POTENSI EKOWISATA PADA KEGIATAN PEMULIAAN
POHON DI PERUM PERHUTANI UNIT II JAWA TIMUR KPH
MADIUN
SKRIPSI
RIMSA LUSIANA MANALU BUDIDAYA HUTAN/051202033
DEPARTEMEN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Usulan : Potensi Ekowisata pada Kegiatan Pemuliaan Pohon di Perum Perhutani Unit II Jawa Timur KPH Madiun Nama : Rimsa Lusiana Manalu
NIM : 051202033 Program Studi : Budidaya Hutan
Disetujui Oleh, Komisi Pembimbing
Ketua Anggota
Dr. Ir. Edy Batara Mulya Siregar, MS. Kansih Sri Hartini, S. Hut, MP. NIP : 196412282000121001
Mengetahui,
Ketua Departemen Kehutanan
ABSTRAK
RIMSA LUSIANA MANALU: Potensi Ekowisata pada Kegiatan Pemuliaan Pohon di Perum Perhutani Unit II Jawa Timur KPH Madiun. Dibawah bimbingan Dr. Ir. EDY BATARA MULYA SIREGAR, MS dan KANSIH SRI HARTINI, S.Hut, MP.
Potensi yang terdapat pada hutan tanaman secara estetika dapat digali lebih banyak lagi. Salah satu caranya adalah dengan menjadikan hutan tanaman sebagai salah satu tujuan ekowisata khususnya wisata pendidikan. Penelitian dilakukan di Perum Perhutani Unit II Jawa Timur KPH Madiun pada bulan Juni – Agustus 2009 yang menggunakan uji Cochran sebagai analisis datanya. Sasaran penelitian adalah pelajar, para guru dan pegawai Perum Perhutani. Jumlah sampel yang diambil untuk pelajar sebanyak 42 orang, guru 50 orang dan untuk pegawai Perhutani sebanyak 20 orang. Masing-masing sampel diambil sampelnya sebesar 10 % dari jumlah keseluruhan sampel yang ada. Tetapi untuk guru karena jumlahnya kurang dari 100, maka sampel diambil semua. Penelitian dilakukan dengan mengumpulkan data primer seperti data karakteristik responden dan hasil wawancara dengan menggunakan kuisioiner. Data sekunder berupa data umum yang ada pada Perum Perhutani Unit II Jawa Timur KPH Madiun dan hasil observasi di lapangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan pemuliaan pohon yang ada di Perum Perhutani Unit II Jawa Timur KPH Madiun adalah Kebun Pangkas, Pohon Plus dan APB (Areal Produksi Benih). Perum Perhutani Unit II KPH Madiun telah siap sebagai fasilitator bagi para pelajar maupun guru dalam melakukan kunjungan ekowisata terhadap program pemuliaan pohon di KPH Madiun, seperti mengelola kegiatan pemuliaan pohon yang ada dengan baik, melengkapi fasilitas – fasilitas pendukung dalam area kegiatan serta menyediakan sarana dan prasarana bagi para pengunjung. Selain itu Pelajar dan guru memiliki tingkat pengetahuan yang baik mengenai kegiatan pemuliaan pohon yang ada di Perum Perhutani Unit II Jawa Timur KPH Madiun.
ABSTRACT
RIMSA LUSIANA MANALU : Potential of Ecotourism in Forest Tree Improvement in Indonesian State Owned Forest Enterprise Unit II KPH Madiun in East Java. Under supervised by Dr. Ir. EDY BATARA MULYA SIREGAR, MS and KANSIH SRI HARTINI, S.Hut, MP.
The ecotourism potential found on forest plantation can be dug aesthetically more. One way is to make forest plantations as one tourism destination, especially ecotourism education. Research conducted in Unit II of Indonesian State Owned Forest Enterprise KPH Madiun in East Java in June - August 2009 using a Cochran test data analysis. Research targets are students, teachers, and employees of Indonesian State Owned Forest Enterprise. Total sample that taken each from students are 42 person, teachers 50 person and the staff of Perhutani are 20 person. From the total only taken 10 % for each sample, expect from the tacher we took all because less than 100 person. This research is done by collecting primary data like respondent characteristic data and interviews with questionnaire. The secondary data in the form of general data on Unit II of Indonesian State Owned Forest Enterprise KPH Madiun in East Java and field observations.
The results showed that the activities of the forest tree improvement in Indonesian State Owned Forest Enterprise Unit II KPH Madiun in East Java is the garden coppice, Plus Tree and APB (Seed Production Area). Indonesian State Owned Forest Enterprise Unit II KPH Madiun has been prepared as a facilitator for students and teachers in ecotourism visit to the forest tree improvement program in KPH Madiun, such as managing the activities of the forest tree improvement which is well equipped with the facilities and activities in the area to provide facilities and infrastructure for the visitors. In addition, students and teachers have a good level of knowledge about the activities of the existing forest tree improvement activities in Indonesian State Owned Forest Enterprise Unit II KPH Madiun in East Java.
RIWAYAT HIDUP
RIMSA LUSIANA MANALU dilahirkan di Jambi pada tanggal 23
February 1987 dari pasangan Bapak J. Manalu dan Ibu E. Tampubolon. Penulis
merupakan putri ketiga dari lima bersaudara.
Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar di SD Xaverius 2 Jambi pada tahun
1999, yang dilanjutkan di SLTP Xaverius 2 Jambi pada tahun 2002 dan lulus dari
SMU Negeri 4 Jambi pada tahun 2005. Pada tahun 2005 penulis melanjutkan
studinya di perguruan tinggi negeri dan lulus melalui jalur Seleksi Penerimaan
Mahasiswa Baru (SPMB) di Universitas Sumatera Utara, Fakultas Kehutanan,
Departemen Kehutanan, Program Studi Budidaya Hutan.
Selama perkuliahan, penulis merupakan anggota Himpunan Mahasiswa
Sylva USU. Penulis melaksanakan Praktik Pengenalan dan Pengolahan Hutan
(P3H) pada bulan Juni tahun 2007 di hutan mangrove Desa Masjid Lama
Kabupaten Asahan dan hutan pegunungan Lau Kawar di Kabupaten Karo. Pada
bulan Juni sampai Agustus 2009 penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan di
Perum Perhutani Unit II Jawa Timur KPH Madiun.
Pada akhir studi penulis melaksanakan penelitian di bawah bimbingan
Bapak Dr. Ir. Edy Batara Mulya Siregar, MS dan Ibu Kansih Sri Hartini, S.Hut,
MP. dengan judul “Potensi Ekowisata Pada Kegiatan Pemuliaan Pohon di Perum
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan segala berkat dan karunia-Nya sehingga hasil penelitian yang
berjudul ” Potensi Ekowisata pada Kegiatan Pemuliaan Pohon di Perum
Perhutani Unit II Jawa Timur KPH Madiun” berhasil diselesaikan dengan
baik dan tepat waktu.
Terima kasih disampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Edy Batara Mulya
Siregar, MS dan Ibu Kansih Sri Hartini, S. Hut., MP. selaku komisi pembimbing
yang telah banyak mengarahkan dan memberikan saran kepada penulis dalam
menyelesaikan usulan penelitian ini. Juga kepada Ibu Dwi Endah Widiastuti,
S.Hut, M.Si yang telah membantu dalam penyusunan awal skripsi ini serta kepada
Perum Perhutani Unit II Jawa Timur KPH Madiun yang telah memberikan
kesempatan bagi penulis dalam melakukan penelitian ini hingga selesai.
Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu penulis menerima kritikan dan saran yang membangun dari
pembaca untuk penyempurnaan dimasa yang akan datang.
Semoga hasil penelitian ini bermanfaat dan memberi kontribusi yang baru
khususnya dalam bidang kehutanan dan bidang pendidikan dalam
penelitian-penelitian ilmiah.
Medan, Oktober 2009
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT... ii
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ...iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL...vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 4
Manfaat Penelitian... 4
TINJAUAN PUSTAKA Ekowisata ... 5
Perum Perhutani Unit II Jawa Timur...10
KPH Madiun………....13
Kegiatan Pemuliaan Pohon……….. ………...17
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ... 23
Alat dan Bahan ... 23
Metode Penelitian ... 23
Analisis Data ... 25
HASIL DAN PEMBAHASAN Perum Perhutani... 27
Kegiatan Pemuliaan Pohon di Prum Perhutani Unit II Jawa Timur KPH Madiun………...…………28
Karakteristik Responden...33
Tingkat Pemahaman Responden Terhadap Kegiatan Pemuliaan Pohon………...36
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 42
Saran ... 42
DAFTAR PUSTAKA ... 43
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Wilayah Kerja Perum Perhutani………..……..… 11
2. Luas Kawasan SKPH Madiun... 15
3. Kelompok Umur Responden Pelajar dan Guru... 34
4. Kelompok Umur Responden Pegawai Perhutani... 34
5. Tingkat Pengetahuan Responden Terhadap Kegiatan Pemuliaan Pohon………37
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Media Penanaman Stek Pucuk pada Polybag... 30
2. Bedeng Induksi Akar ... 30
3. Kebun Pangkas yang berada di lokasi BKPH Dungus, KPH Madiun... 31
4. Tingkat Pendidikan Guru... 35
5. Tingkat Pendidikan Pegawai Perhutani... 36
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Tingkat Kesiapan Pegawai Perhutani Terhadap Kegiatan Pemuliaan Pohon sebagai Fasilitator bagi Masyarakat
Sasaran... 45
2. Tingkat Pengetahuan dan Pemahaman Guru Terhadap
Kegiatan Pemuliaan Pohon... 46
3. Tingkat Pengetahuan dan Pemahaman Pelajar
Terhadap Kegiatan Pemuliaan Pohon... 48
4. Pertanyaan Kuisioner Untuk Responden
(pelajar dan guru)... 50
5. Pertanyaan Kuisioner Untuk Responden
Pegawai Perum Perhutani... 51
6. Analisis/Observasi Lapangan (oleh Peneliti)... 51
ABSTRAK
RIMSA LUSIANA MANALU: Potensi Ekowisata pada Kegiatan Pemuliaan Pohon di Perum Perhutani Unit II Jawa Timur KPH Madiun. Dibawah bimbingan Dr. Ir. EDY BATARA MULYA SIREGAR, MS dan KANSIH SRI HARTINI, S.Hut, MP.
Potensi yang terdapat pada hutan tanaman secara estetika dapat digali lebih banyak lagi. Salah satu caranya adalah dengan menjadikan hutan tanaman sebagai salah satu tujuan ekowisata khususnya wisata pendidikan. Penelitian dilakukan di Perum Perhutani Unit II Jawa Timur KPH Madiun pada bulan Juni – Agustus 2009 yang menggunakan uji Cochran sebagai analisis datanya. Sasaran penelitian adalah pelajar, para guru dan pegawai Perum Perhutani. Jumlah sampel yang diambil untuk pelajar sebanyak 42 orang, guru 50 orang dan untuk pegawai Perhutani sebanyak 20 orang. Masing-masing sampel diambil sampelnya sebesar 10 % dari jumlah keseluruhan sampel yang ada. Tetapi untuk guru karena jumlahnya kurang dari 100, maka sampel diambil semua. Penelitian dilakukan dengan mengumpulkan data primer seperti data karakteristik responden dan hasil wawancara dengan menggunakan kuisioiner. Data sekunder berupa data umum yang ada pada Perum Perhutani Unit II Jawa Timur KPH Madiun dan hasil observasi di lapangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan pemuliaan pohon yang ada di Perum Perhutani Unit II Jawa Timur KPH Madiun adalah Kebun Pangkas, Pohon Plus dan APB (Areal Produksi Benih). Perum Perhutani Unit II KPH Madiun telah siap sebagai fasilitator bagi para pelajar maupun guru dalam melakukan kunjungan ekowisata terhadap program pemuliaan pohon di KPH Madiun, seperti mengelola kegiatan pemuliaan pohon yang ada dengan baik, melengkapi fasilitas – fasilitas pendukung dalam area kegiatan serta menyediakan sarana dan prasarana bagi para pengunjung. Selain itu Pelajar dan guru memiliki tingkat pengetahuan yang baik mengenai kegiatan pemuliaan pohon yang ada di Perum Perhutani Unit II Jawa Timur KPH Madiun.
ABSTRACT
RIMSA LUSIANA MANALU : Potential of Ecotourism in Forest Tree Improvement in Indonesian State Owned Forest Enterprise Unit II KPH Madiun in East Java. Under supervised by Dr. Ir. EDY BATARA MULYA SIREGAR, MS and KANSIH SRI HARTINI, S.Hut, MP.
The ecotourism potential found on forest plantation can be dug aesthetically more. One way is to make forest plantations as one tourism destination, especially ecotourism education. Research conducted in Unit II of Indonesian State Owned Forest Enterprise KPH Madiun in East Java in June - August 2009 using a Cochran test data analysis. Research targets are students, teachers, and employees of Indonesian State Owned Forest Enterprise. Total sample that taken each from students are 42 person, teachers 50 person and the staff of Perhutani are 20 person. From the total only taken 10 % for each sample, expect from the tacher we took all because less than 100 person. This research is done by collecting primary data like respondent characteristic data and interviews with questionnaire. The secondary data in the form of general data on Unit II of Indonesian State Owned Forest Enterprise KPH Madiun in East Java and field observations.
The results showed that the activities of the forest tree improvement in Indonesian State Owned Forest Enterprise Unit II KPH Madiun in East Java is the garden coppice, Plus Tree and APB (Seed Production Area). Indonesian State Owned Forest Enterprise Unit II KPH Madiun has been prepared as a facilitator for students and teachers in ecotourism visit to the forest tree improvement program in KPH Madiun, such as managing the activities of the forest tree improvement which is well equipped with the facilities and activities in the area to provide facilities and infrastructure for the visitors. In addition, students and teachers have a good level of knowledge about the activities of the existing forest tree improvement activities in Indonesian State Owned Forest Enterprise Unit II KPH Madiun in East Java.
PENDAHULUAN
Latar`Belakang
Indonesia merupakan satu diantara banyak negara yang memiliki kekayaan
budaya dan sumber daya alam memiliki keunggulan kompetitif sebagai daerah
tujuan wisata utama di Asia Tenggara dan Asia Pasifik. Pemanfaatan yang
konservatif pada keragaman hayati dan ekosistem dapat dilaksanakan dengan
pengembangan sebagai obyek dan daya tarik wisata. Kekayaan keragaman hayati
dan ekosistemnya dapat dimanfaatkan secara arif dan bijaksana. Pemanfaatan
yang konservatif pada keragaman hayati dan ekosistemnya dapat dilaksanakan
dengan pengembangan sebagai objek dan daya tarik wisata. Namun demikian
apabila tidak direncanakan dengan konsep pembangunan pariwisata berwawasan
lingkungan, kerusakan lingkungan akan terjadi (Fandeli dan Mukhlison, 2000).
Sejak bergulirnya paradigma baru pengelolaan hutan yang tidak lagi
berbasis pada timber management, mulai muncul alternatif pemanfaatan hasil
hutan non kayu dan jasa hutan, dengan harapan nilai ekonomi dari kayu bisa
dikompensasikan oleh hasil hutan non kayu dan jasa hutan agar hutan tetap lestari
serta tidak harus berubah fungsi. Seiring dengan perubahan paradigma ini, salah
satu usaha pemanfaatan jasa hutan yaitu usaha wisata berbasis alam semakin
memperoleh justifikasi. Kelahiran wisata berbasis alam sendiri sudah lama, hanya
waktu itu belum terpikir oleh para pengelola hutan sebagai usaha altrernatif
(Utami, 2005).
Menurut Undang-Undang No. 5 Tahun 1990, taman wisata alam adalah
kawasan pelestarian alam yang terutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan
pendayagunaan potensi (tumbuhan, satwa, ekosistem dan daya tarik objek wisata)
untuk kegiatan wisata alam, penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, penyediaan
plasma nutfah untuk budidaya, diupayakan tidak mengurangi luas dan merubah
fungsi kawasan.
Upaya pencapaian tujuan pengelolaan, kawasan taman wisata alam ditata
ke dalam blok perlindungan dan blok pemanfaatan sesuai potensinya. Dalam blok
pemanfaatannya, kegiatan pengusahaan wisata alam dapat diberikan kepada pihak
ketiga baik koperasi, BUMN, swasta maupun perorangan. Pembangunan sarana
dan prasarana pengelolaan, penelitian, pendidikan dan wisata alam (pondok
wisata, bumi perkemahan, karavan, penginapan, usaha makanan dan minuman,
sarana wisata tirta, angkutan, wisata budaya dan penjualan cinderamata) yang
dalam pembangunannya harus memperhatikan gaya arsitektur daerah setempat
serta tidak merubah bentang alam (Departemen Kehutanan dan Perkebunan
Republik Indonsia, 1998).
Ekowisata berkembang di negara industri bersamaan dengan timbulnya
kekhawatiran akibat semakin rusaknya keanekaragaman hayati dan ekosistem.
Oleh karena itu perlu adanya suatu kegiatan yang dapat mempelajari berbagai
prinsip dan teori tentang ekowisata yang memiliki tujuan konservasi. Karena
secara tidak langsung akan membantu mengerem laju eksploitasi dan konversi
yang meningkat akhir-akhir ini. Ekowisata memberikan alternatif pengelolaan
hutan yang tidak berorientasi pada produksi kayu saja (Fandeli dan Mukhlison,
2000).
Menurut UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, Hutan adalah suatu
didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan
lainnya tidak dapat dipisahkan. Berdasarkan fungsinya hutan dibagi hutan
konservasi, hutan lindung dan hutan produksi. Dalam kawasan hutan produksi
terdapat hutan alam produksi dan hutan tanaman. Hutan tanaman adalah kawasan
hutan yang berisi tegakan monokultur, dimana proses regenerasi tanamannya
dilakukan dengan kegiatan penanaman oleh penggelolanya (Ulum, 2009).
Hutan tanaman yang terdapat di Pulau Jawa yang sebagian besar dikelola
oleh Perum Perhutani mempunyai sifat monokultur, tetapi secara estetika potensi
yang terdapat pada hutan tanaman tersebut dapat digali lebih banyak lagi untuk
dapat meningkatkan nilainya. Salah satu caranya adalah dengan menjadikan hutan
tanaman sebagai salah satu tujuan ekowisata khususnya wisata pendidikan.
Perum Perhutani juga memiliki strategi yang diharapkan dapat menjadi
suatu daya tarik bagi masyarakat khususnya para pelajar untuk dapat mengetahui
lebih banyak lagi tentang kegiatan pemuliaan tanaman hutan sebagai suatu
kegiatan yang dapat membantu pelestarian hutan kita sekaligus sebagai suatu
wahana ekowisata. Untuk dapat mendeskripsikan kegiatan-kegiatan pemuliaan
pohon yang ada di Perum Perhutani Unit II Jawa Timur KPH Madiun dan
mengetahui tingkat kesiapan Perhutani sebagai fasilitator bagi masyarakat sasaran
dalam melakukan kunjungan ekowisata serta mengetahui tingkat pengetahuan dan
pemahaman masyarakat sasaran terhadap kegiatan pemuliaan pohon maka perlu
adanya diadakan penelitian mengenai potensi ekowisata pada kegiatan pemuliaan
pohon di Perum Perhutani Unit II Jawa Timur KPH Madiun sehingga dapat
Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk :
1. Mendeskripsikan kegiatan program pemuliaan pohon di Perum Perhutani
Unit II Jawa Timur KPH Madiun.
2. Mengetahui tingkat kesiapan Perum Perhutani Unit II Jawa Timur KPH
Madiun sebagai fasilitator bagi masyarakat sasaran (guru dan pelajar) dalam
melakukan kunjungan ekowisata terhadap kegiatan pemuliaan pohon.
3. Mengetahui tingkat pengetahuan dan pemahaman masyarakat sasaran (guru
dan pelajar) terhadap kegiatan pemuliaan pohon di Perum Perhutani Unit II
Jawa Timur KPH Madiun.
Manfaat Penelitian
1. Mengembangkan potensi kegiatan pemuliaan pohon sebagai kegiatan
ekowisata khusunya wisata pendidikan di Perum Perhutani.
2. Sebagai masukan bagi masyarakat sekitar mengenai kegiatan pemuliaan
pohon.
TINJAUAN PUSTAKA
Ekowisata
Menurut undang-undang RI No. 9 tahun 1990 tentang kepariwisataan,
usaha-usaha pariwisata di daerah digolongkan atas :
1. Pengusahaan objek dan daya tarik wisata yang dikelompokkan atas
a. Pengusahaan objek dan daya tarik wisata alam
b. Pengusahaan objek dan daya tarik wisata budaya
c. Pengusahaan objek dan daya tarik wisata minat khusus
2. Usaha sarana pariwisata yang dikelompokkan atas :
a. Penyediaan akomodasi
b. Penyediaan makanan dan minuman
c. Penyediaan angkutan wisata
Salah satu bentuk wisata alam yang saat ini berkembang adalah ekowisata.
Ekowisata merupakan suatu konsep bentuk wisata yang sangat erat kaitannya
dengan prinsip konservasi. Bahkan dalam strategi pengembangannya juga
memakai prinsip konservasi, dengan demikian ekowisata ini akan sangat tepat dan
berdayaguna dalam mempertahankan keutuhan dan keaslian ekosistem di areal
yang masih alami. Bahkan dengan ekowisata, pelestarian alam dapat ditingkatan
kualitasnya karena desakan dan tuntutan dari para eco-traveler. Menurut Fandeli
dan Mukhlison (2000) bahwa ekowisata lebih populer dan banyak dipergunakan
jika dibandingkan dengan terjemahan yang seharusnya dari istilah ecotourism
yaitu ekoturisme.
Ekowisata mempunyai karakteristik yang spesifik karena adanya
masyarakat lokal. Oleh karena itu, setiap kegiatan ekowisata harus mengikuti
prinsip – prinsip pengelolaan yang berkelanjutan seperti: (1) berbasis pada wisata
alam, (2) menekankan pada kegiatan konservasi, (3) mengacu pada pembangunan
pariwisata yang berkelanjutan, (4) berkaitan dengan kegiatan pengembangan
pendidikan, (5) mengakomodasikan budaya lokal, (6) memberi manfaat pada
ekonomi lokal. Kegiatan ekowisata secara langsung maupun tidak langsung
mengarahkan wisatawan untuk menghargai dan mencintai alam serta budaya
lokal, sehingga dapat menumbuhkan kesadaran dan kepedulian para wisatawan
untuk turut memelihara kelestarian alam. Agar obyek wisata tetap lestari perlu
adanya pengelolaan dengan melibatkan stakeholders terkait seperti pemerintah,
masyarakat, swasta (industri pariwisata), peneliti, ilmuwan dan LSM.
Pengembangan ekowisata selain sebagai upaya untuk melestarikan lingkungan
juga diharapkan dapat meningkatkan sosial ekonomi masyarakat lokal (Hidayati
dkk., 2003).
Indonesia mempunyai potensi yang sangat besar dalam pengembangan
ekowisata kawasan hutan tropika, yang tersebar di kepulauan Indonesia..
Ekowisata diberi batasan sebagai kegiatan yang bertumpu pada lingkungan dan
bermanfaat secara ekologi, sosial dan ekonomi bagi masyarakat serta bagi
kelestarian sumberdaya dan berkelanjutan. Pengelolaan hutan produksi yang
dimulai dengan penanaman hingga penebangan dan angkutan merupakan atraksi
wisata. Hutan produksi di Jawa maupun di luar Jawa mempunyai daya tarik yang
sama. Wisatawan mancanegara akan memperoleh suguhan atraksi alam dan
buatan yang sangat berbeda dengan kegiatan semacam di negaranya.
dapat menjamin tetap terpeliharanya hutan di samping pendapatan yang secara
ekonomi sangat penting dalam pemulihan krisis ekonomi. Bila dikembangkan,
ekowisata akan memperpanjang length of stay wisatawan dan memperkecil
kebocoran devisa dari wisatawan mancanegara. Pengembangan ekowisata juga
akan menyerap tenaga kerja yang besar dan meningkatkan pendapatan masyarakat
dan pemerintah daerah. Di dalam pengembangan kepariwisataan alam juga
memerlukan koordinasi dan integrasi yang bagus bagi seluruh stakeholders.
Demikian pula lembaga pengambil kebijakan dan pelaksana kebijakan harus
sejalan dengan seluruh pelaku pariwisata (Fandeli dan Mukhlison, 2000).
Damanik dan Weber (2006) menyatakan bahwa dari segi pasar ekowisata
merupakan perjalanan yang diarahkan pada upaya – upaya pelestarian lingkungan.
Akhirnya, sebagai pendekatan pengembangan, ekowisata merupakan metode
pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya pariwisata secara ramah lingkungan,
dan disini kegiatan ini akan bertanggungjawab terhadap kelestarian alam dan
kesejahterahaan masyarakat lokal serta kelestarian alam akan lebih ditekankan dan
itu merupakan ciri khas ekowisata.
Apabila ekowisata pengelolaan alam dan budaya masyarakat yang
menjamin kelestarian dan kesejahteraan, maka konservasi merupakan upaya
menjaga kelangsungan pemanfaatan sumberdaya alam untuk waktu kini dan masa
mendatang. Pada hakekatnya ekowisata yang melestarikan dan memanfaatkan
alam dan budaya masyarakat, jauh lebih ketat dibanding dengan hanya
keberlanjutan. Pembangunan ekowisata berwawasan lingkungan jauh lebih
terjamin hasilnya dalam melestarikan alam dibanding dengan keberlanjutan
menggunakan jasa alam dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pengetahuan,
fisik dan psikologis wisatawan. Bahkan dalam berbagai aspek ekowisata
merupakan bentuk wisata yang mengarah ke metatourism. Ekowisata bukan
menjual destinasi tetapi menjual filosofi. Dari aspek inilah ekowisata tidak akan
mengenal kejenuhan pasar (Fandeli dan Mukhlison, 2000).
Peluang pengembangan ekowisata ditunjang pelaksanaan otonomi daerah
yang telah mulai diberlakukan sejak tahun 2000. Diberlakukannya UU Nomor 22
tahun 1999 dan UU Nomor 25 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan
Perimbangan Keuangan antara pemerintah pusat dan daerah merupakan
kesempatan yang sangat besar bagi pemerintah kabupaten/kota untuk mengelola
dan mengembangkan potensi ekonomi daerah. Pengembangan ekowisata dapat
optimal tergantung tiga faktor kunci yaitu: faktor internal, eksternal dan struktural.
Faktor internal antara lain meliputi potensi daerah, pengetahuan operator wisata
tentang keadaan daerah baik budaya maupun alamnya serta pengetahuan tentang
pelestarian lingkungan dan partisipasi penduduk lokal terhadap pengelolaan
ekowisata. Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar yang meliputi
kesadaran wisatawan akan kelestarian lingkungan, kegiatan penelitian dan
pendidikan di lokasi ekowisata yang memberi kontribusi terhadap kelestarian
lingkungan dan penduduk lokal. Adapun faktor struktural adalah berkaitan dengan
kelembagaan, kebijakan, perundangan dan peraturan tentang pengelolaan
ekowisata baik di tingkat lokal, nasional maupun internasional. Apabila
pengembangan dan pengelolaan ekowisata sesuai dengan pengelolaan yang
diharapkan, maka ekowisata yang dikembangkan oleh daerah akan menjadi
Namun jika pengelolaan ekowisata terdapat banyak hambatan sehingga
pengelolaan yang ideal tidak dapat dilakukan maka pengembangan ekowisata
akan kurang optimal dan akan merupakan pariwisata massal yang konvensional
yang berbasis alam (Fandeli dan Mukhlison, 2000).
Kawasan hutan yang dapat berfungsi sebagai kawasan wisata yang
berbasis lingkungan adalah kawasan pelestarian alam, kawasan suaka alam dan
hutan lindung melalui kegiatan wisata alam terbatas, serta hutan produksi yang
berfungsi sebagai wana wisata. Kebijakan umum pengembangan hutan untuk
ekowisata saat ini mengacu pada kebijakan pariwisata alam yang berlandaskan
UU No. 5 tahun 1990 dan PP No. 18 dan No. 13 tahun 1994 tentang
pengembangan pariwisata alam dilakukan dalam kerangka mewujudkan
kelestarian sumberdaya alam hayati dan keseimbangan ekosistemnya, sehingga
dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu
kehidupan manusia (Hidayati dkk., 2003).
Ekowisata pada mulanya hanya bercirikan bergaul langsung dengan alam
untuk mengenali dan menikmati. Meningkatnya kesadaran manusia akan
meningkatnya kerusakan/perusakan alam oleh ulah manusia sendiri telah
menimbulkan rasa cinta alam pada semua anggota masyarakat dan keinginan
untuk sekedar menikmati telah berkembang menjadi memelihara dan menyayangi,
yang berarti mengkonservasi secara lengkap. Perkembangan tersebut terutama
terjadi dalam dekade terakhir yang diperkuat oleh Deklarasi Rio de Janeiro pada
tahun 1992. Ciri-ciri ekowisata sekarang menjadi mengandung unsur utama yaitu
konservasi, edukasi untuk berperan serta dan pemberdayaan masyarakat setempat.
bersasaran: melestarikan hutan dan kawasannya, mendidik semua orang untuk
ikut melestarikan hutan yang dimaksud, baik itu pengunjung, karyawan
perusahaan sendiri sampai ke masyarakat yang ada di hutan dan disekitarnya,
meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat agar dengan demikian tidak
mengganggu hutan (Fandeli dan Mukhlison, 2000).
Perum Perhutani Unit II Jawa Timur
Perum Perhutani adalah sebuah BUMN lingkup kehutanan yang didirikan
berdasarkan PP 30/2003. Namun demikian institusi Perhutani sudah dibentuk
sejak tahun 1972 yang merupakan kelanjutan pengelolaan hutan di Pulau Jawa
sejak jaman Belanda, sehingga Perhutani adalah lembaga yang sudah tua dan
berpengalaman. Perum Perhutani memiliki tugas mengelola hutan di Pulau Jawa
dan Madura seluas 1.767.304 Ha hutan produksi dan 658.902 Ha hutan lindung.
Luas kawasan hutan Negara di Pulau Jawa 3.135.800 Ha, ± 23,4% dari luas
wilayah daratan Pulau Jawa (13.411.000 Ha) (Direksi Perum Perhutani, 2007).
Secara struktural Perum Perhutani di bawah Kementerian Negara BUMN
dengan Pembina Teknis Departemen Kehutanan. Kantor pusat Perum Perhutani
berkedudukan di DKI Jakarta. Perum Perhutani dipimpin oleh jajaran direksi yang
disebut BOD (Board of Director) yang terdiri atas 5 posisi, yaitu : direktur utama,
direktur umum, direktur keuangan, direktur produksi dan direktur pemasaran.
Perum Perhutani terbagi atas 3 wilayah kerja atau unit, yang terdiri dari :
1. Unit I Jawa Tengah berkedudukan di Semarang
2. Unit II Jawa Timur berkedudukan di Surabaya
Masing-masing unit tersebut dipimpin oleh Kanit (Kepala Unit). Setiap unit di
Perum Perhutani terbagi atas beberapa KPH (Kesatuan Pemangkuan Hutan). Pada
Unit II Jawa Timur terdiri dari 23 KPH. Setiap KPH dipimpin oleh seorang
KKPH (Kepala Kesatuan Pemangkuan Hutan) yang berpangkat administratur
(Perum Perhutani,1993).
Wilayah kerja Perum Perhutani meliputi kawasan hutan negara yang
terdapat di wilayah Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Jawa Timur dan Provinsi
Jawa Barat dan Banten seluas 2.426.206 hektar yang disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Wilayah Kerja Perum Perhutani
Unit Kerja Provinsi Hutan Produksi (Ha)
Jumlah 1.767.304 658.902 2.426.206
Luas tersebut tidak termasuk kawasan hutan suaka alam dan wisata yang dikelola
oleh Ditjen PHPA Departemen Kehutanan. Berdasarkan amanat UU nomor 41
tentang Kehutanan, luas kawasan hutan minimal yang disisakan adalah 30% dari
luas daratan. Luasan hutan dibanding daratan yang ada saat ini adalah sekitar 24%
sehingga perlu dipertahankan keberadaannya sehingga dapat berperan
mempertahankan daya dukung lingkungan (Perum Perhutani, 2009).
Sebagai perusahaan umum kehutanan negara yang bergerak di bidang
kehutanan yang memperoleh hak untuk mengelola kawasan hutan produksi untuk
menghasilkan hasil hutan kayu maupun non kayu sesuai SK
di Provinsi Jawa Timur. Berdasarkan SK tersebut selanjutnya perusahaan
melakukan seluruh rangkaian kegiatan pembangunan hutan sebagai bagian dari
pembangunan dan pengelolaan di bidang kehutanan Indonesia (Perum Perhutani
Unit II Jatim Kesatuan Pemangkuan Hutan Madiun, 2009).
Kegiatan pengelolaan hutan yang dilakukan oleh Perum Perhutani secara
umum menurut Perum Perhutani, (2009) antara lain:
1. Perencanaan hutan, meliputi : Rencana Umum Perusahaan (RUP), Rencana
Pengaturan Kelestarian Hutan (RPKH), Rencana Lima Tahun Perusahaan
(RLTP), Rencana Kerja Tahunan (RKTP) dan Rencana Teknik Tahunan (RTT).
2. Reboisasi dan rehabilitasi hutan
Reboisasi dan rehabilitasi hutan dilaksanakan di lokasi bekas tebangan maupun
kawasan tidak produktif. Reboisasi hutan dengan sistem tumpangsari memberikan
kontribusi besar dalam produksi pangan dan dalam jangka pendek memberikan
hasil, serta mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang sangat signifikan.
3. Pemeliharaan hutan, meliputi penyiangan, wiwil/pembersihan tunas air,
pruning/pemangkasan cabang, penjarangan, pencegahan terhadap hama dan
penyakit, pencegahan gangguan penggembalaan dan perlindungan hutan lainnya.
4. Perlindungan hutan, meliputi : pencurian pohon, okupasi lahan/bibrikan,
penggembalaan liar, kebakaran hutan dan bencana alam.
5. Pemungutan hasil hutan, meliputi kegiatan teresan, penebangan, pembagian
batang, pengangkutan dan penumpukan di TPK (Tempat Pengumpulan Kayu)
meliputi jenis kayu jati, pinus, mahoni, damar, mangium, sengon dan rimba
lainnya. Pemungutan hasil hutan non kayu antara lain getah pinus, getah damar,
6. Industri hasil hutan
Perum Perhutani telah memiliki industri hasil hutan yakni : Industri Pengolahan
Kayu di Cepu, Brumbung, Gresik, dan 12 Unit Penggergajian dengan produk
antara lain : garden furniture (GF), housing component, veneer sayat, parket
block, flooring; pabrik pengolahan gondorukem dan terpentin sebanyak 8 buah ;
pabrik minyak kayu putih sebanyak 12 buah, pabrik seedlak dan pabrik
pemintalan benang sutera.
7. Pemasaran
Tahun 1976 Perum Perhutani mulai melakukan seleksi pohon plus jati. Eksplorasi
dilakukan terus menerus baik di Jawa maupun di luar Pulau Jawa hingga tahun
1999 jumlah pohon plus tercatat 600 pohon, pohon-pohon plus ini digunakan
untuk materi genetik dasar program pemuliaan. Era tersebut menandai dimulainya
kembali upaya pemuliaan pohon jati di Indonesia yang dimulai dari jaman
penjajahan Belanda dan terhenti selama jaman revolusi. Kegiatan ini kemudian
diberi wadah organisasi khusus dengan pembentukan pusat jati (teak center) pada
tahun 1998 (Pusat Pengembangan Sumber Daya Hutan Perum Perhutani, 2005).
KPH Madiun
Setelah Indonesia merdeka, mulai tahun 1945 sampai dengan tahun 1961
pengelolaan hutan di KPH Madiun di bawah Jawatan Kehutanan. Sejak tahun
1961 sampai dengan 1972 Jawatan Kehutanan berubah menjadi Perusahaan
Kehutanan Negara, selanjutnya mulai tahun 1972 sampai dengan tahun 2001
berubah menjadi Perusahaan Umum Kehutanan Negara. Pada tahun 2001 berubah
Perusahaan Umum Kehutanan Negara (Perum Perhutani Unit II Jatim Kesatuan
Pemangkuan Hutan Madiun, 2009).
Perum Perhutani Unit II Jawa Timur terdiri atas 23 KPH. Setiap KPH
dipimpin oleh seorang KKPH (Kepala Kesatuan Pemangkuan Hutan) yang
berpangkat administratur. KPH Madiun dibagi menjadi 2 SKPH (Sub Kesatuan
Pemangkuan Hutan) yaitu SKPH Madiun Utara dan SKPH Madiun Selatan,
masing-masing dibagi menjadi beberapa bagian dari BKPH. Setiap BKPH
dipimpin oleh seorang KBKPH (Kepala Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan)
yang dipimpin seorang Asisten Perhutani (Asper). Setiap BKPH terdiri dari
beberapa RPH (Resort Pemangkuan Hutan). RPH tersebut dipimpin oleh seorang
KRPH (Kepala Resort Pemangkuan Hutan) yang disebut sebagai mantri. Masing
– masing KRPH tersebut dibantu oleh beberapa mandor tanaman untuk
melaksanakan tugasnya. Contohnya mandor persemaian, mandor tanam, mandor
tebang, dan yang sesuai dengan ahlinya. Namun biasanya di setiap RPH memiliki
buruh harian lepas untuk melaksanakan kegiatan tersebut, contohnya buruh
tebangan dan lainnya.
Pembagian wilayah hutan di KPH Madiun dibagi menjadi dua SKPH,
Madiun Selatan dan Madiun Utara. Masing – masing SKPH dibagi lagi menjadi
Tabel 2. Luas Kawasan SKPH Madiun
Pembagian Wilayah KPH Madiun Utara
(Terdiri dari 6 BKPH)
KPH Madiun Selatan (Terdiri dari 5 BKPH)
BKPH Luas (Ha) BKPH Luas (Ha)
Jumlah 16.075,4 Jumlah 15.153,8
Luas kawasan hutan yang dikelola Perum Perhutani KPH Madiun seluas
31.221,82 Ha. Menurut Perum Perhutani Unit II Jatim Kesatuan Pemangkuan
Hutan Madiun, (2009) dengan komposisi :
1). Kelas perusahaan jati seluas 27.267, Ha terdiri dari hutan untuk produksi
87,8% (24.133,3 ha) dan hutan bukan untuk produksi 12,19% (3.352,2 ha).
2). Kelas perusahaan kayu putih seluas 3.736,3 ha terdiri dari hutan untuk
produksi 83,89% ( 3.134,6 ha) dan hutan bukan untuk produksi sebesar 16,1%
(601,76 ha).
3). Hutan lindung, tak baik untuk produksi (tpb) dan lapangan dengan tujuan
istimewa (ldti) 2.248,9 ha (7,2%).
Kesatuan Pemangkuan Hutan Madiun merupakan salah satu KPH di
wilayah Perum Perhutani Unit II Jawa Timur yang memiliki luas 31.221, 82 ha.
Secara geografis wilayah KPH Madiun terletak diantara 4°30’ – 4°50’ BT dan
7o30’ – 7o 50’ LS, sedangkan secara administratif pemerintahan wilayah tersebut
berada di Kabupaten Madiun, Magetan dan Ponorogo, Provinsi Jawa Timur.
Berdasarkan tata ruangnya, kawasan hutan Madiun dapat dibedakan kedalam 2
Lindung seluas 1.117,3 ha (35,04%), Kawasan Perlindungan Setempat seluas
1.713,7 ha (53,74%) dan Kawasan Khusus seluas 357,72 ha (11,22%) dan Areal
Budidaya Kehutanan seluas 28.033,0091 ha atau sebesar 89,79% (Areal produktif
untuk unit produksi seluas 26.81,1146 ha (96,25%) dan Areal tidak produktif
untuk unit produksi seluas 1.051,9845 ha (3,75%) (Perum Perhutani KPH
Madiun, 2008).
Keanekaragaman hayati merupakan bagian dari komponen yang secara
ekologis berperan sebagai penentu keseimbangan ekosistem yang penting bagi
kehidupan, terutama dalam penyediaan kebutuhan keanekaragaman bahan hayati
dan penyediaan bahan jasa lainnya. Dengan demikian keanekaragaman hayati
merupakan salah satu penopang utama kelangsungan hidup dan kesejahteraan
manusia, sehingga keanekeragaman hayati harus tetap dipertahankan /
ditingkatkan. Dalam mempertahankan keanekaragaman hayati di wilayah KPH
Madiun sangat dibutuhkan adanya rencana pengelolaan dan pemantauannya.
(Perum Perhutani Unit II Jawa Timur Kesatuan Pemangkuan Hutan Madiun,
2008).
Pengelolaan umum sumberdaya hutan KPH Madiun ditujukan untuk
memproduksi jenis-jenis tanaman pokok (Jati & Kayu Putih) menurut kelas
perusahaan yang berkualitas secara lestari dan menjamin fungsi dan jasa hutan
secara ekonomi, ekologi dan sosial secara terus-menerus dipertahankan dan
ditingkatkan. Pengelolaan sumberdaya hutan di KPH Madiun terdiri dari :
a. Memproduksi hasil hutan secara lestari berdasarkan prinsip dan kriteria yang
b. Mengkonservasi, melindungi dan mengelola hutan berdasarkan prinsip-prinsip
pengelolaan hutan lestari, yang memperhatikan kepentingan keanekaragaman
hayati, tanah, sumber air dan masyarakat desa hutan secara proporsional.
c. Mengembangkan sistem pemanenan hasil hutan yang memiliki dampak
negatif seminimal mungkin terhadap lingkungan.
Sebagai wujud komitmen kuat KPH Madiun terhadap Pengelolaan Hutan
yang berkesinambungan (lestari), maka KPH Madiun menjalankan program
sertifikasi Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) mengikuti skema yang dikembangkan
Skema FSC (Forest Stewardship Council).
Kegiatan Pemuliaan Pohon
Program pemuliaan pohon jati di Perum Perhutani tahun 1981 dengan
adanya usaha-usaha untuk menetapkan daerah penghasil benih, mencari pohon
plus dan membangun bank klon serta kebun benih klonal (Wirodarmodjo dan
Subroto, 1983 dalam Pusat Pengembangan Sumber Daya Hutan Perum Perhutani,
2005). Adapun strategi pemuliaan yang ditempuh oleh Perum Perhutani
selanjutnya adalah adalah penunjukkan Areal Produksi Benih (APB), pemilihan
pohon plus, uji provenans, uji keturunan, uji klon, pembangunan kebun benih
klon, Kebun Benih Semai (SSO), dan bank klon. Di dalam aksi program
pemuliaan jati Perum Perhutani tahun 1983, ditunjuk 8 KPH, yaitu 5 KPH di Unit
I Jawa Tengah dan 3 KPH di Unit II Jawa Timur. Salah satunya adalah KPH
Madiun yang memiliki APB hingga sekarang yang terletak pada BKPH Dungus.
Kegiatan pemuliaan pohon yang umumnya dilakukan oleh Perum
Perhutani adalah APB, pohon plus, Kebun Benih Klon (KBK), kebun pangkas, uji
Kegiatan-kegiatan program pemuliaan pohon di atas juga merupakan strategi
pemuliaan yang dilakukan oleh Perum Perhutani. Tujuan dari strategi ini adalah
untuk memenuhi kebutuhan benih unggul yang mendesak dan memperoleh benih
unggul melalui pentahapan ilmiah yang terencana dan sistematis (Pusat
Pengembangan Sumber Daya Hutan Perum Perhutani, 2005).
Kegiatan pengelolaan hutan yang dilakukan oleh KPH Madiun antara lain:
perencanaan, penentuan batas/rekonstruksi tata batas, pembukaan wilayah hutan
dan pengadaan sarana prasarana, penetapan sistem silvikultur, pembibitan,
penyiapan lahan, penanaman, pemeliharaan tanaman dan perlindungan hutan.
Sebagian kegiatan pemuliaan pohon termasuk ke dalam kegiatan persemaian,
yang mana kegiatan pemuliaan pohon yang dilakukan oleh KPH Madiun antara
lain: kebun pangkas, APB, stek pucuk dan pohon plus adalah salah satu cara
untuk memenuhi kebutuhan bibit di KPH Madiun (Perum Perhutani Unit II Jawa
Timur Kesatuan Pemangkuan Hutan, 2009).
Areal Produksi Benih (APB) adalah areal tegakan plus atau tegakan
terpilih dari hutan tanaman yang dikelola untuk menghasilkan benih. APB ini
merupakan sumber benih sementara sebelum program pembangunan kebun benih,
baik secara generatif (SSO) ataupun vegetatif (CSO) berproduksi sesuai
kebutuhan.
Untuk menentukan lokasi APB diperlukan beberapa persyaratan sebagai
berikut :
1. Sesuai dengan kondisi ekologis yang bersangkutan agar dapat
berbunga/berbuah dengan baik
3. Terisolir dari tegakan lain yang bukan sumber benih atau perlu dibuat jalur
isolasi sekitar 10 – 25 meter mengelilingi sumber benih
4. Terlindungi dari angin keras dan banjir
5. Aksesibilitas tinggi (mudah dikunjungi)
6. Tanah subur (bonita III ke atas)
7. Arealnya dapat diperluas
8. Tenaga kerja mudah
Kultur jaringan adalah pertumbuhan sel tanaman terisolasi atau bagian
kecil dari jaringan dalam sebuah media steril. Media yang digunakan dirancang
untuk memenuhi kebutuhan hormon dan nutrisi.
Stek pucuk adalah metode pengembangbiakan tanaman secara vegetatif
dengan bahan pucuk tanaman. Tanaman atau bibit yang dihasilkan sifat
genetisnya relatif sama dengan tanaman induknya. Pucuk bahan stek diambil dari
kebun pangkas, sedangkan pucuk yang baik harus memenuhi syarat sebagai
berikut:
1. Tunas ortotrop
2. Memiliki 3 atau 4 internodia/pasang daun
3. Panjang batang ± 5-7 cm
4. Minimal sudah berumur 2 minggu dari pecahnya mata tunas
5. Batang silindris, lurus, berbulu hijau cerah
6. Batang masih muda/juvenil (tidak terlalu muda dan tidak terlalu keras)
7. Kuncup masih kaku berwarna coklat
Jadi tidak semua pucuk dapat dipanen sebagai bahan stek pucuk yang baik.
penguapan bahan stek yang menyebabkan layu/kering. Pada saat pengambilan
harus menggunakan gunting pangkas yang tajam dan diusahakan dalam sekali iris
bahan stek sudah terpotong (Perum Perhutani, 2007).
Kebun pangkas adalah pertanaman yang dibangun untuk tujuan khusus
sebagai penghasil bahan stek. Kebun pangkas dikelola untuk meningkatkan
produksi bahan stek. Kebun pangkas dibangun dari benih atau bahan vegetatif
yang dikumpulkan dari pohon plus. Kebun pangkas dan persemaian harus
dibangun di dalam satu lokasi atau merupakan satu paket yang tidak terpisahkan.
Pembuatan kebun pangkas di Perum Perhutani dimulai dengan pembuatan bud
grafting pohon plus yang ada di Jawa dan luar Jawa. Hasil dari bud grafting
tersebut ditanam mengelompok sesuai nomor pohon plus. Materi genetik untuk
pembangunan kebun pangkas terseleksi berdasarkan hasil uji klon, kemampuan
bertunas dan uji kemampuan perakaran serta identifikasi klon yang sebelumnya
telah dilakukan di pusbang SDH Cepu (Anton Sudiartha, 2003 dalam Pusat
Pengembangan Sumber Daya Hutan Perum Perhutani, 2005).
Pohon plus adalah individu pohon yang memiliki fenotip (penampakan
fisik) terbaik dalam suatu tegakan hutan dibanding dengan pohon-pohon
sekitarnya dan telah memenuhi kriteria penilaian pohon plus. Kriteria seleksi
tergantung jenisnya dan tujuan akhir pemanfaatan pohon.
Kebun benih adalah suatu kebun hutan yang dibangun secara semai
maupun secara klon dengan bahan tanaman yang digunakan baik benih maupun
bahan vegetatif berasal dari pohon-pohon terseleksi. Kebun benih semai (SSO:
Seedling Seed Orchard) adalah kebun benih yang dibangun dari anakan
keturunan. Kebun benih klonal (CSO) adalah sumber benih yang dibangun
dengan bahan vegetatif (misalnya : ranting, tunas, mata tunas, dan lain-lain) yang
berasal dari pohon plus. Kebun benih klonal yang dibangun Perum Perhutani pada
tahap awal pada tahun 1983 – 1996 terdiri dari klon- klon yang belum diuji, maka
disebut kebun benih klonal belum diuji. Hal tersebut disebabkan pada saat
pembangunannya belum dilakukan uji keturunan dan uji klon, sehingga belum
diperoleh informasi yang terperinci mengenai sifat genetik dari pohon yang telah
dimiliki. Sedangkan pembangunan kebun benih klonal baru yang terdiri dari
klon-klon yang terseleksi dilakukan mulai tahun 2003 – 2004 dengan luas kurang lebih
90 hektar dengan materi 25 pohon plus (Perum Perhutani Unit II Jawa Timur,
2000).
Menurut Pusat Penelitian dan Pengembangan Perum Perhutani Cepu,
(2007) sebelum membangun kebun pangkas di suatu tempat, semua persyaratan
kebun pangkas harus dipenuhi agar maksud dan tujuan pembangunan kebun
pangkas tercapai atau memenuhi sasaran yang diharapkan. Persyaratan kebun
pangkas yang baik adalah sebagai berikut :
1. Tersedia SDM Perhutani yang secara manajemen dan teknis menguasai
pengelolaan kebun pangkas dan pembuatan bibit dan stek pucuk
2. Lokasi harus tersedia sumber benih yang mencukupi sepanjang tahun.
Ketesediaan air dimaksud untuk penyiraman kebun pangkas dan persemaian
stek pucuk.
4. Luas lokasi harus memenuhi kebutuhan minimal untuk lokasi kebun
pangkas dan persemaian. Dalam hal ini lokasi kebun pangkas dan
persemaian menjadi satu kesatuan (satu paket)
5. Ketinggian lokasi 0 – 600 mdpl dan topografi harus datar
6. Solum tanah dalam dan tidak berbatu
7. Aksesibilitas tinggi atau mudah dijangkau, baik untuk kepentingan angkutan
bibit dan sarana prasarana maupun pengawasan
8. Drainase baik, bebas banjir dan angin kencang
9. Tersedia tenaga kerja baik dalam jumlah maupun keterampilanya,
diutamakan tenaga kerja dari sekitar lokasi kebun pangkas/persemaian
10.Kemampuan 1 (satu) mandor dalam pengelolaan kebun pangkas adalah 1 ha
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Perum Perhutani Unit II Jawa Timur KPH
Madiun, khususnya di BKPH Dungus yaitu: RPH Kuwiran dan RPH Wungu,
Madiun. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juni – Agustus 2009.
Alat dan Bahan
Alat
Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian antara lain adalah :
kamera digital, alat tulis dan kalkulator.
Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian antara lain adalah kuisioner, data
primer dan data sekunder. Data primer yang diperlukan meliputi data responden
yang diperoleh dari hasil observasi dan wawancara langsung di lapangan. Adapun
data sekunder yang dipergunakan meliputi kondisi umum lokasi penelitian dan
hasil penelitian yang terkait dengan tujuan penelitian.
Metode Penelitian
Data penelitian
Penelitian bersifat eksploratif, pengumpulan data dilakukan dengan
mengkombinasikan metode telaahan dokumentasi (documentation study) dari
berbagai sumber data sekunder dan metode langsung (direct methods) yaitu
pengumpulan data primer di lapangan dengan teknik wawancara (dengan dan
khususnya di daerah terpilih sebagai lokasi kajian dilakukan dengan maksud
pengambilan data langsung dan mengecek data sekunder di lapangan. Sebelumnya
harus dilakukan observasi terlebih dahulu di lapangan mengenai pengelolaan
kegiatan pemuliaan pohon.
1. Pengumpulan data sekunder, yang terdiri dari:
a. Luasan Perum Perhutani KPH Madiun
b. Pembagian wilayah BKPH
c. Luasan RPH yang mmiliki kegiatan pemuliaan pohon
d. Luasan masing-masing area kegiatan pemuliaan pohon
e. Jarak antara sekolah dengan area kegiatan pemuliaan pohon
Studi literatur juga diperlukan dalam data sekunder ini sebagai bahan
pendukung akurasi data yang diperlukan dalam penelitian.
2. Untuk dapat melihat tingkat kesiapan Perum Perhutani sebagai fasilitator bagi
masyarakat dalam melakukan kunjungan ekowisata dan untuk mengetahui
tingkat pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang kegiatan pemuliaan
pohon yang ada di Perum Perhutani maka dibutuhkan data primer yang
didapat dari responden yang ada di lapangan. Responden ini akan diberikan
kuisioner, yang isinya mencakup identifikasi diri responden (nama, umur dan
tingkat pendidikan) serta pertanyaan seputar kegiatan pemuliaan pohon yang
mereka ketahui yang ada di Perum Perhutani.
Pengambilan sampel
Pendekatan yang digunakan dalam menentukan lokasi penelitian adalah
metode accidental sampling (teknik sampling kebetulan) pada sebuah sekolah di
Timur KPH Madiun yang memiliki kegiatan pemuliaan pohon pada umumnya.
Proses pemilihan desa lokasi studi diawali dengan eksplorasi informasi dari
berbagai sumber, baik informasi dari pihak Perum Perhutani, literatur yang ada,
kunjungan singkat ke lapangan, dan pemanfaatan data/informasi dari instansi
terkait langsung.
Populasi pada penelitian adalah siswa-siswi dan para guru SMA N 1
Wungu serta para pegawai KPH Madiun. Berdasarkan populasi yang ada maka
untuk menghitung jumlah sampel, digunakan rumus Arikunto. Menurut Arikunto
(2006), apabila subjeknya kurang dari 100 orang, lebih baik diambil semua
sehingga penelitian merupakan penelitian populasi. Selanjutnya jika jumlah
subjeknya besar dapat diambil antara 10% - 15 % atau 20% - 25% atau lebih,
tergantung setidaknya dari :
a. Kemampuan penelitian dilihat dari tenaga dan biaya
b. Sempit atau luasnya wilayah penelitian dari subjek, karena hal ini hal ini
menyangkut sedikit banyaknya data
c. Besar kecilnya resiko yang ditanggung oleh peneliti, untuk penelitian yang
resikonya besar, tentu saja jika sampelnya besar, hasilnya akan lebih baik
Jumlah sampel yang diambil untuk pelajar sebanyak 42 orang, guru 50
orang dan untuk pegawai Perhutani sebanyak 20 orang. Masing-masing sampel
diambil sampelnya sebesar 10 % dari jumlah keseluruhan sampel yang ada, tetapi
untuk guru karena jumlahnya kurang dari 100, maka sampel diambil semua.
Analisis Data
Keseluruhan data, baik primer maupun sekunder dan ditabulasikan sesuai
yang bersifat kualitatif dianalisis secara deskriptif sesuai dengan tujuan penelitian,
serta dilakukan analisis para pihak untuk mengidentifikasi pihak-pihak yang
terkait dalam pengelolaan kegiatan pemuliaan tanaman hutan. Sedangkan data
yang bersifat kuantitatif diolah secara tabulasi.
Hasil penelitian akan dianalisis secara statistik dengan menggunakan uji
Cochran. Uji Cochran digunakan pada data dengan skala pengukuran nominal
atau informasi dalam bentuk yang terpisah dua (dikotomi), misalnya informasi
“ya” atau “tidak”. Penggunaan uji ini untuk mengetahui keberadaan hubungan
antara beberapa variabel. Menurut Sugiyono (2008), test ini juga digunakan untuk
menguji hipótesis komparatif K sampel berpasangan bila datanya berbentuk
nominal dan frekuensi dikotomi, misalnya dalam jawaban wawancara atau
observasi hasil eksperimen berbentuk : ya-tidak, sukses-gagal, terjual-tidak
terjual, dsb. Selanjutnya jawaban tersebut diberi skor 0 untuk “gagal” dan skor 1
untuk “sukses”.
Jawaban pertanyaan wawancara yang digunakan pada penelitian adalah
dua jawaban yaitu “ya” dan “tidak” Selanjutnya jawaban tersebut diberi skor 1
untuk jawaban “ya” dan skor 0 untuk jawaban “tidak”. Hasil analisis data
kemudian akan dibandingkan dengan nilai chi kuadrat tabel yang disajikan pada
Lampiran 7.
Secara umum menurut Sugiyono, (2008) analisa data dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
Dimana :k = Banyaknya kolom
N = Banyak baris dalam tabel
Gj = Jumlah rangking dalam kolom
Li = Jumlah yang mendapat nilai 1
Li2 = Hasil kuadrat Li
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perum Perhutani
Perum Perhutani sebagai salah satu perusahaan negara yang berkecimpung
di bidang kehutanan mempunyai tugas untuk mengadakan usaha-usaha produktif
dalam rangka meningkatkan pendapatan nasional, yang berarti secara aktif turut
membangun ekonomi nasional untuk mewujudkan masyarakat adil makmur,
materil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Disamping
tugas-tugas yang bersifat rutin seperti reboisasi, pemeliharaan tanaman, penjarangan
tanaman, penebangan/pemungutan hasil hutan keamanan dan lain-lain juga
tugas-tugas sosial masyarakat tetap mendapat perhatian.
Tanaman jati di Pulau Jawa kondisinya sangat menurun, sifat fisik
tanahnya padat karena penggembalaan berlebihan, lapisan humusnya hilang
karena terbakar, tegakannya tidak lagi terisi penuh, dan yang paling parah,
penyebaran kelas umurnya tidak lagi normal. Luas kelas umur muda lebih banyak
dari umur tua. Hal ini terjadi karena tanaman dipaksa untuk berproduksi
disamping karena adanya pencurian kayu. Diawal proses terjadinya kemerosotan
kualitas hutan tanaman jati karena tekanan masalah sosial ekonomi dari
masyarakat disekitar hutan, pemerintah mengubah status pengelola hutan jati dari
jawatan ke perusahaan negara (Sagala, 1994).
Perum perhutani sebagai pengelola hutan di Jawa terus melakukan upaya
pembenahan dalam berbagai aspek untuk mengembalikan hutan sesuai dengan
fungsi dan manfaatnya serta memberi nilai tambah yang besar bagi kemakmuran
dengan dibentuknya team pemuliaan pohon Perum Perhutani yang terdiri dari para
pejabat struktural. Tetapi pada saat potensi sumber daya hutan jati yang menjadi
tulang punggung Perum Perhutani terus mengalami penurunan dan tuntutan untuk
mempercepat pengembalian potensinya tidak bias ditawar lagi maka didirikan
pusat jati pada tahun 1998.
Untuk meningkatkan produktivitas hutan dalam rangka memenuhi
permintaaan pasar kayu jati yang lebih besar dibanding dengan kemampuan
penawaran serta untuk memulihkan sumber daya hutan di dalam kawasan, Perum
Perhutani mulai menerapkan silvikultur intensif. Upaya yang dilakukan antara lain
pengembangan Jati Plus Perhutani (JPP). Dengan dikembangkannya JPP
diharapkan dapat diwujudkan tegakan jati cepat tumbuh (daur lebih pendek),
volume hasil kayu panen (m3/ha) maksimal, kualitas serta nilai ekonomis kayu
yang tinggi.
JPP adalah tanaman jati unggul produk Perhutani yang diperoleh melalui
program pemuliaan pohon. JPP didapat dari seleksi terhadap koleksi 600 pohon
plus pada populasi hutan jati di Indonesia. Dan ini adalah salah satu bentuk
tanggung jawab yang dilakukan oleh Perum Perum Perhutani dalam mengelola
kawasan hutan jati yang ada di Pulau Jawa dengan melakukan berbagai upaya
untuk melestarikan hutan jati yang salah satunya adalah kegiatan pemuliaaan
pohon.
Kegiatan Pemuliaan Pohon di Perum Perhutani Unit II Jawa Timur KPH
Madiun
Kegiatan-kegiatan pemuliaan pohon yang terdapat di Perum Perhutani
plus. Kebun pangkas merupakan pertanaman yang dibangun untuk tujuan khusus
sebagai penghasil bahan stek. Kebun pangkas dikelola untuk meningkatkan
produkasi bahan stek. Sehingga kebun pangkas dan persemaian harus dibangun di
dalam satu lokasi.
Kegiatan stek pucuk untuk penanaman pucuk, yang harus dilakukan
adalah:
1. Menyiapkan larutan hormon perangsang atau hormon IBA (Indole-3 Butryic
Acid) yaitu sebanyak 0,02 gr dilarutkan dalam 1 liter air (20 ppm) untuk 1.000
pucuk.
2. Memotong daun dengan menggunakan gunting menyisakan 1/3 nya yang
bertujuan untuk menghindari penguapan dan persaingan cahaya di dalam
bedeng induksi akar serta merapikan potongan melintang batang stek dengan
menggunakan cutter yang tajam agar penyerapan hormon ke pangkal batang
bisa merata, setelah itu pangkal batang yang sudah dirapikan tadi direndam
dalam larutan hormon perangsang akar selama ± 5 - 10 menit.
3. Sambil menunggu masa perndaman, media yang sudah tertata di bedeng
induksi akar disiram sampai jenuh sehingga waktu penanaman pucuk bahan
stek tidak luka.
4. Penanaman pucuk, dalam hal ini pucuk bahan stek langsung ditanam ke
polybag yang sudah disiapkan (disajikan pada Gambar 1).
5. Penanaman sedalam 2 cm dan pucuk harus lurus ke atas, setelah itu dilakukan
penyiraman. Penyiraman harus menggunakan sprayer, sehingga butiran air
6. Penyiraman bibit yang masih di bedeng induksi akar (disajikan pada Gambar
2) tidak boleh langsung disemprotkan tetapi cukup diuapi saja sebab untuk
menghindari bibit roboh atau bahkan lepas dari polybag.
7. Penyiraman dilakukan 2 kali sehari atau melihat kondisi kelembaban di
bedeng induksi akar.
8. Setelah berumur 3 minggu bibit sudah mulai ada yang berakar, sehingga mulai
umur 1-2 bulan harus dilakukan seleksi bibit yang berakar secara periodik.
Gambar 1. Media penanaman stek pucuk pada polybag
Gambar 2. Bedeng Induksi Akar
Kegiatan stek pucuk di KPH Madiun ini merupakan salah satu kegiatan
pemuliaan pohon yang sampai saat ini sudah dapat dikatakan berhasil untuk tahap
tahap pemanenan dilakukan. Hal ini didukung oleh literatur yang ada pada Perum
Perhutani, (2003) yang menyatakan bahwa untuk memenuhi kebutuhan bibit
tanaman, KPH Madiun telah membangun persemaian (nursery) pusat permanen
yang berlokasi di BKPH Dagangan, Brumbun, Dungus, Sumoroto, Sampung, dan
Sukun pada total areal seluas + 10,2 Ha. Dengan kapasitas produksi mencapai
3.842.145 juta bibit/tahun. Bibit tanaman yang dikembangkan di persemaian KPH
Madiun seluruhnya berasal dari Areal Produksi Benih (APB) KPH Madiun sendiri
dan Jati Plus Perhutani (JPP) dari pusbanghut Cepu. Seiring semakin
meningkatnya kebutuhan benih, dan semakin meningkatnya teknologi tentang
perbanyakan tanaman. KPH Madiun juga menyediakan kebun pangkas yang
disajikan pada Gambar 3, sebagai alternatif perbanyakan tanaman jati. Kebun
pangkas tersebut di buat dalam suatu areal petak tanaman dengan jarak tanam1 x 1
m. Jumlah tanaman adalah berjumlah 10.000 pohon dalam suatu areal petak
tanam..
Gambar 3. Kebun pangkas yang berada di lokasi BKPH Dungus, KPH Madiun
Untuk memenuhi kebutuhan benih, KPH Madiun memiliki kebun benih
sendiri, yang biasa disebut sebagai APB. Benih – benih tersebut di produksi di
suatu areal petak yang terdapat di BKPH Dungus, RPH Kuwiran yang terdapat di
Areal Produksi Benih ini dipanen dengan cara pengumpulan biji. Pengumpulan
biji dilakukan pada saat bulan Juli s/d September. Sebelum dilakukan pemungutan
buah / biji lantai hutan harus benar – benar bersih. Selain itu ada beberapa hal
yang harus diperhatikan dalam pengumpulan biji yakni :
1. Tidak semua biji yang jatuh pada lantai hutan berkualitas baik (ada yang
kurang matang, kosong/tidak padat, terserang hama, penyakit).
2. Buah yang pertama kali jatuh secara alami, jangan ikut dipungut (seringkali
kualitasnya rendah)
3. Induk benih tidak diketahui dengan pasti
Selain kebun pangkas dan stek pucuk, juga terdapat kegiatan pemuliaan
pohon lainnya yaitu Areal Produksi Benih (APB), merupakan tegakan yang
mutunya ditingkatkan menjadi tegakan plus melalui penebangan pohon-pohon
yang berfenotip jelek dan perlakuan-perlakuan lain, dalam usaha menghasilkan
benih bermutu baik dengan jumlah banyak dan dalam waktu singkat. Jadi dalam
pembuatannya APB tidak terlepas dari pohon plus, yang merupakan individu
pohon yang memiliki fenotip terbaik dalam suatu tegakan hutan agar dapat
menghasilkan benih yang berkualitas tersebut. Untuk dapat menentukan suatu
APB harus dipenuhi beberapa persyaratan, yaitu persyaratan lokasi yang mana
sesuai dengan kondisi ekologis jenis yang bersangkutan agar dapat berbunga /
berbuah dengan baik, topografi yang relatif datar, terlindung dari angin keras dan
banjir, aksesibilitas tinggi, tanah subur dan tenaga kerja mudah. Selain itu juga
terdapat persyaratan tegakan, yaitu calon APB dipilih pada hutan tanaman di
petak atau anak petak yang baik kondisi tegakannya, daur tegakan pada KU
kesatuan calon APB dan luas minimal 5 Ha, agar pengelolaannya lebih efisien
(luas APB tidak perlu sesuai dengan luas baku).
Seluruh kegiatan pemuliaan pohon yang ada di Perum Perhutani Unit II
Jawa Timur merupakan bagian dari kegiatan persemaian, yang mana hasil dari
kegiatan pemuliaan pohon ini adalah untuk memenuhi kebutuhan benih maupun
bibit untuk seluruh KPH Madiun. Hal ini sesuai dengan literatur yang
dikemukakan oleh Perum Perhutani Unit II Jawa Timur Kesatuan Pemangkuan
Hutan, (2009) yang menyatakan bahwa sebagian kegiatan pemuliaan pohon
sendiri termasuk ke dalam kegiatan persemaian, yang mana kegiatan pemuliaan
pohon yang dilakukan oleh KPH Madiun antara lain: kebun pangkas, APB dan
pohon plus adalah salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan bibit di KPH
Madiun.
Karakteristik Responden
Umur
Kelompok umur responden pelajar dan guru berada antara 14 – 55 tahun,
disajikan pada Tabel 3. Dominan umur responden adalah kelompok umur 17 - 19
tahun yaitu sebesar 28,3% didominasi oleh pelajar. Hal tersebut dikarenakan
rata-rata umur pelajar yang berada pada kisaran umur 16-18 tahun. Selain itu lebih
banyak pelajar yang saat itu sedang duduk di bangku kelas 2 ataupun kelas 3 yang
Tabel 3. Kelompok Umur Responden Pelajar dan Guru
Umur (tahun) Frekunesi Persen (%)
14 – 16 16 17,4
Kelompok umur responden pegawai Perhutani berada antara 23 – 55
tahun, disajikan pada Tabel 4. Dominan umur responden untuk pegawai Perhutani
adalah kelompok umur 38 – 40 tahun yaitu sebesar 25%. Hal ini diduga karena
dominasi pegawai Perhutani yang bekerja di sana merupakan pegawai yang telah
lama bekerja dan pada usia tersebut merupakan usia produktif yang ada pada saat
ini. Selain itu belum adanya penambahan pegawai yang baru dalam KPH sehingga
masih didominasi oleh para pegawai lama.
Tabel 4. Kelompok Umur Responden Pegawai Perhutani
Umur (tahun) Frekunesi Persen (%)
Tingkat pendidikan
Tingkat pendididkan responden pelajar SMA didominasi oleh pelajar yang
sedang duduk dibangku kelas XI atau klas 2 SMA yaitu sebanyak 35,7%.
Sedangkan untuk guru rata-rata memiliki latar pendidikan S1(Strata 1) dari
berbagai macam jurusan dengan jumlah sebanyak 70% sisanya berlatar belakang
pendidikan Diploma III dan S2 (Strata 2) yang disajikan pada Gambar 4. Karena
untuk guru sudah ada peraturan yang menyebutkan bahwa minimal latar
pendidikan guru saat ini adalah S1. Untuk pegawai Perhutani sendiri hanya 15%
saja yang memiliki latar belakang pendidikan Sarjana dan yang paling dominan
adalah berlatar pendidikan setingkat SMA, yaitu sebanyak 65% (disajikan pada
Gambar 5). Hal ini diduga disebabkan karena kebanyakan pegawai Perhutani yang
bekerja merupakan pegawai yang sudah lama bekerja dan sewaktu dulu belum
banyak pegawai yang mampu untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang
lebih tinggi lagi.
Frekuensi (%)
26%
70%
4%
Dimploma III Strata 1 Strata 2
Frekuensi (%)
65% 15%
20%
SMA/Sederajat Dimploma III Strata 1
Gambar 5. Tingkat Pendidikan Pegawai Perhutani
Tingkat Pemahaman Responden Terhadap Kegiatan Pemuliaan Pohon
Manfaat hutan
Sebanyak 42 pelajar atau 100% dari total keseluruhan pelajar mengetahui
manfaat hutan bagi kehidupan. Begitu pula pada guru sebanyak 50 guru atau
100% dari total keseluruhan guru menyatakan mengetahui hal yang sama seperti
pelajar. Hal ini dapat dikarenakan lokasi sekolah tersebut yang berada disekitar
hutan milik Perum Perhutani. Seperti data sekunder yang didapat dari Perum
Perhutani bahwa jarak sekolah terhadap lokasi hutan milik Perhutani hanya
berjarak ± 300 meter saja. Jadi secara tidak langsung para pelajar maupun guru
mengetahui dan mengerti manfaat hutan bagi kehidupan. Dikarenakan lokasi
sekolah yang berada dekat disekitar lokasi hutan milik Perum Perhutani, para
pelajar dapat melihat secara langsung bagaimana para masyarakat sekitar
memanfaatkan hutan yang ada untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka.
Biasanya masyarakat sekitar menggunakan lahan dibawah tegakan jati yang
diijinkan oleh Perum Perhutani. Lahan dibawah tegakan ini digunakan oleh
tumpangsari yang diterapkan oleh pihak Perum Perhutani sebagai salah satu upaya
pemberdayaan masyarakat sekitar hutan (PHBM: Pengelolaan Hutan Bersama
Masyarakat) dalam pelestarian hutan.
Mayoritas responden secara umum menjawab “ya” terhadap pertanyaan –
pertanyaan yang diajukan dalam kuisioner (Lampiran 4) yang disajikan pada
Tabel 5. Dapat dilihat bahwa baik guru maupun pelajar dapat mengerti dan
memahami dengan baik tujuan dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan tersebut.
Dari hasil analisis data yang disajikan pada Lampiran 2 dan Lampiran 3
menunjukkan bahwa nilai Q hitung = 62,60 lebih besar daripada nilai chi square
tabel = 21,026 untuk guru dan nilai Q hitung = 161,35 lebih besar daripada nilai
chi square tabel = 21,026 untuk pelajar. Hal ini menunjukkan tingkat pengetahuan
dan pemahaman masyarakat sasaran (pelajar dan guru) yang baik terhadap adanya
kegiatan pemuliaan pohon yang ada di Perum Perhutani Unit II KPH Madiun.
Tabel 5. Tingkat Pengetahuan Responden Terhadap Kegiatan Pemuliaan Pohon NO.
dapat dijadikan sebagai alternatif wisata pendidikan dalam prospek minat baru
bagi para pelajar. Pelajar juga dapat mengetahui bagaimana cara kerja dalam
kegiatan pemuliaan dan bagaimana penerapan teknologi dalam kegiatan
pemuliaan pohon ini. Selain menambah ilmu pengetahuan bagi pelajar dalam
pelaksanaannya para pelajar juga tidak membutuhkan biaya yang besar dalam
melakukan kegiatan ekowisata yang berbasis pendidikan ini.
Hasil produk hutan dan kegiatan pemuliaan pohon
Pemahaman tentang hasil produk hutan sudah dapat diketahui oleh guru
maupun pelajar dengan baik. Hal ini disajikan pada Tabel 5. Data ini
menunjukkan bahwa seluruh responden mengetahui hasil – hasil produk hutan
baik berupa kayu maupun non kayu serta hasil produksi hutan yang telah
menyumbangkan devisa negara yang besar bagi negara. Dari hasil wawancara di
lapangan sebagian responden menyebutkan hasil hutan berupa produk kayu –
kayu apa saja yang terdapat di dalam hutan tersebut, antara lain didominasi oleh
kayu jati (Tectona grandis), kesambi (Schleicera oleosa), mahoni (Swietenia
mahagoni), dll. Selain itu mereka juga menjelaskan bahwa hasil produk hutan
yang didominasi oleh kayu dapat diekspor ke luar negeri sebagai kayu olahan
sehingga dapat menambah devisa ngara.
Sebagian besar dari responden dari hasil wawancara yang disajikan pada
Tabel 5 bahwa baik pelajar maupun guru juga telah mengerti sebagian besar
mengenai kegiatan pemuliaan pohon. Sebagian besar mereka telah mengerti apa –
apa saja kegiatan pemuliaan pohon, hanya saja mereka belum terbiasa dengan
istilah – istilah ilmiah yang sering kita gunakan. Contohnya mereka mengenal