i
HUBUNGAN ANTARA GAYA HIDUP DAN KECENDERUNGAN MELINDUNGI HARGA DIRI PADA SISWA
DI SMA NEGERI 1 PIYUNGAN
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
Gisela Winda Permatasari NIM 10104244006
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
v
MOTTO
If you judge people, you have no time to love them
(Mother Teresa)
See with the other eyes, hear with the other ears, feel with the
other heart
(Alfred Adler)
At the end of life we will not be judge by how many diplomas we
have received, how much much money we have made, how many
great things we have done. We will be judged by “I was hungry,
and you gave me something to eat, I was naked and you clothed
me. I was homeless, and you took me in”
(Mother Teresa)
vi
PERSEMBAHAN
Karya kecil ini penulis persembahkan untuk:
Tuhan Yang Maha Esa yang telah membimbing, memberkati, dan menyertai kehidupan penulis selama ini
vii
HUBUNGAN ANTARA GAYA HIDUP DAN KECENDERUNGAN MELINDUNGI HARGA DIRI PADA SISWA
DI SMA NEGERI 1 PIYUNGAN
Oleh
Gisela Winda Permatasari NIM 10104244006
ABSTRAK
Penelitian ini berdasarkan pada banyaknya perilaku agresi yang dilakukan oleh remaja. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengkaji hubungan antara berbagai gaya hidup terhadap kecenderungan melindungi harga diri.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Subjek pada penelitian ini yaitu populasi siswa kelas X dengan jumlah siswa sebanyak 128 orang. Alat ukur yang digunakan berupa kuesioner yang terbagi menjadi dua bagian. Bagian pertama digunakan untuk mengungkap kecenderungan melindungi harga diri dan bagian kedua digunakan untuk mengungkap tipe gaya hidup siswa. Uji validitas untuk kedua alat ukur menggunakan expert judgment dan uji reliabilitas dengan menggunakan koefisien alpha cronbach dan diperoleh nilai untuk kuesioner gaya hidup sebesar 0,827, dengan demikian alat ukur ini dikatakan baik. Untuk kuesioner kecenderungan melindungi harga diri diperoleh nilai alpha cronbach sebesar 0,832 dan alat ukur ini dikatakan baik. Analisis data untuk penelitian ini menggunakan analisis crosstab.
Hasil dari penelitian diketahui bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara gaya hidup tipe dominan-berkuasa terhadap kecenderungan melindungi harga diri ( = 34,876, p=0,000); Terdapat hubungan yang signifikan antara gaya hidup tipe bersandar dengan kecenderungan melindungi harga diri ( =35,958, p=0,000); Terdapat hubungan yang signifikan antara gaya hidup tipe menjauh terhadap kecenderungan melindungi harga diri ( =55,013, p=0,000); dan terdapat hubungan yang signifikan antara gaya hidup tipe bermanfaat terhadap kecenderungan melindungi harga diri ( =14,480, p=0,006). Implikasi dari penelitian ini adalah guru BK mampu memberikan layanan bimbingan klasikal ataupun konseling kelompok kepada siswa. Layanan yang diberikan oleh guru BK disarankan memperhatikan berbagai indikator perilaku pada berbagai tipe gaya hidup dan berbagai indikator perilaku pada kecenderungan melindungi harga diri untuk mencegah perilaku-perilaku kecenderungan melindungi harga diri yang negatif.
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia yang diberikan kepada penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan penyusunan
skripsi yang berjudul “HUBUNGAN ANTARA GAYA HIDUP DAN
KECENDERUNGAN MELINDUNGI HARGA DIRI PADA SISWA DI
SMA NEGERI 1 PIYUNGAN” dengan lancar. Skripsi ini disusun sebagai
sebagian syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) di Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta.
Selama proses penelitian dan penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menuntut ilmu di Universitas Negeri Yogyakarta.
2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan yang telah memberikan izin kepada penulis dalam proses penyusunan skripsi.
3. Dr. Rita Eka Izzaty, M. Si. selaku dosen pembimbing yang telah membimbing, mengarahkan dan memberi semangat kepada penulis selama proses penyusunan skripsi.
4. Ibu Fatimah dan Ibu Romy yang telah membantu dan membimbing penulis selama penelitian di lapangan.
5. Papa, mama, dan adikku yang memberikan dorongan semangat dan doa yang tak pernah putus.
6. Riza Hardiani dan Bunga Mahayu Sukma, teman seperjuangan, teman bertukar pikiran, dan saling memberikan semangat satu sama lain dalam pengerjaan skripsi.
7. Chandra Dewa Nata, atas semangat, pengertian, doa, dan dukungannya selama proses penyusunan skripsi.
x
DAFTAR ISI
hal
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PERSETUJUAN………... ii
HALAMAN PERNYATAAN……… iii
HALAMAN PENGESAHAN……… iv
HALAMAN MOTTO………. v
HALAMAN PERSEMBAHAN………. vi
ABSTRAK ……….. vii
KATA PENGANTAR……… viii
DAFTAR ISI………... x
DAFTAR TABEL………... xiii
DAFTAR GAMBAR……….. xiv
DAFTAR LAMPIRAN………... xv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………... 1
B. Identifikasi Masalah………. 5
C. Pembatasan Masalah………. 6
D. Rumusan Masalah………. 6
E. Tujuan Penelitian……….. 6
F. Manfaat Penelitian……….... 6
BAB II KAJIAN TEORI A. Teori Psikologi Individual Alfred Adler... 8
1. Gaya Hidup (Style of Life)……….. 8
2. Kecenderungan untuk Melindungi Harga Diri………... 17
B. Hubungan antara Gaya Hidup dan Kecenderungan Melindungi Harga Diri dalam Layanan Bimbingan dan Konseling... 26
C. Kerangka Berpikir……… 28
xi
BAB III METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian………... 32
B. Lokasi dan Waktu Penelitian……… 32
C. Subjek Penelitian……….. 32
D. Variabel Penelitian………... 33
1. Variabel Tergantung………... 33
2. Variabel Bebas……… 33
E. Definisi Operasional………. 33
1. Kecenderungan Melindungi Harga Diri………. 33
2. Gaya Hidup………. 34
F. Metode Pengumpulan Data dan Instrumen Pengumpulan Data……... 34
1. Kecenderungan Melindungi Harga Diri………. 34
2. Gaya Hidup………. 35
G. Uji Coba Instrumen……….. 36
1. Uji Validitas Instrumen……….. 36
2. Uji Reliabilitas……… 36
H. Hasil Uji Coba Alat Ukur………. 37
I. Teknik Analisis Data……… 37
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian………. 39
1. Deskripsi Data……… 39
2. Hasil Penelitian………... 47
B. Pembahasan ………. 55
1. Hubungan antara Gaya Hidup Tipe Dominan-Berkuasa terhadap Kecenderungan untuk Melindungi Harga Diri………... 56
2. Hubungan antara Gaya Hidup Tipe Bersandar terhadap Kecenderungan untuk Melindungi Harga Diri………... 59
3. Hubungan antara Gaya Hidup Tipe Menjauh terhadap Kecenderungan untuk Melindungi Harga Diri………... 61
xii
5. Implikasi Keterkaitan antara Berbagai Tipe Gaya Hidup dan Kecenderungan untuk Melindungi Harga Diri pada Layanan
Bimbingan dan Konseling... 64
C. Keterbatasan Penelitian……… 66
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ……….. 68
B. Saran ……… 69
DAFTAR PUSTAKA... 71
xiii
DAFTAR TABEL
hal Tabel 1. Kisi-kisi Kecenderungan Melindungi Harga Diri... 34
Tabel 2. Kisi-kisi Gaya Hidup………..……… 35
Tabel 3. Distribusi Variabel Gaya Hidup Dominan-Berkuasa….………… 39 Tabel 4. Distribusi Variabel Gaya Hidup Tipe Bersandar…………..……. 41 Tabel 5. Distribusi Variabel Gaya Hidup Tipe Menjauh………..…... 42 Tabel 6. Distribusi Variabel Gaya Hidup Tipe Bermanfaat…………..…... 43
Tabel 7. Distribusi Variabel Kecenderungan Melindungi Harga Diri……. 45 Tabel 8. Nilai Chi-square antara Gaya Hidup Tipe Dominan-
Berkuasa dan Kecenderungan Melindungi Harga Diri………….. 47 Tabel 9. Jumlah Subjek pada Gaya Hidup Tipe Dominan-Berkuasa dan
Kecenderungan Melindungi Harga Diri... 48 Tabel 10. Nilai Chi-square antara Gaya Hidup Tipe Bersandar dan
Kecenderungan Melindungi Harga Diri... 49 Tabel 11. Jumlah Subjek pada Gaya Hidup Tipe Bersandar dan
Kecenderungan Melindungi Harga Diri... 50 Tabel 12. Nilai Chi-square antara Gaya Hidup Tipe Menjauh dan
Kecenderungan Melindungi Harga Diri... 52 Tabel 13. Jumlah Subjek pada Gaya Hidup Tipe Menjauh dan
Kecenderungan Melindungi Harga Diri... 52
Tabel 14. Nilai Chi-square antara Gaya Hidup Tipe Bermanfaat dan Kecenderungan Melindungi Harga Diri... 54 Tabel 15. Jumlah Subjek pada Gaya Hidup Tipe Bermanfaat dan
xiv
DAFTAR GAMBAR
hal
Gambar 1. Skema Kerangka Berpikir………... 30
Gambar 2. Grafik Kategorisasi Variabel Gaya Hidup Tipe Dominan-Berkusa ... 40
Gambar 3. Grafik Kategorisasi Variabel Gaya Hidup Tipe Bersandar... 41
Gambar 4. Grafik Kategorisasi Variabel Gaya Hidup Tipe Menjauh... 43
Gambar 5. Grafik Kategorisasi Variabel Gaya Hidup Tipe Bermanfaat... 44
Gambar 6. Grafik kategorisasi variabel kecenderungan melindungi harga diri... 45
xv
DAFTAR LAMPIRAN
hal
Lampiran 1. Alat Ukur………... 72
Lampiran 2. Validitas dan Reliabilitas………...……… 89
Lampiran 3. Skor Kasar Variabel Penelitian………...…... 98
Lampiran 4. Data Hasil Penelitian………...……….. 135
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Secara teoretik, setiap individu dalam perkembangan hidupnya menjalani
berbagai macam masa yaitu dari masa bayi hingga masa usia lanjut yang tiap
masanya memiliki berbagai macam ciri dan karakteristik yang berbeda satu sama
lain serta memiliki tugas-tugas perkembangan yang berbeda pula. Keberhasilan
ataupun kegagalan dalam melaksanakan dan menyelesaikan tugas-tugas
perkembangan tersebut akan menentukan pula keberhasilan dan kegagalan dari
tugas perkembangan di masa selanjutnya. Periode atau masa peralihan antara
masa anak-anak menuju ke masa dewasa yaitu masa remaja yang berada dalam
rentang usia 12-20 tahun (Rita Eka Izzaty, Siti Partini Suardiman, Yulia Ayriza,
Purwandari, Haryanto, Rosita Endang Kusmaryani, 2008:124).
Pada masa remaja banyak perubahan yang terjadi pada diri individu baik
dalam segi fisik maupun dalam segi psikologis. Perubahan-perubahan tersebut
terkadang membawa permasalahan bagi mereka. Misalnya perubahan tubuh
mereka yang membuat mereka menjadi tidak nyaman dan tingkat emosi mereka
yang terkadang naik turun. Oleh karena itu, individu pada masa remaja sering
mendapatkan “labelling” negatif dari orang-orang dewasa. Menurut Santrock
(2012:403) hal itu dikarenakan banyak orang dewasa menakar persepsinya
terhadap remaja berdasarkan ingatan mereka sendiri ketika mereka remaja.
Menurut orang dewasa, remaja saat ini lebih bermasalah, kurang rasa hormat,
2
dibandingkan dengan generasi mereka. Disisi lain, masa remaja merupakan masa
penting yang diharapkan individu mampu mengelola diri mereka supaya mereka
siap untuk memasuki masa dewasa (Santrock, 2012). Kesiapan mereka itu
ditunjukkan dengan cara mereka bersikap dalam kehidupan sehari-hari. Pada masa
ini individu diharapkan mulai meninggalkan sikap serta kehidupan pada masa
kanak-kanaknya dan mulai belajar untuk berperilaku layaknya orang dewasa.
Mereka diharapkan mulai mampu mengemban tugas-tugas yang dilakukan oleh
orang-orang dewasa.
Berdasarkan pada pembahasan sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa
remaja perlu membangun penghargaan diri yang baik terhadap dirinya.
Penghargaan diri ini penting karena ketika mereka mampu menerima diri mereka
sendiri, maka mereka juga akan mampu menerima tugas-tugas orang dewasa yang
harus mereka laksanakan. Pembentukan harga diri yang positif ini tentu saja tidak
terlepas dari pentingnya peranan dari lingkungan remaja tersebut. Peran sosial
sangatlah penting dalam membantu remaja menciptakan harga diri yang positif.
Harga diri yang positif ini juga sangat menentukan bagaimana gaya hidup yang
akan dibangun oleh remaja. Menurut Alfred Adler (Feist & Feist, 2009:78) gaya
hidup mencakup tujuan seseorang, konsep diri, perasaan terhadap orang lain, dan
sikap terhadap dunia. Prediksinya, ketika mereka membangun gaya hidup yang
baik, maka mereka akan membangun pandangan yang positif pula terhadap
masyarakat.
Adanya pandangan yang positif terhadap masyarakat ini menunjukkan
perasaan-3
perasaan akan ketidakberdayaan, ketidakmampuan, dan perasaan inferioritas yang
berlebihan akan dapat ditekan. Lebih lanjut Adler mengatakan bahwa ketika
individu merasa tidak berdaya atau inferior maka individu tersebut akan
melakukan kompensasi terhadap perasaan ketidakberdayaannya dan berjuang
untuk meraih superioritas pribadi atau keberhasilan untuk mengembangkan harga
diri yang positif (Feist & Feist, 2009:70).
Individu yang tidak mampu mengembangkan harga diri yang positif, maka
individu tersebut akan melakukan kecenderungan untuk melindungi diri.
Kecenderungan untuk melindungi ini dilakukan oleh individu untuk melindungi
harga diri mereka dari rasa malu di muka umum (Feist & Feist, 2009:81). Lebih
lanjut lagi Adler mengatakan bahwa sebenarnya kecenderungan untuk melindungi
dimiliki oleh semua orang, tetapi hal itu akan menjadi hal yang negatif apabila
dilakukan secara terus menerus dan secara negatif. Adler (dalam Feist & Feist,
2009:81) mengklasifikasikan kecenderungan untuk melindungi dalam 3 kelompok
besar yaitu (1) membuat alasan, (2) agresi, dan (3) menarik diri. Hal-hal tersebut
dijumpai pada remaja saat ini seperti tawuran antar pelajar, tindakan pengrusakan,
bullying, pengancaman, bahkan ada pula yang melakukan tindak pembunuhan.
Di Indonesia pada tahun 2012 menurut data akhir Komisi Nasional
Perlindungan Anak (Komnas PA) menunjukkan angka yang memprihatinkan.
Sebanyak 82 pelajar tewas pada tahun 2012 karena tawuran antar pelajar. Di
Yogyakarta, Polres Sleman menangkap 12 pelajar setingkat SMP dan SMA
karena mereka terlibat aksi tawuran (Ami, 2014:3). Polisi juga mengamankan
4
Tawuran tersebut terjadi karena masing-masing pelajar ingin mempertahankan
sekolahnya dari serangan sekolah lain.
Sejalan dengan data hasil wawancara yang dilakukan kepada guru
Bimbingan dan Konseling di SMA 1 Piyungan dalam rangka observasi kegiatan
KKN-PPL 2013 dan berdasar pada data assessmen kebutuhan yang pernah
dilakukan, diketahui bahwa permasalahan mengenai emosi kemarahan remaja
juga dialami oleh siswa-siswa di SMA Negeri 1 Piyungan. Mereka memiliki
konflik baik dengan teman sebaya mereka atau pun dengan orang tua mereka
sendiri. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan kepada siswa pada saat
pelaksanaan KKN-PPL di sekolah tersebut, ditemukan bahwa siswa di SMA
tersebut. Ketika mereka memiliki masalah dengan teman sebaya, mereka akan
menyebarkan fitnah dan gosip tentang individu tersebut. Mereka juga secara
terang-terangan mengintimidasi individu tersebut melalui kata-kata baik ketika di
dalam kelas ataupun di luar kelas. Mereka juga sering melakukan pengancaman
terhadap sesama teman dan juga ada di antara mereka yang merencanakan
melakukan tindak kejahatan kepada guru atau staff sekolah karena mereka merasa
sakit hati akibat merasa dilecehkan.
Akibat dari perilaku yang dilakukan oleh siswa tersebut, mereka melakukan
perkelahian antar pelajar baik dengan pelajar dari sekolah lain ataupun dengan
siswa dari sekolah yang sama. Selain itu juga banyak dari mereka tidak memiliki
hubungan sosial yang baik dengan guru mereka dan teman sebaya mereka.
Mereka akan berkumpul dalam gank mereka dan menyindir gank lain yang tidak
5
atau di sekolah. Ada juga beberapa siswa yang seirng membolos sekolah tanpa
ada alasan yang jelas.
Permasalahan-permasalahan mengenai kecenderungan melindungi diri yang
salah itu sebagian kecil telah teridentifikasi oleh pihak sekolah, tetapi tidak ada
tanggapan serius dari pihak sekolah. Siswa juga mengalami permasalahan
interpersonal, baik antar siswa di sekolah tersebut maupun dengan siswa di
sekolah lain. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengungkap kecenderungan
melindungi harga diri seperti apa yang sering dilakukan oleh siswa di SMA
Negeri 1 Piyungan. Penelitian ini juga memberikan kontribusi dalam layanan
bimbingan dan konseling terutama dalam layanan sosial. Manfaat penelitian ini
bagi diri siswa sendiri, yaitu mampu membantu siswa untuk membentuk gaya
hidup yang baik dan didasari oleh harga diri dan minat sosial yang positif pula.
Ketika siswa sudah mampu mengembangkan hal tersebut, maka dampaknya
terhadap lingkungan sosial yaitu mereka mampu lebih menerima keberadaan
masyarakat dengan baik dan tidak menganggap individu lain sebagai musuh
mereka yang harus mereka kalahkan.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang yang telah dilakukan, maka peneliti
mengidentifikasikan permasalahan yang ada sebagai berikut:
1. Adanya cara melindungi harga diri yang negatif pada siswa seperti perilaku
6
2. Adanya permasalahan interpersonal yang dialami oleh siswa seperti masalah
yang dialami dengan teman sebaya maupun dengan perangkat sekolah yang
lain.
3. Belum terlihatnya intervensi khusus dalam area Bimbingan dan Konseling
untuk menangani permasalahan interpersonal pada siswa.
4. Belum adanya penelitian mengenai kecenderungan untuk melindungi harga diri
di sekolah tersebut.
C. Pembatasan Masalah
Mengetahui keterkaitan antara berbagai tipe gaya hidup dengan
kecenderungan melindungi harga diri pada siswa SMA.
D. Rumusan Masalah
Apakah berbagai tipe gaya hidup akan berhubungan dengan adanya
kecenderungan melindungi harga diri siswa?
E. Tujuan Penelitian
Untuk mengkaji hubungan antara berbagai tipe gaya hidup dengan
kecenderungan melindungi harga diri pada siswa SMA.
F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a) Dapat menambah khasanah kajian ilmu psikodinamika khususnya
keterkaitan antara gaya hidup dan kecenderungan melindungi harga
7
b) Menambah wawasan pemahaman tentang berbagai macam gaya hidup
dan kecenderungan melindungi harga diri yang dilakukan oleh remaja.
2. Manfaat Praktis
a) Bagi Program Studi Bimbingan dan Konseling, penelitian ini mampu
memberikan kontribusi ilmiah bagi pengembangan orientasi
Bimbingan dan Konseling di Sekolah Menengah dan Perguruan
Tinggi, Teori dan Teknik Konseling, serta Perkembangan Peserta
Didik.
b) Bagi Guru BK, dengan adanya penelitian ini pihak sekolah mampu
memberikan penanganan khusus pada siswa yang mempunyai masalah
dengan kecenderungan untuk melindungi harga diri.
c) Bagi peneliti, dapat menambah pengetahuan dan wawasan sehingga
8
BAB II KAJIAN TEORI
A. Teori Psikologi Individual Alfred Adler
1. Gaya Hidup (Style of Life)
Alfred Adler merupakan seorang ahli psikodinamika yang
menyumbangkan teori dalam perkembangan Psikologi yang diberi nama
Teori Psikologi Individual. Dalam teorinya, Adler berbicara bahwa pada
dasarnya manusia lahir dengan tubuh yang lemah dan inferior yaitu suatu
kondisi yang mengakibatkan kita untuk menjadi tergantung pada orang
lain (Feist & Feist, 2009:69). Setiap orang memulai hidupnya dari tubuh
yang lemah dan tidak berdaya, maka semua manusia memiliki keinginan
untuk melawan perasaan inferioritas dengan menguasai kehidupan kita
yang sulit ini (Ewen, 2003:93). Sejalan dengan pernyataan tersebut, Adler
mengatakan bahwa tidak ada satupun orang yang mampu bertahan dengan
perasaan inferior yang lama. Oleh karena itu, individu akan mencari cara
untuk menghilangkan perasaan inferiornya dan menjadi superior atas
kesulitan-kesulitan yang dihadapi.
Perjuangan untuk memperoleh superioritas individu tidaklah selalu
dalam cara yang negatif. Perjuangan untuk mencapai superioritas mampu
diungkapkan baik dalam hal yang positif maupun negatif. Seperti yang
diungkapkan oleh Adler (dalam Ewen, 2003:93) bahwa perjungan untuk
memperoleh superioritas yang sehat adalah perjuangan yang didasari pada
9
Sebaliknya, keinginan untuk mendominasi yang egois dan kepuasan
pribadi merupakan hal yang menyimpang dan merupakan suatu hal yang
tidak sehat. Ketergantungan kita pada orang lain akhirnya akan membuat
kita menumbuhkan minat sosial kita pada masyarakat. Manusia merupakan
makhuk sosial, maka minat sosial juga akan menentukan kesehatan
psikologis dari tiap individu.
Minat sosial berkembang dalam tiga tahap: bakat, kemampuan, dan
karakter dinamis sekunder (Sharf, 2012:128). Hal itu berarti, seorang
individu memiliki kemampuan atau bakat untuk bekerjasama dan hidup
secara sosial. Setelah bakat tersebut berkembang, maka individu mampu
mengembangkan kemampuannya dalam bekerjasama pada aktivitas sosial.
Seiring dengan kemampuan yang berkembang, karakter dinamis sekunder
memberikan makna bagi diri mereka sendiri sebagai sikap dan minat di
berbagai kegiatan yang pada akhirnya diartikan sebagai minat sosial.
Minat sosial yang dibangun oleh individu tidak semata-mata muncul
begitu saja dari dalam diri individu itu sendiri melainkan juga adanya
pengaruh dari lingkungan yang juga ikut membentuk minat sosial dari
seseorang. Hubungan yang dimiliki oleh seorang anak dengan ayah ibunya
sangat penting sehingga bisa mengalahkan cacat fisik yang dibawa sejak
lahir (Feist & Feist, 2009:77). Dalam arti lain, pengaruh pola asuh orang
tua sangat menentukan minat sosial dari individu ketika beranjak dewasa.
Tiap anak dilahirkan dengan potensi untuk mengembangkan minat sosial
10
(Palmer, 2011:37). Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa pola-pola
pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua kepada anak akan sangat
mempengaruhi tinggi rendahnya minat sosial yang akan dimiliki oleh
anaknya kelak. Idealnya, potensi anak dalam mencapai minat sosial
diperoleh dari sosok ibu. Ibu mengelola pengajaran pertamanya dalam hal
bekerjasama melalui menyusui, hal itu merupakan jembatan bagi si anak
untuk menumbuhkan minat sosialnya (Ewen, 2003:95). Apabila ibu
mampu mengajarkan cara bekerja sama yang baik kepada anak mereka,
maka anak juga akan mampu bekerjasama dengan baik di lingkunganya.
Minat sosial yang positif sangat diperlukan oleh setiap orang. Bagi
Adler, minat sosial adalah satu-satunya standar untuk menilai seberapa
berharganya seseorang (Feist & Feist, 2009:77). Ketika seorang individu
dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahannya dalam masyarakat,
maka individu tersebut akan merasa bahwa keberadaannya diterima
ditengah-tengah masyarakat. Setelah manusia menetapkan minat sosial apa
yang akan mereka bangun, maka perilaku yang dimiliki individu akan
menjadi gaya hidup yang akan dijalani. Adler menyebut konsistensi minat
sosial ini sebagai bentuk kehidupan, pola kehidupan atau gaya hidup;
manusia membentuk pandangan tentang diri mereka sendiri dan dunia dan
orang-orang di dalamnya, serta bagaimana mereka berperilaku di dunia itu
(Palmer, 2011:33).
Gaya hidup sangat bergantung pada minat sosial dari individu
11
masyarakat, maka mereka juga akan mempunyai gaya hidup yang sehat.
Sebaliknya, ketika individu tidak menaruh minat yang baik pada
masyarakat, maka mereka akan membentuk minat sosial yang tidak sehat.
Seperti yang dijelaskan oleh Feist dan Feist (2009:78) bahwa individu
yang tidak sehat secara psikologis sering menjalani hidup yang tidak
fleksibel yang ditandai dengan ketidakmampuan memilih cara baru dalam
bereaksi dengan lingkungannya. Sebaliknya, orang yang sehat secara
psikologis akan berperilaku dengan cara yang berbeda dan fleksibel dalam
gaya hidup yang kompleks, selalu berkembang, dan berubah. Hal tersebut
berarti bahwa individu dengan gaya hidup yang sehat, maka individu
tersebut akan mampu berperilaku dan bertindak sesuai dengan keadaan
yang ada dengan karakter orang yang ada pada lingkungan tersebut. Orang
yang tidak sehat secara psikologis akan cenderung kaku dalam bertindak
dan menyesuaikan diri dalam lingkungan-lingkungan baru.
Munculnya gaya hidup seseorang berdasarkan pada kompensasi
yang dilakukan oleh seseorang terhadap perasaan inferior yang dimiliki.
Berdasarkan teori Adler, setiap individu pasti memiliki perasaan inferior,
baik itu nyata ataupun hanya imajinasi dan hal tersebut akan memotivasi
kita untuk melakukan kompensasi (Hjelle & Ziegler, 1981:78). Gaya hidup
bersifat fleksibel, maka setiap orang bisa memiliki dua atau lebih gaya
hidup yang mereka jalani. Gaya hidup yang kita jalani haruslah fleksibel
dengan artian gaya hidup yang kita lakukan mengikuti lingkungan ketika
12
diri dengan lingkungannya bergantung pada seberapa banyak gaya hidup
yang dijalani dalam kehidupannya. Gaya hidup merupakan faktor internal
seseorang untuk dapat menyesuaikan diri. Individu tidak mampu
menyesuiakan diri dengan lingkungannya disebabkan karena adanya
faktor-faktor eksternal pula. Adler (Feist & Feist, 2009:80) menyebutkan
adanya tiga faktor penyebab dan satu diantaranya cukup untuk
menyebabkan munculnya ketidaknormalan dalam menyesuaikan diri.
1. Kelemahan fisik yang berlebihan
Kelemahan fisik yang dialami oleh individu, baik itu kelemahan fisik
yang dialami ketika lahir, kecelakaan, ataupun karena sakit akan
mendorong individu tersebut untuk memiliki perasaan-perasaan inferior
yang berlebihan. Individu dengan kelemahan fisik yang berlebihan
terkadang membentuk perasaan inferior yang berlebihan karena mereka
berusahan keras untuk melakukan kompensasi terhadap kelemahan
mereka. Mereka akan cenderung memiliki egosentris yang tinggi dan
kurang mempertimbangkan keadaan orang lain. Mereka merasa
seakan-akan hidup di tengah musuh. Rasa takut telah mengalahkan hasrat
mereka untuk mencapai keberhasilan. Mereka yakin bahwa masalah
utama dalam hidup dapat diselesaikan hanya dengan sikap
mementingkan diri sendiri. Sejalan dengan penjelasan tersebut, Schultz
dan Schultz (2005:129) juga menambahkan bahwa usaha untuk
melewati kelemahan fisik yang berlebihan dapat dilihat pada seni
13
apabila usaha tersebut gagal, maka individu tersebut akan memiliki
perasaan inferior yang berlebihan.
2. Gaya hidup manja
Orang-orang yang manja memiliki minat sosial yang lemah, namun
punya hasrat yang kuat untuk terus mempertahankan hubungan yang
sifatnya “parasit”. Hubungan yang bersifat parasit disini artinya
individu tersebut cenderung bergantung pada orang lain dan
menginginkan orang tersebut memenuhi apapun yang diinginkan.
Mereka mengharapkan orang lain untuk merawat, melindungi, dan
memuaskan kebutuhan mereka. Karakteristik yang menonjol dari
mereka adalah putus asa yang berlebihan, kebimbangan, over sensitif,
tidak sabar, dan emosi yang berlebihan, terutama kecemasan. Individu
dengan gaya hidup manja akan cenderung mempertahankan gaya hidup
manja tersbut supaya mereka merasa nyaman dengan
perhatian-perhatian yang diberikan oleh orang lain kepada mereka karena mereka
memiliki kecemasan yang berlebihan. Schultz dan Schultz (2005:129)
mengatakan bahwa anak yang dimanja memiliki perasaan sosial yang
sedikit dan tidak sabar terhadap orang lain. Mereka tidak pernah belajar
untuk menunggu hal yang mereka inginkan, ataupun belajar untuk
menyelesaikan suatu permasalahan atau menyesuaikan diri dengan
keinginan orang lain. Ketika mereka dihadapkan oleh rintangan untuk
14
mereka memiliki kekurangan yang menghalangi mereka; oleh karena
itu, berkembanglah perasaan inferior yang berlebihan.
3. Gaya hidup terabaikan
Individu yang merasa tidak dicintai dan tidak diinginkan akan
membentuk gaya hidup yang terabaikan. Anak-anak yang disiksa dan
diperlakukan tidak baik akan mempunyai minat sosial yang rendah dan
cenderung menciptakan gaya hidup terabaikan. Mereka cenderung
memiliki percaya diri yang kurang dan membuat perkiraan-perkiraan
yang terlalu jauh mengenai masalah yang mereka hadapi. Mereka
mengganggap masyarakat sebagai musuh mereka, maka dari itu
individu yang memiliki gaya hidup yang terabaikan tidak dapat
bekerjasama dengan orang lain dan memiliki rasa iri yang sangat kuat
terhadap keberhasilan orang lain. Karakter masa kecil mereka terbentuk
karena kurangnya rasa cinta dan rasa aman karena orang tua mereka
acuh tak acuh dan bermusuhan. Hasilnya, anak-anak ini akan
mengembangkan perasaan tidak berharga, atau bahkan amarah, dan
tidak mempercayai orang lain.
Gaya hidup dalam arti lain merupakan sebuah “alat” yang mengatur
cara kita bertindak dan berperilaku pada lingkungan. Para pengikut Adler
akhirnya mencatat bahwa gaya hidup dapat dimengerti dengan mengamati
bagaimana individu mencapai lima hubungan utama yang berhubungan
dengan pengembangan diri, pengembangan spiritual, pekerjaan,
15
2012:127). Adler secara terus menerus mengatakan bahwa bentuk
sesungguhnya dari gaya hidup hanya dapat dibedakan dari cara kita
bersikap untuk memperoleh dan memecahkan beberapa masalah
kehidupan (Hjelle & Ziegler, 1981:82). Lebih lanjut lagi dijelaskan bahwa
Adler menekankan bahwa tidak ada satupun dari tugas kehidupan yang
berdiri sendiri, mereka selalu berhubungan dan bahwa jalan keluarnya
tergantung pada gaya hidup kita.
Dreikus menyebutkan bahwa Adler (dalam Hjlee & Ziegler, 1981:82)
menawarkan suatu tipologi dari perilaku gaya hidup yang
mengklasifikasikan individu berdasarkan pada perilaku dan kebiasaan
mereka terhadap tugas utama kehidupan. Klasifikasi tersebut
digenerelisasikan ke dalam dua dimensi yaitu minat sosial dan tingkat
aktivitas. Minat sosial mewakili perasaan empati pada tiap ras manusia dan
ditujukan untuk bekerjasama dengan orang lain untuk kemajuan sosial
daripada keuntungan pribadi. Tingkat aktivitas merujuk pada pergerakan
individu untuk mencari solusi atas masalah kehidupan yang mereka alami.
Berdasar atas hal-hal tersebut, maka Adler mengklasifikasikan empat
perilaku gaya hidup yang muncul pada individu (Hjlee & Ziegler,
1981:83), yaitu:
1. Tipe Dominan-Berkuasa (The Ruling Type)
Individu yang mudah mengungkapkan segala hal yang dipikirkan,
agresif, dan aktif di lingkungan sosial akan cenderung memiliki gaya
16
dalam cara anti-sosial dan juga berperilaku tanpa mempedulikan orang
lain. Mereka berperilaku dengan mendominasi lingkungan mereka dan
menjalani kehidupan mereka dengan cara agresif dan anti-sosial.
2. Tipe Bersandar (The Getting Type)
Individu dengan perilaku gaya hidup seperti ini akan hidup di
lingkungannya dengan cara yang parasit atau “menyandar” pada orang
lain untuk memuaskan keinginan mereka. Tujuan utama dari hidup
mereka yaitu memperoleh hal sebanyak mungkin dari orang lain.
Karena mereka tidak terlalu aktif, maka mereka cenderung tidak terlalu
berbahaya bagi orang lain.
3. Tipe Menjauh (The Avoiding Type)
Individu dengan tipe seperti ini tidak memiliki cukup minat sosial
ataupun aktivitas dalam kehidupan mereka. Ketakutan akan kegagalan
yang mereka miliki lebih besar dari pada keinginan mereka untuk
berhasil. Mereka lebih sering melakukan hal-hal yang tidak berguna
untuk lari dari tugas-tugas dalam kehidupan mereka. Dalam arti lain,
tujuan mereka yaitu menjauhi segala macam masalah yang ada dalam
hidup mereka, sehingga mereka menghindari berbagai kemungkinan
dari kegagalan.
4. Tipe Bermanfaat (The Socially useful type)
Individu seperti ini menurut Adler merupakan individu yang sehat.
Mereka memiliki minat sosial yang tinggi dan sangat aktif di
17
orientasi sosial. Mereka mau bekerjasama dengan orang lain untuk
menguasai tugas-tugas mereka dengan tidak memikirkan keuntungan
pribadi.
Dari pemaparan teori yang telah dijelaskan, maka peneliti
menyimpulkan bahwa gaya hidup merupakan sebuah “alat” yang dimiliki
oleh individu untuk menentukan bagaimana individu tersebut bersikap
terhadap lingkungannya. Gaya hidup ini bersifat fleksibel dan tidak kaku.
Hal itu berarti individu mampu menjalankan gaya hidup yang
berbeda-beda tergantung pada lingkungan pada saat individu tersebut berada.
Individu yang sehat secara psikologis akan memiliki lebih dari satu
macam gaya hidup. Dengan demikian dimanapun individu tersebut
berada, maka individu tersebut mampu menyesuaikan dirinya dengan
berbagai macam gaya hidup yang dimiliki. Sebaliknya, individu yang
tidak sehat secara psikologis akan memiliki gaya hidup yang kaku yang
ditunjukan dengan memakai gaya hidup yang sama diberbagai situasi.
2. Kecenderungan untuk Melindungi Harga Diri
Adler percaya bahwa manusia menciptakan pola perilaku untuk
melindungi perasaan yang berlebihan akan harga diri mereka dari rasa
malu dimuka umum (Feist & Feist, 2009:81). Adler menyebutkan alat
perlindungan ini disebut dengan kecenderungan untuk melindungi
(safeguarding tendencies) membuat manusia mampu menyembunyikan
citra diri mereka yang tinggi dan mempertahankan gaya hidup yang
18
diungkapkan oleh Adler dan Freud. Seperti yang dijelaskan dalam Feist
dan Feist (2009:81), mekanisme pertahanan diri Freudian dilakukan secara
tidak sadar untuk melindungi ego dari kecemasan, sedangkan
kecenderungan untuk melindungi yang diungkapkan oleh Adler sebagaian
besar dilakukan secara sadar untuk melindungi harga diri seseorang yang
rapuh dari rasa malu di muka umum. Adapun kecenderungan melindungi
menurut Adler (dalam Feist & Feist, 2009:82) adalah sebagai berikut:
1. Membuat alasan
Kecenderungan untuk melindungi yang paling umum adalah membuat
alasan (excuse), yang sering diekspresikan dalam bentuk “Ya, tetapi”
(Yes, but) atau “Jika saja” (If only). Alasan-alasan ini melindungi harga
diri mereka yang lemah namun dibesar-besarkan secara tidak alami dan
mengecoh orang untuk percaya bahwa mereka lebih superior daripada
yang sesungguhnya.
2. Agresi
Orang menggunakan agresi (agression) untuk melindungi superiroritas
mereka yang berlebihan, yaitu untuk melindungi harga diri mereka
yang rapuh. Perlindungan melalui agresi dapat berbentuk depresiasi,
dakwaan, atau mendakwa diri sendiri.
a) Depresiasi (depreciation) adalah kecenderungan untuk menilai
rendah pencapaian orang lain dan meninggikan penilaian terhadap
diri sendiri. Kecenderungan untuk melindungi semacam ini jelas
19
b) Dakwaan (accusatuion) adalah kecenderungan menyalahkan orang
lain untuk kegagalan seseorang dan untuk membalas dendam demi
melindungi harga dirinya yang lemah. Adler percaya bahwa ada
elemen dakwaan agresif dalam semua gaya hidup yang tidak sehat.
Orang yang tidak sehat, tanpa kecuali, bertindak untuk membuat
orang lain disekitarnya lebih menderita daripada dirinya.
c) Mendakwa diri sendiri (self-accusation) ditandai dengan menyiksa
diri sendiri dan memenuhi diri sendiri dengan perasaan bersalah.
Beberapa orang menyiksa dirinya sendiri, termasuk di dalamnya
masokisme, depresi, dan bunuh diri, sebagai cara untuk melukai
orang yang dekat dengan mereka. Mendakwa diri sendiri merupakan
kebalikan dari depresiasi, walaupun keduanya ditujukan untuk
memperoleh superioritas pribadi. Dalam depresiasi, orang yang
merasa inferior merendahkan orang lain untuk membuat dirinya
terlihat baik dan mendakwa diri sendiri merupakan kecenderungan
orang merendahkan dirinya untuk menimbulkan penderitaan pada
orang lain sambil melindungi harga dirinya yang dibesar-besarkan.
3. Menarik diri
Perkembangan kepribadian dapat terhenti ketika manusia lari dari
kesulitan. Adler menyebutkan kecenderungan ini sebagai menarik diri
atau perlindungan dengan membuat jarak. Beberapa orang secara tidak
sadar melarikan diri dari masalah hidup dengan membuat jarak antara
20
empat cara perlindungan dalam menarik diri: (a) bergerak mundur, (b)
berdiam diri, (c) keragu-raguan, dan (d) membangun penghalang.
a) Bergerak mundur (moving backward) adalah kecenderungan untuk
melindungi tujuan superioritas fiktif seseorang yang secara
psikologis kembali pada periode kehidupan yang lebih aman.
Bergerak mundur mirip dengan regresi dari Freud yang keduanya
melingkupi usaha untuk kembali pada fase kehidupan awal yang
lebih nyaman.
b) Berdiam diri (standing still) merupakan kecenderungan menarik diri
yang mirip dengan bergerak mundur, tetapi secara umum tidak
terlalu parah. Orang-orang yang berdiam diri tidak bergerak ke arah
manapun. Orang-orang tersebut menghindari semua tanggung jawab
dengan melindungi diri mereka sendiri dari ancaman kegagalan.
Mereka melindungi harapan fiksional mereka karena mereka tidak
pernah melakukan sesuatu untuk membuktikan bahwa mereka tidak
mampu menyelesaikan tujuan-tujuan mereka.
c) Keragu-raguan (hesitating). Ada orang yang ragu-ragu atau bimbang
ketika dihadapkan dengan masalah yang sulit. Penundaan yang
mereka lakukan pada akhirnya memberikan mereka alasan untuk
berkata “sekarang sudah terlambat”. Adler percaya bahwa
kebanyakan perilaku tidak logis yang dilakukan secara sadar
ditujukan oleh individu untuk membuang-buang waktu. Walaupun
21
merugikan diri sendiri, namun keadaaan ini membantu individu
neurotik untuk mempertahankan rasa harga diri mereka yang tinggi.
d) Bentuk penarikan diri yang paling parah adalah membangun
penghalang (constructing obstacle). Beberapa orang membangun
rumah dari jerami untuk menunjukan kalau mereka bisa
merobohkannya. Dengan mampu mengatasi masalah, mereka
melindungi harga diri dan wibawa mereka. Jika mereka gagal
mengatasinya, maka mereka selalu dapat mencari alasan.
Feist dan Feist (2009:83) juga menjelaskan bahwa secara ringkas,
kecenderungan untuk melindungi ditemukan hampir di setiap orang, tetapi
ketika kecenderungan itu berubah menjadi terlalu kaku, maka
perlindungan ini menjadi perilaku yang merusak diri. Lebih lanjut lagi,
orang yang terlalu sensitif menciptakan kecenderungan untuk melindungi
diri mereka sendiri dari ketakutan akan rasa malu, untuk menghilangkan
perasaan inferior yang berlebihan, dan untuk memperoleh harga diri. Akan
tetapi, kecenderungan untuk melindungi adalah hal yang merusak diri
karena bentuk tujuan mereka akan kepentingan diri sendiri dan superioritas
pribadi sebenarnya menghalangi mereka untuk memperoleh harga diri
yang sebenarnya.
Dari pemaparan yang telah dilakukan sebelumnya, maka dapat
diketahui bahwa kecenderungan untuk melindungi menurut Adler
merupakan bentuk perilaku yang dilakukan secara sadar oleh individu
22
diri diartikan sebagai suatu dimensi evaluatif global mengenai diri atau
yang biasa disebut juga sebagai martabat diri (self-worth) atau gambaran
diri (Santrock, 2007:183). Tentu saja setiap individu tidak selalu
mempunyai harga diri yang positif. Masa remaja merupakan masa individu
mulai menemukan jati diri mereka. Masa ini juga merupakan masa dimana
suatu penghargaan diri mulai terbentuk. Menurut Baumeister dkk., harga
diri mencerminkan persepsi yang tidak selalu sesuai dengan realitas
(Santrock, 2007:185). Santrock (2007:185) menjelaskan bahwa harga diri
yang tinggi dapat merujuk pada persepsi yang tepat dan benar mengenai
martabatnya sebagai seorang pribadi, termasuk keberhasilan dan
pencapaiannya namun harga diri yang tinggi juga dapat mengindikasikan
penghayatan mengenai superioritasnya terhadap orang lain, yang
sombong, berlebihan, dan tidak beralasan. Dengan cara yang sama, harga
diri yang rendah dapat mengindikasikan persepsi yang tepat mengenai
keterbatasan atau penyimpangan, atau bahkan kondisi tidak aman dan
inferior yang berlebihan.
Dusek dan McIntyre; Harte; dan Turnage menjelaskan bahwa
lingkungan sosial merupakan lingkungan yang sangat berpengaruh dalam
perkembangan remaja. Konteks sosial seperti keluarga, kawan-kawan, dan
sekolah memiliki pengaruh terhadap perkembangan harga diri remaja
(Santrock 2007:187). Coopersmith mengatakan dalam suatu penyelidikan
lain yang mempelajari mengenai harga diri dan relasi orang tua-anak,
23
relasi keluarga beserta ibunya (Santrock, 2007:187). Berdasarkan
pengukuran tersebut, ditemukan bahwa remaja laki-laki yang memiliki
harga diri tinggi cenderung berkaitan dengan sifat-sifat pengasuhan yang
mengekspresikan afeksi, peduli terhadap masalah-masalah yang dialami
remaja laki-laki, harmoni di dalam rumah, partisipasi dalam aktivitas
keluarga, mampu memberikan bantuan yang memadai dan tersusun sesuai
yang dibutuhkan remaja laki-laki, terdapat aturan-aturan yang jelas dan
adil, berpedoman pada aturan-aturan, dan memberikan kebebasan kepada
remaja laki-laki dalam batasan-batasan yang jelas.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, harga diri yang rendah
akan menyebabkan permasalahan-permaslahan tertentu pada remaja.
Fenzel menjelaskan bahwa harga diri rendah dapat mengakibatkan depresi,
bunuh diri, gangguan makan karena kecemasan, kenakalan remaja, dan
masalah-masalah penyesuaian diri lainnya (Santrock 2007:188). McCarley
dan Harter menjelaskan dalam studi lainnya, remaja yang memiliki
pikiran-pikiran yang bengis memperlihatkan harga diri yang tidak tetap,
cenderung lebih memiliki masalah perilaku, dan memiliki sejarah
pengalaman memalukan yang mengancam ego mereka (Santrock,
2007:188). Berkaitan dengan gangguan makan, sebuah studi baru-baru ini
menemukan bahwa kecenderungan untuk membenarkan nilai-nilai budaya
tertentu, seperti berpikir bahwa menjadi seorang yang menarik akan
meningkatkan harga diri dan membuat diri lebih populer, berkaitan dengan
24
diri, dan meningkatkan perilaku gangguan makan (Kiang & Harter dalam
Santrock, 2007:188). Kemudian Santrock (2007:189) menyebutkan empat
cara yang dapat dilakukan oleh orang dewasa untuk membantu
meningkatkan harga diri remaja.
1. Mengidentifikasikan penyebab rendahnya harga diri dan
bidang-bidang kompetensi yang penting bagi diri. Mengidentifikasikan
sumber-sumber harga diri remaja yakni, bidang-bidang yang penting
bagi remaja, merupakan hal yang penting untuk meningkatkan harga
diri remaja. Harter berpendapat bahwa agar harga diri remaja dapat
meningkat, intervensi yang harus dilakukan harus mencapai tingkat
penyebab dari harga diri. Remaja memiliki harga diri tertinggi apabila
mereka dapat tampil secara kompeten dalam bidang yang penting bagi
dirinya. Oleh karena itu, remaja sebaiknya didorong untuk
mengidentifikasikan dan menghargai bidang-bidang kompetensinya.
2. Menyediakan dukungan emosional dan persetujuan sosial. Harter
mengatakan bahwa dukungan emosional dan persetujuan sosial dalam
bentuk konfirmitas dari orang lain juga memiliki pengaruh yang kuat
terhadap harga diri remaja. Beberapa anak muda yang memiliki harga
diri rendah berasal dari keluarga atau kondisi yang banyak diwarnai
konflik dimana mereka sendiri mengalai kekerasan atau penolakan,
situasi dimana mereka tidak memperoleh dukungan. Robinson
25
ini, dukungan orang tua dan kawan-kawan berkaitan dengan martabat
diri remaja secara keseluruhan.
3. Meningkatkan prestasi. Bednar, Wells dan Peterson berpendapat bahwa
prestasi dapat meningkatkan harga diri remaja. Remaja
mengembangkan harga diri yang lebih tinggi karena mereka
mengetahui tugas-tugas yang penting untuk meraih tujuan. Penekanan
pada pentingnya prestasi dalam meningkatkan harga diri telah banyak
dibahas dalam konsep sosial kognitif dari Bandura mengenai
self-efficacy, yakni keyakinan individu bahwa dirinya dapat
menguasai suatu situasi dan memberikan hasil yang positif.
4. Meningkatkan coping strategy remaja. Lazarus mengatakan harga diri
sering kali akan meningkat apabila remaja mencoba mengatasi suatu
masalah yang dihadapi dan bukan menghindarinya. Menghadapi
masalah secara realistis, jujur, dan tidak difensif, dapat menghasilkan
evaluasi diri yang positif, yang akan menggiring persetujuan diri dan
meningkatkan harga diri. Sebaliknya, pengingkaran, menipu diri, dan
menghindar merupakan pemicu bagi munculnya evaluasi diri yang
negatif.
Dari penjelasan yang telah disampaikan oleh para ahli sebelumnya
maka peneliti mengartikan bahwa kecenderungan untuk melindungi harga
diri berdasarkan pada Teori Psikologi Individual Alfred Adler adalah
kecenderungan suatu perlakuan difensif yang dilakukan secara sadar oleh
26
Harga diri sendiri merupakan suatu gambaran yang diberikan oleh
individu terhadap dirinya sendiri. Harga diri yang negatif akan cenderung
menimbulkan sifat-sifat atau perilaku yang negatif pula. Pada remaja, efek
negatif dari harga diri yang rendah yaitu adanya masalah-masalah
penyesuaian atau dapat memicu timbulnya kenakalan remaja. Faktor yang
sangat berpengaruh bagi pembentukan harga diri remaja secara
keseluruhan yaitu lingkungan sosial mereka baik itu keluarga, teman
sebaya, ataupun lingkungan sekolah mereka. Perilaku negatif yang
ditimbulkan dari adanya harga diri yang rendah dapat diubah dengan
melakukan cara-cara berikut, tentunya dengan bantuan dari orang dewasa
di sekitar remaja. Cara-cara tersebut yaitu (1) mengidentifikasikan
penyebab rendahnya harga diri dan bidang-bidang kompetensi yang
penting bagi diri; (2) menyediakan dukungan emosional dan persetujuan
sosial; (3) meningkatkan prestasi; dan (4) meningkatkan coping strategy
remaja.
B. Hubungan antara Gaya Hidup dan Kecenderungan Melindungi Harga
Diri dalam Layanan Bimbingan dan Konseling
Secara umum makna bimbingan merupakan bantuan yang diberikan untuk
semua individu agar mereka mampu mengatasi permasalahan-permasalahan yang
mereka hadapi. Seperti yang dikatakan oleh Syamsu Yusuf dan A. Juntika
Nurihsan (2011:13) bahwa agar dapat tercapainya tujuan tersebut, maka setiap
individu yang mendapatkan layanan bimbingan hendaknya memperoleh
27
1. Mengenal dan memahami potensi, kekuatan, dan tugas-tugas
perkembangannya.
2. Mengenal dan memahami potensi atau peluang yang ada di lingkungannya.
3. Mengenal dan menentukan tujuan dan rencana hidupnya serta rencana
pencapaian tujuan tersebut.
4. Memahami dan mengatasi kesulitan-kesulitan sendiri.
5. Menggunakan kemampuannya untuk kepentingan dirinya, kepentingan
lembaga tempat bekerja dan masyarakat.
6. Menyesuaikan diri dengan keadaan dan tuntutan dari linfkungan.
7. Mengembangkan segala potensi dan kekuatannya yang dimilikinya secara tepat
dan teratur secara optimal.
Penelitian ini secara khusus akan memberikan kontribusi dalam
pengembangan layanan bimbingan sosial. Permasalahan yang diangkat dalam
penelitian ini yaitu bagaimana individu-individu melakukan kecenderungan untuk
melindungi diri yang berkaitan dengan masalah-masalah interpersonal. Tidak
hanya itu, dalam penelitian ini juga mencari tahu gaya hidup yang mereka bangun
berdasarkan dari hubungan mereka di lingkungan masyarakat. Dengan
dilakukannya penelitian ini, maka kita akan dapat melihat bagaimana remaja saat
ini bereaksi terhadap lingkungannya dengan melihat gaya hidup yang mereka
miliki dan kecenderungan melindungi harga diri yang mereka lakukan. Selain itu
kita juga dapat lebih memahami dan mengerti faktor-faktor apa saja yang
menyebabkan individu memunculkan perilaku negatif yang mereka lakukan.
program-28
program layanan bimbingan dan konseling yang cocok yang bisa diterapkan
kepada individu yang memiliki permasalahan dalam coping, gaya hidup yang
negatif, dan juga harga diri yang rendah.
C. Kerangka Berpikir
Dalam kehidupan ini ada individu memiliki perasaan inferior atau perasaan
yang merasa lemah dan tidak berdaya. Perasaan inferior ini mendorong individu
tersebut untuk melakukan kompensasi-kompensasi untuk mengatasi perasaan
tersebut. Kompensasi yang dilakukan oleh individu memiliki dua macam yaitu
perjuangan ke arah superioritas dan perjuangan ke arah keberhasilan. Kedua hal
tersebut dipengaruhi oleh lingkungan sosial dimana individu berada. Minat sosial
yang dikembangkan pada masa anak-anak sangat berpengaruh pada gaya hidup
yang akan dimiliki oleh individu kelak. Gaya hidup dimiliki oleh individu sebagai
“alat” untuk meraih tujuan hidup mereka. Tujuan yang dimaksudkan dalam
konteks penelitian ini ada dua macam, yaitu tujuan yang dimaksudkan untuk
keuntungan diri sendiri atau keuntungan yang diarahkan untuk keberhasilan
bersama dengan masyarakat.
Masa remaja disiapkan secara matang untuk menghadapi dunia di masa
dewasa. Salah satu hal penting yang harus dipersiapkan yaitu menumbuhkan
penghargaan diri yang positif pada individu. Penghargaan diri yang positif ini juga
akan membantu remaja untuk membangun gaya hidup yang sehat. Pembentukan
gaya hidup seseorang berdasarkan pada pengalaman-pengalamannya di
lingkungan. Lingkungan akan membantu individu membentuk gaya hidupnya
29
Setiap individu bebas menentukan dan membangun sendiri gaya hidupnya.
Selain ditentukan oleh lingkungannya gaya hidup juga ditentukan oleh minat
sosial yang dibangun. Apabila individu memiliki minat sosial yang rendah, maka
individu tersebut akan membangun gaya hidup yang negatif. Individu-individu
seperti ini cenderung melihat masyarakat luas sebagai musuh mereka dan mereka
akan meraih superioritas mereka hanya untuk kepentingan pribadi, sedangkan
individu yang mempunyai minat sosial yang tinggi akan melihat masyarakat
sebagai pelengkap dari dirinya dan akan bekerja sama dengan baik di dalam
masyarakat.
Gaya hidup yang negatif akan membuat individu mencari alat pertahanan
diri untuk melindungi harga dirinya yang mereka rasa terancam. Salah satu dalam
Psikologi Alfred Adler menyebutkan bahwa individu-individu tersebut akan
melakukan apa yang disebut sebagai kecenderungan untuk melindungi.
Kecenderungan untuk melindungi ini dimiliki oleh semua orang karena pada
dasarnya semua orang terlahir dari keterbatasan fisik yang membentuk
perasaan-perasaan inferior. Selain keterbatasan fisik yang dimiliki oleh individu sejak lahir,
pengaruh-pengaruh pola pengasuhan juga menentukan seberapa besar perasaan
inferior dan superior seseorang. Perasaan inferior yang berlebihan yang dimiliki
oleh individu akan membuat individu melakukan kecenderungan melindungi
harga diri. Kecenderungan untuk melindungi ini akan menjadi hal yang negatif
apabila dilakukan dalam cara yang negatif yang biasanya akan dilakukan oleh
individu-individu neurotik sebagai kompensasi dari perasaan inferiornya yang
30
Gaya Hidup Kecenderungan
Melindungi Harga Diri
Perasaan Inferior
Tujuan Hidup
Superioritas Pribadi
Keberhasilan
Minat Kemasyarakatan
Tinggi Rendah
kecenderungan melindugi harga dir untuk menutupi kesalahan yang mereka
lakukan atau menghindar dari permasalahan yang mereka hadapi.
Adanya penghargaan diri yang negatif juga akan berpengaruh pada relasinya
dengan orang lain. Individu yang memiliki harga diri yang negatif akan cenderung
menutupi kesalahan yang dilakukan dengan melakukan berbagai macam cara.
Adler mengatakan bahwa individu yang merasa harga dirinya terancam
dipermalukan di muka umum, akan melakukan apa itu yang disebut dengan
kecenderungan untuk melindungi. Kecenderungan untuk melindungi ini membuat
individu mampu untuk melindungi citra diri mereka yang tinggi dan melindungi
gaya hidup yang mereka jalani saat iniSecara ringkas kerangka berpikir penelitian
[image:45.595.111.513.400.690.2]ini dapat dilihat pada gambar 1.
31
D. Hipotesis
1. Ada hubungan antara gaya hidup tipe dominan-berkuasa terhadap
kecenderungan melindungi harga diri.
2. Ada hubungan antara gaya hidup tipe bersandar terhadap kecenderungan
melindungi harga diri.
3. Ada hubungan antara gaya hidup tipe menjauh terhadap kecenderungan
melindungi harga diri.
4. Ada hubungan antara gaya hidup tipe bermanfaat terhadap kecenderungan
32
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan penelitian kuantitatif
korelasional atau uji hubungan. Penelitian korelasi merupakan salah satu teknik
statistik inferensial yang dipergunakan secara luas di lapangan yang dimaksudkan
untuk menguji adanya hubungan antar sejumlah gejala (Burhan Nurgiyantoro,
2009:129). Berdasarkan pada penjelasan tersebut, gejala-gejala yang diukur
bersifat kuantitatif atau diukur dengan menggunakan angka-angka.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMA N 1 Piyungan yang terletak di Dusun
Karanggayam, Desa Sitimulyo, Kabupaten Bantul. Peneliti melaksanakan
pengambilan data di lapangan pada tanggal 6-8 Februari 2014. Adapun penelitian
secara keseluruhan dilakukan selama 6 bulan yaitu sejak bulan November
2013-April 2014.
C. Subjek Penelitian
Subjek penelitian dalam penelitian ini yaitu populasi siswa kelas X di SMA
N 1 Piyungan. Kelas X di SMA tersebut terdapat lima kelas paralel dengan jumlah
subjek sebanyak 128 siswa yang seharusnya berjumlah 136 siswa. Peneliti hanya
memperoleh 128 siswa dikarenakan ada 8 siswa yang tidak masuk sekolah pada
saat peneliti melakukan penelitian di lapangan. Peneliti memilih subjek siswa
33
wawancara diketahui bahwa siswa pada kelas X memiliki kecenderungan untuk
melindungi harga diri yang bersifat negatif.
D. Variabel Penelitian
1.Variabel Tergantung
Variabel tergantung pada penelitian ini yaitu kecenderungan untuk
melindungi harga diri.
2.Variabel Bebas
Variabel bebas pada penelitian ini yaitu gaya hidup. Kecenderungan gaya
hidup yang akan diungkap pada penelitian ini ada 4 macam tipe yaitu tipe
dominan-berkuasa, tipe bersandar, tipe menjauh, dan tipe bermanfaat.
E. Definisi Operasional
Secara teoretik, definisi mengacu pada Teori Psikologi Individual dari
Alfred adler. Berdasarkan teori tersebut, dirumuskan definisi operasional yang
berguna untuk panduan operasional dan alat ukur.
1.Kecenderungan Melindungi Harga Diri
Kecenderungan untuk melindungi harga diri diukur dengan
mengkaji kebiasaan membuat alasan, perilaku agresi, dan perilaku
menarik diri yang dilakukan oleh subjek. Semakin tinggi skor yang
dihasilkan pada alat ukur menunjukkan bahwa kecenderungan untuk
melindungi harga diri individu tersebut negatif. Sebaliknya, semakin
34
bahwa individu tersebut memiliki kecenderungan untuk melindungi diri
yang positif.
2.Gaya Hidup
Kecenderungan gaya hidup yang dimiliki oleh subjek akan dikaji
berdasarkan macam-macam tipe gaya hidup yaitu tipe dominan-berkuasa,
tipe bersandar, tipe menjauh, dan tipe bermanfaat. Skor tertinggi yang
ditunjukkan pada alat ukur untuk mengungkap tipe gaya hidup, akan
menunjukkan kecenderungan gaya hidup yang dimiliki oleh individu
tersebut. Namun hal tersebut bukan berarti gaya hidup yang lain tidak
dimiliki oleh subjek.
F. Metode Pengumpulan Data dan Instrumen Pengumpulan Data
Alat pengumpul data berupa kuesioner dengan teknik daftar cek. Kuesioner
yang digunakan akan dibagi menjadi 2 yaitu kuesioner yang digunakan untuk
mengungkap kecenderungan untuk melindungi harga diri dan kuesioner untuk
mengungkap gaya hidup.
1. Kecenderungan Melindungi Harga Diri
Variabel ini diukur dengan menggunakan instrumen pengumpulan data
berupa kuesioner dengan metode daftar cek. Adapun kisi-kisi instrumen yang
[image:49.595.112.512.647.715.2]digunakan ditampilkan pada tabel 1.
Tabel 1. Kisi-kisi Kecenderungan Melindungi Harga Diri
No Aspek Indikator Nomor Jumlah Butir 1. Membuat
Alasan Membuat alasan dalam berbagai situasi. 1, 5, 9 3 2. Agresi Menilai rendah orang lain dengan
35
Membuat gosip dan memberikan kritik kepada
orang lain. 15, 18, 21, 24, 26 5 Menyalahkan orang lain atas kesalahannya pada
individu lain untuk balas dendam. 28, 30, 32, 34, 36, 38 5 Menginginkan orang lain lebih sengsara dari
pada dirinya. 4, 8, 13, 40 4 Memenuhi diri sendiri dengan perasaan bersalah
supaya orang lain merasa bersalah akan penderitaan yang dialaminya.
16, 19, 22 3
3. Menarik Diri
Cenderung mencari situasi nyaman. 3, 7, 11, 14, 17, 20,
23, 25, 27, 29, 31 11 Dengan sengaja melakukan penundaan ketika
menghadapi suatu permasalahan. 33, 35, 37 3 Membuat masalah sendiri dan menyelesaikan
masalahnya sendiri supaya terlihat hebat. 39 1
Jumlah 51
2. Gaya Hidup
Variabel ini akan diukur menggunakan instrumen pengumpulan data
berupa kuesioner dengan metode daftar cek. Variabel ini akan dibagi kedalam
empat kelompok yang akan dikelompokkan berdasarkan gaya hidup untuk
mempermudah mengelompokkan individu kedalam tipe-tipe gaya hidup.
[image:50.595.113.510.84.255.2]Adapun kisi-kisi instrumen gaya hidup ditampilkan pada tabel 2.
Tabel 2. Kisi-kisi Gaya Hidup
NO Aspek Indikator Nomor Jumlah
Butir
1. Tipe Dominan-Berkuasa
Menceritakan segala hal kepada orang lain tanpa ada halangan.
1, 2, 6, 10,
14 5
Memaksakan kehendak tanpa memperdulikan orang lain.
18, 22, 26, 30, 34, 37, 40
7
Agresif 42, 44, 46,
48, 50, 51 6
2. Tipe Bersandar
Menginginkan orang lain memuaskan keinginan mereka.
3, 7, 11, 15,
19 5
Mencari keuntungan sebanyak-banyaknya dari
orang lain. 23, 27, 31 3
36 Menjauh
Memiliki ketakutan akan kegagalan yang besar dari pada keinginan untuk sukses.
20, 24, 28,
32, 35 5
Menghindari segala macam permasalahan. 38, 41, 43 3
Melakukan hal-hal yang tidak berguna
untuk melarikan diri dari masalah. 45, 47, 49 3
4. Tipe Bermanfaat
Aktif dalam lingkungan sosial. 5, 9, 13 3 Mementingkan kepentingan bersama diatas
kepentingan pribadi. 17, 21, 25 3
Dapat bekerja sama dengan baik. 29, 33, 36,
39 4
Jumlah 51
G. Uji Coba Instrumen
Sebelum instrumen digunakan untuk pengumpulan data, terlebih dahulu
dilakukan uji coba instrumen untuk mengetahui baku atau tidaknya instrumen
yang akan digunakan. Untuk menguji baku atau tidaknya instrumen, maka perlu
dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas terhadap instrumen. Subjek uji coba
instrumen yaitu siswa di SMA Negeri 1 Piyungan kelas XI dan XII.
1. Uji Validitas Instrumen
Haynes, Richard, dan Kubany mengatakan bahwa uji validitas yang
digunakan untuk menguji validitas instrumen adalah validitas isi. Validitas isi
memiliki makna sejauh mana elemen-elemen dalam suatu instrumen ukur
benar-benar relevan dan merupakan representasi dari konstrak yang sesuai dengan
tujuan pengukuran (Saifuddin Azwar, 2012:111). Dalam validitas isi terdapat
37
penilaian ahli berdasarkan pada indikator instrumen yang telah dibuat
sebelumnya.
2. Uji Reliabilitas Instrumen
Dalam penelitian ini untuk menguji reliabilitas instrumen, peneliti
menggunakan formula Alpha Cronbach dari program IBM SPSS 22. Formula
Alpha Cronbach dapat digunakan untuk menguji data penelitian dengan skor
dikotomi (skor 0 atau 1). Menurut Sekaran (1992) reliabilitas kurang dari 0,6
adalah kurang baik, sedangkan 0,7 dapat diterima dan di atas 0,8 adalah baik.
H. Hasil Uji Coba Alat Ukur
Kuesioner untuk mengukur gaya hidup dan kecenderungan melindungi
harga diri diujikan terhadap 122 siswa pada kelas XI dan kelas XII. Berdasarkan
hasil uji reliabilitas terhadap kuesioner gaya hidup dengan menggunakan Alpha
Cronbach, diperoleh nilai sebesar 0,827. Hal itu berarti alat ukur yang digunakan
untuk mengukur variabel gaya hidup adalah baik. Hasil uji reliabilitas terhadap
kuesioner kecenderungan melindungi harga diri dengan menggunakan Alpha
Cronbach, diperoleh nilai sebesar 0,832. Hal itu berarti alat ukur yang digunakan
untuk mengukur kecenderungan melindungi harga diri adalah baik.
I. Teknik Analisis Data
Pada penelitian ini peneliti menggunakan teknik analisis data dengan
analisis crosstab. Alasan peneliti menggunakan formula ini karena data yang
dihasilkan dari alat pengumpul data berupa data nominal dengan melihat frekuensi
38
Ghozali (2011:22) bahwa analisis crosstab pada prinsipnya menyajikan data
dalam bentuk tabulasi yang meliputi baris dan kolom dan data untuk penyajian
39
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Deskripsi Data
Data dari penelitian ini diperoleh melalui penyebaran kuesioner
pengembangan diri remaja. Kuesioner ini terdiri dari dua bagian. Bagian
pertama berfungsi untuk mengungkap bagaimana kecenderungan untuk
melindungi harga diri siswa dan bagian kedua berfungsi untuk mengetahui
tipe gaya hidup yang dimiliki oleh siswa. Data dari kedua bagian tersebut
kemudian dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui besarnya frekuensi
dari tiap-tiap variabel.
a. Gaya Hidup Tipe Dominan-Berkuasa
Gaya hidup ini diungkap menggunakan 18 butir pernyataan. Jumlah
butir pernyataan pada kuesioner yang digunakan untuk mengungkap
masing-masing indikator gaya hidup ini tidak seimbang. Maka dilakukan
penyetaraan skor dengan menggunakan z-score (nilai z). Distribusi
[image:54.595.149.513.584.660.2]kategori variabel dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Distribusi Variabel Gaya Hidup Dominan-Berkuasa
No Norma Frekuensi Persentase Kategori
1. z < -1 24 18,8% Rendah
2. -1 < z < 1 83 64,8% Sedang
3. z > 1 21 16,4% Tinggi
Jumlah 128 100%
Kategori-kategori pada distribusi variabel dapat diartikan sebagai
40
hidup tipe dominan-berkuasa; (2) Sedang, berarti siswa jarang melakukan
gaya hidup tipe dominan-berkuasa; dan (3) Tinggi, berarti siswa sering
melakukan gaya hidup tipe dominan-berkuasa. Dengan demikian maka
dari tabel 3. dapat dilihat bahwa terdapat 24 siswa (18,8%) yang termasuk
dalam kategori rendah, 83 siswa (64,8%) yang termasuk dalam kategori
sedang dan 21 siswa (15,4%) yang termasuk dalam kategori tinggi.
Dengan melihat data dari tabel 3. maka dapat dikatakan bahwa
sebagian besar siswa memiliki gaya hidup tipe dominan-berkuasa dalam
kategori sedang. Tidak dapat dihindari bahwa sebagian besar siswa
memiliki gaya hidup tipe dominan-berkuasa yang sedang karena data dari
gaya hidup tipe ini berdistribusi normal sehingga kurva yang dihasilkan
pun berupa kurva normal. Sebaran data dari masing-masing kategori pada
gaya hidup tipe dominan-berkuasa dapat dilihat pada gambar berikut:
0,0% 20,0% 40,0% 60,0% 80,0%
Rendah
Sedang
Tinggi 18,8%
64,8%
16,4%
Gambar 2. Grafik Kategorisasi Variabel Gaya Hidup Tipe Dominan-Berkuasa
b. Gaya Hidup Tipe Bersandar
[image:55.595.150.506.457.609.2]41