• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan CT Scan Kepala dalam Diagnosis Nyeri Kepala Kronis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Peranan CT Scan Kepala dalam Diagnosis Nyeri Kepala Kronis"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAHULUAN

Nyeri kepala merupakan salah satu gejala yang paling sering ditemui dalam praktik dokter umum, dengan tingkat konsultasi 4,4 dari 100 pasien. Di Inggris, gejala nyeri kepala merupakan 22% penyebab rujukan ke spesialis neurologi. Nyeri kepala primer biasanya bersifat paroksismal, namun 3% populasi umum memiliki nyeri kepala primer yang bersifat kronis.1 Nyeri kepala kronis adalah nyeri pada kepala berdurasi lebih dari 15 hari dalam sebulan dan dirasakan lebih dari 3 bulan4. Kondisi ini sering terjadi, mengenai 5% populasi umum dan berpotensi menyebabkan disabilitas.1,2 Tension-type headache kronis dan migren adalah dua jenis nyeri kepala yang paling sering ditemui, baik pada praktik dokter umum maupun klinik spesialis.1,2

Walaupun nyeri kepala dapat ditangani pada praktik umum, namun dokter sering sulit menentukan diagnosis dan klasifi kasi nyeri kepala. Dokter serta pasien cenderung mencemaskan penyebab serius seperti tumor otak.2,3

Peranan pencitraan radiologi pada nyeri kepala kronis dapat mengeksklusi kelainan patologis, namun peranannya dalam diagnosis masih rendah. Lagipula, terdapat risiko ditemukan abnormalitas secara kebetulan yang dapat mencemaskan pasien.

US Headache Consortium Guidelines dan Scottish Intercollegiate Guidelines Network tidak

merekomendasikan penggunaan pencitraan untuk nyeri kepala kronis tanpa tanda neurologis fokal.3

Penggunaan pencitraan pada nyeri kepala adalah untuk mengurangi tingkat rujukan ke spesialis, mempermudah rujukan ke bidang yang tepat, dan meningkatkan kecepatan diagnosis dengan dibantu opini konsultan.3 Dalam makalah ini akan dibicarakan

peranan CT-scan dalam penegakan diagnosis nyeri kepala kronis

NYERI KEPALA KRONIS

Defi nisi

Nyeri kepala kronis adalah nyeri pada kepala yang berlangsung lebih dari 15 hari tiap bulan selama lebih dari 3 bulan.4

Nyeri kepala kronis bukanlah diagnosis, melainkan kategori berisi berbagai kelainan yang merepresentasikan nyeri kepala primer dan sekunder. Penyebab sekunder harus disingkirkan sebelum ditegakkan diagnosis penyebab primer. Penyakit ini menyebabkan disabilitas dan menurunnya kualitas hidup berkaitan dengan kesehatan fi sik dan mental, begitu pula dengan fungsi secara fi sik, sosial, dan pekerjaan.4

Epidemiologi dan Faktor Risiko

Nyeri kepala dapat menjadi gejala dari penyakit serius yang mengancam nyawa, seperti tumor otak, namun pada kebanyakan kasus merupakan kelainan jinak yang meliputi nyeri kepala primer seperti migren dan

tension-type headache (TTH).5,6

Nyeri kepala termasuk dalam 10 kelainan utama penyebab disabilitas, dan termasuk dalam 5 kelainan utama penyebab disabilitas pada wanita.5,6 Nyeri kepala kronis dialami oleh kurang lebih 4% populasi dunia.7 Hal ini merupakan masalah paling sering ditemui di pusat pengobatan nyeri kepala, dengan 0,5% populasi memiliki intensitas nyeri sedang ABSTRAK

Nyeri kepala kronis mengenai 5% populasi umum dan berpotensi menyebabkan disabilitas. Dokter dan pasien cenderung mencemaskan penyebab serius seperti tumor otak. Peranan pencitraan radiologis dalam mendiagnosis kelainan nyeri kepala kronis masih rendah namun bermanfaat dalam mengeksklusi penyebab sekunder. Pemeriksaan neurologis normal menurunkan kemungkinan ditemukannya abnormalitas pada pencitraan sebesar 30%.

Kata kunci: Nyeri kepala kronis, US Headache Consortium, tanda bahaya nyeri kepala, tanda peringatan nyeri kepala

ABSTRACT

Chronic headache aff ects up to 5% of the population and can lead to signifi cant disability. Both physician and patient are usually cautious on possibility of serious cause, such as brain tumor, and make referral to radiological investigation. The diagnostic yield of neuroimaging in chronic headache is low, but can be used to exclude secondary causes of chronic headache. Normal neurologic examination reduce the probability of fi nding intracranial abnormality to 30%. Albert Susanto. The Role of Brain CT Scan in Chronic Headache.

Key words: Chronic headache, US Headache Consortium, headache red fl ag, headache yellow fl ag

Peranan CT Scan Kepala dalam

Diagnosis Nyeri Kepala Kronis

Albert Susanto

Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Atma Jaya, Jakarta, Indonesia

(2)

hingga berat.6,7 Tiga subtipe nyeri kepala yang sering ditemui adalah migren, tension-type

headache (TTH), dan nyeri kepala yang tidak

terklasifi kasi.7

Secara global, persentase populasi dewasa dengan nyeri kepala aktif adalah 47% untuk nyeri kepala secara umum, 10% untuk migren, 38% untuk TTH dan 3% untuk nyeri kepala kronis.6 TTH adalah bentuk nyeri kepala paling sering dan menyebabkan disabilitas yang lebih besar daripada migren pada populasi.6 Diagnosis nyeri kepala kronis didapatkan 2 kali lebih banyak pada wanita (5% wanita dan 2,8% laki – laki). Nyeri kepala kronis ditemukan 33% lebih banyak pada ras Kaukasia (4,4%) dibandingkan dengan ras Afrika Amerika (3,3%); 30% wanita dan 25% laki – laki dengan nyeri kepala kronis memenuhi kriteria IHS untuk migren (dengan atau tanpa aura). Masyarakat berpendidikan rendah memiliki prevalensi tertinggi nyeri kepala kronis7. Secara keseluruhan, faktor risiko yang berkaitan dengan nyeri kepala kronis adalah jenis kelamin wanita, edukasi rendah, status sosioekonomi rendah, riwayat cedera kepala, obesitas (indeks massa tubuh >30), mendengkur (sleep apnea), peristiwa hidup yang membuat stres, konsumsi kafein tinggi, penggunaan berlebihan obat – obatan secara akut, dan depresi.4,6,7

Klasifi kasi

Klasifi kasi dari nyeri kepala saat ini berdasarkan ICHD edisi kedua (2004)8 (Lampiran 1 dan 2). Diagnosis

Tantangan terpenting dalam diagnosis nyeri kepala adalah mengeksklusi nyeri kepala sekunder yang disebabkan oleh gangguan organik. Nyeri kepala dapat menjadi gejala dari kelainan yang jinak (misal sinusitis) atau merupakan gejala kelainan yang mengancam nyawa (seperti pecahnya aneurisma intrakranial dengan perdarahan subaraknoid).4,7

Sebelum diagnosis nyeri kepala primer dapat ditegakkan, penyebab sekunder harus dipertimbangkan.4 Diagnosis melalui eksklusi kelainan sekunder berdasarkan riwayat dan pemeriksaan yang normal, dan pertimbangan matang penggunaan tes diagnostik. Algoritma diagnosis dijelaskan pada Gambar 1.

Untuk nyeri kepala yang memenuhi kriteria primer, peranan tes diagnostik berkurang seiring dengan makin lamanya nyeri kepala diderita (rendah pada nyeri kepala selama 3 bulan, dan secara signifi kan lebih rendah pada nyeri kepala yang sudah ada selama 1 tahun).5,8,9 Nyeri kepala persisten baru adalah nyeri kepala yang onsetnya terjadi setiap hari selama 3 hari, bertahan lebih dari 3 bulan, dengan paling tidak dua dari karakteristik berikut: lokasi bilateral; kualitas menekan/ mengikat (tidak berdenyut); intensitas ringan atau sedang; dan tidak ditingkatkan oleh kegiatan harian seperti berjalan atau memanjat.9

Pertimbangan untuk diagnosis nyeri kepala primer antara lain: riwayat penyakit, pemeriksaan fi sik dan neurologis yang tidak mengimplikasikan gangguan sekunder; kelainan sekunder mungkin dapat dipertimbangkan, namun dieksklusi melalui investigasi yang tepat; atau gangguan sekunder memang ada, namun serangan nyeri kepala primer tidak muncul untuk pertama kali pada selang waktu yang singkat dengan gangguan kausatif.5,8

Diagnosis nyeri kepala sekunder pada pasien yang sebelumya telah diketahui memiliki kelainan nyeri kepala primer dapat cukup sulit. Diagnosis nyeri kepala sekunder dapat diduga bila pasien mengalami nyeri kepala tipe baru untuk pertama kali. Bila nyeri kepala menjadi lebih berat berhubungan dengan penyebab nyeri kepala yang diketahui, maka ada 2 kemungkinan; pertama, perburukan merupakan eksaserbasi nyeri kepala primer yang telah ada sebelumnya. Kemungkinan

kedua adalah nyeri kepala tersebut merepresentasikan nyeri kepala baru tipe sekunder.

Kemungkinan nyeri kepala sekunder lebih besar jika memiliki beberapa karakteristik, antara lain muncul dengan selang waktu yang singkat dengan kelainan yang mungkin menjadi penyebabnya; eksaserbasi nyeri kepala sangat menonjol (atau berbeda dari gangguan primer); ada bukti kuat yang mendukung penyebab kausatif potensial nyeri kepala tersebut; atau perubahan nyeri kepala setelah gangguan kausatif ditangani.8

Strategi penting untuk mengindentifi kasi atau mengeksklusi nyeri kepala sekunder adalah dengan mencari ”tanda-tanda bahaya” nyeri kepala (headache red fl ag), baik melalui riwayat penyakit, maupun pemeriksaan fi sik dan pemeriksaan neurologis. Keberadaan kelainan ini meningkatkan kemungkinan adanya kelainan medis yang serius atau kondisi neurologis yang dapat berkontribusi terhadap nyeri kepala dan membutuhkan pemeriksaan yang lebih lanjut. Gejala lain yang perlu diperhatikan adalah keberadaan “tanda peringatan” nyeri kepala (headache yellow

fl ag). (Tabel 2) Indikator “tanda peringatan”

tidak sekuat “tanda bahaya”.5

Peranan CT-scan Kepala dalam diagnosis nyeri kepala kronis

Karakter nyeri kepala yang membutuhkan evaluasi diagnostik dengan pencitraan antara lain perkembangan nyeri kepala yang secara progresif menjadi makin sering dan parah dalam jangka waktu 3 bulan, adanya gejala

Tabel 1 Diagnosis banding nyeri kepala harian yang lebih dari 3 bulan9

Nyeri kepala primer Nyeri kepala sekunder

Nyeri kepala persisten harian baru Migren kronis

TTH kronis Campuran Hemicrania continua

Nyeri kepala post meningitis Meningitis kronis

Primer dengan rebound obat–obatan Neoplasma

Hematoma subdural kronis Nyeri kepala post trauma Sinusitis sphenoid Hipertensi

Sindrom tekanan cairan serebrospinal Diseksi arteri servikal

Pseudotumor serebri Thrombosis vena serebral Malformasi arteriovena Malformasi Chiari Arteritis temporal Cervicogenic

(3)

Tabel 2 Tanda peringatan nyeri kepala5

Bendera Kuning Pertimbangan

Membangunkan pasien dari tidur malam hari

-Gangguan yang terkait tidur (misal obstructive sleep apnea) -Rebound withdrawal headache

-Hipertensi yang terkontrol buruk Onset baru dari nyeri kepala pada satu sisi (selalu

terjadi pada sisi yang sama)

-Trauma kepala -Diseksi

-Aneurisma intrakranial -Karsinoma paru

Nyeri kepala postural -Hipotensi intrakranial spontan -Pasca pungsi lumbal Gambar 1 Algoritma evaluasi pasien nyeri kepala5

Pasien nyeri kepala

Klasifi kasi nyeri kepala

Gejala atipikal

Pertimbangan lain

Nyeri kepala sambaran petir Diagnosis nyeri kepala

tidak pasti

Diagnosis nyeri kepala primer yang diketahui atau dicurigai

Gangguan nyeri kepala primer? (migren, TTH, kluster dll) Bendera merah/kuning selain

sambaran petir

Defi nisi pasti diagnosis penyebab nyeri kepala

Pemeriksaan tambahan yang memungkinkan, atau observasi Obati gangguan nyeri kepala

sekunder yang tepat

Obati sebagai nyeri kepala primer atau observasi Lakukan pemeriksaan radiologis (MRI

lebih dipilih daripada CT-scan) +/-LP

Riwayat yang komprehensif dan pemeriksaan (umum dan neurologis)

Lakukan pemeriksaan radiologis (CT-scan lebih dipilih daripada MRI) +/-LP

+ + -+ + + -+

neurologis, adanya tanda – tanda neurologis fokal atau lateralisasi, papiledema, nyeri kepala yang bertambah parah atau bertambah ringan dengan posisi berdiri atau berbaring, nyeri kepala yang diprovokasi oleh manuver Valsava seperti batuk atau bersin, gejala sistemik atau demam, atau adanya riwayat nyeri kepala dengan onset tiba – tiba atau

onset setelah umur 50 tahun.4 Nyeri kepala pada Valsava/batuk meningkatkan kecurigaan pada malformasi hindbrain atau lesi massa, gangguan oksipitoservikal atau peningkatan tekanan intrakranial.5

Presentasi berbagai nyeri kepala sekunder dapat menyerupai nyeri kepala primer, seperti pada malformasi arteriovenosa (arteriovenous malformations, AVM), neoplasma, pseudotumor serebri, diseksi arteri servikalis, trombosis vena serebral, dan arteritis temporal.

Hanya sedikit studi yang membahas tes diagnostik spesifi k untuk nyeri kepala kronis. Peranan CT dan MRI kepala pada pasien nyeri kepala yang pemeriksaan neurologisnya normal mungkin hanya sekitar 2%.9 US

Headache Consortium menyimpulkan tidak ada informasi cukup untuk mengestimasi kemungkinan patologi intrakranial yang penting di antara pasien nyeri kepala non-migren dan pemeriksaan neurologisnya normal.3,9

Walaupun MRI memperlihatkan resolusi kontras jaringan lunak yang lebih tinggi dibandingkan CT-scan, hampir semua kondisi mengancam nyawa dengan gejala nyeri kepala dapat terlihat dengan CT-scan non-kontras.

Pasien dengan nyeri kepala hebat tiba-tiba (thunderclap headache) dan memiliki kelainan neurologis, perlu menjalani pemeriksaan

CT-scan untuk mendeteksi perdarahan

subarachnoid atau perdarahan intraserebral. Bila ditemukan perdarahan subaraknoid, perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan menggunakan

CT angiography untuk mencari aneurisma.

Bila CT-scan non-kontras menunjukkan hasil negatif, dapat dilakukan pungsi lumbal dalam 48 jam untuk mengeksklusi kemungkinan perdarahan subaraknoid.CT-scan juga dapat

mendeteksi berbagai perdarahan intrakranial lainnya.10 CT-scan otak juga berperan untuk mendeteksi lesi massa atau hidrosefalus, dan untuk mendeteksi apakah pungsi lumbal aman dilakukan. Sebagian besar tumor intrakranial yang dapat menyebabkan nyeri kepala dapat dideteksi dengan CT-scan non-kontras, karena telah tumbuh cukup besar dan atau menunjukkan efek desak ruang disertai edema peri-tumoral. CT-scan lanjutan dengan kontras dapat mengkonfi rmasi keberadaan tumor tersebut.10

Prinsip umum berdasarkan konsensus tata laksana untuk membuat keputusan mengenai pencitraan neurologis pada pasien nyeri kepala11,12:

1. Pemeriksaan harus dihindari bila tidak mengarah kepada perubahan tata laksana 2. Pemeriksaan tidak direkomendasikan bila pasien tidak memiliki kemungkinan memiliki abnormalitas yang lebih besar dibandingkan dengan populasi umum

3. Pemeriksaan/keadaan yang normalnya tidak direkomendasikan berdasarkan populasi umum, dapat dikecualikan. Misalnya pada pasien yang tidak fungsional karena rasa takut terhadap patologi serius, atau bila dokter memiliki kecurigaan walaupun tidak terdapat prediktor yang kuat.

(4)

Pertimbangan untuk tidak melakukan

CT-scan kepala

Pada pasien nyeri kepala, banyak dokter cenderung waspada berlebihan, dan merujuk pasien untuk evaluasi pencitraan, seperti

CT-scan. Keputusan untuk melakukan CT-scan

seringkali dipengaruhi oleh alasan non-medis, seperti ansietas pasien dan anggota keluarganya, maupun kecemasan mediko-legal (Tabel 3); konsekuensinya, kebanyakan pemeriksaan ini hasilnya normal. Biaya

CT-scan cukup mahal, dan pada beberapa kasus

memperlihatkan abnormalitas insidental, yang dapat menyebabkan kecemasan dan berujung pada pemeriksaan-pemeriksaan tambahan yang tidak perlu.3,10 Di sisi lain, hasil pemeriksaan yang normal dapat menenangkan dan meningkatkan kepuasan pasien. Pada studi di Inggris, 60% dari 109 pasien takut terhadap kelainan serius, 40% meninggalkan klinik dalam keadaan takut, dan beberapa meminta pemeriksaan radiologis.11 Kebanyakan orang yang mencari pertolongan medis untuk nyeri kepala kronis memiliki migren atau TTH.6 Kelainan tersebut memang dapat menyakitkan, dan migren dapat muncul bersamaan dengan gejala yang mengganggu, seperti gangguan penglihatan. Namun, yang dibutuhkan dokter untuk mendiagnosis kelainan tersebut adalah riwayat yang jelas dan pemeriksaan neurologis. Pemeriksaan

CT-scan jarang sekali dapat menerangkan

mengapa nyeri kepala muncul atau membantu mengatasi gejala. Studi menunjukkan bahwa orang dengan riwayat medis normal dan pemeriksaan neurologis normal, pemeriksaan radiologisnya tidak menunjukkan kelainan serius. Pemeriksaan neurologis normal menurunkan kemungkinan penemuan abnormalitas intrakranial pada pencitraan radiologi sebesar 30%.5,10,12

Pada studi Ambulatory Sentinel Practice Network di Amerika dan Kanada, ekspektasi pasien dan faktor mediko-legal menjadi 17% alasan dilakukannya CT-scan pada pasien nyeri kepala. Indikasi utama pemeriksaan pencitraan pasien nyeri kepala adalah adanya kecurigaan tumor intrakranial (49% total rujukan) atau perdarahan subarachnoid (9% total rujukan). Di Amerika, kasus tumor otak berkisar 49 kasus per 100.000 penduduk tiap tahun, dan hanya 8,2% dari pasien tersebut yang gejala pertama dan satu – satunya adalah nyeri kepala. Kejadian perdarahan

subaraknoid lebih jarang, sekitar 6-8 kasus per 100.000 penduduk tiap tahunnya.5,10

Berdasarkan bukti-bukti yang ada, US

Headache Consortium, the American College of Emergency Physicians, dan the American College of Radiology menyimpulkan bahwa CT-scan pada pasien dengan keluhan nyeri kepala

tanpa keluhan lain tidak dianjurkan.3,9,10

Peranan pemeriksaan pencitraan untuk evaluasi pasien nyeri kepala dengan pemeriksaan neurologis normal cukup rendah. Pencitraan tidak mempengaruhi tata laksana nyeri kepala primer, sehingga tidak ada alasan untuk melakukan pemeriksaan radiologi pada pasien ini.10

Indikasi CT-scan pada nyeri kepala Rekomendasi penggunaan pencitraan pada pasien nyeri kepala kronis dari U.S. Headache

Consortium dijelaskan pada tabel 4.

Minoritas nyeri kepala digolongkan sebagai sekunder, akan tetapi termasuk dalam kategori yang dapat membahayakan nyawa sehingga tidak boleh terlewatkan. Nyeri kepala sekunder memiliki beberapa “tanda bahaya”, yaitu gejala atau tanda yang mengindikasikan penyebab serius yang bahkan dapat mengancam nyawa. “Tanda bahaya” ini memerlukan investigasi lebih lanjut, termasuk pemeriksaan radiologis.9

Beberapa tanda bahaya yang sering muncul adalah5,10:

1. Onset tiba-tiba sebagai nyeri kepala paling parah sepanjang hidup, dikenal juga sebagai nyeri kepala seperti tersambar petir. Merupakan nyeri kepala yang sangat menyakitkan, mencapai intensitas maksimal dalam hitungan detik; mengindikasikan

perdarahan subaraknoid.

2. Onset nyeri kepala yang baru atau berbeda dari yang biasanya dirasakan. Peningkatan frekuensi dan keparahan nyeri kepala mungkin mengarah ke lesi desak ruang, hematoma subdural, atau penyalahgunaan obat.

3. Mual atau muntah, menandakan adanya peningkatan intrakranial

4. Gejala dan tanda neurologis fokal, termasuk perubahan penglihatan yang progresif, tanda iritasi meningeal, paralisis, kelemahan, ataksia atau hilangnya koordinasi, respon pupil yang asimetris, hilangnya kemampuan sensoris seperti baal, dan lain-lain.

5. Perubahan status mental (mengantuk, kebingungan, gangguan memori, atau hilang kesadaran).

6. Onset setelah usia 50 tahun, yang dapat mengindikasikan lesi massa intrakranial. 7. Nyeri kepala setelah trauma kepala. Nyeri kepala pasca-trauma dapat mengarah ke perdarahan subaraknoid, hematoma subdural, hematoma epidural, perdarahan intraserebral, diseksi arteri (karotis atau vertebra), sindrom

postconcussion.

8. Papiledema, mengindikasikan

pe-ningkatan tekanan intrakranial, misalnya pada lesi massa inrakranial.

9. Nyeri kepala saat aktivitas fi sik, aktivitas seksual, atau batuk.

10. Tanda atau gejala sistemik. Demam, infeksi, ruam, kaku kuduk; dapat mengindikasikan meningitis atau ensefalitis.

11. Onset nyeri kepala pada pasien penyakit tertentu sebelumnya, seperti infeksi HIV atau kanker, yang memiliki risiko tinggi kelainan intrakranial.

Beberapa tanda dan gejala neurologis meningkatkan kemungkinan ditemukannya kelainan pada saat pencitraan, misalnya peningkatan frekuensi nyeri kepala dengan

Tabel 3 Pertimbangan pemeriksaan diagnostik pada pasien nyeri kepala5

Meningkatkan pemeriksaan diagnostik Menurunkan pemeriksaan diagnostik

Insentif fi nansial Disinsentif fi nansial

Menenangkan pasien, keluarga dan penyedia rujukan Kurangnya keinginan pasien atau asuransi yang tidak mendukung

Memenuhi ekspektasi pasien, dan relatif penyedia rujukan Risiko pemeriksaan diagnostik

Memerlukan kepastian diagnostik Konsekuensi menemukan dan mencari kelainan yang ditemukan secara tidak sengaja

Masalah mediko-legal Menyebabkan tindakan medis yang salah/tidak perlu Pertimbangan medis yang salah

(5)

cepat; riwayat pusing atau berkurangnya koordinasi; riwayat subyektif baal atau kesemutan; dan riwayat nyeri kepala yang membangunkan dari tidur. Akan tetapi, tidak ditemukannya gejala-gejala tersebut tidak menurunkan secara signifi kan kemungkinan adanya kelainan intrakranial.11,12 Salah satu studi melaporkan bahwa riwayat nyeri kepala yang memburuk dengan manuver Valsava secara signifi kan meningkatkan kemungkinan ditemukannya abnormalitas pada pencitraan, paling sering malformasi Chiari.11

Sebuah studi membandingkan pasien nyeri kepala dengan pencitraan intrakranial normal dan abnormal ditinjau dari beberapa variabel, seperti usia, durasi nyeri kepala, frekuensi nyeri kepala, dan konsumsi ergot. Perbedaan signifi kan ditemui dalam hal durasi nyeri kepala, yaitu onset nyeri kepala yang baru atau perubahan jelas karakteristik nyeri kepala kronis dalam 1 tahun terakhir (kemungkinan kelainan hingga 22,5%).11 Durasi nyeri kepala dapat menjadi prediktor abnormalitas pada pasien nyeri kepala dengan onset baru, namun kurang bermanfaat pada pasien nyeri kepala yang sudah terlalu lama.11,12

Pada pasien yang didiagnosis migren dan

pemeriksaan neurologisnya normal, prevalensi abnormalitas pada pencitraan berkisar antara 0% - 3,1% (<0,8% insiden AVM dan 2,4% aneurisma sakular yang ditemukan pada autopsi). Sedangkan pada pasien nyeri kepala tipe non-spesifi k, kemungkinan ditemukan kelainan pada pencitraan berkisar dari 0% - 6,7%.11

Studi lain melaporkan prevalensi kelainan yang cukup tinggi pada pasien nyeri kepala yang menyertai batuk (17 dari 30 pasien memiliki malformasi Chiari), nyeri kepala yang muncul bersamaan dengan melakukan suatu usaha (12 dari 28 pasien memiliki gangguan struktural), nyeri kepala saat berhubungan seksual (1 dari 14 pasien memiliki ruptur aneurisma) 5,11. Nyeri kepala yang muncul pada saat melakukan usaha dikaitkan dengan perdarahan subarachnoid dan diseksi aorta; 4% - 12% perdarahan subaraknoid dicetuskan oleh kegiatan seksual. Pada keadaan ini,

CT-scan perlu langsung dilakukan (dalam waktu

48 jam) diikuti pungsi lumbal bila hasil CT-scan negatif.

Nyeri kepala pada kehamilan dapat menjadi tanda kelainan yang mengancam nyawa, antara lain preeklamsia, stroke iskemik atau

stroke perdarahan, hipertensi intrakranial Tabel 4 Rekomendasi Pencitraan pada Pasien Nyeri Kepala Kronis12

Pemeriksaan Neurologis Pencitraan neurologis harus dipertimbangkan pada pasien nyeri kepala kronis dengan pemeriksaan neurologis abnormal yang tidak dapat dijelaskan (Grade B+)

Gejala Neurologis Bukti – bukti tidak cukup untuk membuat rekomendasi spesifi k mengenai pencitraan neurologis pada keadaan dengan atau tanpa gejala neurologis (Grade C+)

Migren dan Pemeriksaan Neurologis Normal Pencitraan tidak dianjurkan. Pada pasien nyeri kepala atipikal atau pasien yang tidak memenuhi defi nisi tegas migren (atau memiliki faktor risiko tambahan), pencitraan dapat dipertimbangkan (Grade C+)

TTH dan Pemeriksaan Neurologis Normal Data tidak cukup untuk membuat rekomendasi mengenai penggunaan pencitraan (Grade C+)

Efektivitas CT dibanding MRI Data tidak cukup untuk membuat perbandingan (Grade C+)

idiopatik, dan trombosis vena serebral. Wanita hamil berisiko tinggi mengalami nyeri kepala yang berbahaya, dikaitkan dengan keadaan hiperkoagulasi.5

SIMPULAN

Nyeri kepala merupakan salah satu keluhan yang paling sering ditemui dalam praktik sehari-hari. Sebagian besar merupakan jenis primer dan tidak memerlukan pemeriksaan radiologis, namun perlu disingkirkan kemungkinan kelainan sekunder yang dapat membahayakan nyawa. Salah satu modalitas yang dapat digunakan untuk tujuan tersebut adalah pencitraan dengan menggunakan

CT-scan.

Pada pasien nyeri kepala dengan pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan neurologis tidak menemukan kelainan, peranan CT-scan sangat rendah. Beberapa faktor individual mempengaruhi pertimbangan dilakukannya CT-scan, seperti faktor insentif finansial, ketakutan pasien dan keluarga, faktor mediko-legal, dan pemastian diagnosis.

Prinsip umum membuat keputusan mengenai pencitraan neurologis pada pasien dengan nyeri kepala:

1. Pemeriksaan harus dihindari bila tidak mengarah pada perubahan tata laksana. 2. Pemeriksaan tidak direkomendasikan jika pasien tidak memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk memiliki abnormalitas, dibandingkan dengan orang lain dalam populasi umum.

3. Pemeriksaan yang normalnya tidak direkomendasikan berdasarkan populasi umum, dapat diberikan sesuai pertimbangan individual.

Nyeri kepala sekunder yang memiliki ”tanda bahaya” memerlukan investigasi lebih lanjut, termasuk pemeriksaan radiologis.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kristoff ersen ES, Grande RB, Aaseth K, Lundqvist C, Russell MB. Management of primary chronic headache in the general population: the Akershus study of chronic headache. J Headache Pain. 2012; 13: 113-20.

2. Simpson GC, Forbes K, Teasdale E, Tyagi A, Santosh C. Impact of GP direct-access computerized tomography for the investigation of chronic daily headache. Br. J. General Practice. 2010; 60: 897-901.

3. Thomas R, Cook A, Main G, Taylor T, Caruana EG, Swingler R. Primary care access to computed tomography for chronic headache. Br. J. General Practice. 2010; 60: 426-30. 4. Dodick D. Chronic Daily Headache. N Eng J Med. 2006;354:158-65.

(6)

Lampiran 1 Klasifi kasi International Headache Society untuk nyeri kepala primer8 Kode ICHD-II dari IHS Diagnosis 1. Migren

1.1 Migren tanpa aura 1.2 Migren dengan aura

1.3 Sindrom periode kanak–kanak yang biasanya prekursor migren 1.4 Migren retinal

1.5 Komplikasi dari migren 1.6 Migren probable 2. Tension-type headache (TTH) 2.1 TTH episode jarang 2.2 TTH episode sering 2.3 TTH tipe kronis 2.4 TTH tipe probable

3. Nyeri kepala kluster dan cephalgia autonom trigeminal lain 3.1 Nyeri kepala kluster

3.2 Hemicrania paroksismal

3.3 Serangan nyeri kepala neuralgiform unilateral jangka waktu singkat dengan injeksi konjungtiva dan tearing

3.4 Cephalgia autonom trigeminal probable 4. Nyeri kepala primer lainnya

4.1 Nyeri kepala primer menusuk 4.2 Nyeri kepala primer dengan batuk 4.3 Nyeri kepala primer dengan aktivitas

4.4 Nyeri kepala primer berhubungan dengan aktivitas seksual 4.5 Nyeri kepala hypnic

4.6 Nyeri kepala primer sambaran petir 4.7 Hemicrania continua

4.8 New daily-persistent headache (NDPH)

Lampiran 2 Klasifi kasi International Headache Society untuk nyeri kepala sekunder8

Kode ICHD-II dari IHS

Diagnosis

5. Nyeri kepala berkaitan dengan trauma kepala dan/atau leher 5.1 Nyeri kepala post-trauma akut

5.2 Nyeri kepala post-trauma kronis

5.3 Nyeri kepala akut berkaitan dengan cedera whiplash 5.4 Nyeri kepala kronis berkaitan dengan cedera whiplash

6. Nyeri kepala berkaitan dengan gangguan vaskular kranial atau servikal 6.2.2 Nyeri kepala berkaitan dengan perdarahan sub-arachnoid

6.4.1 Nyeri kepala berkaitan dengan giant cell arteritis

7. Nyeri kepala berkaitan dengan gangguan non-vaskular intrakranial 7.1.1 Nyeri kepala berkaitan dengan hipertensi intrakranial idiopatik 7.2.1 Nyeri kepala post pungsi duramater

7.4.1 Nyeri kepala berkaitan dengan peningkatan tekanan intrakranial atau hidrosephalus yang disebabkan oleh neoplasma

7.4.2 Nyeri kepala berkaitan langsung dengan neoplasma 7.6.2 Nyeri kepala post-kejang

8. Nyeri kepala berkaitan dengan penggunaan zat atau putus zat 8.1.3 Nyeri kepala yang diinduksi karbon monoksida

8.2 Medication-overuse headache (MOH)

8.4.3 Nyeri kepala karena putus estrogen 9. Nyeri kepala berkaitan dengan infeksi 9.1 Nyeri kepala berkaitan dengan infeksi intrakranial 9.1.1 Nyeri kepala berkaitan dengan meningitis bakterial 9.4.1 Nyeri kepala kronis post meningitis bakterial 10. Nyeri kepala berkaitan dengan gangguna homeostasis

11. Nyeri kepala atau nyeri wajah berkaitan dengan gangguan cranium, leher, mata, telinga, hidung, sinus, gigi, mulut, atau struktur kranial lainnya 11.2 Nyeri kepala berkaitan dengan gangguan leher

11.2.1 Nyeri kepala cervicogenic

12. Nyeri kepala berkaitan dengan gangguna psikiatri 12.1 Nyeri kepala berkaitan dengan gangguan somatisasi 12.2 Nyeri kepala berkaitan dengan gangguan psikotik 13. Neuralgia kranial dan penyebab sentral dari nyeri wajah 13.1 Neuralgia trigeminal

13.8 Neuralgia oksipital 13.15.2 Post herpetic neuralgia

13.17 Migren opthalmoplegik

14. Nyeri kepala lain, neuralgia kranial, nyeri wajah primer atau sentral 14.1 Nyeri kepala yang tidak diklasifi kasikan di manapun

14.2 Nyeri kepala yang tidak terspesifi k 6. Jensen R, Stovner L. Epidemiology and comorbidity of headache. Lancet Neurol. 2008; 7: 354–61.

7. Silberstein SD. Chronic Daily Headache: Classifi cation, Epidemiology, and Risk Factors. Adv Stud Med. 2006;6(9C):S885-S890.

8. Olesen J. The International Classifi cation of Headache Disorders, 2nd Edition: Application to Practice. Functional Neurology. 2005; 20(2): 61-8.

9. Evans RW. Diagnostic Testing for Chronic Daily Headache. Current Pain and Headache Reports. 2007;11: 47-52.

10. Parizel PM, Voormolen M, Goethem JWV, Hauwe LVD. Headache: When is Neuroimaging Needed? JBR-BTR. 2007; 90: 268-71.

11. Frishberg BM, Rosenberg JH, Matchar DB, McCrory DC, Pietrzak MP, Rozen TD, et al. Evidence-Based Guidelines in the Primary Care Setting: Neuroimaging in Patients with Nonacute Headache. [Guidelines]. US headache Consortium: American Academy of Family Physicians, American Academy of Neurology, American Headache Society, American College of Emergency Physicians, American College of Physicians-American Society of Internal Medicine, American Osteopathic Association, National Headache Foundation.

12. Neff MJ. Evidence-Based Guidelines for Neuroimaging in Patients with Nonacute Headache. [Practice Guidelines]. Am Fam Physician. 2005; 71(6):1219-22. Available from: http://www.aafp. org/afp/2005/0315/p1219. html.

Gambar

Tabel 1 Diagnosis banding nyeri kepala harian yang lebih dari 3 bulan 9
Tabel 2 Tanda peringatan nyeri kepala 5
Tabel 4 Rekomendasi Pencitraan pada Pasien Nyeri Kepala Kronis 12

Referensi

Dokumen terkait

Penerapan pemasaran syariah dalam perusahaan atau usaha yang bergerak di sektor IKRT (Industri Kecul Rumah Tangga) yaitu untuk menandakan pada usaha tersebut bahwa usaha

bon termodiikasi kurkumin tidak mem- berikan arus puncak dalam pengukuran larutan yang tidak mengandung logam timbal (II), sedangkan pada voltamogram (b) elektroda

Berdasarkan latar belakang diatas maka permasalahan yang hendak diteliti yaitu analisis yuridis mengenai pengaturan sanksi terkait dengan pelaksanaan tanggung jawab

Tarif yang lebih rendah dan akses ke pasar yang lebih luas yang merupakan hasil dari implementasi perjanjian perdagangan bebas (free trade agreement atau FTA)

Lauster (Fasikhah, 1994) dalam Hendriana (2009) menyatakan bahwa kepercayaan diri (SE) merupakan suatu sikap atau perasaan yakin atas kemampuan diri sendiri

Demonstrasi-demonstrasi yang berlangsung lama itu ( 11 Desember 1975-24 Januari 1976) membuktikan kemahiran PULO dalam soal politik dan taktik. Pimpinanya pandai

selain membuka layanan 7 hari dalam seminggu, perpustakaan Daerah Kabupaten Purwakarta menyediakan fasilitas berupa Wireless hotspot dan beberapa komputer yang

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mendeskripsikan pengetahuan metakognisi dan keterampilan metakognisi siswa dalam menyelesaikan soal matematika berbasis PISA