PENENTUAN DAUR OPTIMAL DENGAN FAKTOR
PENCURIAN KAYU DI KPH BOJONEGORO PERUM
PERHUTANI UNIT II JAWA TIMUR
MELDA RIANITA ARUAN
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007
RINGKASAN
MELDA RIANITA ARUAN. E14103041. Penentuan Daur Optimal dengan
Faktor Pencurian Kayu di KPH Bojonegoro Perum Perhutani Unit II
Jawa Timur.
Di bimbing oleh SUDARSONO SOEDOMO
Perhutani adalah pengelola hutan negara di pulau Jawa. Hutan yang dikelola tersebut adalah hutan tanaman dengan tanaman utamanya jati (Tectona grandis Linn. f). Gangguan hutan
akibat pencurian adalah gangguan yang paling sering terjadi dan paling terasa akibatnya. Jumlah pencurian kayu yang terjadi dalam lingkup perhutani sangat besar. Jumlah pencurian kayu tersebut dapat mengurangi panjang daur sehingga dirasakan perlu diadakan kajian tentang panjang daur yang telah ada.
Penelitian ini bertujuan untuk menemukan daur finansial yang tepat dengan memperhitungkan faktor pencurian pada tegakan jati. Penentuan daur optimal yang dilakukan dalam penelitian ini dihitung dari segi biaya pengelolaan dan pendapatan yang diperoleh perusahaan serta memasukkan pencurian kayu sebagai faktor pengganggunya.
Penelitian ini dilaksanakan di KPH Bojonegoro Perum Perhutani Unit II Jawa Timur pada bulan April 2007. Bahan yang diperlukan adalah Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan (RPKH) jangka 2002-2011, Harga jual kayu jati, Biaya pengelolaan hutan, Jumlah penjualan kayu jati, dan Letter A (LA) yang memuat laporan kejadian gangguan hutan. Alat yang digunakan dalam penelitian adalah Alat hitung komputer (Microsoft Excel), Kalkulator dan Tabel tegakan normal
jati Wolff von Wulfing. Data pencurian digunakan untuk menghitung nilai reliability dan nilai ini digunakan untuk menduga berapa persen volume kayu yang akan kita panen nantinya dari volume normal. Penentuan daur optimal menggunakan formulasi sebagai berikut:
max NPV = max
⎢⎣
⎡
⎥⎦
⎤
T
H
[ V(T) pe− r T - c] R yaitu NPV untuk hutan dalam kondisi aman, dan
max NPV = max
⎥⎦
⎤
⎢⎣
⎡
T
H
[ V(T) pe− r Te−αTβ - c] R , yaitu NPV untuk hutan terkena gangguan pencurian. Penghitungan NPV menggunakan tingkat suku bunga sebesar 2 %, luas produktif 26.187,2 Ha, dan biaya pengelolaan hutan untuk semua kegiatan dalam satu daur adalah Rp/Ha 3.120.368,442.
Dalamkondisi aman,Nilai NPV maksimum untuk bonita 2 sebesar Rp 13.945.263.658 yang terjadi pada daur 35 tahun, untuk bonita 2,5 sebesar Rp 16.312.019.960 yang terjadi pada daur 36 tahun, untuk bonita 3 sebesar Rp 19.190.789.273 yang terjadi pada daur 35 tahun, dan untuk bonita 3,5 sebesar Rp 22.866.817.256 yang terjadi pada daur 36 tahun. Untuk kondisi terkena gangguan pencurian, nilai NPV maksimum untuk bonita 2 Rp 13.927.596.471 yang terjadi pada daur 35 tahun, bonita 2,5 Rp 16.285.863.366 yang terjadi pada daur 36 tahun, bonita 3Rp 19.153.391.250 dan yang terjadi pada daur 35 tahun dan bonita 3,5 Rp 22.808.995.927 yang terjadi pada daur 36 tahun.
Pencurian yang terjadi di KPH Bojonegoro masih terlalu kecil untuk dapat mempengaruhi NPV dan daur optimal. Perbedaan daur optimal yang ditemukan dalam penelitian ini sangat berbeda jauh dengan daur yang telah ditetapkan oleh Perum Perhutani untuk KPH Bojonegoro. Berdasarkan penelitian ini, daur yang optimal adalah 35 dan 36 tahun, dan daur KPH Bojonegoro adalah 60 tahun.
SUMMARY
MELDA RIANITA ARUAN. E14103041. Determination of Optimum
Rotation by Effect of Illegal Logging in KPH Bojonegoro Perum Perhutani
Unit II East Java.
Under Supervision of SUDARSONO SOEDOMO
Perhutani is a national State owned enterprise that manage state forests in Java. The forest managed by the company is even-aged forest with teak (Tectona grandis Linn.f ) as its main
stands. The main problem that takes place most frequently and causes the greatest loss is illegal logging. The volume of timber lost through illegal logging can decrease rotation length that necessitates the implementation of review of existing rotation length. Determination of optimum rotation implemented in this research is calculated based on management cost and income of the company with the inclusion of illegal logging as intrusion factor.
This research was held in KPH Bojonegoro at April 2007. Component needed in this research are Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan (RPKH) a period of 2002-2011, the price of teak timber, management cost, the total of teak timber sold, and Letter A (LA) that includs of intrusion factor. Data of illegal logging is used to calculate the realibility value. This value is used to estimate the percentage of timber volume to be harvested compared to normal volume. Determination of optimum rotation uses the following formulation:
max NPV = max
⎥⎦
⎤
⎢⎣
⎡
T
H
[ V(T) pe− r T - c] R ,which is NPV for forest under safe condition
max NPV = max
⎥⎦
⎤
⎢⎣
⎡
T
H
[ V(T) pe− r Te−αTβ - c] R, which is NPV for forest with illegal logging
as its intrusion factor. The calculation of NPV uses interest rate of 2%, productive area 26,187.2 ha, and forest management cost for all activities in one rotation is Rp/Ha 3,120,368.442.
Under safe condition, maximum NPV value for side class 2 is Rp 13,945,263,658 which takes place in a 35 year rotation, maximum NPV value for side class 2.5 is Rp 16,312,019,960 which takes place in a 36 year rotation, maximum NPV value for side class 3 is Rp 19,190,789,273 which takes place in a 35 year rotation, maximum NPV value for side class 3.5 is Rp 22,866,817,256 which takes place in a 36 year rotation. For forest with illegal logging as its intrusion factor, maximum NPV value for side class 2 is Rp 13,927,596,471 which takes place in a 35 year rotation, side class 2.5 Rp 16,285,863,366 which takes place 36 year rotation, side class 3 Rp 19,153,391,250 which takes place 35 year rotation and for side class 3.5 Rp 22,808,995,927 which takes place 36 year rotation.
Illegal logging that takes place in KPH Bojonegoro is still too small to be able to affect NPV and optimum rotation. The optimum rotation determined under this research differs greatly from the optimum rotation determined by Perum Perhutani for KPH Bojonegoro. Based on this research, the optimum rotation is 35 and 36 years, whereas the optimum rotation of KPH is 60 years.