• Tidak ada hasil yang ditemukan

Praktek pembiayaan pendidikan dengan akad murabahah di BMT As-Syifa' Sepanjang Sidoarjo dalam perspektif hukum islam.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Praktek pembiayaan pendidikan dengan akad murabahah di BMT As-Syifa' Sepanjang Sidoarjo dalam perspektif hukum islam."

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

PRAKTEK PEMBIAYAAN PENDIDIKAN DENGAN AKAD

MURA>BAH}AH DI BMT AS-

SYIFA’ SEPANJANG SIDOARJO

DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

SKRIPSI

Oleh:

RizkiAmalia Agustin NIM. C02213068

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syari’ah dan Hukum Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Ekonomi Syariah

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Skripsi ini adalah hasil penelitian lapangan dengan judul “Praktek Pembiayaan Pendidikan Dengan Akad Mura>bah}ah di BMT As- Syifa’ Sepanjang Sidoarjo Dalam Perspektif Hukum Islam”. Skripsi ini merupakan penelitian untuk menjawab pertanyaan, 1) bagaimana praktek pembiayaan pendidikan dengan akad mura>bah}ah di BMT As- Syifa’ Sepanjang Sidoarjo. 2) bagaimana perspektif Hukum Islam terhadap pembiayaan pendidikan dengan akad mura>bah}ah di BMT As-Syifa’ Sepanjang Sidoarjo.

Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif melalui teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi. Selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif. Maksudnya pembahasan dimulai dengan mengumpulkan data yang telah diperoleh dari lapangan tentang praktek pembiayaan pendidikan yang diajukan oleh calon nasabah untuk pembayaran uang gedung kuliah kepada pihak BMT, kemudian dianalisis dengan Hukum Islam yakni Mura>bah}ah terhadap praktik pembiayaan pendidikan di BMT As Syifa’ Sepanjang Sidoarjo.

Dari hasil penelitian, diperoleh informasi mengenai praktik pembiayaan pendidikan di BMT As-Syifa’, yakni dengan akad Mura>bah}ah. Dalam prakteknya nasabah datang ke BMT As-Syifa’ untuk mengajukan pembiayaan pendidikan untuk membayar uang gedung kuliah anaknya. Sehingga praktek dalam kontrak tersebut berubah menjadi kontrak pinjam meminjam berupa uang. Dalam hal ini akad Mura>bah}ah yang diterapkan dalam pembiayaan pendidikan tidaklah sesuai, karena dalam prakteknya tidak ada unsur transaksi jual beli barang melainkan pinjaman uang. Dengan ketentuan pembayaran secara angsuran selama 12 bulan, terhitung sejak pencairan. Dengan adanya praktik tersebut penulis menyimpulkan bahwa pembiayaan pendidikan dengan akad Mura>bah}ah ditinjau dari fatwa DSN MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000 dalam hal ini tidak tepat atau dianggap akad yang fasid. Sebab dalam perjanjian akad Mura>bah}ah tersebut pihak BMT As-Syifa’ Sepanjang Sidoarjo dan nasabah tidak ada perjanjian jual beli melainkan pinjaman uang untuk biaya kuliah.

Pada akhirnya penulisan skripsi ini, dapat menyarankan kepada pihak

BMT As-Syifa’ Sepanjang Sidoarjo, diharapkan dapat menerapkan sistem

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vii

MOTTO ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TRANSLITERASI ... xii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 8

C. Rumusan Masalah ... 9

D. Kajian Pustaka ... 10

E. Tujuan Penelitian ... 13

F. Kegunaan Penelitian ... 13

G. Definisi Operasional ... 14

H. Metode Penelitian ... 15

I. Sistematika Pembahasan ... 19

BAB II MURA>BAH}AH DALAM HUKUM ISLAM ... 22

A. Konsep Mura>bah}ah ... 22

1. Pengertian Akad Mura>bah}ah ... 22

2. Landasan Hukum Mura>bah}ah ... 25

3. Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI ... 30

(8)

5. Jenis-jenis Mura>bah}ah ... 38

6. Syarat Pembiayaan Mura>bah}ah ... 38

7. Skema Pembiayaan Mura>bah}ah ... 39

8. Prosedur Pelaksanaan Pembiayaan Mura>bah}ah ... 40

9. Pandangan Ulama terhadap Kebolehan Mura>bah}ah ... 41

10.Konsep Rahn ... 43

11.Landasan Hukum Rahn ... 45

12.Rukun dan Syarat Rahn ... 47

13.Fatwa DSN MUI Rahn ... 49

14.Skema Pembiayaan Rahn ... 51

BAB III PRAKTEK PEMBIAYAAN PENDIDIKAN DENGAN AKAD MURA>BAH}AH (STUDY KASUS DI BMT AS-SYIFA’ SEPANJANG SIDOARJO) ... 53

A. Gambaran Umum BMT As-Syifa’ Sepanjang Sidoarjo ... 53

1. Sejarah dan Perkembangan BMT As-Syifa’... 53

2. Visi dan Misi BMT As-Syifa’ ... 54

3. Tujuan Berdirinya BMT As-Syifa’ ... 55

4. Badan Hukum BMT As-Syifa’ ... 55

5. Struktur Organisasi ... 56

6. Produk-Produk di BMT As-Syifa’ ... 59

B. Praktek Pembiayaan Pendidikan di BMT As-Syifa’ ... 64

1. Prosedur Pengajuan Pembiayaan ... 64

2. Prosedur Setelah Pendaftaran ... 65

3. Proses Usulan Pembiayaan ... 66

4. Prinsip Penilaian Pembiayaan ... 66

5. Putusan Permohonan Pembiayaan ... 70

6. Realisasi Pembiayaan ... 70

(9)

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK

AKAD MURA>BAH}AH UNTUK PEMBIAYAAN

PENDIDIKAN DI BMT AS SYIFA’ SEPANJANG

SIDOARJO ... 75

A. Analisis Terhadap Praktek Akad Mura>bah}ah untuk

Pembiayaan Pendidikan di BMT As-Syifa’ Sidoarjo ... 75

B. Analisis Hukum Islam Terhadap Praktek Penggunaan Akad Mura>bah}ah untuk Pembiayaan Pendidikan di BMT As-Syifa’ Sidoarjo ... 81

BAB V PENUTUP... 91

A. Kesimpulan ... 91

B. Saran... 91

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vii

MOTTO ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TRANSLITERASI ... xii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 8

C. Rumusan Masalah ... 9

D. Kajian Pustaka ... 10

E. Tujuan Penelitian ... 13

F. Kegunaan Penelitian ... 13

G. Definisi Operasional ... 14

H. Metode Penelitian ... 15

I. Sistematika Pembahasan ... 19

BAB II MURA>BAH}AH DALAM HUKUM ISLAM ... 22

A. Konsep Mura>bah}ah ... 22

1. Pengertian Akad Mura>bah}ah ... 22

2. Landasan Hukum Mura>bah}ah ... 25

3. Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI ... 30

(11)

5. Jenis-jenis Mura>bah}ah ... 38

6. Syarat Pembiayaan Mura>bah}ah ... 38

7. Skema Pembiayaan Mura>bah}ah ... 39

8. Prosedur Pelaksanaan Pembiayaan Mura>bah}ah ... 40

9. Pandangan Ulama terhadap Kebolehan Mura>bah}ah ... 41

10.Konsep Rahn ... 43

11.Landasan Hukum Rahn ... 45

12.Rukun dan Syarat Rahn ... 47

13.Fatwa DSN MUI Rahn ... 49

14.Skema Pembiayaan Rahn ... 51

BAB III PRAKTEK PEMBIAYAAN PENDIDIKAN DENGAN AKAD MURA>BAH}AH (STUDY KASUS DI BMT AS-SYIFA’ SEPANJANG SIDOARJO) ... 53

A. Gambaran Umum BMT As-Syifa’ Sepanjang Sidoarjo ... 53

1. Sejarah dan Perkembangan BMT As-Syifa’... 53

2. Visi dan Misi BMT As-Syifa’ ... 54

3. Tujuan Berdirinya BMT As-Syifa’ ... 55

4. Badan Hukum BMT As-Syifa’ ... 55

5. Struktur Organisasi ... 56

6. Produk-Produk di BMT As-Syifa’ ... 59

B. Praktek Pembiayaan Pendidikan di BMT As-Syifa’ ... 64

1. Prosedur Pengajuan Pembiayaan ... 64

2. Prosedur Setelah Pendaftaran ... 65

3. Proses Usulan Pembiayaan ... 66

4. Prinsip Penilaian Pembiayaan ... 66

5. Putusan Permohonan Pembiayaan ... 70

6. Realisasi Pembiayaan ... 70

(12)

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK

AKAD MURA>BAH}AH UNTUK PEMBIAYAAN

PENDIDIKAN DI BMT AS SYIFA’ SEPANJANG

SIDOARJO ... 75

A. Analisis Terhadap Praktek Akad Mura>bah}ah untuk

Pembiayaan Pendidikan di BMT As-Syifa’ Sidoarjo ... 75

B. Analisis Hukum Islam Terhadap Praktek Penggunaan Akad Mura>bah}ah untuk Pembiayaan Pendidikan di BMT As-Syifa’ Sidoarjo ... 81

BAB V PENUTUP... 91

A. Kesimpulan ... 91

B. Saran... 91

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Seiring berkembangnya perbankan syariah di Indonesia yang ditandai

dengan disetujuinya Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, di dalamnya diatur

dengan rinci mengenai landasan hukum serta jenis-jenis usaha yang dapat

dioperasikan dan diimplementasikan oleh bank syariah. Dalam

Undang-Undang tersebut juga memberikan arahan bagi bank-bank konvensional

untuk membuka cabang syariah atau bahkan mengkonversi diri secara total

menjadi bank syariah. Dengan berkembangnya perbankan syariah,

berkembang pula lembaga keuangan mikro syariah, lembaga keuangan

syariah adalah lembaga keuangan yang menjalankan kegiatannya dengan

berlandaskan prinsip syariah Islam. Lembaga keuangan syariah terdiri dari

bank dan non bank yaitu Baitul Ma>l Wat Tamwi>l (BMT).

BMT (Baitul Ma>l Wat Tamwi>l) merupakan lembaga keuangan mikro

yang berfungsi sebagai penyedia kredit bagi masyarakat, khususnya

pengusaha skala kecil dengan sistem bagi hasil bukan bunga seperti halnya

lembaga keuangan konvensional. Keberadaan BMT (Baitul Ma>l Wat

Tamwi>l), sangat dirasakan manfaatnya terutama oleh para pengusaha

golongan menengah ke bawah atau pedagang kecil. Pedagang kecil

merupakan salah satu bagian dari masyarakat golongan ekonomi lemah yang

(14)

2

cukup untuk mengembangkan usaha. Hal ini tidak lain karena keberadaan

BMT lebih berorientasi kepada pasar bukan pada produk.

BMT yang telah nyata ada dimasyarakat, berkiprah secara konkrit dalam

bidang yang spesifik (bisnis keuangan) dan memiliki sistem yang standar

(berdasarkan syariah islam). Perkembangan Baitul Ma>l Wat Tamwi>l yang

kian pesat dewasa ini, tidak dapat dipungkiri bahwa pengalokasian dana

dalam BMT memegang peranan penting. Pentingnya pengalokasian dana

dalam BMT dikarenakan, alokasi dana BMT merupakan upaya

menggunakan dana untuk kepentingan operasional yang dapat

mengakibatkan berkembangnya BMT atau sebaliknya, jika penggunaanya

salah.1

Dalam pelaksanaanya, kegiatan BMT adalah mengembangkan

usaha-uasaha produktif dalam rangka meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi

pengusaha kecil2 dengan cara menyalurkan dana berupa pembiayaan

berdasarkan akad jual beli dan bagi hasil. Selain itu, Baitul Ma>l Wat Tamwi>l

juga menerima titipan zakat, infaq, shadaqah dan menyalurkannya sesuai

dengan peraturan syariah dan amanahnya. Adapun Baitul Ma>l Wat

Tamwi>l sebagai usaha pengumpul dan penyaluran dana komersial, BMT

memiliki berbagai macam produk yang ditawarkan dalam menjalankan

1

Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Mal Wat Tamwil, (Yogyakarta: UII Press, 2004), 158.

2

(15)

3

usahanya, adapun berbagai macam produk yang terdapat dalam BMT

sebagai berikut :3

1. Wadi’ah (Titipan)

2. Musha>rakah (Kerja sama)

3. Mud}a>rabah (Bagi hasil)

4. Ija>rah (Sewa)

5. Mura>bahah (Jual Beli)

6. Ujrah (Fee)

7. Hawa>lah (Talangan)

8. Rahn (Gadai)

Segala transaksi atau tindakan yang berhubungan dengan manusia dan

manusia atau muamalah telah diatur dalam fiqh muamalah, dalam fiqh

muamalah terdapat hukum-hukum yang berkaitan dengan tindakan manusia

dalam persoalan-persoalan keduniawiyan. Pada dasarnya, segala bentuk

atau transaksi muamalah itu boleh atau mubah kecuali ada dalil-dalil yang

mengharamkannya. Jadi pada dasarnya segala bentuk macam muamalah

itu boleh asalkan tetap diperbolehkannya oleh syara’ terutama tentang

jual beli atau lain-lainya. Hal ini sesuai dengan kaidah fiqh :

ىَلع ليلد لدَي نَأاِإ ُةَحََِإا ِةَلَم اَعُمْلا ِِْ ُلْص َأا

اَهِمرََْ

Artinya : “Hukum asal dari muamalah adalah boleh atau mubah kecuali ada dalil yang melarangnya (mengharamkannya)”.4

3

Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Mal Wat Tamwil (BMT), (Yogyakarta: UII Press, Cet.

II, 2005), 73.

4

(16)

4

Kaidah diatas telah menjadi dasar bagi setiap bentuk transaksi

perdagangan dan ekonomi menjadi halal kecuali ada alasan yang

melarangnya. Disamping itu, dalam urusan pemenuhan kebutuhan hidup,

manusia tidak akan mampu mencukupi kebutuhan hidupnya tanpa bantuan

manusia yang lain. Oleh karena itu Allah SWT menyuruh setiap umatnya

untuk saling tolong menolong. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT

dalam Al-Quran Surat al-Maidah ayat (2) yang berbunyi :5

ىَوْقَ تلٱَو ِِّبْلٱ ىَلَع ْاوُنَواَعَ تَو

,

ِن َوْدُعْلٱَو ِِْْإٱ ىَلَع ْاوُنَواَعَ ت َاَو

,

ََّٱ ْاوُقَ تٱَو

,

ِباَقِعْلٱ ُدْيِدَش ََّٱ َنِإ

Artinya : “Dan tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan

taqwa, dan janganlah tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat berat siksanya”.

Dari ayat tersebut diatas menerangkan bahwa semua usaha manusia

dalam memenuhi kebutuhan hidupnya adalah sah, akan tetapi agama

Islam dengan seperangkat hukumnya juga membatasi perilaku manusia

dalam menjalankan segala usahanya. Salah satu bentuk tolong menolong

adalah dengan cara menyalurkan dana pada seseorang yang

membutuhkan. Sesuai dengan firman Allah SWT dalam Al-Quran surat

al-Baqarah ayat (245) yang berbunyi :6

ُط ُ ܻۡبَيَو ُِܼبۡقَي ُ ََٱَو ۚٗةَرِثَك اٗفاَع َۡܽأ ٓۥُ ََ ۥُݝَفِعٰ َضُيَف اٗݜَسَح اًܽۡرَق َ ََٱ ُضِرۡقُي يِ ََٱ اَذ نَم َنوُعَجۡرُت ِݝۡ ََِ

٥

5

Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, 85.

6

(17)

5

Artinya : “Siapakah yang mau member pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak, dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya lah kamu dikembalikan”.

Dari ayat di atas, dapat diambil sebuah kesimpulan bahwasanya antara

manusia satu dengan manusia yang lain harus saling tolong menolong,

akan tetapi tolong menolong hanya untuk perbuatan baik saja menurut

syara’, bukan termasuk perbuatan yang dilarang syara’. Seiring dengan

perkembangan teknologi berkembang pula kebutuhan hidup yang semakin

meningkat mengikuti arus perkembangan jaman, kebutuhan masyarakat akan

pembiayaan sekarang ini semakin tinggi sehingga mengakibatkan semakin

banyak pula lembaga pembiayaan baik itu bank maupun non bank yang

mana lembaga pembiayaan tersebut menjadi tujuan dari masyarakat untuk

memenuhi kebutuhan khususnya pembiayaan, baik itu pembiayaan dalam

bentuk penyediaan dana maupun barang modal.

Pembiayaan adalah suatu fasilitas yang diberikan oleh koperasi

syariah kepada masyarakat yang membutuhkan untuk menggunakan dana

yang telah dikumpulkan oleh koperasi syariah dari masyarakat yang surplus

dana. Secara umum pembiayaan yang diberikan oleh lembaga keuangan

syariah meliputi tiga macam akad pembiayaan besar yaitu, akad

mura>bah}ah (jual beli), pembiayaan mud}ha>rabah (bagi hasil), pembiayaan

musya>rakah (kerjasama atau perkongsian), dan pembiayaan berakad hasan

(18)

6

Berbagai macam produk dan jasa yang ditawarkan oleh Lembaga

keuangan syariah yaitu BMT, produk pembiayaan mura>bah}ah yang paling

banyak digunakan dalam kegiatan usahanya dalam memberikan pelayanan

pembiayaan. Dominannya produk mura>bah}ah dalam pemenuhan pembiayaan

pada BMT tersebut dikarenakan masyarakat lebih menyukai, disamping itu

karakternya yang menguntungkan, mudah dalam penerapan, serta dengan

faktor resiko yang ringan.

Secara sederhana, mura>bah}ah berarti suatu penjualan barang seharga

barang tersebut ditambah keuntungan yang disepakati.7 Dalam pengertian

lainnya, mura>bah}ah adalah akad jual beli atas suatu barang, dengan harga

yang disepakati antara penjual dan pembeli setelah sebelumnya penjual

menyebutkan dengan sebenarnya harga perolehan atas barang tersebut dan

besarnya keuntungan yang diperolehnya.8 Sehingga dapat disimpulkan

bahwa mura>bah}ah merupakan suatu akad jual beli dimana penjual

ataupun lembaga keuangan syariah menyatakan harga pokok penjualan

dan keuntungan kepada pembeli atau nasabah dan telah disepakati oleh

kedua belah pihak yang melakukan akad.

BMT As-Syifa’ Sidoarjo adalah salah satu lembaga keuangan syariah

yang berada di Sepanjang Sidoarjo, yang ikut serta dan peduli untuk

mensyi’arkan ajaran Islam serta untuk mensejahterakan ekonomi

masyarakat. BMT As-Syifa’ Sepanjang ini selain menyediakan produk

7

Adiwarman Karim, Bank Islam (Analisis Fiqh dan Keuangan), (Jakarta: Rajawali Press, 2011),

113.

8

Veithzal Rivai dan Arvian Arifin, Islamic Banking Sebuah Teori, Konsep, dan Aplikasi, (Jakarta:

(19)

7

produk penghimpunan dana (funding) seperti wadi’ah, simpanan berjangka

mud}ha>rabah, simpanan fitri, simpanan Qurban dan simpanan pendidikan,

juga menyediakan produk-produk penyaluran dana (lending) seperti

pembiayaan mura>bah}ah, pembiayaan mud}ha>rabah, pembiayaan musya>rakah,

pembiayaan qardhul hasan. Pembiayaan mura>bah}ah merupakan produk yang

paling diminati oleh para calon kreditur. Karena dilihat dari prosedur

pembiayaan mura>bah}ah yang paling mudah dipahami serta mampu

menjawab dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.

Pendidikan merupakan salah satu aspek terpenting dalam menunjang

kemajuan suatu bangsa. Bagaimana jadinya jika generasi masa depan bangsa

putus di tengah jalan dalam mengenyam pendidikan atau bahkan tidak

pernah mengenyam pendidikan sama sekali. Pada saat ini biaya pendidikan

di Indonesia sangat tinggi dan kurang terjangkau oleh masyarakat menengah

ke bawah.

BMT yang pada dasarnya mengemban misi sosial haruslah ikut berperan

serta dalam menangani masalah pendidikan ini. Salah satu bentuknya adalah

harus ada salah satu produk tertentu dari BMT, dimana produk itu

memberikan pembiayaan untuk menangani masalah pendidikan atau biaya

talangan untuk biaya pendidikan. BMT As-Syifa’ Sepanjang Sidoarjo adalah

salah satu lembaga keuangan syariah yang menyalurkan pembiayaan untuk

biaya pendidikan, dimana bentuk penyaluran pembiayaan tersebut

menggunakan akad mura>bah}ah. Secara teori di dalam akad mura>bah}ah

(20)

8

atau hak guna barang tersebut oleh nasabah namun bentuk barang yang

disediakan BMT dalam hal ini adalah uang. Sedangkan fungsi uang dalam

Islam sendiri adalah sebagai alat tukar bukan sebagai barang komoditi.

Selain itu, pendidikan juga tidak menghasilkan output berupa materi (uang)

yang dihasilkan melainkan adalah berupa ilmu pengetahuan (science).

Akad mura>bah}ah yang diberikan untuk biaya pendidikan, memang

suatu implementasi yang masih kontroversi atau cukup dilematis di dalam

prakteknya. Di dalam menyalurkan dananya kepada masyarakat. Akan

tetapi hal ini sulit untuk dihindarkan, permintaan pembiayaan untuk

membiayai pendidikan akan terus meningkat seiring pendidikan di Indonesia

tergolong cukup mahal. Masyarakat menengah ke bawah pasti akan lebih

memilih menggunakan jasa BMT sebagai alternatif untuk membantunya

dalam menangani masalah biaya pendidikan ini.

Berdasarkan uraian di atas, penulis ingin meneliti dan mengangkatnya

di dalam penulisan Tugas Akhir yang berjudul “PRAKTEK PEMBIAYAAN

PENDIDIKAN DENGAN AKAD MURA>BAH}AH DI BMT AS-SYIFA’

SEPANJANG SIDOARJO DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM”.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang di atas terdapat beberapa masalah dalam

penelitian ini. Adapun masalah yang diidentifikasikan sebagai berikut :

(21)

9

b) Praktek pembiayaan akad mura>bah}ah di BMT As-Syifa’ Sepanjang

Sidoarjo.

c) Penerapan akad mura>bah}ah pada pembiayaan pendidikan di BMT

As-Syifa’ Sepanjang Sidoarjo.

d) Perspektif hukum Islam terhadap pembiayaan pendidikan dengan

akad mura>bah}ah di BMT As-Syifa’ Sepanjang Sidoarjo.

Untuk menghasilkan penelitian yang lebih terfokus pada judul

skripsi, maka penulis membatasi penelitian ini pada masalah berikut :

a) Praktek pembiayaan pendidikan dengan akad mura>bah}ah di BMT

As-Syifa’ Sepanjang Sidoarjo.

b) Pembiayaan pendidikan dengan akad mura>bah}ah di BMT As-Syifa’

Sepanjang Sidoarjo dalam perspektif hukum Islam.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis ingin merumuskan

permasalahan yang menjadi fokus kajian adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana praktek pembiayaan pendidikan dengan akad mura>bah}ah

di BMT As-Syifa’ Sepanjang Sidoarjo ?

2. Bagaimana perspektif hukum Islam terhadap pembiayaan pendidikan

(22)

10

D. Kajian Pustaka

Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian atau penelitian

yang sudah pernah dilakukan seputar masalah yang akan diteliti sehingga

terlihat jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak merupakan

pengulangan atau duplikasi dari kajian atau penelitian yang telah ada.9

Adapun penelitian yang terkait dengan akad mura>bah}ah adalah sebagai

berikut :

1. Skripsi yang ditulis oleh Nurul Choiriyatin Nisa dengan judul “Tinjauan

Hukum Islam Terhadap Akad Mura>bah}ah Pembiayaan Konsumtif di PT

BPRS Amanah Sejahtera Kecamatan Cerme Kabupaten Gresik” dengan

kesimpulan bahwa pembiayaan mura>bah}ah di BPRS Amanah Sejahtera,

barang yang diperjualbelikan tidak ada, melainkan pihak yang seharusnya

mengadakan atau menyediakan barang memberikan uang kepada

nasabah untuk membeli barang yang diinginkan kemudian barang

tersebut dibei oleh BPRS lalu dijual kembali ke nasabah, hal itu telah

dilakukan dalam perjanjian awal mura>bah}ah. Sehingga syarat dan rukun

dalam jual belinya tidak sah.10

2. Skripsi yang ditulis oleh Zunatur Rohmanah dengan judul “ Penerapan

Akad Wakalah Pada Produk Mura>bah}ah di Koperasi Simpan Pinjam

Syariah Ben Tawakal Kecamatan Mantup Kabupaten Lamongan” dengan

9

Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam UIN Sunan Ampel Surabaya, Petunjuk Teknis Penulisan

Skripsi,(Surabaya: Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam, 2014), 8.

10

Nurul Choiriyatin Nisa, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Akad Mura>bah}ah Pembiayaan

Konsumtif di PT BPRS Amanah Sejahtera Kecamatan Cerme Kabupaten Gresik”,(Surabaya:

(23)

11

kesimpulan bahwa pihak koperasi memberikan akad wakalah pada

nasabah untuk membeli barang yang mereka inginkan sendiri. Namun

dalam prakteknya, nasabah tidak membelikan semua uang yang telah

diberikan oleh pihak koperasi sebagaimana yang tertulis dalam akad

pembiayaan mura>bah}ah. Dan nasabah tidak memberikan tanda bukti

pembayaran kepada koperasi. Dengan demikian menurut hukum Islam

akad tersebut tidak sah.11

3. Skripsi saudara Ainul Yaqin dengan judul “ Kajian Hukum Islam

Terhadap Aplikasi Pembiayaan Mura>bah}ah di Koperasi Simpan Pinjam

Pondok Pesantren Kramat Kabupaten Pasuruan” dengan kesimpulan

bahwa aplikasi mura>bah}ah di koperasi simpan pinjam Pondok Pesantren

Kramat Kabupaten Pasuruan, dimana penyaluran pembiayaan dilakukan

dengan cara memberikan pembiayaan kepada nasabah dalam pembelian

barang dan menjual kembali barang yang sudah dibeli nasabah kepada

koperasi simpan pinjam pondok pesantren Kramat Kabupaten Pasuruan.

Dengan demikian aplikasi pembiayaan mura>bah}ah yang dilakukan

tidaklah tepat jika diterapkan untuk skema modal kerja.12

Dari pemaparan beberapa penelitian yang disebutkan diatas, dapat ditarik

kesimpulan bahwa penelitian pada skripsi yang pertama mengulas tentang

akad mura>bah}ah pembiayaan konsumtif di PT BPRS Amanah Sejahtera

11

Zunatur Rohmanah, “Penerapan Akad Wakalah pada Produk Mura>bah}ah di Koperasi Simpan

Pinjam Syariah Ben Tawakal Kecamatan Mantup Kabupaten Lamongan”, (Surabaya: Skripsi

UIN Sunan Ampel, 2010), 8.

12

Ainul Yaqin, “Kajian Hukum Islam Terhadap Aplikasi Pembiayaan Mura>bah}ah di Koperasi

Simpan Pinjam Pondok Pesantren Kramat Kabupaten Pasuruan”, (Surabaya: Skripsi UIN Sunan

(24)

12

Kecamatan Cerme Kabupaten Gresik. Pada penelitian terdahulu, pembiayaan

konsumtif yang dimaksud merupakan pembelian suatu alat kerja untuk

modal usaha, yang kemudian diarahkan pada mekanisme dan analisa hukum

Islam pada akad mura>bah}ah yang diterapkan pada PT BPRS Amanah

Sejahtera. Sehingga perbedaannya terlihat pada objek penelitiannya.

Sedangkan pada skripsi yang kedua, peneliti membahas tentang

penerapan akad wakalah pada pembiayaan mura>bah}ah di Koperasi Simpan

Pinjam Syariah Lamongan. Perbedaan yang ada pada penelitian terdahulu ini

terletak pada objek permasalahan yang dikaji. Penelitian terdahulu mengkaji

tentang mekanisme akad wakalah pada pembiayaan mura>bah}ah, sedangkan

pada penelitian ini penulis akan mengkaji penerapan produk mura>bah}ah pada

pembiayaan pendidikan.

Pada skripsi ketiga, perbedaan dengan penelitian ini terdapat pada

mekanisme pembiayaan mura>bah}ah sebagai pembiayaan pada pembelian

suatu asset barang yang diinginkan oleh nasabah kepada pihak koperasi,

sedangka pada penelitian ini penulis membahas tentang mekanisme

pembiayaan mura>bah}ah pada pembiayaan pendidikan yang dilakukan oleh

BMT As-Syifa’ Sepanjang Sidoarjo.

Dengan demikian setelah penulis mengulas kajian pustaka tersebut dan

alasan penulis mengambil tiga judul skripsi tersebut diatas karena dari hasil

penelusuran di website dan catalog perpustakaan UIN Sunan Ampel

Surabaya, penulis menemukan tiga judul skripsi yang membahas tentang

(25)

13

yang berjudul “Praktek Pembiayaan Pendidikan dengan Akad Mura>bah}ah di

BMT As-Syifa’ Sepanjang Sidoarjo dalam Perspektif Hukum Islam” yang

intinya adalah penulis membahas tentang praktek dan penerapan akad

mura>bah}ah pada pembiayaan pendidikan yang dilakukan oleh pihak Baitul

Ma>l Wat Tamwi>l (BMT) As-Syifa’ Sepanjang dengan nasabah pembiayaan

tersebut tidaklah sama.

E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1. Untuk mengetahui secara mendalam bagaimana praktek pembiayaan

mura>bah}ah dalam mengajukan pembiayaan pendidikan di BMT

As-Syifa’ Sepanjang Sidoarjo.

2. Untuk mengetahui secara mendalam bagaimana perspektif hukum Islam

terhadap pembiayaan pendidikan dengan akad mura>bah}ah di BMT

As-Syifa’ Sepanjang Sidoarjo.

F. Kegunaan Hasil Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini diharapkan berdaya guna sebagai

berikut :

1. Secara Teoritis

Berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan, menambah wawasan

(26)

14

perbandingan dan menjadi bahan landasan pemahaman ilmu pengetahuan

pada penelitian berikutnya yang mempunyai minat pada subyek yang

sama yakni mura>bah}ah.

2. Secara Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan bisa digunakan sebagai bahan

masukan bagi pengelola BMT As-Syifa’, serta dapat digunakan sebagai

pedoman bagi pihak BMT As-Syifa’ agar dalam menjalankan sistem

yang sesuai dengan prinsip syariah.

G. Definisi Operasional

Untuk mempermudah pembaca dalam memahami arti dan maksud

judul skripsi ini, maka penulis akan mengemukakan secara jelas dan

terperinci maksud judul tersebut, diantaranya :

Pembiayaan Pendidikan : suatu fasilitas yang diberikan oleh BMT As-

Syifa’ kepada masyarakat yang membutuhkan

dana untuk biaya pendidikan. Dalam penelitian

ini, pembiayaan pendidikan yang dimaksud

adalah pembayaran uang gedung sekolah.

Akad Mura>bah}ah : Akad jual beli barang dengan menyatakan harga

perolehan dan keuntungan (marjin) yang

disepakati oleh penjual dan pembeli.13 Dalam

penelitian ini, akad mura>bah}ah diterapkan pada

13

Adiwarman Karim, Bank Islam (Analisis Fiqh dan Keuangan), (Jakarta: PT RajaGrafindo

(27)

15

pembiayaan pendidikan yang diajukan oleh

nasabah.

Hukum Islam : seperangkat aturan yang bersumber dari Allah

SWT dan Rasulullah SAW untuk mengatur

tingkah laku manusia baik dalam berhubungan

dengan Tuhannya (ibadah) maupun dalam rangka

berhubungan dengan sesamanya (muamalah).

H. Metode Penelitian

Untuk mendapatkan data yang jelas (valid) dalam penelitian ini, maka

penlis akan menggunakan identifikasi sebagai berikut :

1. Data yang Dikumpulkan

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

a. Data mengenai sejarah BMT As-Syifa’ Sepanjang Sidoarjo, visi,

misi, struktur organisasi dan produk-produknya.

b. Data mengenai pembiayaan pendidikan di BMT As-Syifa’ Sepanjang

Sidoarjo meliputi :

1) Prosedur pengajuan pembiayaan pendidikan di BMT As-Syifa’

Sepanjang Sidoarjo.

2) Aplikasi pembiayaan pendidikan di BMT As-Syifa’ Sepanjang

(28)

16

3) Data mengenai mekanisme perjanjian pembiayaan pendidikan

yang menggunakan akad mura>bah{ah di BMT As- Syifa’

Sepanjang Sidoarjo.

2. Sumber Data

Adapun sumber data yang diperlukan agar data yang dihasilkan

menjadi lebih akurat dalam pembahasan skripsi ini terbagi menjadi dua

sumber, yakni sumber data primer dan sumber data sekunder sebagai

berikut :

a. Sumber data primer adalah sumber data yang langsung memberikan

data kepada pengumpulan data.14 Yaitu pimpinan, karyawan dan

dokumen yang berisi tentang perjanjian antara nasabah dengan pihak

BMT dalam pembiayaan pendidikan.

b. Sumber data sekunder adalah sumber data yang diperoleh dari

literature-literatur yang tidak berhubungan secara langsung dengan

penelitian. Sumber ini merupakan sumber yang bersifat membantu

atau menunjang untuk melengkapi dan memperkuat serta

memberikan penjelasan mengenai sumber-sumber data primer.15

Sumber data yang diperoleh dari data kajian kepustakaan yang

berhubungan dengan pembahasan yang diteliti oleh penulis yaitu :

1) Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syari’ah Dari Teori ke

Praktik, Jakarta: Gema Insani Press, 2001.

14

Sugiyono,Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&d”, (Bandung: Alfabeta, 2011), 137.

15

(29)

17

2) Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan,

Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001.

3) Ismail, Perbankan Syariah, Jakarta: Kencana, 2011.

4) Muhammad, Sistem dan Prosedur Operasional Bank Syariah,

Yogyakarta: UII Press Yogyakarta, 2005.

5) Ascarya, Akad da Produk Bank Syariah, Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada, 2011.

6) Dan buku-buku lain yang berhubungan dengan penelitian ini.

3. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian yaitu penulis

mengumpulkan data secara langsung dari lapangan yang berkaitan

dengan permasalahan diatas. Dalam teknik pengumpulan data ini penulis

menggunakan beberapa cara yaitu :

a. Observasi, pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun

data penelitian melalui pengamatan dan pengindraan.16 Penulis

melakukan pengamatan secara langsung ke lapangan untuk

mengetahui praktik pembiayaan pendidikan di BMT As-Syifa’

Sepanjang Sidoarjo dengan menggunakan akad mura>bah}ah.

b. Interview (wawancara), yaitu metode ilmiah yang dalam

pengumpulan datanya dengan jalan berbicara atau berdialog langsung

16

Joko Subagyo,“Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktik”,(Jakarta: PT Rineka Cipa, 2004),

(30)

18

dengan sumber obyek penelitian.17 Wawancara yang peneliti lakukan,

yaitu dengan :

1) Pimpinan BMT As-Syifa’ Sepanjang Sidoarjo.

2) Karyawan BMT As-Syifa’ Sepanjang Sidoarjo.

3) Nasabah

c. Dokumenter, mencari data mengenai hal-hal yang berupa catatan,

dokumen, dan sumber data lainnya.18 Sumber-sumber yang berkaitan

dengan pembiayaan pendidikan yang akan dibahas.

4. Teknik Pengolahan Data

Untuk memudahkan analisis, maka diperlukan pengolahan data

dengan tahapan-tahapan sebagai berikut :

a. Organizing adalah suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan,

pencatatan dan penyajian fakta untuk tujuan penelitian.19

b. Editing adalah kegiatan pengeditan akan kebenaran dan ketetapan

data tersebut.

c. Analyzing, yaitu dengan memberikan analisis lanjutan terhadap hasil

organizing dan editing data yang telah diperoleh dari sumber-sumber

penelitian, dengan menggunakan teori dan dalil-dalil lainnya,

sehingga diperoleh kesimpulan.

5. Teknik Analisis Data

17

Lexy J. Moeloeng,”Metode Penelitian Kualitatif”,(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), 135.

18

Sugiyono,”Memahami Penelitian Kualitatif”,(Bandung: CV. Alfabeta, 2010), 82.

19

(31)

19

Setelah data terkumpul, yaitu data dari hasil lapangan maupun

pustaka, maka dilakukan analisa data secara kualitatif melalui

pendekatan deskriptif analisis dengan pola pikir induktif, yaitu data

yang telah diperoleh akan digambarkan dan diuraikan sehingga

menunjukkan fakta-fakta atau kenyataan dari hasil penelitian.20 Dalam

hal ini adalah penelitian di BMT As-Syifa’ Sepanjang, kemudian diteliti

sehingga ditemukan pemahaman terhadap aplikasi pembiayaan

pendidikan dengan akad mura>bah}ah di BMT As-Syifa Sepanjang

Sidoarjo, kemudian dilanjutkan dengan membuat kesimpulan menurut

hukum Islam.

I. Sistematika Pembahasan

Dalam penelitian tentang Praktek Pembiayaan Pendidikan dengan Akad

Mura>bah}ah di BMT As-Syifa’ Sepanjang Sidoarjo, supaya penelitian ini

dapat mengarah pada tujuan yang diharapkan maka akan disusun

Sistematika penulisan yang terbagi menjadi beberapa bab sebagai berikut :

Laporan penelitian ini dimulai dengan bab pertama yaitu bab

pendahuluan yang dalam hal ini berisi tentang latar belakang masalah,

rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil

penelitian, definisi operasional, metode penelitian, yang kemudian

dilengkapi dengan sistematika pembahasan.

20

(32)

20

Kemudian dilanjutkan dengan bab kedua tentang landasan teori akad

Mura>bah}ah, yang memuat tentang pengertian pembiayaan Mura>bah}ah,

landasan hukum Mura>bah}ah, rukun dan syarat Mura>bah}ah, dan mekanisme

pembiayaan Mura>bah}ah. Dan pengertian Rahn, landasan hukum Rahn, rukun

dan syarat Rahn, fatwa DSN MUI tentang Rahn, dan skema pembiayaan

Rahn.

Bab ketiga penyajian data yang memaparkan hasil penelitian yang telah

dilakukan oleh peneliti tentang Praktek Pembiayaan Pendidikan yang

memuat tentang gambaran umum BMT As Syifa’, prosedur pengajuan

pembiayaan pendidikan, prinsip penilaian, praktek pemberian akad

Mura>bah}ah untuk biaya pendidikan, dan data akad Mura>bah}ah yang

untuk biaya pendidikan di BMT As-Syifa’ Sepanjang Sidoarjo.

Selanjutnya bab ke empat memuat tentang analisis hukum Islam,

peneliti akan membicarakan tentang pembiayaan pendidikan dengan akad

Mura>bah}ah di BMT As-Syifa’ Sepanjang Sidoarjo. Pada bab ini merupakan

kerangka menjawab pokok-pokok permasalahan yang terdapat dalam bab

tiga yang didasarkan pada landasan teori yang terdapat dalam bab dua.

Adapun sistematikanya yang pertama adalah analisis akad Mura>bah}ah dalam

pembiayaan pendidikan ditinjau dari perspektif hukum Islam.

Skripsi ini diakhiri dengan bab ke lima, yaitu penutup dari pembahasan

skripsi ini yang berisikan kesimpulan-kesimpulan dan saran-saran dari hasil

penelitian, selain itu dalam bab terakhir ini akan dilengkapi dengan daftar

(33)

BAB II

MURA>BAH}AH DALAM HUKUM ISLAM

A. Konsep Mura>bah}ah

1. Pengertian Akad Mura>bah}ah

Menurut bahasa, mura>bah}ah berasal dari kata ةحبارم – حباري -- حبار

yang berarti saling menguntungkan. Bai’ mura>bah}ah adalah jual beli

dengan harga pokok dengan tambahan keuntungan yang diketahui.1

Sedangkan pengertian mura>bah}ah menurut istilah adalah akad jual

beli atas barang tertentu, dimana penjual menyebutkan harga pembelian

barang kepada pembeli dengan mensyaratkan keuntungan yang

diharapkan sesuai jumlah tertentu.2 Dalam akad mura>bah}ah, penjual

harus memberi tahu harga barang yang ia beli dan menentukan suatu

tingkat keuntungan sebagai tambahannya.

Menurut ulama Malikiyah, dalam mura>bah}ah penjual harus

memberitahu kepada pembeli harga produk yang ia beli dan

menentukan suatu keuntungan sebagai tambahannya, misalnya penjual

mengatakan bahwa ia telah membeli produk itu dengan harga 10 dinar,

dan meminta kepada pembeli agar memberinya keuntungan 1 atau 2

dinar.3

1

Said Aqil Husen Almunawwar, Qawa’id Fiqiyyah dan Penerapannya dalam Transaksi keuangan

syariah kontemporer, (Jakarta: Gramata Publising, 2012), 132.

2 Ismail, Perbankan Syariah,(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), 138.

3

(34)

23

Mura>bah}ah menurut pendapat Syafi’I Antonio adalah jual beli

barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati.4

Dalam hal ini, penjual harus memberi tahu harga pokok pembelian dan

menentukan tingkat keuntungan sebagai tambahannya. Tingkat

keuntungan dari akad mura>bah}ah ini dapat diperoleh dari prosentase

tertentu dari biaya perolehan.5

Dalam pandangan Islam Mura>bah}ah merupakan suatu jenis jual

beli yang dibenarkan oleh syariah dan merupakan implementasi

muamalah tijariyah (interaksi bisnis). Hal ini berdasarkan dalil dari Al-

Qur’an dan Al-Hadits.6

M. Umer Chapra mengemukakan bahwa mura>bah}ah merupakan

transaksi yang sah menurut ketentuan syariat apabila risiko transaksi

tersebut menjadi tanggung jawab pemodal sampai penguasaan atas

barang telah dialihkan kepada nasabah. Sebuah transaksi mura>bah}ah

menjadi sah secara hukum, maka bank atau lembaga keuangan syariah

harus menandatangani 2 (dua) perjanjian yang terpisah. Perjanjian

tersebut adalah perjanjian antara pemasok barang atau supplier dan

perjanjian dengan nasabah.7

Perjanjian yang pertama merupakan perjanjian antara bank atau

lembaga keuangan syariah dengan supplier, dimana bank bertindak

4Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani,2001),

102.

5 Ascarya,Akad dan Produk Bank Syariah, 82.

6 Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah,137.

7 Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam dan Kedudukan Dalam Tata Hukum Perbankan

(35)

24

sebagai kuasa dari dan untuk atas nama nasabah yang memesan dan

membeli barang dari pemasok atau supplier barang. Kemudian perjanjian

yang kedua adalah perjanjian antara nasabah dengan bank atau lembaga

keuangan syariah, dimana perjanjian ini menyangkut tentang transaksi

pembiayaan kepada nasabah untuk membeli barang tersebut dengan

cicilan atau angsuran.

Dalam hal ini BMT atau Lembaga Keuangan Syariah bertindak

sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli dengan harga jual dari

lembaga keuangan syariah adalah harga beli dari pemasok ditambah

keuntungan sesuai kesepakatan.8

Dari pengertian dan penjelasan diatas dapat disimpulkan, bahwa

bai’ mura>bah}ah merupakan akad jual beli yang dibenarkan oleh syariah

Islam karena bentuk jual beli ini menjadi bagian dari saling tolong

menolong. Dalam prakteknya jual beli mura>bah}ah merupakan

pembelian barang dengan pembayaran ditangguhkan, yang jangka

waktunya sesuai dengan kesepakatan. Atau dengan kata lain mura>bah}ah

adalah akad jual beli dengan dasar adanya informasi dari pihak penjual

terkait atas barang tertentu, dimana penjual menyebutkan dengan jelas

barang yang diperjualbelikan, termasuk harga pembelian barang kepada

pembeli, kemudian BMT mensyaratkan atas laba atau keuntungan

dalam jumlah tertentu. Dalam konteks ini, BMT tidak meminjamkan

uang kepada anggota untuk membeli komoditas tertentu, akan tetapi

(36)

25

pihak BMT membelikan komoditas pesanan anggota dari pihak ketiga,

dan baru kemudian dijual kembali kepada anggota dengan harga yang

disepakati kedua belah pihak. Oleh karena itu, Pembiayaan mura>bah}ah

tersebut diberikan kepada nasabah dalam rangka pemenuhan

kebutuhan produksi.

Mura>bah}ah berbeda dengan jual beli biasa (musawamah), dimana

dalam jual beli musawamah terdapat proses tawar menawar antara

penjual dan pembeli untuk menentukan harga jual, dimana penjual juga

tidak menyebutkan harga beli dan keuntungan yang diinginkan. Berbeda

dengan mura>bah}ah, harga beli dan keuntungan yang diinginkan harus

dijelaskan kepada pembeli.

2. Landasan Hukum Mura>bah}ah

Secara umum, landasan hukum mura>bah}ah lebih mencerminkan

pada jual beli suatu barang. Mura>bah}ah adalah sistem yang mendominasi

produk- produk yang ada di semua bank Islam. Dalam Islam, jual beli

merupakan salah satu sarana tolong menolong antar sesama umat

manusia yang di ridhai oleh Allah SWT.9 Dengan demikian ditinjau dari

aspek hukum Islam, maka praktik mura>bah}ah ini dibolehkan baik

menurut Al-Qur’an, Hadits, maupun Ijma’ Ulama. Hal ini tampak dalam

ayat-ayat Al- Qur’an dan Hadist berikut ini :

9 Muhammad, Model-model Akad Pembiayaan di Bank Syari’ah (Panduan Teknis Pembuatan

Akad/Perjanjian Pembiayaan Pada Bank Syari’ah), Sistem dan Prosedur Operasional Bank

(37)

26

َي

َْت ََ ْاوَُماَء َنيِذلٱ اَه يَأ

ْمَأ ْاوُلُك

ْ يَ ب مُكَلَو

ْلٱِب مُكَ

ِلِطَٰب

َأ َِإ

ْن

ْوُكَت

ْنَع ًةَرَِٰت َن

َ ت

ضاَر

ِّْم

ُك

,ْم

َََو

ْقَ ت

ْ نَأ ْاوُلُ ت

ُكَسُف

,ْم

ْمُكِب َناَك ََٱ نِإ

ْيِحَر

م ًا

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sungguh, Allah

Maha Penyayang kepadamu. (QS. An-Nisa’: 29)10

Ayat tersebut melarang segala bentuk transaksi yang bathil. Diantara

transaksi yang bathil adalah transaksi yang mengandung bunga (riba)

sebagaimana yang ada dalam sistem kredit konvensional sebab akad yang

digunakan adalah utang. Berbeda dengan mura>bah}ah, dalam akad

mura>bah}ah tidak ditemukan unsur bunga karena menggunakan akad jual

beli. Disamping itu, ayat tersebut mewajibkan untuk keabsahan setiap

transaksi mura>bah}ah harus berdasarkan prinsip-prinsip kesepakatan antara

para pihak yang dituangkan dalam suatu perjanjian yang menjelaskan dan

dipahami segala hal yang menyangkut hak dan kewajiban masing-masing.

ْلٱ َُٱ لَحَأَو

ْيَ ب

َمرَحَو َع

ِّرلٱ

ٰوَ ب ْا

Artinya : “Dan Allah SWT telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. (QS. Al Baqarah : 275)11

Ayat tersebut menjelaskan bahwa jual beli dalam Islam telah

memberikan aturan-aturan seperti yang telah diungkapkan oleh para

10 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya,(Surabaya: Al-Hidayah, 1971), 84.

11

(38)

27

ulama fiqih, baik mengenai rukun dan syarat, juga mengenai bentuk

jual beli yang diperbolehkan oleh syara’. Oleh karena itu dalam

prakteknya harus dikerjakan secara konsekuen dan ada manfaat bagi

pihak yang bersangkutan. Disamping itu ayat tersebut juga menjelaskan

bahwa Allah SWT mempertegas legalitas dan keabsahan jual beli yang

dalam hal ini adalah akad mura>bah}ah dan sah untuk dioperasionalkan

dalam praktik pembiayaan BMT karena ini merupakan salah satu

bentuk jual beli dan tidak mengandung riba.

Adapun hadist-hadist Rasul yang dapat dijadikan dasar dalam

akad mura>bah}ah, adalah :

1)

ََِإ ُعْيَ بلا : ُةَك َرَ بلا نِهْيِف ٌثَاَث : لاق َملَسَو ِْيَلَع ُه ىلص ِِ

لا نَأ ٍبْيَهُص ْنَع

َ جام نبا اورُ . عْيَ بْلِل ََ ِِْْعشل ًِ ِّرُ بلا ُطلَخَو , ُةَضَر اَقُمْلاَو , ٍلَجَا

Artinya : “Dari Suhaib ar-Rumi r.a bahwa Rasulullah SAW bersabda, tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkahan: jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudha>rabah), dan bercampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual.” (HR. Ibnu Majah)12

Hadits riwayat Ibnu Majah tersebut merupakan dalil lain

diperbolehkannya mura>bah}ah yang dilakukan secara jatuh tempo.

Meskipun kedudukan hadits ini lemah, namun banyak ulama yang

menggunakan dalil ini sebagai dasar hukum akad mura>bah}ah ataupun

jual beli jatuh tempo. Ulama menyatakan bahwa arti tumbuh dan

menjadi lebih baik terdapat pada perniagaan. Terlebih pada jual beli

yang dilakukan secara jatuh tempo atau akad mura>bah}ah. Dengan

12

(39)

28

menunjuk adaya keberkahan ini, hal ini mengindikasikan

diperbolehkannya praktik jual beli yang dilakukan secara jatuh

tempo. Begitu juga dengan akad mura>bah}ah yang dilakukan secara

jatuh tempo. Dalam arti, nasabah diberi jangka waktu untuk

melakukan pelunasan atas harga komoditas sesuai dengan

kesepakatan.

2)

ُعْيَ بلا اَََِإ : َلاَق َملَسَو ِْيَلَع ُه ىلَص ِه َلْوُسَر نَأ ِّيِرْدُ ا ٍدْيِعَس ِيَأ ْنَع

ٍضَرَ ت ْنَع

اورُ

ء

َ جام نبا

Artinya : “ dari Abi Sa’id al Kudri, bahwa Rasululla SAW bersabda : sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan dengan suka sama suka (rela sama rela).” (HR. Ibnu Majah)13

Hadits diatas menjelaskan bahwa janganlah kalian menjalankan usaha yang menyebabkan perbuatan yang diharamkan tetapi berniagalah menurut syariat dan dilakukan secara suka sama suka (saling ridha) diantara penjual dan pembeli serta carilah keuntungan dengan cara yang diakui oleh syariat.

Adapun Ijma’ para Ulama antara lain sebagai berikut :

13

(40)

29

Selain Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah SAW yang dijadikan

landasan sebagai dasar hukum mura>bah}ah, maka ijma’ Ulama juga

dapat dijadikan acuan hukum mura>bah}ah. Hal ini sesuai dengan

yang dikemukakan Abdullah Syeed : “Al-Qur’an tidak membuat

acuan langsung berkenaan dengan mura>bah}ah, walaupun ada

beberapa acuan di dalamnya untuk menjual, keuntungan, kerugian

dan perdagangan. Karena nampaknya tidak ada acuan langsung

kepadanya dalam Al-Qur’an dan Hadits yang diterima umum, para

ahli hukum harus membenarkan mura>bah}ah berdasarkan landasan

lain.”14

Menurut Imam Malik, mura>bah}ah itu diperbolehkan (mubah)

dengan berlandasakan pada orang-orang Madinah, yaitu ada

konsensus pendapat di Madinah mengenai hukum tentang orang yang

membeli baju di sebuah kota, dan mengambilnya ke kota lain untuk

menjualnya berdasarkan suatu kesepakatan berdasarkan

keuntungan. Imam Syafi’I mengatakan “kamu beli untukku, aku

akan memberikan keuntungan begini, begitu”, kemudian orang itu

membelinya, maka transaksi itu sah. Sedangkan Marghinani seorang

fiqih mazhab Hanafi membenarkan keabsahan mura>bah}ah

berdasarkan kondisi penting bagi validitas penjual di dalamnya.

Demikian pula Nawawi dari mazhab Syafi’I, secara sederhana

14 Abdullah Syeed, Menyoal Bank Syari’ah; Kritik Atau Interprestasi Bunga Kaum

(41)

30

mengemukakan bahwa penjualan mura>bah}ah sah menurut hukum

tanpa bantahan.15 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa landasan

hukum pembiayaan mura>bah}ah adalah Al-Qur’an dan hadits

Rasulullah SAW serta Ijma’ Ulama.

3. Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI

Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000,

yang ditetapkan pada tanggal 01 April 2000 tentang Akad Mura>bah}ah.

Fatwa No 04/DSN-MUI/IV/2000 menetapkan tentang akad mura>bah}ah

untuk dijadikan pedoman oleh Bank Syariah atau Lembaga Keuangan

Syariah, yaitu menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya

kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih

sebagai laba.16

Dalam fatwa tersebut disebutkan ketentuan umum mengenai

mura>bah}ah, yaitu sebagai berikut:

a) Bank atau lembaga keuangan syariah dan nasabah harus melakukan

akad mura>bah}ah yang bebas riba.

b) Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syari’at Islam.

c) Bank atau lembaga keuangan syariah membiayai sebagian atau

seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya.

15Ibid, 120.

(42)

31

d) Bank atau lembaga keuangan syariah membeli barang yang

diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian ini harus

sah dan bebas riba.

e) Bank atau lembaga keuangan syariah harus menyampaikan semua

hal yang berkaitan dengan pembelian misalnya, jika pembeli

dilakukan secara utang. Bank kemudian menjual barang tersebut

kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga plus

keuntungannya. Dalam kaitan ini bank harus memberitahu secara

jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang

diperlukan.

f) Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada

jangka waktu tertentu yang telah disepakati.

g) Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad

tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan

nasabah.

h) Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang

kepada pihak ketiga, akad jual beli mura>bah}ah harus dilakukan

setelah barang, secara prinsip menjadi milik bank.

Adapun dalam fatwa dewan syariah nasional MUI dijelaskan

mengenai ketentuan terhadap nasabah yang akan mengajukan

(43)

32

a) Nasabah mengajukan permohonan dan janji pembelian suatu barang

atau asset kepada pihak bank atau lembaga keuangan syariah.

b) Jika bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli terlebih

dahulu asset yang dipesannya secara sah dengan pedagang.

c) Bank atau lembaga keuangan syariah kemudian menawarkan asset

tersebut kepada nasabah dan nasabah harus menerima (membeli)

sesuai dengan janji yang telah disepakatinya, karena secara hukum

janji tersebut mengikat; kemudian kedua belah pihak harus membuat

kontrak jual beli.

d) Dalam jual beli ini bank atau lembaga keuangan syariah dibolehkan

meminta nasabah untuk membayar uang muka saat menandatangani

kesepakatan awal pemesanan.

e) Jika nasabah kemudian menolak membeli barang tersebut, biaya riil

bank atau lembaga keuangan syariah harus dibayar dari uang muka

tersebut.

f) Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus ditanggung

oleh bank atau lembaga keuangan syariah, bank dapat meminta

kembali sisa kerugiannya kepada nasabah.

g) Jika uang muka memakai kontrak ‘urbun sebagai alternatif dari uang

muka, maka:

a) Jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut, ia

(44)

33

b) Jika nasabah batal membeli, uang muka menjadi milik bank

maksimal sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank akibat

pembatalan tersebut; dan jika uang muka tidak mencukupi,

nasabah wajib melunasi kekurangannya.

Ketentuan mengenai pembayaran dalam akad mura>bah}ah dijelaskan

dalam fatwa DSN-MUI tentang utang dalam mura>bah}ah , yaitu :

a) Secara prinsip, penyelesaian utang nasabah dalam transaksi

mura>bah}ah tidak ada kaitannya dengan transaksi lain yang dilakukan

nasabah dengan pihak ketiga atas barang tersebut. Jika nasabah

menjual kembali barang tersebut dengan keuntungan atau kerugian, ia

tetap berkewajiban untuk menyelesaikan utangnya kepada bank.

b) Jika nasabah menjual barang tersebut sebelum masa angsuran

berakhir, ia tidak wajib segera melunasi seluruh angsurannya.

c) Jika penjualan barang tersebut menyebabkan kerugian, nasabah tetap

harus menyelesaikan utangnya sesuai kesepakatan awal. Ia tidak boleh

memperlambat pembayaran angsuran atau meminta kerugian itu

diperhitungkan.

4. Rukun dan Syarat Mura>bah}ah

Rukun merupakan hal yang harus dipenuhi agar suatu perbuatan sah

(45)

34

tak terpisahkan dari suatu perbuatan atau lembaga, yang menentukan sah

atau tidaknya perbuatan tersebut dan ada atau tidaknya sesuatu itu.17

Oleh karena itu, rukun yang terdapat dalam akad mura>bah}ah harus

terpenuhi dalam suatu pembiayaan. Akad mura>bah}ah merupakan suatu

transaksi jual beli, dengan demikian rukun-rukunnya pun sama dengan

rukun jual beli. Adapun pelaksanaan transakasi mura>bah}ah harus

memenuhi sejumlah rukun, antara lain :

1) Adanya pihak yang melakukan akad, dalam hal ini yakni penjual

dan pembeli. Adapun syarat pihak yang berakad adalah:

a. Berakal, jual beli tidak sah jika dilakukan oleh anak kecil yang

belum berakal dan orang gila.18

b. Akad dilakukan dengan orang yang berbeda. Artinya, seseorang

tidak dapat bertindak dalam waktu yang bersamaan sebagai

penjual sekaligus pembeli.19

2) Adanya objek (ma’qud ‘alaih) yang diakadkan. Mengenai objek

yang diakadkan ini ada dua macam, yaitu :

a. Barang yang diperjual belikan. Dalam jual beli barang yang akan

diperjual belikan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a) Suci

b) Memiliki manfaat.

17 Gemala Dewi dkk, Hukum Perikatan Islam Indonesia,(Jakarta: Kencana, 2006), 49-50.

18 Nasroen Haroen, Fiqh Muamalah,(Jakarta: Gaya Media Pratama,2000), 115.

(46)

35

Barang yang diperjualbelikan harus dapat dimanfaatkan dan

bermanfaat bagi manusia. Oleh sebab itu, bangkai, khamar,

dan lain sebagainya tidak sah menjadi objek jual beli karena

dalam pandangan syara’ benda-benda seperti itu tidak

bermanfaat bagi manusia.20

c) Milik sendiri

Tidak sah menjual barang orang lain tanpa seizin pemiliknya

atau barang-barang yang baru akan menjadi miliknya.21

d) Barang yang diperjualbelikan harus ada digenggaman

Dibolehkan memperjualbelikan segala sesuatu yang belum

menjadi milik sepenuhnya, tetapi dengan syarat memberi

ganti terlebih dahulu atas barang yang diperjualbelikan

tersebut sebelum dan sesudah barang diterima. Orang yang

membeli suatu barang juga dibolehkan menjual kembali

barang itu, mengibahkannya, atau mengelolanya, jika barang

tersebut sudah diterimanya. Jika barang tersebut belum

diterima olehnya, ia tetap boleh mengelolanya dengan segala

bentuk yang disyariatkan kecuali memperjualbelikannya. Jadi

memperjualbelikan barang sebelum diterima, hukumnya

tidak dibolehkan.22

b. Harga barang yang diperjual belikan.

20Ibid, 118.

21 Sohari Sahrani,Fikih Muamalah,(Bogor: Ghalia Indonesia,2011), 70.

(47)

36

Harga merupakan unsur terpenting dalam jual beli karena

merupakan suatu nilai tukar dari barang yang akan atau sudah

dijual. Menurut penjelasan dalam buku ringkasan Fiqih Sunnah

Sayyid Sabiq, mengenai jenis(kuantitas dan kualitas) maupun

harga. Yaitu: jika keduanya atau salah satunya tidak diketahui,

maka jual beli menjadi tidak sah dan batal, karena terdapat unsur

ketidakpastian atau ketidakjelasan (gharar).

3) Shigat akad yakni ijab dan qabul.

Para ulama fiqih sepakat menyatakan bahwa unsur utama dari

jual beli adalah kerelaan kedua belah pihak, kedua belah pihak dapat

dilihat dari ijab dan qabul yang dilangsungkan. Menurut mereka ijab

dan qabul perlu diungkapkan secara jelas dan transaksi yang bersifat

mengikat kedua belah pihak, seperti akad jual beli, sewa dan nikah.

Adapun syarat-syarat sighat (ijab dan qabul) adalah:

1) Kedua pelaku akad harus saling bertemu.

2) Tujuan yang terkandung dalam pernyataan itu jelas, sehingga

dapat dipahami jenis akad yang dikehendaki karena ada berbagai

macam jenis akad menurut tujuan dan hukumnya.

3) Adanya kesesuaian antara ijab dan qabul dalam kaitannya dengan

harga dan barang. Jika terdapat perbedaan antara ijab dan qabul,

maka jual beli diantara keduanya tidak sah.23

Sedangkan syarat dalam transaksi mura>bah}ah adalah sebagai berikut :24

(48)

37

1) Penjual memberi tahu biaya modal kerja kepada nasabah atau pembeli.

2) Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan.

3) Kontrak harus bebas dari riba.

4) Penjual atau dalam hal ini lembaga keuangan syariah, harus

menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang sesudah

pembelian.

5) Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan

pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.

Dalam hal ini rukun dan syarat yang terdapat dalam mura>bah}ah sama

dengan rukun dan syarat yang terdapat dalam jual beli. Dengan demikian,

jual beli secara mura>bah}ah, hanya untuk barang atau produk yang telah

dikuasai atau dimiliki oleh penjual pada waktu negosiasi dan berkontrak.

Bila produk tersebut tidak dimiliki penjual atau lembaga keuangan

syariah, sistem yang digunakan dapat berupa mura>bah}ah kepada

pemesanan pembelian (mura>bah}ah KPP). Hal ini dinamakan demikian

karena si penjual atau bank semata-mata mengadakan barang untuk

memenuhi kebutuhan si pembeli yang memesannya.

5. Jenis-jenis Mura>bah}ah

Berdasarkan jenisnya akad mura>bah}ah dapat dikategorikan sebagai

berikut:25

a. Mura>bah}ah yang dilakukan berdasarkan pesanan.

24 Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, , 102.

25 Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan,( Jakarta: PT. Raja Grafindo

(49)

38

Dalam mura>bah}ah berdasarkan pesanan, BMT melakukan

pembelian barang setelah ada pemesanan dari nasabah. Mura>bah}ah

berdasarkan pesanan ini dapat bersifat mengikat, nasabah untuk

membeli barang yang dipesannya. Pembayaran mura>bah}ah dapat

dilakukan secara tunai atau cicilan.

b. Mura>bah}ah yang dilakukan berdasarkan tanpa pesanan.

6. Syarat Pembiayaan Mura>bah}ah

Dalam Ahmad Sumiyanto (2008:156), syarat-syarat umum dalam

pengajuan pembiayaan mura>bah}ah adalah sebagai berikut :

1) BMT memberitahu biaya modal (harga pokok) kepada nasabah atau

pembeli.

2) Kontrak pertama harus sah sesuai rukun yang ditetapkan.

3) Kontrak harus bebas dari riba.

4) Penjual harus menjelaskan kepada pembeli jika terjadi cacat atas

barang sesudah pembelian.

5) Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan

pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.

7. Skema Pembiayaan Mura>bah}ah

Kalangan perbankan syariah di Indonesia banyak menggunakan akad

mura>bah}ah secara berkelanjutan (roll over/evergreen) seperti untuk

modal kerja, padahal sebenarnya akad mura>bah}ah adalah kontrak jangka

pendek dengan sekali akad (one sort deal). Sehingga akad mura>bah}ah

(50)

39

Secara umum, aplikasi pembiayaan mura>bah}ah dapat digambarkan

dalam skema berikut :

1. Negosiasi & Persyaratan

2. Akad Jual Beli

6. Bayar

5.

Terima Barang & Doku men

3. Beli Barang 4. Kirim

2.1 Skema Pembiayaan Mura>bah}ah

Keterangan :

1. Bank dan Nasabah terlebih dahulu melakukan negosiasi atas barang dan

harga barang yang diinginkan.

2. Setelah kedua belah pihak bernegosiasi dan adanya kesepakatan, maka

kedua belah pihak melakukan akad yang telah disiapkan oleh pihak bank. BANK

SUPLIER (PENJUAL)

(51)

40

3. Kemudian bank membelikan barang yang diinginkan nasabah kepada

supplier (penjual).

4. Supplier (penjual) mengantarkan barang yang telah dipesan oleh bank

kepada nasabah.

5. Nasabah mengecek barang yang di kirim oleh supplier, jika sesuai maka

nasabah menerima barang tersebut beserta dokumen resmi kepemilikan

barang.

6. Nasabah melakukan pembayaran secara angsuran atau tunai kepada bank.

8. Prosedur Pelaksanaan Pembiayaan Mura>bah}ah di BMT

Proses pembiayaan mura>bah}ah melalui beberapa langkah tahapan yang

terpenting, diantaranya :

1. Pengajuan permohonan nasabah untuk pembiayaan pembelian barang.

a. Penentuan pihak yang berjanji untuk membeli barang yan diinginkan

dengan sifat-sifat yang jelas.

b. Penentuan pihak yang berjanji untuk membeli tentang lembaga

tertentu dalam pembelian barang tersebut.

2. Lembaga keuangan akan mempelajari formulir atau proposal yang

diajukan oleh nasabah.

3. Lembaga keuangan mempelajari barang yang diinginkan.

4. Mengadakan kesepakatan janji pembelian barang.

a. Mengadakan perjanjian yang mengikat.

b. Membayar sejumlah jaminan untuk menunjukkan kesungguhan

(52)

41

5. Penentuan nisbah keuntungan dalam masa janji.

6. Lembaga keuangan mengambil jaminan dari nasabah sesuai dalam

perjanjian yang telah disepakati diawal.

7. Lembaga keuangan mengadakan transaksi dengan penjual barang

(supplier).

8. Penyerahan dan kepemilikan barang oleh lembaga keuangan.

9. Transaksi lembaga keuangan dengan nasabah.

a. Penentuan harga barang

b. Penentuan biaya pengeluaran yang memungkinkan untuk dimasukkan

ke dalam harga.

c. Penentuan nisbah keuntungan (profit)

d. Penentuan syarat syarat pembayaran

e. Penentuan jaminan-jaminan yang dituntut

9. Pandangan Ulama terhadap kebolehan akad Mura>bah}ah

Ada perbedaan di kalangan para Ulama’ dalam memandang sah atau

tidaknya dalam akad mura>bah}ah, hal ini disebabkan karena dalam Al-Qur’an

bagaimanapun juga tidak pernah secara langsung membicarakan tentang

mura>bah}ah, meskipun disana terdapat tentang acuan jual beli, laba rugi dan

perdagangan. Demikian pula tampaknya tidak ada hadits yang memiliki

rujukan langsung kepada mura>bah}ah.

Para Ulama’ seperti Imam Malik dan Imam Syafi’I yang secara khusus

menyatakan bahwa jual beli mura>bah}ah adalah halal, tidak memperkuat

(53)

42

mura>bah}ah Kontemporer, menyimpulkan bahwa mura>bah}ah adalah “salah

satu jenis jual beli yang tidak di kenal pada jaman Nabi atau para

sahabatnya”. Menurutnya, para tokoh Ulama mulai menyatakan pendapat

mereka mengenai mura>bah}ah pada seperempat pertama abad kedua

Hijriyah. Mengingat tidak adanya rujukan lagi di dalam Al-Qur’an maupun

hadits shahih yang diterima umum, para Fuqaha harus membenarkan

mura>bah}ah dengan dasar yang lain. Imam Malik membenarkan keabsahannya

dengan merujuk pada praktek penduduk Madinah.26

Ada kesepakatan di Madinah tentang keabsahan seseorang yang

membelikan pakaian di kota, dan kemudian ia membawanya ke kota lain

untuk menjualnya lagi dengan suatu keuntungan yang disepakati. Adapun

pendapat Imam Syafi’I yaitu : “jika seseorang menunjukkan suatu barang

kepada seseorang dan berkata “belikan barang (seperti) ini untukku dan aku

akan memberi keuntungan sekian,” lalu orang itu membelinya, maka jual

beli ini adalah sah.”

Pendapat mazhab Hanafi, Marghinani, memberikan keabsahan

mura>bah}ah berdasarkan bahwa “syarat-syarat yang penting bagi keabsahan

suatu jual beli dalam mura>bah}ah dan juga karena orang memerlukannya.”

Faqih dari mazhab Syafi’I, Nawawi cukup menyatakan :” Mura>bah}ah adalah

boleh tanpa penolakan sedikitpun.27

B. Konsep Rahn

Gambar

Gambar 3.1. struktur organisasi BMT As Syifa’
Gambar 3.2.

Referensi

Dokumen terkait

Perforator Naegele dalam keadaan tertutup dimasukkan jalan lahir secara horisontal dengan bagian lengkung berada diatas dan ujung yang runcing mengarah kebawah dibawah

dihadapi pada siklus 1 yaitu guru merencanakan pembelajaran dengan alokasi waktu yang disediakan. Mengetahui permasalahn pada siklus 1 maka guru melanjutkan siklus

Muamalat Indonesia Cabang Pekanbaru. 8 Hendri Fastiawan, Analisis Pengaruh Kualitas Layanan Terhadap Loyalitas Nasabah Dengan Kepuasan Dan Kepercayaan Nasabah Sebagai

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini analisis deskriptif untuk memberikan gambaran apakah penagihan pajak dengan surat teguran dan surat paksa

PDN lebih besar dari 0 memiliki pengaruh positif dan negatif terhadap ROA , yaitu ketika PDN dengan prosentase lebih besar dari 0 berarti aktiva valas lebih besar

Kecemasan merupakan hal yang negatif karena game online sendiri mempunyai dampak yang negatif karena ketika mahasiswa mempelajari suatu bahasa menggunakan game online, maka

Penulis menggunakan metode kuantitatif, pengumpulan data melalui kuisioner yang melibatkan 400 responden yang disebar secara acak dan memakai teknik analisis faktor dimana

Jika pesan peringatan tetap ditampilkan, jenis media mungkin tidak terdeteksi oleh sensor gerak maju media, sehingga Anda harus menonaktifkan sensor tersebut (pada jendela