• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Kuntowijoyo, Penjelasan Sejarah (Historitical Explanation), cet. ke-1 (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2008), hlm.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Kuntowijoyo, Penjelasan Sejarah (Historitical Explanation), cet. ke-1 (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2008), hlm."

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sejarah berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidak bisa dilepaskan dari peran para Ulama, pejuang Muslim, atau lebih tepatnya kaum Santri.1 Allah Swt. Melimpahkan Rahmat dan karuniaNya sehingga bangsa Indonesia memperoleh kemerdekaan secara idiologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, keamanan, dan agama. Puncak keberhasilan dari perjuangan yang panjang ini diawali sejak zaman Wali Sanga kemudian oleh para Ulama dan Santri dalam menjawab tantangan imperialis Barat.2 Bangsa Indonesia Terbebas dari segala bentuk penjajahan yang diciptakan oleh imperialis Barat Katolik dan Protestan ataupun imperialis Timur Kekaisaran Shinto Jepang, pada 9 Ramadhan 1364, Jum’at Legi, 17 Agustus 1945.

Peran para ulama dan santri sengaja disingkirkan atau kurang dimasukkan dalam catatan-catatan lembaran sejarah. Interpretasi sejarah yang demikian sepertinya benar karena bertolak dari pandangan Neerlando Sentrisme, yakni imperialisme Barat berusaha melalui penulisan sejarah Indonesia untuk memadamkan cahaya Islam. Hal ini terjadi karena segenap upaya penjajah Barat Katolik dan Protestan, merasa terhalang oleh kehadiran Islam yang telah terlebih dahulu menyebar di Nusantara Indonesia.3

Pendistorsian sejarah oleh para penjajah Barat Katolik dan Protestan yang telah disebutkan di atas, telah disebutkan oleh Ir. Soekarno dalam Di Bawah Bendera Revolusi, Djilid I, surat dari Endeh 14 Desember 1936 M, ia mengingatkan ulama bahwa para ulama kurang feeling-nya terhadap sejarah. Para ulama hanya mampu membaca abunya sejarah, tetapi tidak dapat

1 Kuntowijoyo, Penjelasan Sejarah (Historitical Explanation), cet. ke-1 (Yogyakarta: Tiara

Wacana, 2008), hlm. 64

2 Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah 2, cet. Ke-4 (Bandung: Salamadani, 2012), hlm.

160

3 Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah, cet. Ke-5 (Bandung: Salamadani, 2012), hlm.

(2)

2

menangkap apinya sejarah. Bung Karno mengingatkan pula, tentang realitas ulama yang tidak peduli terhadap perlunya studi sejarah. Banyak ulama sangat mengerti tentang tajwid, fiqih, hadits, tetapi kurang pemahamannya tentang sejarah. Kalau belajar tarikh, hanya belajar abunya tarikh, bukan api tarikh-nya. Situasi yang demikian inilah dimanfaatkan oleh pemerintah kolonial Belanda yang mencoba mengubah opini publik rakyat Indonesia, agar tidak berkiblat lagi kepada ajaran ulama dan Islam. Melalui interpretasi sejarah, pemerintah kolonial Belanda mencoba membentuk opini publik bangsa Indonesia agar berpendapat Islam sebagai agama asing dari Arab dan kedatangan Islam merugikan bangsa Indonesia.4 Dampak tersebut yang sudah berjalan jauh hingga sesudah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Jum’at Legi, 9 Ramadhan 1364 H hingga sekarang tidak boleh kita biarkan begitu saja masalah distorsi penulisan sejarah di sekitar kita yang masih belum terjawab.

Para ulama dan santri yang tinggal di pesantren-pesantren, jauh sebelum Proklamasi Kemerdekaan sudah terbukti berperan dalam setiap gerakan sosial mewujudkan cita-cita keadilan dan kemerdekaan orang-orang pribumi atau bangsa Indonesia. Sebagaimana yang diungkapkan oleh sejarawan, Sartono Kartodirdjo, bahwa peristiwa pertentangan sosial politik terhadap penguasa kolonial, menurut laporan pemerintah Belanda sendiri, dipelopori oleh para kyai sebagai pemuka agama, para haji dan guru-guru ngaji.5 Bahkan tidak jarang pula para Kyai, Ulama atau orang-orang yang telah pulang dari tanah suci Makkah dicirikan sebagai haji oleh pemerintah kolonial Belanda, menjalin kerjasama dengan kalangan bangsawan Jawa.6

Perjuangan kemerdekaan Indonesia sepenuhnya tidaklah lepas dari peran perjuangan para ‘alim ulama, para kiyai beserta para santrinya yang menumbuh kembangkan gerakan kebangkitan kesadaran nasional. Memasuki abad 20 sekitar tahun 1900-1942 M para ulama di Indonesia sangat berperan

4 Ir. Soekarno, Di Bawah Bendera Revolusi, jilid. I, (Jakarta: Panitia Penerbit, 1963), hlm.

325

5 Sartono Kartodirdjo, Pemberontakan Petani Banten 1888, cet. Ke-1 (Depok: Komunitas

Bambu, 2015), hlm. 3

6 Ali Machsan Moesa, Nasionalisme Kyai; Konstruksi Sosial Berbasis Agama, cet. Ke-1

(3)

3

aktif menyebarkan kesadaran adanya kesamaan sejarah. Yakni, kesadaran tentang realitas penderitaan adalah akibat dari penindasan imperialisme dan kapitalisme Barat.

Dengan adanya kesadaran kesamaan sejarah, para ulama menyamakan kepentingan bangsa, yakni suatu kesamaan ingin membangun masyarakat Indonesia merdeka yang terbebas dari penjajahan sosial, politik, ekonomi dan agama, terbebas dari kemiskinan dan kebodohan, menumbuhkan kesamaan semangat juang melawan imperialisme Belanda yang telah menjajah tanah air, penindasan dalam kehidupan berbangsa dan hilangnya kekuatan politik Islam. Gerakan ulama menumbuhkembangkan kesadaran rasa cinta tanah air, bangsa dan agama, serta melawan imperialisme kemudian disebut sebagai gerakan nasionalisme.

Bangsa Indonesia telah merdeka dan Negara Kesatuan Republik Indonesia telah berdiri, namun perjuangan para ulama, ummat Islam dan seluruh rakyat Indonesia masih belum berakhir. Ditandai dengan pendaratan tentara sekutu dan NICA (Netherlands Indies Civil Administration) yang ingin mencoba kembali menjadikan Indonesia sebagai tanah jajahannya. Dengan adanya pendaratan tentara sekutu Inggris dan NICA di Jakarta, Semarang dan Surabaya, serta Sumatra, pada tanggal 29 September 1945. Para ulama yang memperjuangkan kemerdekaan tetap fokus perhatiannya dalam mempertahankan proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 hanya dengan angkat senjata selama perang kemerdekaan melawan tentara sekutu Inggris dan NICA.

Pemerintah Republik Indonesia yang belum melakukan perlawanan yang nyata terhadap tentara sekutu Inggris dan NICA, maka para ulama pada tanggal 21-22 Oktober 1945, melalui Perhimpunan Nahdlatul Ulama melaksanakan Rapat Besar Wakil Daerah seluruh Jawa dan Madura. Mengajukan Resolusi Jihad pada pemerintah Republik Indonesia, dengan menyatakan: “Memohon dengan sangat kepada pemerintah Indonesia supaya menentukan sikap dan tindakan yang nyata serta sepadan terhadap tiap-tiap usaha yang akan membahayakan kemerdekaan agama dan negara Indonesia,

(4)

4

terutama terhadap Belanda dan kaki tangannya. Supaya pemerintah melanjutkan perjuangan yang bersifat “sabilillah” untuk tegaknya Negara Republik Indonesia yang merdeka dan beragama Islam.”7

Kemudian Resolusi Jihad di atas pada saat terbentuknya partai Islam Masyumi di Yogyakarta pada 7 November 1945, menjadi Resolusi Jihad Muktamar Ummat Islam Indonesia. Antara lain:

1. Bahwa tiap-tiap bentuk penjajahan adalah suatu bentuk kezaliman yang melanggar perikemanusiaaan dan nyata diharamkan oleh agama Islam, maka 60 Milyun Kaum Muslimin Indonesia siap berjihad fi sabilillah. Perang di jalan Allah untuk menentang tiap-tiap penjajahan.

2. Memperkuat pertahanan Negara Indonesia dengan berbagai usaha, maka disusunlah satu barisan yang diberi nama: Sabilillah di bawah pengawasan Masyumi.

3. Barisan ini adalah menjadi barisan istimewa dari Tentara Keamaan Rakyat (TKR)

4. Keputusan Muktamar Ummat Islam Indonesia di Bidang Organisasi Kesenjataan di kalangan Ulama dengan nama Barisan Sabilillah di atas, 7 November 1945, Rabu Pon, 1 Dzulhijjah 1364 sebagai kelanjutan dari telah terbentuknya 68 Batalyon Tentara Pembela Tanah Air (PETA), 3 Oktober 1943, dan 400.000 Barisan Hizbullah (Tentara Allah), September 1943, pada masa pendudukan tentara Jepang pada 1942-1945 M.8

Proklamasi kemerdekaan telah membangkitkan semangat rakyat, rakyat menjadi tidak takut dengan tentara sekutu Inggris dan NICA Belanda yang menang dalam Perang Dunia II. Tentara sekutu Inggris dan NICA sebanyak 6.000 serdadu Goerkha dari India yang akan mendarat pada 25 Oktober 1945 di Surabaya dengan bertujuan mengambil interniran9 Belanda dari Jepang.

7 Soleiman Fadli dan Muhammad Subhan, Antologi NU: Sejarah, Istilah, Amaliah, Uswah,

(Surabaya: Khalista, 2008), hlm. 95

8 Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah 2, (Bandung: Salamadani, 2012), hlm. 202 9Tentara Belanda yang di tawan oleh orang-orang Jepang selama masa

(5)

5

Rakyat Indonesia siap menyambut kedatangan tentara sekutu, ketika Bung Tomo berkonsultasi dengan Kiyai Hasyim Asy’ari untuk meminta restu dimulainya perlawanan terhadap tentara sekutu Inggris. Kiyai Hasyim Asy’ari menjawab “tunggu dulu, singa Jawa Barat belum datang”. Baru diketahui kemudian bahwa yang dimaksudkan “singa Jawa Barat” adalah Kiyai Abbas dari Pesantren Buntet.10 Dari penjelasan tersebut sangat memungkinkan keterlibatan ulama Cirebon yaitu Kiyai Abbas dari pesantren Buntet Cirebon, yang berperan pada Resolusi Jihad Nahdlatul Ulama, perang melawan tentara sekutu di Surabaya sampai pertempuran puncaknya pada 10 November 1945 M.

Disambutlah tentara sekutu Inggris dan NICA dengan Resolusi Jihad, 22 Oktober 1945 M, berdampak pada berkumpulnya para Kiyai dan Santri dari Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat, membanjiri kota Surabaya. Hadirlah para ulama antara lain: Hadratus Syeikh Rais Akbar Kiyai Hasyim Asy’ari dari pesantren Tebu Ireng Jombang, Jawa Timur; Kiyai Asyhari dan Kiyai Toenggoel Woeloeng dari Yogyakarta; Kiyai Abbas dari Pesantren Buntet Cirebon; dan Kiyai Moesthofa Kamil dari Partai Syarikat Islam Garut Jawa Barat, ikut serta memimpin Palagan Surabaya. Kehadirannya membangkitkan para ulama untuk berpartisipasi dalam Barisan Sabilillah, bersama pemuda dan santri yang tergabung dalam Gerakan Pemuda Islam Indonesia, 2 Oktober 1945, dan Laskar Hizbullah, bertujuan menghadang pendaratan tentara sekutu dan NICA yang akan menegakkan kembali penjajahan di Indonesia.11 Bung Tomo melalui Radio Pemberontakan Rakyat Indonesia membangkitkan semangat juang rakyat, pecahlah perang antara ulama dan santri serta seluruh rakyat Indonesia melawan tentara sekutu, rakyat Indonesia dibakar semangat jihadnya, dibangkitkan dengan Takbir Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar. Sampai sembilan hari kemudian mengakibatkan terbunuhnya Brigadir Jendral Mallaby pada 31 Oktober 1945. Sekutu masih terus melancarkan serangan dan Komandan Tentara Angkatan Darat Sekutu, Mayor Jendral R.C. Mansergh mengultimatum rakyat Indonesia

10 H. Ahmad Zaini Hasan, Op. Cit, (Yogyakarta: LKiS, 2014), hlm. 92

(6)

6

agar menyerahkan senjatanya paling lambat jam 06:00 pagi 10 November 1945, pada tanggal itulah puncak pertempuran Surabaya, kemudian diperingati sebagai hari pahlawan. Oleh karena itu penulis mengangkat judul “Perang 10 November 1945 Di Surabaya Analisa Peran Kiyai Abbas Pesantren Buntet Cirebon”. Dengan demikian dari uraian latar belakang masalah di atas, peneliti bermaksud akan membahas permasalahan yang akan dituangkan dalam rumusan masalah sebagai berikut.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah peran ulama Cirebon yakni, Kiyai Abbas dari Pesantren Buntet Cirebon, yang berperan pada Perang 10 November di Surabaya dalam mempertahankan kemerdekaan Negara Republik Indonesia. Pokok masalah tersebut dapat dirumuskan dalam pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut.

1. Faktor apa yang melatarbelakangi perang 10 November 1945 di Surabaya? 2. Bagaimana proses terjadinya perang 10 November 1945 di Surabaya? 3. Bagaimana peran Kiyai Abbas pada perang 10 November 1945 di

Surabaya?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Dari permasalahan yang dijelaskan di atas, maka penelitian ini memiliki tujuan dan kegunaan sebagai berikut.

1. Tujuan

a. Menjelaskan faktor yang melatarbelakangi terjadinya perang 10 November 1945 di Surabaya.

b. Menjelaskan proses terjadinya perang 10 November 1945 di Surabaya. c. Menjelaskan peran Kiyai Abbas pesantren Buntet Cirebon pada perang

10 November 1945 M di Surabaya. 2. Kegunaan

(7)

7

a. Kegunaan penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi bagi kelengkapan khazanah keilmuan Islam, khususnya akademisi yang konsentrasi pada displin ilmu sejarah peradaban/kebudayaan Islam. b. Menjadi tambahan pengetahuan publik untuk masyarakat luas pada

umumnya tentang sejarah peran para ulama yang memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia.

c. Dari hasil penelitian ini jugs diharapkan dapat menjadi masukan bagi penelitian-penelitian yang akan dilakukan di masa yang akan datang tentang peran-peran para ulama yang memperjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia.

D. Tinjauan Pustaka

Berkaitan dengan ruang lingkup penelitian, penelitian ini mengkaji peran ulama Cirebon pada perang kemerdekaan 10 November 1945 M di Surabaya, yang dikhususkan mengkaji peran Kiyai Abbas dari pesantren Buntet Cirebon. Adapun buku-buku karya ilmiah yang memberikan gambaran informasi peran ulama Cirebon pada perang 10 November di Surabaya, yang peneliti ketahui antara lain:

1. Api Sejarah 2

Buku ini ditulis oleh Ahmad Mansur Suryanegara, seorang sejarawan yang fokus mengkaji sejarah perjuangan ummat Islam di Indonesia. Buku ini pertama kali diterbitkan di Bandung, oleh penerbit Salamadani, pada bulan Maret 2010/Jumadil Awal 1431 H. Di dalam buku ini membahas sejarah perjuangan perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia yang tidak terlepas dari peran para ulama dan santri secara spesifik, juga di dalamnya membahas peran ulama Cirebon, Kiyai Abbas pada perang 10 November di Surabaya, namun pembahasan terkait keterlibatan Kiyai Abbas dibahas secara umum karena buku tersebut membahas sejarah Indonesia secara luas.

2. Antologi NU: Sejarah, Istilah, Amaliah, Uswah

(8)

8

diterbitkan di Surabaya oleh penerbit Khalista tahun 2008. Buku ini banyak membahas tentang peran-peran ulama yang tergabung dalam organisasi Nahdlatul Ulama sampai pada pembahasan perjuangan Resolusi Jihad NU pada tanggal 22 Oktober 1995, dan perang 10 November 1945 di Surabaya yang memang sangat berkaitan. di dalamnya terdapat juga pembahasan secara umum keterlibatan ulama Cirebon, sebab dalam Resolusi Jihad tersebut melibatkan seluruh elemen ulama, santri se-Jawa dan Madura yang berkumpul untuk merumuskan Resolusi Jihad tersebut.

3. Perlawanan Dari Tanah Pengasingan; Kiyai Abbas, Pesantren Buntet dan Bela Negara.

Buku ini diterbitkan oleh LKiS Yogyakarta, yang disusun oleh H. Ahmad Zaini Hasan. Buku ini mengkaji sejarah Pesantren Buntet Cirebon beserta para tokoh-tokoh pendirinya, juga membahas perlawanan pesantren Buntet terhadap imperialisme. Buku ini sangat berkaitan dengan pembahasan yang akan dibahas dalam kajian ini, yaitu tentang profil dan perjuangan Kiyai Abbas dari Pesantren Buntet Cirebon yang sangat berperan pada perumusan Resolusi Jihad NU dan perang 10 November 1945 di Surabaya. 4. Masterpiece ISLAM NUSANTARA; Sanad dan Jejaring Ulama-Santri

(1830-1945)

Buku ini diterbitkan oleh Pustaka Kompas, Ciputat Tanggerang, karya Zainul Milal Bizawie. Buku ini membahas tentang Resolusi Jihad sebagai urat nadi berdirinya Negara Indonesia yang tidak terlepas dari peran para ulama. Lebih jauh pembahasannya tentang sanad dan jejaring ulama-santri yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, termasuk di dalamnya ulama-ulama Cirebon. Tetapi masih sedikit pembahasan tentang Kiyai Abbas yang berperan pada perang 10 November 1945.

5. Maulana Sayyid Assyaikh Al Arif Billah Muhammad Abbas Pondok Buntet Pesantren Cirebon (1879-1946).

Skripsi yang disusun oleh saudari Ghina Nafsiyatuz Zahidah, di dalam nya membahas tentang biografi dan pemikiran, serta peran sosial dan peran politik Kiyai Abbas. Termasuk peran Kiyai Abbas pada perang 10 November 1945.

(9)

9

E. Landasan Teori/Kerangka Konseptual

Islam anti politik Kristenisasi karena Kristenisasi identik dengan imperialisme atau penjajahan. Demikian pernyataan Soewardi Soerjaningrat atau Ki Hajar Dewantara dalam Het Javaansche nationalisme in de indische Beweging. Pengalaman tertindas dalam masa yang panjang ketika menghadapi kebuasan imperialisme Barat, telah mengukuhkan tekad ulama dan santri untuk memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia. Gerakan ulama yang membangkitkan kesadaran rasa cinta tanah air, bangsa dan agama, serta melawan imperialisme, menurut Ahmad Mansur Surya Negara dalam ilmu sejarah dan politik disebut sebagai gerakan nasionalisme. Kondisi penjajahan dan penindasan telah melahirkan pemahaman bagi rakyat Indonesia bahwa Islam identik dengan kebangsaan atau nasionalisme.12 Jadi tidak bisa dipungkiri bangsa Indonesia terlepas dari cengkraman imperialisme adalah berkat peran para ulama yang memperjuangkan tanah air, bangsa dan agama.

Pada awalnya imperialisme Barat dilahirkan dari Perjanjian Tordesilas, 7 Juni 1494 M. suatu perjanjian yang dibuat oleh Kerajaan Katolik Portugis dan Kerajaan Katolik Spanyol. Dipimpin oleh Paus Alexander VI, dalam perjanjian ini Paus Alexander VI memberikan kewenangan kepada Kerajaan Katolik Portugis untuk menguasai belahan dunia Timur dan Kerajaan Katolik Spanyol untuk menguasai belahan dunia Barat. Paus Alexander VI membenarkan imperialism dengan tujuan Gold, Glory, Gospel.13 Dalam menjalankan imperialismenya mempunyai keyakinan bahwa bangsa-bangsa di luar Negara Gereja Vatikan yang tidak beragama Katolik dinilai sebagai bangsa biadab dan wilayahnya dinilai sebagai wilayah kosong tanpa pemilik. Bertolak dari keyakinan tersebut dalam praktik pengembangan agama Katolik melalui imperialism bertentangan dengan perikemanusiaan dan keadilan. Perbudakan, penindasan dan pemusnahan suatu bangsa dinilai benar.

12 Ahmad Mansur Surya Negara, Op. Cit, hlm. 280-281

13 Gold: Emas, dengan menjajah akan memperoleh kekayaan dari tanah jajahannya. Glory:

kejayaan yang diperoleh dari hasil menguasai kekayaan tanah jajahan. Gospel: pengembangan agama, di tanah jajahannya akan dikembangkan agama Katolik

(10)

10

Kemudian lahirnya imperialisme Barat yang menjadikan agama Protestan sebagai landasan dari gerakannya setelah Gereja Vatikan diruntuhkan oleh gerakan Nasionalis Italia pada 1870 M. tidak berbeda dengan imperialisme Katolik, imperialisme Protestan bertujuan untuk menjadikan tanah jajahnnya sebagai sumber bahan mentah dan dijadikan pula sebagai pasar dari produksinya serta untuk mengembangkan ajaran agamanya.

Imperialisme mengakibatkan perang agama antara kerajaan imperialis Katolik dan Protestan, sehingga membagi Eropa menjadi kerajaan-kerajaan kecil atas dasar agama masing-masing juga saling memperebutkan wilayah tanah jajahannya. Tidak hanya di Eropa perang kedua agama tersebut dengan membawa Mission Sacre14 maupun Mission Zending15. Kedatangan kedua penjajah dengan agama Nasrani Katolik dan Protestan sebelum tiba di wilayah Nusantara, mereka melakukan Perang agama yang terjadi di Eropa. Perang antara Protestan yang disebut pula sebagai Reformasi lawan Katolik yang dikenal sebagai Kontra Reformasi. Perang kedua agama tersebut berlanjut sampai di wilayah Indonesia sebagai tanah jajahannya. Kedua agama ini tidak hanya saling berperang antar penganut Katolik dengan Protestan, tetapi juga memerangi penganut Islam yang ada di Indonesia.16

Politik pengembangan agama dilakukan imperialis Barat dengan cara paksa yang disebut sebagai politik kristenisasi. Dampaknya Islam berhadapan dengan keduanya, pecahlah Perang Agama antara Katolik kontra Protestan dan Islam melawan keduanya. Dengan demikian Islam menjadi symbol nasionalisme. Artinya Islam bagi rakyat atau pribumi dijadikan landasan ajaran penentang imperialisme dan politik kristenisasi, sesuai dengan Al qur’an surat almumtahanah ayat 8-9.

14 Misi mengembangkan agama Katolik 15 Misi mengembangkan agama Protestan

(11)

11

Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak pula mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang dzalim. (QS. Al-Mumtahanah 60:8-9)

Perlawanan terhadap imperialisme Barat memakan waktu yang sangat panjang, akibat dari Kerajaan Protestan Belanda yang menduduki wilayah Indonesia berhasil menciptakan sistem pemerintahan tidak langsung. Menjadikan Pangreh Pradja dari Lurah hingga Bupati di Jawa, Penghulu di Sumatra Barat, Ole Balang di Aceh, dijadikan pembantu setianya dalam menghadapi perlawanan Ulama dan Santri.

Abad ke 19 sebagai abad imperialism modern. Hal ini terjadi sebagai dampak runtuhnya imperialis Katolik atau imperialism kuno 1870 M. hal itu terjadi sebagai akibat keberhasilan perjuangan menegakkan Negara Kesatuan Italia di bawah Victor Emmanuel, yang mendapatkan dukungan rakyat Italia. Oleh karena itu runtuhlah kekuasaan Paus atau Negara Vatikan di Roma, berarti berakhirlah masa imperialism kuno di bawah dua Kerajaan Katolik Portugis dan Spanyol. Disusul dengan dikuasainya terusan Suez oleh Inggris, lemahlah kekuasaan di India, sebagai pendudukung Negara Vatikan. Selanjutnya dengan adanya peristiwa ini sejarawan Barat menyebutkan sebagai abad dimulainya imperialism modern. Imperialism modern dipimpin oleh dua Kerajaan yaitu Kerajaan Protestan Anglikan Inggris dan Kerajaan Protestan Belanda

(12)

12

Memasuki abad ke 20 M, kedua kerajaan Prancis dan Jerman berupaya memperoleh hegemoni Eropa. Persaingan mereka melahirkan Perang Dunia I 1914-1919 M. perang ini melibatkan Negara Prancis, Rusia, Amerika Serikat, Belgia, Italia dan Jepang, yang disebut sebagai Blok Sekutu. di lain pihak ada Blok Sentral yang terdiri dari Negara Jerman, Austria, Turki dan Bulgaria. Setiap Negara yang terlibat dalam perang tersebut dapat dipastikan secara politik mempunyai kepentingan tertentu termasuk perebutan wilayah jajahannya. Perang ini diakhiri dengan perjanjian Versailles, kekaisaran Jerman dipermalukan Perancis dengan mempersempit wilayahnya. Tetapi di bawah pemerintahan Adolf Hitler Jerman berusaha bangkit kembali dengan memperluas lahan kehidupannya dan merobek perjanjian versailes 1919 M. Jerman bersama Italia dan Jepang membangun Pakta Pertahanan Poros untuk mengubah peta wilayah politik sedunia.

Kejadian tersebut diikuti oleh Jepang yang mempropagandakan dirinya pada seluruh bangsa Asia bahwa Jepang adalah “Saudara Tua”. Tidak hanya Eropa yang akan dikuasainya, bersama Italia di bawah komando Mussolini dan Kekaisaran Shinto Jepang di bawah Tenno Heika Hirohito, mereka berencana membagi dunia di bawah kekuasaannya.

Perebutan wilayah jajahan antar Negara inperialis Barat tidak selesai pada Perang Dunia I melainkan terus berlanjut, di Eropa melahirkan Perang Dunia II 1939-1945 dan di Asia melahirkan Perang Asia Timur Raya atau Perang Pasifik yang melanda Indonesia mulai 1942-1945. Dunia dijadikan arena perang perebutan wilayah oleh kekuatan Sekutu sebagai kelompok imperialis Barat melawan kekuatan Sentral sebagi paduan kekuatan imperialis Barat dan Timur yang akan menjadikan tanah jajahannya sebagai lahan kehidupan.

Dampak imperialisme Barat yang datang ke wilayah Indonesia menjadikan arena perang agama. Perang antara Katolik lawan Protestan serta keduanya sebagai penjajah melawan pribumi Islam yang ada di Indonesia. Kedatangan imperialis Barat tidak hanya dengan membawa perang agamanya tetapi juga menimbulkan kekacauan sistem niaga secara damai. Imperialisme

(13)

13

Barat memiliki kekuatan laut dengan armada perangnya berhasil menguasai pintu-pintu laut sebagai gerbang niaga ummat Islam sehingga secara ekonomi ummat Islam terjajah. Kondisi tersebut menumbuhkan kesadaran kesamaan sejarah pada kalangan ummat Islam terutama Ulama di seluruh Indonesia. Tumbuhnya kesadaran kesamaan lawan yakni Imperialis Barat yang melakukan penindasan secara politik, ekonomi dan agama.

Di bawah kondisi Eropa yang sedang terlibat dalam perang antar negara imperialis, para Ulama mencoba memanfaatkannya kesadaran Kerajaan Protestan Belanda yang baru merayakan seratus tahun Kerajaan Protestan Belanda pada 1813-1913 M dari penjajahan Perancis. Perayaan tersebut juga dirayakan pemerintah kolonial Belanda di Indonesia dengan biaya bangsa Indonesia yang sedang dijajahnya. Ketika Kerajaan Protestan Belanda Merayakan makna kemerdekaan dan anti penjajahan, para ulama memanfaatkannya untuk menuntut kemerdekaan Indonesia, tuntutan tersebut yaitu.

Pertama, ulama dan pimpinan organisasi politik Islam mempelopori menuntut Pemerintahan Sendiri dan Indonesia berparlemen sebagai keputusan National Congres Central Syarikat Islam di Bandung pada 17-24 Juni 1916. Berjutuan memperjuangkan Indonesia merdeka dan tegaknya pemerintahan demokratis dengan adanya parlemen.

Kedua, mencoba membangun organisasi kesenjataan modern melalui Indie Weerbaar Actie. Bertujuan untuk membangkitkan kembali semangat juang kprajuritan pemuda.17

Tuntutan itu dapat dipahami kalau ditolak karena Kerajaan Protestan Belanda tidak terlibat dalam Perang Dunia I. Penolakannya berlanjut terhadap usul kesediaan ummat Islam untuk menghadapi Perang Dunia II. Kerajaan Protestan Belanda terlibat dalam Perang Dunia II dan telah diduduki Jerman pada 10 Mei 1940. Pemerintah Kolonial Belanda menghadapi Perang Asia Timur Raya pada 1941-1945 M. namun karena takut akan digunakan menumbangkan pemerintahan Belanda maka upaya ummat Islam untuk berpartisipasi dalam pembentukan organisasi kemiliteran tetap ditolak. Tetapi ummat Islam dalam menghadapi Perang Asia Timur Raya terselamatkan karena

(14)

14

para Ulama berhasil menyatukan wawasan gerak juangnya dalam wadah Madjlis Islam A’la Indonesia.

Kesadaran tersebut merupakan momentum ummat Islam dalam membebaskan diri dari penjajahan, dan merupakan jalan untuk melepaskan diri dari imperialisme Barat. Dengan kata lain hampir semua negara Islam pada awal abad ke-20 menghadapi realitas adanya tarik menarik antara kepentingan memperjuangkan Islam sebagai prinsip negaranya. Sesuai perang Dunia II seluruh negara di dunia terlibat dalam perang idiologi yang sangat besar di mana setiap negara berusaha untuk mempengaruhi dan merubah keyakinan negara-negara lain menurut keyakinan dan kepercayaan mereka. Perang idiologi ini disebut juga dengan perang dingin.

Pada kondisi perang yang berkesinambungan tersebut, ummat Islam dan seluruh ulama yang berada di Indonesia terus menumbuhkan kesadaran dalam perjuangan membebaskan Indonesia dari penjajahan imperialis Barat yang didasari oleh ajaran Islam dengan pengertian nasionalisme sebagai gerakan anti imperialism. Akibat imperialism Barat dibangun atas dasar agama Katolik dan Protestan yang anti Islam maka gerakan nasionalisme Indonesia juga dilandasi oleh ajaran Islam oleh ajaran Islam sebagai agama mayoritas bangsa Indonesia. Sehingga Ulama dan Santri memilih jawaban yang tetap terhadap tantangan zamannya.

Pertama, selalu waspada terhadap tantangan pemerintah kolonial dengan politik Kristenisasinya walaupun di tengah situasi Perang Dunia I 1914-1919.

Kedua, meniadakan konflik internal yang ditimbulkan dengan adanya idiologi komunis yang melahirkan PKI, 1920.

Ketiga, tantangan Perang Dunia II 1939-1945 M, serta Perang Asia Timur Raya 1942-1945 M dengan pendudukan Balatentara Jepang di Indonesia yang menuntut pembentukan Tentara Pembela Tanah Air 1943 M.

Keempat, kelompok sekuler koperatif lainnya yang melancarkan perlawanan kelanjutan terhadap ulama dan ummat Islam sesudah Perang

(15)

15 Dunia II.

Kelima, tantangan Kerajaan Protestan Belanda yang mencoba kembali menjajah Indonesia, Ulama menjawab dengan membangun Barisan Sabilillah dan Hizbullah sebagai Barisan Istimewa dari Tentara Keamanan Rakyat.18

Ancaman imperialisme Barat yang menggunakan agama Katolik dan Protestan sebagai dasar motivasinya membangkitkan perlawanan di kalangan ummat Islam dengan menjadikan Islam sebagai dasar jawabannya. Gerakan nasionalisme Indonesia menanamkan dan membangkitkan kesadaran cinta agama, tanah air dan bangsa. Perjuangan panjang membangkitkan kesadaran nasionalisme yang dipimpin oleh para Ulama dan santri membebaskan masyarakat Indonesia dari cengkraman penjajahan Belanda baru berakhir ketika pemerintah kolonial belanda menyerah kepada balatentara Dai Nippon, pada 8 Maret 1942.19

Namun bukan berarti perjuangan para ulama dan bangsa Indonesia sudah berakhir. Perang Dunia II dan di Asia terjadi perang Asia Timur Raya atau Perang Pasifik pada tahun 1941-1945 M. Negara-negara dijadikan arena perang untuk memperebutkan wilayah oleh kekuatan sekutu dalam hal ini imperialis Barat, melawan kekuatan yang disebut Poros Axist Pact sebagai paduan kekuatan imperialis Barat dan Timur.

Berakhirnya penjajahan imperialis Belanda, dipropagandakan oleh balatentara Jepang sebagai berakhirnya pemerintahan kolonial Belanda di Indonesia. Para ulama dihadapkan suatu pembaharuan di berbagai bidang yang terkait dengan usaha memenangkan Perang Asia Timur Raya, Jepang sangat membutuhkan tenaga rakyat Indonesia, sehingga dibentuklah Tentara Pembela Tanah Air (PETA), Pusat Tenaga Rakyat (PUTERA) dan lain-lain dari tingkat pusat sampai lapisan bawah di daerah-daerah. PETA didirikan pada tanggal 3

18 Ahmad Mansyur Suryanegara, Api Sejarah 2, (Bandung: Salamadani, 2012), hlm. 4 19 Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, (Jakarta: LP3ES), hlm. 156

(16)

16

Oktober 1943, para ulama diangkat sebagai komandan yang disebut sabagai Danyon atau Daidancho (Komandan Batalyon).20

Pendekatan terhadap para ulama, Jepang menempuhnya dengan cara langsung tanpa melalui pemimpin Islam yang ada di Jakarta, karena Jepang menyadari bahwa para ulama mempunyai kedudukan penting sebagai tokoh panutan rakyat di daerah-daerah, termasuk daerah Cirebon. Daerah yang banyak didirikan pesantren basis-basis ulama dan santri yang berperan memperjuangkan kemerdekaan. Salah satunya adalah pesantren Buntet Cirebon yang di pimpin oleh Kiyai Abbas, salah satu ulama yang berperan dalam perang kemerdekaan pada 10 November 1945 M di Surabaya, yang akan diuraikan dalam pembahasaan ini. Kiyai Abbas bersama para sesepuh pesantren Buntet membentuk pasukan PETA yang ditugaskan sebagai pengintai (informan) mencari informasi dan memata-matai gerakan musuh.21

Kesempatan ini dimanfaatkan oleh para ulama yang memperjuangkan kemerdekaan untuk membangkitkan jiwa keprajuritan para pemuda, yang dulu telah dibangun oleh H.O.S Tjokroaminoto pada Congres National Central Syarikat Islam di bandung, 1916 M. Manfaatnya perjuangan para ulama menjadikan Tentara Pembela Tanah Air, sesudah proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia memiliki Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) atau Tentara Nasional Indonesia (TNI).22

Bergantilah gerakan nasionalisme yang dipimpin para ulama Ulama dan santri memasuki tahun 1363 H/1944 M, menghadapi tantangan yang sangat berat. Jepang mencoba menggenggam seluruh Asia Timur Raya dengan personil militer yang sangat kecil jumlahnya serta peralatan perang darat, laut dan udara yang tidak memadai untuk mempertahankannya. Dampaknya terpikulah beban yang sangat berat bagi ulama, dijadikan tumpuan balatentara Jepang dalam upaya memenangkan perang. Perang membutuhkan pangan

20 H. Ahmad Zaini Hasan, Perlawanan Dari Tanah Pengasingan, (Yogyakarta: LKiS, 2014),

hlm. 89

21 Muhaimin AG, Islam Dalam Bingkai Budaya Lokal Potret Dari Cirebon, (Jakarta: Logos,

2001), hlm. 88

22 Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah 2, cet. Ke-4 (Bandung: Salamadani, 2012), hlm.

(17)

17

beserta logistik lainnya, juga membutuhkan dana dan tenaga kerja pembangunan. Dampaknya rakyat dijadikan objek kerja paksa yang dikenal dengan istilah romusha.23

Ditambah lagi ketika Jepang mewajibkan agar bangsa Indonesia mengikuti pendewaan terhadap Kaisar Jepang Tenno Haika dengan cara membungkukkan badan kearah Timur pada waktu-waktu tertentu, para ulama langsung menyatakan penolakannya. Seperti juga semua orang Islam, pendewaan kepada selain Allah, dipandang sebagai perbuatan syirik. Kiyai Hasyim Asy’ari secara terbuka menyatakan penolakan itu. Dan Jepang mencoba menghambat penolakan ini dengan menjebloskan Hadratus Syaikh Kiyai Hasyim Asy’ari ke dalam tahanan. Orang-orang Islam dengan peristiwa ini mulai mengetahui, bahwa Jepang tidak memenuhi janjinya yang menyatakan akan menghormati agama Islam. Saikeirei yang mereka wajibkan kepada bangsa Indonesia secara luas merupakan api yang membakar perlawanan umat Islam.24

Para Ulama dan tentara Pembela Tanah Air (PETA), 1364 H/1945 M, melancarkan perlawanan bersenjata terhadap imperialis Timur, balatentara Dai Nippon pelaksana konsep penjajahan Kekaisaran Shinto Jepang, menuntut kemerdekaan Indonesia berdasarkan Islam. Kiyai Zaenal Musthofa dari Singaparna, serta Kiyai Srengseng dan H. Madrias dari Indramayu kemudian mengangkat senjata, suatu perlawanan bersenjata yang pertama kali kepada Jepang.25

Tuntutan Kiyai Zaenal Musthofa beserta sejumlah ulama lainnya belum terealisasikan, pada tanggal 6 dan 9 Agustus 1945 dijatuhkanlah bom atom oleh tentara sekutu di kota Hiroshima dan Nagasaki, menjadikan Perang Dunia II dan Perang Asia Timur Raya berakhir. Ditandai juga dengan peristiwa menyerahnya Kaisar Hirohito pada 14 Agustus 1945 M. Setelah itu pada tanggal 17 Agustus

23 Baharuddin, Nahdlatul Wathon & Perubahan Sosial, (Yogyakarta: Genta Press, 2007),

hlm. 86

24 Slamet Effendi Yusuf dkk, Dinamika Kaum Santri; Menelusuri Jejak dan Pergolakan

Internal NU, (Jakarta: CV. Rajawali, 1983), hlm. 36

25 Ajid Thohir, Gerakan Politik Kaum Tarekat, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2002), hlm.

(18)

18

1945 M, Bung Karno dan Bung Hatta mendapatkan dukungan dari parama ulama untuk memproklamirkan kemerdekaan Indonesia.

Berkat perjuangan para ulama yang istiqomah secara terus-menerus, secara masif berkesinambungan, berakhirlah penjajahan imperialisme Barat dan Timur, pada 9 Ramadhan 1364 H, Jum’at Legi, 17 Agustus 1945 M, lahirlah negara Indonesia yang merdeka. Kemerdekaan yang dianugerahi ini terjadi pada awal bulan Ramadhan yakni bulan suci ummat Islam. Oleh karena itu perjuangan para ulama beserta para santri untuk kemerdekaan terlimpah untuk segenap bangsa Indonesia, sehingga dirumuskan dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 kemerdekaan bangsa Indonesia dirumuskan sebagai berkat Rakhmat Allah Yang Maha Kuasa.26

Sehingga Proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia sangat bermakna bagi ummat Islam, para ulama dan santri yang terus berjuang membebaskan Indonesia dari penjajah Barat Portugis, Belanda dan Inggris serta penjajah Timur kekaisaran Shinto Jepang, akhirnya sampai pada puncak keberhasilannya. Proklamasi terjadi pada hari Jum’at 17 Agustus 1945, tepat pada 9 Ramadhan 1364, pukul 10.00 pagi. Dalam keyakinan ummat Islam proklamasi kemerdekaan merupakan anugerah yang tidak terhingga dari Allah Yang Maha Kuasa yang menjadikan berakhirnya penjajahan Barat dan Timur atas bangsa dan negara Indonesia.27 Namun, dengan keberhasilan proklamasi bukan berarti hilanglah segenap lawan ulama, melainkan justru dihadapkan dengan tantangan baru yang semakin berat karena sudah menjadi kodrat perjuangan para ulama sampai kapanpun dan di manapun dipastikan akan bertemu dengan tantatangan baru.

Diawali pendaratan tentara sekutu Inggris yang membonceng tentara Kerajaan Protestan Belanda NICA, pada 29 September 1945 mendarat di Tanjung Priuk Jakarta. Pada awal proklamasi kemerdekaan para ulama tidak memperhatikan pergumulan masalah pemerintahan, para ulama menyerahkan

26 Ahmad Mansyur Suryanegara, Api Sejarah, Cet. ke-5 (Bandung: Salamadani, 2012), hlm.

278

27 Hasyim Latief, Laskar Hizbullah Berjuang Menegakkan Republik Indonesia, (Surabaya:

(19)

19

kepercayaannya pada presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta.

Berangkat dari pengalaman kelembagaan pesantren yang dipimpinnya, para ulama hanya memiliki keyakinan lawannya adalah imperialisme Barat Kerajaan Protestan Belanda. Datangnya tentara sekutu dengan niat ingin menjajah kembali bangsa Indonesia, para ulama berinisiatif mempersiapkan rakyat Indonesia untuk melakukan perlawanan demi membela proklamasi kemerdekaan, perang perlawanan para ulama membela proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 tidak terlepas dari pengaruh semangat keagamaan yang Islami karena perang menimbulkan rasa takut yang kuat, hanya didorong oleh keyakinan agama akan bangkit keberanian menantang maut. Itulah yang mendasari peran para ulama dan santri untuk melanjutkan perjuangan melawan tentara sekutu pada perang 10 November 1945 di Surabaya.

F. Metode Penelitian

Penelitian ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan konstribusi para ulama dan santri dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia pada perang yang terjadi di Surabaya pada tanggal 10 November 1945. Maka metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode penelitian sejarah. Metode ini merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan yang sesuai dengan sejarah.28 Adapun langkah-langkah penelitian yang akan ditempuh sebagai berikut:

1. Heuristik

Tahapan ini merupakan suatu proses untuk mengumpulkan sumber-sumber sejarah yang berkaitan dengan pokok bahasan dalam penelitian, yang kemudian dijadikan sebagai bahan dari penelitian yang dilakukan. Sumber-sumber sejarah dikategorikan menjadi dua, yaitu sumber primer dan skunder. Sumber primer adalah sumber utama yaitu bukti sejarah yang bersumber dari satu zaman. Sedangkan sumber skunder (penunjang), dalam

28 Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, cet. Ke-5, (Yogyakarta: PT. Bentang Pustaka,

(20)

20

penelitian ini berasal dari berbagai buku, dokumen, dan karya ilmiah yang terkait dengan bahasan peran tokoh yang diteliti, serta tulisan lain yang membahas peran ulama pada perang 10 November 1945 di Surabaya.29 Adapun cara pengumpulan sumber sejarah yaitu:

a. Penelitian pustaka (library research)

Penelitian ini merupakan salah satu cara dalam mengumpulkan data-data dari berbagai literatur. Metode ini dilakukan dengan membaca dan memahami literatur data-data yang terkait kemudian mengategorikannya ke dalam beberapa bagian setelah itu dianalisa, kemudian disimpulkan. Literatur tersebut bisa berupa buku-buku, naskah, artikel, surat kabar dan sumber tertulis lainnya yang berkaitan dengan pembahasan ini.30

b. Metode wawancara (interview)

Metode wawancara ini dilakukan kepada berbagai narasumber yang dianggap mampu dan cukup memberikan informasi dan pengetahuan tentang peran ulama cirebon, Kiyai Abbas pada perang 10 November 1945 di Surabaya. Dalam hal ini peneliti akan melakukan wawancara dengan orang-orang yang terkait penelitian ini, diantaranya keluarga, teman dekat yakni orang yang hidup pada zamannya.

c. Metode observasi

Metode ini merupakan cara untuk memperoleh informasi dengan cara penelitian langsung di lapangan.31 Pada metode ini, peneliti secara langsung mengadakan penelitian ke pesantren buntet Cirebon sebagai tempat asal perjuangan Kiyai Abbas yang berperang para pertempuran Surabaya, dan tempat-tempat lainnya yang terkait dengan kajian ini. Upaya tersebut diharapkan dapat memperoleh data yang objektif.

2. Tahapan Verifikasi

Tahapan ini dilakukan setelah semua data-data yang berkaitan

29 Kuntowijoyo, Penjelasan Sejarah, cet. ke-1 (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2008), hlm. 21 30 Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, (Yogyakarta: Benteng Budaya, 1995), hlm.95 31 Kuntowijoyo, Op. Cit., hlm. 98

(21)

21

dengan pembahasan ini terkumpul kemudian dilakukan penyeleksian data umtuk diketahui keobjektifan dari data-data yang diperoleh sebagai upaya untuk memperoleh sumber yang absah.32

Pada tahapan ini dilakukan perbandingan antara bukti-bukti yang ada sebagai penilaian terhadap sumber sejarah, dengan cara melakukan kritik terhadap data yang telah terkumpul baik secara intern (kredibilitas) maupun ekstern (otentitas). Kemudian peneyusun melakukan pengecekan, penyeleksian serta memperdalam pengkajian terhadap validitas data. 3. Tahapan interpretasi

Tahapan ini merupakan penafsiran terhadap sumber sejarah yang diperoleh.33 Dalam tahapan ini peneliti akan menafsirkan data-data yang relevan dengan pembahasan yang sedang dikaji, dengan cara pendekatan sejarah.

Pada tahapan ini peneliti akan melakukan penafsiran dengan cara menganalisis atau menguraikan data menyatukannya dengan fakta-fakta yang ada dan kemudian diinterpretasikan.

4. Tahapan historiografi

Tahapan ini merupakan tahap akhir, peneliti akan menyajikan hasil penelitian dalam bentuk tulisan yang tersusun sistematis, diharapkan mampu menjawab masalah-maslah yang ada dengan data yang telah diperoleh.34

G. Sistematika Penulisan

Secara keseluruhan pembahasan skripsi ini akan dibagi ke dalam lima bab, dengan sistematika penulisan sebagai berikut:

Bab I, berisi pendahuluan yang merupakan abstraksi dari keseluruhan skripsi. Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori/kerangka konseptual, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

32 Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, (Yogyakarta: Benteng Budaya, 1995), hlm.101 33 Kuntowijoyo, Op. Cit., hlm.102

(22)

22

Bab II, berisi tentang sejarah Perang 10 November 1945 di Surabaya. Bab ini membahas faktor yang melatarbelakangi terjadinya perang Surabaya, perlawanan bangsa Indonesia beserta ulama-santri dan dampak dari perang tersebut.

Bab III, berisi tentang biografi Kiyai Abbas. pada bab ini membahas masa kecil, pendidikan, pernikahan dan peran Kiyai Abbas memimpin pesantren Buntet Cirebon.

Bab IV, berisi tentang peran Kiyai Abbas pada perang 10 November 1945 di Surabaya. Bab ini membahas kiprah Kiyai Abbas membentuk pasukan di pesantren Buntet, merumuskan Resolusi Jihad dan membangkitkan perlawanan bangsa Indonesia pada pertempuran Surabaya 10 November 1945.

Bab V, merupakan penutup yang berisi tentang kesimpulan dari penelitian ini, kemudian diakhiri dengan saran.

Referensi

Dokumen terkait

para koordionator kegiatan bersama-sama dengan Bagian Keuangan dan Pengadaan barang dan agar dapat memperbaiki kekurangan dalam hal pelaksanaan anggaran di tahun mendatang.

Alamat toko wallpaper dinding yang Anda ketahui karena di sana sudah banyak tersedia beberapa jenis wallpaper mural atau dengan kata lain adalah istilah yang digunakan untuk

Berdasarkan observasi, angket , tes dan wawancara yang telah dilakukan selama proses pembelajaran pembelajaran TAI dilengkapi peta konsep dapat meningkatkan

Tujuan pelaksanaan kegiatan IbM antara lain meningkatkan efisiensi dan produktivitas peternak ulat hongkong dengan penerapan inovasi teknologi produksi yang tepat guna sehingga

This paper sought to provide evidence on the stock price performance during the release frequently, stock prices would react negatively due to the hypothesis that

Menurut undang – undang Republik Indonesia nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan pasal 39 ayat 1 menyebutkan bahwa tenaga kependidikan bertugas

Klor ditemukan di alam dalam keadaan kombinasi sebagai gas Cl2, senyawa dan mineral seperti kamalit dan silvit.Klor memiliki konfigurasi elektron [Ne]3S 2 3P 5 .Gas

19 self esteem, komitmen organisasional, komitmen profesionalisme, motivasi, kepuasan kerja, lokus kendali, dan tekanan kerja padahal faktor yang mempengaruhi