• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRATEGI PENCAPAIAN TARGET SPM BIDANG KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN SAMOSIR 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STRATEGI PENCAPAIAN TARGET SPM BIDANG KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN SAMOSIR 1"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

Bunga Rampai Administrasi Publik

Lembaga Administrasi Negara, 2014

|

27

STRATEGI PENCAPAIAN TARGET SPM BIDANG KETAHANAN

PANGAN DI KABUPATEN SAMOSIR

1

Samiaji

Peneliti Muda Pusat Inovasi Pelayanan Publik Email : mas_samiaji@yahoo.com

LATAR BELAKANG

Dalam rangka desentralisasi, Pemerintah Pusat telah menyerahkan urusan pemerintahan tertentu kepada Pemerintah Daerah sehingga kewajiban untuk menyediakan pelayanan terssebut beralih ke daerah. Namun dengan prinsip otonomi daerah dalam negara kesatuan, otonomi dalam pelaksanaan urusan tersebut tentulah dibatasi oleh keberadaan negara sebagai insitusi tertinggi yang terbentuk dari konsensus masyarakat dalam teritori tertentu, dengan konstitusi dan pengaturan tertentu yang disusun dan disepakati bersama untuk mengatur kehidupan bersama. Pemerintah Pusat mempunyai kewenangan melakukan kontrol atas pelaksanaan urusan tersebut. Sehingga Negara menetapkan regulasi tertentu untuk tujuan tersebut adalah hal yang umum. Hal ini karena pada dasarnya Negara, secara moral maupun legal mempunyai kewajiban kewajiban untuk menjamin warganya, di setiap wilayah bagian negara , mendapat pelayanan dengan kualitas dan standar tertentu melalui berbagai regulasi.

1 Tulisan ini merupakan hasil kegiatan pendampingan dalam penyusunan strategi pencapaian SPM pada 8 (delapan) SPM di Kabupaten Samosir, kerjasama PKKOD-LAN dan Pemerintah Kabupaten Samosir pada tahun 2013, dengan anggota Tim : Adi Suryanto, Elly Fatimah, Suryanto, Pujiatmo Subarkah, Samiaji, Erna Irawati, Hartoto, Renny Savitri, Widya Puspitaayu Sutisna dan Meita Ahadiyati Kartikaningsih.

(2)

Bunga Rampai Administrasi Publik

28

|

Lembaga Administrasi Negara, 2014

Jaminan untuk mendapat pelayanan dengan kualitas dan standard tertentu tersebut salah satunya dapat dicapai dengan menerapkan Standar Pelayanan Minimal. Secara logis, standar pelayanan minimal dapat diterapkan untuk mencapai berbagai tujuan. Pertama, untuk dapat memberikan definisi yang jelas tentang pelayanan yang dimaksud. Kedua, memberikan informasi untuk melakukan perencanaan dalam memberikan pelayanan bagi masyarakat di tingkat lokal. Di samping itu informasi tersebut juga dapat menjadi patok banding (benchmark) dalam melakukan monitoring dan evaluasi kinerja pelayanan publik. Selanjutnya, dengan adanya standar ini juga memungkinkan Pemerintah Pusat untuk memberikan penekanan pada pelayanan yang menjadi prioritas nasional. Terakhir, standar yang ada dapat menjadi elemen yang diperlukan untuk memperkirakan kebutuhan pembiayaan untuk menyediakan pelayanan.

Dalam implementasi SPM dimaksud, Pemerintah Daerah dihimbau agar segera melakukan setidaknya lima langkah sebagai berikut: Pertama, menjadikan SPM yang telah ditetapkan sebagai acuan dalam dokumen perencanaan dan penganggaran di daerah, dengan tujuan menjamin optimalisasi penerapan dan pencapaian indikator SPM dimaksud. Kedua, menyusun rencana pencapaian SPM yang memuat target tahunan pencapaian SPM dengan mengacu pada batas waktu pencapaian SPM sesuai dengan Peraturan Menteri/Kepala Lembaga Non Kementerian dimaksud; Ketiga, rencana pencapaian SPM tersebut, perlu disinkronkan dan diintregrasikan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Strategi Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra SKPD); Keempat, target tahunan pencapaian SPM dituangkan dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), Rencana Kerja Perangkat Daerah (Renja SKPD), Kebijakan Umum Anggaran (KUA), Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA-SKPD) dengan memperhatikan kemampuan keuangan daerah sesuai dengan peraturan

(3)

Bunga Rampai Administrasi Publik

Lembaga Administrasi Negara, 2014

|

29

perundang-undangan. Kelima, dalam rangka penerapan SPM di daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota dapat melakukan koordinasi dengan Kementerian/LPNK dan Kementerian Dalam Negeri c.q Direktorat Jenderal Otonomi Daerah.

Oleh karena itu, dalam upaya mendukung percepatan pencapaian SPM, diperlukan suatu strategi pencapaian standar pelayanan minimal. Dengan adanya strategi ini diharapkan akan memudahkan sinkronisasi dan intregrasi pencapaian standar pelayanan minimal dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Strategi Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra SKPD). Dengan adanya strategi ini dapat memudahkan pemerintah kabupaten/kota untuk memperkirakan kebutuhan pembiayaan untuk penyediaan pelayanan dasar.

Terkait dengan penyelenggaraan SPM, khususnya Bidang Ketahanan Pangan di Kabupaten Samosir, pada tahun 2013, Lembaga Administrasi Negara c.q Pusat Kajian Kinerja Otonomi Daerah melakukan pendampingan dalam penyusunan strategi pencapaian target Standar Pelayanan Minimal di delapan bidang, dimana salah satunya adalah Bidang Ketahanan Pangan.

Penyelenggaraan SPM ketahanan pangan mencakup tiga aspek penting ketahanan pangan, yang dapat digunakan sebagai indikator pencapaian standar pelayanan ketahanan pangan, yaitu (a) ketersediaan pangan, yang diartikan bahwa pangan tersedia cukup untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk, baik jumlah maupun mutunya serta aman, (b) distribusi pangan, adalah pasokan pangan yang dapat menjangkau ke seluruh wilayah sehingga harga stabil dan terjangkau oleh rumah tanggan dan (c) konsumsi pangan, adalah setiap rumah tangga dapat mengakses pangan yang cukup dan mampu mengelola konsumsi yang beragam, bergizi dan seimbang serta preferensinya.

Permasalahan yang ada dalam penerapan dan pencapaian target SPM Bidang Ketahanan Pangan di Kabupaten Samosir adalah : 1) belum

(4)

Bunga Rampai Administrasi Publik

30

|

Lembaga Administrasi Negara, 2014

tersedianya hasil analisis ketersediaan pangan sebagai dasar perencanaan dan pelaksanaan program, 2) pemahaman dan komitmen pemerintah daerah masih rendah dalam kelembagaan pangan sebagai unit kerja dan DKP sebagai lembaga koordinatif dalam penanganan ketahanan pangan di daerahnya, 3) terbatasnya kualitas dan kuantitas SDM penyuluh, 4) pola pikir dan perilaku petani masih berorientasi pada produksi sehingga kualitas dan harga yang diterima petani masih relative rendah dan 5) masih rendahnya kesadaran petani untuk berkelompok.

TUJUAN DAN SASARAN

Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk :

1. Memberikan arah percepatan pencapaian SPM bidang ketahanan pangan di Kabupaten Samosir

2. Menjadi pedoman bagi seluruh stakeholders terkait

3. Mensinergikan sumber daya (resources) dalam percepatan pencapaian SPM bidang ketahanan pangan di Kabupaten Samosir

Adapun Sasaran dari kegiatan ini adalah Tersusunnya Strategi pencapaian target SPM pada Kabupaten Samosir dalam bidang ketahanan pangan.

METODE PERUMUSAN

Perumusan strategi percepatan pencapaian SPM dibangun berdasarkan data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari responden dengan melalui diskusi terbatas. Sedangkan data sekunder diperoleh dari literatur-literatur yang terkait dengan kajian penelitian, data sekunder dikeluarkan oleh dinas/intansi terkait yang ada di Kabupaten Samosir, Renstra, APBD, RPJM, Kabupaten Dalam Angka, dan sebagainya. Data sekunder ini dijaring dengan menggunakan instrumen pedoman review dokumen (document review).

(5)

Bunga Rampai Administrasi Publik

Lembaga Administrasi Negara, 2014

|

31

Analisis data dilakukan melalui beberapa tehnik, yakni : 1. Analisis Perkembangan Pencapaian SPM

Analisis perkembangan pencapaian SPM dilakukan dengan menampilkan tren pencapaian SPM berbagai bidang dari tahun ke tahun yang dikaji secara deskriptif analitik. Analisis perkembangan pencapaian dilengkapi dengan analisa gap (kesenjangan) antara pencapaian yang ada dan kesesuaian dengan target yang ditetapkan dalam SPM.

2. Analisis SWOT

Perumusan strategi juga mempertimbangkan hasil analisis SWOT yang umum digunakan untuk memperhitungkan alternatif strategi dan kebijakan. Pengumpulan data dilakukan dengan Focus Group Discussion (FGD) guna mengelaborasi masukan – masukan terkait penerapan SPM pada Kabupaten Samosir. Di samping itu, FGD juga dilakukan untuk mendapatkan survei internal tentang strengths (kekuatan) dan

weaknesses (kelemahan), serta survei eksternal atas opportunities

(peluang/kesempatan) dan threats (ancaman). KONSEP STANDAR PELAYANAN MINIMAL

Dalam konteks pelayanan publik di daerah, kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah ditujukan untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemerintahan daerah, kesejahteraan rakyat dan pemberdayaan masyarakat. Karena itu pemerintah daerah harus menyediakan pelayanan publik yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Sesuai dengan Pasal 10 ayat (3) UU No. 32 Tahun 2004, Pemerintah Pusat menyelenggarakan urusan pemerintahanan yang meliputi politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, serta agama.

Pada ayat (5) Undang-Undang tersebut dinyatakan pula bahwa pemerintah juga menyelenggarakan urusan pemerintahan di luar enam urusan pemerintahan tersebut. Sedangkan pada Pasal 11 Undang-Undang

(6)

Bunga Rampai Administrasi Publik

32

|

Lembaga Administrasi Negara, 2014

ini dinyatakan bahwa penyelenggaraan urusan pemerintahan dibagi berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antar susunan pemerintahan.

Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah, yang diselenggarakan berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas dan efisiensi terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib didefinisikan sebagai urusan daerah otonom yang penyelenggaraannya diwajibkan oleh pemerintah. Hal ini berarti pemerintah menetapkan urusan mana yang merupakan urusan dasar yang menjadi prioritas penyelenggaraan dan mana yang merupakan urusan pilihan.

Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah propinsi merupakan urusan dalam skala propinsi, sedangkan urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib, baik untuk pemerintahan propinsi maupun untuk pemerintahan kabupaten dan kota sebagaimana disebutkan di atas harus berpedoman pada Standar Pelayanan Minimal (SPM).

Urusan yang bersifat pilihan adalah urusan-urusan yang dapat dipilih untuk diselenggarakan oleh pemerintahan daerah berdasarkan kriteria pembagian urusan pemerintahan sebagaimana disebutkan di atas. Urusan yang bersifat pilihan tersebut meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan. Dalam penyelenggaraan urusan pilihan tersebut, pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota dapat memilih bagian urusan pemerintahan pada bidang-bidang tertentu seperti pertanian, kelautan, pertambangan dan energi, kehutanan dan perkebunan, perindustrian dan perdagangan, perkoperasian, kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan, dan berbagai bidang lainnya.

(7)

Bunga Rampai Administrasi Publik

Lembaga Administrasi Negara, 2014

|

33

Adanya pembagian urusan pemerintahan memberi petunjuk bahwa terdapat urusan-urusan pemerintahan tertentu yang penyelenggaraannya dibagi-bagi antara pemerintah, pemerintahan daerah propinsi, dan pemerintahan daerah kabupaten/kota. Dengan demikian penyelenggaraan urusan pemerintahan tersebut melibatkan pemerintah, pemerintahan daerah propinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota secara bersama-sama. Pembagian dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan tersebut merupakan pelaksanaan hubungan kewenangan antara pemerintah dan pemerintahan daerah propinsi, kabupaten dan kota atau antar pemerintahan daerah yang saling terkait, tergantung dan sinergis sebagai satu sistem pemerintahan.

Sesuai dengan deskripsi di atas, UU No. 32 Tahun 2004 mengamanatkan bahwa penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib dilaksanakan dengan berpedoman pada SPM yang dilaksanakan secara bertahap. SPM dimaksud akan dijabarkan oleh masing-masing kementrian/lembaga terkait untuk menyusun SPM masing-masing-masing-masing.

SPM didefinisikan sebagai tolok ukur untuk mengukur kinerja penyelenggaraan urusan wajib daerah yang berkaitan dengan pelayanan dasar kepada masyarakat.

SPM merupakan alat untuk mengukur kinerja pemerintahan daerah dalam penyelenggaraan pelayanan dasar. Tingkat kesejahteraan masyarakat akan sangat tergantung pada tingkat pelayanan publik yang disediakan oleh pemerintah daerah. SPM sangat diperlukan oleh pemerintah daerah dan masyarakat sebagai konsumen pelayanan itu sendiri. Bagi pemerintah daerah suatu SPM dapat dijadikan sebagai tolok ukur (benchmark) dalam penentuan biaya yang diperlukan untuk menyediakan pelayanan tertentu. Sedangkan bagi masyarakat SPM akan menjadi acuan dalam menilai kinerja pelayanan publik, yakni kualitas dan kuantitas suatu pelayanan publik yang disediakan oleh pemerintah daerah.

(8)

Bunga Rampai Administrasi Publik

34

|

Lembaga Administrasi Negara, 2014

Berkenaan dengan penyelenggaraan SPM sebagai turunan dari PP Nomor 65 Tahun 2005, maka diterbitkan Permendagri Nomor 6 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penetapan Standar Pelayanan Minimal, dimana ruang lingkup dari Permendagri tersebut meliputi: a) Jenis pelayanan dasar yang berpedoman pada SPM, b) Indikator SPM, c) nilai SPM, d) Batas waktu pencapaian SPM, dan e) Pengorganisasian penyelenggaraan SPM.

Sesuai dengan Pasal 5 ayat (1) PP No. 65 Tahun 2005, penyusunan SPM oleh masing-masing Menteri/Pimpinan LPND dilakukan melalui konsultasi yang dikoordinasi oleh Menteri Dalam Negeri. Konsultasi tersebut dilakukan dengan tim konsultasi yang terdiri dari unsur-unsur Departemen Dalam Negeri, Kementrian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas, Departemen Keuangan, Kementrian Negara Pemberdayaan Aparatur Negara, dengan melibatkan Menteri/Pimpinan LPND terkait, yang dibentuk dengan Kepmendagri. Hasil konsultasi tersebut dikeluarkan oleh masing-masing Kemtenterian/Lembaga sebagai Peraturan Menteri yang bersangkutan.

STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KETAHANAN PANGAN

Pelayanan dasar bidang ketahanan pangan adalah pelayanan dasar untuk mewujudkan ketersediaan pangan yang cukup, aman, bermutu, bergizi dan beragam serta tersebar merata di seluruh wilayah dan terjangkau oleh daya beli masyarakat. Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang ketahanan pangan yang diselenggarakan oleh pemerintah kabupaten/kota terdiri atas : 1) ketersediaan dan cadangan pangan, 2) distribusi dan akses pangan, 3) penganekaragaman dan keamanan pangan dan 4) penanganan kerawanan pangan.

Untuk indikator dan target capaian standar pelayanan minimal bidang ketahanan pangan menurut Petaturan Menteri Pertanian Nomor

(9)

Bunga Rampai Administrasi Publik

Lembaga Administrasi Negara, 2014

|

35

65/Permentan/OT.140/12/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Ketahanan Pangan Provinsi dan Kabupaten/Kota adalah sebagai berikut :

Table.1

Indikator dan Target Capaian Standar Pelayanan Minimal

Bidang Ketahanan Pangan Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian No. 65/Permentan/OT.140/12/2010

Sumber : Peraturan Menteri Pertanian Nomor 65 Tahun 2010

PERKEMBANGAN PENCAPAIAN SPM BIDANG KETAHANAN PANGAN KURUN WAKTU 2009-2012

Target capaian indikator SPM Bidang Ketahanan Pangan dalam kurun waktu 2009-2012 dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Pelayanan ketersediaan dan cadangan pangan

Pencapaian pelayanan dasar ketersediaan pangan dan cadangan pangan dioperasionalkan melalui indicator ketersediaan energi dan protein per kapita, dan indicator penguatan cadangan pangan. Capaaian masing-masing indicator dalam penerapan SPM Bidang Ketahanan Pangan sebagaimana uraian berikut :

No. Jenis Pelayanan Dasar dan Indikator Target SPM Tahun Nilai 1. Pelayanan Ketersediaan dan Cadangan Pangan

Ketersediaan energi dan protein per kapita 2015 90% Penguatan Cadangan Pangan 2015 60% 2. Pelayanan Distribusi dan Akses Pangan

Ketersediaan informasi pasokan, harga dan

akses pangan di daerah 2015 90%

Stabilitas harda dan pasokan pangan 2015 90% 3. Pelayanan Penganekaragaman dan keamanan pangan

Skor Pola Pangan Harapan (PPH) 2015 90% Pengawasan dan Pembinaan Keamanan

Pangan

2015 80% 4. Pelayanan Penanganan Kerawanan Pangan

(10)

Bunga Rampai Administrasi Publik

36

|

Lembaga Administrasi Negara, 2014

a. Ketersediaan energi dan protein per kapita

Ketersediaan energi dan protein perkapita adalah tingkat ketersediaan energi dan protein per kapita. Tingkat ketersediaan energi adalah sebesar 2.200 Kkal/kapita/hari dan protein sebesar 57 gram/kapita/hari.

Capaian indicator ketersediaan energi dan protein kurun waktu 2009-2012 sebagaimana diagram berikut :

Diagram. 1

Capaian Indicator Ketersediaan Energi dan Protein Perkapita Tahun 2009-2012

sumber: PKKOD, data diolah (2013)

Meskipun target untuk indicator ketersediaan energi dan protein per kapita pada tahun 2015 sebesar 90%, akan tetapi capaian indicator ini dari 2009-2012 telah melampaui target nasional, dimana pada tahun 2009 capaiannya adalah 117,5%, tahun 2010 tingkat capaian 120,8%, tahun 2011 tingkat capaian 121,65% dan tahun 2012 tingkat capaiannya sebesar 129,23%.

b. Penguatan cadangan pangan

(11)

Bunga Rampai Administrasi Publik

Lembaga Administrasi Negara, 2014

|

37

ketersediaan pangan, karena cadangan pangan merupakan sumber pasokan untuk mengisi kesenjangan antara produksi dan kebutuhan dalam negeri atau daerah dari waktu-ke waktu.

Capaian indicator penguatan cadangan pangan dapat dilihat pada diagram berikut :

Diagram. 2

Capaian Indicator Penguatan Cadangan Pangan Tahun 2009-2012

sumber : PKKOD (data diolah) 2013

Hingga tahun 2012, capaian untuk indicator penguatan cadangan pangan SPM Bidang Ketahanan Pangan masih jauh dibawah capaian target nasional. Tahun 2009 capaian indicator ini adalah 35%, tahun 2010 sebesar 39,87%, tahun 2011 sebesar 42,87% dan tahun 2012 adalah sebesar 41,07%.

2. Pelayanan distribusi dan akses pangan

Pencapaian standar pelayanan minimal distribusi pangan dan akses pangan di operasionalkan melalui indicator ketersediaan informasi pasokan, harga dan akses pangan serta indicator stabilisasi dan pasokan harga.

(12)

Bunga Rampai Administrasi Publik

38

|

Lembaga Administrasi Negara, 2014

a. Ketersediaan informasi pasokan, harga dan akses pangan di daerah Informasi pasokan, harga dan akses pangan adalah kumpulan data harga pangan, pasokan pangan dan akses pangan yang dipantau dan dikumpulkan secara rutin atau periodic oleh provinsi maupun kabupaten/kota untuk dapat digunakan sebagai bahan untuk membuat analisis perumusan kebijakan yang terkait dengan masalah distribusi pangan.

Capaian target untuk indicator ketersediaan pasokan, harga dan akses pangan di daerah sebagaimana diagram berikut :

Diagram.3

Capaian Indicator Ketersediaan Informasi Pasokan, Harga dan Akses Pangan di Daerah Tahun 2009-2012

sumber : PKKOD, data diolah, 2013

Diagram diatas dapat disimpulkan bahwa capaian indicator ketersediaan informasi pasokan, harga dan akses pangan di daerah pada kurun waktu 2009-2012 telah melampaui target nasional sebesar 90% pada tahun 2015. Tahun 2009, capaian targetnya sebesar 152%, tahun 2010, 2011 dan 2012 capaian indicator ini adalah sebesar 156,04%.

(13)

Bunga Rampai Administrasi Publik

Lembaga Administrasi Negara, 2014

|

39

b. Stabilitas harga dan pasokan pangan

Guna mencegah terjadinya gejolah harga pangan dan penurunan pasokan pangan disuatu wilayah, maka pemerintah akan melakukan pemantauan dan melakukan intervensi secara cepat dan tepat. Harga dinyatakan stabil jika gejolah harga pangan di suatu wilayah kurang dari 25% dari kondisi normal. Sedangkan pasokan pangan dinyatakan stabil jika penurunan pasokan pangan disuatu wilayah berkisar antara 5% - 40%.

Capaian target untuk indicator ini dapat dilihat pada diagram berikut: Diagram. 4

Capaian Indicator Stabilitas Harga dan Pasokan Pangan Tahun 2009-2012

sumber : PKKOD, data diolah, 2013

Untuk indicator stabilitas harga dan pasokan pangan kurun waktu 2009-2012 tingkat capaiannya masih jauh dibawah target nasional. Pada tahun 2009, tingkat capaiannya adalah 45%, tahun 2010 capaiannya sebesar 63,75%, tahun 2011 capaiannya sebesar 44,52% dan tahun 2012 target capaian indicator ini sebesar 36,15%. 3. Pelayanan Penganekaragaman dan Keamanan Pangan

(14)

Bunga Rampai Administrasi Publik

40

|

Lembaga Administrasi Negara, 2014

indicator, yaitu indicator skor pola pangan harapan (PHH) dan indicator pengawasan dan pembinaan keamanan pangan.

a. Pencapaian skor pola pangan harapan (PHH)

Nilai capaian peningkatan skor pola pangan harapan (PHH) adalah komposisi sekelompok pangan utama yang bila dikonsumsi dapat memenuhi energi dan zat gizi lainnya, dimana dengan semakin tingginya skor PPH, maka konsumsi pangan semakin beragam, bergizi dan seimbang.

Capaian untuk indicator skor pola pangan harapan (PHH) sebagaimana diagram berikut :

Diagram. 5

Capaian Indicator Skor Pola Pangan Harapan (PHH) Tahun 2009-2012

sumber : PKKOD, data diolah, 2013

Secara umum capaian untuk indicator pola pangan harapan masih jauh dibawah target nasional. Untuk tahun 2009, tingkat capaian sebesar 42%. Tahun 2010 mengalami kenaikan menjadi sebesar 43,2%, tahun 2011 menjadi sebesar 45,3% dan untuk tahun 2012 mencapai 47,1%.

(15)

Bunga Rampai Administrasi Publik

Lembaga Administrasi Negara, 2014

|

41

b. Pengawasan dan pembinaan keamanan pangan

Keamanan pangan merupakan kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang mengganggu,merugikan dan membahayakan manusia.

Capaian indicator pengawasan dan pembinaan keamanan pangan kurun waktu 2009-2012 dapat dilihat pada diagram berikut :

Diagram.6

Capaian Indicator Pengawasan dan Pembinaan Keamanan Pangan Tahun 2009-2012

sumber : PKKOD, data diolah, 2013

Jika merujuk pada target nasional pencapaian SPM Bidang Ketahanan Pangan terutama untuk indicator pembinaan dan pengawasan keamanan pangan masih jauh dari target nasional yang telah ditetapkan yaitu sebesar 80%. Capaian tahun 2009 sebesar 43%, tahun 2010 capaiannya sebesar 50%, tahun 2011 besaran capaianya adalah 55% dan tahun 2012 capaian target nya sebesar 60%

(16)

Bunga Rampai Administrasi Publik

42

|

Lembaga Administrasi Negara, 2014

4. Pelayanan Penanganan Kerawanan Pangan

Penanganan rawan pangan dilakukan pertama melalui pencegahan kerawanan pangan untuk menghindari terjadinya rawan pangan disuatu wilayah sedini munkin dan kedua melakukan penanggulangan kerawanan pangan pada daerah yang rawan kronis melalui program-program sehingga rawan pangan di wilayah tersebut dapat tertangani dan penanggulangan daerah rawan pangan transien melalui bantuan sosial.

Untuk capaian indicator penanganan daerah rawan pangan dapat dilihat pada table berikut :

Diagram.7

Capaian Indicator Penanganan Daerah Rawan Pangan Tahun 2009-2012

sumber : PKKOD, data diolah, 2013

Tabel diatas memperlihatkan capaian dari indicator penanganan daerah rawan pangan pada kurun waktu 2009-2012. Target nasional untuk indicator ini adalah 60% pada tahun 2015. Pada tahun 2009 dan 2010 capaian untuk indicator ini adalah sebesar 50%. Namun pada tahun 2011 dan 2012 capaian indicator ini sudah melampaui target nasional, yaitu sebesar 100%.

(17)

Bunga Rampai Administrasi Publik

Lembaga Administrasi Negara, 2014

|

43

GAP CAPAIAN SPM BIDANG KETAHANAN PANGAN

Sampai dengan kurun waktu 2012, realisasi capaian SPM bidang Ketahanan Pangan dan gap nya di Kabupaten Samosir sebagaimana tergambar pada tabel berikut ini :

Tabel. 2

Realisasi Capaian SPM Bidang Ketahanan Pangan dan Gap nya

No. Indikator Tahun 2012 Capaian Target/Tahun Capaian Gap 1. Ketersediaan energi dan

protein per kapita 129,23% 90%/2015 +39,23% Penguatan cadangan

pangan 41,06% 60%/2015 -18,93%

2 Ketersediaan informasi pasokan, harga dan akses pangan di daerah

156,04% 90%/2015 +66,04%

Stabilitas harga dan

pasokan pangan 36,15% 90%/2015 -53,85%

3 Skor Pola Pangan Harapan (PPH) 47,10% 90%/2015 --42,90% Pengawasan dan pembinaan keamanan pangan 60% 80%/2015 -20%

4. Penanganan daerah rawan

pangan 100% 60%/2015 +40%

sumber : PKKOD, 2013 (data diolah)

Tabel diatas memperlihatkan capaian target SPM terhadap indikator-indikator didalam SPM Bidang Ketahanan Pangan. Untuk indikator-indikator ketersediaan energi dan protein per kapita, capaian tahun 2012 adalah 129,23%, hal ini telah melampaui target nasional yang dicanangkan sebesar 90% tahun 2015. Indikator penguatan cadangan pangan, capaian tahun 2012 adalah 41,06% dari target nasional sebesar 60%, sehingga terdapat gap sebesar 18,93% yang harus dicapai sampai dengan tahun 2015.

(18)

Bunga Rampai Administrasi Publik

44

|

Lembaga Administrasi Negara, 2014

Untuk indikator ketersediaan informasi pasokan, harga dan akses pangan di daerah, capaian tahun 2012 adalah 156,04% atau sudah melampaui target nasional sebesar 90% pada tahun 2015. Tingkat capaian untuk indikator stabilitas harga dan pasokan pangan pada tahun 2012 adalah 36,15%, dengan demikian masih ada gap sebesar 53,85% untuk mencapai target nasional tahun 2015 sebesar 90%.

Untuk indikator skor pola pangan harapan (PHH) tingkat capaian pada tahun 2012 adalah 47,10%, dengan demikian ada gap sebesar 42,90% untuk mencapai target nasional 90% tahun 2015. Sementara itu tingkat capaian untuk indikator pengawasan dan pembinaan keamanan pangan, capaian tahun 2012 adalah 60% sedangkan target nasional adalah 80%, dengan demikian masih ada gap sebesar 20%.

Untuk indikator penauggulangan daerah rawan pangan tingkat capaian pada tahun 2012 adalah 100%, sedangkan target nasional yang harus dicapai pada tahun 2015 adalah 60%. Dengan demikian gap nya adalah +40%.

ANALISIS STRATEGI PENCAPAIAN SPM BIDANG KETAHANAN PANGAN

Analisis SWOT dilakukan untuk mengatahui peta kekuatan (strength), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities) dan tantangan (threath) Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan Kabupaten Samosir dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya. Analisis diawali dengan mengkaji faktor internal sebagaimana terangkum pada table dibawah ini. 1. Identifikasi Kekuatan, Kelemahan atau IFAS (Internal Factors Analysis

Summary)

Hasil survei internal tentang Kekuatan (Strengths) dan Kelemahan (Weaknesses) yang mempengaruhi pencapaian SPM bidang ketahanan di Kabupaten Samosir terangkum pada tabel berikut:

(19)

Bunga Rampai Administrasi Publik

Lembaga Administrasi Negara, 2014

|

45

Tabel 3.

Internal Factors Summary (IFAS)

No. IFAS Bobot Nilai Skor Peringkat rata-rata Kekuatan

1. UU No. 7 Tahun 1996 tentang Ketahanan Pangan

0,2 3 0,6 3 1,00

2. Program kerja Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan

0,3 4 1,2 2

3. Adanya penyuluh yang memiliki kemampuan dan pengalaman dalam pengembangan ketahanan pangan melalui penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan 0,4 5 2,0 1

4. Adanya dukungan dari legislatif dan eksekutif maupun tokoh masyarakat 0,1 2 0,2 4 Kelemahan 1. Terbatasnya jumlah penyuluh pertanian, peternakan, perikanan dan kehutanan 0,4 - 3 - 1,2 2 -0,92 2. Pada umumnya penyuluh masih membutuhkan peningkatan kemampuan dan keterampilan alam penguasaan sistem perencanaan, pemrograman dan teknis pelaksanaan 0,2 - 4 - 0,8 3 3. Belum tersedianya sumber informasi tentang potensi daerah yang akurat

(20)

Bunga Rampai Administrasi Publik

46

|

Lembaga Administrasi Negara, 2014

No. IFAS Bobot Nilai Skor Peringkat rata-rata 4. Belum lengkapnya

pedoman umum dan teknis pelaksanaan kegiatan

0,3 - 5 - 1,5 1

Dari tabel di atas terdapat 4 (empat) faktor Kekuatan (Strength) yang diidentifikasi. Secara keseluruhan, factor Kekuatan mendapat nilai rata-rata 1,00. Kekuatan diantaranya adalah : (1) Adanya penyuluh yang memiliki kemampuan dan pengalaman dalam pengembangan ketahanan pangan melalui penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan, (2) Program kerja Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan, (3) UU No. 7 Tahun 1996 tentang Ketahanan Pangan dan (4) Adanya dukungan dari legislatif dan eksekutif maupun tokoh masyarakat.

Sementara untuk faktor kelemahan memperoleh skor rata-rata 0,92. Beberapa kelemahan yang teridentifikasi dalam pencapaian SPM bidang Ketahanan Pangan di Kabupaten Samosir dalam kurun 2009-2012 yakni: (1) Belum lengkapnya pedoman umum dan teknis pelaksanaan kegiatan, (2) Terbatasnya jumlah penyuluh pertanian, peternakan, perikanan dan kehutanan, (3) Pada umumnya penyuluh masih membutuhkan peningkatan kemampuan dan keterampilan dalam penguasaan sistem perencanaan, pemrograman dan teknis pelaksanaan dan (4) Belum tersedianya sumber informasi tentang potensi daerah yang akurat.

2. Identifikasi Peluang dan Ancaman atau EFAS (Eksternal Factors Analysis

Summary)

Identifikasi terhadap factor eksternal dilakukan melalui pengkajian peluang dan tantangan yang melingkupi Badan Ketahanan Pangan dan

(21)

Bunga Rampai Administrasi Publik

Lembaga Administrasi Negara, 2014

|

47

Pelaksana Penyuluhan Kabupaten Samosir. Faktor eksternal yang mencakup Peluang (Opportunities) dan Ancaman (Threats) termuat pada table berikut.

Tabel. 4

External Factors Analysis Summary (EFAS)

No. IFAS Bobot Nilai Skor Peringkat rata-rata Peluang 1. Tersedianya peraturan pendukung 0,4 5 2,0 1 0,97 2. Terbukanya jaringan kerja global 0,2 4 0,8 3 3. Tersedianya program pelatihan manajemen dan teknis 0,1 2 0,2 4

4. Otonomi daerah yang memberikan

kesempatan bagi daerah untuk dapat berkreasi dan inovatif

0,3 3 0,9 2

Ancaman

1. Munculnya badan atau usaha swasta yang menguasai pasar pertanian, perikanan dan peternakan

0,4 5 2,0 1 1,00

2. Tuntutan dan desakan masyarakat akan pengembangan pertanian, perikanan dan peternakan yang unggul dan bersaing

0,1 2 0,2 4

3. Tuntutan pengembangan pertanian, perikanan dan peternakan dan kehutanan yang bertaraf internasional

0,2 3 0,6 3

4. Iklim yang kurang

(22)

Bunga Rampai Administrasi Publik

48

|

Lembaga Administrasi Negara, 2014

Secara keseluruhan untuk faktor peluang mendapat skor rata-rata 0,97. Beberapa peluang yang dimiliki Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan antara lain: (1) Tersedianya peraturan pendukung, (2) Otonomi daerah yang memberikan kesempatan bagi daerah untuk dapat berkreasi dan inovatif, (3) Terbukanya jaringan kerja global dan (4)Tersedianya program pelatihan manajemen dan teknis.

Sedangkan untuk faktor ancaman mendapat skor rata-rata 1,00. Beberapa ancaman/tantangan yang dihadapi Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan Kabupaten Samosir diantaranya (1) Munculnya badan atau usaha swasta yang menguasai pasar pertanian, perikanan dan peternakan, (2) Iklim yang kurang mendukung, (3) Tuntutan pengembangan pertanian, perikanan dan peternakan dan kehutanan yang bertaraf internasional dan (4) Tuntutan dan desakan masyarakat akan pengembangan pertanian, perikanan dan peternakan yang unggul dan bersaing.

3. Pemilihan Faktor Kunci Yang Penting

Langkah pertama, dalam pemilihan faktor kunci ini telah dilakukan pada saat identifikasi faktor internal dan eksternal sebagaimana tersebut di atas. Hasil skoring untuk keempat faktor tersebut adalah sebagai berikut: S = 1,00, W = 0,92, O = 0,97 dan T = 1,00.

Langkah kedua, dari hasil scoring tersebut digunakan untuk menentukan peta kekuatan badan ketahanan pangan dan pelaksana penyuluhan. Dari hasil skoring diketahui S > W dan O < T. Peta kekuatan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan Kabupaten Samosir dapat digambarkan sebagai berikut:

(23)

Bunga Rampai Administrasi Publik

Lembaga Administrasi Negara, 2014

|

49

Dari gambar di atas maka dapat disimpulkan bahwa posisi kekuatan Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan Kabupaten Samosir berada dalam Kuadran II, artinya meski menghadapi berbagai ancaman, organisasi masih memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara strategi diversifikasi;

Langkah ketiga adalah merumuskan strategi pencapaian SPM Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan yang dapat digambarkan dalam matriks sebagai berikut:

IFAS

EFAS KEKUATAN (S) KELEMAHAN (W)

PELUANG (O) Asumsi S-O  Memanfaatkan adanya penyuluh yang memiliki kemampuan dalam pengembangan Asumsi W-O memanfaatkan peluang tersedianya peraturan pendukung untuk mengatasi munculnya badan usaha swasta yang

P E T A K E K U A T A N S T R A T E G I

S

O

W

T

Kuadran I (SO, Agresif) Kuadran II (ST, Diversifikasi) Kuadran IV (WT, Defensif) Kuadran III (WO, turn-Around) S = 1,00 W = 0,92 O = 0,97 T = 1,00 1.00 1,00

(24)

Bunga Rampai Administrasi Publik

50

|

Lembaga Administrasi Negara, 2014 ketahanan pangan melalui penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan

 Memanfaatkan

program kerja Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan

menguasa pasar pertanian, perikanan dan peternakan

ANCAMAN (T) Asumsi S-T Memanfaatkan program kerja Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana

Penyuluhan guna

merespons tuntutan dan

desakan masyarakat

akan pengembangan

pertanian, perikanan dan peternakan yang unggul dan bersaing Asumsi W-T  Meningkatkan jumlah penyuluh pertanian, peternakan, perikanan dan kehutanan  Mengoptimalkan ketersediaan sumber informasi tentang potensi daerah yang akurat

Pilihan strategi yang dipilih adalah menggunakan asumsi S-T, yakni strategi memanfaatkan program kerja Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan guna merespons tuntutan dan desakan masyarakat akan pengembangan pertanian, perikanan dan peternakan yang unggul dan bersaing. Peluang yang dimiliki BKPP diantaranya adalah tersedianya peraturan pendukung dan terbukanya jaringan global. Adapun kelemahannya antara lain, terbatasnya jumlah penyuluh pertanian, peternakan, perikanan dan kehutanan serta belum tersedianya sumber informasi tentang potensi daerah yang akurat.

STRATEGI PENCAPAIAN SPM BIDANG KETAHANAN PANGAN

Setelah mengetahui gap capaian kinerja SPM yang harus diraih, maka langkah selanjutnya adalah menyusun strategi untuk mencapai visi dan misi

(25)

Bunga Rampai Administrasi Publik

Lembaga Administrasi Negara, 2014

|

51

Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan Kabupaten Samosir. Adapun strategi yang akan dilakukan dalam rangka pencapaian standar pelayanan minimal di bidang Ketahanan Pangan meliputi :

1. Peningkatan Kesejahteraan Petani

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pertanian dalam mendorong pelayanan aparat pemerintah di bidang pertanian, perikanan dan kehutanan maka perlu dilakukan revitalisasi penyuluh pertanian maupun pelatihan untuk meningkatkan kemampuan petugas penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan.

Tujuan :

Tujuan dari strategi ini adalah untuk meningkatkan kapasitas dan daya saing masyarakat pertanian, terutama petani yang tidak dapat terjangkau akses terhadap sumberdaya usaha pertanian.

2. Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat

Optimalisasi pemanfaatan sumber daya alam dilaksanakan pada program pokok intensifikasi, ekstensifikasi dan diversifikasi maupun rehabilitasi.

Tujuan :

Tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan usaha pengembangan dan produksi komoditas dalam memfasilitasi peningkatan dan keberlanjutan Ketahanan Pangan untk menambah penghasilan petani.

3. Peningkatan Pemasaran Hasil produksi Pertanian/Pekebunan

Pemasaran hasil produksi pertanian/perkebunan yang meningkat menjadi faktor pendukung dalam keberhasilan pembangunan pertanian.

(26)

Bunga Rampai Administrasi Publik

52

|

Lembaga Administrasi Negara, 2014

Tujuan :

Tujuan dari kegiatan/program ini adalah untuk memfasilitasi pemasaran hasil produksi pertanian/ perkebunan sehingga petani mendapatkan hasil dari secara maksimal.

4. Peningkatan Penerapan Teknologi Pertanian/ Perkebunan Modern Program peningkatan penerapan teknologi pertanian/ perkebunan diharapkan mampu meningkatkan usaha agribisnis petani.

Tujuan :

Tujuan dari program ini adalah untuk memfasilitasi berkembangnya usaha agribisnis yang mencakup usaha di bidang agribisnis hulu, on farm, hilir dan usaha jasa serta pendukungnya.

5. Pemberdayaan Penyuluh Pertanian/Penyuluhan Lapangan

Pembangunan pertanian hanya akan berhasil apabila didukung oleh ketersediaan data dan informasi pertanian. Oleh karena itu, keberadaan penyuluh pertanian lapangan dalam menyediakan data dan informasi pertanian sangat dibutuhkan

Tujuan :

Program ini bertujuan untuk pemberdayaan penyuluh pertanian yang diwujudkan dalam suatu pengembangan sistem informasi pertanian untuk masyarakat yang meliputi serangkaian kegiatan pengumpulan data potensi lahan, komoditi, panen, iklim dan informasi pasar pertanian yang

up to date sehingga penyuluhan lebih maksimal. 6. Peningkatan Penerapan Teknologi Peternakan

Untuk meningkatkan produksi peternakan perlu adanya penerapan teknologi peternakan.

(27)

Bunga Rampai Administrasi Publik

Lembaga Administrasi Negara, 2014

|

53

Tujuan :

Tujuan dari kegiatan ini adalah agar terwujud produksi peternakan yang dapat mendukung ketahanan pangan masyarakat.

7. Pengembangan Sistem Penyuluhan Perikanan

Guna meningkatkan produksi pengembangan sistem penyuluhan perikanan perlu adanya penerapan teknologi perikanan.

Tujuan :

Tujuan dari program ini adalah guna meningkatkan produksi pertanian oleh masyarakat petani/peternak ikan.

8. Peningkatan Produksi Hasil Pertanian/Perkebunan

Agar kesejahteraan petani dapat tercapai, maka salah satu langkah adalah dengan meningkatkan produksi hasil pertanian/perkebunan. Tujuan :

Tujuan dari program ini adalah agar produksi pertanian/perkebunan dapat meningkat dan seiring dengan itu, kesejahteraan petani akan ikut meningkat.

9. Program Peningkatan Informasi Penyuluhan

Untuk peningkatan informasi penyuluhan kepada masyarakat petani perlu dilakukan dengan penyuluhan yang optimal dengan berbagai media.

Tujuan :

Tujuan dari program ini adalah agar masyarakat petani tidak tertinggal informasi yang terkait dengan pertanian, perikanan, peternakan, perkebunan dan kehutanan.

(28)

Bunga Rampai Administrasi Publik

54

|

Lembaga Administrasi Negara, 2014

Penutup

Pelaksanaan urusan bidang ketahanan pangan di lingkungan pemerintahan daerah didasarkan pada PP No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, PP No. 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan SPM, dan Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 65/Permentan/OT.140/12/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Ketahanan Pangan Provinsi dan Kabupaten/ Kota.

Di Pemerintah Kabupaten Samosir, urusan ketahanan pangan dilaksanakan oleh Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan. Sebagai satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang relatife baru, Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan memang masih terkendala dengan beberapa hal menyangkut minimnya SDM baik jumlah maupun kualitas, minimnya sarana-parsarana serta keterbatasan alokasi anggaran untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsinya.

Namun demikian, kendatipun dihadapkan pada kelemahan dan tantangan yang demikian, keberadaan Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan memiliki kekuatan dan peluang yang cukup besar. Salah satu kekuatan (strength) yang menjadikan SKPD ini kuat adalah adanya perintah konstitusi (UUD) dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan yang mengamanatkan pembangunan pangan diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia yang memberikan manfaat secara adil dan merata.

Berdasarkan analisis SWOT dan skoring yang telah dilakukan, maka peta kekuatan Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan berada pada Kuadran II, artinya meski menghadapi berbagai ancaman, organisasi masih memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus

(29)

Bunga Rampai Administrasi Publik

Lembaga Administrasi Negara, 2014

|

55

diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara strategi diversifikasi;

DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor: 7 Tahun 1996 tentang Pangan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang

Pembagian Urusan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standard Pelayanan Minimal Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 65/Permentan/OT.140/12/210

tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Ketahanan Pangan Provinsi dan Kabupaten/Kota

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penetapan Standar Pelayanan Minimal Peraturan Daerah Kabupaten Samosir Nomor 21 Tahun 2007 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Samosir

Lembaga Administrasi Negara, 2003, Standard Pelayanan, Pusat Kajian Manajemen Pelayanan, Jakarta.

(30)

Bunga Rampai Administrasi Publik

Gambar

Diagram  diatas  dapat  disimpulkan  bahwa  capaian  indicator  ketersediaan informasi pasokan, harga dan akses pangan di daerah  pada  kurun  waktu  2009-2012  telah  melampaui  target  nasional  sebesar  90%  pada  tahun  2015
Tabel diatas memperlihatkan capaian dari indicator penanganan daerah  rawan  pangan  pada  kurun  waktu  2009-2012
Tabel diatas memperlihatkan capaian target SPM terhadap indikator- indikator-indikator  didalam  SPM  Bidang  Ketahanan  Pangan

Referensi

Dokumen terkait

Dari uraian yang tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak baik dari dalam diri maupun dari luar siswa (dengan

Tujuan yanq hedak dicapai dalam penelitian ini adalah ingin melihat perbedaan hasil belajar siswa yang diajar oleh guru yang menggunakan model mengajar Rdvance Organizer

Kuesioner merupakan alat pengumpulan data yang utama dalam penelitian ini, mengingat hasil yang diperoleh diharapkan dapat mengukur pengaruh motivasi kerja dan

Penelitian eksperimental ini dilakukan pada 12 ekor tikus putih dengan berat badan 200-250 gram yang dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok kontrol negatif (hanya

Penampilan Sangat rapi, kostum sesuai dengan acara, tidak gugup, gesture mendukung penjelasan, menguasai panggung dan audiens. Rapi, kostum sesuai dengan acara, tidak

1) Normal probability plot of the studentized residuals to check for normality of residuals. 2) Studentized residuals versus predicted values to check for constant error. 3)

Ukuran yang dimaksud adalah sum of squared period deviations (SSPD), ukuran ini dapat diterapkan jika urutan dan frekuensi kemunculan rezim (baik secara total

Hasil analisa sidik ragam (Anova) ternyata perlakuan yang menggunakan wadah pemasakan wajan, belanga tanah dan bambu memberikan perbedaan yang nyata (P&lt;0.01) terhadap kadar