• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIFITAS FUNGSI MANAJERIAL KEPALA RUANG TERHADAP KINERJA PERAWAT PELAKSANA DALAM MELAKSANAKAN ASUHAN KEPERAWATAN DI RUANG RAWAT INAP RSUD UNGARAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EFEKTIFITAS FUNGSI MANAJERIAL KEPALA RUANG TERHADAP KINERJA PERAWAT PELAKSANA DALAM MELAKSANAKAN ASUHAN KEPERAWATAN DI RUANG RAWAT INAP RSUD UNGARAN"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIFITAS FUNGSI MANAJERIAL KEPALA RUANG TERHADAP KINERJA PERAWAT PELAKSANA DALAM MELAKSANAKAN ASUHAN KEPERAWATAN

DI RUANG RAWAT INAP RSUD UNGARAN Asti Dewi Kusumaningrum *)

Niken Sukesi **), Muslim Argo Bayu Kusuma ***)

*) Mahasiswa Program Studi S1 Ilmu Keperawatan STIKES Telogorejo Semarang, **) Dosen Akper Widya Husada Semarang,

***) Dokter Umum Rumah Sakit Wira Tamtama Semarang. ABSTRAK

Fungsi rumah sakit yang baik harus didukung manajemen yang baik. Fungsi manajemen sangat penting diimplementasikan oleh kepala ruang secara konsisten untuk meningkatkan kinerja perawat. Kinerja perawat yang baik memberikan asuhan keperawatan yang baik pula. Proses manajemen keperawatan sejalan dengan proses keperawatan sebagai salah satu metode pelaksanaan asuhan keperawatan secara profesional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang efektifitas fungsi managerial kepala ruang terhadap kinerja perawat pelaksana dalam melaksanakan asuhan keperawatan di ruang rawat inap RSUD Ungaran dan mengidentifikasi karakteristik perawat di RSUD Ungaran (umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan lamanya bekerja). Desain penelitian ini menggunakan cross sectional, jumlah sampel 66 responden dengan teknik total sampling. Instrumen penelitian ini berupa kuesioner dan lembar checklist. Prosedur pengumpulan data pada penelitian ini terdiri dari prosedur administratif dan prosedur teknis. Hasil analisa univariat menunjukkan karakteristik perawat pelaksana di ruang rawat inap RSUD Ungaran paling banyak meliputi usia ≥ 32 tahun 40 orang (60,6%), berjenis kelamin perempuan 55 orang (83,3%), berpendidikan D3 Keperawatan 63 orang (95,5%) dengan lamanya bekerja ≥ 5 tahun 38 orang (57,6%), untuk fungsi manajerial kepala ruang yang dipersepsikan oleh perawat sebanyak 37 orang (56,1%) mempersepsikan baik dan kinerja perawat pelaksana dalam melaksanakan asuhan keperawatan menyatakan baik 29 orang (43,9%). Hasil analisis bivariat menunjukkan tidak ada hubungan antara umur (p=1,000), jenis kelamin (p=1,000), pendidikan (p=1,000), dan lamanya kerja (p=0,366) terhadap kinerja perawat pelaksana dalam melaksanakan asuhan keperawatan, ada pengaruh fungsi manajemen terhadap kinerja perawat pelaksana dalam melaksanakan asuhan keperawatan (p=0,034). Rekomendasi penelitian ini agar kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan dilaksanakan secara optimal seperti dalam mendokumentasikan catatan keperawatan, perawat perlu mengembangkan diri dengan melanjutkan jenjang pendidikan formal.

Kata Kunci: Fungsi manajemen, kinerja perawat pelaksana, dan asuhan keperawatan ABSTRACT

Good hospital function should be supported by good management. Managements functions was very important to implemented by head ward consistently to improve nurse performance. Good nurse performance will give good nurse care to the inpatients. Nursing management process were same as with nurse care professionally. This study aimed to examine the effectiveness head ward managerial functions towards nurse care to inpatients in Ungaran General District Hospital and to identified the nurse characteristics (age, sex, level of education, and length of work). The cross sectional study was applied in this study with 66 nurses considered as total sample work in several wards participated in this study. Questioner and checklist sheet were used in this study. The procedures consist of administrative procedure and technical procedure. Result of statistical analysis showed the nurse characteristics in inpatients ward ungaran General District Hospital most included 40 persons age ≥ 32 years old (60,6%), 55 female nurses (83,3%), 63 certificate nurses (95,5%) and 38 persons has length of work ≥ 5 years (56,1%), managerial functions perceived by the nurses 37 persons were good (56,1%), and 29 others were poor (43,9%). Result of bivariate analysis showed there were no correlation between age (p=1,000), sex (p=1,000), level of education (p=1,000) and length of work (p=0,366) with nurse performance, there were a significant correlation between head ward managerial functions with nurse performance giving nurse care in inpatients (p=0,034). This study concluded to get best nurse performance when giving nurse care to inpatients the nurse should improving themselves such nursing care plan documentation, nurse need to take higher educational level.

(2)

PENDAHULUAN

Rumah Sakit adalah suatu bagian menyeluruh (integeral) dari organisasi sosial dan medis, berfungsi memberikan pelayanan kesehatan yang lengkap kepada masyarakat, baik kuratif maupun rehabilitatif, dimana pelayanan keluarnya menjangkau keluarga dan lingkungan, dan rumah sakit juga merupakan pusat untuk latihan tenaga kesehatan serta untuk penelitian biososial. Fungsi dan beban tugas yang luas tersebut rumah sakit merupakan organisasi yang padat modal dan padat karya. Pelaksanaan fungsi-fungsi, rumah sakit terdiri dari berbagai macam profesi, untuk itu diperlukan pengelolaan sumber daya manusia dengan baik agar tercapai tujuan organisasi yang efektif dan efisien (Ilyas, 2002, hlm.55). Rumah Sakit Umum Daerah Ungaran dengan luas tanah 6.130 m² dan luas bangunan 8.204 m², dari tahun ke tahun diadakan perubahan untuk mencukupi kebutuhan masyarakat akan sarana kesehatan. Sarana kesehatan yang baik didukung oleh mutu pelayanan kesehatan yang baik pula. Upaya yang sangat penting dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan adalah meningkatkan mutu pelayanan seperti asuhan keperawatan dan manajemen keperawatan. Penerapan manajemen keperawatan di ruang rawat inap diperlukan seorang kepala ruang yang memenuhi standar sebagai manajerial. Fungsi rumah sakit yang baik harus didukung manajemen yang baik. Grant dan Massey (1997 dalam Nursalam, 2011, hlm.49) manajemen merupakan suatu pendekatan yang dinamis dan proaktif dalam menjalankan suatu kegiatan di organisasi. Manajemen tersebut mencakup kegiatan planning, organizing, actuating, controlling terhadap staf, sarana dan prasarana dalam mencapai tujuan organisasi. Manajemen keperawatan dalam pelaksanaannya di ruang rawat inap dipimpin oleh kepala ruang. Kepala ruang sebagai pimpinan keperawatan harus memiliki ketrampilan dalam komunikasi, ketrampilan kepemimpinan dalam pelayanan keperawatan yang efektif dan efisien, kemampuan memberi motivasi kepada staf, keterampilan mengatur waktu serta mampu memecahkan masalah dan mengambil keputusan (Swansburg, 2000). Proses keperawatan adalah metode di mana suatu konsep diterapkan dalam praktik keperawatan. Hal ini dapat disebut sebagai suatu pendekatan untuk memecahkan

masalah (problem-solving) yang memerlukan ilmu, teknik, dan keterampilan interpersonel yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan klien, keluarga, dan masyarakat. Proses keperawatan terdiri atas lima tahap yang berurutan dan saling berhubungan, yaitu pengkajian, diagnosis, perencanaan, implementasi, dan evaluasi (Iyer et.al, 1996). Tahap-tahap tersebut berintegerasi terhadap fungsi intelektual problem-solving dalam mendefinisikan suatu asuhan keperawatan (Nursalam, 2008, hlm.1).

Proses manajemen keperawatan sejalan dengan proses keperawatan sebagai salah satu metode pelaksanaan asuhan keperawatan secara profesional, sehingga diharapkan keduanya dapat saling mendukung. Manajemen keperawatan terdiri atas pengumpulan data, identifikasi masalah, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi hasil. Karena manajemen keperawatan mempunyai kekhususan terhadap mayoritas tenaga daripada seorang pegawai, maka setiap tahapan dalam proses manajemen lebih rumit jika dibandingkan dengan proses keperawatan (Nursalam, 2011, hal.49). Berdasarkan hasil studi pendahuluan wawancara yang dilakukan peneliti pada tanggal 20 November 2012 di RSUD Ungaran dengan kepala ruang di ruang Mawar dan ruang Cempaka, fungsi manajemen yaitu fungsi perencanaan bervariasi di setiap ruang. Fungsi pengorganisasian di ruang Mawar dan Cempaka dalam pelaksanaannya berbeda di setiap ruang. Fungsi pengarahan dilakukan oleh kepala ruang atau ketua tim dalam pelaksanaannya berbeda di setiap ruang. Fungsi pengawasan seperti supervisi langsung maupun tidak langsung oleh kepala ruang atau ketua tim berbeda di setiap ruang. Hasil wawancara dengan kepala bidang keperawatan, fungsi-fungsi manajemen keperawatan memang belum sepenuhnya dilakukan dengan baik karena keterbatasan waktu dan tenaga kerja. Hasil observasi terkait pelaksanaan asuhan keperawatan yang dilakukan perawat, perawat terlihat melaksanakan tindakan asuhan keperawatan secara keseluruhan berdasarkan keluhan pasien dan belum lengkapnya pendokumentasian asuhan keperawatan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas fungsi manajerial kepala ruang terhadap kinerja perawat

(3)

pelaksana dalam melaksanakan asuhan keperawatan di ruang rawat inap RSUD Ungaran.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional, populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat pelaksana di ruang rawat inap kelas I, II, dan III RSUD Ungaran yang berjumlah 68 perawat, tersebar di 5 ruang rawat inap. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 66 perawat pelaksana menggunakan teknik total sampling, dimana responden sesuai dengan kriteria inklusi, penelitian dilakukan pada Februari-Juni 2013.

Instrumen pengumpulan data menggunakan kuesioner terstruktur yang terdiri dari Kuesioner A untuk mendapatkan data mengenai karakteristik perawat. Kuesioner B untuk mendapatkan data mengenai fungsi manajemen kepala ruang meliputi fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan. Lembar checklist untuk mendapatkan data mengenai pelaksanaan asuhan keperawatan meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, implementasi, tindakan keperawatan, dan evaluasi keperawatan.

Instrumen yang digunakan telah melalui tahap uji validitas dan uji reliabilitas di RSUD Ambarawa, dimana perawat di rumah sakit tersebut mempunyai karakteristik yang sama dengan tempat penelitian.

Cara analisis data yaitu univariat untuk mengetahui distribusi frekuensi variabel yang diteliti. Bivariat untuk melihat hubungan antara variabel yang diteliti menggunakan uji Chi Square.

HASIL PENELITIAN

1. Karakteristik perawat (umur, jenis kelamin, pendidikan dan lamanya bekerja)

Tabel 1

Distribusi Frekuensi Karakteristik Perawat di Ruang Rawat Inap

RSUD Ungaran, Maret 2013 (n=66) Karakteristik Jumlah % Umur < 32 tahun ≥ 32 tahun 26 40 39,4 60,6 Total 66 100 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 11 55 16,7 83,3 Total 66 100 Pendidikan D3 S1 63 3 95,5 4,5 Total 66 100 Lamanya bekerja < 5 tahun ≥ 5 tahun 28 38 42,4 57,6 Total 66 100

Berdasarkan tabel tersebut diperoleh informasi tentang karakteristik perawat pelaksana di ruang rawat inap RSUD Ungaran paling banyak meliputi berusia ≥ 32 tahun 40 orang (60,6%), berjenis kelamin perempuan 55 orang (83,3%), berpendidikan D3 Keperawatan 63 orang (95,5%) dengan lamanya bekerja ≥ 5 tahun 38 orang (57,6%). 2. Gambaran Fungsi Manajerial Kepala

Ruang

Diagram 1

Distribusi Frekuensi Fungsi Manajerial Kepala Ruang di Ruang Rawat Inap

RSUD Ungaran, Maret 2013 (n=66)

Berdasarkan diagram diatas menunjukkan fungsi manajerial kepala ruang yang dipersepsikan oleh perawat sebanyak 37

(4)

orang (56,1%) mempersepsikan baik sedangkan fungsi manajerial kepala ruang yang dipersepsikan oleh perawat sebanyak 29 orang (43,9%) kurang baik.

3. Gambaran Kinerja Perawat Pelaksana dalam Melaksanakan Asuhan Keperawatan

Diagram 2

Distribusi Kinerja Perawat Pelaksana dalam Melaksanakan Asuhan Keperawatan di

Ruang Rawat Inap RSUD Ungaran, Maret 2013 (n=66)

Berdasarkan diagram diatas menggambarkan bahwa kinerja perawat pelaksana dalam melaksanakan asuhan keperawatan menyatakan baik 29 orang (43,9%) sedangkan kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan menyatakan kurang baik 37 orang (56,1%).

4. Hubungan umur perawat dengan kinerja perawat pelaksana dalam melaksanakan asuhan keperawatan

Tabel 2

Analisis Hubungan Umur Perawat dengan Kinerja Perawat Pelaksana dalam Melaksanakan Asuhan Keperawatan di Ruang Rawat Inap RSUD Ungaran,

Maret 2013 (n=66)

Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan antara umur perawat dengan kinerja perawat pelaksana dalam melaksanakan asuhan keperawatan (p=1,000 > α=0,05 artinya tidak berhubungan secara signifikan).

5. Hubungan jenis kelamin perawat dengan kinerja perawat pelaksana dalam melaksanakan asuhan keperawatan

Tabel 3

Analisis Hubungan Jenis Kelamin Pasien dengan Kinerja Perawat Pelaksana dalam Melaksanakan Asuhan Keperawatan di

Ruang Rawat Inap RSUD Ungaran, Maret 2013 (n=66) Karakteristik Kinerja Perawat Pelaksana dalam Melaksanakan Asuhan Keperawatan p Baik Kurang Baik f % f % Jenis Kelamin Laki-laki 5 45,5 6 54,5 1,000 Perempuan 24 43,6 31 56,4

Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan jenis kelamin dengan kinerja perawat pelaksana dalam melaksanakan asuhan keperawatan (p=1,000 > α=0,05 artinya tidak berhubungan secara signifikan). 6. Hubungan pendidikan perawat dengan

kinerja perawat pelaksana dalam melaksanakan asuhan keperawatan

Tabel 4

Analisis Hubungan Pendidikan Perawat dengan Kinerja Perawat Pelaksana dalam

Melaksanakan Asuhan Keperawatan di Ruang Rawat Inap RSUD Ungaran,

Maret 2013 (n=66) Karakteristik Kinerja Perawat Pelaksana dalam Melaksanakan Asuhan Keperawatan p Baik Kurang Baik f % f % Pendidikan D3 28 44,4 35 55,6 1,000 S1 1 33,3 2 66,7

Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan antara pendidikan dengan kinerja perawat pelaksana dalam melaksanakan asuhan keperawatan (p=1,000 > α=0,05 artinya tidak berhubungan secara signifikan). Karak

teristik

Kinerja Perawat Pelaksana dalam Melaksanakan

Asuhan Keperawatan p Baik Kurang Baik

f % f % Umur < 32 tahun 11 42,3 15 57,7 1,000 ≥ 32 tahun 18 45 22 55

(5)

7. Hubungan lamanya bekerja dengan kinerja perawat pelaksana dalam melaksanakan asuhan keperawatan

Tabel 5

Analisis Hubungan Lamanya Bekerja dengan Kinerja Perawat Pelaksana dalam Melaksanakan Asuhan Keperawatan di Ruang Rawat Inap RSUD Ungaran,

Maret 2013 (n=66)

Karakteristik

Kinerja Perawat Pelaksana dalam Melaksanakan Asuhan

Keperawatan p Baik Kurang Baik f % f % Lamanya Bekerja < 5 tahun 10 35,7 18 64,3 0,366 ≥ 5 tahun 19 50 19 40

Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan antara lamanya bekerja dengan kinerja perawat pelaksana dalam melaksanakan asuhan keperawatan (p=0,366 > α=0,05 artinya tidak berhubungan secara signifikan).

8. Hubungan fungsi manajerial kepala ruang dengan kinerja perawat pelaksana dalam melaksanakan asuhan keperawatan

Tabel 6

Analisis Hubungan Fungsi Manajemen Kepala Ruang terhadap Kinerja Perawat Pelaksana dalam Melaksanakan Asuhan Keperawatan di Ruang Rawat Inap RSUD

Ungaran, Maret 2013 (n=66)

Karakteristik

Kinerja Perawat Pelaksana dalam Melaksanakan

Asuhan Keperawatan p Baik Kurang Baik

f % f %

Fungsi Manajemen

Baik 21 56,8 16 43,2 0,034* Kurang Baik 8 27,6 21 72,4

Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan fungsi manajemen dengan kinerja perawat pelaksana dalam melaksanakan asuhan keperawatan (p=0,034 < α=0,05 artinya berhubungan secara signifikan). Berdasarkan nilai OR, dapat disimpulkan bahwa kepala ruang yang memberikan fungsi manajemen

mempunyai peluang 3,44 kali untuk meningkatkan kinerja perawat pelaksana dalam melaksanakan asuhan keperawatan dengan baik.

PEMBAHASAN

1. Hubungan umur perawat dengan kinerja perawat pelaksana dalam asuhan keperawatan

Hasil analisis univariat terhadap umur perawat menunjukkan bahwa penelitian ini didominasi oleh perawat yang berumur ≥ 32 tahun yaitu sebanyak 40 orang (60,6%), sedangkan yang berumur < 32 tahun yaitu sebanyak 26 orang (39,4%). Hal ini menunjukkan bahwa perawat pelaksana di RSUD Ungaran lebih banyak merupakan usia dewasa. Hasil analisis bivariat dengan menggunakan kai kuadrat didapatkan hasil bahwa perawat yang berumur < 32 tahun memiliki kinerja dalam melaksanakan asuhan keperawatan lebih rendah sebanyak 11 orang (42,3%), sedangkan perawat yang berumur ≥ 32 tahun memiliki kinerja dalam melaksanakan asuhan keperawatan lebih tinggi sebanyak 18 orang (45%), dengan derajat kepercayaan 95% terhadap umur dengan kinerja perawat pelaksana dalam melaksanakan asuhan keperawatan (p=1,000 > α=0,05 artinya tidak signifikan). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara umur dengan kinerja perawat pelaksana dalam asuhan keperawatan.

Hasil penelitian ini sesuai dengan yang diungkapkan Robbins & Judge (2008, hlm.65), dimana semakin tua umur seeorang, makin besar komitmennya terhadap organisasi, hal ini dikarenakan kesempatan seseorang untuk mendapatkan pekerjaan lain menjadi terbatas sejalan dengan meningkatnya umur.

Berbeda dengan hasil penelitian Samsualam (2008, ¶12) yang menunjukkan hasil ada hubungan yang bermakna antara usia dengan kinerja perawat. Perawat pada kelompok umur diatas 40 tahun mempunyai kemungkinan untuk memiliki kinerja yang lebih rendah karena mempunyai tingkat produktifitas sudah menurun yang akhirnya dapat menyebabkan penurunan terhadap tingkat

(6)

kinerja asuhan keperawatan, dengan demikian perawat yang sudah mencapai umur lebih dari 40 tahun mendekati lanjut usia sebaiknya tidak ditempatkan di ruang perawatan dengan beban kerja yang cukup banyak dan diberi tugas shift. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Sigit (2009) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara usia dengan kinerja perawat pelaksana. Mulyaningsih (2012, ¶30) bahwa semua perawat pada usia berapapun dapat menunjukkan kinerja yang baik. Umur perawat yang mengikuti program orientasi biasanya tidak terlalu jauh dan rata-rata mereka sudah mempunyai nilai-nilai sebagai seorang perawat dalam menjalankan peran dan fungsinya sebagai, sejak lulus pendidikan keperawatan hingga sepanjang kehidupannya sehingga umur saja tidak dapat dijadikan patokan untuk menilai kinerja perawat pelaksana, dikarenakan masih ada unsur kemampuan yang luas antara lain yang menyangkut aspek pengetahuan, sikap dan keterampilan (Hartiti, 2012, ¶14).

2. Hubungan jenis kelamin perawat dengan kinerja perawat pelaksana dalam melaksanakan asuhan keperawatan Hasil analisis univariat terhadap jenis kelamin perawat menunjukkan bahwa hasil penelitian ini didominasi oleh perawat perempuan yaitu sebanyak 55 orang (83,3%) dibanding dengan perawat laki-laki 11 orang (16,7%). Hal ini menunjukkan bahwa perawat pelaksana di RSUD Ungaran lebih banyak berjenis kelamin perempuan.

Hasil analisis bivariat dengan menggunakan kai kuadrat didapatkan hasil bahwa perawat yang berjenis kelamin laki-laki memiliki kinerja dalam melaksanakan asuhan keperawatan lebih tinggi sebanyak 5 orang (45,5%) dibanding dengan perawat yang berjenis kelamin perempuan memiliki kinerja dalam melaksanakan asuhan keperawatan lebih rendah sebanyak 24 orang (43,6%). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kinerja perawat pelaksana dalam asuhan keperawatan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perawat laki-laki mempunyai kinerja yang

baik, hal ini didukung oleh penelitian Hestya (2012, ¶18) bahwa perawat laki – laki lebih cenderung melakukan kontak langsung dengan pasien karena rata – rata tidak menyukai kegiatan dalam ruangan kerja seperti kegiatan yang berhubungan dengan tulis menulis. Perawat laki-laki lebih cenderung melakukan tindakan keperawatan yang membutuhkan banyak tenaga seperti memindahkan pasien dan lain-lain. Kegiatan yang berhubungan dengan dokumentasi kegiatan keperawatan lebih sering dilakukan oleh perawat perempuan. Jenis kelamin laki-laki memiliki kemampuan fisik lebih besar dibandingkan wanita menjadikan aktifitas fisik yang dilakukan masih terbatas (Kasmarani, 2012, ¶14).

Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Mustofa (2008) bahwa pengaruh jenis kelamin dalam bekerja sangat dipengaruhi oleh jenis pekerjaan yang akan dikerjakan. Samsualam (2008, ¶16) yang menyatakan bahwa perawat perempuan lebih besar kemungkinan memiliki kinerja yang lebih baik, dibandingkan dengan perawat laki-laki namun hal ini bisa saja karena jumlah perawat laki-laki lebih sedikit dan kebanyakan dalam menghadapi pekerjaan sebagai perawat membutuhkan keterampilan, keuletan dan kesabaran dengan mother instinct yang hal ini lebih pada perawat perempuan. Seorang perempuan memiliki sifat atau naluri keibuan yang sangat dibutuhkan bagi seorang perawat. Dengan sifat atau naluri yang dimiliki tersebut maka diharapkan perawat perempuan dapat lebih memberikan perhatian kepada pasien. Karena perhatian yang diberikan oleh perawat dapat meningkatkan kenyamanan pasien selama dirawat di rumah sakit. (Mulyaningsih, 2012, ¶32).

Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Sigit (2009) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan kinerja perawat pelaksana. Hal ini sesuai dengan Robbins (2006, hlm.65) tidak terdapat perbedaan yang konsisten pada pria dan wanita dalam hal kemampuan memecahkan masalah, menganalisis, dorong kompetetif, motivasi, sosiabilitas, atau kemampuan belajar. Tidak ada perbedaan gender, karena sejak masa pendidikan keperawatan baik perempuan maupun laki-laki mempunyai pengalaman belajar yang sama dalam mencapai

(7)

kompetensi dan tujuan kurikulum pendidikan keperawatan. Dalam menjalankan tugasnya perawat perempuan dan laki-laki mempunyai tanggung jawab dan akontabilitas yang sama (Hartiti, 2001, ¶15).

3. Hubungan pendidikan dengan kinerja perawat pelaksana dalam melaksanakan asuhan keperawatan

Hasil analisis univariat terhadap pendidikan menunjukkan bahwa hasil penelitian ini didominasi oleh perawat yang berpendidikan D3 Keperawatan yaitu sebanyak 63 orang (95,5%) dibanding dengan yang berpendidikan S1 Keperawatan sebanyak 3 orang (4,5%). Hal ini menunjukkan bahwa perawat pelaksana di RSUD Ungaran lebih banyak yang berpendidikan rendah (D3 Keperawatan).

Hasil analisis bivariat dengan menggunakan kai kuadrat didapatkan hasil bahwa perawat yang berpendidikan D3 Keperawatan memiliki kinerja dalam melaksanakan asuhan keperawatan lebih tinggi sebanyak 28 orang (44,4%) dibanding dengan perawat yang berpendidikan S1 Keperawatan memiliki kinerja dalam melaksanakan asuhan keperawatan lebih rendah sebanyak 1 orang (33,3%). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan kinerja perawat pelaksana dalam asuhan keperawatan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perawat yang berpendidikan D3 Keperawatan memiliki kinerja perawat pelaksana dalam melaksanakan asuhan keperawatan lebih tinggi karena D3 Keperawatan memiliki jumlah sampel yang lebih banyak dibanding dengan perawat yang berpendidikan S1 Keperawatan. Di RSUD Ungaran sebagian perawat sedang menjalankan pendidikan formalnya, sehingga kemungkinan hal tersebut dapat mempengaruhi belum adanya peningkatan kinerja perawat. Karena jika perawat belum menyelesaikan studinya maka kompetensi profesionalnya juga belum meningkat, sehingga akan mempengaruhi kinerjanya dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien. Kasmarani (2012, ¶14) bahwa pendidikan D3 yang lebih bersifat praktis

menjadikan perawat terbiasa dan terlatih dalam menangani pasien. Proses belajar dapat dilakukan oleh pekerja pada saat mengerjakan pekerjaan.

Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan Hariandja (2007, hlm.28) seseorang dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi memiliki pengetahuan dan keterampilan yang lebih baik dalam kemampuan menyelesaikan pekerjaan dan dengan pendidikan yang lebih tinggi akan berusaha untuk mengaktualisasikan diri terhadap lingkungan bahwa dirinya mampu berkomitmen terhadap pekerjaan. Tingkat pendidikan tenaga kerja yang makin tinggi mengakibatkan keinginan otonomi yang lebih besar terhadap pekerjaan

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Samsualam (2008) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan kinerja perawat pelaksana. Hal ini sesuai dengan Robbins (2006, hlm.65) tidak terdapat perbedaan yang konsisten pada pria dan wanita dalam hal kemampuan memecahkan masalah, menganalisis, dorong kompetetif, motivasi, sosiabilitas, atau kemampuan belajar.

4. Hubungan lamanya bekerja dengan kinerja perawat pelaksana dalam melaksanakan asuhan keperawatan Hasil analisis univariat terhadap lamanya bekerja menunjukkan bahwa hasil penelitian ini didominasi oleh perawat yang bekerja ≥ 5 tahun yaitu sebanyak 38 orang (57,6%) dibanding dengan perawat yang bekerja < 5 tahun sebanyak 28 orang (42,4%). Hal ini menunjukkan bahwa perawat pelaksana di RSUD Ungaran lebih banyak yang bekerja ≥ 5 tahun. Hasil analisis bivariat dengan menggunakan kai kuadrat didapatkan hasil bahwa perawat yang bekerja < 5 tahun memiliki kinerja dalam melaksanakan asuhan keperawatan lebih rendah sebanyak 10 orang (35,7)% dibanding dengan perawat yang bekerja ≥ 5 lebih tinggi sebanyak 19 orang (50%). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara lamanya bekerja dengan kinerja perawat pelaksana dalam asuhan keperawatan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lamanya bekerja perawat pelaksana

(8)

menunjukkan kinerja lebih bagus, hal ini didukung oleh Robbin (2008, hlm.68), dimana semakin lama seseorang berada dalam satu pekerjaan, semakin kecil kemungkinannya untuk mengundurkan diri.

Penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian Rudianti (2011) yang menunjukkan hasil ada hubungan yang bermakna antara lama bekerja dengan kinerja perawat. Hal ini sesuai dengan Samsualam (2008, ¶19), bahwa masa kerja muda masih segar dan belum terdapat kejenuhan dalam dirinya dan sesuai dengan pengamatan peneliti makin senior seorang perawat maka semakin jauh dari pasien dan lingkup pekerjaannya lebih berkaitan dengan manajemen. Masa kerja juga dapat mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang dalam menunjukkan kinerjanya. Sehingga seharusnya perawat yang masa kerjanya lebih lama mampu menunjukkan kinerja yang lebih baik. Namun pada kenyataannya, orang yang yang memiliki masa kerja yang lebih lama kadang-kadang produktivitasnya menurun karena terjadi kebosanan (Mulyaningsih, 2012, ¶40).

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Sigit (2009) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara lama bekerja dengan kinerja perawat pelaksana. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Mulyaningsih (2012, ¶39) perawat yang masa kerjanya lama maupun baru mempunyai peluang yang sama untuk menunjukkan kinerja yang baik.

5. Pengaruh fungsi manajerial kepala ruang terhadap kinerja perawat pelaksana dalam melaksanakan asuhan keperawatan a. Gambaran fungsi manajemen

Hasil analisis univariat terhadap fungsi manajemen kepala ruang menunjukkan bahwa hasil penelitian ini didominasi fungsi manajerial kepala ruang yang dipersepsikan oleh perawat sebanyak 37 orang (56,1%) mempersepsikan baik sedangkan fungsi manajerial kepala ruang yang dipersepsikan oleh perawat sebanyak 29 orang (43,9%) kurang baik. Penelitian ini didukung oleh penelitian Parmin (2009) menunjukkan hasil penelitian terhadap fungsi manajemen kepala ruang menunjukkan perawat yang memiliki persepsi baik terhadap

fungsi pengorganisasian, fungsi pengarahan, dan fungsi pengawasan lebih tinggi persentasenya dibanding perawat dengan persepsi kurang. Hal ini merupakan modal positif bagi kepala ruang dalam memimpin dan menggerakkan staf perawat untuk senantiasa memberikan asuhan keperawatan yang baik.

Fungsi pengarahan (manajemen) bila dilaksanakan secara konsisten oleh kepala ruang dan ketua tim, berpeluang meningkatkan kepuasan kerja. Kepala ruang dan ketua tim mampu membuat perawat pelaksana merasa dianggap penting, berharga, dan dibutuhkan dalam pekerjaan, memperoleh penghargaan yang adil, mendapat pengaruh positif rekan kerja, menurunkan respon emosional, meningkatkan prestasi kerja, pengembangan diri, otonomi, mendapat pengawasan partisipatif, serta hubungan kerja yang baik (Sigit, 2008, ¶25).

Berbeda dengan hasil penelitian (Warsito, 2006, ¶15) menunjukkan bahwa dimana kepala ruang masih ada yang belum melaksanakan fungsi pengendalian (manajemen) dengan baik, seperti belum melaksanakan dokumentasi asuhan keperawatan, survei kepuasan klien dan keluarga, survei kepuasan perawat dan tenaga kesehatan lain, dan menghitung lama hari rawat. Ini dikarenakan belum tersedianya standar dan format. b. Gambaran kinerja perawat pelaksana

dalam melaksanakan asuhan keperawatan

Hasil analisis univariat terhadap kinerja perawat pelaksana dalam melakukan asuhan keperawatan menunjukkan bahwa hasil penelitian ini didominasi oleh kinerja perawat pelaksana dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang kurang baik 37 orang (56,1%) sedangkan kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan menyatakan baik 29 orang (43,9%). Penelitian ini didukung oleh penelitian Hadju (2009) dan Mulyaningsih (2012) menunjukkan bahwa kinerja perawat pelaksana memiliki persentase kurang baik lebih dari separuh, kondisi ini menggambarkan bahwa perawat seharusnya memiliki

(9)

kinerja yang baik, melaksanakan asuhan keperawatan dan pendokumentasian yang baik agar dapat memberikan pelayanan keperawatan yang baik.

Pemberian asuhan keperawatan merupakan prioritas yang menggambarkan kinerja perawat. Kinerja perawat yang baik memberikan asuhan keperawatan yang baik pula. Namun perawat pelaksana di RSUD Ungaran memiliki kinerja yang masih kurang dari separuh. Kondisi perawat yang kurang mempunyai inisiatif ataupun kreatif sehingga akan mempengaruhi pelayanan terhadap pasien dalam memberikan asuhan keperawatan dan pasien yang sangat membutuhkan tindakan yang cepat dan tepat. Kepala ruang merupakan manajer tingkat pertama yang mempunyai wewenang dan tanggungjawab dalam mengelola pelayanan keperawatan kepada pasien. Kepala ruang mempunyai tugas dalam mempengaruhi, menggerakkan dan mengarahkan perawat agar dapat bekerja dengan baik (Sugijati, 2007, ¶15).

c. Hubungan fungsi manajerial kepala ruang dengan kinerja perawat pelaksana dalam melaksanakan asuhan keperawatan

Hasil analisis hubungan fungsi manajemen terhadap kinerja perawat pelaksana dalam melaksanakan asuhan keperawatan menurut persepsi perawat diperoleh bahwa kepala ruang yang memberikan fungsi manajemen tinggi sebanyak 21 orang (56,8%), sedangkan perawat yang mempersepsikan kepala ruang yang kurang memberikan fungsi manajemen diperoleh lebih rendah 8 orang (27,6%). Hasil uji statistik menunjukkan ada pengaruh fungsi manajemen terhadap kinerja perawat pelaksana dalam melaksanakan asuhan keperawatan (p=0,034 < α=0,05 artinya signifikan). Berdasarkan nilai OR, dapat disimpulkan bahwa kepala ruang yang memberikan fungsi manajemen mempunyai peluang 3,44 kali untuk meningkatkan kinerja perawat pelaksana dalam melaksanakan asuhan keperawatan dengan baik.

Manajerial keperawatan dari kepala ruang harus menerapkan fungsi manajemennya secara baik untuk mendukung dalam pelaksanaan pelayanan keperawatan oleh perawat pelaksana. Hal ini sesuai dengan Suarli & Bahtiar (2010, hlm. 116) manajer keperawatan terlibat dalam proses manajerial yang melibatkan berbagai fungsi manajemen, dalam rangka mempengaruhi dan menggerakkan bawahan agar mampu memberikan asuhan keperawatan yang memadai.

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Parmin (2009) dan Warsito (2006) dengan p (pengarahan = 0,002, pengawasan = 0,007) yang menyatakan bahwa ada pengaruh fungsi manajemen terhadap kinerja perawat pelaksana. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa menurut persepsi perawat diperoleh kepala ruang yang memberikan fungsi manajemen tinggi sebanyak 21 orang (56,8%), sedangkan perawat yang mempersepsikan kepala ruang yang kurang memberikan fungsi manajemen diperoleh lebih rendah 8 orang (27,6%). Parmin (2009) dalam memotivasi para bawahan, manajer hendaknya menyediakan peralatan, menciptakan suasana kerja yang baik, dan memberikan kesempatan untuk promosi sehingga memungkinkan para bawahan meningkatkan semangat kerjanya untuk mencapai kebutuhan akan prestasi.

Hasil penelitian (Warsito, 2006, ¶24) menunjukkan persepsi perawat pelaksana tentang fungsi manajemen kepala ruang telah melakukan penilaian pelaksanaan asuhan keperawatan, melakukan supervisi langsung, saat supervisi memperhatikan kemajuan dan kualitas asuhan keperawatan, terlibat perbaikan asuhan keperawatan, menilai pengetahuan dan ketrampilan perawat dalam asuhan keperawatan, dan menggunakan standar untuk menilai asuhan keperawatan, mengadakan pertemuan maupun konferensi untuk menyelesaikan masalah, melaksanakan penilaian asuhan keperawatan, supervisi langsung dan membimbing perawat.

(10)

Fungsi manajemen yang dilakukan oleh kepala ruang belum sepenuhnya terlaksana dengan baik, hal ini didukung dengan hasil penelitian Warsito (2006) dengan p (perencanaan = 0,542, pengorganisasian = 0,982) yang menunjukkan hasil tidak ada pengaruh fungsi manajemen terhadap kinerja perawat pelaksana. Hal ini disebabkan karena perawat pelaksana dalam memberikan asuhan keperawatan masih bersifat rutinitas saja, sehingga pekerjaan yang dilakukan oleh perawat belum terencana dengan baik. Proses manajemen keperawatan sejalan dengan proses/asuhan keperawatan sebagai salah satu metode pelaksanaan asuhan keperawatan secara profesional, sehingga diharapkan keduanya dapat saling mendukung (Nursalam, 2008, hlm.49). Pemberian asuhan keperawatan merupakan prioritas yang menggambarkan kinerja perawat. Kinerja perawat yang baik memberikan asuhan keperawatan yang baik pula. Perawat harus mempunyai kemampuan dalam tugas dan tanggungjawab dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang baik, hal ini didukung dari hasil penelitian Sugijati (2007) dan hasil penelitian Siahaan (2010) menunjukkan gambaran kinerja perawat baik lebih dari separuh. Siahaan (2010, ¶20) bahwa hasil yang baik akan dicapai jika semua kegiatan proses asuhan keperawatan dari pengkajian sampai evaluasi dilakukan dengan benar dan tepat. Semua proses asuhan keperawatan keperawatan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya, dengan ini semua tahapan asuhan keperawatan harus sesuai dengan standar agar hasil dapat dicapai.

SIMPULAN

1. Karakteristik perawat yang menjadi responden penelitian sebagian besar adalah berjenis kelamin perempuan, berpendidikan D3 Keperawatan, rata-rata umur ≥ 32 tahun dan lama bekerja lebih dari lima tahun.

2. Gambaran fungsi manajemen yang baik dipersepsikan oleh perawat lebih dari separuh dari perawat yang menjadi sampel dalam penelitian ini.

3. Gambaran kinerja perawat pelaksana yang dipersepsikan oleh peneliti adalah bahwa perawat pelaksana yang memiliki kinerja kurang baik berjumlah lebih dari separuh dari jumlah sampel yang ada.

4. Tidak adanya hubungan antara karakteristik perawat meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan dan lama bekerja dengan kinerja perawat pelaksana dalam melaksanakan asuhan keperawatan.

5. Adanya pengaruh fungsi manajerial kepala ruang terhadap kinerja perawat pelaksana dalam melaksanakan asuhan keperawatan, artinya bila kepala ruang memberikan fungsi manajemen yang baik maka dapat meningkatkan kinerja perawat pelaksana dalam melaksanakan asuhan keperawatan.

SARAN 1. Rumah Sakit

a. Manajemen RSUD Ungaran

Memberikan orientasi bagi staf baru mengenai kebijakan dan aturan yang harus ditaati dalam bekerja, diharapkan rumah sakit dapat mengevaluasi pelaksanaan fungsi manajemen kepala ruang dan meningkatkan kinerja perawat pelaksana dalam pelaksanaan asuhan keperawatan dengan diadakan pelatihan.

b. Kepala ruang

Memberikan kesempatan kepada perawat untuk melanjutkan pendidikan formal ke jenjang yang lebih tinggi, menilai kegiatan asuhan keperawatan yang dilakukan oleh perawat, meningkatkan pengetahuan dan wawasan dalam menjalankan fungsi-fungsi manajemen keperawatan.

c. Perawat

Mengembangkan diri dengan melanjutkan jenjang pendidikan formal, perawat lebih meningkatkan kinerja dalam melaksanakan asuhan keperawatan secara optimal seperti dalam menetapkan tujuan dan diagnosa keperawatan sesuai kondisi kesehatan pasien dan mendokumentasikan dalam catatan keperawatan.

2. Pendidikan Keperawatan

Penelitian ini dapat menjadikan bahan pengembangan ilmu pengetahuan dalam manajemen keperawatan, dapat

(11)

memperluas pengetahuan dan pengalaman dalam menganalisis fungsi manajerial kepala ruang dan kinerja perawat pelaksana dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Institusi perlu untuk memberikan praktek laboratorium manajemen kepada mahasiswa agar mahasiswa terlatih untuk memberikan pelayanan asuhan keperawatan kepada pasien dengan baik.

3. Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini dapat mengembangkan penelitian serupa dengan desain yang berbeda mengenai variabel fungsi-fungsi manajemen dan kinerja perawat pelaksana, serta dapat menjadi dasar bagi peneliti selanjutnya supaya dapat mengembangkan penelitian dengan variabel-variabel yang lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Hadju, L. (2009). Hubungan karakteristik individu dan organisasi terhadap kinerja asuhan keperawatan di unit rawat inap RSUD Kabupaten Muna. http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admi n/jurnal/6210108112_0216-2482.pdf diperoleh tanggal 29 November 2012

Hariandja, MTE. (2007). Manajemen sumber daya manusia. Jakarta : Grasindo

Hartiti, T. (2001). Program orientasi dan karakteristik dengan kinerja perawat pelaksana di RS Roemani PKU Muhammadiyah Semarang. http://www.google.com/url?sa =t&rct=j&q=&esrc=s&source= web&cd=9&cad=rja&ved=0C FEQFjAI&url=http%3A%2F% 2Fjurnal.unimus.ac.id%2Finde x.php%2Fpsn12012010%2Fart icle%2Fview%2F510%2F559 &ei=zVqZUc2iBoOzrgf3q4BY &usg=AFQjCNFJ_gG348FtQ V_ARx2wHfExO97jw&sig2=a hi-E1bCd3UcwXXW5QRAEg&b vm=bv.46751780,d.bmk diperoleh tanggal 19 Mei 2013 Hestya, I. (2012). Hubungan kerja shift

terhadap kelelahan perawat IRNA RSUD dr. Sayidiman Magetan. http://www.google.com/url?sa =t&rct=j&q=&esrc=s&source= web&cd=7&cad=rja&ved=0C E4QFjAG&url=http%3A%2F %2Fweb.unair.ac.id%2Fadmin %2Ffile%2Ff_41725_inta1.doc x&ei=CPmZUeCXOIjyrQeLzo HYCw&usg=AFQjCNFApQg CqVUiJspEeU58AiOcVdIoow &sig2=B3Z2SLKYHnX4Lxca 23_TQQ&bvm=bv.46751780,d .bmk diperoleh tanggal 20 Mei 2013

Ilyas. (2002). Perencanaan sumber daya rumah sakit. Jakarta : FKM UI Kasmarani, MK. (2012). Pengaruh beban

kerja fisik dan mental terhadap stres kerja pada perawat di

IGD RSUD Cianjur.

http://www.slideshare.net/KUL IAHISKANDAR/pengaruh- beban-kerja-fisik-dan-mental- terhadap-stres-kerja-pada- perawat-di-instalasi-gawat-darurat-igd-rsud-cianjur diperoleh tanggal 20 Mei 2013 Mulyaningsih. (2012). Peningkatan kinerja

perawat dalam penerapan MPKP dengan supervisi oleh kepala ruang di RSJD Surakarta. http://www.google.com/url?sa =t&rct=j&q=&esrc=s&source= web&cd=8&cad=rja&ved=0C FMQFjAH&url=http%3A%2F %2Fwww.jurnal.stikes-aisyiyah.ac.id%2Findex.php%2 Fgaster%2Farticle%2Fdownloa d%2F48%2F45&ei=CPmZUe CXOIjyrQeLzoHYCw&usg=A FQjCNF_HvQKSPLdpxAotKz DX8PTsB3nGA&sig2=FWfhf pTuZCLlbMCdeW0ZJA&bvm =bv.46751780,d.bmk diperoleh tanggal 20 Mei 2013

Mustofa. (2008). Analisis pengaruh faktor individu, psikologi dan organisasi terhadap kinerja perawat pelaksana di RSJD Dr.

Amino Gondohutomo

Semarang. Tesis. Program Pascasarjana. Fakultas MIKM Universitas Diponegoro. Semarang : Tidak dipublikasikan

(12)

Nursalam. (2008). Proses dan dokumentasi keperawatan : konsep dan praktik. Jakarta : Salemba Medika

Nursalam. (2011). Manajemen keperawatan aplikasi dalam praktek keperawatan profesional. Jakarta : Salemba Medika Parmin. (2009). Hubungan pelaksanaan

fungsi manajemen kepala ruangan dengan motivasi perawat pelaksana di ruang rawat inap RSUP Undata Palu. Tesis. Program Pascasarjana. FIKUI. Jakarta : Tidak dipublikasikan

Rudianti, Y. (2011). Hubungan komunikasi organisasi dengan kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap salah satu Rumah Sakit Swasta Surabaya. Tesis. Program Pascasarjana. FIKUI. Jakarta : Tidak dipublikasikan Robbins, SP & Judge, TA. (2008). Perilaku

organisasi. Jakarta : Salemba Empat

Samsualam. (2008). Analisis hubungan karakteristik individu dan motivasi dengan kinerja asuhan keperawatan di BP Rumah Sakit Umum Labuang

Baji Makassar. http://journal.umi.ac.id/pdfs/An alisis_Hubungan_Karakteristik _Individu_dan_Motivasi_Deng an_Kinerja_Asuhan_Perawatan _di_BP_Rumah_Sakit_Umum _Labuang_Baji_Makassar.pdf diperoleh tanggal 16 November 2012

Rudianti, Y. (2011). Hubungan komunikasi organisasi dengan kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap salah satu Rumah Sakit Swasta Surabaya. Tesis. Program Pascasarjana. FIKUI. Jakarta : Tidak dipublikasikan Siahaan, DN. (2010). Kinerja perawat dalam

pemberian asuhan

keperawatan di Rumah Sakit TK II Putri Hijau Medan. http://jurnal.usu.ac.id/index.ph p/jkh/article/view/183/135

diperoleh tanggal 16 November 2012

Sigit, Achmat. (2009). Pengaruh fungsi pengarahan kepala ruang dan ketua tim terhadap kepuasan kerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Umum Daerah Blambangan Banyuwangi. http://ejournal.umm.ac.id/index .php/keperawatan/article/viewF ile/623/643_umm_scientific_jo urnal.pdf diperoleh tanggal 23 Maret 2012

Suarli & Bahtiar. (2010). Manajemen

keperawatan dengan

pendekatan praktis. Jakarta : Erlangga

Sugijati. (2007). Analisis gaya kepemimpinan kepala ruang terhadap kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan di Rumah

Sakit Mataram.

http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/ jurnal/2208328334.pdf

diperoleh tanggal 29 Oktober 2012

Swanburg, RC. (2000). Pengantar kepemimpinan dan manajemen keperawatan. Jakarta : EGC Warsito, BE. (2006). Pengaruh persepsi

perawat pelaksana tentang fungsi manajerial kepala ruang terhadap pelaksanaan

manajemen asuhan

keperawatan di ruang rawat inap RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang. http://ejournal.undip.ac.id/inde x.php/medianers/article/view/2 81/pdf diperoleh tanggal 23 Maret 2012

Referensi

Dokumen terkait

Penemuan kasus Leptospirosis dilakukan dengan cara deteksi dini pasif oleh petugas leptospirosis Puskesmas Kota Semarang yang 91,9% menunggu datangnya pasien masuk

Jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Umi Khasanah (1998), yang meneliti pengaruh sikap terhadap niat konsumen dalam menggunakan kereta

KPU Kabupaten Bangka Tengah telah menetapkan Sasaran Strategis Meningkatnya Kapasitas Lembaga Penyelenggara Pemilu/Pemilihan yang diukur melalui Persentase

 Membuat rancangan dalam bentuk gambar/tertulis kegiatan modifikasi media dan wadah tanam tanaman sayuran yang meliputi sarana produksi, teknik

Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan kawasan perairan yang potensial untuk daerah pengoperasian alat tangkap gombang berdasarkan faktor-faktor lingkungan perairan

Penggunaan metode ini menyebabkan router booting sequence dapat dianalisis dengan mudah secara tahap demi tahap, sehingga apabila ada keanehan atau malfungsi. pada proses,

Jika Bapak / Ibu/ Kakak/ Adik/ Saudara/i mengeluhkan sesuatu akibat kerokan kulit dan kuku tersebut seperti rasa nyeri yang tidak dapat ditahan, atau terdapat bintik-bintik

TOKYO,KYOTO,