• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA GAYA HIDUP DAN KECENDERUNGAN MELINDUNGI HARGA DIRI PADA SISWA DI SMA NEGERI 1 PIYUNGAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA GAYA HIDUP DAN KECENDERUNGAN MELINDUNGI HARGA DIRI PADA SISWA DI SMA NEGERI 1 PIYUNGAN."

Copied!
165
0
0

Teks penuh

(1)

i

HUBUNGAN ANTARA GAYA HIDUP DAN KECENDERUNGAN MELINDUNGI HARGA DIRI PADA SISWA

DI SMA NEGERI 1 PIYUNGAN

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Gisela Winda Permatasari NIM 10104244006

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

v

MOTTO

If you judge people, you have no time to love them

(Mother Teresa)

See with the other eyes, hear with the other ears, feel with the

other heart

(Alfred Adler)

At the end of life we will not be judge by how many diplomas we

have received, how much much money we have made, how many

great things we have done. We will be judged by “I was hungry,

and you gave me something to eat, I was naked and you clothed

me. I was homeless, and you took me in”

(Mother Teresa)

(6)

vi

PERSEMBAHAN

Karya kecil ini penulis persembahkan untuk:

Tuhan Yang Maha Esa yang telah membimbing, memberkati, dan menyertai kehidupan penulis selama ini

(7)

vii

HUBUNGAN ANTARA GAYA HIDUP DAN KECENDERUNGAN MELINDUNGI HARGA DIRI PADA SISWA

DI SMA NEGERI 1 PIYUNGAN

Oleh

Gisela Winda Permatasari NIM 10104244006

ABSTRAK

Penelitian ini berdasarkan pada banyaknya perilaku agresi yang dilakukan oleh remaja. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengkaji hubungan antara berbagai gaya hidup terhadap kecenderungan melindungi harga diri.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Subjek pada penelitian ini yaitu populasi siswa kelas X dengan jumlah siswa sebanyak 128 orang. Alat ukur yang digunakan berupa kuesioner yang terbagi menjadi dua bagian. Bagian pertama digunakan untuk mengungkap kecenderungan melindungi harga diri dan bagian kedua digunakan untuk mengungkap tipe gaya hidup siswa. Uji validitas untuk kedua alat ukur menggunakan expert judgment dan uji reliabilitas dengan menggunakan koefisien alpha cronbach dan diperoleh nilai untuk kuesioner gaya hidup sebesar 0,827, dengan demikian alat ukur ini dikatakan baik. Untuk kuesioner kecenderungan melindungi harga diri diperoleh nilai alpha cronbach sebesar 0,832 dan alat ukur ini dikatakan baik. Analisis data untuk penelitian ini menggunakan analisis crosstab.

Hasil dari penelitian diketahui bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara gaya hidup tipe dominan-berkuasa terhadap kecenderungan melindungi harga diri ( = 34,876, p=0,000); Terdapat hubungan yang signifikan antara gaya hidup tipe bersandar dengan kecenderungan melindungi harga diri ( =35,958, p=0,000); Terdapat hubungan yang signifikan antara gaya hidup tipe menjauh terhadap kecenderungan melindungi harga diri ( =55,013, p=0,000); dan terdapat hubungan yang signifikan antara gaya hidup tipe bermanfaat terhadap kecenderungan melindungi harga diri ( =14,480, p=0,006). Implikasi dari penelitian ini adalah guru BK mampu memberikan layanan bimbingan klasikal ataupun konseling kelompok kepada siswa. Layanan yang diberikan oleh guru BK disarankan memperhatikan berbagai indikator perilaku pada berbagai tipe gaya hidup dan berbagai indikator perilaku pada kecenderungan melindungi harga diri untuk mencegah perilaku-perilaku kecenderungan melindungi harga diri yang negatif.

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia yang diberikan kepada penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan penyusunan

skripsi yang berjudul “HUBUNGAN ANTARA GAYA HIDUP DAN

KECENDERUNGAN MELINDUNGI HARGA DIRI PADA SISWA DI

SMA NEGERI 1 PIYUNGAN” dengan lancar. Skripsi ini disusun sebagai

sebagian syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) di Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta.

Selama proses penelitian dan penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menuntut ilmu di Universitas Negeri Yogyakarta.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan yang telah memberikan izin kepada penulis dalam proses penyusunan skripsi.

3. Dr. Rita Eka Izzaty, M. Si. selaku dosen pembimbing yang telah membimbing, mengarahkan dan memberi semangat kepada penulis selama proses penyusunan skripsi.

4. Ibu Fatimah dan Ibu Romy yang telah membantu dan membimbing penulis selama penelitian di lapangan.

5. Papa, mama, dan adikku yang memberikan dorongan semangat dan doa yang tak pernah putus.

6. Riza Hardiani dan Bunga Mahayu Sukma, teman seperjuangan, teman bertukar pikiran, dan saling memberikan semangat satu sama lain dalam pengerjaan skripsi.

7. Chandra Dewa Nata, atas semangat, pengertian, doa, dan dukungannya selama proses penyusunan skripsi.

(9)
(10)

x

DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN………... ii

HALAMAN PERNYATAAN……… iii

HALAMAN PENGESAHAN……… iv

HALAMAN MOTTO………. v

HALAMAN PERSEMBAHAN………. vi

ABSTRAK ……….. vii

KATA PENGANTAR……… viii

DAFTAR ISI………... x

DAFTAR TABEL………... xiii

DAFTAR GAMBAR……….. xiv

DAFTAR LAMPIRAN………... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………... 1

B. Identifikasi Masalah………. 5

C. Pembatasan Masalah………. 6

D. Rumusan Masalah………. 6

E. Tujuan Penelitian……….. 6

F. Manfaat Penelitian……….... 6

BAB II KAJIAN TEORI A. Teori Psikologi Individual Alfred Adler... 8

1. Gaya Hidup (Style of Life)……….. 8

2. Kecenderungan untuk Melindungi Harga Diri………... 17

B. Hubungan antara Gaya Hidup dan Kecenderungan Melindungi Harga Diri dalam Layanan Bimbingan dan Konseling... 26

C. Kerangka Berpikir……… 28

(11)

xi

BAB III METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian………... 32

B. Lokasi dan Waktu Penelitian……… 32

C. Subjek Penelitian……….. 32

D. Variabel Penelitian………... 33

1. Variabel Tergantung………... 33

2. Variabel Bebas……… 33

E. Definisi Operasional………. 33

1. Kecenderungan Melindungi Harga Diri………. 33

2. Gaya Hidup………. 34

F. Metode Pengumpulan Data dan Instrumen Pengumpulan Data……... 34

1. Kecenderungan Melindungi Harga Diri………. 34

2. Gaya Hidup………. 35

G. Uji Coba Instrumen……….. 36

1. Uji Validitas Instrumen……….. 36

2. Uji Reliabilitas……… 36

H. Hasil Uji Coba Alat Ukur………. 37

I. Teknik Analisis Data……… 37

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian………. 39

1. Deskripsi Data……… 39

2. Hasil Penelitian………... 47

B. Pembahasan ………. 55

1. Hubungan antara Gaya Hidup Tipe Dominan-Berkuasa terhadap Kecenderungan untuk Melindungi Harga Diri………... 56

2. Hubungan antara Gaya Hidup Tipe Bersandar terhadap Kecenderungan untuk Melindungi Harga Diri………... 59

3. Hubungan antara Gaya Hidup Tipe Menjauh terhadap Kecenderungan untuk Melindungi Harga Diri………... 61

(12)

xii

5. Implikasi Keterkaitan antara Berbagai Tipe Gaya Hidup dan Kecenderungan untuk Melindungi Harga Diri pada Layanan

Bimbingan dan Konseling... 64

C. Keterbatasan Penelitian……… 66

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ……….. 68

B. Saran ……… 69

DAFTAR PUSTAKA... 71

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

hal Tabel 1. Kisi-kisi Kecenderungan Melindungi Harga Diri... 34

Tabel 2. Kisi-kisi Gaya Hidup………..……… 35

Tabel 3. Distribusi Variabel Gaya Hidup Dominan-Berkuasa….………… 39 Tabel 4. Distribusi Variabel Gaya Hidup Tipe Bersandar…………..……. 41 Tabel 5. Distribusi Variabel Gaya Hidup Tipe Menjauh………..…... 42 Tabel 6. Distribusi Variabel Gaya Hidup Tipe Bermanfaat…………..…... 43

Tabel 7. Distribusi Variabel Kecenderungan Melindungi Harga Diri……. 45 Tabel 8. Nilai Chi-square antara Gaya Hidup Tipe Dominan-

Berkuasa dan Kecenderungan Melindungi Harga Diri………….. 47 Tabel 9. Jumlah Subjek pada Gaya Hidup Tipe Dominan-Berkuasa dan

Kecenderungan Melindungi Harga Diri... 48 Tabel 10. Nilai Chi-square antara Gaya Hidup Tipe Bersandar dan

Kecenderungan Melindungi Harga Diri... 49 Tabel 11. Jumlah Subjek pada Gaya Hidup Tipe Bersandar dan

Kecenderungan Melindungi Harga Diri... 50 Tabel 12. Nilai Chi-square antara Gaya Hidup Tipe Menjauh dan

Kecenderungan Melindungi Harga Diri... 52 Tabel 13. Jumlah Subjek pada Gaya Hidup Tipe Menjauh dan

Kecenderungan Melindungi Harga Diri... 52

Tabel 14. Nilai Chi-square antara Gaya Hidup Tipe Bermanfaat dan Kecenderungan Melindungi Harga Diri... 54 Tabel 15. Jumlah Subjek pada Gaya Hidup Tipe Bermanfaat dan

(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

hal

Gambar 1. Skema Kerangka Berpikir………... 30

Gambar 2. Grafik Kategorisasi Variabel Gaya Hidup Tipe Dominan-Berkusa ... 40

Gambar 3. Grafik Kategorisasi Variabel Gaya Hidup Tipe Bersandar... 41

Gambar 4. Grafik Kategorisasi Variabel Gaya Hidup Tipe Menjauh... 43

Gambar 5. Grafik Kategorisasi Variabel Gaya Hidup Tipe Bermanfaat... 44

Gambar 6. Grafik kategorisasi variabel kecenderungan melindungi harga diri... 45

(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1. Alat Ukur………... 72

Lampiran 2. Validitas dan Reliabilitas………...……… 89

Lampiran 3. Skor Kasar Variabel Penelitian………...…... 98

Lampiran 4. Data Hasil Penelitian………...……….. 135

(16)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Secara teoretik, setiap individu dalam perkembangan hidupnya menjalani

berbagai macam masa yaitu dari masa bayi hingga masa usia lanjut yang tiap

masanya memiliki berbagai macam ciri dan karakteristik yang berbeda satu sama

lain serta memiliki tugas-tugas perkembangan yang berbeda pula. Keberhasilan

ataupun kegagalan dalam melaksanakan dan menyelesaikan tugas-tugas

perkembangan tersebut akan menentukan pula keberhasilan dan kegagalan dari

tugas perkembangan di masa selanjutnya. Periode atau masa peralihan antara

masa anak-anak menuju ke masa dewasa yaitu masa remaja yang berada dalam

rentang usia 12-20 tahun (Rita Eka Izzaty, Siti Partini Suardiman, Yulia Ayriza,

Purwandari, Haryanto, Rosita Endang Kusmaryani, 2008:124).

Pada masa remaja banyak perubahan yang terjadi pada diri individu baik

dalam segi fisik maupun dalam segi psikologis. Perubahan-perubahan tersebut

terkadang membawa permasalahan bagi mereka. Misalnya perubahan tubuh

mereka yang membuat mereka menjadi tidak nyaman dan tingkat emosi mereka

yang terkadang naik turun. Oleh karena itu, individu pada masa remaja sering

mendapatkan “labelling” negatif dari orang-orang dewasa. Menurut Santrock

(2012:403) hal itu dikarenakan banyak orang dewasa menakar persepsinya

terhadap remaja berdasarkan ingatan mereka sendiri ketika mereka remaja.

Menurut orang dewasa, remaja saat ini lebih bermasalah, kurang rasa hormat,

(17)

2

dibandingkan dengan generasi mereka. Disisi lain, masa remaja merupakan masa

penting yang diharapkan individu mampu mengelola diri mereka supaya mereka

siap untuk memasuki masa dewasa (Santrock, 2012). Kesiapan mereka itu

ditunjukkan dengan cara mereka bersikap dalam kehidupan sehari-hari. Pada masa

ini individu diharapkan mulai meninggalkan sikap serta kehidupan pada masa

kanak-kanaknya dan mulai belajar untuk berperilaku layaknya orang dewasa.

Mereka diharapkan mulai mampu mengemban tugas-tugas yang dilakukan oleh

orang-orang dewasa.

Berdasarkan pada pembahasan sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa

remaja perlu membangun penghargaan diri yang baik terhadap dirinya.

Penghargaan diri ini penting karena ketika mereka mampu menerima diri mereka

sendiri, maka mereka juga akan mampu menerima tugas-tugas orang dewasa yang

harus mereka laksanakan. Pembentukan harga diri yang positif ini tentu saja tidak

terlepas dari pentingnya peranan dari lingkungan remaja tersebut. Peran sosial

sangatlah penting dalam membantu remaja menciptakan harga diri yang positif.

Harga diri yang positif ini juga sangat menentukan bagaimana gaya hidup yang

akan dibangun oleh remaja. Menurut Alfred Adler (Feist & Feist, 2009:78) gaya

hidup mencakup tujuan seseorang, konsep diri, perasaan terhadap orang lain, dan

sikap terhadap dunia. Prediksinya, ketika mereka membangun gaya hidup yang

baik, maka mereka akan membangun pandangan yang positif pula terhadap

masyarakat.

Adanya pandangan yang positif terhadap masyarakat ini menunjukkan

(18)

perasaan-3

perasaan akan ketidakberdayaan, ketidakmampuan, dan perasaan inferioritas yang

berlebihan akan dapat ditekan. Lebih lanjut Adler mengatakan bahwa ketika

individu merasa tidak berdaya atau inferior maka individu tersebut akan

melakukan kompensasi terhadap perasaan ketidakberdayaannya dan berjuang

untuk meraih superioritas pribadi atau keberhasilan untuk mengembangkan harga

diri yang positif (Feist & Feist, 2009:70).

Individu yang tidak mampu mengembangkan harga diri yang positif, maka

individu tersebut akan melakukan kecenderungan untuk melindungi diri.

Kecenderungan untuk melindungi ini dilakukan oleh individu untuk melindungi

harga diri mereka dari rasa malu di muka umum (Feist & Feist, 2009:81). Lebih

lanjut lagi Adler mengatakan bahwa sebenarnya kecenderungan untuk melindungi

dimiliki oleh semua orang, tetapi hal itu akan menjadi hal yang negatif apabila

dilakukan secara terus menerus dan secara negatif. Adler (dalam Feist & Feist,

2009:81) mengklasifikasikan kecenderungan untuk melindungi dalam 3 kelompok

besar yaitu (1) membuat alasan, (2) agresi, dan (3) menarik diri. Hal-hal tersebut

dijumpai pada remaja saat ini seperti tawuran antar pelajar, tindakan pengrusakan,

bullying, pengancaman, bahkan ada pula yang melakukan tindak pembunuhan.

Di Indonesia pada tahun 2012 menurut data akhir Komisi Nasional

Perlindungan Anak (Komnas PA) menunjukkan angka yang memprihatinkan.

Sebanyak 82 pelajar tewas pada tahun 2012 karena tawuran antar pelajar. Di

Yogyakarta, Polres Sleman menangkap 12 pelajar setingkat SMP dan SMA

karena mereka terlibat aksi tawuran (Ami, 2014:3). Polisi juga mengamankan

(19)

4

Tawuran tersebut terjadi karena masing-masing pelajar ingin mempertahankan

sekolahnya dari serangan sekolah lain.

Sejalan dengan data hasil wawancara yang dilakukan kepada guru

Bimbingan dan Konseling di SMA 1 Piyungan dalam rangka observasi kegiatan

KKN-PPL 2013 dan berdasar pada data assessmen kebutuhan yang pernah

dilakukan, diketahui bahwa permasalahan mengenai emosi kemarahan remaja

juga dialami oleh siswa-siswa di SMA Negeri 1 Piyungan. Mereka memiliki

konflik baik dengan teman sebaya mereka atau pun dengan orang tua mereka

sendiri. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan kepada siswa pada saat

pelaksanaan KKN-PPL di sekolah tersebut, ditemukan bahwa siswa di SMA

tersebut. Ketika mereka memiliki masalah dengan teman sebaya, mereka akan

menyebarkan fitnah dan gosip tentang individu tersebut. Mereka juga secara

terang-terangan mengintimidasi individu tersebut melalui kata-kata baik ketika di

dalam kelas ataupun di luar kelas. Mereka juga sering melakukan pengancaman

terhadap sesama teman dan juga ada di antara mereka yang merencanakan

melakukan tindak kejahatan kepada guru atau staff sekolah karena mereka merasa

sakit hati akibat merasa dilecehkan.

Akibat dari perilaku yang dilakukan oleh siswa tersebut, mereka melakukan

perkelahian antar pelajar baik dengan pelajar dari sekolah lain ataupun dengan

siswa dari sekolah yang sama. Selain itu juga banyak dari mereka tidak memiliki

hubungan sosial yang baik dengan guru mereka dan teman sebaya mereka.

Mereka akan berkumpul dalam gank mereka dan menyindir gank lain yang tidak

(20)

5

atau di sekolah. Ada juga beberapa siswa yang seirng membolos sekolah tanpa

ada alasan yang jelas.

Permasalahan-permasalahan mengenai kecenderungan melindungi diri yang

salah itu sebagian kecil telah teridentifikasi oleh pihak sekolah, tetapi tidak ada

tanggapan serius dari pihak sekolah. Siswa juga mengalami permasalahan

interpersonal, baik antar siswa di sekolah tersebut maupun dengan siswa di

sekolah lain. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengungkap kecenderungan

melindungi harga diri seperti apa yang sering dilakukan oleh siswa di SMA

Negeri 1 Piyungan. Penelitian ini juga memberikan kontribusi dalam layanan

bimbingan dan konseling terutama dalam layanan sosial. Manfaat penelitian ini

bagi diri siswa sendiri, yaitu mampu membantu siswa untuk membentuk gaya

hidup yang baik dan didasari oleh harga diri dan minat sosial yang positif pula.

Ketika siswa sudah mampu mengembangkan hal tersebut, maka dampaknya

terhadap lingkungan sosial yaitu mereka mampu lebih menerima keberadaan

masyarakat dengan baik dan tidak menganggap individu lain sebagai musuh

mereka yang harus mereka kalahkan.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan pemaparan latar belakang yang telah dilakukan, maka peneliti

mengidentifikasikan permasalahan yang ada sebagai berikut:

1. Adanya cara melindungi harga diri yang negatif pada siswa seperti perilaku

(21)

6

2. Adanya permasalahan interpersonal yang dialami oleh siswa seperti masalah

yang dialami dengan teman sebaya maupun dengan perangkat sekolah yang

lain.

3. Belum terlihatnya intervensi khusus dalam area Bimbingan dan Konseling

untuk menangani permasalahan interpersonal pada siswa.

4. Belum adanya penelitian mengenai kecenderungan untuk melindungi harga diri

di sekolah tersebut.

C. Pembatasan Masalah

Mengetahui keterkaitan antara berbagai tipe gaya hidup dengan

kecenderungan melindungi harga diri pada siswa SMA.

D. Rumusan Masalah

Apakah berbagai tipe gaya hidup akan berhubungan dengan adanya

kecenderungan melindungi harga diri siswa?

E. Tujuan Penelitian

Untuk mengkaji hubungan antara berbagai tipe gaya hidup dengan

kecenderungan melindungi harga diri pada siswa SMA.

F. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a) Dapat menambah khasanah kajian ilmu psikodinamika khususnya

keterkaitan antara gaya hidup dan kecenderungan melindungi harga

(22)

7

b) Menambah wawasan pemahaman tentang berbagai macam gaya hidup

dan kecenderungan melindungi harga diri yang dilakukan oleh remaja.

2. Manfaat Praktis

a) Bagi Program Studi Bimbingan dan Konseling, penelitian ini mampu

memberikan kontribusi ilmiah bagi pengembangan orientasi

Bimbingan dan Konseling di Sekolah Menengah dan Perguruan

Tinggi, Teori dan Teknik Konseling, serta Perkembangan Peserta

Didik.

b) Bagi Guru BK, dengan adanya penelitian ini pihak sekolah mampu

memberikan penanganan khusus pada siswa yang mempunyai masalah

dengan kecenderungan untuk melindungi harga diri.

c) Bagi peneliti, dapat menambah pengetahuan dan wawasan sehingga

(23)

8

BAB II KAJIAN TEORI

A. Teori Psikologi Individual Alfred Adler

1. Gaya Hidup (Style of Life)

Alfred Adler merupakan seorang ahli psikodinamika yang

menyumbangkan teori dalam perkembangan Psikologi yang diberi nama

Teori Psikologi Individual. Dalam teorinya, Adler berbicara bahwa pada

dasarnya manusia lahir dengan tubuh yang lemah dan inferior yaitu suatu

kondisi yang mengakibatkan kita untuk menjadi tergantung pada orang

lain (Feist & Feist, 2009:69). Setiap orang memulai hidupnya dari tubuh

yang lemah dan tidak berdaya, maka semua manusia memiliki keinginan

untuk melawan perasaan inferioritas dengan menguasai kehidupan kita

yang sulit ini (Ewen, 2003:93). Sejalan dengan pernyataan tersebut, Adler

mengatakan bahwa tidak ada satupun orang yang mampu bertahan dengan

perasaan inferior yang lama. Oleh karena itu, individu akan mencari cara

untuk menghilangkan perasaan inferiornya dan menjadi superior atas

kesulitan-kesulitan yang dihadapi.

Perjuangan untuk memperoleh superioritas individu tidaklah selalu

dalam cara yang negatif. Perjuangan untuk mencapai superioritas mampu

diungkapkan baik dalam hal yang positif maupun negatif. Seperti yang

diungkapkan oleh Adler (dalam Ewen, 2003:93) bahwa perjungan untuk

memperoleh superioritas yang sehat adalah perjuangan yang didasari pada

(24)

9

Sebaliknya, keinginan untuk mendominasi yang egois dan kepuasan

pribadi merupakan hal yang menyimpang dan merupakan suatu hal yang

tidak sehat. Ketergantungan kita pada orang lain akhirnya akan membuat

kita menumbuhkan minat sosial kita pada masyarakat. Manusia merupakan

makhuk sosial, maka minat sosial juga akan menentukan kesehatan

psikologis dari tiap individu.

Minat sosial berkembang dalam tiga tahap: bakat, kemampuan, dan

karakter dinamis sekunder (Sharf, 2012:128). Hal itu berarti, seorang

individu memiliki kemampuan atau bakat untuk bekerjasama dan hidup

secara sosial. Setelah bakat tersebut berkembang, maka individu mampu

mengembangkan kemampuannya dalam bekerjasama pada aktivitas sosial.

Seiring dengan kemampuan yang berkembang, karakter dinamis sekunder

memberikan makna bagi diri mereka sendiri sebagai sikap dan minat di

berbagai kegiatan yang pada akhirnya diartikan sebagai minat sosial.

Minat sosial yang dibangun oleh individu tidak semata-mata muncul

begitu saja dari dalam diri individu itu sendiri melainkan juga adanya

pengaruh dari lingkungan yang juga ikut membentuk minat sosial dari

seseorang. Hubungan yang dimiliki oleh seorang anak dengan ayah ibunya

sangat penting sehingga bisa mengalahkan cacat fisik yang dibawa sejak

lahir (Feist & Feist, 2009:77). Dalam arti lain, pengaruh pola asuh orang

tua sangat menentukan minat sosial dari individu ketika beranjak dewasa.

Tiap anak dilahirkan dengan potensi untuk mengembangkan minat sosial

(25)

10

(Palmer, 2011:37). Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa pola-pola

pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua kepada anak akan sangat

mempengaruhi tinggi rendahnya minat sosial yang akan dimiliki oleh

anaknya kelak. Idealnya, potensi anak dalam mencapai minat sosial

diperoleh dari sosok ibu. Ibu mengelola pengajaran pertamanya dalam hal

bekerjasama melalui menyusui, hal itu merupakan jembatan bagi si anak

untuk menumbuhkan minat sosialnya (Ewen, 2003:95). Apabila ibu

mampu mengajarkan cara bekerja sama yang baik kepada anak mereka,

maka anak juga akan mampu bekerjasama dengan baik di lingkunganya.

Minat sosial yang positif sangat diperlukan oleh setiap orang. Bagi

Adler, minat sosial adalah satu-satunya standar untuk menilai seberapa

berharganya seseorang (Feist & Feist, 2009:77). Ketika seorang individu

dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahannya dalam masyarakat,

maka individu tersebut akan merasa bahwa keberadaannya diterima

ditengah-tengah masyarakat. Setelah manusia menetapkan minat sosial apa

yang akan mereka bangun, maka perilaku yang dimiliki individu akan

menjadi gaya hidup yang akan dijalani. Adler menyebut konsistensi minat

sosial ini sebagai bentuk kehidupan, pola kehidupan atau gaya hidup;

manusia membentuk pandangan tentang diri mereka sendiri dan dunia dan

orang-orang di dalamnya, serta bagaimana mereka berperilaku di dunia itu

(Palmer, 2011:33).

Gaya hidup sangat bergantung pada minat sosial dari individu

(26)

11

masyarakat, maka mereka juga akan mempunyai gaya hidup yang sehat.

Sebaliknya, ketika individu tidak menaruh minat yang baik pada

masyarakat, maka mereka akan membentuk minat sosial yang tidak sehat.

Seperti yang dijelaskan oleh Feist dan Feist (2009:78) bahwa individu

yang tidak sehat secara psikologis sering menjalani hidup yang tidak

fleksibel yang ditandai dengan ketidakmampuan memilih cara baru dalam

bereaksi dengan lingkungannya. Sebaliknya, orang yang sehat secara

psikologis akan berperilaku dengan cara yang berbeda dan fleksibel dalam

gaya hidup yang kompleks, selalu berkembang, dan berubah. Hal tersebut

berarti bahwa individu dengan gaya hidup yang sehat, maka individu

tersebut akan mampu berperilaku dan bertindak sesuai dengan keadaan

yang ada dengan karakter orang yang ada pada lingkungan tersebut. Orang

yang tidak sehat secara psikologis akan cenderung kaku dalam bertindak

dan menyesuaikan diri dalam lingkungan-lingkungan baru.

Munculnya gaya hidup seseorang berdasarkan pada kompensasi

yang dilakukan oleh seseorang terhadap perasaan inferior yang dimiliki.

Berdasarkan teori Adler, setiap individu pasti memiliki perasaan inferior,

baik itu nyata ataupun hanya imajinasi dan hal tersebut akan memotivasi

kita untuk melakukan kompensasi (Hjelle & Ziegler, 1981:78). Gaya hidup

bersifat fleksibel, maka setiap orang bisa memiliki dua atau lebih gaya

hidup yang mereka jalani. Gaya hidup yang kita jalani haruslah fleksibel

dengan artian gaya hidup yang kita lakukan mengikuti lingkungan ketika

(27)

12

diri dengan lingkungannya bergantung pada seberapa banyak gaya hidup

yang dijalani dalam kehidupannya. Gaya hidup merupakan faktor internal

seseorang untuk dapat menyesuaikan diri. Individu tidak mampu

menyesuiakan diri dengan lingkungannya disebabkan karena adanya

faktor-faktor eksternal pula. Adler (Feist & Feist, 2009:80) menyebutkan

adanya tiga faktor penyebab dan satu diantaranya cukup untuk

menyebabkan munculnya ketidaknormalan dalam menyesuaikan diri.

1. Kelemahan fisik yang berlebihan

Kelemahan fisik yang dialami oleh individu, baik itu kelemahan fisik

yang dialami ketika lahir, kecelakaan, ataupun karena sakit akan

mendorong individu tersebut untuk memiliki perasaan-perasaan inferior

yang berlebihan. Individu dengan kelemahan fisik yang berlebihan

terkadang membentuk perasaan inferior yang berlebihan karena mereka

berusahan keras untuk melakukan kompensasi terhadap kelemahan

mereka. Mereka akan cenderung memiliki egosentris yang tinggi dan

kurang mempertimbangkan keadaan orang lain. Mereka merasa

seakan-akan hidup di tengah musuh. Rasa takut telah mengalahkan hasrat

mereka untuk mencapai keberhasilan. Mereka yakin bahwa masalah

utama dalam hidup dapat diselesaikan hanya dengan sikap

mementingkan diri sendiri. Sejalan dengan penjelasan tersebut, Schultz

dan Schultz (2005:129) juga menambahkan bahwa usaha untuk

melewati kelemahan fisik yang berlebihan dapat dilihat pada seni

(28)

13

apabila usaha tersebut gagal, maka individu tersebut akan memiliki

perasaan inferior yang berlebihan.

2. Gaya hidup manja

Orang-orang yang manja memiliki minat sosial yang lemah, namun

punya hasrat yang kuat untuk terus mempertahankan hubungan yang

sifatnya “parasit”. Hubungan yang bersifat parasit disini artinya

individu tersebut cenderung bergantung pada orang lain dan

menginginkan orang tersebut memenuhi apapun yang diinginkan.

Mereka mengharapkan orang lain untuk merawat, melindungi, dan

memuaskan kebutuhan mereka. Karakteristik yang menonjol dari

mereka adalah putus asa yang berlebihan, kebimbangan, over sensitif,

tidak sabar, dan emosi yang berlebihan, terutama kecemasan. Individu

dengan gaya hidup manja akan cenderung mempertahankan gaya hidup

manja tersbut supaya mereka merasa nyaman dengan

perhatian-perhatian yang diberikan oleh orang lain kepada mereka karena mereka

memiliki kecemasan yang berlebihan. Schultz dan Schultz (2005:129)

mengatakan bahwa anak yang dimanja memiliki perasaan sosial yang

sedikit dan tidak sabar terhadap orang lain. Mereka tidak pernah belajar

untuk menunggu hal yang mereka inginkan, ataupun belajar untuk

menyelesaikan suatu permasalahan atau menyesuaikan diri dengan

keinginan orang lain. Ketika mereka dihadapkan oleh rintangan untuk

(29)

14

mereka memiliki kekurangan yang menghalangi mereka; oleh karena

itu, berkembanglah perasaan inferior yang berlebihan.

3. Gaya hidup terabaikan

Individu yang merasa tidak dicintai dan tidak diinginkan akan

membentuk gaya hidup yang terabaikan. Anak-anak yang disiksa dan

diperlakukan tidak baik akan mempunyai minat sosial yang rendah dan

cenderung menciptakan gaya hidup terabaikan. Mereka cenderung

memiliki percaya diri yang kurang dan membuat perkiraan-perkiraan

yang terlalu jauh mengenai masalah yang mereka hadapi. Mereka

mengganggap masyarakat sebagai musuh mereka, maka dari itu

individu yang memiliki gaya hidup yang terabaikan tidak dapat

bekerjasama dengan orang lain dan memiliki rasa iri yang sangat kuat

terhadap keberhasilan orang lain. Karakter masa kecil mereka terbentuk

karena kurangnya rasa cinta dan rasa aman karena orang tua mereka

acuh tak acuh dan bermusuhan. Hasilnya, anak-anak ini akan

mengembangkan perasaan tidak berharga, atau bahkan amarah, dan

tidak mempercayai orang lain.

Gaya hidup dalam arti lain merupakan sebuah “alat” yang mengatur

cara kita bertindak dan berperilaku pada lingkungan. Para pengikut Adler

akhirnya mencatat bahwa gaya hidup dapat dimengerti dengan mengamati

bagaimana individu mencapai lima hubungan utama yang berhubungan

dengan pengembangan diri, pengembangan spiritual, pekerjaan,

(30)

15

2012:127). Adler secara terus menerus mengatakan bahwa bentuk

sesungguhnya dari gaya hidup hanya dapat dibedakan dari cara kita

bersikap untuk memperoleh dan memecahkan beberapa masalah

kehidupan (Hjelle & Ziegler, 1981:82). Lebih lanjut lagi dijelaskan bahwa

Adler menekankan bahwa tidak ada satupun dari tugas kehidupan yang

berdiri sendiri, mereka selalu berhubungan dan bahwa jalan keluarnya

tergantung pada gaya hidup kita.

Dreikus menyebutkan bahwa Adler (dalam Hjlee & Ziegler, 1981:82)

menawarkan suatu tipologi dari perilaku gaya hidup yang

mengklasifikasikan individu berdasarkan pada perilaku dan kebiasaan

mereka terhadap tugas utama kehidupan. Klasifikasi tersebut

digenerelisasikan ke dalam dua dimensi yaitu minat sosial dan tingkat

aktivitas. Minat sosial mewakili perasaan empati pada tiap ras manusia dan

ditujukan untuk bekerjasama dengan orang lain untuk kemajuan sosial

daripada keuntungan pribadi. Tingkat aktivitas merujuk pada pergerakan

individu untuk mencari solusi atas masalah kehidupan yang mereka alami.

Berdasar atas hal-hal tersebut, maka Adler mengklasifikasikan empat

perilaku gaya hidup yang muncul pada individu (Hjlee & Ziegler,

1981:83), yaitu:

1. Tipe Dominan-Berkuasa (The Ruling Type)

Individu yang mudah mengungkapkan segala hal yang dipikirkan,

agresif, dan aktif di lingkungan sosial akan cenderung memiliki gaya

(31)

16

dalam cara anti-sosial dan juga berperilaku tanpa mempedulikan orang

lain. Mereka berperilaku dengan mendominasi lingkungan mereka dan

menjalani kehidupan mereka dengan cara agresif dan anti-sosial.

2. Tipe Bersandar (The Getting Type)

Individu dengan perilaku gaya hidup seperti ini akan hidup di

lingkungannya dengan cara yang parasit atau “menyandar” pada orang

lain untuk memuaskan keinginan mereka. Tujuan utama dari hidup

mereka yaitu memperoleh hal sebanyak mungkin dari orang lain.

Karena mereka tidak terlalu aktif, maka mereka cenderung tidak terlalu

berbahaya bagi orang lain.

3. Tipe Menjauh (The Avoiding Type)

Individu dengan tipe seperti ini tidak memiliki cukup minat sosial

ataupun aktivitas dalam kehidupan mereka. Ketakutan akan kegagalan

yang mereka miliki lebih besar dari pada keinginan mereka untuk

berhasil. Mereka lebih sering melakukan hal-hal yang tidak berguna

untuk lari dari tugas-tugas dalam kehidupan mereka. Dalam arti lain,

tujuan mereka yaitu menjauhi segala macam masalah yang ada dalam

hidup mereka, sehingga mereka menghindari berbagai kemungkinan

dari kegagalan.

4. Tipe Bermanfaat (The Socially useful type)

Individu seperti ini menurut Adler merupakan individu yang sehat.

Mereka memiliki minat sosial yang tinggi dan sangat aktif di

(32)

17

orientasi sosial. Mereka mau bekerjasama dengan orang lain untuk

menguasai tugas-tugas mereka dengan tidak memikirkan keuntungan

pribadi.

Dari pemaparan teori yang telah dijelaskan, maka peneliti

menyimpulkan bahwa gaya hidup merupakan sebuah “alat” yang dimiliki

oleh individu untuk menentukan bagaimana individu tersebut bersikap

terhadap lingkungannya. Gaya hidup ini bersifat fleksibel dan tidak kaku.

Hal itu berarti individu mampu menjalankan gaya hidup yang

berbeda-beda tergantung pada lingkungan pada saat individu tersebut berada.

Individu yang sehat secara psikologis akan memiliki lebih dari satu

macam gaya hidup. Dengan demikian dimanapun individu tersebut

berada, maka individu tersebut mampu menyesuaikan dirinya dengan

berbagai macam gaya hidup yang dimiliki. Sebaliknya, individu yang

tidak sehat secara psikologis akan memiliki gaya hidup yang kaku yang

ditunjukan dengan memakai gaya hidup yang sama diberbagai situasi.

2. Kecenderungan untuk Melindungi Harga Diri

Adler percaya bahwa manusia menciptakan pola perilaku untuk

melindungi perasaan yang berlebihan akan harga diri mereka dari rasa

malu dimuka umum (Feist & Feist, 2009:81). Adler menyebutkan alat

perlindungan ini disebut dengan kecenderungan untuk melindungi

(safeguarding tendencies) membuat manusia mampu menyembunyikan

citra diri mereka yang tinggi dan mempertahankan gaya hidup yang

(33)

18

diungkapkan oleh Adler dan Freud. Seperti yang dijelaskan dalam Feist

dan Feist (2009:81), mekanisme pertahanan diri Freudian dilakukan secara

tidak sadar untuk melindungi ego dari kecemasan, sedangkan

kecenderungan untuk melindungi yang diungkapkan oleh Adler sebagaian

besar dilakukan secara sadar untuk melindungi harga diri seseorang yang

rapuh dari rasa malu di muka umum. Adapun kecenderungan melindungi

menurut Adler (dalam Feist & Feist, 2009:82) adalah sebagai berikut:

1. Membuat alasan

Kecenderungan untuk melindungi yang paling umum adalah membuat

alasan (excuse), yang sering diekspresikan dalam bentuk “Ya, tetapi”

(Yes, but) atau “Jika saja” (If only). Alasan-alasan ini melindungi harga

diri mereka yang lemah namun dibesar-besarkan secara tidak alami dan

mengecoh orang untuk percaya bahwa mereka lebih superior daripada

yang sesungguhnya.

2. Agresi

Orang menggunakan agresi (agression) untuk melindungi superiroritas

mereka yang berlebihan, yaitu untuk melindungi harga diri mereka

yang rapuh. Perlindungan melalui agresi dapat berbentuk depresiasi,

dakwaan, atau mendakwa diri sendiri.

a) Depresiasi (depreciation) adalah kecenderungan untuk menilai

rendah pencapaian orang lain dan meninggikan penilaian terhadap

diri sendiri. Kecenderungan untuk melindungi semacam ini jelas

(34)

19

b) Dakwaan (accusatuion) adalah kecenderungan menyalahkan orang

lain untuk kegagalan seseorang dan untuk membalas dendam demi

melindungi harga dirinya yang lemah. Adler percaya bahwa ada

elemen dakwaan agresif dalam semua gaya hidup yang tidak sehat.

Orang yang tidak sehat, tanpa kecuali, bertindak untuk membuat

orang lain disekitarnya lebih menderita daripada dirinya.

c) Mendakwa diri sendiri (self-accusation) ditandai dengan menyiksa

diri sendiri dan memenuhi diri sendiri dengan perasaan bersalah.

Beberapa orang menyiksa dirinya sendiri, termasuk di dalamnya

masokisme, depresi, dan bunuh diri, sebagai cara untuk melukai

orang yang dekat dengan mereka. Mendakwa diri sendiri merupakan

kebalikan dari depresiasi, walaupun keduanya ditujukan untuk

memperoleh superioritas pribadi. Dalam depresiasi, orang yang

merasa inferior merendahkan orang lain untuk membuat dirinya

terlihat baik dan mendakwa diri sendiri merupakan kecenderungan

orang merendahkan dirinya untuk menimbulkan penderitaan pada

orang lain sambil melindungi harga dirinya yang dibesar-besarkan.

3. Menarik diri

Perkembangan kepribadian dapat terhenti ketika manusia lari dari

kesulitan. Adler menyebutkan kecenderungan ini sebagai menarik diri

atau perlindungan dengan membuat jarak. Beberapa orang secara tidak

sadar melarikan diri dari masalah hidup dengan membuat jarak antara

(35)

20

empat cara perlindungan dalam menarik diri: (a) bergerak mundur, (b)

berdiam diri, (c) keragu-raguan, dan (d) membangun penghalang.

a) Bergerak mundur (moving backward) adalah kecenderungan untuk

melindungi tujuan superioritas fiktif seseorang yang secara

psikologis kembali pada periode kehidupan yang lebih aman.

Bergerak mundur mirip dengan regresi dari Freud yang keduanya

melingkupi usaha untuk kembali pada fase kehidupan awal yang

lebih nyaman.

b) Berdiam diri (standing still) merupakan kecenderungan menarik diri

yang mirip dengan bergerak mundur, tetapi secara umum tidak

terlalu parah. Orang-orang yang berdiam diri tidak bergerak ke arah

manapun. Orang-orang tersebut menghindari semua tanggung jawab

dengan melindungi diri mereka sendiri dari ancaman kegagalan.

Mereka melindungi harapan fiksional mereka karena mereka tidak

pernah melakukan sesuatu untuk membuktikan bahwa mereka tidak

mampu menyelesaikan tujuan-tujuan mereka.

c) Keragu-raguan (hesitating). Ada orang yang ragu-ragu atau bimbang

ketika dihadapkan dengan masalah yang sulit. Penundaan yang

mereka lakukan pada akhirnya memberikan mereka alasan untuk

berkata “sekarang sudah terlambat”. Adler percaya bahwa

kebanyakan perilaku tidak logis yang dilakukan secara sadar

ditujukan oleh individu untuk membuang-buang waktu. Walaupun

(36)

21

merugikan diri sendiri, namun keadaaan ini membantu individu

neurotik untuk mempertahankan rasa harga diri mereka yang tinggi.

d) Bentuk penarikan diri yang paling parah adalah membangun

penghalang (constructing obstacle). Beberapa orang membangun

rumah dari jerami untuk menunjukan kalau mereka bisa

merobohkannya. Dengan mampu mengatasi masalah, mereka

melindungi harga diri dan wibawa mereka. Jika mereka gagal

mengatasinya, maka mereka selalu dapat mencari alasan.

Feist dan Feist (2009:83) juga menjelaskan bahwa secara ringkas,

kecenderungan untuk melindungi ditemukan hampir di setiap orang, tetapi

ketika kecenderungan itu berubah menjadi terlalu kaku, maka

perlindungan ini menjadi perilaku yang merusak diri. Lebih lanjut lagi,

orang yang terlalu sensitif menciptakan kecenderungan untuk melindungi

diri mereka sendiri dari ketakutan akan rasa malu, untuk menghilangkan

perasaan inferior yang berlebihan, dan untuk memperoleh harga diri. Akan

tetapi, kecenderungan untuk melindungi adalah hal yang merusak diri

karena bentuk tujuan mereka akan kepentingan diri sendiri dan superioritas

pribadi sebenarnya menghalangi mereka untuk memperoleh harga diri

yang sebenarnya.

Dari pemaparan yang telah dilakukan sebelumnya, maka dapat

diketahui bahwa kecenderungan untuk melindungi menurut Adler

merupakan bentuk perilaku yang dilakukan secara sadar oleh individu

(37)

22

diri diartikan sebagai suatu dimensi evaluatif global mengenai diri atau

yang biasa disebut juga sebagai martabat diri (self-worth) atau gambaran

diri (Santrock, 2007:183). Tentu saja setiap individu tidak selalu

mempunyai harga diri yang positif. Masa remaja merupakan masa individu

mulai menemukan jati diri mereka. Masa ini juga merupakan masa dimana

suatu penghargaan diri mulai terbentuk. Menurut Baumeister dkk., harga

diri mencerminkan persepsi yang tidak selalu sesuai dengan realitas

(Santrock, 2007:185). Santrock (2007:185) menjelaskan bahwa harga diri

yang tinggi dapat merujuk pada persepsi yang tepat dan benar mengenai

martabatnya sebagai seorang pribadi, termasuk keberhasilan dan

pencapaiannya namun harga diri yang tinggi juga dapat mengindikasikan

penghayatan mengenai superioritasnya terhadap orang lain, yang

sombong, berlebihan, dan tidak beralasan. Dengan cara yang sama, harga

diri yang rendah dapat mengindikasikan persepsi yang tepat mengenai

keterbatasan atau penyimpangan, atau bahkan kondisi tidak aman dan

inferior yang berlebihan.

Dusek dan McIntyre; Harte; dan Turnage menjelaskan bahwa

lingkungan sosial merupakan lingkungan yang sangat berpengaruh dalam

perkembangan remaja. Konteks sosial seperti keluarga, kawan-kawan, dan

sekolah memiliki pengaruh terhadap perkembangan harga diri remaja

(Santrock 2007:187). Coopersmith mengatakan dalam suatu penyelidikan

lain yang mempelajari mengenai harga diri dan relasi orang tua-anak,

(38)

23

relasi keluarga beserta ibunya (Santrock, 2007:187). Berdasarkan

pengukuran tersebut, ditemukan bahwa remaja laki-laki yang memiliki

harga diri tinggi cenderung berkaitan dengan sifat-sifat pengasuhan yang

mengekspresikan afeksi, peduli terhadap masalah-masalah yang dialami

remaja laki-laki, harmoni di dalam rumah, partisipasi dalam aktivitas

keluarga, mampu memberikan bantuan yang memadai dan tersusun sesuai

yang dibutuhkan remaja laki-laki, terdapat aturan-aturan yang jelas dan

adil, berpedoman pada aturan-aturan, dan memberikan kebebasan kepada

remaja laki-laki dalam batasan-batasan yang jelas.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, harga diri yang rendah

akan menyebabkan permasalahan-permaslahan tertentu pada remaja.

Fenzel menjelaskan bahwa harga diri rendah dapat mengakibatkan depresi,

bunuh diri, gangguan makan karena kecemasan, kenakalan remaja, dan

masalah-masalah penyesuaian diri lainnya (Santrock 2007:188). McCarley

dan Harter menjelaskan dalam studi lainnya, remaja yang memiliki

pikiran-pikiran yang bengis memperlihatkan harga diri yang tidak tetap,

cenderung lebih memiliki masalah perilaku, dan memiliki sejarah

pengalaman memalukan yang mengancam ego mereka (Santrock,

2007:188). Berkaitan dengan gangguan makan, sebuah studi baru-baru ini

menemukan bahwa kecenderungan untuk membenarkan nilai-nilai budaya

tertentu, seperti berpikir bahwa menjadi seorang yang menarik akan

meningkatkan harga diri dan membuat diri lebih populer, berkaitan dengan

(39)

24

diri, dan meningkatkan perilaku gangguan makan (Kiang & Harter dalam

Santrock, 2007:188). Kemudian Santrock (2007:189) menyebutkan empat

cara yang dapat dilakukan oleh orang dewasa untuk membantu

meningkatkan harga diri remaja.

1. Mengidentifikasikan penyebab rendahnya harga diri dan

bidang-bidang kompetensi yang penting bagi diri. Mengidentifikasikan

sumber-sumber harga diri remaja yakni, bidang-bidang yang penting

bagi remaja, merupakan hal yang penting untuk meningkatkan harga

diri remaja. Harter berpendapat bahwa agar harga diri remaja dapat

meningkat, intervensi yang harus dilakukan harus mencapai tingkat

penyebab dari harga diri. Remaja memiliki harga diri tertinggi apabila

mereka dapat tampil secara kompeten dalam bidang yang penting bagi

dirinya. Oleh karena itu, remaja sebaiknya didorong untuk

mengidentifikasikan dan menghargai bidang-bidang kompetensinya.

2. Menyediakan dukungan emosional dan persetujuan sosial. Harter

mengatakan bahwa dukungan emosional dan persetujuan sosial dalam

bentuk konfirmitas dari orang lain juga memiliki pengaruh yang kuat

terhadap harga diri remaja. Beberapa anak muda yang memiliki harga

diri rendah berasal dari keluarga atau kondisi yang banyak diwarnai

konflik dimana mereka sendiri mengalai kekerasan atau penolakan,

situasi dimana mereka tidak memperoleh dukungan. Robinson

(40)

25

ini, dukungan orang tua dan kawan-kawan berkaitan dengan martabat

diri remaja secara keseluruhan.

3. Meningkatkan prestasi. Bednar, Wells dan Peterson berpendapat bahwa

prestasi dapat meningkatkan harga diri remaja. Remaja

mengembangkan harga diri yang lebih tinggi karena mereka

mengetahui tugas-tugas yang penting untuk meraih tujuan. Penekanan

pada pentingnya prestasi dalam meningkatkan harga diri telah banyak

dibahas dalam konsep sosial kognitif dari Bandura mengenai

self-efficacy, yakni keyakinan individu bahwa dirinya dapat

menguasai suatu situasi dan memberikan hasil yang positif.

4. Meningkatkan coping strategy remaja. Lazarus mengatakan harga diri

sering kali akan meningkat apabila remaja mencoba mengatasi suatu

masalah yang dihadapi dan bukan menghindarinya. Menghadapi

masalah secara realistis, jujur, dan tidak difensif, dapat menghasilkan

evaluasi diri yang positif, yang akan menggiring persetujuan diri dan

meningkatkan harga diri. Sebaliknya, pengingkaran, menipu diri, dan

menghindar merupakan pemicu bagi munculnya evaluasi diri yang

negatif.

Dari penjelasan yang telah disampaikan oleh para ahli sebelumnya

maka peneliti mengartikan bahwa kecenderungan untuk melindungi harga

diri berdasarkan pada Teori Psikologi Individual Alfred Adler adalah

kecenderungan suatu perlakuan difensif yang dilakukan secara sadar oleh

(41)

26

Harga diri sendiri merupakan suatu gambaran yang diberikan oleh

individu terhadap dirinya sendiri. Harga diri yang negatif akan cenderung

menimbulkan sifat-sifat atau perilaku yang negatif pula. Pada remaja, efek

negatif dari harga diri yang rendah yaitu adanya masalah-masalah

penyesuaian atau dapat memicu timbulnya kenakalan remaja. Faktor yang

sangat berpengaruh bagi pembentukan harga diri remaja secara

keseluruhan yaitu lingkungan sosial mereka baik itu keluarga, teman

sebaya, ataupun lingkungan sekolah mereka. Perilaku negatif yang

ditimbulkan dari adanya harga diri yang rendah dapat diubah dengan

melakukan cara-cara berikut, tentunya dengan bantuan dari orang dewasa

di sekitar remaja. Cara-cara tersebut yaitu (1) mengidentifikasikan

penyebab rendahnya harga diri dan bidang-bidang kompetensi yang

penting bagi diri; (2) menyediakan dukungan emosional dan persetujuan

sosial; (3) meningkatkan prestasi; dan (4) meningkatkan coping strategy

remaja.

B. Hubungan antara Gaya Hidup dan Kecenderungan Melindungi Harga

Diri dalam Layanan Bimbingan dan Konseling

Secara umum makna bimbingan merupakan bantuan yang diberikan untuk

semua individu agar mereka mampu mengatasi permasalahan-permasalahan yang

mereka hadapi. Seperti yang dikatakan oleh Syamsu Yusuf dan A. Juntika

Nurihsan (2011:13) bahwa agar dapat tercapainya tujuan tersebut, maka setiap

individu yang mendapatkan layanan bimbingan hendaknya memperoleh

(42)

27

1. Mengenal dan memahami potensi, kekuatan, dan tugas-tugas

perkembangannya.

2. Mengenal dan memahami potensi atau peluang yang ada di lingkungannya.

3. Mengenal dan menentukan tujuan dan rencana hidupnya serta rencana

pencapaian tujuan tersebut.

4. Memahami dan mengatasi kesulitan-kesulitan sendiri.

5. Menggunakan kemampuannya untuk kepentingan dirinya, kepentingan

lembaga tempat bekerja dan masyarakat.

6. Menyesuaikan diri dengan keadaan dan tuntutan dari linfkungan.

7. Mengembangkan segala potensi dan kekuatannya yang dimilikinya secara tepat

dan teratur secara optimal.

Penelitian ini secara khusus akan memberikan kontribusi dalam

pengembangan layanan bimbingan sosial. Permasalahan yang diangkat dalam

penelitian ini yaitu bagaimana individu-individu melakukan kecenderungan untuk

melindungi diri yang berkaitan dengan masalah-masalah interpersonal. Tidak

hanya itu, dalam penelitian ini juga mencari tahu gaya hidup yang mereka bangun

berdasarkan dari hubungan mereka di lingkungan masyarakat. Dengan

dilakukannya penelitian ini, maka kita akan dapat melihat bagaimana remaja saat

ini bereaksi terhadap lingkungannya dengan melihat gaya hidup yang mereka

miliki dan kecenderungan melindungi harga diri yang mereka lakukan. Selain itu

kita juga dapat lebih memahami dan mengerti faktor-faktor apa saja yang

menyebabkan individu memunculkan perilaku negatif yang mereka lakukan.

(43)

program-28

program layanan bimbingan dan konseling yang cocok yang bisa diterapkan

kepada individu yang memiliki permasalahan dalam coping, gaya hidup yang

negatif, dan juga harga diri yang rendah.

C. Kerangka Berpikir

Dalam kehidupan ini ada individu memiliki perasaan inferior atau perasaan

yang merasa lemah dan tidak berdaya. Perasaan inferior ini mendorong individu

tersebut untuk melakukan kompensasi-kompensasi untuk mengatasi perasaan

tersebut. Kompensasi yang dilakukan oleh individu memiliki dua macam yaitu

perjuangan ke arah superioritas dan perjuangan ke arah keberhasilan. Kedua hal

tersebut dipengaruhi oleh lingkungan sosial dimana individu berada. Minat sosial

yang dikembangkan pada masa anak-anak sangat berpengaruh pada gaya hidup

yang akan dimiliki oleh individu kelak. Gaya hidup dimiliki oleh individu sebagai

“alat” untuk meraih tujuan hidup mereka. Tujuan yang dimaksudkan dalam

konteks penelitian ini ada dua macam, yaitu tujuan yang dimaksudkan untuk

keuntungan diri sendiri atau keuntungan yang diarahkan untuk keberhasilan

bersama dengan masyarakat.

Masa remaja disiapkan secara matang untuk menghadapi dunia di masa

dewasa. Salah satu hal penting yang harus dipersiapkan yaitu menumbuhkan

penghargaan diri yang positif pada individu. Penghargaan diri yang positif ini juga

akan membantu remaja untuk membangun gaya hidup yang sehat. Pembentukan

gaya hidup seseorang berdasarkan pada pengalaman-pengalamannya di

lingkungan. Lingkungan akan membantu individu membentuk gaya hidupnya

(44)

29

Setiap individu bebas menentukan dan membangun sendiri gaya hidupnya.

Selain ditentukan oleh lingkungannya gaya hidup juga ditentukan oleh minat

sosial yang dibangun. Apabila individu memiliki minat sosial yang rendah, maka

individu tersebut akan membangun gaya hidup yang negatif. Individu-individu

seperti ini cenderung melihat masyarakat luas sebagai musuh mereka dan mereka

akan meraih superioritas mereka hanya untuk kepentingan pribadi, sedangkan

individu yang mempunyai minat sosial yang tinggi akan melihat masyarakat

sebagai pelengkap dari dirinya dan akan bekerja sama dengan baik di dalam

masyarakat.

Gaya hidup yang negatif akan membuat individu mencari alat pertahanan

diri untuk melindungi harga dirinya yang mereka rasa terancam. Salah satu dalam

Psikologi Alfred Adler menyebutkan bahwa individu-individu tersebut akan

melakukan apa yang disebut sebagai kecenderungan untuk melindungi.

Kecenderungan untuk melindungi ini dimiliki oleh semua orang karena pada

dasarnya semua orang terlahir dari keterbatasan fisik yang membentuk

perasaan-perasaan inferior. Selain keterbatasan fisik yang dimiliki oleh individu sejak lahir,

pengaruh-pengaruh pola pengasuhan juga menentukan seberapa besar perasaan

inferior dan superior seseorang. Perasaan inferior yang berlebihan yang dimiliki

oleh individu akan membuat individu melakukan kecenderungan melindungi

harga diri. Kecenderungan untuk melindungi ini akan menjadi hal yang negatif

apabila dilakukan dalam cara yang negatif yang biasanya akan dilakukan oleh

individu-individu neurotik sebagai kompensasi dari perasaan inferiornya yang

(45)

30

Gaya Hidup Kecenderungan

Melindungi Harga Diri

Perasaan Inferior

Tujuan Hidup

Superioritas Pribadi

Keberhasilan

Minat Kemasyarakatan

Tinggi Rendah

kecenderungan melindugi harga dir untuk menutupi kesalahan yang mereka

lakukan atau menghindar dari permasalahan yang mereka hadapi.

Adanya penghargaan diri yang negatif juga akan berpengaruh pada relasinya

dengan orang lain. Individu yang memiliki harga diri yang negatif akan cenderung

menutupi kesalahan yang dilakukan dengan melakukan berbagai macam cara.

Adler mengatakan bahwa individu yang merasa harga dirinya terancam

dipermalukan di muka umum, akan melakukan apa itu yang disebut dengan

kecenderungan untuk melindungi. Kecenderungan untuk melindungi ini membuat

individu mampu untuk melindungi citra diri mereka yang tinggi dan melindungi

gaya hidup yang mereka jalani saat iniSecara ringkas kerangka berpikir penelitian

[image:45.595.111.513.400.690.2]

ini dapat dilihat pada gambar 1.

(46)

31

D. Hipotesis

1. Ada hubungan antara gaya hidup tipe dominan-berkuasa terhadap

kecenderungan melindungi harga diri.

2. Ada hubungan antara gaya hidup tipe bersandar terhadap kecenderungan

melindungi harga diri.

3. Ada hubungan antara gaya hidup tipe menjauh terhadap kecenderungan

melindungi harga diri.

4. Ada hubungan antara gaya hidup tipe bermanfaat terhadap kecenderungan

(47)

32

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan penelitian kuantitatif

korelasional atau uji hubungan. Penelitian korelasi merupakan salah satu teknik

statistik inferensial yang dipergunakan secara luas di lapangan yang dimaksudkan

untuk menguji adanya hubungan antar sejumlah gejala (Burhan Nurgiyantoro,

2009:129). Berdasarkan pada penjelasan tersebut, gejala-gejala yang diukur

bersifat kuantitatif atau diukur dengan menggunakan angka-angka.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMA N 1 Piyungan yang terletak di Dusun

Karanggayam, Desa Sitimulyo, Kabupaten Bantul. Peneliti melaksanakan

pengambilan data di lapangan pada tanggal 6-8 Februari 2014. Adapun penelitian

secara keseluruhan dilakukan selama 6 bulan yaitu sejak bulan November

2013-April 2014.

C. Subjek Penelitian

Subjek penelitian dalam penelitian ini yaitu populasi siswa kelas X di SMA

N 1 Piyungan. Kelas X di SMA tersebut terdapat lima kelas paralel dengan jumlah

subjek sebanyak 128 siswa yang seharusnya berjumlah 136 siswa. Peneliti hanya

memperoleh 128 siswa dikarenakan ada 8 siswa yang tidak masuk sekolah pada

saat peneliti melakukan penelitian di lapangan. Peneliti memilih subjek siswa

(48)

33

wawancara diketahui bahwa siswa pada kelas X memiliki kecenderungan untuk

melindungi harga diri yang bersifat negatif.

D. Variabel Penelitian

1.Variabel Tergantung

Variabel tergantung pada penelitian ini yaitu kecenderungan untuk

melindungi harga diri.

2.Variabel Bebas

Variabel bebas pada penelitian ini yaitu gaya hidup. Kecenderungan gaya

hidup yang akan diungkap pada penelitian ini ada 4 macam tipe yaitu tipe

dominan-berkuasa, tipe bersandar, tipe menjauh, dan tipe bermanfaat.

E. Definisi Operasional

Secara teoretik, definisi mengacu pada Teori Psikologi Individual dari

Alfred adler. Berdasarkan teori tersebut, dirumuskan definisi operasional yang

berguna untuk panduan operasional dan alat ukur.

1.Kecenderungan Melindungi Harga Diri

Kecenderungan untuk melindungi harga diri diukur dengan

mengkaji kebiasaan membuat alasan, perilaku agresi, dan perilaku

menarik diri yang dilakukan oleh subjek. Semakin tinggi skor yang

dihasilkan pada alat ukur menunjukkan bahwa kecenderungan untuk

melindungi harga diri individu tersebut negatif. Sebaliknya, semakin

(49)

34

bahwa individu tersebut memiliki kecenderungan untuk melindungi diri

yang positif.

2.Gaya Hidup

Kecenderungan gaya hidup yang dimiliki oleh subjek akan dikaji

berdasarkan macam-macam tipe gaya hidup yaitu tipe dominan-berkuasa,

tipe bersandar, tipe menjauh, dan tipe bermanfaat. Skor tertinggi yang

ditunjukkan pada alat ukur untuk mengungkap tipe gaya hidup, akan

menunjukkan kecenderungan gaya hidup yang dimiliki oleh individu

tersebut. Namun hal tersebut bukan berarti gaya hidup yang lain tidak

dimiliki oleh subjek.

F. Metode Pengumpulan Data dan Instrumen Pengumpulan Data

Alat pengumpul data berupa kuesioner dengan teknik daftar cek. Kuesioner

yang digunakan akan dibagi menjadi 2 yaitu kuesioner yang digunakan untuk

mengungkap kecenderungan untuk melindungi harga diri dan kuesioner untuk

mengungkap gaya hidup.

1. Kecenderungan Melindungi Harga Diri

Variabel ini diukur dengan menggunakan instrumen pengumpulan data

berupa kuesioner dengan metode daftar cek. Adapun kisi-kisi instrumen yang

[image:49.595.112.512.647.715.2]

digunakan ditampilkan pada tabel 1.

Tabel 1. Kisi-kisi Kecenderungan Melindungi Harga Diri

No Aspek Indikator Nomor Jumlah Butir 1. Membuat

Alasan Membuat alasan dalam berbagai situasi. 1, 5, 9 3 2. Agresi Menilai rendah orang lain dengan

(50)

35

Membuat gosip dan memberikan kritik kepada

orang lain. 15, 18, 21, 24, 26 5 Menyalahkan orang lain atas kesalahannya pada

individu lain untuk balas dendam. 28, 30, 32, 34, 36, 38 5 Menginginkan orang lain lebih sengsara dari

pada dirinya. 4, 8, 13, 40 4 Memenuhi diri sendiri dengan perasaan bersalah

supaya orang lain merasa bersalah akan penderitaan yang dialaminya.

16, 19, 22 3

3. Menarik Diri

Cenderung mencari situasi nyaman. 3, 7, 11, 14, 17, 20,

23, 25, 27, 29, 31 11 Dengan sengaja melakukan penundaan ketika

menghadapi suatu permasalahan. 33, 35, 37 3 Membuat masalah sendiri dan menyelesaikan

masalahnya sendiri supaya terlihat hebat. 39 1

Jumlah 51

2. Gaya Hidup

Variabel ini akan diukur menggunakan instrumen pengumpulan data

berupa kuesioner dengan metode daftar cek. Variabel ini akan dibagi kedalam

empat kelompok yang akan dikelompokkan berdasarkan gaya hidup untuk

mempermudah mengelompokkan individu kedalam tipe-tipe gaya hidup.

[image:50.595.113.510.84.255.2]

Adapun kisi-kisi instrumen gaya hidup ditampilkan pada tabel 2.

Tabel 2. Kisi-kisi Gaya Hidup

NO Aspek Indikator Nomor Jumlah

Butir

1. Tipe Dominan-Berkuasa

Menceritakan segala hal kepada orang lain tanpa ada halangan.

1, 2, 6, 10,

14 5

Memaksakan kehendak tanpa memperdulikan orang lain.

18, 22, 26, 30, 34, 37, 40

7

Agresif 42, 44, 46,

48, 50, 51 6

2. Tipe Bersandar

Menginginkan orang lain memuaskan keinginan mereka.

3, 7, 11, 15,

19 5

Mencari keuntungan sebanyak-banyaknya dari

orang lain. 23, 27, 31 3

(51)

36 Menjauh

Memiliki ketakutan akan kegagalan yang besar dari pada keinginan untuk sukses.

20, 24, 28,

32, 35 5

Menghindari segala macam permasalahan. 38, 41, 43 3

Melakukan hal-hal yang tidak berguna

untuk melarikan diri dari masalah. 45, 47, 49 3

4. Tipe Bermanfaat

Aktif dalam lingkungan sosial. 5, 9, 13 3 Mementingkan kepentingan bersama diatas

kepentingan pribadi. 17, 21, 25 3

Dapat bekerja sama dengan baik. 29, 33, 36,

39 4

Jumlah 51

G. Uji Coba Instrumen

Sebelum instrumen digunakan untuk pengumpulan data, terlebih dahulu

dilakukan uji coba instrumen untuk mengetahui baku atau tidaknya instrumen

yang akan digunakan. Untuk menguji baku atau tidaknya instrumen, maka perlu

dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas terhadap instrumen. Subjek uji coba

instrumen yaitu siswa di SMA Negeri 1 Piyungan kelas XI dan XII.

1. Uji Validitas Instrumen

Haynes, Richard, dan Kubany mengatakan bahwa uji validitas yang

digunakan untuk menguji validitas instrumen adalah validitas isi. Validitas isi

memiliki makna sejauh mana elemen-elemen dalam suatu instrumen ukur

benar-benar relevan dan merupakan representasi dari konstrak yang sesuai dengan

tujuan pengukuran (Saifuddin Azwar, 2012:111). Dalam validitas isi terdapat

(52)

37

penilaian ahli berdasarkan pada indikator instrumen yang telah dibuat

sebelumnya.

2. Uji Reliabilitas Instrumen

Dalam penelitian ini untuk menguji reliabilitas instrumen, peneliti

menggunakan formula Alpha Cronbach dari program IBM SPSS 22. Formula

Alpha Cronbach dapat digunakan untuk menguji data penelitian dengan skor

dikotomi (skor 0 atau 1). Menurut Sekaran (1992) reliabilitas kurang dari 0,6

adalah kurang baik, sedangkan 0,7 dapat diterima dan di atas 0,8 adalah baik.

H. Hasil Uji Coba Alat Ukur

Kuesioner untuk mengukur gaya hidup dan kecenderungan melindungi

harga diri diujikan terhadap 122 siswa pada kelas XI dan kelas XII. Berdasarkan

hasil uji reliabilitas terhadap kuesioner gaya hidup dengan menggunakan Alpha

Cronbach, diperoleh nilai sebesar 0,827. Hal itu berarti alat ukur yang digunakan

untuk mengukur variabel gaya hidup adalah baik. Hasil uji reliabilitas terhadap

kuesioner kecenderungan melindungi harga diri dengan menggunakan Alpha

Cronbach, diperoleh nilai sebesar 0,832. Hal itu berarti alat ukur yang digunakan

untuk mengukur kecenderungan melindungi harga diri adalah baik.

I. Teknik Analisis Data

Pada penelitian ini peneliti menggunakan teknik analisis data dengan

analisis crosstab. Alasan peneliti menggunakan formula ini karena data yang

dihasilkan dari alat pengumpul data berupa data nominal dengan melihat frekuensi

(53)

38

Ghozali (2011:22) bahwa analisis crosstab pada prinsipnya menyajikan data

dalam bentuk tabulasi yang meliputi baris dan kolom dan data untuk penyajian

(54)

39

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Deskripsi Data

Data dari penelitian ini diperoleh melalui penyebaran kuesioner

pengembangan diri remaja. Kuesioner ini terdiri dari dua bagian. Bagian

pertama berfungsi untuk mengungkap bagaimana kecenderungan untuk

melindungi harga diri siswa dan bagian kedua berfungsi untuk mengetahui

tipe gaya hidup yang dimiliki oleh siswa. Data dari kedua bagian tersebut

kemudian dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui besarnya frekuensi

dari tiap-tiap variabel.

a. Gaya Hidup Tipe Dominan-Berkuasa

Gaya hidup ini diungkap menggunakan 18 butir pernyataan. Jumlah

butir pernyataan pada kuesioner yang digunakan untuk mengungkap

masing-masing indikator gaya hidup ini tidak seimbang. Maka dilakukan

penyetaraan skor dengan menggunakan z-score (nilai z). Distribusi

[image:54.595.149.513.584.660.2]

kategori variabel dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Distribusi Variabel Gaya Hidup Dominan-Berkuasa

No Norma Frekuensi Persentase Kategori

1. z < -1 24 18,8% Rendah

2. -1 < z < 1 83 64,8% Sedang

3. z > 1 21 16,4% Tinggi

Jumlah 128 100%

Kategori-kategori pada distribusi variabel dapat diartikan sebagai

(55)

40

hidup tipe dominan-berkuasa; (2) Sedang, berarti siswa jarang melakukan

gaya hidup tipe dominan-berkuasa; dan (3) Tinggi, berarti siswa sering

melakukan gaya hidup tipe dominan-berkuasa. Dengan demikian maka

dari tabel 3. dapat dilihat bahwa terdapat 24 siswa (18,8%) yang termasuk

dalam kategori rendah, 83 siswa (64,8%) yang termasuk dalam kategori

sedang dan 21 siswa (15,4%) yang termasuk dalam kategori tinggi.

Dengan melihat data dari tabel 3. maka dapat dikatakan bahwa

sebagian besar siswa memiliki gaya hidup tipe dominan-berkuasa dalam

kategori sedang. Tidak dapat dihindari bahwa sebagian besar siswa

memiliki gaya hidup tipe dominan-berkuasa yang sedang karena data dari

gaya hidup tipe ini berdistribusi normal sehingga kurva yang dihasilkan

pun berupa kurva normal. Sebaran data dari masing-masing kategori pada

gaya hidup tipe dominan-berkuasa dapat dilihat pada gambar berikut:

0,0% 20,0% 40,0% 60,0% 80,0%

Rendah

Sedang

Tinggi 18,8%

64,8%

16,4%

Gambar 2. Grafik Kategorisasi Variabel Gaya Hidup Tipe Dominan-Berkuasa

b. Gaya Hidup Tipe Bersandar

[image:55.595.150.506.457.609.2]
(56)

41

Gambar

Gambar 1. Skema Kerangka Berpikir
Tabel 1. Kisi-kisi Kecenderungan Melindungi Harga Diri
Tabel 2. Kisi-kisi Gaya Hidup
Tabel 3. Distribusi Variabel Gaya Hidup Dominan-Berkuasa
+7

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi ini berjudul “Uji Depresan/ Potensiasi Narkose Natrium Tiobarbital Dengan Ekstrak Etanol Bawang Putih ( Allium sativum L ) Pada Mencit Putih Jantan ”. Tentunya

“colore” artinya”merembes”, proses untuk bahan yang sudah halus diekstraksi dengan pelarut yang cocok dengan cara melewatkan perlahan-lahan melalui bahan dalam suatu

(5) Kombinasi perlakuan terbaik untuk penanganan busuk buah pada salak adalah pelapisan dengan Aloe vera 50% dan suhu penyimpanan 10 o C (parameter mutu kadar air daging

Dari metode tersebut dibuatlah suatu Aplikasi Online Wedding Organizer Berbasis Web yang bertujuan untuk membantu mengambil keputusan dalam hal resepsi pernikahan, dan

Hasil yang diperoleh dari eksperimen tahap ini adalah hambatan semikonduktor masih terlalu tinggi sehingga perlu dilakukan revisi metode dan memastikan bahwa pada proses tersebut

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA Ny.N PADA Ny.I DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN :ASMA DI. WILAYAH KERJA PUSKESMAS GAJAHAN DI DESA JOYOSURAN RT 02 RW

Hal ini dibuktikan dengan peningkatan pada setiap fase dari fase pertama baseline-1 kemudian intervensi dan baseline-2 yaitu adanya peningkat kemampuan subjek penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) motivasi peserta ditinjau dari motivasi intrinsik dalam Program Pelatihan Bidang Bordir di BLKPP Yogyakarta; 2) motivasi