• Tidak ada hasil yang ditemukan

PONDOK PESANTREN AL-FURQON AL-ISLAMI, GRESIK : PONDOK PESANTREN SALAFI PERTAMA DI JAWA TIMUR 1989-2015 M.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PONDOK PESANTREN AL-FURQON AL-ISLAMI, GRESIK : PONDOK PESANTREN SALAFI PERTAMA DI JAWA TIMUR 1989-2015 M."

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

i

PONDOK PESANTREN AL-FURQON AL-ISLAMI, GRESIK

(Pondok Pesantren Salafi Pertama di Jawa Timur 1989-2015 M)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana dalam Program Strata Satu (S-1) pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI)

Oleh:

Adib Faishal Hanif NIM: A0.22.12.029

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

viii

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “PONDOK PESANTREN FURQON AL-ISLAMI, GRESIK(Pondok Pesantren Salafi Pertama di Jawa Timur 1989-2015 M)”. Masalah yang diteliti dalam skripsi ini adalah: 1) bagaimana sejarah perkembangan Pondok Pesantren al-Furqon al-Islami? 2) bagaimana sistem pendidikan di Pondok Pesantren al-Furqon al-Islami? 3) bagaimana budaya pesantren di Pondok Pesantren al-Furqon al-Islami?

Penulisan skripsi ini disusun dengan menggunakan metode sejarah. Adapun metode penulisan sejarah yang digunakan penulis dengan menggunakan beberapa langkah yaitu heuristik (mengumpulkan arsip-arsip terkait dengan pembahasan yang ditujukan), verifikasi (kritik terhadap data), interpretasi (penafsiran) serta historiografi (penulisan sejarah). Sedangkan pendekatan dan kerangka teori yang digunakan adalah pendekatan historis (mendeskripsikan peristiwa yang terjadi pada masa lampau) dan teorikepemimpinan.

(7)

ix

ABSTRACT

This thesis is "ISLAMIC BOARDING SCHOOL FURQON AL-ISLAMI, Gresik (The First Salafi Boarding School in East Java from 1989 to 2015 AD)". Issues examined in this thesis are: 1) how is the historical

development of PondokPesantrenal-Furqan al-Islami? 2) howis the educational

system in PondokPesantrenal-Furqan al-Islami? 3) howis the culture of schools in

PondokPesantrenal-Furqan al-Islami?

This thesis have been prepared using the historical method. The writer method used of historical writing using steps that heuristics (collect archives related to the discussion addressed), verification (criticism of the data), interpretation (interpretation) and historiography (history writing). While the approach and theoretical framework used is the historical approach (describes the events that occurred in the past) and leadership theory.

From the research that has been done, based on the title of the thesis about "ISLAMIC BOARDING SCHOOL AL-FURQON AL-ISLAMI, Gresik (The First Salafi Boarding School in East Java from 1989 to 2015 AD)", then penilitian

produce that 1) the boarding school al-Furqan al Islami was founded in 1989 on

the initiative of religious teacher in the village SrowoAunurRofiqSidayu District of Gresik. PondokPesantren al-Furqan al-Islami is a boarding school bermanhaj

first salaf in East Java. Pesantren aims to teach Islam in accordance with the

Qur'an and the authentic Hadith and in accordance with the understanding SalafushSalih. 2) In practice, education, PondokPesantrenal-Furqan al-Islami initially using the system sorogan and then developed using classical system. Pesantren organized education from early childhood up to the equivalent C. Source packages of books teaching the authentic and there is also a formal education, informal and non-formal. 3) Culture boarding formed from everyday activities such as civilized neighbors, teachers, guests and ordinances of worship.

Culture pesantren are also formed from proselytizing is hosted LajnahDa'wah and

(8)

xiii

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN PENGUJI ... iv

PEDOMAN TRASNLITERASI ... v

MOTTO ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik ... 5

F. Penelitian Terdahulu ... 7

G. Metode Penelitian ... 9

H. Sistematika pembahasan ... 10

BAB II SEJARAH PONDOK PESANTREN AL-FURQON AL-ISLAMI A. Sejarah Berdirinya dan Perkembangan Pondok al-Furqon al-Islami ... 11

B. Tujuan dan Visi Misi Pondok Pesantren al-Furqon al-Islami ... 14

(9)

xiv

BAB III KEPEMIMPINAN PARA ASATIDZAH

A. Model Kepemimpinan Asatidzah di Pondok Pesantren Furqon al-Islami ... 27 B. Pengaruh Ustadz Terhadap Manhaj dan Sistem Pendidikan ... 33 C. Peran Asatidzah dalam Kultur Pesantren... 37

BAB IV SISTEM PENDIDIKAN PONDOK PESANTREN AL-FURQON AL- ISLAMI

A. Jenjang Pendidikan ... 44 B. Buku-buku yang dibaca ... 48 C. Sistem Pendidikan ... 54

BAB V BUDAYA PESANTREN AL-FURQON AL-ISLAMI

A. Aktivitas Lajnah Dakwah ... 61 B. Ta’lim ... 70 C. Tahfidzul Qur’an ... 72

BAB VI PENUTUP

A. Kesimpulan ... 76 B. Saran ... 77

(10)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada masa-masa sekarang ini, pendidikan di Indonesia berkembang sangat pesat. Dari mulai pendidikan yang berbasis murni ilmu pengetahuan, hingga pendidikan yang berbasis murni agama. Masyarakat telah mendapatkan fasilitas berbagai bidang pendidikan ini guna memperkaya ilmu pengetahuan, serta menjadikan insan yang berwawasan luas. Sebagai masyarakat yang baik, kita tidak cukup hanya puas dengan pendidikan yang telah kita dapatkan selama ini. Kita harus mengetahui pula bagaimana sejarahnya pendidikan dapat berkembang pesat hingga saat ini. Apakah berjalan lancar atau banyak hambatan.

(11)

2

perkotaan. Hal itu terlihat pada sikap dan perilaku warga pesantren yang

menghargai tinggi kebersamaan dan keharmonisan. 1 Jika berbicara tentang masalah pendidikan, pendidikan di

Indonesia diwarnai oleh pendidikan yang berbasis agama, atau yang biasa kita kenal dengan pondok pesantren (ponpes). Zamakhsyari Dhofier, hasil penelitiannya menulis bahwa pondok pesantren terdiri dari beberapa komponen-komponen: kiai, santri, asrama, masjid, dan kitab kuning.2 Pada abad millennium saat ini, pondok pesantren menjadi salah satu pendidikan yang patut dijadikan pembahasan. Kita tahu bahwasannya pondok pesantren saat ini lebih populer dikenal dengan nama “pondok modern”. Pondok pesantren saat ini terasa modern dikarenakan pendidikan yang digunakan tidak semata-mata murni pendidikan agama, melainkan ilmu pengetahuan umum telah banyak diikutsertakan dalam pendidikan pondok pesantren.

Setelah kita mengetahui bahwa pondok pesantren saat ini dikenal dengan “pondok modern”, kita harus mengetahui pula bagaimana sejarah

pondok pesantren itu sendiri, apakah banyak mengalami perkembangan atau stagnan. Karena sangat penting kita tahu sejarahnya, agar kita tidak memandang sebelah mata pendidikan pondok pesantren seperti halnya pandangan kebanyakan masyarakat saat ini. Oleh karena itu, saya memilih judul ini guna untuk melihat lebih dekat kehidupan serta kultur pesantren

1

Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren (Jakarta: INIS, 1994), 61. 2

(12)

3

Al-Furqon dan juga bagaimana sistem pendidikan di pondok Furqon al-Islami.

Pondok Pesantren al-Furqon al-Islami merupakan pesantren yang bermanhaj Salaf. Satu hal yang terpenting yang harus kami upayakan untuk menyederhanakan pembahasan ilmiahnya guna melangkah menuju penjelasan makna Salafiyah dan siapa mereka yang disebut kalangan Salaf

menurut bahasa dan istilah, karena tidak baik menjelasakan dasar-dasar jika tidak dipahami dari aspek makna bahasa dan istilah.

Salaf secara bahasa adalah orang yang lebih dahulu, mereka dari kalangan para nenek-moyang, kakek dan kerabat. Maka maksud salaf di sini adalah para sahabat, tabi’in dan para pengikut mereka. Mereka adalah orang-orang yang hidup pada tiga abad pada zaman Rasulullah kemudian setelahnya kemudian setelahnya. Sedangkan salaf’ adalah penisbatan

kepada salaf dan dikaitkan dengannya golongan orang-orang terkemudian yang menunjukkan keteguhan mereka meniti manhaj kalangan salaf, lebih-lebih dalam hal keyakinan.3

Sedangkan Salafiyah adalah manhaj yang menjadi sandaran kalangan salaf dan mereka berjalan di atasnya dalam hal keyakinan, mu’amalah, hukum, tarbiyah dan penyucian jiwa mereka. Maka dengan

demikian Salafiyah adalah manhaj dan cara, bukan jama’ah atau organisasi sebagaimana anggapan sebagian orang. Inilah apa yang

3Amr Abdul Mun’im Salim

(13)

4

diserukan oleh Syaikh Al-Albani Rahimahullah dan ditetapkan di dalam sejumlah kitab dan kuliah terbuka.4

Inilah yang menjadi konsekuensi definisi Salaf dan Salafiyah

secara bahasa, istilah, nisbat, ciri dan penyampaiannya. Ini pulalah yang menjadi konsekuensi nash-nash syariat dari Kitab dan Sunnah. Maka nisbat kepada Salafiyah adalah nisbat kepada manhaj Salafus Shalih dalam hal iman dan keyakinan, fikih dan pemahaman, ibadah dan tingkah-laku,

tarbiyah dan tazkiah (penyucian jiwa).5 B. Rumusan Masalah

Sesuai dengan judul mengenai “Pondok Pesantren Furqon al-Islami, Gresik tahun 1989 – 2015 M”, maka penulis menetapkan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana sejarah perkembangan Pondok Pesantren Furqon al-Islami?

2. Bagaimana sistem pendidikan di Pondok Pesantren Furqon al-Islami?

3. Bagaimana budaya pesantren di Pondok Pesantren Furqon al-Islami?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin penulis capai, antara lain:

1. Untuk mengetahui sejarah perkembangan Pondok Pesantren al-Furqon al-Islami.

4

Ibid., 5. 5

(14)

5

2. Untuk mengetahui sistem pendidikan Pondok Pesantren Furqon al-Islami.

3. Untuk mengetahui budaya Pondok Pesantren al-Furqon al-Islami

yang bermanhaj Salafi. D. Kegunaan Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain:

1. Untuk menambah koleksi perpustakaan di Fakultas Adab maupun di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

2. Hasil daripada penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi tentang pesantren yang membandingkan antara sistem pendidikan dan budaya pesantren bermanhaj Salafi dengan pesantren jenis lain.

E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik

Untuk mempermudah memecahkan masalah dalam ilmu sejarah, penulis menggunakan pendekatan dari ilmu sosial lainnya. Menurut Sartono Kartodirdjo, penggambaran kita mengenai suatu peristiwa sangat bergantung pada pendekatan, yaitu dari segi mana kita memandangnya, dimensi mana yang diperhatikan, unsur-unsur mana yang diungkapkan, dan sebagainya.6 Dengan pendekatan tersebut maka akan memudahkan penulis untuk merelasikan antara ilmu sosial sebagai ilmu bantu dalam penelitian sejarah.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan historis. Dimana pendekatan tersebut digunakan untuk

6

(15)

6

mendeskripsikan peristiwa yang terjadi pada masa lampau. Dengan pendekatan historis maka penulis bisa menjelaskan tentang Pondok Pesantren al-Furqon al-Islami Sidayu Gresik (1989-2015).

Penulis juga menggunakan teori. Teori adalah salah satu sumber bagi peneliti dalam memecahkan masalah penelitian.7 Dalam penelitian ini penulis juga menggunakan teori dari Zamakhsyari Dhofier yakni tentang elemen-elemen pondok pesantren yang terdiri dari pondok, masjid, santri, pengajaran kitab-kitab Islam klasik dan kyai. Lima elemen tersebut merupakan dasar dari tradisi pesantren. Jika suatu lembaga memiliki kelima elemen tersebut maka akan berubah statusnya menjadi pesantren. F. Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang Pondok Pesantren al-Furqon al-Islami sudah pernah dituliskan oleh beberapa mahasiswa dalam bentuk skripsi. Namun, pembahasan mengenai “Pondok Pesantren al-Furqon al-Islami, Gresik

tahun 1989 – 2015 M” masih belum ada yang membahas. Adapun beberapa penelitian terdahulu yang berhubungan dengan sistem pesantren, antara lain:

1. Skripsi oleh Ninik Fatmawati, “Pergeseran Pola Pemilihan Media Dakwah di Ponpes Al-Furqon Desa Srowo Sidayu Gresik”(2004). Dalam skripsi mahasiswa jurusan Komunikasi Penyiaran Islam UIN Sunan Ampel Surabaya ini membahas tentang perubahan media

7

(16)

7

dakwah yang dipilih oleh Pondok Pesantren Al-Furqon yang menyertakan media elektronik untuk mengembangkan dakwah.

2. Skripsi oleh Sumiyati, “Pesantren dan Dakwah: Kajian Tentang Latar

Belakang Aktifitas dan Metode Dakwah Lajnah Dakwah Pondok Pesantren Al-Furqon di Desa Srowo Kecamatan Sidayu Kabupaten Gresik”(2004). Dalam skripsi mahasiswa jurusan Komunikasi Penyiaran Islam UIN Sunan Ampel Surabaya ini membahas tentang awal munculnya aktifitas dakwah di Pondok Pesantren Al-Furqon dengan metode Lajnah Dakwah dan bagaimana kegiatan Lajnah Dakwah itu berlangsung.

3. Buku oleh Mastuhu, “Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren: Suatu Kajian Tentang Unsur dan Nilai Sistem Pendidikan Pesantren”(1994). Dalam buku ini Mastuhu ini membahas tentang perubahan-perubahan sistem pendidikan yang dialami pesantren dan bagaimana unsur serta nilai yang ada dalam sistem pendidikan pesantren.

4. Buku oleh Zamakhsyari Dhofier, “Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai”(1982). Dalam buku ini Zamakhsyari membahas tentang gambaran umum tentang pesantren dan kyai dalam pesantren.

(17)

8

pondok pesantren Darul Muttaqien dan Sekolah Darul Muttaqien bagaimana kurikulum serta metode pendidikannya.

Pada penelitian ini akan lebih menekankan pada sistem pendidikan yang diterapkan di Pondok Pesantren al-Furqon al-Islami

dan budaya pesantren tersebut, karena sebelumnya belum ada yang membahas tentang hal ini.

G. Metode Penelitian

Dalam menyusun penelitian ini, penulis menggunakan metode penilitian dari Mastuhu yang ada dalam bukunya “Dinamika sistem

pendidikan pesantren: suatu kajian tentang unsur dan nilai sistem pendidikan pesantren”. Dalam buku tersebut menjelaskan bagaimana

melakukan sebuah penelitian lapangan tentang pondok pesantren. 1. Sumber Primer

Sumber primer adalah sumber yang ditulis oleh pihak yang terlibat langsung dalam peristiwa sejarah atau pihak yang menjadi saksi mata peristiwa sejarah. Sumber primer yang digunakan penulis untuk penelitian ini adalah:

a) Arsip tentang kurikulum pendidikan Pondok Peantren al-Furqon al-Islami, Dokumen yang berkaitan dengan kegiatan yang berlangsung di Pondok Pesantren al-Furqon al-Islami, contoh kitab dan lain-lain.

(18)

9

c) Observasi, yaitu dengan melihat dan mengamati secara langsung keadaan sarana pembelajaran dan kegiatan-kegiatan yang ada di pondok pesantren tersebut.

2. Sumber Sekunder

Sumber sekunder digunakan sebagai pendukung dalam penelitian ini. Sumber-sumber tersebut didapatkan dari beberapa buku maupun literatur yang berkaitan dengan tema yang penulis bahas.

a) Buku “Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren”, karya Mastuhu pada tahun 1994.

b) Buku “Tradisi Pesantren”, karya Zamakhsyari Dhofier pada tahun 1982.

H. Sistematika Bahasan

Secara umum sistematika Bahasan disusun untuk mempermudah pemahaman terhadap penulisan ini, dimana akan dipaparkan tentang hubungan antara bab demi bab. Untuk lebih jelasnya dibawah ini akan dijelaskan beberapa bab yang akan dibahas:

Bab pertama menjelaskan tetntang pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, pendekatan dan kerangka teoritik, penelitian terdahulu, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.

(19)

10

Bab ketiga menjelaskan tentang kepemimpinan asatidzah dalam Pondok Pesantren al-Furqon al-Islami. Dalam bab ini peneliti membagi ke dalam sub bab, yakni: Model Kepemimpinan asatidzah dalam Pondok Pesantren al-Furqon al-Islami, peran ustadz dalam sistem pendidikan Pondok Pesantren al-Furqon al-Islami dan peran asatidzah dalam kultur Pondok Pesantren al-Furqon al-Islami.

Bab keempat menjelaskan tentang sistem pendidikan, kurikulum, dan kegiatan lain yang dilakukan Pondok Pesantren al-Furqon al-Islami. Dalam bab ini peneliti membagi ke dalam sub bab, yakni: Jenjang pendidikan Pondok Pesantren al-Furqon al-Islami, buku-buku yang dibaca di Pondok Pesantren al-Furqon al-Islami dan nilai-nilai pendidikan Pondok Pesantren al-Furqon al-Islami.

Bab kelima menjelaskan tentang budaya Pondok Pesantren al-Furqon al-Islami. Dalam bab ini peneliti membagi ke dalam sub bab, yakni: aktifitas lajnah dakwah di Pondok Pesantren al-Furqon al-Islami, Ta’lim di Pondok Pesantren al-Furqon al-Islami dan Tahfidzul Qur'an di

Pondok Pesantren al-Furqon al-Islami.

(20)

11

BAB II

SEJARAH PONDOK PESANTREN AL-FURQON AL-ISLAMI

A. SEJARAH BERDIRINYA DAN PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN AL-FURQON AL-ISLAMI

Pondok Pesantren al-Furqon al-Islami berdiri pada tahun 1989 atas prakarsa ustadz Aunur Rofiq, beliau merupakan anak dari pemuka agama di desa tersebut. Setelah menyelesaikan pendidikannya di Madarasah

Ibtida’iyah hingga SLTA nya dan juga PGA Muhammadiyah di Sidayu

Aunur Rofiq melanjutkan studinya di Arab Saudi yakni Universitas Muhammad bin Su’ud Riyadh, setelah menyelesaikan pendidikannya di Arab Saudi beliau pulang ke Indonesia dan kemudian membina pondok pesantren di Kediri. Setelah menyebarkan ilmunya di Kediri barulah Aunur Rofiq pulang ke kampung halamannya yakni Desa Srowo Sidayu Gresik. Aunur Rofiq mendapat sambutan baik di kampung halamannya dan memudahkan beliau untuk berdakwah di desa tersebut sehingga mendirikan sebuah pondok pesantren.

(21)

12

faktor yang menjadikan mayoritas penduduk Desa Srowo berprofesi sebagai Nelayan.1

Pada awal didirikan pondok pesantren di desa tersebut, nama awalnya adalah PPIDT ( Pondok Pesantren Ilmu Dakwah dan Teknologi ). Pada waktu itu pondok ini masih menumpang di salah satu lembaga pendidikan Muhammadiyah dan setelah beberapa tahun ustadz Aunur Rofiq mendirikan tempat tersendiri untuk pondok bermodal sebidang tanah modal warisan dari orang tua beliau yang merupakan tanah hibah seluas 850 m2. Berdiri bangunan pertama seluas 7 x 18 m2 yang dibangun dengan dana dari pengasuh dan sumbangan dari masyarakat dan jama’ah pengajian yang diasuh oleh ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc yang

merupakan salah satu alumni Universitas Muhammad bin Su’ud Riyadh

KSA tahun 1982.2 Pada saat itu pula hasil musyawarah bersama penduduk kampung sekitar menghasilkan keputusan bahwa ustadz Aunur Rofiq sebagai pengelola pondok pesantren tersebut dan juga mengganti nama pondok yang awalnya bernama PPIDT ( Pondok Pesantren Ilmu Dakwah dan Teknologi) menjadi Pondok Pesantren al-Furqon al-Islami.

al-Furqon al-Islami dipilih sebagai nama pondok pesantren dikarenakan di Desa Srowo sebelumnya sudah berdiri lembaga yayasan dakwah dan pendidikan yang bernama al-Furqon al-Islami, dari sinilah ustadz Aunur Rofiq memberi nama pondok pesantren tersebut. Hal ini

1Sumiyati,”

Pesantren dan Dakwah (Kajian Tentang Latar Belakang Aktivitas dan Metode Dakwah Lajnah Dakwah Pondok Pesantren AL-Furqon di Desa Srowo, Kecamatan Sidayu, Kabupaten

Gresik)” (Skripsi, IAIN Sunan Ampel Fakultas Dakwah, Surabaya, 2004), 71.

2

(22)

13

membuat Pondok Pesantren al-Furqon al-Islami sudah tidak lagi berada di bawah naungan lembaga Muhammadiyah namun sudah berada di bawah naungan Yayasan Al- Furqon.3

Pondok Pesantren al-Furqon al-Islami berkembang dari tahun ke tahun, santri terus bertambah semakin banyak dari berbagai daerah di Indonesia untuk menuntut ilmu langsung kepada ustadz Aunur Rofiq. Seiring dengan bertambahnya santri, bangunan pun bertambah untuk asrama para santri. Pada awalnya Pondok Pesantren al-Furqon al-Islami

hanya menyediakan asrama bagi santri putra, tetapi para santri putri pun juga ingin tinggal di pesantren yang mengakibatkan bertambahnya bangunan untuk asrama santri putri. Dan pada tahun 1994 berdirilah Pondok Pesantren al-Furqon al-Islami Putri.

Untuk operasional sehari-hari, sumber pendanaan Pondok Pesantren al-Furqon al-Islami berasal dari internal pesantren dan tidak ada bantuan dari luar negeri. Sumber dana Pondok Pesantren Furqon al-Islami antara lain:

1. Iuran SPP santri sebesar Rp 500.000,- per bulan

2. Usaha ponpes yang meliputi penerbitan majalah, penerbitan buku, perikanan, dan ritel koperasi

3. Donatur

4. Swadaya masyarakat Indonesia melalui Baitul Mal Al-Furqon.

3

(23)

14

Yayasan Al-Furqon baru mendapatkan SK dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia pada tahun 2010 dengan nomor SK Menkumham RI nomor AHU. 1253.AH.01.04. tahun 2010. Dengan demikian kegiatan Pondok Pesantren al-Furqon al-Islami mendapat payung hukum dalam negara konstitusi Republik Indonesia. Pondok Pesantren al-Furqon al-Islami juga mendapat Sertifikat Izin Operasional dari Kemenag RI Kabupaten Gresik dengan nomor statistik baru : pengajaran yang baik, dan bertukar pikirlah dengan mereka menurut cara yang sebaik-baiknya. Sesungguhnya Tuhan engkau lebih tahu siapa yang tersesat di jalannya, dan Dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan”.6 Dan surat Ali Imron ayat 103 yang artinya :

“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan jangnalah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan

(24)

15

nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah memepersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayatNya kepadamu, agar kamu mendapat

petunjuk”.7

Jika merenungkan ayat di atas, kita menemukan perintah Allah agar umat Islam ini bersatu. Hal itu merupakan suatu nikmat yang besar yang mana umat Islam bersatu, berkasih sayang, dan bersaudara. Namun irosnisnya kita temukan di sana ada sekelompok umat Islam yang mudah memvonis saudaranya kafir bahkan memvonis pemimpinnya kafir karena menyelisihi kelompoknya. Tentu hal ini merupakan suatu yang berbahaya dan menyebabkan tindakan terorisme yang mengatas namakan jihad sehingga menimbulkan kerugian yang besar di dunia dan akhirat.

Melihat hal itu semua, Pondok Pesantren al-Furqon al-Islami yang diasuh oleh ustadz Aunur Rofiq tegak berdiri, berusaha mengembalikan umat pada kemuliaan dan izzah nya sebagaimana telah didapatkan oleh generasi utama. Sebagai lembaga pendidikan, dakwah dan sosial Pondok Pesantren al-Furqon al-Islami mendidik generasi Islam dengan pendidikan berdasar al-Qur’an dan Sunnah yang shahihah dengan pemahaman

salafush shalih yaitu pemahaman sahabat dan para pengikut mereka dalam kebaikan.

Dari landasan inilah ustadz Aunur Rofiq mendirikan pondok pesantren. Menurut beliau sebagai pimpinan pondok, tujuan didirikannya

7

(25)

16

Pondok Pesantren al-Furqon al-Islami adalah membawa misi dakwah untuk membawa umat Islam, khususnya para santri untuk mempelajari, memahami dan melaksanakan manhaj hidup Ahlusunnah Wal Jama’ah. Misi dakwah dilakukan antara lain dengan mengajarkan ajaran-ajaran Islam lewat kitab kitab salaf karya ulama-ulama zaman permulaan Islam. Menurut ustadz Aunur Rofiq kitab-kitab tersebut merupakan kitab asli yang berisi tentang ajaran Islam yang bersumber dari al-Qur’an dan Sunnah. Adapun kitab-kitab yang dikaji secara umum antara lain :8

1. Masail Jahiliyah

2. As’ilah Muhimmah

3. Umdatul Ahkam

4. Riyadhus Shailihin

5. Al-Darori

6. Bulughul Maram

7. Ma’alim fi Thalabil Ilmi

8. Taisir Karimur Rahman fi Tafsiri Kalimi Manan

Adapun visi dan misi Pondok Pesantren al-Furqon al-Islami adalah

“Menjadi lembaga pendidikan yang berbarokah berdsarkan al-Qur’an dan

Sunnah dengan pemahaman salafush shalih dalam aqidah, ibadah, akhlak dalam tatanan kehidupan bermasyarakat Negara Kesatuan Republik Indonesia”.

8

(26)

kesesatan yang telah dikuasainya itu, dan kami masukkan ia ke dalam jahannam, dan jahannam itu seburuk buruk tempat

kembali”.9

Dakwah Pondok Pesantren al-Furqon al-Islami adalah :10

a) Kembali kepada al-Qur’an dan Hadits yang shahih sesuai dengan pemahaman salafush shalih.

b) Tasfiyah ( memurnikan ) syariat Islam dari syirik, bid’ah, khurafat, dan pikiran yang merusak.

c) Tarbiyah ( mendidik ) kaum muslimin dengan ajaran Islam yang benar dan beramal dengannya.

d) Menghidupkan metode ilmiah, berpegang teguh pada al-Qur’an dan Hadits shahih sesuai dengan pemahaman salafush shalih.

e) Mengajak kaum muslimin untuk memulai hidup baru dengan naungan

manhaj nabawi.

Tujuan berdirinya Pondok Pesantren al-Furqon al-Islami di Desa Srowo Kecamatan Sidayu Kabupaten Gresik adalah :11

9

al-Qur’an, 4 (an-Nisa’): 115.

10

Ninik Fatmawati,”Pergeseran Pola Pemilihan Media Dakwah di Pondok Pesantren Al-Furqon

Desa Srowo Sidayu Gresik”,(Skripsi, IAIN Sunan Ampel Fakultas Dakwah, Surabaya, 2004), 64.

11

Sumiyati,”Pesantren dan Dakwah (Kajian Tentang Latar Belakang Aktivitas dan Metode Dakwah Lajnah Dakwah Pondok Pesantren AL-Furqon di Desa Srowo, Kecamatan Sidayu,

(27)

18

1) Terbentuknya masyarakat Islam yang kuat dalam berilmu dan beramal berdasarkan al-Qur’an dan Hadits shahih yang sesuai dengan pemahaman salafush shalih.

2) Tersebarnya dakwah Salafiyah Ahlu Sunnah Wal Jama’ah ke

seluruh penjuru.

3) Terbentuknya generasi Islam yang tangguh dan mampu berdakwah di tengah-tengah masyarakat.

4) Membekali generasi-generasi Islam dengan ilmu yang bermanfaat untuk kehidupan dunia dan akhirat.

Dengan tujuan-tujuan di atas, diharapkan dapat menjadi bekal untuk berdakwah di tengah-tengah masyarakat serta dapat membentuk masyarakat berlandaskan kepada amar ma’ruf nahi munkar.

(28)

19

C. UNSUR-UNSUR PONDOK PESANTREN AL-FURQON AL-ISLAMI

Pondok pesantren pada umumnya memiliki unsur-unsur yang terdapat di dalamnya sehingga dapat dikatakan sebagai sebuah pondok pesantren. Seperti pondok-pondok pesantren yang yang ada di Indonesia, hampir setiap pondok pesantren terdapat unsur-unsur yang mendukung sehingga dapat dikatakan sebuah pondok pesantren.

Pondok, masjid, santri, pengajaran kitab-kitab Islam klasik dan kyai atau ustadz merupakan suatu unsur dasar dari sebuah pesantren. Ini berarti bahwa suatu lembaga pengajian yang telah berkembang hingga memiliki kelima unsur tersebut, akan berubah statusnya menjadi pesantren.

Di Jawa khususnya orang biasanya membagi pesantren menjadi tiga kelompok kelas, yaitu pesantren kecil, menengah, dan pesantren besar.12 Pembagian ketiga kelompok ini salah satunya dapat dilihat dari sedikit banyaknya santri yang menuntut ilmu di pondok tersebut. Pesantren yang tergolong kecil biasanya jumlah santri yang menuntut ilmu di pondok tersebut kurang dari seribu orang dan pondok tersebut mempunyai andil atau pengaruh hanya terbatas dalam lingkup kabupaten saja. Kemudian pesantren yang tergolong menengah memiliki jumlah santri yang lebih banyak dari pesantren yang tergolong kecil, yakni sekitar 1000 sampai 2000 orang yang menuntut ilmu di pondok tersebut. Hal ini terjadi karena santri-santri yang datang dari beberapa kabupaten dan

12

Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren; Studi tentang Pandangan Hidup Kiai (Jakarta: LP3ES,

(29)

20

pondok pesantren kategori menengah mempunyai pengaruh lebih besar untuk beberapa kabupaten. Dan pesantren yang tergolong besar biasanya memiliki jumlah santri lebih dari 2000 orang, hal ini dikarenakan pondok tersebut mempunyai pengaruh besar hingga tingkat propinsi sehingga otomatis pondok yang tergolong besar pengaruhnya pun sampai antar propinsi.

Beberapa pesantren besar yang memiliki popularitas yang dapat menarik santri-santri dari seluruh Indonesia bahkan menarik santri dari luar Indonesia seperti Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, Thailand, Filipina salah satunya adalah Pondok Pesantren Gontor yang ada di Ponorogo, Jawa Timur. Hal ini sama dengan Pondok Pesantren al-Furqon al-Islami yang ada di Desa Srowo Kecamatan Sidayu Kabupaten Gresik, Pondok Pesantren al-Furqon al-Islami merupakan pondok pesantren yang besar karena jumlah santrinya yang banyak dan mempunyai kelima unsur pokok sebuah pondok pesantren yakni pondok, masjid, santri, pengajaran kitab-kitab Islam klasik dan kyai atau ustadz.13

1. Kyai

Kyai di dalam dunia pesantren sebagai penggerak dalam mengemban dan mengembangkan pesantren. Dengan demikian, kemajuan dan kemunduran pondok pesantren benar-benar terletak pada kemampuan kyai dalam mengatur pelaksanaan pendidikan di dalam pesantren. Hal ini disebabkan karena besarnya pengaruh seorang kyai

13

(30)

21

yang tidak hanya terbatas dalam pesantrennya, melainkan juga terhadap lingkungan masyarakat.

Pondok Pesantren al-Furqon al-Islami mengenal pimpinan pesantren sebagai ustadz bukan sebagai kyai. Santri-santri dan ustadz lain biasa memanggil ustadz Aunur Rofiq dengan panggilan ustadz Aun, selain sebagai pimpinan pesantren beliau juga masih aktif dalam mengajar meskipun tidak dengan porsi yang banyak.

2. Pondok (Asrama)

Sebuah pesantren pada dasarnya adalah sebuah asrama pendidikan Islam tradisional di mana peserta didiknya (santri) tinggal bersama dan belajar di bawah bimbingan seorang guru yang lebih

dikenal dengan sebutan “kyai”. Asrama untuk para santri tersebut

berada dalam lingkungan kompleks pesantren.

Pondok atau asrama bagi para santri menjadi sangat penting, selain pondok memang ciri khas tradisi pesantren dan yang membedakannya dengan sistem pendidikan tradisional di masjid-masjid seperti yang ada di wilayah Islam negara-negara lain.

(31)

22

pondok pesantren terletak di desa-desa yang tidak terdapat kompleks perumahan yang memadai untuk dapat menampung para santri sehingga pesantren harus menyediakan asrama khusus bagi para santri selama menuntut ilmu di pondok pesantren. Ketiga, hubungan timbal balik antara kyai dengan santri seolah-olah kyai dinaggap bapak oleh para santri dan kyai menganggap santri sebagi titipan Tuhan yang harus dilindungi. Hal seperti inilah yang menyebabkan keakraban dan kebutuhan untuk saling berdekatan terus-menerus, sehingga perasaan inilah yang menyebabkan adanya tanggung jawab dari kyai yang menyediakan tempat tinggal untuk para santri begitu pula timbul perasaan dari para santri untuk mengabdi kepad kyai dan keluarga kyai.14

Pondok atau asrama bagi para santri wanita biasanya dipisahkan dari pondok atau asrama para santri laki-laki, selain dipisahkan oleh rumah kyai dan keluarganya, asrama santri wanita juga dipisahkan oleh masjid dan ruangan-ruangan madrasah yang ada di pesantren. Keadaan kamar-kamar asrama wanita tidak jauh berbeda dengan kamar-kamar asrama laki-laki.

Hal ini juga tidak jauh berbeda dengan apa yang ada di lingkungan Pondok Pesantren al-Furqon al-Islami yang juga memiliki beberapa asrama untuk tempat tinggal santri. Untuk asrama putra dibedakan sesuai tingkatan kelas mereka, bagi santri yang tingkat

14

(32)

23

Ibtidaiyah sampai Tsanawiyah yakni SMA disediakan tempat khusus sedangkan bagi santri di atasnya seperti tingkat Takhasus dan Ali

mereka tidak tinggal dalam satu asrama, terkadang mereka tidur di masjid, kamar tamu sekaligus sebagi penjamu tamu, asrama santri junior sebagai koordinator kamar.15 Untuk asrama putra terdapat 4 gedung dan jarak asrama santri putra dengan santri putri sekitar 200 meter.

3. Masjid

Masjid, di masa awal perkembangan Islam, selain sebagai tempat ibadah, berfungsi juga sebagai institusi pendidikan. Masjid sebagai pusat pendidikan Islam sudah berlangsung sejak zaman Rasulullah dan para sahabat, tradisi itu tetap dipegang oleh para kyai pemimpin pesantren untuk menjadikan masjid sebagai pusat pendidikan. Kendatipun pada masa sekarang telah memiliki lokal belajar yang banyak untuk tempat berlangsungnya proses belajar mengajar.

Seorang kyai yang ingin mengembangkan sebuah pondok pesantren biasanya akan mendirikan masjid di dekat rumahnya. Masjid menjadi unsur yang penting dari pesantren sebab dianggap sangat tepat untuk mendidik para santri, terutama dalam praktek sholat lima waktu, khutbah dan sholat jum’at serta pengajaran kitab-kitab Islam klasik.

15

(33)

24

Masjid di Pondok Pesantren al-Furqon al-Islami berada dekat kantor sekretariat dan pondok santri putra karena memang yang sholat di masjid hanya santri putra dan para ustadz. Masjid menjadi pusat kegiatan, selain sebagi tempat sholat berjama’ah juga digunakan untuk tempat pembelajaran bagi para santri kecuali santri tingkat Ibtidaiyah. Masjid ini cukup besar dan selalu penuh pada saat sholat berjama’ah memiliki dua lantai juga mampu menampung jama’ah sekitar 1500an orang.

4. Santri

Istilah santri hanya terdapat di pesantren sebagai peserta didik yang haus akan ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh seorang kyai yang memimpin sebuah pesantren. Oleh karena itu, santri pada dasarnya berkaitan erat dengan keberadaan kyai dan pesantren.

Cara interaksi antara santri dengan kyai sangat berbeda bahkan merepresentasikan sikap. Indikasinya adalah sikap loyalitas yang tinggi terhadap seorang kiai itulah yang salah satu ciri yang mengakar kuat dalam nuansa pondok pesantren.

Menurut tradisi pesantren, terdapat dua kelompok santri:

1. Santri mukim, dari namanya kita sudah bisa tahu kalau santri mukim yaitu murid-murid yang berasal dari tempat yang jauh dan menetap di pondok pesantren.

(34)

25

tidak jauh dari pondok pesantren dan tidak menetap di pondok pesantren.

Santri di Pondok Pesantren al-Furqon al-Islami sangat banyak dan santrinya beragam asalnya hampir semua daerah di Indonesia bahkan pernah ada santri dari negara lain.16 Untuk jumlah santri sekitar 2000an santri, ada yang tinggal di pesantren namun ada juga yang pulang ke rumahnya yang kebetulan dekat dengan pesantren.

5. Pengajaran Kitab-kitab Islam Klasik

Kitab Islam klasik sebagai kurikulum pesantren ditempatkan pada posisi istimewa. Karena keberadaannya menjadi unsur utama dan sekaligus menjadi ciri pembeda antara pesantren dan lembaga pendidikan lainnya. Pengajaran kitab Islam klasik berbahasa Arab dan tanpa harakat atau sering disebut dengan kitab gundul merupakan metode yang secara formal diajarkan dalam pesantren di Indonesia.

Tujuan utama pengajaran ini ialah untuk mendidik calon-calon ulama. Namun, para santri yang tinggal di pesantren dalam jangka waktu yang pendek biasanya hanya ingin mencari pengalaman dan pendalaman perasaan keagamaan. Meskipun kebanyakan pesantren telah memasukkan pengajaran pengetahuan umum, kitab Islam klasik tetap diajarkan kepada para santri.

Kitab yang diajarkan di Pondok Pesantren al-Furqon al-Islami

sangat banyak selain al-Qur’an dan Hadits tentunya. Untuk pelajaran

16

(35)

26

umum kebanyakan menggunakan buku yang sesuai kurikulum pemerintah sedangkan untuk pelajaran agama sangat banyak dan dibedakan menjadi dua yakni pelajaran di kelas masing-masing dan

yang dilakukan di masjid atau ta’lim ba’da maghrib. Ada kitab materi

Bahasa Arab seperti Mulakhash Qowaidul Lughah karya Syaikh Fuad Nikmah, Ta’jilun Nada karya Syaikh Al-Fauzan, Syarah Durus Balaghah karya Ibnu Utsaimin, materi keagamaan seperti At-Tajwid

Zarkasi, Tauhid Muyasar Muhawil, Syarah Tsalatsatul Ushul dan Lum’atul I’tiqod karya Ibnu Utsaimin dan wawasan keislaman seperti

Qoshoshul Anbiya’ karya Abdur Rahman As-Sa’di, Tarikh Khulafa’ur

Rasyidin wal Muluk Departemen Agama KSA dan banyak lagi yang lainnya.17

17

(36)

27

BAB III

KEPEMIMPINAN PARA ASATIDZAH

A. MODEL KEPEMIMPINAN ASATIDZAH DI PONDOK PESANTREN

AL-FURQON AL-ISLAMI

Kepemimpinan secara bahasa menurut kamus besar bahasa Indonesia berasal dari kata dasar “pimpin”, dengan mendapat awalan me

menjadi “memimpin” maka diartikan menuntun, menunjukkan jalan dan

membimbing, dalam perkataan lain dapat disamakan pengertiannya dengan “mengetahui, mengepalai, memandu, dan melatih dalam arti

mendidik dan mengajari supaya dapat mengerjakan sendiri”.1

Yang dimaksud dengan kepemimpinan adalah “seni” memanfaatkan seluruh daya (dana, sarana, dan tenaga) pesantren untuk mencapai tujuan pesantren. Manifestasi yang paling menonjol di dalam “seni” memanfaatkan daya tersebut adalah cara menggerakkan dan

mengarahkan unsur pelaku pesantren untuk berbuat sesuatu sesuai dengan kehendak pemimpin dalam rangka mencapai tujuan pesantren tersebut.2

Kepemimpinan secara umum diartikan sebagai kemampuan dan kesiapan yang dimiliki seseorang untuk dapat mempengaruhi, mendorong, mengajak, menuntut, menggerakkan dan kalau perlu memaksa orang lain agar ia menerima pengaruh itu selanjutnya berbuat sesuatu yang dapat

(37)

28

membantu pencapaian suatu maksud atau tujuan tertentu.3 Dalam hal ini, berarti sifat-sifat perilaku pribadi, pengaruh terhadap orang lain, pola-pola interaksi, hubungan kerja sama antar peran, kedudukan dari satu jabatan administratif dan persepsi dari orang lain tentang legitimasi pengaruh.

Di lingkungan umat Islam pada umumnya, ulama merupakan pemimpin informal, yang diakui dan diterima kepemimpinannya tanpa batas waktu tertentu. Pemimpin dalam hal ini tanpa perlu diangkat atau ditunjuk oleh suatu kekuatan atau kekuasaan tertentu, ternyata diakui, diterima dan dipatuhi kepemimpinannya oleh sejumlah orang lain di lingkungannya. Hadari mengartikan kepemimpinan sebagai kemampuan melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan Allah Ta’la, baik secara bersama-sama maupun perseorangan, dengan kata lain, kepemimpinan adalah kemampuan mewujudkan semua kehendak Allah yang telah diberitahukan-Nya melalui Rasul-Nya yang terakhir Nabi Muhammad. Kepemimpinan ini diartikan oleh Hadari Nawawi, disebut olehnya kepemimpinan dalam arti spiritual, yang tiada lain diartikan sebagai ketaatan dan kemampuan mentaati perintah dan larangan Allah dan Rasulullah dalam semua aspek kehidupan.4

Secara teoritis, dapat dibedakan tiga pola dasar gaya kepemimpinan.5 Ketiga pola dasar gaya kepemimpinan itu adalah:

3Hendyat Soetopo dan Wasty Soemanto, Kepemimpinan dan Supervisi Pendidikan (Jakarta: Bina Aksara, 1988), 1.

4Hadari Nawawi, Kepemimpinan Menurut Islam (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1993), 18.

(38)

29

1. Gaya Mengutamakan Pelaksanaan Tugas

Gaya ini berpola mengutamakan pelaksaan tugas melebihi kegiatan lainnya. Pemimpin kurang menaruh perhatian pada hasil yang akan dicapai, khususnya dalam hubungannyadengan tujuan organisasi. Gaya ini didasari oleh asumsi bahwa tugas pemimpin adalah mendorong agar setiap anggota melaksanakan tugas masing-masing secara maksimal.

2. Gaya Mengutamakan Kerjasama

Terciptanya hubungan kerjasama antar sesama pemimpin unit, pimpinan dengan anggota dan antar sesama anggota organisasi, menjadi perhatian yang besar bagi pemimpin pada gaya ini. Karena perhatian yang besar terhadap kerjasama yang akrab, mengakibatkan lemahnya perhatian terhadap pelaksanaan tugas dan hasil yang hendak dicapai.

3. Gaya Mengutamakan Hasil

Pemimpin dengan gaya ini menaruh perhatian yang besar dan keinginan yang kuat untuk mencapai hasil yang maksimal, sehingga tanpa mempersoalkan cara mencapainya. Ukuran prestasi dari seseorang dilihat dari produk yang dihasilkan. Perhatian kurang terhadap kerja sama dan pelaksanaan tugas anggota organisasinya, karena lebih mementingkan hasil dari pada proses.

(39)

30

sesama pada masa hidupnya dan kepada Allah kelak. Namun dalam hal ini yang dimaksud dalam bahasan selanjutnya adalah figur ustadz, pengasuh pondok pesantren yang menjadi tokoh kunci utama dalam kehidupan di pondok pesantren.6 Pengaruh kepemimpinan ustadz terhadap kehidupan pribadi santri tidak hanya terbatas pada saat santri masih tinggal di pondok pesantren, melainkan berpengaruh dalam waktu yang tak terbatas, bahkan sampai seumur hidup.7

Asatidzah yang dalam hal ini para ustadz merupakan bagian yang sangat penting dalam sebuah pondok pesantren. Setiap pondok pesantren pastinya mempunyai sebuah sistem tersendiri dalam menjalankan sebuah pesantren, yang mana sistem ini dipengaruhi dari bagaimana model kepemimpinan para asatidzah dalam pondok pesantren tersebut. Pondok Pesantren al-Furqon al-Islami dipimpin oleh ustadz Aunur Rofiq. Dalam kesehariannya dilingkungan pesantren Al-Furqon pimpinan pondok bukan dengan sebutan kyai namun dengan panggilan ustadz.8

Kebanyakan pondok pesantren di Jawa mengangggap pimpinan pesantren dengan sebutan kyai yang beranggapan bahwa suatu pesantren dapat diibaratkan sebagai suatu kerajaan kecil di mana kyai merupakan sumber mutlak dari kekuasaan dan kewenangan dalam kehidupan di lingkungan pesantren. Tidak ada seorang pun santri maupun orang lain

6Mohammad Ainul Mubarok,”Pola Kepemimpinan KH. Moch. Imam Chambali Dalam Mengelola Pondok Pesantren Al-Jihad Wonocolo Surabaya” (Skripsi, IAIN Sunan Ampel Fakultas Tarbiyah, Surabaya, 2012), 54.

7Ibid., 54.

(40)

31

yang mempengaruhi kekuasaan kyai (dalam lingkungan pesantrennya) kecuali kyai lain yang lebih besar pengaruhnya.

Para santri berkeyakinan bahwa kyai yang dianutnya merupakan orang yang penuh percaya diri, baik dalam hal pengetahuan Islam maupun dalam bidang kekuasaan dan manajemen pesantren. Sehingga kyai dalam lingkungan pesantren sangat disegani oleh para santri dan semua yang ada di lingkungan pesantren.9

Meskipun kebanyakan kyai di Jawa tinggal di daerah pedesaan yang jauh dari kota mereka merupakan bagian dari kelompok yang terpandang dalam struktur sosial, politik dan ekonomi masyarakat Jawa. Sebab sebagai suatu kelompok, para kyai yang memiliki pengaruh yang sangat kuat di masyarakat Indonesia. Kebanyakan mereka memiliki sawah yang cukup, namun mereka tidak perlu ikut dalam pekerjaan sawah. Mereka bukan petani, tetapi pemimpin dan pengajar yang memiliki kedudukan tinggi di masyarakat. Dan untuk dapat melaksanakan tugasnya sebagai pengajar dan penganjur Islam dengan baik, mereka perlu memahami kehidupan politik. Mereka dianggap dan menganggap diri memiliki posisi atau kedudukan yang menonjol baik pada tingkat lokal maupun nasional. Dengan demikian, mereka merupakan pembuat keputusan yang efektif dalam sistem kehidupan sosial orang Jawa, tidak hanya dalam kehidupan keagamaan tetapi juga dalam hal politik. Profesi

(41)

32

mereka sebagi pengajar dan penganjur Islam membuahkan pengaruh yang melampaui batas-bats desa di mana pesantren mereka berada.10

Hal yang berbeda terjadi di Pondok Pesantren al-Furqon al-Islami, meskipun berada di Jawa pesantren al-Furqon al-Islami memiliki model kepemimpinan yang berbeda dengan pesantren pada umumnya di Jawa. Dalam kepemimpinannya ustadz Aunur Rofiq sebagai pendiri Pondok Pesantren al-Furqon al-Islami tidak memegang kendali penuh pesantren seorang diri, dalam hal ini sumber mutlak dari kekuasaan dan kewenangan dalam kehidupan di lingkungan pesantren tidak seluruhnya berasal dari pimpinan pesantren. Dalam memimpin pesantren ustadz Aunur Rofiq juga melibatkan ustadz-ustadz lain yang ada di lingkungan pesantren, seperti dalam hal menentukan kebijakan atau mengambil keputusan yang berhubungan dengan pesantren dilakukan dengan cara musyawarah.

Secara pribadi ustadz Aunur Rofiq sangat sederhana dalam mendidik, ikhlas saat berdakwah, tawadhu dan mempraktekkan kesederhanaan hidup. Perilaku-perilaku inilah yang membuat para santri begitu dekat dengan ustadz Aunur Rofiq sehingga para santri menganggap beliau seperti orang tua sendiri.

Dalam hal pembangunan pada tahun 2000an di awal-awal berdirinya ustadz Aunur Rofiq pun dibantu oleh para santri yang ketika itu masih sedikit. ustadz Aunur Rofiq mengkader santri-santrinya untuk kemudian bisa sama-sama mengelola pesantren sehingga suatu saat

(42)

33

apabila ustadz Aunur Rofiq sudah tidak bisa lagi memimpin pesantren, pesantren tidak mengalami kemunduran karena santri-santri yang nantinya akan meneruskan kepemimpinan dalam pesantren sehingga Pondok Pesantren al-Furqon al-Islami akan terus eksis.11

Seiring dengan berjalannya waktu dan santri yang tersus bertambah juga adanya alumni pesantren yang masih mengabdi, Pondok Pesantren al-Furqon al-Islami berkembang cukup pesat. Hal ini tidak bisa lepas dari kepemimpinan ustadz Aunur Rofiq. Selain sebagai pimpinan pesantren, ustadz Aunur Rofiq juga sebagai pengajar namun tidak dalam porsi yang banyak. Beliau melibatkan ustadz-ustadz lain dalam pengajaran di pesantren dan juga mempercayai santri yang lebih senior untuk mengasuh masing-masing kamar santri junior dalam pondok. Dengan model kepemimpinan seperti ini diharapkan semakin terjalin keakraban dalam lingkungan pesantren, sehingga tidak terjadi kesenjangan yang terlalu jauh antara santri dengan para asatidzah.

B. PENGARUH ASATIDZAH TERHADAP MANHAJ DAN SISTEM PENDIDIKAN

Pada dasarnya Pondok Pesantren al-Furqon al-Islami adalah sebuah lembaga pendidikan yang mendidik generasi Islam dengan pendidikan yang berdasar pada al-Qur’an dan Sunnah yang shahihah

(43)

34

dengan pemahaman salafush shalih yakni pemahaman sahabat dan para pengikutnya dalam kebaikan.

Dengan tujuan awal pesantren ini berdiri yakni berusaha mengembalikan umat pada kemuliaan dan izzah nya sebagaimana telah didapatkan oleh generasi utama, ustadz Aunur Rofiq sebagai pendiri pesantren sangat berpengaruh terhadap bagaimana manhaj dan sistem pendidikan yang berjalan di Pondok Pesantren al-Furqon al-Islami.

Pada awal-awal memimpin pesantren, ustadz Aunur Rofiq sendiri yang langsung mengkader santri-santrinya yang ketika itu belum terlalu banyak sekaligus nantinya yang membantu mengelola pondok. Sehingga para santri yang belajar langsung dengan beliau faham dengan bagaimana seharusnya metode yang digunakan untuk memahami ajaran-ajaran Islam yang sesuai dengan pemahaman para sahabat dan pengikutnya dalam kebaikan. Saat mengajarkan ilmu kepada santri-santrinya, ustadz Aunur Rofiq menggunakan sistem kajian secara sorogan yang umum digunakan pada saat itu.

(44)

35

pendidikan dilakukan secara formal yang telah terdaftar di Kementerian Agama setempat, santri pun bertambah sehingga jenjang pendidikan di Pondok Pesantren al-Furqon al-Islami menjadi beragam mulai dari

Ibtidaiyah hingga Ma’had Ali setingkat Diploma III.12

Pada awal-awal berdirinya Pondok Pesantren al-Furqon al-Islami, aktivitas pembelajaran dilakukan di bangunan yang berdiri di atas tanah hibah dari orang tua ustadz Aunur Rofiq dan dibangun dengan dana dari pengasuh dan sumbangan dari masyarakat serta jama’ah pengajian pada

saat itu. Untuk saat ini aktivitas pembelajaran dilakukan di gedung-gedung baru yang sengaja dibangun demi menampung santri-santri yang terus bertambah seiring dengan beragamnya jenjang pendidikan yang diselenggarakan Pondok Pesantren al-Furqon al-Islami.13

Dalam prakteknya, ustadz yang dalam hal ini juga berperan sebagai guru sangat berpengaruh terhadap metode juga sistem pendidikan yang digunakan di Pondok Pesantren al-Furqon al-Islami. Para ustadz yang menentukan bagaimana seharusnya sistem pendidikan yang harus dijalankan agar santri-santri bisa memahami dengan baik apa yang diajarkan oleh ustadz-ustadz mereka dan juga mempermudah santri-santri untuk mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari. Berikut tata tertib bagi ustadz saat mengajar :14

(45)

36

1. Menunaikan tugas kerja dengan ikhlas, amanah, dan bertanggung jawab.

2. Membimbing dan mengarahkan para santri dengan penuh tanggung jawab.

3. Masuk mengajar sesuai jadwal dengan jam yang telah ditentukan sesuai jadwal.

4. Pada saat masuk waktu shalat fardhu, beristirahat untuk menunaikan shalat.

5. Libur setiap pekan bagi seluruh guru adalah pada hari Jum’at.

6. Meninggalkan pondok/safar, yang berdampak meninggalkan tugas, maka wajib meminta izin.

7. Menjaga nama baik dan rahasia pondok.

8. Mengisi daftar jurnal guru, meliputi pokok bahasan dari materi yang diajarkan dan tanda tangan.

9. Ustadz hendaknya berusaha mengajar santri dengan Bahasa Arab (khususnya jenjang Ma’had Ali), atau melatih mengenalkan Bahasa Arab kepada santri walaupun hanya dengan beberapa kalimat, kecuali jika terpaksa materi harus diterangkan dengan Bahasa Indonesia dan mengupayakan mengajar agar santri memperhatikan dengan serius. 10.Ustadz hendaknya mengikuti dan membantu kegiatan-kegiatan

program yang diselenggarakan oleh ma’had.

(46)

37

Pada dasarnya ustadz-ustadz mengajarkan ilmu dengan lemah lembut sesuai dengan apa yang dilakukan ustadz Aunur Rofiq pada awal-awal memimpin pesantren sekaligus mengajar langsung santri-santrinya. Dengan ini diharapkan santri bisa efektif dalam menerima ilmu yang disampaikan para ustadz. Pondok Pesantren al-Furqon al-Islami

mengajarkan ilmu-ilmu seperti kemampuan berbahasa Arab dengan baik, membiasakan diri beribadah sesuai aturan agama, mampu mengahafalkan al-Qur’an, memiliki akhlaq yang mulia yang merupakan prinsip dasar

pendidikan di Pondok Pesantren al-Furqon al-Islami. Kemudian untuk kelas Tsanawiyah, Takhasus, dan Ali ditambahkan pelajaran-pelajaran seperti ilmu al-Qur’an dan Hadits, ilmu Aqidah, ilmu Fiqh Ibadah, Muamalah, dan wawasan tentang kebudayaan Islam. Dengan ilmu-ilmu tersebut santri-santri diharapkan bisa menjadi da’i yang santun dan siap

berdakwah atas dasar ilmu dan pemahaman yang benar serta jauh dari penyimpangan kelompok teroris dan radikal.15

C. PERAN ASATIDZAH DALAM KULTUR PESANTREN

Pesantren adalah lembaga pendidikan tradisional Islam untuk mempelajari, memahami, mendalami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari.16

15Dokumentasi Pondok Pesantren Al-Furqon.

(47)

38

Setiap pondok pesantren pastilah mempunyai kultur pesantren masing-masing. Semua kegiatan yang ada di pondok pesantren secara tidak langsung akan membentuk sebuah kultur di dalamnya, mulai dari peraturan yang ada di pesantren, lingkungan pesantren, sistem pendidikan yang diterapkan, buku-buku yang dibaca, dan juga para ustadz yang mempunyai peran sangat penting dalam terbentuknya sebuah kultur pesantren.

Pondok Pesantren al-Furqon al-Islami pun juga mempunyai kultur pesantren sendiri. Terletak di desa yang cukup jauh dari pusat kota Gresik dengan mayoritas penduduknya yang berprofesi sebagai nelayan karena memang dekat dengan laut. Kehadiran Pondok Pesantren Furqon al-Islami di tengah masyarakat Desa Srowo Kecamatan Sidayu Kabupaten Gresik bisa diterima dengan baik.

Pondok Pesantren al-Furqon al-Islami terletak dalam satu komplek, namun masih berdekatan dengan rumah warga dan asrama putra putri pun terpisah dengan beberapa rumah warga setempat. Dalam aktivitas sehari-harinya para santri Pondok Pesantren al-Furqon al-Islami

juga berinteraksi dengan sangat baik terhadap masyarakat sekitar pondok. Banyak kegiatan pesantren yang juga melibatkan masyarakat sekitar seperti ta’lim umum, daurah-daurah, sholat berjama’ah.

(48)

39

dikumandangkan dua kali, setelah adzan jarak dengan iqomah cukup panjang yakni sekitar 15 menit. Hal ini berlaku rata-rata disetiap sholat 5 waktu, sambil menunggu iqomah biasanya jama’ah masjid termasuk para

santri menggunakannya dengan sholat sunnah, berdo’a, dan membaca dan menghafal al-Qur’an, hal ini dilakukan oleh semua santri dan setiap sholat berjama’ah masjid selalu penuh.17

Setelah Sholat Shubuh dilaksanakan biasanya para santri sudah ditunggu oleh santri yang lebih senior juga ada ustadz untuk menilai setoran hafalan dari para santri dan membentuk sebuah halaqah-halaqah. Kegiatan ini berlangsung hingga para santri harus bersiap-siap untuk sekolah secara formal seperti mandi juga termasuk makan dalam satu nampan yang merupakan kebiasaan santri. Masuk sekolah formal pukul 07.00 dan istirahat sekitar pukul 9.30 hingga sekitar 15 menit sebelum Adzan Zuhur. Setelah itu makan siang kemudian kegiatan terus berlanjut kecuali santri tingkat Takhasus dan Ali, aktivitas mereka biasanya belajar sendiri, terkadang menyempatkan tidur siang dan kemudian Sholat Ashar, setelah itu biasanya santri bebas beraktivitas hingga persiapan untuk Sholat Maghrib. Setelah sholat dilaksanakan ada ta’lim yang diasuh oleh

ustadz-ustadz sesuai jadwal hingga Adzan Isya’. Kemudian persiapan makan malam setelah Sholat Isya’ hingga pukul 20.00 sampai 21.00 tidak ada kegiatan santri selain belajar.18

17Hasil Observasi di Pondok Pesantren Al-Furqon,Gresik, 19 April 2016. 18

(49)

40

Pondok Pesantren al-Furqon al-Islami sangat menjaga norma-norma yang sesuai dengan syariat Islam, sehingga peraturan yang ada di pondok tidak jauh berbeda dengan aturan-aturan dalam Islam. Interaksi antara pondok putra dengan pondok putri sangat dibatasi, pakaian yang digunakan pun syar’i seperti santri putri menggunakan jilbab yang lebar

dan tidak menampakkan aurat serta memakai cadar, sedangkan santri putra pakaian mereka panjangnya tidak melebihi mata kaki. Santri dilarang melakukan hal-hal yang diharamkan oleh syariat seperti bernyanyi atau mendengarkan lagu dan musik, menyimpan dan melihat gambar lawan jenis, tidak sholat berjama’ah tanpa udzur dan lain-lain.

Kebersihan sangat dijaga di Pondok Pesantren al-Furqon al-Islami, tidak ada sampah yang berserakan di lingkungan pondok karena memang setiap santri dan warga pondok memiliki kesadaran yang sangat tinggi untuk selalu membuang sampah pada tempatnya. Selain itu santri-santri sangat menjaga adab dalam kesehariannya seperti adab bertamu, adab dalam pergaulan, adab menuntut ilmu dan lain-lain.

Dalam menjamu tamu pun Pondok Pesantren al-Furqon al-Islami

(50)

41

Pesantren al-Furqon al-Islami akan merasa betah dengan lingkungan yang sangat nyaman.19

Hampir tidak ada santri yang keluar lingkungan pesantren karena memang semua tercukupi dengan fasilitas yang ada. Terdapat juga koperasi bagi kebutuhan santri dan tempat isi ulang air minum, terkadang adapula pedagang yang datang di lingkungan pesantren untuk menjual jajanan bagi santri, namun ada waktu-waktu tertentu. Selain kegiatan pokok yang ada di pondok pesantren, santri juga melakukan kegiatan-kegiatan lain seperti olahraga dan banyak santri yang melakukan olahraga sepakbola yang masih dilakukan di lingkungan pondok pesantren, biasanya santri melakukannya saat sore hari.20

Kultur pesantren yang berlaku di Pondok Pesantren Furqon al-Islami sangat baik, hal ini terjadi karena kegiatan yang berlangsung dalam lingkungan pondok pesantren sangat positif, mulai dari aturan-aturan yang berlaku serta adab-adab dalam keseharian yang sangat diperhatikan warga pondok. Peran Asatidzah juga sangat besar bagi kultur pesantren, para

asatidzahlah yang membuat aturan-aturan di pondok yang berlandaskan syariat tentunya, dalam membimbing para santri, dan juga mengajarkan akhlaq yang baik.

Dengan demikian, maka Pondok Pesantren al-Furqon al-Islami

menganut model kepemimpinan partisipatif. Kepemimpinan partisipatif didefinisinakan sebagai persamaan kekuatan dan sharing dalam

19Dokumentasi Pondok Pesantren Al-Furqon.

(51)

42

pemecahan masalah bersama dengan bawahan, dengan cara melakukan konsultasi dengan bawahan sebelum membuat keputusan.

(52)

43

BAB IV

SISTEM PENDIDIKAN MODEL AL-FURQON AL- ISLAMI

Pendidikan Islam ialah bimbingan yang dilakukan oleh seorang dewasa kepada terdidik dalam masa pertumbuhan agar ia memiliki kepribadian Muslim. Pendidikan Islam lebih ditujukan kepada perbaikan sikap mental yang akan terwujud dalam amal perbuatan, baik bagi keperluan diri sendiri maupun orang lain. Di segi lainnya pendidikan Islam tidak hanya bersifat teoritis saja, tetapi juga praktis. Ajaran Islam tidak memisahkan antara iman dan amal saleh.1

Oleh karena itu pendidikan Islam adalah sekaligus pendidikan iman dan pendidikan amal. Dan karena ajaran Islam berisi ajaran tentang sikap dan tingkah laku pribadi masyarakat, menuju kesejahteraan hidup perorangan dan bersama, maka orang pertama yang bertugas mendidik masyarakat adalah para Nabi dan Rasul selanjutnya para ulama dan cerdik pandai sebagai penerus tugas dan kewajiban mereka.2

Pendidikan Islam merupakan kebutuhan mutlak untuk dapat melaksanakan Islam sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah. Berdasarkan makna ini, maka pendidikan Islam mempersiapakan diri manusia guna melaksanakan amanat yang dipikulkan kepadanya. Ini berarti, sumber-sumber Islam dan pendidikan Islam itu sama, yakni yang

1

Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam I (Bandung: Pustaka Setia, 1997), 11.

2

(53)

44

terpenting al-Qur’an, Sunnah Rasul, dan pribadi Rasulullah yang merupakan contoh edukatif yang sempurna bagi manusia.3

Tujuan pendidikan Islam jika berangkat dari definisinya, maka tujuannya adalah terbentuknya kepribadian yang utama berdasarkan pada nilai-nilai dan ukuran ajaran Islam dan dinilai bahwa setiap upaya yang menuju kepada proses pencarian ilmu dikategorikan sebagai upaya perjuangan di jalan Allah.4

A. JENJANG PENDIDIKAN

Seperti pondok pesantren pada umumnya yang terdapat pendidikan di dalamnya. Pondok Pesantren al-Furqon al-Islami menyelenggarakan program pendidikan kesetaraan di bawah Kementerian Agama RI dari semua jenjang. Program pendidikan yang diselenggarakan ini juga di bawah Yayasan Al-Furqon dan terbagi menjadi tiga kategori yakni :

1. Formal

Dalam pembagiannya jenis pendidikan formal terdiri dari:5 a) Tingkat dasar MSU (Madrasah Salafiyah Ula)

b) Tingkat menengah MSW (Madrasah Salafiyah Wustha) c) Tingkat atas Paket C / Madrasah Salafiyah Ulya

3

Abdurrahman An-Nahlawi, Prinsip-prinsip dan Metoda Pendidikan Islam (Bandung:

Diponegoro, 1996), 41.

4

Suyudi, Pendidikan Dalam Perspektif Islam (Yogyakarta: Mikraj, 2005), 63.

5

(54)

45

2. Informal

Pondok Pesantren al-Furqon al-Islami menyelenggarakan dua tingkat pendidikan yakni tingkat di atas SMA MTI (Marhalah Takhasus Ilmi) program ini merupakan persiapan Bahasa dan dasar Agama untuk santri lulusan SMA dengan tujuan agar bisa melanjutkan ke jenjang

Ma’had Ali Al-Furqon dan lainnya.

Setelah jenjang pendidikan MTI (Marhalah Takhasus Ilmi), santri bisa melanjutkan pendidikannya pada kelas Ma’had Ali. Ma’had Ali merupakan jenjang pendidikan teratas di Pondok Pesantren al-Furqon al-Islami yang mempunyai program untuk pembinaan kader Dai yang

berilmu syar’i dan berakhlaq mulia dan siap diterjunkan ke masyarakat

Indonesia. 3. Non Formal

Pondok Pesantren al-Furqon al-Islami menyelenggarakan pengajian umum yang diikuti santri dan masyarakat umum di Masjid utama setiap hari ba’da Maghrib. Selain itu, pesantren juga mengadakan program tahfidz yang diikuti seluruh santri

(55)

46

Berikut merupakan kegiatan Yayasan Pondok Pesantren Al-Furqon dalam hal pendidikan serta penjelasan lebih terperinci pada jenjang pendidikan yang diselenggarakan Pondok Pesantren al-Furqon al-Islami antara lain:6

a) Ibtidaiyah (setingkat SD) MSU (Madrasah Salafiyah Ula)

1) Untuk santri putra umur seusia sekolah dasar yakni 6 s/d 12 tahun.

2) Memprioritaskan pelajaran al-Qur’an dengan membaca dan menghafalkannya.

3) Mengikuti program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun program salafiyah yang mengacu pada kurikulum pemerintah untuk ujian nasionalnya.

4) Berdiri pada bulan Jumada Tsaniyah tahun 1424 H atau 2003 M.

b) MSW (Madrasah Salafiyah Wustho) setingkat SMP

1) Untuk santri putra umur sesusia sekolah lanjutan pertama yang memprioritaskan pelajaran al-Qur’an dengan membaca dan menghafalkannya serta penguasaan Bahasa Arab dan ilmu agama tingkat dasar.

2) Mengikuti program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun program salafiyah yang mengacu pada kurikulum pemerintah untuk ujian nasionalnya.

6

(56)

47

3) Berdiri pada bulan Jumada Tsaniyah tahun 1428 H atau 2007 M.

c) Tsanawiyah / Pendidikan Kesetaraan Paket C (setingkat SMA) Mendidik kader dakwah dari lulusan SMP/sederajat selama 3 (tiga) tahun. Membekali santri dengan ilmu al-Qur’an dan Hadits, dasar-dasar Bahasa Arab baik dari segi kaidah tata bahasa, tata tulis, tata baca, percakapan dan lainnya. Untuk memfasilitasi santri agar bisa mendapatkan ijazah setingkat SMA maka pesantren menyelenggarakan pendidikan kesetaraan Paket C dengan mempelajari ilmu-ilmu umum yang diujikan secara nasional agar santri lulusan Ma’had Ali Pondok Pesantren al-Furqon al-Islami

yang belum mendapatkan ijazah SMA berkesempatan untuk menempuh pendidikan di jenjang yang lebih tinggi.

d) Qism Takhasus Ilmi

Mendidik calon da’i lulusan SMA / sederajat selama 2 (dua) tahun. Membekali santri dengan ilmu al-Qur’an dan Hadits, dasar-dasar Bahasa Arab baik dari segi kaidah tata bahasa, tata tulis, tata baca, percakapan serta dasar ilmu aqidah dan ibadah.

e) Ma’had Ali (setingkat Diploma III)

(57)

48

lainnya. Menjadikan para da’i yang santun yang siap berdakwah di

tengah-tengah masyarakat atas dasar ilmu dan pemahaman yang benar yang jauh dari penyimpangan kelompok teroris dan radikal.

B. BUKU-BUKU YANG DIBACA

Dalam dunia pondok pesantren, buku menjadi salah satu elemen yang sangat penting. Pondok pesantren juga dapat dikelompokkan menurut jenis buku yang dibaca di pondok pesantren tersebut, karena dengan buku-buku tersebut yang nantinya akan membentuk karakter para santri dan karakter suatu pondok pesantren secara keseluruhan.

Pada awal-awal adanya pondok pesantren, buku-buku yang diajarkan adalah tentang pengetahuan Islam. Namun, untuk sekarang ini telah banyak pesantren yang juga mengajarkan pengetahuan-pengetahuan umum. Dalam perbandingan antara pelajaran agama dengan pelajaran umum, setiap pesantren memiliki perbandingannya sendiri-sendiri.

Sekarang, meskipun telah banyak pesantren yang memasukkan pengajaran pengetahuan umum sebagai suatu bagian yang penting dalam pendidikan suatu pesantren, namun pengajaran kitab-kitab Islam klasik juga tetap diberikan sebagai upaya untuk terus mendidik para santri agar faham tentang Islam.7

Secara umum buku yang dibaca dalam kegiatan belajar mengajar di pesantren menggunakan kitab yang hampir sama antara satu dengan lainnya,

7

Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren; Studi tentang Pandangan Hidup Kiai (Jakarta:

(58)

49

seperti kitab Tauhid, Tafsir, Hadis, Fikih, Usul Fikih, Bahasa Arab, dan Akhlaq. Namun dalam pemilihan judul kitab, setiap pesantren mengalami perbedaan seperti kitab yang dibaca di Pondok Pesantren Gontor :8

1.Tauhid : Usul Ad-Din, Kitab As-Sa’adah, Ad-Din Al-Islam jilid 1 dan 2, Al-Adyan.

2.Tafsir : Durus At-Tafsir, Min Ayat Al-Ahkam, Tafsir Al-Madrasi.

3.Hadis : Bulughul Maram, Ilm Mustalah Al-Hadis.

4.Fikih :Pengantar Fikih 1 dan 2, Al-Fiqh Al-Wadih 1,2,3, Bidayat Al-Mujtahid.

5.Usul Fikih : Al- Mabadi’ Al-Awwaliyyah, Al-Bayan.

6.Bahasa Arab : Nahw Al- Wadih, Amsilat Al-I’rab, Al-Amsilat At- Tasrifiyah, Durus Al-Lugah Al- Arabiyyah juz 1 dan 2,

Mustalah Hadisah, Qira’ah Rasyidah, Qira’ah Wafiyah.

7.Akhlak : At-Tarbiyah Wat-Ta’lim 1 dan 2, At-Tarbiyah Al- Amaliyyah fi At-Tadris.

Pondok Pesantren al-Furqon al-Islami yang bermanhaj salafi juga memiliki buku-buku yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar sehari-harinya. Pada awal berdirinya persantren yang diajarkan adalah buku-buku tentang pengetahuan Islam. Namun seiring berkembangnya Pesantren, Pondok Pesantren al-Furqon al-Islami juga mengajarkan pelajaran-pelajaran umum dan buku-buku yang diajarkan menyesuaikan dengan kurikulum pemerintah. Meskipun telah memasukkan pengajaran

8

Referensi

Dokumen terkait

Ketiga, tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih juga kepada ustadz Agus Su’aidi yang telah bersedia berbagi informasi masalah seputar penentuan waktu salat di pondok

Slogan-slogan tersebut tidak hanya berfungsi sebagai hiasan tetapi ajar- an yang harus diamalkan oleh para santri dan jamaah Pondok Pesantren Bi Ba’a Fadlrah. Berfungsi juga

Pondok pesantren Al Urwatul Wutsqo Jombang lebih banyak mendalami ilmu Al Qur‟an dari pada kitab-kiab klasik (kuning), akan tetapi yang menjadi titik tekannya

Bentuk pelaksanaan pendidikan yang dilakukan pondok pesantren Al- Asy’ari, sebenarnya tidak jauh berbeda dengan proses penyebaran Islam di Indonesia khususnya pulau Jawa

Kondisi tersebut juga ada yang mengalaminya di antara para santri puteri Pondok Pesantren al-Masyitoh. Ada dua orang yang siklus haidnya tidak tera- tur terjadi setiap bulan.

Winda Mustafani (Skripsi) dengan judul Perkembangan Pondok Pesantren Darul Mujahadah Desa Prupuk Utara Kecamatan Margasari Kabupaten Tegal Tahun 2000-2015

Namun dalam pengelolaannya para nazhir tersebut merupakan pengurus yayasan pondok pesantren modern Al-Qur'an Buaran yang menduduki jabatannya masing-masing. Alf

Hanya dengan petunjuk Allah semata, peneliti bisa menyelesaikan skripsi yang berjudul “Peran Pembimbing Asrama Putra Dalam Membentuk Karakter Islami Santri Pondok Pesantren Al-Amien