PRAKTEK PEMBIAYAAN PENDIDIKAN DENGAN AKAD
MURA>BAH}AH DI BMT AS-
SYIFA’ SEPANJANG SIDOARJO
DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
SKRIPSI
Oleh:
RizkiAmalia Agustin NIM. C02213068
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syari’ah dan Hukum Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Ekonomi Syariah
ABSTRAK
Skripsi ini adalah hasil penelitian lapangan dengan judul “Praktek Pembiayaan Pendidikan Dengan Akad Mura>bah}ah di BMT As- Syifa’ Sepanjang Sidoarjo Dalam Perspektif Hukum Islam”. Skripsi ini merupakan penelitian untuk menjawab pertanyaan, 1) bagaimana praktek pembiayaan pendidikan dengan akad mura>bah}ah di BMT As- Syifa’ Sepanjang Sidoarjo. 2) bagaimana perspektif Hukum Islam terhadap pembiayaan pendidikan dengan akad mura>bah}ah di BMT As-Syifa’ Sepanjang Sidoarjo.
Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif melalui teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi. Selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif. Maksudnya pembahasan dimulai dengan mengumpulkan data yang telah diperoleh dari lapangan tentang praktek pembiayaan pendidikan yang diajukan oleh calon nasabah untuk pembayaran uang gedung kuliah kepada pihak BMT, kemudian dianalisis dengan Hukum Islam yakni Mura>bah}ah terhadap praktik pembiayaan pendidikan di BMT As Syifa’ Sepanjang Sidoarjo.
Dari hasil penelitian, diperoleh informasi mengenai praktik pembiayaan pendidikan di BMT As-Syifa’, yakni dengan akad Mura>bah}ah. Dalam prakteknya nasabah datang ke BMT As-Syifa’ untuk mengajukan pembiayaan pendidikan untuk membayar uang gedung kuliah anaknya. Sehingga praktek dalam kontrak tersebut berubah menjadi kontrak pinjam meminjam berupa uang. Dalam hal ini akad Mura>bah}ah yang diterapkan dalam pembiayaan pendidikan tidaklah sesuai, karena dalam prakteknya tidak ada unsur transaksi jual beli barang melainkan pinjaman uang. Dengan ketentuan pembayaran secara angsuran selama 12 bulan, terhitung sejak pencairan. Dengan adanya praktik tersebut penulis menyimpulkan bahwa pembiayaan pendidikan dengan akad Mura>bah}ah ditinjau dari fatwa DSN MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000 dalam hal ini tidak tepat atau dianggap akad yang fasid. Sebab dalam perjanjian akad Mura>bah}ah tersebut pihak BMT As-Syifa’ Sepanjang Sidoarjo dan nasabah tidak ada perjanjian jual beli melainkan pinjaman uang untuk biaya kuliah.
Pada akhirnya penulisan skripsi ini, dapat menyarankan kepada pihak
BMT As-Syifa’ Sepanjang Sidoarjo, diharapkan dapat menerapkan sistem
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv
ABSTRAK ... v
KATA PENGANTAR ... vii
MOTTO ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TRANSLITERASI ... xii
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 8
C. Rumusan Masalah ... 9
D. Kajian Pustaka ... 10
E. Tujuan Penelitian ... 13
F. Kegunaan Penelitian ... 13
G. Definisi Operasional ... 14
H. Metode Penelitian ... 15
I. Sistematika Pembahasan ... 19
BAB II MURA>BAH}AH DALAM HUKUM ISLAM ... 22
A. Konsep Mura>bah}ah ... 22
1. Pengertian Akad Mura>bah}ah ... 22
2. Landasan Hukum Mura>bah}ah ... 25
3. Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI ... 30
5. Jenis-jenis Mura>bah}ah ... 38
6. Syarat Pembiayaan Mura>bah}ah ... 38
7. Skema Pembiayaan Mura>bah}ah ... 39
8. Prosedur Pelaksanaan Pembiayaan Mura>bah}ah ... 40
9. Pandangan Ulama terhadap Kebolehan Mura>bah}ah ... 41
10.Konsep Rahn ... 43
11.Landasan Hukum Rahn ... 45
12.Rukun dan Syarat Rahn ... 47
13.Fatwa DSN MUI Rahn ... 49
14.Skema Pembiayaan Rahn ... 51
BAB III PRAKTEK PEMBIAYAAN PENDIDIKAN DENGAN AKAD MURA>BAH}AH (STUDY KASUS DI BMT AS-SYIFA’ SEPANJANG SIDOARJO) ... 53
A. Gambaran Umum BMT As-Syifa’ Sepanjang Sidoarjo ... 53
1. Sejarah dan Perkembangan BMT As-Syifa’... 53
2. Visi dan Misi BMT As-Syifa’ ... 54
3. Tujuan Berdirinya BMT As-Syifa’ ... 55
4. Badan Hukum BMT As-Syifa’ ... 55
5. Struktur Organisasi ... 56
6. Produk-Produk di BMT As-Syifa’ ... 59
B. Praktek Pembiayaan Pendidikan di BMT As-Syifa’ ... 64
1. Prosedur Pengajuan Pembiayaan ... 64
2. Prosedur Setelah Pendaftaran ... 65
3. Proses Usulan Pembiayaan ... 66
4. Prinsip Penilaian Pembiayaan ... 66
5. Putusan Permohonan Pembiayaan ... 70
6. Realisasi Pembiayaan ... 70
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK
AKAD MURA>BAH}AH UNTUK PEMBIAYAAN
PENDIDIKAN DI BMT AS SYIFA’ SEPANJANG
SIDOARJO ... 75
A. Analisis Terhadap Praktek Akad Mura>bah}ah untuk
Pembiayaan Pendidikan di BMT As-Syifa’ Sidoarjo ... 75
B. Analisis Hukum Islam Terhadap Praktek Penggunaan Akad Mura>bah}ah untuk Pembiayaan Pendidikan di BMT As-Syifa’ Sidoarjo ... 81
BAB V PENUTUP... 91
A. Kesimpulan ... 91
B. Saran... 91
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv
ABSTRAK ... v
KATA PENGANTAR ... vii
MOTTO ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TRANSLITERASI ... xii
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 8
C. Rumusan Masalah ... 9
D. Kajian Pustaka ... 10
E. Tujuan Penelitian ... 13
F. Kegunaan Penelitian ... 13
G. Definisi Operasional ... 14
H. Metode Penelitian ... 15
I. Sistematika Pembahasan ... 19
BAB II MURA>BAH}AH DALAM HUKUM ISLAM ... 22
A. Konsep Mura>bah}ah ... 22
1. Pengertian Akad Mura>bah}ah ... 22
2. Landasan Hukum Mura>bah}ah ... 25
3. Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI ... 30
5. Jenis-jenis Mura>bah}ah ... 38
6. Syarat Pembiayaan Mura>bah}ah ... 38
7. Skema Pembiayaan Mura>bah}ah ... 39
8. Prosedur Pelaksanaan Pembiayaan Mura>bah}ah ... 40
9. Pandangan Ulama terhadap Kebolehan Mura>bah}ah ... 41
10.Konsep Rahn ... 43
11.Landasan Hukum Rahn ... 45
12.Rukun dan Syarat Rahn ... 47
13.Fatwa DSN MUI Rahn ... 49
14.Skema Pembiayaan Rahn ... 51
BAB III PRAKTEK PEMBIAYAAN PENDIDIKAN DENGAN AKAD MURA>BAH}AH (STUDY KASUS DI BMT AS-SYIFA’ SEPANJANG SIDOARJO) ... 53
A. Gambaran Umum BMT As-Syifa’ Sepanjang Sidoarjo ... 53
1. Sejarah dan Perkembangan BMT As-Syifa’... 53
2. Visi dan Misi BMT As-Syifa’ ... 54
3. Tujuan Berdirinya BMT As-Syifa’ ... 55
4. Badan Hukum BMT As-Syifa’ ... 55
5. Struktur Organisasi ... 56
6. Produk-Produk di BMT As-Syifa’ ... 59
B. Praktek Pembiayaan Pendidikan di BMT As-Syifa’ ... 64
1. Prosedur Pengajuan Pembiayaan ... 64
2. Prosedur Setelah Pendaftaran ... 65
3. Proses Usulan Pembiayaan ... 66
4. Prinsip Penilaian Pembiayaan ... 66
5. Putusan Permohonan Pembiayaan ... 70
6. Realisasi Pembiayaan ... 70
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK
AKAD MURA>BAH}AH UNTUK PEMBIAYAAN
PENDIDIKAN DI BMT AS SYIFA’ SEPANJANG
SIDOARJO ... 75
A. Analisis Terhadap Praktek Akad Mura>bah}ah untuk
Pembiayaan Pendidikan di BMT As-Syifa’ Sidoarjo ... 75
B. Analisis Hukum Islam Terhadap Praktek Penggunaan Akad Mura>bah}ah untuk Pembiayaan Pendidikan di BMT As-Syifa’ Sidoarjo ... 81
BAB V PENUTUP... 91
A. Kesimpulan ... 91
B. Saran... 91
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Seiring berkembangnya perbankan syariah di Indonesia yang ditandai
dengan disetujuinya Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, di dalamnya diatur
dengan rinci mengenai landasan hukum serta jenis-jenis usaha yang dapat
dioperasikan dan diimplementasikan oleh bank syariah. Dalam
Undang-Undang tersebut juga memberikan arahan bagi bank-bank konvensional
untuk membuka cabang syariah atau bahkan mengkonversi diri secara total
menjadi bank syariah. Dengan berkembangnya perbankan syariah,
berkembang pula lembaga keuangan mikro syariah, lembaga keuangan
syariah adalah lembaga keuangan yang menjalankan kegiatannya dengan
berlandaskan prinsip syariah Islam. Lembaga keuangan syariah terdiri dari
bank dan non bank yaitu Baitul Ma>l Wat Tamwi>l (BMT).
BMT (Baitul Ma>l Wat Tamwi>l) merupakan lembaga keuangan mikro
yang berfungsi sebagai penyedia kredit bagi masyarakat, khususnya
pengusaha skala kecil dengan sistem bagi hasil bukan bunga seperti halnya
lembaga keuangan konvensional. Keberadaan BMT (Baitul Ma>l Wat
Tamwi>l), sangat dirasakan manfaatnya terutama oleh para pengusaha
golongan menengah ke bawah atau pedagang kecil. Pedagang kecil
merupakan salah satu bagian dari masyarakat golongan ekonomi lemah yang
2
cukup untuk mengembangkan usaha. Hal ini tidak lain karena keberadaan
BMT lebih berorientasi kepada pasar bukan pada produk.
BMT yang telah nyata ada dimasyarakat, berkiprah secara konkrit dalam
bidang yang spesifik (bisnis keuangan) dan memiliki sistem yang standar
(berdasarkan syariah islam). Perkembangan Baitul Ma>l Wat Tamwi>l yang
kian pesat dewasa ini, tidak dapat dipungkiri bahwa pengalokasian dana
dalam BMT memegang peranan penting. Pentingnya pengalokasian dana
dalam BMT dikarenakan, alokasi dana BMT merupakan upaya
menggunakan dana untuk kepentingan operasional yang dapat
mengakibatkan berkembangnya BMT atau sebaliknya, jika penggunaanya
salah.1
Dalam pelaksanaanya, kegiatan BMT adalah mengembangkan
usaha-uasaha produktif dalam rangka meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi
pengusaha kecil2 dengan cara menyalurkan dana berupa pembiayaan
berdasarkan akad jual beli dan bagi hasil. Selain itu, Baitul Ma>l Wat Tamwi>l
juga menerima titipan zakat, infaq, shadaqah dan menyalurkannya sesuai
dengan peraturan syariah dan amanahnya. Adapun Baitul Ma>l Wat
Tamwi>l sebagai usaha pengumpul dan penyaluran dana komersial, BMT
memiliki berbagai macam produk yang ditawarkan dalam menjalankan
1
Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Mal Wat Tamwil, (Yogyakarta: UII Press, 2004), 158.
2
3
usahanya, adapun berbagai macam produk yang terdapat dalam BMT
sebagai berikut :3
1. Wadi’ah (Titipan)
2. Musha>rakah (Kerja sama)
3. Mud}a>rabah (Bagi hasil)
4. Ija>rah (Sewa)
5. Mura>bahah (Jual Beli)
6. Ujrah (Fee)
7. Hawa>lah (Talangan)
8. Rahn (Gadai)
Segala transaksi atau tindakan yang berhubungan dengan manusia dan
manusia atau muamalah telah diatur dalam fiqh muamalah, dalam fiqh
muamalah terdapat hukum-hukum yang berkaitan dengan tindakan manusia
dalam persoalan-persoalan keduniawiyan. Pada dasarnya, segala bentuk
atau transaksi muamalah itu boleh atau mubah kecuali ada dalil-dalil yang
mengharamkannya. Jadi pada dasarnya segala bentuk macam muamalah
itu boleh asalkan tetap diperbolehkannya oleh syara’ terutama tentang
jual beli atau lain-lainya. Hal ini sesuai dengan kaidah fiqh :
ىَلع ليلد لدَي نَأاِإ ُةَحََِإا ِةَلَم اَعُمْلا ِِْ ُلْص َأا
اَهِمرََْ
Artinya : “Hukum asal dari muamalah adalah boleh atau mubah kecuali ada dalil yang melarangnya (mengharamkannya)”.4
3
Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Mal Wat Tamwil (BMT), (Yogyakarta: UII Press, Cet.
II, 2005), 73.
4
4
Kaidah diatas telah menjadi dasar bagi setiap bentuk transaksi
perdagangan dan ekonomi menjadi halal kecuali ada alasan yang
melarangnya. Disamping itu, dalam urusan pemenuhan kebutuhan hidup,
manusia tidak akan mampu mencukupi kebutuhan hidupnya tanpa bantuan
manusia yang lain. Oleh karena itu Allah SWT menyuruh setiap umatnya
untuk saling tolong menolong. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT
dalam Al-Quran Surat al-Maidah ayat (2) yang berbunyi :5
ىَوْقَ تلٱَو ِِّبْلٱ ىَلَع ْاوُنَواَعَ تَو
,
ِن َوْدُعْلٱَو ِِْْإٱ ىَلَع ْاوُنَواَعَ ت َاَو
,
ََّٱ ْاوُقَ تٱَو
,
ِباَقِعْلٱ ُدْيِدَش ََّٱ َنِإ
Artinya : “Dan tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan
taqwa, dan janganlah tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat berat siksanya”.
Dari ayat tersebut diatas menerangkan bahwa semua usaha manusia
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya adalah sah, akan tetapi agama
Islam dengan seperangkat hukumnya juga membatasi perilaku manusia
dalam menjalankan segala usahanya. Salah satu bentuk tolong menolong
adalah dengan cara menyalurkan dana pada seseorang yang
membutuhkan. Sesuai dengan firman Allah SWT dalam Al-Quran surat
al-Baqarah ayat (245) yang berbunyi :6
ُط ُ ܻۡبَيَو ُِܼبۡقَي ُ ََٱَو ۚٗةَرِثَك اٗفاَع َۡܽأ ٓۥُ ََ ۥُݝَفِعٰ َضُيَف اٗݜَسَح اًܽۡرَق َ ََٱ ُضِرۡقُي يِ ََٱ اَذ نَم َنوُعَجۡرُت ِݝۡ ََِ
٥
5
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, 85.
6
5
Artinya : “Siapakah yang mau member pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak, dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya lah kamu dikembalikan”.
Dari ayat di atas, dapat diambil sebuah kesimpulan bahwasanya antara
manusia satu dengan manusia yang lain harus saling tolong menolong,
akan tetapi tolong menolong hanya untuk perbuatan baik saja menurut
syara’, bukan termasuk perbuatan yang dilarang syara’. Seiring dengan
perkembangan teknologi berkembang pula kebutuhan hidup yang semakin
meningkat mengikuti arus perkembangan jaman, kebutuhan masyarakat akan
pembiayaan sekarang ini semakin tinggi sehingga mengakibatkan semakin
banyak pula lembaga pembiayaan baik itu bank maupun non bank yang
mana lembaga pembiayaan tersebut menjadi tujuan dari masyarakat untuk
memenuhi kebutuhan khususnya pembiayaan, baik itu pembiayaan dalam
bentuk penyediaan dana maupun barang modal.
Pembiayaan adalah suatu fasilitas yang diberikan oleh koperasi
syariah kepada masyarakat yang membutuhkan untuk menggunakan dana
yang telah dikumpulkan oleh koperasi syariah dari masyarakat yang surplus
dana. Secara umum pembiayaan yang diberikan oleh lembaga keuangan
syariah meliputi tiga macam akad pembiayaan besar yaitu, akad
mura>bah}ah (jual beli), pembiayaan mud}ha>rabah (bagi hasil), pembiayaan
musya>rakah (kerjasama atau perkongsian), dan pembiayaan berakad hasan
6
Berbagai macam produk dan jasa yang ditawarkan oleh Lembaga
keuangan syariah yaitu BMT, produk pembiayaan mura>bah}ah yang paling
banyak digunakan dalam kegiatan usahanya dalam memberikan pelayanan
pembiayaan. Dominannya produk mura>bah}ah dalam pemenuhan pembiayaan
pada BMT tersebut dikarenakan masyarakat lebih menyukai, disamping itu
karakternya yang menguntungkan, mudah dalam penerapan, serta dengan
faktor resiko yang ringan.
Secara sederhana, mura>bah}ah berarti suatu penjualan barang seharga
barang tersebut ditambah keuntungan yang disepakati.7 Dalam pengertian
lainnya, mura>bah}ah adalah akad jual beli atas suatu barang, dengan harga
yang disepakati antara penjual dan pembeli setelah sebelumnya penjual
menyebutkan dengan sebenarnya harga perolehan atas barang tersebut dan
besarnya keuntungan yang diperolehnya.8 Sehingga dapat disimpulkan
bahwa mura>bah}ah merupakan suatu akad jual beli dimana penjual
ataupun lembaga keuangan syariah menyatakan harga pokok penjualan
dan keuntungan kepada pembeli atau nasabah dan telah disepakati oleh
kedua belah pihak yang melakukan akad.
BMT As-Syifa’ Sidoarjo adalah salah satu lembaga keuangan syariah
yang berada di Sepanjang Sidoarjo, yang ikut serta dan peduli untuk
mensyi’arkan ajaran Islam serta untuk mensejahterakan ekonomi
masyarakat. BMT As-Syifa’ Sepanjang ini selain menyediakan produk
7
Adiwarman Karim, Bank Islam (Analisis Fiqh dan Keuangan), (Jakarta: Rajawali Press, 2011),
113.
8
Veithzal Rivai dan Arvian Arifin, Islamic Banking Sebuah Teori, Konsep, dan Aplikasi, (Jakarta:
7
produk penghimpunan dana (funding) seperti wadi’ah, simpanan berjangka
mud}ha>rabah, simpanan fitri, simpanan Qurban dan simpanan pendidikan,
juga menyediakan produk-produk penyaluran dana (lending) seperti
pembiayaan mura>bah}ah, pembiayaan mud}ha>rabah, pembiayaan musya>rakah,
pembiayaan qardhul hasan. Pembiayaan mura>bah}ah merupakan produk yang
paling diminati oleh para calon kreditur. Karena dilihat dari prosedur
pembiayaan mura>bah}ah yang paling mudah dipahami serta mampu
menjawab dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.
Pendidikan merupakan salah satu aspek terpenting dalam menunjang
kemajuan suatu bangsa. Bagaimana jadinya jika generasi masa depan bangsa
putus di tengah jalan dalam mengenyam pendidikan atau bahkan tidak
pernah mengenyam pendidikan sama sekali. Pada saat ini biaya pendidikan
di Indonesia sangat tinggi dan kurang terjangkau oleh masyarakat menengah
ke bawah.
BMT yang pada dasarnya mengemban misi sosial haruslah ikut berperan
serta dalam menangani masalah pendidikan ini. Salah satu bentuknya adalah
harus ada salah satu produk tertentu dari BMT, dimana produk itu
memberikan pembiayaan untuk menangani masalah pendidikan atau biaya
talangan untuk biaya pendidikan. BMT As-Syifa’ Sepanjang Sidoarjo adalah
salah satu lembaga keuangan syariah yang menyalurkan pembiayaan untuk
biaya pendidikan, dimana bentuk penyaluran pembiayaan tersebut
menggunakan akad mura>bah}ah. Secara teori di dalam akad mura>bah}ah
8
atau hak guna barang tersebut oleh nasabah namun bentuk barang yang
disediakan BMT dalam hal ini adalah uang. Sedangkan fungsi uang dalam
Islam sendiri adalah sebagai alat tukar bukan sebagai barang komoditi.
Selain itu, pendidikan juga tidak menghasilkan output berupa materi (uang)
yang dihasilkan melainkan adalah berupa ilmu pengetahuan (science).
Akad mura>bah}ah yang diberikan untuk biaya pendidikan, memang
suatu implementasi yang masih kontroversi atau cukup dilematis di dalam
prakteknya. Di dalam menyalurkan dananya kepada masyarakat. Akan
tetapi hal ini sulit untuk dihindarkan, permintaan pembiayaan untuk
membiayai pendidikan akan terus meningkat seiring pendidikan di Indonesia
tergolong cukup mahal. Masyarakat menengah ke bawah pasti akan lebih
memilih menggunakan jasa BMT sebagai alternatif untuk membantunya
dalam menangani masalah biaya pendidikan ini.
Berdasarkan uraian di atas, penulis ingin meneliti dan mengangkatnya
di dalam penulisan Tugas Akhir yang berjudul “PRAKTEK PEMBIAYAAN
PENDIDIKAN DENGAN AKAD MURA>BAH}AH DI BMT AS-SYIFA’
SEPANJANG SIDOARJO DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM”.
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang di atas terdapat beberapa masalah dalam
penelitian ini. Adapun masalah yang diidentifikasikan sebagai berikut :
9
b) Praktek pembiayaan akad mura>bah}ah di BMT As-Syifa’ Sepanjang
Sidoarjo.
c) Penerapan akad mura>bah}ah pada pembiayaan pendidikan di BMT
As-Syifa’ Sepanjang Sidoarjo.
d) Perspektif hukum Islam terhadap pembiayaan pendidikan dengan
akad mura>bah}ah di BMT As-Syifa’ Sepanjang Sidoarjo.
Untuk menghasilkan penelitian yang lebih terfokus pada judul
skripsi, maka penulis membatasi penelitian ini pada masalah berikut :
a) Praktek pembiayaan pendidikan dengan akad mura>bah}ah di BMT
As-Syifa’ Sepanjang Sidoarjo.
b) Pembiayaan pendidikan dengan akad mura>bah}ah di BMT As-Syifa’
Sepanjang Sidoarjo dalam perspektif hukum Islam.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis ingin merumuskan
permasalahan yang menjadi fokus kajian adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana praktek pembiayaan pendidikan dengan akad mura>bah}ah
di BMT As-Syifa’ Sepanjang Sidoarjo ?
2. Bagaimana perspektif hukum Islam terhadap pembiayaan pendidikan
10
D. Kajian Pustaka
Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian atau penelitian
yang sudah pernah dilakukan seputar masalah yang akan diteliti sehingga
terlihat jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak merupakan
pengulangan atau duplikasi dari kajian atau penelitian yang telah ada.9
Adapun penelitian yang terkait dengan akad mura>bah}ah adalah sebagai
berikut :
1. Skripsi yang ditulis oleh Nurul Choiriyatin Nisa dengan judul “Tinjauan
Hukum Islam Terhadap Akad Mura>bah}ah Pembiayaan Konsumtif di PT
BPRS Amanah Sejahtera Kecamatan Cerme Kabupaten Gresik” dengan
kesimpulan bahwa pembiayaan mura>bah}ah di BPRS Amanah Sejahtera,
barang yang diperjualbelikan tidak ada, melainkan pihak yang seharusnya
mengadakan atau menyediakan barang memberikan uang kepada
nasabah untuk membeli barang yang diinginkan kemudian barang
tersebut dibei oleh BPRS lalu dijual kembali ke nasabah, hal itu telah
dilakukan dalam perjanjian awal mura>bah}ah. Sehingga syarat dan rukun
dalam jual belinya tidak sah.10
2. Skripsi yang ditulis oleh Zunatur Rohmanah dengan judul “ Penerapan
Akad Wakalah Pada Produk Mura>bah}ah di Koperasi Simpan Pinjam
Syariah Ben Tawakal Kecamatan Mantup Kabupaten Lamongan” dengan
9
Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam UIN Sunan Ampel Surabaya, Petunjuk Teknis Penulisan
Skripsi,(Surabaya: Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam, 2014), 8.
10
Nurul Choiriyatin Nisa, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Akad Mura>bah}ah Pembiayaan
Konsumtif di PT BPRS Amanah Sejahtera Kecamatan Cerme Kabupaten Gresik”,(Surabaya:
11
kesimpulan bahwa pihak koperasi memberikan akad wakalah pada
nasabah untuk membeli barang yang mereka inginkan sendiri. Namun
dalam prakteknya, nasabah tidak membelikan semua uang yang telah
diberikan oleh pihak koperasi sebagaimana yang tertulis dalam akad
pembiayaan mura>bah}ah. Dan nasabah tidak memberikan tanda bukti
pembayaran kepada koperasi. Dengan demikian menurut hukum Islam
akad tersebut tidak sah.11
3. Skripsi saudara Ainul Yaqin dengan judul “ Kajian Hukum Islam
Terhadap Aplikasi Pembiayaan Mura>bah}ah di Koperasi Simpan Pinjam
Pondok Pesantren Kramat Kabupaten Pasuruan” dengan kesimpulan
bahwa aplikasi mura>bah}ah di koperasi simpan pinjam Pondok Pesantren
Kramat Kabupaten Pasuruan, dimana penyaluran pembiayaan dilakukan
dengan cara memberikan pembiayaan kepada nasabah dalam pembelian
barang dan menjual kembali barang yang sudah dibeli nasabah kepada
koperasi simpan pinjam pondok pesantren Kramat Kabupaten Pasuruan.
Dengan demikian aplikasi pembiayaan mura>bah}ah yang dilakukan
tidaklah tepat jika diterapkan untuk skema modal kerja.12
Dari pemaparan beberapa penelitian yang disebutkan diatas, dapat ditarik
kesimpulan bahwa penelitian pada skripsi yang pertama mengulas tentang
akad mura>bah}ah pembiayaan konsumtif di PT BPRS Amanah Sejahtera
11
Zunatur Rohmanah, “Penerapan Akad Wakalah pada Produk Mura>bah}ah di Koperasi Simpan
Pinjam Syariah Ben Tawakal Kecamatan Mantup Kabupaten Lamongan”, (Surabaya: Skripsi
UIN Sunan Ampel, 2010), 8.
12
Ainul Yaqin, “Kajian Hukum Islam Terhadap Aplikasi Pembiayaan Mura>bah}ah di Koperasi
Simpan Pinjam Pondok Pesantren Kramat Kabupaten Pasuruan”, (Surabaya: Skripsi UIN Sunan
12
Kecamatan Cerme Kabupaten Gresik. Pada penelitian terdahulu, pembiayaan
konsumtif yang dimaksud merupakan pembelian suatu alat kerja untuk
modal usaha, yang kemudian diarahkan pada mekanisme dan analisa hukum
Islam pada akad mura>bah}ah yang diterapkan pada PT BPRS Amanah
Sejahtera. Sehingga perbedaannya terlihat pada objek penelitiannya.
Sedangkan pada skripsi yang kedua, peneliti membahas tentang
penerapan akad wakalah pada pembiayaan mura>bah}ah di Koperasi Simpan
Pinjam Syariah Lamongan. Perbedaan yang ada pada penelitian terdahulu ini
terletak pada objek permasalahan yang dikaji. Penelitian terdahulu mengkaji
tentang mekanisme akad wakalah pada pembiayaan mura>bah}ah, sedangkan
pada penelitian ini penulis akan mengkaji penerapan produk mura>bah}ah pada
pembiayaan pendidikan.
Pada skripsi ketiga, perbedaan dengan penelitian ini terdapat pada
mekanisme pembiayaan mura>bah}ah sebagai pembiayaan pada pembelian
suatu asset barang yang diinginkan oleh nasabah kepada pihak koperasi,
sedangka pada penelitian ini penulis membahas tentang mekanisme
pembiayaan mura>bah}ah pada pembiayaan pendidikan yang dilakukan oleh
BMT As-Syifa’ Sepanjang Sidoarjo.
Dengan demikian setelah penulis mengulas kajian pustaka tersebut dan
alasan penulis mengambil tiga judul skripsi tersebut diatas karena dari hasil
penelusuran di website dan catalog perpustakaan UIN Sunan Ampel
Surabaya, penulis menemukan tiga judul skripsi yang membahas tentang
13
yang berjudul “Praktek Pembiayaan Pendidikan dengan Akad Mura>bah}ah di
BMT As-Syifa’ Sepanjang Sidoarjo dalam Perspektif Hukum Islam” yang
intinya adalah penulis membahas tentang praktek dan penerapan akad
mura>bah}ah pada pembiayaan pendidikan yang dilakukan oleh pihak Baitul
Ma>l Wat Tamwi>l (BMT) As-Syifa’ Sepanjang dengan nasabah pembiayaan
tersebut tidaklah sama.
E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Untuk mengetahui secara mendalam bagaimana praktek pembiayaan
mura>bah}ah dalam mengajukan pembiayaan pendidikan di BMT
As-Syifa’ Sepanjang Sidoarjo.
2. Untuk mengetahui secara mendalam bagaimana perspektif hukum Islam
terhadap pembiayaan pendidikan dengan akad mura>bah}ah di BMT
As-Syifa’ Sepanjang Sidoarjo.
F. Kegunaan Hasil Penelitian
Adapun kegunaan dari penelitian ini diharapkan berdaya guna sebagai
berikut :
1. Secara Teoritis
Berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan, menambah wawasan
14
perbandingan dan menjadi bahan landasan pemahaman ilmu pengetahuan
pada penelitian berikutnya yang mempunyai minat pada subyek yang
sama yakni mura>bah}ah.
2. Secara Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan bisa digunakan sebagai bahan
masukan bagi pengelola BMT As-Syifa’, serta dapat digunakan sebagai
pedoman bagi pihak BMT As-Syifa’ agar dalam menjalankan sistem
yang sesuai dengan prinsip syariah.
G. Definisi Operasional
Untuk mempermudah pembaca dalam memahami arti dan maksud
judul skripsi ini, maka penulis akan mengemukakan secara jelas dan
terperinci maksud judul tersebut, diantaranya :
Pembiayaan Pendidikan : suatu fasilitas yang diberikan oleh BMT As-
Syifa’ kepada masyarakat yang membutuhkan
dana untuk biaya pendidikan. Dalam penelitian
ini, pembiayaan pendidikan yang dimaksud
adalah pembayaran uang gedung sekolah.
Akad Mura>bah}ah : Akad jual beli barang dengan menyatakan harga
perolehan dan keuntungan (marjin) yang
disepakati oleh penjual dan pembeli.13 Dalam
penelitian ini, akad mura>bah}ah diterapkan pada
13
Adiwarman Karim, Bank Islam (Analisis Fiqh dan Keuangan), (Jakarta: PT RajaGrafindo
15
pembiayaan pendidikan yang diajukan oleh
nasabah.
Hukum Islam : seperangkat aturan yang bersumber dari Allah
SWT dan Rasulullah SAW untuk mengatur
tingkah laku manusia baik dalam berhubungan
dengan Tuhannya (ibadah) maupun dalam rangka
berhubungan dengan sesamanya (muamalah).
H. Metode Penelitian
Untuk mendapatkan data yang jelas (valid) dalam penelitian ini, maka
penlis akan menggunakan identifikasi sebagai berikut :
1. Data yang Dikumpulkan
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
a. Data mengenai sejarah BMT As-Syifa’ Sepanjang Sidoarjo, visi,
misi, struktur organisasi dan produk-produknya.
b. Data mengenai pembiayaan pendidikan di BMT As-Syifa’ Sepanjang
Sidoarjo meliputi :
1) Prosedur pengajuan pembiayaan pendidikan di BMT As-Syifa’
Sepanjang Sidoarjo.
2) Aplikasi pembiayaan pendidikan di BMT As-Syifa’ Sepanjang
16
3) Data mengenai mekanisme perjanjian pembiayaan pendidikan
yang menggunakan akad mura>bah{ah di BMT As- Syifa’
Sepanjang Sidoarjo.
2. Sumber Data
Adapun sumber data yang diperlukan agar data yang dihasilkan
menjadi lebih akurat dalam pembahasan skripsi ini terbagi menjadi dua
sumber, yakni sumber data primer dan sumber data sekunder sebagai
berikut :
a. Sumber data primer adalah sumber data yang langsung memberikan
data kepada pengumpulan data.14 Yaitu pimpinan, karyawan dan
dokumen yang berisi tentang perjanjian antara nasabah dengan pihak
BMT dalam pembiayaan pendidikan.
b. Sumber data sekunder adalah sumber data yang diperoleh dari
literature-literatur yang tidak berhubungan secara langsung dengan
penelitian. Sumber ini merupakan sumber yang bersifat membantu
atau menunjang untuk melengkapi dan memperkuat serta
memberikan penjelasan mengenai sumber-sumber data primer.15
Sumber data yang diperoleh dari data kajian kepustakaan yang
berhubungan dengan pembahasan yang diteliti oleh penulis yaitu :
1) Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syari’ah Dari Teori ke
Praktik, Jakarta: Gema Insani Press, 2001.
14
Sugiyono,Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&d”, (Bandung: Alfabeta, 2011), 137.
15
17
2) Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan,
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001.
3) Ismail, Perbankan Syariah, Jakarta: Kencana, 2011.
4) Muhammad, Sistem dan Prosedur Operasional Bank Syariah,
Yogyakarta: UII Press Yogyakarta, 2005.
5) Ascarya, Akad da Produk Bank Syariah, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2011.
6) Dan buku-buku lain yang berhubungan dengan penelitian ini.
3. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian yaitu penulis
mengumpulkan data secara langsung dari lapangan yang berkaitan
dengan permasalahan diatas. Dalam teknik pengumpulan data ini penulis
menggunakan beberapa cara yaitu :
a. Observasi, pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun
data penelitian melalui pengamatan dan pengindraan.16 Penulis
melakukan pengamatan secara langsung ke lapangan untuk
mengetahui praktik pembiayaan pendidikan di BMT As-Syifa’
Sepanjang Sidoarjo dengan menggunakan akad mura>bah}ah.
b. Interview (wawancara), yaitu metode ilmiah yang dalam
pengumpulan datanya dengan jalan berbicara atau berdialog langsung
16
Joko Subagyo,“Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktik”,(Jakarta: PT Rineka Cipa, 2004),
18
dengan sumber obyek penelitian.17 Wawancara yang peneliti lakukan,
yaitu dengan :
1) Pimpinan BMT As-Syifa’ Sepanjang Sidoarjo.
2) Karyawan BMT As-Syifa’ Sepanjang Sidoarjo.
3) Nasabah
c. Dokumenter, mencari data mengenai hal-hal yang berupa catatan,
dokumen, dan sumber data lainnya.18 Sumber-sumber yang berkaitan
dengan pembiayaan pendidikan yang akan dibahas.
4. Teknik Pengolahan Data
Untuk memudahkan analisis, maka diperlukan pengolahan data
dengan tahapan-tahapan sebagai berikut :
a. Organizing adalah suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan,
pencatatan dan penyajian fakta untuk tujuan penelitian.19
b. Editing adalah kegiatan pengeditan akan kebenaran dan ketetapan
data tersebut.
c. Analyzing, yaitu dengan memberikan analisis lanjutan terhadap hasil
organizing dan editing data yang telah diperoleh dari sumber-sumber
penelitian, dengan menggunakan teori dan dalil-dalil lainnya,
sehingga diperoleh kesimpulan.
5. Teknik Analisis Data
17
Lexy J. Moeloeng,”Metode Penelitian Kualitatif”,(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), 135.
18
Sugiyono,”Memahami Penelitian Kualitatif”,(Bandung: CV. Alfabeta, 2010), 82.
19
19
Setelah data terkumpul, yaitu data dari hasil lapangan maupun
pustaka, maka dilakukan analisa data secara kualitatif melalui
pendekatan deskriptif analisis dengan pola pikir induktif, yaitu data
yang telah diperoleh akan digambarkan dan diuraikan sehingga
menunjukkan fakta-fakta atau kenyataan dari hasil penelitian.20 Dalam
hal ini adalah penelitian di BMT As-Syifa’ Sepanjang, kemudian diteliti
sehingga ditemukan pemahaman terhadap aplikasi pembiayaan
pendidikan dengan akad mura>bah}ah di BMT As-Syifa Sepanjang
Sidoarjo, kemudian dilanjutkan dengan membuat kesimpulan menurut
hukum Islam.
I. Sistematika Pembahasan
Dalam penelitian tentang Praktek Pembiayaan Pendidikan dengan Akad
Mura>bah}ah di BMT As-Syifa’ Sepanjang Sidoarjo, supaya penelitian ini
dapat mengarah pada tujuan yang diharapkan maka akan disusun
Sistematika penulisan yang terbagi menjadi beberapa bab sebagai berikut :
Laporan penelitian ini dimulai dengan bab pertama yaitu bab
pendahuluan yang dalam hal ini berisi tentang latar belakang masalah,
rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil
penelitian, definisi operasional, metode penelitian, yang kemudian
dilengkapi dengan sistematika pembahasan.
20
20
Kemudian dilanjutkan dengan bab kedua tentang landasan teori akad
Mura>bah}ah, yang memuat tentang pengertian pembiayaan Mura>bah}ah,
landasan hukum Mura>bah}ah, rukun dan syarat Mura>bah}ah, dan mekanisme
pembiayaan Mura>bah}ah. Dan pengertian Rahn, landasan hukum Rahn, rukun
dan syarat Rahn, fatwa DSN MUI tentang Rahn, dan skema pembiayaan
Rahn.
Bab ketiga penyajian data yang memaparkan hasil penelitian yang telah
dilakukan oleh peneliti tentang Praktek Pembiayaan Pendidikan yang
memuat tentang gambaran umum BMT As Syifa’, prosedur pengajuan
pembiayaan pendidikan, prinsip penilaian, praktek pemberian akad
Mura>bah}ah untuk biaya pendidikan, dan data akad Mura>bah}ah yang
untuk biaya pendidikan di BMT As-Syifa’ Sepanjang Sidoarjo.
Selanjutnya bab ke empat memuat tentang analisis hukum Islam,
peneliti akan membicarakan tentang pembiayaan pendidikan dengan akad
Mura>bah}ah di BMT As-Syifa’ Sepanjang Sidoarjo. Pada bab ini merupakan
kerangka menjawab pokok-pokok permasalahan yang terdapat dalam bab
tiga yang didasarkan pada landasan teori yang terdapat dalam bab dua.
Adapun sistematikanya yang pertama adalah analisis akad Mura>bah}ah dalam
pembiayaan pendidikan ditinjau dari perspektif hukum Islam.
Skripsi ini diakhiri dengan bab ke lima, yaitu penutup dari pembahasan
skripsi ini yang berisikan kesimpulan-kesimpulan dan saran-saran dari hasil
penelitian, selain itu dalam bab terakhir ini akan dilengkapi dengan daftar
BAB II
MURA>BAH}AH DALAM HUKUM ISLAM
A. Konsep Mura>bah}ah
1. Pengertian Akad Mura>bah}ah
Menurut bahasa, mura>bah}ah berasal dari kata ةحبارم – حباري -- حبار
yang berarti saling menguntungkan. Bai’ mura>bah}ah adalah jual beli
dengan harga pokok dengan tambahan keuntungan yang diketahui.1
Sedangkan pengertian mura>bah}ah menurut istilah adalah akad jual
beli atas barang tertentu, dimana penjual menyebutkan harga pembelian
barang kepada pembeli dengan mensyaratkan keuntungan yang
diharapkan sesuai jumlah tertentu.2 Dalam akad mura>bah}ah, penjual
harus memberi tahu harga barang yang ia beli dan menentukan suatu
tingkat keuntungan sebagai tambahannya.
Menurut ulama Malikiyah, dalam mura>bah}ah penjual harus
memberitahu kepada pembeli harga produk yang ia beli dan
menentukan suatu keuntungan sebagai tambahannya, misalnya penjual
mengatakan bahwa ia telah membeli produk itu dengan harga 10 dinar,
dan meminta kepada pembeli agar memberinya keuntungan 1 atau 2
dinar.3
1
Said Aqil Husen Almunawwar, Qawa’id Fiqiyyah dan Penerapannya dalam Transaksi keuangan
syariah kontemporer, (Jakarta: Gramata Publising, 2012), 132.
2 Ismail, Perbankan Syariah,(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), 138.
3
23
Mura>bah}ah menurut pendapat Syafi’I Antonio adalah jual beli
barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati.4
Dalam hal ini, penjual harus memberi tahu harga pokok pembelian dan
menentukan tingkat keuntungan sebagai tambahannya. Tingkat
keuntungan dari akad mura>bah}ah ini dapat diperoleh dari prosentase
tertentu dari biaya perolehan.5
Dalam pandangan Islam Mura>bah}ah merupakan suatu jenis jual
beli yang dibenarkan oleh syariah dan merupakan implementasi
muamalah tijariyah (interaksi bisnis). Hal ini berdasarkan dalil dari Al-
Qur’an dan Al-Hadits.6
M. Umer Chapra mengemukakan bahwa mura>bah}ah merupakan
transaksi yang sah menurut ketentuan syariat apabila risiko transaksi
tersebut menjadi tanggung jawab pemodal sampai penguasaan atas
barang telah dialihkan kepada nasabah. Sebuah transaksi mura>bah}ah
menjadi sah secara hukum, maka bank atau lembaga keuangan syariah
harus menandatangani 2 (dua) perjanjian yang terpisah. Perjanjian
tersebut adalah perjanjian antara pemasok barang atau supplier dan
perjanjian dengan nasabah.7
Perjanjian yang pertama merupakan perjanjian antara bank atau
lembaga keuangan syariah dengan supplier, dimana bank bertindak
4Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani,2001),
102.
5 Ascarya,Akad dan Produk Bank Syariah, 82.
6 Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah,137.
7 Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam dan Kedudukan Dalam Tata Hukum Perbankan
24
sebagai kuasa dari dan untuk atas nama nasabah yang memesan dan
membeli barang dari pemasok atau supplier barang. Kemudian perjanjian
yang kedua adalah perjanjian antara nasabah dengan bank atau lembaga
keuangan syariah, dimana perjanjian ini menyangkut tentang transaksi
pembiayaan kepada nasabah untuk membeli barang tersebut dengan
cicilan atau angsuran.
Dalam hal ini BMT atau Lembaga Keuangan Syariah bertindak
sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli dengan harga jual dari
lembaga keuangan syariah adalah harga beli dari pemasok ditambah
keuntungan sesuai kesepakatan.8
Dari pengertian dan penjelasan diatas dapat disimpulkan, bahwa
bai’ mura>bah}ah merupakan akad jual beli yang dibenarkan oleh syariah
Islam karena bentuk jual beli ini menjadi bagian dari saling tolong
menolong. Dalam prakteknya jual beli mura>bah}ah merupakan
pembelian barang dengan pembayaran ditangguhkan, yang jangka
waktunya sesuai dengan kesepakatan. Atau dengan kata lain mura>bah}ah
adalah akad jual beli dengan dasar adanya informasi dari pihak penjual
terkait atas barang tertentu, dimana penjual menyebutkan dengan jelas
barang yang diperjualbelikan, termasuk harga pembelian barang kepada
pembeli, kemudian BMT mensyaratkan atas laba atau keuntungan
dalam jumlah tertentu. Dalam konteks ini, BMT tidak meminjamkan
uang kepada anggota untuk membeli komoditas tertentu, akan tetapi
25
pihak BMT membelikan komoditas pesanan anggota dari pihak ketiga,
dan baru kemudian dijual kembali kepada anggota dengan harga yang
disepakati kedua belah pihak. Oleh karena itu, Pembiayaan mura>bah}ah
tersebut diberikan kepada nasabah dalam rangka pemenuhan
kebutuhan produksi.
Mura>bah}ah berbeda dengan jual beli biasa (musawamah), dimana
dalam jual beli musawamah terdapat proses tawar menawar antara
penjual dan pembeli untuk menentukan harga jual, dimana penjual juga
tidak menyebutkan harga beli dan keuntungan yang diinginkan. Berbeda
dengan mura>bah}ah, harga beli dan keuntungan yang diinginkan harus
dijelaskan kepada pembeli.
2. Landasan Hukum Mura>bah}ah
Secara umum, landasan hukum mura>bah}ah lebih mencerminkan
pada jual beli suatu barang. Mura>bah}ah adalah sistem yang mendominasi
produk- produk yang ada di semua bank Islam. Dalam Islam, jual beli
merupakan salah satu sarana tolong menolong antar sesama umat
manusia yang di ridhai oleh Allah SWT.9 Dengan demikian ditinjau dari
aspek hukum Islam, maka praktik mura>bah}ah ini dibolehkan baik
menurut Al-Qur’an, Hadits, maupun Ijma’ Ulama. Hal ini tampak dalam
ayat-ayat Al- Qur’an dan Hadist berikut ini :
9 Muhammad, Model-model Akad Pembiayaan di Bank Syari’ah (Panduan Teknis Pembuatan
Akad/Perjanjian Pembiayaan Pada Bank Syari’ah), Sistem dan Prosedur Operasional Bank
26
َي
َْت ََ ْاوَُماَء َنيِذلٱ اَه يَأ
ْمَأ ْاوُلُك
ْ يَ ب مُكَلَو
ْلٱِب مُكَ
ِلِطَٰب
َأ َِإ
ْن
ْوُكَت
ْنَع ًةَرَِٰت َن
َ ت
ضاَر
ِّْم
ُك
,ْم
َََو
ْقَ ت
ْ نَأ ْاوُلُ ت
ُكَسُف
,ْم
ْمُكِب َناَك ََٱ نِإ
ْيِحَر
م ًا
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sungguh, Allah
Maha Penyayang kepadamu. (QS. An-Nisa’: 29)10
Ayat tersebut melarang segala bentuk transaksi yang bathil. Diantara
transaksi yang bathil adalah transaksi yang mengandung bunga (riba)
sebagaimana yang ada dalam sistem kredit konvensional sebab akad yang
digunakan adalah utang. Berbeda dengan mura>bah}ah, dalam akad
mura>bah}ah tidak ditemukan unsur bunga karena menggunakan akad jual
beli. Disamping itu, ayat tersebut mewajibkan untuk keabsahan setiap
transaksi mura>bah}ah harus berdasarkan prinsip-prinsip kesepakatan antara
para pihak yang dituangkan dalam suatu perjanjian yang menjelaskan dan
dipahami segala hal yang menyangkut hak dan kewajiban masing-masing.
ْلٱ َُٱ لَحَأَو
ْيَ ب
َمرَحَو َع
ِّرلٱ
ٰوَ ب ْا
Artinya : “Dan Allah SWT telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. (QS. Al Baqarah : 275)11
Ayat tersebut menjelaskan bahwa jual beli dalam Islam telah
memberikan aturan-aturan seperti yang telah diungkapkan oleh para
10 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya,(Surabaya: Al-Hidayah, 1971), 84.
11
27
ulama fiqih, baik mengenai rukun dan syarat, juga mengenai bentuk
jual beli yang diperbolehkan oleh syara’. Oleh karena itu dalam
prakteknya harus dikerjakan secara konsekuen dan ada manfaat bagi
pihak yang bersangkutan. Disamping itu ayat tersebut juga menjelaskan
bahwa Allah SWT mempertegas legalitas dan keabsahan jual beli yang
dalam hal ini adalah akad mura>bah}ah dan sah untuk dioperasionalkan
dalam praktik pembiayaan BMT karena ini merupakan salah satu
bentuk jual beli dan tidak mengandung riba.
Adapun hadist-hadist Rasul yang dapat dijadikan dasar dalam
akad mura>bah}ah, adalah :
1)
ََِإ ُعْيَ بلا : ُةَك َرَ بلا نِهْيِف ٌثَاَث : لاق َملَسَو ِْيَلَع ُه ىلص ِِ
لا نَأ ٍبْيَهُص ْنَع
َ جام نبا اورُ . عْيَ بْلِل ََ ِِْْعشل ًِ ِّرُ بلا ُطلَخَو , ُةَضَر اَقُمْلاَو , ٍلَجَا
Artinya : “Dari Suhaib ar-Rumi r.a bahwa Rasulullah SAW bersabda, tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkahan: jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudha>rabah), dan bercampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual.” (HR. Ibnu Majah)12
Hadits riwayat Ibnu Majah tersebut merupakan dalil lain
diperbolehkannya mura>bah}ah yang dilakukan secara jatuh tempo.
Meskipun kedudukan hadits ini lemah, namun banyak ulama yang
menggunakan dalil ini sebagai dasar hukum akad mura>bah}ah ataupun
jual beli jatuh tempo. Ulama menyatakan bahwa arti tumbuh dan
menjadi lebih baik terdapat pada perniagaan. Terlebih pada jual beli
yang dilakukan secara jatuh tempo atau akad mura>bah}ah. Dengan
12
28
menunjuk adaya keberkahan ini, hal ini mengindikasikan
diperbolehkannya praktik jual beli yang dilakukan secara jatuh
tempo. Begitu juga dengan akad mura>bah}ah yang dilakukan secara
jatuh tempo. Dalam arti, nasabah diberi jangka waktu untuk
melakukan pelunasan atas harga komoditas sesuai dengan
kesepakatan.
2)
ُعْيَ بلا اَََِإ : َلاَق َملَسَو ِْيَلَع ُه ىلَص ِه َلْوُسَر نَأ ِّيِرْدُ ا ٍدْيِعَس ِيَأ ْنَع
ٍضَرَ ت ْنَع
اورُ
ء
َ جام نبا
Artinya : “ dari Abi Sa’id al Kudri, bahwa Rasululla SAW bersabda : sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan dengan suka sama suka (rela sama rela).” (HR. Ibnu Majah)13
Hadits diatas menjelaskan bahwa janganlah kalian menjalankan usaha yang menyebabkan perbuatan yang diharamkan tetapi berniagalah menurut syariat dan dilakukan secara suka sama suka (saling ridha) diantara penjual dan pembeli serta carilah keuntungan dengan cara yang diakui oleh syariat.
Adapun Ijma’ para Ulama antara lain sebagai berikut :
13
29
Selain Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah SAW yang dijadikan
landasan sebagai dasar hukum mura>bah}ah, maka ijma’ Ulama juga
dapat dijadikan acuan hukum mura>bah}ah. Hal ini sesuai dengan
yang dikemukakan Abdullah Syeed : “Al-Qur’an tidak membuat
acuan langsung berkenaan dengan mura>bah}ah, walaupun ada
beberapa acuan di dalamnya untuk menjual, keuntungan, kerugian
dan perdagangan. Karena nampaknya tidak ada acuan langsung
kepadanya dalam Al-Qur’an dan Hadits yang diterima umum, para
ahli hukum harus membenarkan mura>bah}ah berdasarkan landasan
lain.”14
Menurut Imam Malik, mura>bah}ah itu diperbolehkan (mubah)
dengan berlandasakan pada orang-orang Madinah, yaitu ada
konsensus pendapat di Madinah mengenai hukum tentang orang yang
membeli baju di sebuah kota, dan mengambilnya ke kota lain untuk
menjualnya berdasarkan suatu kesepakatan berdasarkan
keuntungan. Imam Syafi’I mengatakan “kamu beli untukku, aku
akan memberikan keuntungan begini, begitu”, kemudian orang itu
membelinya, maka transaksi itu sah. Sedangkan Marghinani seorang
fiqih mazhab Hanafi membenarkan keabsahan mura>bah}ah
berdasarkan kondisi penting bagi validitas penjual di dalamnya.
Demikian pula Nawawi dari mazhab Syafi’I, secara sederhana
14 Abdullah Syeed, Menyoal Bank Syari’ah; Kritik Atau Interprestasi Bunga Kaum
30
mengemukakan bahwa penjualan mura>bah}ah sah menurut hukum
tanpa bantahan.15 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa landasan
hukum pembiayaan mura>bah}ah adalah Al-Qur’an dan hadits
Rasulullah SAW serta Ijma’ Ulama.
3. Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI
Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000,
yang ditetapkan pada tanggal 01 April 2000 tentang Akad Mura>bah}ah.
Fatwa No 04/DSN-MUI/IV/2000 menetapkan tentang akad mura>bah}ah
untuk dijadikan pedoman oleh Bank Syariah atau Lembaga Keuangan
Syariah, yaitu menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya
kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih
sebagai laba.16
Dalam fatwa tersebut disebutkan ketentuan umum mengenai
mura>bah}ah, yaitu sebagai berikut:
a) Bank atau lembaga keuangan syariah dan nasabah harus melakukan
akad mura>bah}ah yang bebas riba.
b) Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syari’at Islam.
c) Bank atau lembaga keuangan syariah membiayai sebagian atau
seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya.
15Ibid, 120.
31
d) Bank atau lembaga keuangan syariah membeli barang yang
diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian ini harus
sah dan bebas riba.
e) Bank atau lembaga keuangan syariah harus menyampaikan semua
hal yang berkaitan dengan pembelian misalnya, jika pembeli
dilakukan secara utang. Bank kemudian menjual barang tersebut
kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga plus
keuntungannya. Dalam kaitan ini bank harus memberitahu secara
jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang
diperlukan.
f) Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada
jangka waktu tertentu yang telah disepakati.
g) Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad
tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan
nasabah.
h) Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang
kepada pihak ketiga, akad jual beli mura>bah}ah harus dilakukan
setelah barang, secara prinsip menjadi milik bank.
Adapun dalam fatwa dewan syariah nasional MUI dijelaskan
mengenai ketentuan terhadap nasabah yang akan mengajukan
32
a) Nasabah mengajukan permohonan dan janji pembelian suatu barang
atau asset kepada pihak bank atau lembaga keuangan syariah.
b) Jika bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli terlebih
dahulu asset yang dipesannya secara sah dengan pedagang.
c) Bank atau lembaga keuangan syariah kemudian menawarkan asset
tersebut kepada nasabah dan nasabah harus menerima (membeli)
sesuai dengan janji yang telah disepakatinya, karena secara hukum
janji tersebut mengikat; kemudian kedua belah pihak harus membuat
kontrak jual beli.
d) Dalam jual beli ini bank atau lembaga keuangan syariah dibolehkan
meminta nasabah untuk membayar uang muka saat menandatangani
kesepakatan awal pemesanan.
e) Jika nasabah kemudian menolak membeli barang tersebut, biaya riil
bank atau lembaga keuangan syariah harus dibayar dari uang muka
tersebut.
f) Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus ditanggung
oleh bank atau lembaga keuangan syariah, bank dapat meminta
kembali sisa kerugiannya kepada nasabah.
g) Jika uang muka memakai kontrak ‘urbun sebagai alternatif dari uang
muka, maka:
a) Jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut, ia
33
b) Jika nasabah batal membeli, uang muka menjadi milik bank
maksimal sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank akibat
pembatalan tersebut; dan jika uang muka tidak mencukupi,
nasabah wajib melunasi kekurangannya.
Ketentuan mengenai pembayaran dalam akad mura>bah}ah dijelaskan
dalam fatwa DSN-MUI tentang utang dalam mura>bah}ah , yaitu :
a) Secara prinsip, penyelesaian utang nasabah dalam transaksi
mura>bah}ah tidak ada kaitannya dengan transaksi lain yang dilakukan
nasabah dengan pihak ketiga atas barang tersebut. Jika nasabah
menjual kembali barang tersebut dengan keuntungan atau kerugian, ia
tetap berkewajiban untuk menyelesaikan utangnya kepada bank.
b) Jika nasabah menjual barang tersebut sebelum masa angsuran
berakhir, ia tidak wajib segera melunasi seluruh angsurannya.
c) Jika penjualan barang tersebut menyebabkan kerugian, nasabah tetap
harus menyelesaikan utangnya sesuai kesepakatan awal. Ia tidak boleh
memperlambat pembayaran angsuran atau meminta kerugian itu
diperhitungkan.
4. Rukun dan Syarat Mura>bah}ah
Rukun merupakan hal yang harus dipenuhi agar suatu perbuatan sah
34
tak terpisahkan dari suatu perbuatan atau lembaga, yang menentukan sah
atau tidaknya perbuatan tersebut dan ada atau tidaknya sesuatu itu.17
Oleh karena itu, rukun yang terdapat dalam akad mura>bah}ah harus
terpenuhi dalam suatu pembiayaan. Akad mura>bah}ah merupakan suatu
transaksi jual beli, dengan demikian rukun-rukunnya pun sama dengan
rukun jual beli. Adapun pelaksanaan transakasi mura>bah}ah harus
memenuhi sejumlah rukun, antara lain :
1) Adanya pihak yang melakukan akad, dalam hal ini yakni penjual
dan pembeli. Adapun syarat pihak yang berakad adalah:
a. Berakal, jual beli tidak sah jika dilakukan oleh anak kecil yang
belum berakal dan orang gila.18
b. Akad dilakukan dengan orang yang berbeda. Artinya, seseorang
tidak dapat bertindak dalam waktu yang bersamaan sebagai
penjual sekaligus pembeli.19
2) Adanya objek (ma’qud ‘alaih) yang diakadkan. Mengenai objek
yang diakadkan ini ada dua macam, yaitu :
a. Barang yang diperjual belikan. Dalam jual beli barang yang akan
diperjual belikan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a) Suci
b) Memiliki manfaat.
17 Gemala Dewi dkk, Hukum Perikatan Islam Indonesia,(Jakarta: Kencana, 2006), 49-50.
18 Nasroen Haroen, Fiqh Muamalah,(Jakarta: Gaya Media Pratama,2000), 115.
35
Barang yang diperjualbelikan harus dapat dimanfaatkan dan
bermanfaat bagi manusia. Oleh sebab itu, bangkai, khamar,
dan lain sebagainya tidak sah menjadi objek jual beli karena
dalam pandangan syara’ benda-benda seperti itu tidak
bermanfaat bagi manusia.20
c) Milik sendiri
Tidak sah menjual barang orang lain tanpa seizin pemiliknya
atau barang-barang yang baru akan menjadi miliknya.21
d) Barang yang diperjualbelikan harus ada digenggaman
Dibolehkan memperjualbelikan segala sesuatu yang belum
menjadi milik sepenuhnya, tetapi dengan syarat memberi
ganti terlebih dahulu atas barang yang diperjualbelikan
tersebut sebelum dan sesudah barang diterima. Orang yang
membeli suatu barang juga dibolehkan menjual kembali
barang itu, mengibahkannya, atau mengelolanya, jika barang
tersebut sudah diterimanya. Jika barang tersebut belum
diterima olehnya, ia tetap boleh mengelolanya dengan segala
bentuk yang disyariatkan kecuali memperjualbelikannya. Jadi
memperjualbelikan barang sebelum diterima, hukumnya
tidak dibolehkan.22
b. Harga barang yang diperjual belikan.
20Ibid, 118.
21 Sohari Sahrani,Fikih Muamalah,(Bogor: Ghalia Indonesia,2011), 70.
36
Harga merupakan unsur terpenting dalam jual beli karena
merupakan suatu nilai tukar dari barang yang akan atau sudah
dijual. Menurut penjelasan dalam buku ringkasan Fiqih Sunnah
Sayyid Sabiq, mengenai jenis(kuantitas dan kualitas) maupun
harga. Yaitu: jika keduanya atau salah satunya tidak diketahui,
maka jual beli menjadi tidak sah dan batal, karena terdapat unsur
ketidakpastian atau ketidakjelasan (gharar).
3) Shigat akad yakni ijab dan qabul.
Para ulama fiqih sepakat menyatakan bahwa unsur utama dari
jual beli adalah kerelaan kedua belah pihak, kedua belah pihak dapat
dilihat dari ijab dan qabul yang dilangsungkan. Menurut mereka ijab
dan qabul perlu diungkapkan secara jelas dan transaksi yang bersifat
mengikat kedua belah pihak, seperti akad jual beli, sewa dan nikah.
Adapun syarat-syarat sighat (ijab dan qabul) adalah:
1) Kedua pelaku akad harus saling bertemu.
2) Tujuan yang terkandung dalam pernyataan itu jelas, sehingga
dapat dipahami jenis akad yang dikehendaki karena ada berbagai
macam jenis akad menurut tujuan dan hukumnya.
3) Adanya kesesuaian antara ijab dan qabul dalam kaitannya dengan
harga dan barang. Jika terdapat perbedaan antara ijab dan qabul,
maka jual beli diantara keduanya tidak sah.23
Sedangkan syarat dalam transaksi mura>bah}ah adalah sebagai berikut :24
37
1) Penjual memberi tahu biaya modal kerja kepada nasabah atau pembeli.
2) Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan.
3) Kontrak harus bebas dari riba.
4) Penjual atau dalam hal ini lembaga keuangan syariah, harus
menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang sesudah
pembelian.
5) Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan
pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.
Dalam hal ini rukun dan syarat yang terdapat dalam mura>bah}ah sama
dengan rukun dan syarat yang terdapat dalam jual beli. Dengan demikian,
jual beli secara mura>bah}ah, hanya untuk barang atau produk yang telah
dikuasai atau dimiliki oleh penjual pada waktu negosiasi dan berkontrak.
Bila produk tersebut tidak dimiliki penjual atau lembaga keuangan
syariah, sistem yang digunakan dapat berupa mura>bah}ah kepada
pemesanan pembelian (mura>bah}ah KPP). Hal ini dinamakan demikian
karena si penjual atau bank semata-mata mengadakan barang untuk
memenuhi kebutuhan si pembeli yang memesannya.
5. Jenis-jenis Mura>bah}ah
Berdasarkan jenisnya akad mura>bah}ah dapat dikategorikan sebagai
berikut:25
a. Mura>bah}ah yang dilakukan berdasarkan pesanan.
24 Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, , 102.
25 Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan,( Jakarta: PT. Raja Grafindo
38
Dalam mura>bah}ah berdasarkan pesanan, BMT melakukan
pembelian barang setelah ada pemesanan dari nasabah. Mura>bah}ah
berdasarkan pesanan ini dapat bersifat mengikat, nasabah untuk
membeli barang yang dipesannya. Pembayaran mura>bah}ah dapat
dilakukan secara tunai atau cicilan.
b. Mura>bah}ah yang dilakukan berdasarkan tanpa pesanan.
6. Syarat Pembiayaan Mura>bah}ah
Dalam Ahmad Sumiyanto (2008:156), syarat-syarat umum dalam
pengajuan pembiayaan mura>bah}ah adalah sebagai berikut :
1) BMT memberitahu biaya modal (harga pokok) kepada nasabah atau
pembeli.
2) Kontrak pertama harus sah sesuai rukun yang ditetapkan.
3) Kontrak harus bebas dari riba.
4) Penjual harus menjelaskan kepada pembeli jika terjadi cacat atas
barang sesudah pembelian.
5) Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan
pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.
7. Skema Pembiayaan Mura>bah}ah
Kalangan perbankan syariah di Indonesia banyak menggunakan akad
mura>bah}ah secara berkelanjutan (roll over/evergreen) seperti untuk
modal kerja, padahal sebenarnya akad mura>bah}ah adalah kontrak jangka
pendek dengan sekali akad (one sort deal). Sehingga akad mura>bah}ah
39
Secara umum, aplikasi pembiayaan mura>bah}ah dapat digambarkan
dalam skema berikut :
1. Negosiasi & Persyaratan
2. Akad Jual Beli
6. Bayar
5.
Terima Barang & Doku men
3. Beli Barang 4. Kirim
2.1 Skema Pembiayaan Mura>bah}ah
Keterangan :
1. Bank dan Nasabah terlebih dahulu melakukan negosiasi atas barang dan
harga barang yang diinginkan.
2. Setelah kedua belah pihak bernegosiasi dan adanya kesepakatan, maka
kedua belah pihak melakukan akad yang telah disiapkan oleh pihak bank. BANK
SUPLIER (PENJUAL)
40
3. Kemudian bank membelikan barang yang diinginkan nasabah kepada
supplier (penjual).
4. Supplier (penjual) mengantarkan barang yang telah dipesan oleh bank
kepada nasabah.
5. Nasabah mengecek barang yang di kirim oleh supplier, jika sesuai maka
nasabah menerima barang tersebut beserta dokumen resmi kepemilikan
barang.
6. Nasabah melakukan pembayaran secara angsuran atau tunai kepada bank.
8. Prosedur Pelaksanaan Pembiayaan Mura>bah}ah di BMT
Proses pembiayaan mura>bah}ah melalui beberapa langkah tahapan yang
terpenting, diantaranya :
1. Pengajuan permohonan nasabah untuk pembiayaan pembelian barang.
a. Penentuan pihak yang berjanji untuk membeli barang yan diinginkan
dengan sifat-sifat yang jelas.
b. Penentuan pihak yang berjanji untuk membeli tentang lembaga
tertentu dalam pembelian barang tersebut.
2. Lembaga keuangan akan mempelajari formulir atau proposal yang
diajukan oleh nasabah.
3. Lembaga keuangan mempelajari barang yang diinginkan.
4. Mengadakan kesepakatan janji pembelian barang.
a. Mengadakan perjanjian yang mengikat.
b. Membayar sejumlah jaminan untuk menunjukkan kesungguhan
41
5. Penentuan nisbah keuntungan dalam masa janji.
6. Lembaga keuangan mengambil jaminan dari nasabah sesuai dalam
perjanjian yang telah disepakati diawal.
7. Lembaga keuangan mengadakan transaksi dengan penjual barang
(supplier).
8. Penyerahan dan kepemilikan barang oleh lembaga keuangan.
9. Transaksi lembaga keuangan dengan nasabah.
a. Penentuan harga barang
b. Penentuan biaya pengeluaran yang memungkinkan untuk dimasukkan
ke dalam harga.
c. Penentuan nisbah keuntungan (profit)
d. Penentuan syarat syarat pembayaran
e. Penentuan jaminan-jaminan yang dituntut
9. Pandangan Ulama terhadap kebolehan akad Mura>bah}ah
Ada perbedaan di kalangan para Ulama’ dalam memandang sah atau
tidaknya dalam akad mura>bah}ah, hal ini disebabkan karena dalam Al-Qur’an
bagaimanapun juga tidak pernah secara langsung membicarakan tentang
mura>bah}ah, meskipun disana terdapat tentang acuan jual beli, laba rugi dan
perdagangan. Demikian pula tampaknya tidak ada hadits yang memiliki
rujukan langsung kepada mura>bah}ah.
Para Ulama’ seperti Imam Malik dan Imam Syafi’I yang secara khusus
menyatakan bahwa jual beli mura>bah}ah adalah halal, tidak memperkuat
42
mura>bah}ah Kontemporer, menyimpulkan bahwa mura>bah}ah adalah “salah
satu jenis jual beli yang tidak di kenal pada jaman Nabi atau para
sahabatnya”. Menurutnya, para tokoh Ulama mulai menyatakan pendapat
mereka mengenai mura>bah}ah pada seperempat pertama abad kedua
Hijriyah. Mengingat tidak adanya rujukan lagi di dalam Al-Qur’an maupun
hadits shahih yang diterima umum, para Fuqaha harus membenarkan
mura>bah}ah dengan dasar yang lain. Imam Malik membenarkan keabsahannya
dengan merujuk pada praktek penduduk Madinah.26
Ada kesepakatan di Madinah tentang keabsahan seseorang yang
membelikan pakaian di kota, dan kemudian ia membawanya ke kota lain
untuk menjualnya lagi dengan suatu keuntungan yang disepakati. Adapun
pendapat Imam Syafi’I yaitu : “jika seseorang menunjukkan suatu barang
kepada seseorang dan berkata “belikan barang (seperti) ini untukku dan aku
akan memberi keuntungan sekian,” lalu orang itu membelinya, maka jual
beli ini adalah sah.”
Pendapat mazhab Hanafi, Marghinani, memberikan keabsahan
mura>bah}ah berdasarkan bahwa “syarat-syarat yang penting bagi keabsahan
suatu jual beli dalam mura>bah}ah dan juga karena orang memerlukannya.”
Faqih dari mazhab Syafi’I, Nawawi cukup menyatakan :” Mura>bah}ah adalah
boleh tanpa penolakan sedikitpun.27
B. Konsep Rahn