• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis hukum Islam tentang kerjasama dan nisbah bagi hasil antara pemborong mebel dan cat di Kelurahan Tambak Wedi Kecamatan Kenjeran Kota Surabaya.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis hukum Islam tentang kerjasama dan nisbah bagi hasil antara pemborong mebel dan cat di Kelurahan Tambak Wedi Kecamatan Kenjeran Kota Surabaya."

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG KERJASAMA DAN

NISBAH BAGI HASIL ANTARA PEMBORONG MEBEL DAN

CAT DI KELURAHAN TAMBAK WEDI KEC. KENJERAN KOTA

SURABAYA

SKRIPSI

Oleh Hekal Andaru NIM. C72213130

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syariah dan Hukum Jurusan Hukum Perdata Islam

Prodi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah) Surabaya

(2)

ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG KERJASAMA DAN

NISBAH BAGI HASIL ANTARA PEMBORONG MEBEL DAN

CAT DI KELURAHAN TAMBAK WEDI KEC. KENJERAN KOTA

SURABAYA

SKRIPSI Diajukan Kepada

Univesitas Islam Negeri Sunan Ampel Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu Program Studi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah)

OLEH

Hekal Andaru

NIM. C72213130

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syariah dan Hukum Jurusan Hukum Perdata Islam

Prodi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah) Surabaya

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

ABSTRAK

Skripsi ini merupakan hasil penelitian lapangan dengan judul “ANALISIS

HUKUM ISLAM TENTANG KERJASAMA DAN NISBAH BAGI HASIL

ANTARA PEMBORONG MEBEL DAN CAT DI KELURAHAN TAMBAK

WEDI KECAMATAN KENJERAN KOTA SURABAYA”. Skripsi ini bertujuan

menjawab pertanyaan diantaranya adalah: (1) Bagaimana praktik kerjasama dan nisbah bagi hasil antara pihak mebel dan pemborong cat di Kelurahan Tambak Wedi Kec. Kenjeran kota Surabaya. (2) Bagaimana analisis hukum Islam tentang

kerjasama dan nisbah bagi hasil antara pihak mebel dan pemborong cat di

Kelurahan Tambak Wedi Kec. Kenjeran kota Surabaya.

Berkenaan dengan itu metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analistik dengan menggunakan pola pikir deduktif yaitu mengemukakan dalil-dalil atau data-data yang bersifat umum yakni tentang musha>rakah (kerjasama) pihak mebel dan pemborong cat ini, dan kemudian ditarik

pada permasalahan yang lebih bersifat khusus tentang musha>rakah (kerjasama)

tersebut menurut sudut pandang hukum Islam.

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa, praktik kerjasama dan nisbah

bagi hasil pihak mebel dan pemborong cat di Kelurahan Tambak wedi Kec. Kenjeran kota Surabaya, memang secara rukun dan syarat sudah sesuai dengan

konsep musha>rakah pada umumnya, yaitu kerjasama antara pihak mebel dengan

pemborong cat, mereka bekerjasama dalam mengeluarkan modal dan keahlian yang artinya sama-sama menjadi pemodal dan pengelola, akan tetapi dalam nisbah bagi hasil yang dilakukan, bila mengalami suatu kerugian maka hanya sepihak yang menanggungnya yaitu pemilik mebel saja. Adapun pada akad perjanjian kerjasama ini pada awalnya sudah menentukan pembagian prosentase bagi keuntungan dan kerugian sesuai kesepakatan yang mereka sepakati, akan tetapi hal ini tidak sesuai dengan kenyataan yang ada di lapangan sehingga dari kerjasama ini ada salah satu pihak yang dirugikan. Menurut pandangan hukum Islam praktik kerjasama yang di lakukan ini tidak sesuai dengan tujuan dari suatu kerjasama ini yaitu saling membantu atau meringankan beban orang lain.

Sejalan dengan praktik yang dilakukan antara keduanya, hendaknya para pihak mebel maupun pemborong cat untuk tetap menyelaraskan mekanisme

pembagian nisbah bagi hasil keuntungan maupun kerugian terutama kepada

pemborong cat yang seharusnya ikut menanggung kerugian yang dialami berdasarkan ketentuan hukum Islam. Dengan demikian lebih tercipta adanya

keseimbangan hak dan kewajiban dari kedua belah pihak, dan diharapkan juga

(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR TRANSLITERASI ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah Dan Batasan Masalah ... 6

C. Rumusan Masalah ... 7

D. Kajian Pustaka ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 10

F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 10

G. \Definisi Oprasional ... 11

H. Metode Penelitian ... 12

I. Sistematika Penulisan ... 19

BAB II KONSEP KERJASAMA DALAM ISLAM A. Definisi Musha>rakah ... 21

B. Dasar Hukum Musha>rakah ... 23

C. Macam-Macam Musha>rakah ... 25

D. Rukun dan Syarat Shirkah ... 37

(9)

F. Berkhirnya Atau Batalnya Musha>rakah ... 41

BAB III PRAKTIK KERJASAMA DAN NISBAH BAGI HASIL ANTARA PEMBORONG MEBEL DAN CAT DI TAMBAK WEDI KEC. KENJERAN KOTA SURABAYA A. Gambaran Umum Objek Penelitian ... 43

1. Letak Geografis ... 43

2. Keadaan Penduduk ... 44

3. Kepadatan Penduduk ... 45

4. Kehidupan Masyarakat ... 48

B. Praktik Kerjasama Dan Nisbah Bagi Hasil Antara Pemborong Mebel Dan Cat Di Tambak Wedi Kec. Kenjeran Kota Surabaya ... 53

1. Praktik Kerjasama ... 53

2. Akad Kesepakatan Kerjasama ... 58

3. Mekanisme Bagi Hasil ... 62

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG KERJASAMA DAN NISBAH BAGI HASIL ANTARA PIHAK MEBEL DAN CAT DI DAERAH TAMBAK WEDI KECAMATAN KENJERAN KOTA SURABAYA A. Analisis Tentang Praktik Kerjasama Dan Nisbah Bagi Hasil Antara Pihak Mebel Dan Pemborong Cat... 64

B. Tinjauan Hukum Islam Tentang Kerjasama Dan Nisbah Bagi Hasil Antara Pihak Mebel Dan Pemborong Cat ... 68

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 72

B. Saran ... 73

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Fiqih muamalah merupakan hasil dari pengolahan potensi insani

dalam meraih sebanyak mungkin nilai-nilai ilahiyat, yang berkenaan dengan

tata aturan hubungan antara manusia (mahklu>qa>t), secara keseluruhan dapat

dikatakan disiplin ilmu yang tidak mudah untuk dipahami. Karenanya,

diperlukan suatu kajian yang mendalam agar dapat memahami tata aturan

Islam tentang hubungan manusia yang sesungguhnya.1 Hubungan manusia

sebagai mahluk sosial ini dalam Islam di kenal dengan muamalat yaitu yang

mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam kaitannya dengan

pengelolaan harta.2

Di dalam hukum Islam menggambarkan bahwa Islam mengatur dan

melindungi terhadap masing-masing pihak yang melakukan akad kerjasama,

agar tidak terjadi saling merugikan satu sama lainnya sehingga dapat tercapai

tujuan dari akad tersebut. Salah satu contoh bermuamalah dalam Islam adalah

musha>rakah (shirkah) yakni kerjasama antara dua orang atau lebih dalam

sebuah usaha dan konsekuensi keuntungan dan kerugian, ditanggung secara

bersama.3

Praktik ekonomi dalam musha>rakah ini mempunyai landasan syariah

sebagaimana dijelaskan dalam Al Qur’an :

1 Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, (Jakarta: Rajawali Prees, 2011), vii. 2 Qomarul Huda, Fiqih Muamalah, (Yogyakarta: Teras, 2011), 5.

(11)

2  ...                     ... 

Artinya: ...Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh..(Qs.Shaad :24).4

Dan juga sebagaimana yang telah dijelaskan dalam hadist Qudsi, Nabi bersabda:

مَحُ انث ,يِصيِ صِمْلا َناَمْيَلحس حنب حدمَحُ َانَثدَح

حد

ب

ِ زلا حن

,َناَقِرْب

يَح يَأ نع

ْي تلا َنا

ِهيِبَأ نع ,يِم

,

نع

نِإ ُُ :لاق حهَعَ فَر َةَرْ يَرح ِيَأ

:حلوحقَ ي ََاَعَ ت ِه

ِل ََ َََأ

حث

ْيِرَشلا

َأ ْنحََ َماَم َِْْك

حهَبِحاَصاَمحدَح

اَذِإَف

اَمِهِنْيَ ب ْنِم حتْجَرَخ حهَناَخ

((.

Artinya:“Diriwayatkan Muhammad Ibnu Sulaiman Misisi, diteruskan Muhammad Ibnu Zibriqon, dari Abi Khayyan At-Taimiya, dari Abi Huroiroh berkata: (( Sesungguhnya Allah swt. bersabda: Aku orang yang ketiga dari orang yang berserikat, selama salah seorang di antara mereka tidak berkhianat, dan jika salah seorang berkhianat, maka aku keluar dari antara mereka))”.5

Musha>rakah sebagai salah satu jenis perjanjian kerjasama antara

pengelola dan pengusaha, dimana baik pihak pengelola maupun pihak

pengusaha secara bersama membiayai suatu usaha atau proyek yang dikelola

secara bersama pula, atas dasar bagi hasil sesuai dengan penyertaan.6 Adapun

mengenai prinsip-prinsip dasar dalam persoalan muamalah adalah untuk

mewujudkan kemaslahatan umat manusia, dengan memperhatikan dan

4 Kementerian Agama RI, al-Quran dan Terjemahannya, (Jakarta: Bumi Restu, 1976), juz 23,363. 5 Imam Hafid Abu Dawud Sulaiman bin al-Asy’ats as-Sajstani, Sunan Abu Dawud, juz 2, (Beirut: Darul Kutb al-Ala>miyah ,1696), 462.

(12)

3

mempertimbangkan berbagai situasi dan kondisi yang mengitari manusia itu

sendiri, sehingga hukum dasar dari muamalah adalah boleh sampai ditemukan

dalil yang melarangnya. Di samping prinsip-prinsip dasar di atas, ada juga

prinsip dasar yang lain yang harus dipenuhi dalam setiap jenis muamalah, di

antaranya adalah mengandung kemaslahatan, tidak merugikan salah seorang

pihak, menjunjung tinggi prinsip-prinsip keadilan, jujur, saling

tolong-menolong, tidak mempersulit dan atas dasar suka sama suka.7

Pokok dari sistem bermuamalah dalam Islam terletak pada akadnya,

yaitu akad diawal transaksi. Secara lughawi, makna al-’aqd adalah perikatan,

perjanjian, pertalian, pemufakatan (al-ittfa>q). Sedangkan secara istilah, akad

didefinisikan pertalian ija>b dan qabu>l dari pihak-pihak yang menyatakan

kehendak sesuai dengan kehendak syariah yang akan memiliki akibat hukum

terhadap obyeknya.8

Adapun salah satu bentuk kagiatan muamalah yang sering dilakukan di

masyarakat adalah kerjasama antara pemborong. Sebagaimana yang dilakukan

oleh beberapa masyarakat di daerah Tambak Wedi Kec. Kenjeran, kota

Surabaya yakni saling bekerjasama dalam usaha membuat atau memproduksi

produk mebel yang berkualitas bagus antara pihak pihak mebel dan

pemborong cat yang keduanya saling berkontribusi dalam jasa pengolahan

maupun modal, pada umumnya pemborong mebel memproduksi mebel dengan

membuat mebel olahan dari kayu jati yang nantinya kayu jati disusun atau

7 Nasron Haroen, Fiqih Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), x.

(13)

4

dirancang dengan triplek, lem, dan paku kemudian menghasilkan

barang-barang seperti lemari, pintu, jendela, kursi, meja dan lainnya. Pemborong

mebel disini juga bertindak sebagai penjual mebel yang nantinya hasil mebel

yang sudah jadi siap untuk dijual dan dikirim kepada pembeli atau pemesan.

Dalam praktiknya, pihak pemborong cat juga berkontribusi untuk

memfinishing atau menyelesaikan mebel yang masih berupa kayu biasa

dengan mengolahnya menggunakan dempol kemudian digosok halus sampai

mebel tersebut benar-benar siap untuk di cat dan finising. Akan tetapi dalam

kerjasama, pemborong cat lebih sedikit modal yang dikeluarkan dibandingkan

dengan pemborong mebel yang mengeluarkan banyak modal.

Dalam akad perjanjian kesepakatan, memang tidak disyaratkan berapa

banyak porsi atau prosentase modal yang harus dikeluarkan karena perjanjian

akad hanya terpaku pada keahlian masing-masing pemborong dan modal

kebutuhan bahan pembuatan jadi mebel tersebut. Yang menjadi permasalahan

disini adalah dalam pembagian nisbah bagi hasil kerugian pihak pemborong

cat tidak mau dirugikan, apabila terdapat suatu kerugian yang disebabkan

karena kecacatan mebel maupun pengecetan, maka yang menanggungnya

adalah pihak mebel, karena pihak pemborong mebel juga bertindak sebagai

penjual mebel yang bertanggung jawab atas semua resiko yang terjadi.

Dalam konsep akad musha>rakah nisbah bagi hasil keuntungan dan

kerugian harus ditanggung bersama antara pihak mebel maupun pemborong

cat, namun dalam fakta atau kenyataanya pihak mebel saja yang mengangung

(14)

5

adalah pihak mebel 60% sedangakan pemborong cat 40%, kerugian yang

dialami ditanggung oleh pihak mebel 10% diambil dari bagian pihak mebel

jadi disini pihak pemborong cat tidak mau tau atas kerugian yang terjadi.

Melihat dari apa yang terjadi di lapangan, maka menarik sekali untuk

dikaji khususnya mengkaji tentang posisi pihak mebel. Dari segi akad

kerjasamanya, di mana dalam pembagian hasilnya terlihat adanya kesenjangan

antara fakta dengan kaidah keilmuan fiqih muamalah. Selain itu, dari segi

perjanjian kerjasamanya, perjanjian kesepakatan kerjasama ini tidak

dituangkan dalam sebuah akta tertulis, melainkan hanya dilakukan secara

lisan.

Padahal, biasanya dalam perjanjian semacam ini paling tidak terdapat

bukti tertulis yang ditanda tangani oleh masing-masing pihak yang

bersangkutan. Ada beberapa hal yang melatar belakangi penulis untuk

mengangkat masalah ini antara lain mengenai masalah akad kerjasamanya

yang disepakati antara pihak mebel dengan pemborong cat, karena di dalam

pembagiannya nisbah bagi hasil apabila mengalami kerugian pihak mebellah

yang menanggung dengan hasil yang tidak menentu.

Penulis melihat posisi pemborong mebel kurang mendapatkan apresiasi

terutama dilihat dari hasil yang didapatnya. Hal inilah yang berindikasi dapat

merugikan pemborong mebel bila ditinjau dari fiqih muamalah baik dari segi

kejelasan akad maupun bagi hasilnya. Hal lain yang membuat ini semakin

menarik tidak lain adalah pelaku transaksi yang dimana jumlahnya tidak

(15)

6

seharusnya meraka tahu tentang tata cara bermu’amalah yang baik dan tidak

mengandung unsur ketidak jelasan.

Dari latar belakang sebagaimana dikemukakan di atas, maka penulis

merasa tertarik untuk mengadakan penelitian dengan mengangkat

permasalahan yang terjadi mengenai “Analisis Hukum Islam Tentang

Kejasama dan Nisbah Bagi Hasil Antara Pemborong Mebel dan Cat Di Daerah

Tambak Wedi Kec. Kenjeran Kota Surabaya ” Ini amat diperlukan dan sangat

bermanfaat untuk penelitian-penelitian tentang praktik muamalah.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Kemungkinan-kemungkinan cakupan yang dapat muncul dalam

penelitian ini dengan melakukan identifikasi dan inventarisasi

sebanyak-banyaknya kemungkinan yang dapat diduga sebagai masalah. Kemudian

ruang lingkup masalah yang telah diidentifikasi itu dibatasi dalam rangka

menetapkan batas-batas masalah secara jelas.9 Dari latar belakang masalah di

atas teridentifikasi masalah yang akan muncul diantaranya adalah sebagai

berikut:

1. Praktik kerjasama dan nisbah bagi hasil pihak mebel dan pemborong cat

di Kelurahan Tambak Wedi Kec. Kenjeran kota Surabaya.

2. Akad kerjasama dan nisbah bagi hasil antara pihak mebel dengan

pemborong cat di Kelurahan Tambak Wedi Kec. Kenjeran kota Surabaya.

(16)

7

3. Kesepakatan keuntungan dan resiko yang ditanggung antara pihak mebel

dan cat di Kelurahan Tambak Wedi Kec. Kenjeran kota Surabaya.

4. Pembagian nisbah bagi hasil antara pemborong cat dan pihak mebel di

Kelurahan Tambak Wedi Kec. Kenjeran kota Surabaya.

5. Analisis Hukum Islam tentang kerjasama dan nisbah bagi hasil antara

pihak mebel dan cat di Kelurahan Tambak Wedi Kec. Kenjeran kota

Surabaya.

Dari beberapa identifikasi masalah tersebut, penulis perlu

menjelaskan batasan dan ruang lingkup persoalan yang akan dikaji dalam

penelitian ini agar fokus dan terarah. Adapun batasan dalam skripsi ini

adalah sebagai berikut:

1. Praktik kerjasama dan nisbah bagi hasil pihak mebel dan pemborong cat

di Kelurahan Tambak Wedi Kec. Kenjeran kota Surabaya.

2. Analisis Hukum Islam tentang kerjasama dan nisbah bagi hasil antara

pihak mebel dan pemborong cat di Kelurahan Tambak Wedi Kec.

Kenjeran kota Surabaya.

C. Rumusan Masalah

Sejalan dengan uraian latar belakang dan identifikasi masalah di atas,

maka masalah-masalah yang akan dijawab melalui kajian ini dapat

dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :

1. Bagaimana praktik kerjasama dan nisbah bagi hasil antara pihak mebel

(17)

8

2. Bagaimana Analisis Hukum Islam tentang kerjasama dan nisbah bagi

hasil antara pihak mebel dan pemborong cat di Kelurahan Tambak wedi

Kec. Kenjeran kota Surabaya ?

D. Kajian Pustaka

Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian/penelitian

yang sudah pernah dilakukan di seputar masalah yang akan diteliti sehingga

terlihat jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak merupakan

pengulangan atau duplikasi dari kajian/penelitian yang telah ada.10Ada

beberapa karya substansi yang dihasilkan oleh peneliti sebelumnya,

diantaranya sebagai berikut:

1. Hasil penelitian dari Ahmad Sahab, tahun 2014. Dengan Juduln“Analisis

Hukum Islam Terhadap Kerjasama Dan Nisbah Bagi Hasil Antara

Pemilik Modal Dan Perahu Di Desa Pangembangan Kec. Negara Kab.

Jembrana, Bali.” Skripsi ini membahas tentang permasalahan akad serta

nisbah bagi hasil dalam kerja sama antara pemilik modal dengan pemilik

perahu. Pada prinsipnya masih sama-sama membahas tentang bagi hasil,

namun apabila dilihat dari objeknya, dalam halini adalah bagi hasil ikan

tangkapan nelayan.11

2. Hasil penelitian dari Septian Lilis Surianti, tahun 2010. Dengan judul

“Tinjauan Akad Shirkāh terhadap Penanaman Modal dan Bagi Hasil

10 Ibid.,9.

(18)

9

Usaha Penggilingan Padi di Desa Krecek, Kab. Kediri”. Adanya

kesenjangan mengenai kontribusi pekerjaan dan pengelolaan usaha yang

diberikan oleh masing-masing anggota, namun dalam bagi hasilnya tetap

disamakan dengan alasan modal yang diinvestasikan juga sama.12

3. Hasil penelitian dari Ernawati, tahun 2008. Dengan judul “Tinjauan

Hukum Islam dan Hukum Perdata terhadap Kegiatan Usaha Bagi Hasil

pada CV. Sugiharto Mobilindo Utama Tropodo Sidoarjo.” Skripsi

tersebut membahas tentang deskripsi usaha bagi hasil ditinjau dari

Hukum Islam dan Hukum Perdata. Dengan kesimpulan bahwa akad

kerjasama yang dilakukan oleh anggota CV. Sugiharto Mobilindo Utomo

tidak sesuai dengan aturan dan norma-norma Hukum Islam maupun

Hukum Perdata. Sebab bagi hasil yang diterima masing-masing anggota

sama besar, padahal penanaman modal mereka berbeda.13

Berbeda dengan penelitian di atas, dalam penelitian ini penyusun

meneliti permasalahan akad serta nisbah bagi hasil dalam kerjasama

antara Pihak mebel dan pemborong cat di Kelurahan Tambak wedi. Pada

prinsipnya masih sama-sama membahas tentang bagi hasil, namun apabila

dilihat dari objeknya, dalam hal ini adalah bagi hasil keuntungan dan

kerugian yang mana apabila mengalami kerugian maka satu pihak yang

12Septian Lilis Surianti, “Tinjauan Akad Syirkah Terhadap Penanaman Modal Dan Bagi Hasil Usaha Penggilingan Padi Di Desa Krecek, Kab. Kediri”. (Skripsi: IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2010).

(19)

10

menanggung yaitu pihak mebel, maka permasalahan yang muncul pun

juga akan berbeda.

Berdasarkan penelitian di atas nampak belum ada yang meneliti

tentang “Analisis Hukum Islam Tentang Kerjasama dan Nisbah Bagi

Hasil Antara Pemborong Mebel dan Cat Di Kelurahan Tambak Wedi Kec.

Kenjeran Kota Surabaya ” Sehingga keaslian serta kebenarannya pun bisa

dijamin dan dipertanggung jawabkan oleh peneliti dan juga dari sini

sudah tampak jelas bahwa tidak ada pengulangan atau duplikasi pada

skripsi-skripsi sebelumnya.

E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian yang hendak dicapai pada penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana praktik akad kerjasama dan nisbah bagi

hasil antara pihak mebel dan pemborong cat di Kelurahan Tambak wedi

Kec. Kenjeran kota Surabaya !

2. Untuk mengetahui Analisis Hukum Islam tentang akad kerjasama dan

nisbah bagi hasil antara pihak mebel dan pemborong cat di Kelurahan

Tambak wedi Kec. Kenjeran kota Surabaya !

F. Kegunaan Hasil Penelitian

Adapun Kegunaan yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Dari Segi Teoritis.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pengembangan

(20)

11

Ekonomi Syari’ah (mu’amalah) untuk dijadikan tambahan referensi dalam

memperluas wawasan yang erat kaitannya dengan praktik kerjasama

antara pemborong yang sama-sama berkontribusi memberikan modal

serta keahlian dan nisbah bagi hasil.

2. Dari Segi Praktis.

Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi

penerapan suatu ilmu di lapangan ataupun di dalam masyarakat dan juga

penelitian ini dapat memberikan informasi secara tertulis.

G. Definisi Operasional

Untuk memudahkan dalam memahami judul skripsi “ Analisis Hukum

Islam tentang Kerjasama dan Nisbah Bagi Hasil antara Pemborong Mebel dan

Cat di Kelurahan Tambak wedi Kec. Kenjeran Kota Surabaya. ” Maka dalam

penelitian ini ada beberapa variabel yang perlu didevinisikan, antara lain:

Analisis Hukum Islam : Seperangkat kaidah hukum yang mengatur tentang

prilaku manusia dalam menjalankan system

perekonomiannya atau untuk melakukan transaksi

mengenai obyek suatu benda yang dihalalkan yang

bersumber pada al-Qur’an dan as-Sunnah serta

pendapat (ra’yu/ijtihad) para ulama’ ahli fiqih yang

tertuang dalam kaidah-kaidah fiqih.14

14 Ismail Nawawi, Hukum Perjanjian dalam Perspektif Islam, Teori dan Pengantar Praktik

(21)

12

Kerja Sama : Perikatan yang ditetapkan dengan ija>b dan qobu>l

berdasarkan ketentuan syari’at yang berdampak

pada obyeknya yang dilakukan oleh dua orang

atau lebih.15 Dalam hal ini kerjasama antara

pemborong mebel dan pemborong cat.

Nisbah Bagi Hasil : Prosentase pembagian laba yang diperoleh dari

pendapatan yang dikurangi beban yang berkaitan

dengan pengelolaan dana.16

Pihak Mebel : Orang yang bekerja memproduksi mebel dengan

membuat mebel olahan dari kayu yang nantinya

menghasilkan barang-barang seperti lemari, pintu,

jendela, kursi, meja dan lainnya. Pemborong

mebel disini juga bertindak sebagai penjual mebel

kepada para konsumen atau pembeli.

Pemborong Cat : Seseorang yang ikut bekerjasama menanamkan

modalnya dan mempunyai keahliannya dalam

pengecatan memproduksi mebel yang berkualitas.

H. Metode Penelitian

Dalam penyusunan skripsi ini untuk kesempurnaannya penyusun

menggunakan metode penelitian sebagai berikut :

15 Ibid., 40.

(22)

13

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field risearch)

kualitatif yaitu memperoleh data dari penelitian lapangan langsung

tentang kerjasama dan nisbah bagi hasil antara pihak mebel dan

pemborong cat. Dengan objek penelitian di Kelurahan Tambak Wedi Kec.

Kenjeran kota Surabaya.

2. Pendekatan Masalah

Pendekatan yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah

pendekatan normatif yaitu suatu pendekatan hukum yang digunakan

untuk mengkaji data dengan menggunakan kaidah-kaidah hukum Islam

yang sesuai dengan al-Qur’an, hadits, atau pendapat para ulama’.

3. Data yang dikumpulkan

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer,

maupun sekunder yang berasal dari seseorang, dokumen, pustaka, barang,

dan keadaan.17 Data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini adalah

hal-hal yang berkenaan dengan masalah yang akan dijawab sesuai dengan

rumusan masalah diantaranya sebagai berikut:

a. Data Primer

1) Pelaku akad

2) Akad yang dilakukan dalam transaksi

3) Praktik kerjasama pihak mebel dan pemborong cat

4) Praktik bagi hasil pihak mebel dan pemborong cat

(23)

14

5) Kesepakatan dalam praktik kejasama pihak mebel dan cat

b. Data Sekunder

1) Ayat suci al-Qur’an yang menjelaskan tentang musha>rakah

2) Hadist yang menjelaskan tentang musha>rakah

3) Pendapat para ulama yang menjelaskan tentang musha>rakah

4. Sumber Data

Sumber data adalah semua keterangan seseorang yang dijadikan

responden maupun yang berasal dari dokumen-dokumen baik dalam

bentuk statistik atau dalam bentuk lainnya guna keperluan penelitian

tersebut.18 Sumber data yang dapat digunakan adalah sumber primer dan

sumber skunder, sumber primer adalah sumber data yang langsung

memberikan data kepada pengumpul data, dan sumber skunder adalah

merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada

pengumpul data seperti lewat orang lain atau lewat dokumen.19 Adapun

data yang dipakai dalam penelitian ini sebagai berikut:

a. Sumber Data Primer

Sumber data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari

masyarakat baik yang dilakukan langsung melalui wawancara,

observasi, dan alat lainnya.20 Diantaranya sebagai berikut:

1) Pihak mebel sebagai pemodal dan sekaligus pembuat mebel

2) Pihak pemborong cat sebagai pemodal dan penggarap mebel

18 Ibid.

(24)

15

3) Pekerja atau karyawan dari pihak mebel dan cat

b. Sumber Data Skunder

Sumber data skunder adalah merupakan sumber yang tidak

langsung memberikan data kepada pengumpul data seperti dari bahan

pustaka atau lewat dokumen.21 Adapun sumber data skunder yang

digunakan sebagai berikut:

1) Ibnu Rusyd, Bidayatul ‘I-mujtahid, (Semarang: Asy-Syifa’,

1990).

2) Hendi Suhendi. Fiqih Muamalah, (Jakarta: Rajawali Prees,

2011).

3) Qomarul Huda. Fiqih Muamalah, (Yogyakarta: Teras, 2011).

4) Nasron Haroen, Fiqih Muamalah, (Jakarta: Gaya Media

Pratama, 2007).

5) Sudarsono, Pokok-Pokok Hukum Islam, (Jakarta: Rineka Cipta,

1992).

6) Syafei Rachmat. Fiqih Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia,

2001).

7) Ismail Nawawi, Hukum Perjanjian dalam Perspektif Islam,

Teori dan Pengantar Praktik Transaksi Bisnis Klasik dan

Kontemporer, (Surabaya: PMN, 2010).

8) M. Iqbal Hasan, Metode Penelitian dan Aplikasinya, (Bogor:

Ghalia Indonesia, 2002).

(25)

16

5. Teknik Pengumpulan Data

Untuk menghimpun keseluruhan data yang diperlukan, peneliti

menggunakan dua metode pengumpulan data yaitu: observasi dan

wawancara. Dengan prosedur sebagai berikut:

a. Observasi

Teknik ini digunakan untuk melakukan pengamatan langsung

dengan cara melihat, memperhatikan, mendengar, ke lokasi yang

dijadikan sebagai objek penelitian dan mencatat secara sistematis

terhadap fenomena yang akan diteliti.22 oleh penyusun yang

digunakan untuk pengumpulan data tentang:

1) Akad yang dilakukan dalam transaksi

2) Praktik kerjasama pihak mebel dan pemborong cat

3) Praktik nisbah bagi hasil pihak mebel dan pemborong cat

b. Wawancara

Penyusun melakukan pengumpulan data dengan jalan

melakukan tanya jawab lisan secara bertatap muka (face to face)

dengan pemborong mebel, dan pemborong cat, serta para pekerja

setempat. Tujuannya adalah untuk memperoleh data-data guna

menganalisis dari pihak, pemborong mebel atau pemborong cat, di

Kelurahan Tambak Wedi. Wawancara yang digunakan dalam

penelitian ini adalah wawancara bebas terpimpin artinya wawancara

tersebut dilaksanakan dengan menggunakan perangkat-perangkat

(26)

17

pertanyaan, tetapi tidak menutup kemungkinan muncul pertanyaan

baru yang ada hubungannya dengan permasalahan. Wawancara

tersebut akan di tujukan antara lain kepada:

1) Pihak mebel, untuk mencari data-data tentang bagaimana

kerjasama dan aturan yang berlaku bagi para pemborong cat yang

akan ikut bekerjasama di dalam memproduksi mebel.

2) Pemborong cat, untuk mencari data serta mengetahui respon yang

ditunjukan oleh pemborong terhadap praktik akad kerjasama dan

nisbah bagi hasil antara pemborong mebel.

3) Pekerja mebel dan cat, untuk mencari data-data pendukung agar

supaya data yang didapat menjedi lebih fariatif.

6. Teknik Pengelohan Data

Untuk memudahkan analisis data yang sudah diperoleh perlu

diolah, adapun teknik pengolahan yang di gunakan dalam pengolahan

data, antara lain:

a. Editing

Editing yaitu mempersiapkan naskah yang siap cetak atau siap

terbit (dengan memperhatikan terutama segi ejaan, diksi dan struktur

kalimat). Di dalam skripsi ini penulis memeriksa kelengkapan dan

kesesuian data. Teknik ini digunakan untuk memeriksa kelengkapan

(27)

18

b. Organizing

Organizing yaitu menyusun dan mensistematikkan data yang

diperoleh dalam karangan paparan yang telah direncanakan

sebelumnya, untuk memperoleh bukti-bukti dan gambaran secara jelas

tentang praktik kerjasama dan nisbah bagi hasil antara pemborong

mebel dan cat di Kelurahan Tambak Wedi Kec. Kenjeran Surabaya.

c. Analizing

Analizing yaitu suatu proses pengelompokan dan pengkategorian

data yang dikumpulkan secara sistematis.23 Teknik ini digunakan

untuk memberikan analisa dari data yang telah di deskripsikan dan

menarik kesimpulan tentang tinjauan kerjasama dan nisbah bagi hasil

menurut hukum Islam terhadap praktik di lapangan.

7. Metode Analis Data

Pada skripsi ini penulis menggunakan analisis data kualitatif yaitu

suatu analisis berdasarkan data yang diperoleh di lapangan, selanjutnya

dikembangkan menjadi hipotesis. Berdasarkan hipotesis yang dirumuskan

data tersebut, selanjutnya dicarikan data lagi secara berulang-ulang

sehingga selanjutnya dapat disimpulkan apakah hipotesis tersebut

diterima atau ditolak berdasarkan data yang terkumpul.24

Kemudian data tersebut diolah dan dianalisis dengan pola pikir

Deduktif, yaitu dari permasalahan secara umumnya kemudian kepada

khususnya, yang pada akhirnya ditarik kesimpulan. Dalam penelitian ini

(28)

19

permasalahan umumnya adalah praktik kerjasama dan nisbah bagi hasil

pihak mebel dan cat di Kelurahan Tambak Wedi Kec. Kenjeran kota

Surabaya, sedangkan permasalahan khususnya adalah mengenai sudut

pandang hukum Islam, Dimana dari praktik kerjasama dan nisbah bagi

hasil tersebut akan dikhususkan ke dalam sudut pandang hukum Islam

dan akhirnya akan ditarik kesimpulan.

I. Sistematika Pembahasan

Pembahasan dalam skripsi ini terdiri dari lima bab, antara satu bab

dengan bab lainnya saling berhubungan, selanjutnya dalam setiap bab terdiri

dari sub bab. Agar dalam penyusunan skripsi dapat terarah dan teratur sesuai

dengan apa yang direncanakan penulis, maka disusunlah sistematika

pembahasan sebagai berikut. Adapun pembahasannya sebagai berikut:

BAB I : Berisikan pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah,

identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian

pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi

operasional, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.

BAB II : Merupakan landasan teori yang membahas tentang akad

kerjasama (musha>rakah), berdasarkan sumber-sumber pustaka

yang mencakup tentang definisi, dasar hukum, rukun,

syarat-syarat, bentuk-bentuk, ketentuan- ketentuan dan berakhirnya

(29)

20

BAB III : Membahas tentang hasil penelitian yang berisikan tentang

gambaran umum Kelurahan Tambak Wedi Kec. Kenjeran kota

Surabaya. Tentang praktik kerjasama dan nisbah bagi hasil

antara pemborong mebel dengan pemborong cat, serta akibat

adanya akad kerjasama dan nisbah bagi hasil antara pemborong

mebel dengan pemborong cat di Kelurahan Tambak Wedi Kec.

Kenjeran kota Surabaya terhadap perekonomian masyarakat

setempat.

BAB IV : Berisi tentang Analisis Hukum Islam terhadap akad kerjasama

dan nisbah bagi hasil antara pemborong mebel dengan

pemborong cat di Kelurahan Tambak wedi kec. Kenjeran kota

Surabaya.

BAB V : Dalam bab ini berisikan tentang penutup yang terdiri dari

kesimpulan dan di lengkapi dengan saran-saran yang sifatnya

(30)

BAB II

KONSEP KERJASAMA DALAM ISLAM

A. Definisi Musha>rakah / Shirkah

Secara harfiah makna musha>rakah adalah penggabungan, pencampuran,

atau serikat. Sedangkan arti pencampuran di sini adalah pencampuran harta

dengan harta orang lain sehingga tidak mungkin untuk dibedakan.1

Shirkah

(

ةكرش

)

dalam bahasa arab adalah :

ا

ام ا ِد ح ا ٌط لٌخ ي ا ٌط َِت خِ ْ

ي ِِ ِر خ أ ِِ ِ ي ل

ا مِهِض ع ب ن ع ِنا زا ت َ َ ٌث

Artinya: “Bercampur yakni bercampurnya salah satu dari kedua harta dengan

yang lainnya sehingga tidak dapat dibedakan antara keduanya.”2

Sedangkan menurut Ibrahim Anis dalam kitab al-Mu’jam al-Wasith, juz I

beliau mengemukakan arti shirkah menurut bahasa sebagai berikut :

ٌه ِم ٌب يِص ن ا مٌه ِم ِ لٌكِل نا ك: ًة ك رِش ت كِر ش

Artinya:“Ia bersekutu dalam suatu persekutuan :masing-masing dari kedua

peserta itu memiliki bagian dari padanya.”3

Adapun menurut istilah, ada beberapa definisi yang dikemukakan oleh

para fuqaha yaitu :

1 Hendi Suhendi, Fiqh Mu’amalah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2007), 125.

2 Wahbah Az-Zuhaily, al-Fiqh al-Isla>miy wa Adillatuh, (Beirut: Dar al-Fikr , cet III, 1989), 792. 3 Ibrahim Anis, et. al., al-Mu’jam al-Wasith, juz I, (Kairo: Dar Ihya’ at-Turats al-‘Arabiy, Cet. II,

(31)

22

1. Menururut Ulama Hana>fayah :

ِح برِ لا و ِلام ا ِس أ ر ِِ ِ ي كِرا ش ت ما ِ ي ب ٌد ق ع

Artinya:“Akad antara dua orang yang berserikat pada pokok harta

(modal) dan keuntungan.”4

2. Menurut Ulama Maliki>yah :

ِفٌر ص تلا ِِ ِن ذِا

مٌ َ ٍلا م ِِ ا مِهِسٌف ن ا ِِا مٌ َا

ا

Artinya:“Izin untuk bertindak secara hukum bagi dua orang yang

bekerjasama terhadap harta mereka.”5

3. Menurut Ulama Syafi>’iyah :

ِحا ولا ِئ ي شلا ِِ ِ ق حا ِت و ب ث ن ع ٌة ر ابِع : ِع ر شلا ِِ و

ِد

ِ ي ص خ شِل

Artinya:“Shirkah menurut syara’ adalah suatu ungkapan tentang tetapnya

hak atas suatu barang bagi dua orang atau lebih secara bersama-sama."6

4. Menurut Ulama Hana>bilah :

ا

ِ شل

ر

ٍفر ص ت و ا ٍقا ق حِت سِا ِِ ع امِت ج ِْ ا يِ ة ك

Artinya:“Shirkah adalah berkumpul atau bersama-sama dalam kepemilikan

atau hak tasarruf.”7

Jika dilihat dari beberapa definisi di atas, maka sesungguhnya perbedaan

yang ada hanya bersifat redaksional, akan tetapi secara esensial prinsipnya

4 Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, juz III, (Beirut: Dar al-Fikr, 2006), 931. 5 Ibid.

6 Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad, Kifa>yah al-Akhya>r, Juz I, (Surabaya: Dar al-Ilmi, t.t.)

226.

(32)

23

sama, yakni suatu bentuk kerjasama antara dua orang atau lebih dalam sebuah

usaha dan konsekuensi keuntungan dan kerugiannya ditanggung secara

bersama sesuai porsi modal masing-masing.

B. Dasar Hukum Musha>rakah

Musha>rakah mempunyai beberapa landasan hukum yang berasal dari

al-Qur’an, al-Hadis, dan ijmak ulama’. Uraian selengkapnya untuk dasar

hukum musha>rakah tersebut adalah sebagai berikut:

1. al-Qur’an

a) Firman allah surat. ash-Sha>d ayat 24:

 ..                       ..

Artinya: ...Dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan

mengerjakan amal yang saleh... (Qs.Shaad :24).8

b) Firman allah surat. an-Nisa ayat 12:

...              ...

Artinya: ...Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu..(Qs. an Nisa

ayat 12).9

2. Hadis Nabi

: لو ق ي َا ع ت ه نِإ : لا ق ٌه ع ف ر, ة ر ي رٌ ْ ا ن ع

ِل َ َ أ

ِحا صا َ د ح أ ن ُ َا م ِ ي ك يِر شلا ث

ه ب

ا ٌا و رُ ا مِهِ ي ب نِم ت ج ر خ ه نا خ ا ذِإ ف

ٌ ب و

د ٌوا

و

َد

8 Kementerian Agama RI, al-Quran dan Terjemahannya, juz 23 (Jakarta: Bumi Restu, 1976), 363.

(33)

24

Artinya: “Dari Abu Hurairah, Ia merafakkannya kepada Nabi, beliau

bersabda: sesungguhnya Allah berfirman : Aku adalah orang ketiga dari dua orang yang berserikat, selagi salah satunya tidak mengkhianati temannya. Apabila ia berkhianat kepada

temannya, maka Aku akan keluar dari antara keduanya.” ( HR.

Abu Dawud).10

و ع

ن

ع ب

ِد

ِ َا

ب

ِن

م س

ٌع ٍد

ر

ِض

ي

ٌه

ع

ٌه ق

لا

ِا :

ش ت

ر ك

ٌت

ا

َ

و

ع م

ٌرا

و س

ع ٌد

ِف ي

م نا

ِص

ي

ب

ي و

م ب

د ٍر

ف ج

ءا

س ع

ٌد

ِب

ِس

ي ر ي

ِن

و,

َ

ا ِج

ئ

ا َ

و

ع م

را

ِب

ش

ي ٍء

Artinya: “Dari Abdullah bin Mas’ud r.a, Ia berkata: saya bersekutu dengan

Ammar dan Sa’ad dalam hasil yang kami peroleh pada Perang

Badar. Kemudian Sa’ad datang dengan membawa dua orang

tawanan, sedangkan saya dan Ammar datang dengan tidak

membawa apa-apa.” (HR. An-Nasa>’i).11

3. Taqrir Nabi

Taqrir Nabi adalah ketetapan nabi atas sesuatu yang dilakukan oleh

orang lain, dan merupakan salah satu metodologi yang bisa digunakan

untuk menetapkan sebuah hukum. Relevan dengan akad musha>rakah,

setelah Muhammad diutus menjadi nabi dan rosul, masyarakat telah

mempraktikkan kontrak musha>rakah, kemudian rasulullah menetapkan

akad musha>rakah sah untuk digunakan masyarakat, sebagaimana banyak

juga hadiś rasulullah yang menjelaskan keabsahan akad musha>rakah.12

4. Ijmak Ulama

Ijmak menurut pakar ushul fiqih merupakan salah satu prinsip dari

syariat Islam. Ijmak adalah suatu konsensus (kesepakatan) mengenai

10 Abu Dawud, Sulaiman bin al-Asy’ats as-Sajstani, Sunan Abu Dawud, juz III, (Beirut: Dar- al

Fikr, t, t.), 256.

11 Muhammad Bin Isma’il al-Kahlani, Subul as-Salam, Juz III, (Mesir: Maktabah Wa Mathba’ah

Mushthafa al-Babiy al-Halabiy, Cet. IV, 1960), 64.

(34)

25

permasalahan hukum Islam baik dinyatakan secara diam maupun secara

nyata, dan merupakan konsensus seluruh ulama (mujtahid) di kalangan

kaum muslimin pada suatu masa setelah Rasulullah Saw wafat atas hukum

syara’ mengenai suatu kejadian.

Dalam konteks musha>rakah, Ibnu Qudamah dalam kitabnya

al-Mughni, mengatakan: “Kaum muslimin telah berkonsensus terhadap

legitimasi musha>rakah secara global walaupun terdapat perbedaan

pendapat dalam beberapa elemen darinya.”13 Tetapi berdasarkan hukum

yang diuraikan di atas, maka secara tegas dapat dikatakan bahwa kegiatan

musha>rakah dalam usaha diperbolehkan dalam Islam, karena dasar

hukumnya telah jelas dan tegas.

5. Kaidah Fiqhiyah

ن ا َِأ ِة ح ِِ َ ا ِت َ ما ع م ا ِِ ل ص أ ا

د ي

ِل د ل

ا هِ َِر َ ى ل ع ٌل ي

Artinya:“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali

ada dalil yang mengharamkan.”14

C. Macam-Macam Musha>rakah

Para ulama fiqih membagi shirkah menjadi dua bagian, Berikut ini

macam-macam musha>rakah dan penjelasan dari kedua shirkah tersebut :

1. Shirkah al-Amlak

Menurut Wahbah Zuhaily, pengertian Shirkah al-Amlak adalah:

13 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani Pers,

2001), 91.

14 MUI, DSN, BI, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, Edisi Kedua, (Jakarta, MUI, DSN,

(35)

26

ر ث ك أ ف ِنا ص خ ش ك ل م ت ي ن أ يِ

ِد ق ع ِ ْ غ نِم اً ي ع

ِة ك رِ شلا

Artinya:“Shirkah milik adalah kepemilikan oleh dua orang atau lebih

terhadap satu barang tanpa melalui akad shirkah.”15

Hak kepemilikan tanpa akad itu dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu:

a. Ikhtiya>ri (Shirkah Amlak Ikhtiya>ri)

Yaitu perserikatan yang muncul akibat tindakan hukum orang

yang berserikat, seperti dua orang A dan B membeli sebuah rumah, atau

dihibahi atau diwarisi sebuah rumah oleh orang lain, dan keduanya A

dan B menerima wasiat atau hibah tersebut. Dalam hal ini, A dan B

bersama-sama memiliki sebuah rumah tersebut secara suka rela dan

tanpa paksaan dari pihak lain.

b. Jabari (Shirkah Amlak Jabari)

Yaitu perserikatan yang muncul karena paksaan, bukan

keinginan orang yang berserikat. Artinya, hak milik oleh pihak yang

berserikat tanpa dikehendaki oleh mereka. Seperti harta warisan berupa

sebuah rumah yang diterima oleh A dan B, rumah tersebut dimiliki

bersama oleh A dan B secara otomatis (paksa), dan keduanya tidak bisa

menolak. Menurut para fuqaha hukum kepemilikan shirkah amlak

disesuaikan dengan hak masing-masing yaitu bersifat sendiri-sendiri

secara hukum. Artinya seseorang tidak berhak menggunakan atau

menguasai milik mitranya tanpa izin dari yang bersangkutan Karena

(36)

27

masing-masing mempunyai hak yang sama dan setara. Sayyid Sabiq

mengistilahkan bahwa seakan-akan mereka itu orang asing, hukum

yang terkait dengan shirkah amlak ini secara luas dibahas dalam fiqih

bab wasiat, waris, hibah, dan wakaf.16

2. Shirkah U>qu>d

a. Pengertian Menurut Wahbah Zuhailiy, shirkah uqu>d adalah:

ِ

ي

ِع ب

را ٌة

ع

ن

علا

ق ِد

ولا

ِق

ِع

يب

ِا ث

ِ ي

ف أ

ك ث

ر ِل

ِ ل

ِهِ ِِرِو ٍلا م ِِ ِكا ر ت ش

Artinya:“ Shirkah uqud adalah suatu ungkapan tentang akad yang terjadi

antara dua orang atau lebih untuk bersekutu di dalam modal dan

keuntungannya.”17

Macam-macam Shirkah uqu>d terbagi atas beberapa bagian, antara

lain sebagai berikut:

1) Shirkah ‘Ina>n

Pengertian shirkah ‘ina>n menurut Sayid Sabiq adalah:

و ِ

ي

ا ن

ي

ش

ِ ت

ك

ِا ث

ِنا

ِِ

م

ٍلا

َ

م

ع ا

ل

ت ي ن أ ى

ا م ه ي ب ح ب ِ رلا و ِه يِف ا رِج

Artinya:“Shirkah ‘inan adalah suatu persekutuan atau kerja sama

antara dua pihak dalam harta (modal) untuk diperdagangkan

dan keuntungan dibagi diantara mereka.”18

Sedangkan menurut Wahbah Zuhailiy, shirkah ‘ina>n adalah

kontrak antar dua orang atau lebih, setiap pihak memberikan suatu

porsi dari keseluruhan modal dan berpartisipasi dalam kerja. Semua

(37)

28

pihak berbagi dalam keuntungan dan kerugian sebagaimana disepakati

diantara mereka, namun porsi masing-masing pihak (baik dalam

kontribusi modal, kerja ataupun bagi hasil) tidaklah harus sama dan

identik, tapi sesuai dengan kesepakatan mereka.19

Dinamakan shirkah ‘ina>n karena adanya kesamaan hak

pengelolaan dan jumlah nominal yang disetorkan. Akan tetapi yang

masyhur dianut adalah bahwa ‘ina>n tidak disyaratkan adanya

kesamaan pengelolaan dan jumlah nominal modal yang disetor,

sehingga memungkinkan adanya perbedaan jumlah nominal modal

yang di setor oleh para pihak. Di samping itu, hak pengelolaan modal

diatur berdasarkan kesepakatan, sementara pembagian keuntungan

diatur secara proporsional berdasarkan besar kecilnya modal yang

disetorkan.20

Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa shirkah ‘ina>n

adalah persekutuan dalam modal, keuntungan dan kerugian. Jika modal

yang di investasikan tersebut sama, maka keuntungan yang di bagikan

pada para pihak boleh sama dan boleh berbeda. Hal ini tergantung pada

kesepakatan yang telah dibuat oleh para pihak pada waktu akad.

Sedangkan perhitungan dalam hal kerugian disesuaikan dengan modal

yang diinvestasikan. Hal ini sesuai dengan kaidah yang berbunyi:

19 Wahbah Az-Zuhailiy, al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu,Jilid IV,..., 797.

20 Mansur bin Yunus bin Idris al-Buhti, Kasyf al-Qina’an Matn al-Iqna’, (Beirut: Dar al-Fikr, jilid

(38)

29

ا ِ رل ب

ح

ع ل

م ى

ش ا

ر ط

و,ا

لا و

ِض

ي ع ة

ع ل

ق ى

د ِر

لا

م لا

ِ ي

Artinya:“Keuntungan diatur sesuai dengan syarat yang mereka

sepakati, sedangkan kerugian tergantung pada besarnya

modal yang di investasikan.”21

Ulama fiqih sepakat membolehkan shirkah jenis ini, hanya

saja mereka berbeda pendapat dalam menentukan persyaratannya,

sebagaimana mereka berbeda pendapat dalam memberikan namanya.

2) Shirkah Mufawwada>h

a) Pengertian

Mufawwada>h menurut bahasa artinya adalah “persamaan”,

dinamakan shirkah mufawwada>h karena di dalamnya terdapat unsur

persamaan dalam modal, keuntungan, melakukan tasarruf (tindakan

hukum), dan lainnya.22 Sedangkan Wahbah Zuhailiy mendefinisikan

shirkah mufawwada>h adalah sebagai berikut:

و ِ

ي

ِِ

ِ ْا

ص

ِط

َ

ِح

ا :

ن

ي ت ع

قا

د

ِا ث

ِنا

ف أ

ك ث

ر

ع ل

أ ى

ن

ي ش

ِ ت ك

ِِا

ع

م ٍل

ِب

ش ر

ِط

أ

ن

ي ك

و َ

م ت

س

وا ي

ِ ي

ِِ

ر أ

ِس

م

َِِا

م

و ا

ت

ص

ر ِف

ِه

ما

و ِد ي

ِ ِه

م

أ ا

ي

ِم ل

ِت ِه

م

و ا

ي ك

و ن

ك

ل

و

حا

ٍد

ًَ يِف ك ا م ه ِم

ٍع يِب و ٍءا رِش نِم ِه ي ل ع ب َ ا م يِف ِرِخ أا ِن ع

Artinya:“ Shirkah mufawwada>h menurut istilah adalah suatu akad

yang di lakukan oleh dua orang atau lebih untuk bersekutu (bersama-sama) dalam mengerjakan suatu perbuatan dengan syarat keduanya sama dalam modal, tasarruf dan agamanya, dan masing-masing peserta menjadi penanggung jawab atas yang lainnya di dalam hal-hal yang wajib di kerjakan, baik

berupa penjualan maupun pembelian.”23

21 Ibid. 22 Ibid.

(39)

30

Dari definisi tersebut, dapat dipahami bahwa shirkah

mufawwada>h adalah suatu perjanjian kerjasama antara beberapa orang

untuk mengerjakan suatu pekerjaan, dimana setiap peserta menjadi

penanggung jawab atas peserta yang lainnya, yakni masing-masing

peserta terikat dengan tindakan yang telah dilakukan oleh peserta yang

lain dalam semua hak dan kewajiban, dengan demikian semua peserta

saling menanggung hak dan kewajiban yang berkaitan dengan kegiatan

usaha yang dilakukan.

Dengan demikian, setiap orang akan menjamin yang lain baik

dalam pembelian ataupun penjualan. Orang yang bersekutu tersebut

saling mengisi dalam hak dan kewajibannya. Selain itu, dianggap tidak

sah jika modal salah seorang lebih besar dari pada yang lainnya, antara

anak kecil dengan orang dewasa, juga antara muslim dan kafir, dan

lain-lain. Apabila persyaratan tersebut tidak terpenuhi, maka shirkah

itu berubah menjadi shirkah ‘inan karena tidak adanya kesamaan,

dengan demikian, tindakan hukum peserta yang satu tidak boleh lebih

besar dari pada tindakan hukum peserta yang lainnya.24

b) Hukum Shirkah Mufawwada>h

Para ulama’ berbeda pendapat pula dalam menghukumi shirkah

ini, Ulama’ Hanafi>yah dan Zaidi>yah membolehkan shirkah ini, dengan

didasarkan pada hadiś Nabi Saw:

(40)

31

ف أ و

ض

و

ف ا

ِإ ن

ه أ

ع

ِة ك ر ب لِل م ظ

Artinya:“ Samakanlah modal kalian, sebab hal itu lebih memperbesar

barakah”

Ulama’ Maliki membolehkan jenis shirkah ini, namun bukan

pengertian yang dikemukakan Hanafiyah di atas mereka membolehkan

shirkah ini dalam pengertian bahwa masing-masing pihak yang

melangsungkan akad memiliki kewenangan atau kebebasan dalam

mengolah modal tanpa membutuhkan pendapat sekutunya. Sedangkan

jika didasarkan bahwa salah seorang yang bersekutu tidak berhak

mengolah modalnya sendiri, tetapi harus dilakukan secara

bersama-sama, maka menurut ulama’ Malikiyah disebut shirkah ina>n.

Shirkah Mufawwada>h sebagaimana dipahami oleh ulama’

Malikiyah tidak diperdebatkan oleh ulama’ fiqih lainnya akan tetapi,

ulama’ Syafi’iyah, Hanabilah, dan kebanyakan ulama fiqih lainnya

menolak dengan alasan, shirkah semacam ini tidak dibenarkan oleh

syariat disamping itu, untuk merealisasikan adanya kesamaan sebagai

syarat dalam perkongsian ini sangatlah sulit, dan mengundang unsur

garar (penipuan) oleh karena itu, dipandang tidak sah sebagaimana

pada jual beli garar.

Berkaitan dengan hal itu, Imam Syafi>’i berkomentar beliau

mengatakan: “seandainya shirkah mufawwada>h dikatakan tidak batal,

(41)

32

disebutkan di atas tidak dikenal (garar ma’ruf) dan tidak diriwayatkan

oleh para ahli hadis asha>b su>nan (ulama’ pengarang kitab-kitab sunan).

Bahkan hadis di atas, tidak dimaksudkan dalam masalah akad

semacam ini.25 Sedangkan Imam Syafi’i tidak membolehkannya.

beliau mengatakan:

ِا ذ

َ ا

ت

ك

ن

ِش ر

ك ة

لا

م ف

وا

ض

ِة

ِ ِط

ل ًة

ف َ

ع أ لِط ِ

ا ي ندلا ِِ ه فِر

Artinya:“ Apabila shirkah mufawwada>h tidak batal, maka tidak ada

lagi sesuatu yang batal yang saya ketahui di dunia ini.”26

Syafi’i berpendapat bahwa shirkah mufawwada>h adalah suatu

akad yang tidak ada dasarnya dalam syara’. Untuk mewujudkan

persamaan dalam berbagai hal merupakan hal yang sulit, karena

didalamnya ada unsur garar (tipuan) dan ketidak jelasan. Sedangkan

hadiś yang digunakan sebagai dasar oleh Hanafiyah merupakan hadiś

yang tidak sohi>h dan tidak dapat diterima.27

3) Shirkah Abdan atau A’mal

a) Pengertian Menurut Sayyid Sabiq, shirkah abdan yaitu:

ِ

ي

أ ن

ي ت

ِف

ق

ِإ ث

ِنا

ع ل

أ ى

ن

ي ت

ق ب

َ

ِم

ن

أا

ع م

ًَ

ع ل

ا ى

ن

ت

ك

و ن

أ

ج ر

ٌة

ذ

اا

ل ع

م ِل

ب ي

ه م

حا

س

ب

ِ ْا

ِ ت ف

ِقا

Artinya:”Shirkah abdan adalah kesepakatan antara dua orang atau

lebih untuk menerima suatu pekerjaan dengan ketentuan upah

kerjanya dibagi diantara mereka sesuai dengan kesepakatan.28

25 Ibnu Rusyd, Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtaid, juz III, (Bairut: Darul-Qalam, 1988),

248.

26 Sayid Sabiq, Fiqh al-Sunnah,Juz III,..., 296. 27 Ibid.

(42)

33

Dari definisi diatas sudah sangat jelas dan dapat difahami,

bahwa shirkah Abdan (atau disebut juga dengan shirkah a’mal) adalah

persekutuan antara dua pihak untuk menerima suatu pekerjaan yang

akan dikerjakan bersama-sama, kemudian keuntungan dibagi diantara

keduanya dengan menetapkan persyaratan tertentu. Seperti misalnya

kerjasama antara tukang batu dan tukang kayu untuk mengerjakan

pembangunan sebuah rumah .

b) Hukum Shirkah A’mal/Abdan

(1) Berbentuk Mufawwada>h

Apabila shirkah a’mal berupa shirkah mufawwada>h, maka

semua ketentuan yang berkaitan dengan shirkah mufawwada>h

harus diikuti. Contoh shirkah mufawwada>h: dua orang menerima

suatu pekerjaan dengan cara berserikat, maka keduanya harus

menanggung pekerjaan tersebut secara seimbang. Begitu pula

dalam keuntungan dan kerugian selain itu hendaklah seorang

diantara mereka dapat menjadi penjamin rekannya.

(2) Berbentuk ‘Ina>n

Apabila shirkah abdan ini berbentuk shirkah ‘ina>n, maka

kegiatan dan keputusan yang diambil oleh salah seorang anggota

serikat juga mengikat pada anggota serikat yang lainnya.

Ketetapan pada shirkah ‘ina>n sebenarnya hampir sama dengan

ketetapan pada shirkah mufawwada>h di atas apabila dihubungkan

(43)

34

boleh saja menyuruh rekannya kapan saja, sebagaimana rekannya

juga dapat meminta upah kapan saja. Segi kebaikan dari shirkah

ini adalah dapat menuntut pekerjaan dari salah seorang yang

bersekutu, untuk selanjutnya menjadi tanggung jawab bersama.

c) Pembagian Laba (Keuntungan)

Pembagian laba pada shirkah ini bergantung pada tanggungan,

bukan pada pekerjaan. Apabila salah seorang pekerja sedang

melakukan pekerjaannya, sedangkan lainnya tidak bekerja dikarenakan

sakait atau bepergian, maka upah tetap diberikan sesuai dengan

persyaratan yang telah disepakati bersama.

Seperti contoh pekerja catering yang mempekerjakan orang

lain untuk menyelesaikan pesanan kue, disini tanggung jawab atas

borongan pekerjaan ada pada pekerja catering, sehingga meskipun ia

tidak bekerja, maka ia tetap mendapatkan upah. Hal ini dapat dilihat

pada Pasal 1392 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Islam, yang

berbunyi: “Orang yang bermitra berhak atas keuntungan mereka,

karena tanggung jawab mereka untuk melaksanakan pekerjaan. Oleh

karena itu, jika seorang dari mereka tidak melakukan pekerjaan,

misalnya karena sakit atau malas, dan hanya mitranya saja yang

melakukan pekerjaan, sekalipun demikian, keuntungan yang diterima

harus tetap dibagi dengan cara yang sudah disyaratkan.29

(44)

35

4) Shirkah Wujuh

a) Pengertian Shirkah wujuh yaitu kerjasama antara dua pihak atau lebih

untuk memperdagangkan suatu barang titipan milik pihak ketiga

disamping memperdagangkan barang titipan, para pihak bisa juga

berserikat dalam pembelian sesuatu dengan pembayaran ditangguhkan

untuk dijual secara tunai.

Dengan demikian, dalam bentuk yang pertama, pihak yang

menerima titipan dapat mengembalikan barang titipan kepada pemilik

barang jika barang tersebuttidak laku dijual. Sementara dalam bentuk

yang kedua barang yang sudah dibeli tidak dapat dikembalikan.30

Sedangkan menurut Sayyid Sabiq, shirkah wujuh adalah:

ِ

ي أ

ن

ي ش

ِ ت

ي

ِإ ث

ِنا

ف أ

ك ث

ر ِم

ن

لا

ِسا

د

و ن

ا

ن

ي ك

و ن

َ م

ر أ

س

م

ٍلا

ِإ

ع ِت

ما

ًد

ع ا

لى

ج

ِا

ِه م

و ِث ق

ِة

تلا

ج

ِرا

ِِب

م ,

ى ل ع

ة ك رِ شلا ن و ك ت ن ا

ِح بِ رلا ِِ م ه ي ب

Artinya:“ Shirkah wujuh adalah pembelian yang dilakukan oleh dua

orang atau lebih dari orang lain tanpa menggunakan modal, dengan berpedang kepada penampilan mereka dan kepercayaan para pedagang terhadap mereka, dengan

ketentuan mereka bersekutu dalam keuntungan.31

Penamaan wujuh karena tidak terjadi jual beli secara tidak

kontan jika keduanya tidak dianggap sebagai pemimpin dalam

pandangan manusia secara adat. Perserikatan ini pun dikenal sebagai

bentuk perserikatan adanya tanggung jawab bukan karena modal atau

(45)

36

pekerjaan.32 Dari definisi tersebut, dapat dipahami bahwa shirkah

wujuh adalah suatu shirkah atau kerjasama antara dua orang atau lebih

untuk membeli suatu barang tanpa menggunakan modal. Mereka

berpegang pada penampilan dan kepercayaan para pedagang terhadap

mereka dengan demikian, transaksi yang diguankan adalah dengan cara

berhutang dengan perjanjian tanpa pekerjaan dan tanpa harta (modal).

b) Syarat-Syarat Shirkah Wujuh

Apabila shirkah wujuh ini berbentuk mufawwada>h, maka yang

berlaku adalah syarat-syarat dari shirkah mufawwada>h yang telah

disebutkan di atas, yang pada intinya harus sama dalam berbagai hal.

Sedangkan jika berbentuk ina>n, maka tidak ada persyaratan

mufawwada>h, dan dibolehkan salah seorang aqid melebihi yang

lainnya hanya saja, keuntungan harus didasarkan pada kadar

tanggungan jika meminta lebih, maka akad batal.33

c) Hukum (Ketetapan Shirkah Wujuh)

Menurut Hanafiyah, Hana>bilah, dan Zaidi>yah, shirkah wujuh

hukumnya boleh, karena bentuknya berupa satu jenis pekerjaan.

Kepemilikan terhadap barang yang dibeli boleh berbeda antara satu

peserta dengan peserta yang lainnya. Sedangkan keuntungan dibagi

diantara para peserta, sesuai dengan besar kecilnya bagian

masing-masing dalam kepemilikan atas barang yang dibeli akan tetapi,

(46)

37

Maliki>yah, Syafi>’iyah, dan ahiri>yah berpendapat bahwa shirkah

wujuh hukumnya batal dengan alasan bahwa shirkah selalu berkaitan

dengan harta dan pekerjaan, sedangkan dalam shirkah wujuh, keduanya

(harta dan pekerjaan) tidak ada, yang ada hanya penampilan para

anggota serikat, yang diandalkan untuk mendapatkan kepercayaan dari

para pedagang.34

Ulama’ Hana>bilah meskipun membolehkan shirkah wujuh,

mereka mensyaratkan harus berbentuk ina>n. Jika melarang shirkah

yang berbentuk mufawwada>h, tidak ada ketetapan syariat, sebab

mengandung unsur garar (penipuan).35

D. Rukun dan Syarat Shirkah

1. Rukun Shirkah

Rukun shirkah adalah sesuatu yang harus ada ketika shirkah itu

berlangsung. Ada perbedaan pendapat terkait dengan rukun shirkah

menurut ulama’ Hanafiyah, rukun shirkah hanya ada dua, yaitu ija>b

(ungkapan penawaran melakukan perserikatan) dan qabu>l (ungkapan

penerimaan perserikatan).

Menurut ulama’ Hanafiyah, jika ada yang menambahkan selain ija>b

dan qabu>l dalam rukun shirkah seperti adanya dua belah pihak yang

berakad dan objek akad, maka itu bukan termasuk rukun, akan tetapi hal

(47)

38

itu termasuk syarat.36 Sedangkan menurut Abdurrahman al-Jaziri, rukun

shirkah meliputi:

a. Dua orang yang berserikat (aqida>in)

b. Objek akad (ma’qu>d ala>ih) shirkah, baik itu berupa modal, kerja,

keuntungan dan kerugian.

c. Shighat yakni ija>b dan qabu>l.

Adapun menurut jumhur ulama, rukun shirkah sama dengan apa

yang dikemukakan oleh al-Jaziri di atas.37

2. Syarat-Syarat Shirkah

Menurut Hanafiyah, yang ada dalam kitab al-fiqh ‘ala Madzahib

al-Arba’ah, dikatakan bahwa syarat-syarat shirkah terbagi atas tiga macam:

a. Syarat yang berkaitan dengan aqi>d (pihak yang berakad), yakni :

Setiap aqi>d (yang berakad) harus ahli dalam perwakilan dan

jaminan, yakni keduanya harus merdeka, baligh, berakal, sehat, dan

dewasa.

b. Syarat yang berkaitan dengan waktu antara lain :38

1) Penentuan lamanya waktu perjanjian harus disesuaikan dengan

usaha yang dikerjakan.

2) Jika waktu yang ditentukan telah habis dan hasil usahanya belum

diketahui, maka akadnya akan menjadi fasid (rusak).

36 Ibid, 804.

37 Abdurrahman Ghazaly, Dkk., Fiqh Muamalat, (Jakarta: Kencana, 2010), 129.

(48)

39

c. Syarat yang terkait dengan ma>l (harta) antara lain :

1) Modal yang dijadikan objek akad shirkah adalah dari alat

pembayaran yang sah (nuqud).

2) Adanya pokok harta (modal) ketika akad berlangsung baik

jumlahnya sama atau berbeda.

d. Syarat berkaitan dengan keuntungan :

1) Harus ada kejelasan dalam pembagian keuntungan jika keuntungan

masih belum jelas, maka akad musha>rakah akan menjadi fasid. Akad

musha>rakah juga bisa menjadi fasid jika keuntungan dibagikan

sebelum diketahui hasil dari usahanya.

2) Menurut Ulama’ Hanafi>yah, pembagian keuntungan bergantung

pada besarnya modal dengan demikian, keuntungan bisa berbeda,

jika modal berbeda-beda, tidak dipengaruhi oleh pekerjaan.

Akan tetapi, menurut Ulama’ Hanafi>yah selain Zufar, boleh

ditetapkan pembagian keuntungan bagi salah satu anggota serikat

berbeda (lebih besar), namun dengan syarat harus disertai dengan

imbalan pekerjaan yang lebih besar dari pada anggota serikat

lainnya.

Hal tersebut dikarenakan menurut mereka pemberian

keuntungan didasarkan atas ma>l (modal), pekerjaan (amal), dan

da>man (tanggung jawab). Dalam hal ini tambahan keuntungan

disebebkan oleh tambahan pekerjaan.39 Ulama’ Hana>bilah seperti

(49)

40

pendapat ulama Hanafiyah di atas, membolehkan adanya kelebihan

keuntungan salah seorang aqi>d, tetapi kerugian harus dihitung

berdasarkan modal masing-masing.40

E. Porsi Modal, Teknik Perhitungan Bagi Hasil dalam Musha>rakah

Musha>rakah merupakan kerjasama antara pemilik modal atau lembaga

keuangan dengan pedagang/pengelola, dimana masing-masing pihak

memberikan kontribusi modal dengan keuntungan di bagi menurut

kesepakatan di muka dan apabila rugi ditanggung oleh kedua belah pihak yang

bersepakat. Bagi hasil atau profit loss sharing adalah prinsip pembagian laba

yang diterapkan dalam kemitraan kerja, dimana posisi bagi hasil ditentukan

pada saat akad kerjasama. Jika usaha mendapatkan keuntungan, porsi bagi

hasil adalah sesuai dengan kesepakatan, namun jika terjadi kerugian maka

porsi bagi hasil disesuaikan dengan kontribusi modal masing-masing pihak.

Dasar yang digunakan dalam perhitungan bagi hasil adalah berupa laba

bersih usaha, setelah dikurangi dengan biaya operasional. Pengertian lain

menyatakan bahwa bagi hasil adalah suatu system yang meliputi tata cara

pembagian hasil usaha antara penyedia dana dengan pengelola dana, bagi hasil

usaha ini terjadi antara pihak pemodal dengan pengelola, maupun antara bank

dengan nasabah penerima dana (pengelola), bentuk produk yang berdasarkan

prinsip bagi hasil ini adalah mud}a>rabah dan musha>rakah.41 Profit and loss

sharing, yaitu system bagi hasil keuntungan dan kerugian yang terjadi

(50)

41

ditanggung oleh kedua belah pihak, mud}a>rib dan s}ahib al-ma>l.42 Nisbah dapat

ditentukan melalui dua cara:

1. Pembagian keuntungan proposional sesuai modal

Dengan cara ini keuntungan harus dibagi diantara para mitra secara

proposional sesuai modal yang disetorkan.

2. Pembagian keuntungan tidak proposional sesuai dengan modal

Dengan cara ini, dalam penentuan nisbah yang dipertimbangkan

bukan hanya modal yang disetorkan tapi juga tanggung jawab,

pengalaman, kompetensi atau waktu kerja yang lebih panjang.

F. Berkhirnya atau Batalnya Musha>rakah

Perkara yang membatalkan shirkah terbagi atas dua hal, yaitu yang

sifatnya umum dan berlaku untuk semua shirkah , dan ada yang khusus untuk

shirkah tertentu, bukan untuk shirkah yang lainnya.

1. Sebab yang membatalkan shirkah secara umum adalah:

a. Pembatalan dari salah seorang yang berserikat Ini dikarenakan akad

shirkah adalah akad yang jaiz dan gairu lazim, jadi memungkinkan

untuk di fasakh.

b. Meningg

Gambar

Tabel. 3.1 Batas Wilayah Kelurahan Tambak Wedi
Tabel 3.2 Luas Wilayah
Tabel 3.3 Keadaan Penduduk
Tabel 3.4 Kepadatan Penduduk
+7

Referensi

Dokumen terkait

Fitur SM S selanjutnya yaitu fitur SMS autorespon dari sistem. Fitur autorespon ini dikirim o leh sistem sesuai dengan data masyarakat, misalnya pada saat KTP dari

Kompleksitas tugas berkaitan erat dengan kualitas audit. Kompleksitas tugas adalah persepsi auditor tentang kesulitan suatu tugas yang disebabkan oleh terbatasnya

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada beberapa indikator yang memiliki nilai Z hitung bernilai negatif, terdiri dari, jaminan kepastian hukum dari pemerintah,

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun urang aring memiliki efektivitas dalam menghambat pertumbuhan E.coli, diameter zona hambat menunjukkan seiring dengan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kekuatan tarik dan struktur mikro pada hasil pengelasan FCAW pada material baja karbon rendah ST 41 dengan menggunakan

Telah dilakukan penelitian dengan judul kombinasi limbah sludge saus dan kotoran sapi dalam pembuatan vermikompos Lumbricus rubellus.. Tujuan penelitian untuk melihat

Terkait dengan penyelenggaraan SPM, khususnya Bidang Ketahanan Pangan di Kabupaten Samosir, pada tahun 2013, Lembaga Administrasi Negara c.q Pusat Kajian Kinerja

Terdapat 12 use case yang dapat dilakukan yaitu, admin membutuhkan password untuk log in , menu halaman utama terdiri dari enam menu yaitu menu produk yang