke dalam tubuh kutu lak. Jenis–jenis parasit tersebut adalah E. dewitzii yang menyerang pada tularan umur 15 sampai 60 hari. T. tachardiae yang menyerang pada tularan 15 sampai 90 hari. T. tachardiae yang menyerang tularan umur 4 sampai 5 bulan.

(37)

Tabel 12 Beberapa parasit kutu lak dan upaya pengendaliannya No Nama Siklus Hidup Umur Tularan yang Diserang Intensitas Serangan (%) Upaya Pengendalian 1. E. dewitzii Mahd - 1 – 60 hari 90 % Pengasapan 2. T. tachardiae How - 15 – 90 hari 60 % Pengasapan 3. T. somervilli Mahd - 4 – 5 bln 20 – 30 % Pengasapan 4. Cocophargus Tshirchii Mahd - - - - 5. T. purpureus - - - - 6. Eupelmus tachardiae How - - - -

Sumber data : 1. Bagan kerja perusahaan lak kehutanan di Probolinggo jangka 1959 - 1968 2. SK. Direksi Perhutani TGL. 29 – 7 – 2005, No.827/KPTS/DIR/1987

Predator kutu lak adalah insekta yang bertelur diatas atau di samping kotoran lak, memakan kotoran lak lalu masuk untuk memakan kutu lak. Jenis-jenis predator yang menyerang lak adalah E. amabilis berupa ulat dan kupunya berwarna putih. E. amabilis berupa ulat hijau dan kupunya berwarna perca coklat. H. pulvereae berwarna abu kehitam–hitaman. Pyroderces falcatella yang menyerang pada tularan yang masih muda (Perum Perhutani 1987).

Menurut Moerdjono (1968) pengendalian parasit dan predator dapat dilakukan dengan cara memanen lak sedekat mungkin dengan waktu swarming, mematikan kutu lak yang masih tersisa di gudang penyimpanan dengan insektisida, membersihkan sisa–sisa ranting bekas tularan kutu lak yang masih tertinggal di pohon inang. Hasil pungutan lak bekas bibit direndam ke dalam air selama 3 hari 3 malam agar larva parasit dan predator mati.

Pencegahan serangan hama lak dapat dilakukan dengan memasukkan lak bibit ke dalam kantong–kantong dari kain kasa dengan mata lubang kurang dari 0,5 mm sehingga larva laknya dapat ke luar dari lubang itu sedangkan hamanya tertahan di dalam kantong.

(38)

Tabel 13 Beberapa predator kutu lak dan upaya pengendaliannya No Nama Siklus Hidup Umur Tularan yang Diserang Intensitas Serangan (%) Upaya Pengendalian 1. E. amabilis Moore

(ulat & kupu putih)

3 – 4 kali/thn Tularan Muda 20 - Pengasapan - Gepyok 2. Amatrachyyntis falcatella (ulat abu – abu)

3 – 4 kali/thn Stoclak kering 3 - Pengasapan - Gepyok 3. Cremastogaster dohrni Meyer (semut kripik) - Berbagai umur tularan 70 - Insektisida (bentuknya seperti kapur tulis) 4. Pheidologeton diverses Jerd (semut gatal) - Tularan Muda 100 - Insektisida (bentuknya seperti kapur tulis) 5. E. rubra Hamps

(ulat warna hijau kotor & kupu berpeca coklat ) 3 – 4 kali/thn - - Pengasapan - Gepyok 6. Calloscruius nigrovittatus Horsf (bajing ) - - - Umpan beracun

7. Macacarius (kera ) - - - Umpan

beracun Sumber data : 1. Bagan kerja perusahaan lak kehutanan di Probolinggo jangka 1959 - 1968

2. SK. Direksi Perhutani TGL. 29 – 7 – 2005, No.827/KPTS/DIR/1987

6) Penjagaan kualitas lak cabang

Pada saat produksi lak cabang jumlahnya sedikit dan selalu habis diproses, serta pemasaran lak butiran juga habis terjual. Penyimpanan lak cabang bukan merupakan suatu masalah. Bila lak cabang diproses menjadi lak butiran (seedlak) dan ternyata lak butiran tersebut tidak segera dipasarkan (belum laku terjual) maka harus mengeluarkan ekstra tenaga untuk perawatan. Tanpa perawatan yang baik, kualitas akan turun, warna lak butiran akan menjadi hitam dan bahkan dapat menggumpal. Hal ini akan terjadi bila produksi lak cabang sedang melimpah sedangkan permintaan akan lak butiran kurang.

Untuk mengatasi hal tersebut, lak cabang sebaiknya disimpan dalam bentuk lak cabang dengan kualitas AI, sementara lak cabang kualitas AII dan AIII terus

(39)

diproses. Dengan demikian, target produksi seedlak tetap tercapai dengan memproses lak cabang AIII di samping masih mempunyai simpanan lak cabang kualitas AI.

7) Penentuan kualitas lak butiran

Tiap tahapan dalam proses pengelolaan lak dari lak batang menjadi lak butiran, menentukan kualitas lak butiran yang dihasilkan dan proses ini sangat berhubungan satu dengan yang lain. Bahan baku yang digunakan (sortiran AI, AII, dan AIII) menentukan rendemen yang dihasilkan. Rendemen yang diharapkan untuk setiap kali proses pengolahan lak cabang sebesar 20%. Penentuan kualitas lak butiran dilakukan dengan menggunakan Standar Nasional Indonesia (SNI 01 -5009.2-2000) dengan persyaratan :

a). Persyaratan bahan baku

Pada saat pengambilan, lak cabang dipotong-potong dengan panjang sekitar 20 cm dan sesuai dengan penyebaran laknya dipilih menjadi :

1. Sortasi A.I

Potongan cabang/ranting yang seluruhnya tertutup sekresi lak, membulat tebal dan hanya terdapat 1 sampai 2 lubang parasit.

2. Sortasi A.II

Potongan cabang/ranting yang tidak seluruhnya tertutup sekresi lak, tebal, kurang merata dan terdapat ≥ 3 lubang parasit.

3. Sortasi A.III

Potongan cabang/ranting yang tidak seluruhnya tertutup sekresi lak, tebal, tidak merata, dan terdapat ≥ 3 lubang parasit.

b). Klasifikasi mutu lak butiran

Lak butiran diklasifikasikan ke dalam 2 klas mutu : 1. Mutu Pertama (P)

(40)

c). Persyaratan mutu 1. Persyaratan umum

a. Lak butiran harus kering, tidak menggumpal, bersih dari kotoran berupa serbuk kayu, ranting, dan debu, baik debu lak maupun yang lainnya

b. Kekeringan : Kering, setelah melalui proses pengeringan alami/buatan hingga mencapai kering udara.

c. Kecuali ada ketentuan lain antara konsumen dan produsen, maka persyaratan khusus mutu lak butiran, akan diatur kemudian.

2. Persyaratan khusus

Persyaratan khusus mutu lak butiran, tercantum dalam tabel berikut : Tabel 14 Persyaratan mutu lak butiran

Mutu No. Karakteristik

P D

1. Kekeringan Kering tidak ada gumpalan Kering boleh ada gumpalan

2. Kebersihan Bebas dari ranting, debu lak dan bahan lain

Boleh ada debu lak dan bahan lain

3. Warna Kuning kecoklatan Coklat kehitaman 4. Besar butiran ∅ 0.2 cm s/d 0.5 cm Tidak dibatasi

KPH Probolinggo telah berusaha untuk memenuhi semua standar kualitas dari SNI diatas. Lak butiran yang dihasilkan oleh pabrik lak Banyukerto sudah memenuhi standar mutu P. Bahkan, warna lak butiran yang dihasilkan dari pabrik lak Banyukerto ini lebih cerah bila dibandingkan lak butiran yang berasal dari India. Penggunaan soda api untuk menghilangkan kotoran pada lak butiran perlu ditinjau ulang, dalam artianya bila lak butiran yang diproduksi diperuntukkan untuk dikonsumsi (misalnya pelapis permen), penggunaan soda api harus digantikan dengan produk lain yang lebih aman. Namun sampai saat ini belum ada produk lain yang dapat dijadikan alternatif pengganti soda api sehingga lak lebih aman untuk dikonsumsi.

(41)

Peluang Investasi Budidaya Kutu Lak

A. Analisis Aspek Pasar dan Pemasaran

Analisa pasar untuk hasil proyek adalah sangat penting untuk meyakinkan bahwa terdapat suatu permintaan yang efektif pada suatu harga yang menguntungkan (Gittinger 1986).

1. Produksi

Lak dipasarkan dalam bentuk butiran (seedlak) dan dalam bentuk lak lembaran baru atau lak putih (shellac). Lak lembaran merupakan hasil pengolahan lanjut dari lak butiran. Di KPH Probolinggo, lak dipasarkan dalam bentuk seedlak. Selain di KPH Probolinggo, Nusa Tenggara Timur merupakan salah satu daerah penghasil lak. Hanya saja, pengelolaan lak di NTT masih dikelolah langsung oleh masyrakat dimana kesambi didaerah tersebut tumbuh secara alami.

Produksi lak di KPH Probolinggo dari pabrik Banyukerto berfluktuasi setiap tahunnya. Dari tahun 1998 sampai tahun 2000, produksi seedlak mengalami peningkatan yaitu sebesar 104 764 kg pada tahun 1998 menjadi 199 740 kg pada tahun 2000. Namun, pada tahun 2001 terjadi penurunan produksi sehingga hanya menghasilkan 99 477 kg. Kemudian produksi meningkat kembali pada tahun 2002 yaitu sebesar 177 107 kg. Namun, penurunan produksi kembali terjadi pada tahun 2003 sampai dengan 2004 yaitu sebesar 103 433 kg pada tahun 2003 dan hanya 66 706 kg pada tahun 2004. Untuk produksi lak butiran (seedlak) sampai dengan bulan Agustus 2005 baru mencapai 60 547 kg dari 273 718 kg yang direncanakan.

Berkurangnya produksi seedlak yang dihasilkan disebabkan karena beberapa faktor. Diantaranya adalah kondisi iklim yang sangat kering sehingga tidak memungkinkan tanaman inang untuk hidup dengan baik. Selain itu, serangan predator dan parasit juga merupakan salah satu faktor yang menyebabkan turunya produksi lak batang.

Perkembangan produksi lak cabang dan lak butiran di KPH Probolinggo dapat dilihat pada Tabel 15.

(42)

Tabel 15 Perkembangan produksi lak cabang dan lak butiran di KPH Probolinggo (dari tahun 1998 sampai dengan 2005 )

Lak Cabang (Kg) Seedlak (Kg)

Klas Mutu

Tahun

AI AII AIII Jumlah P D Jumlah

1998 170 563 - 434 374 604 937 104 764 - 104 764 1999 229 797 9 531 760 038 999 366 174 034 - 174 034 2000 231 820 2 400 845 234 1 079 454 199 740 - 199 740 2001 140 744 38 675 385 323 564 742 68 916 30 561 99 477 2002 234 514 12 244 698 528 945 286 113 992 63 115 177 107 2003 157 042 4 527 396 097 557 666 103 433 - 103 433 2004 113 437 - 261 493 374 930 65 500 1 206 66 706 2005 98 136 - 140 607 238 743 60 403 144 60 547 Sumber : KPH Probolinggo, 2005

2. Konsumsi dan Perdagangan lak butiran (seedlak)

Perum Perhutani memproduksi seedlak untuk memenuhi kebutuhan lak di dalam dan luar negeri. Untuk pasaran dalam negeri, lak dikirim ke Surabaya, Solo, Semarang, dan Bandung. Untuk pasaran luar negeri, lak dikirim ke India, Pakistan dan Jepang. Lak yang diproduksi oleh masyarakat NTT selain memasok kebutuhan lak didalam negeri, mereka juga mengeksport lak tersebut untuk memenuhi pasaran luar negeri dengan salah satu negara tujuan yaitu Amerika Serikat. Permintaan lak dari dalam maupun luar negeri terus meningkat tiap tahunnya dengan harga jual yang cukup baik. Hanya saja, produsen lak yang ada di Indonesia belum dapat memenuhi permintaan pasar. Contoh kasus pada tahun 1998, Amerika Serikat membutuhkan lak butiran sebanyak 500 ton, namun NTT hanya dapat memenuhi 4% dari permintaan tersebut yaitu sebesar 20 ton (Wibowo 1999). Realisasi penjualan lak butiran yang dilakukan oleh KPH Probolinggo Perum Perhutani Unit II Jawa Timur dapat dilihat pada Tabel 16.

Pada Tabel 16 terlihat bahwa penjualan lak butiran yang dilakukan oleh Perum Perhutani berfluktuasi setiap tahunnya. Kadang kala penjulan meningkat selama beberapa tahun, namun tahun berikutnya menurun. Pada tahun 1995 sampai 1996 terjadi peningkatan penjualan dari 55 ton menjadi 75 ton berarti ada kenaikan sebesar 26.67 %, namun pada tahun 1997 terjadi penurunan sebesar 47%

(43)

(51 ton). Namun di tahun 1998, terjadi lonjakan penjualan sebesar 157 ton (68%). Seperti telah dikemukakan pada bagian produksi diatas, kendala yang dihadapi oleh Perum Perhutani adalah belum dapat memenuhi permintaan konsumen akan lak butiran. Misalnya saja faktor biotik dalam budidaya kutu lak dan tanaman inang untuk menghasilkan lak batang seperti yang diharapkan.

Tabel 16 Realisasi penjualan dan harga jual dasar lak butiran (seedlak) di KPH Probolinggo Perum Perhutani Unit II Jawa Timur

Penjualan (Ton) Harga Jual Dasar

Jumlah ((seedlak))

Mutu P Mutu D Tahun Dalam

Negeri Luar

Negeri Jumlah Mutu P Mutu D (Rp/Kg) (Rp/Kg)

Keterangan 1995 55.00 - 55.00 1996 75.00 - 75.00 1997 51.00 - 51.00 1998 157.00 - 157.00 1999 111.00 - 111.00 2000 62.00 166.00 228.00 2001 32.60 48.00 80.60 886 600 000 11 000 SK No. 499/KPTS/Dir/2001 Tgl. 29-6-2001 2002 99.44 132.00 231.44 3 280 662 000 3 166 099 200 14 175 13 680 SK No. 376/KPTS/Dir/2002 Tgl. 24-6-2002 2003 58.00 46.50 104.50 1 567 500 000 1 149 500 000 15 000 11 000 SK No. 893/KPTS/Dir/2002 Tgl. 26-12-2002 2004 54.60 12.00 66.60 1 098 900 000 1 045 620 000 16 500 15 700 SK No. 147/KPTS/Dir/2004 Tgl. 24-3-2004 2005 9.50 - 9.50 171 000 000 161 500 000 18 000 17 000 SK No. 007/KPTS/Dir/2005 Tgl. 3-1-2005 196 080 000 186 960 000 20 640 19 680 SK No. 497/KPTS/Dir/2005 Tgl. 16-8-2005 Sumber : KPH Probolinggo, 2005

3. Rantai pemasaran lak butiran (seedlak)

Pemasaran merupakan suatu kegiatan untuk menyalurkan barang atau jasa dari produsen kepada konsumen. Diantara produsen dan konsumen tersebut terdapat lembaga-lembaga pemasaran yang akhirnya membentuk saluran pemasaran.

Saluran/Rantai pemasaran seedlak sangat sederhana, pada kasus ini keterlibatan lembaga pemasaran sangat sederhana. Saluran pemasaran lak butiran dapat dilihat pada Gambar 40.

(44)

Gambar 40 Saluran pemasaran lak butiran pada Perum Perhutani Unit II Jawa Timur

Terdapat empat saluran pemasaran lak butiran dengan Perum Perhutani sebagai saluran pemasaran utama sebelum masuk kesaluran pemasaran ke dua, ke tiga dan ke empat. Sebagai produsen lak batang yang merupakan bahan baku lak butiran, Perum Perhutani juga mengelolah langsung lak butiran tersebut menjadi seedlak dan kemudian langsung memasarkan ke pasaran dalam dan luar negeri. Dari sini terbentuk saluran pemasaran ke dua, ke tiga dan ke empat. Hal ini mengesankan bahwa Perum Perhutani sebagai produsen lak menganut sistem monopoli. Saluran pemasaran ke dua dan ke tiga merupakan saluran pemasaran lak di dalam negeri, sedangkan saluran pemasaran ke empat merupakan saluran pemasaran luar negeri.

Perum Perhutani

(Pengelolaan lak batang untuk dijadikan Seedlak) Perum Perhutani (Pemasaran Seedlak) Dalam Negeri Luar Negeri Pedagang Pengecer Konsumen Pedagang Pengumpul

Pengelolaan seedlak menjadi Powder, Kripik lak dan Lak putih

Konsumen Saluran 2 Saluran 3 Saluran 4

Saluran 1 Perum Perhutani

(Produsen) Lak Batang

(45)

Pedagang pengecer pada saluran pemasaran ke dua adalah pemilik toko-toko bangunan, dimana mereka membeli lak butiran untuk memenuhi persediaan lak butiran yang akan dijadikan pelitur dan lak butiran langsung dijual ke konsumen. Pada saluran pemasaran ke tiga, terdapat pedagang pengumpul. Pedagang pengumpul yang dimaksud disini adalah pedagang yang membeli lak butiran dari Perum Perhutani, kemudian lak butiran tersebut diolah lebih lanjut menjadi produk-produk tertentu sebelum dipasarkan ke konsumen. Sasaran pedagang pengumpul, tidak hanya untuk memenuhi permintaan lak dalam negeri tetapi juga untuk konsumen luar negeri.

Pada saluran pemasaran ke empat, Perum Perhutani langsung menjual lak butiran (seedlak) keluar negeri. Biasanya, Perum Perhutani akan memenuhi permintaan lak butiran ke luar negeri bila pemesanan minimal 12 ton atau 1 kontener.

Prosedur pembelian yang dilakukan oleh Perum Perhutani dilakukan melalui Surat Penetapan Alokasi Penjualan (SPAP) yang diterbitkan oleh Direksi PT. Perhutani dan melalui Surat Perintah Penjualan yang diterbitkan oleh Unit II Jawa Timur (Anisah 2001).

4. Keputusan kelayakan berdasarkan aspek pasar

Berdasarkan hasil analisis pasar, permintaan terhadap seedlak baik untuk kebutuhan dalam negeri maupun untuk ekspor terus meningkat setiap tahunnya dengan harga jual yang cukup tinggi. Namun, selama ini permintaan akan lak butiran (seedlak) belum dapat dipenuhi karena produksi masih rendah yang disebabkan oleh faktor-faktor biotik yang mempengaruhi budidaya kutu lak. Jadi, berdasarkan analisis aspek pasar, maka budidaya kutu lak layak untuk dilaksanakan.

B. Aspek Teknik dan Teknologi

Evaluasi aspek teknik dan teknologi meliputi penentuan lokasi, kapasitas produksi dan jenis teknologi yang paling cocok serta penggunaan mesin dan peralatan. Aspek teknik dan teknologi meliputi :

Gambar

Gambar  12  Persemaian tanaman Kesambi di BKPH Kabuaran, Perum Perhutani  Unit II Jawa Timur : A
Gambar  16  Kondisi tanah di kawasan hutan BKPH Kabuaran   (Koleksi pribadi 2005)
Gambar  17  Lak bibit : a. Lak bibit klas I, b.  Lak bibit klas II, c.  Lak bibit klas  III, d
Gambar  18  Proses penularan  kutu  lak  : a. Seleksi bibit, b-c. Memasukkan bibit  lak  dalam  kantong,  d
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pendugaan Nilai Tegakan dan Analisis Nilai Tambah Jati ( Tectona grandis L. f .) di KPH Pemalang Perum Perhutani Unit 1

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan pemuliaan pohon yang ada di Perum Perhutani Unit II Jawa Timur KPH Madiun adalah Kebun Pangkas, Pohon Plus dan APB (Areal Produksi

POTENSI SIMPANAN KARBON PADA HUTAN TANAMAN MANGIUM ( Acacia mangium WILLD.) DI KPH CIANJUR PERUM PERHUTANI.. UNIT III JAWA BARAT

Hasil pengamatan kepadatan populasi imago kutu kebul pada 17 jenis tanaman inang budidaya dan gulma menunjukkan bahwa kepadatan populasi imago tertinggi pada

Dari Tabel 10 tampak bahwa relative seluruh kawasan hutan pinus di Jawa Timur, yang merupakan daerah kerja Perum Perhutani Divisi Regional II, sudah terinfestasi pathogen

Mekanisme pengelolaan kebun benih tanaman hutan bersertifikat di Perum Perhutani Unit II Jawa Timur dilaksanakan untuk menunjang bisnis Perum Perhutani yaitu dengan

Penelitian ini dilaksanakan di kawasan hutan, baik kawasan hutan produksi dan hutan lindung yang dikelola oleh Perum Perhutani Unit I Jawa tengah maupun kawasan hutan konservasi