DAMPAK KRISIS EKONOMI GLOBAL TERHADAP KONDISI PERBANKAN
DAN SEKTOR RIIL DI WILAYAH KERJA KBI KUPANG
Latar Belakang
Krisis ekonomi yang terjadi di Amerika Serikat, ternyata berdampak
kepada negara-negara di Eropa maupun Asia. Krisis tersebut pada awalnya
bermula dari pertumbuhan subprime mortgage yang sangat pesat ketika The
Fed (Bank Sentral Amerika) menurunkan suku bunga sebesar 1% - 1,75%, yaitu
sekitar tahun 2001-2004. Selain itu, modofikasi skim subprime mortgage yang
mempermudah kepemilikan rumah membuat sektor properti mengalami
booming (buble economic). Hal ini membuat sekuritas yang terkait dengan
bisnis ini melambung tinggi nilainya. Pada tahun 2007, The Fed mulai menaikan
suku bunganya hingga level 5,25%. Hal ini ternyata mengakibatkan banyak
nasabah yang default (gagal bayar).
Dampaknya bagi Perekonomian Global
Sekuritas yang terkait (underlying) dengan subprime mortgage nilainya
anjlok, sehingga investor mulai menjual portofolionya untuk menutup kerugian.
Kemudian dana-dana yang ada di emerging market juga ikut ditarik, karena
terkena sentimen negatif. Kebangkrutan lembaga keuangan AS, Lehman
Brothers membuat pasar bertambah panik. Muncul ekspektasi terhadap
perlambatan pertumbuhan ekonomi global, membuat pergerakkan harga
minyak dan komoditi lainnya cenderung menurun karena didorong ekspektasi
pelemahan permintaan dunia.
Pertumbuhan Ekonomi Dunia
Negara 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008f
United States 1.6 2.5 3.9 3.2 3.3 2.2 1.5
United Kingdom 2.1 2.7 3.3 1.9 2.7 2.9 2.7
China 9.1 10 10.1 10.4 10.7 10 10
Japan 0.3 1.4 2.7 1.9 2.2 2.3 1.5
India 4.3 7.3 7.8 9.2 9.2 8.4 7.8
Malaysia 4.4 5.5 7.2 5.2 5.9 5.5 5.8
Philippines 4.4 4.9 6.2 5 5.4 5.8 5.8
Singapore 4.2 3.1 8.8 6.6 7.9 5.5 5.7
Thailand 5.3 7.1 6.3 4.5 5 4.5 4.8
Vietnam 7.1 7.3 7.8 8.4 8.2 8 7.8
Harga Minyak Dunia Harga Komoditas Dunia
75 125 175 225 275
2005 2006 2007 2008
Indeks Komoditas Nonfuel
Indeks Komoditi Total
Dampaknya bagi Indonesia
Tidak terkecuali bagi Indonesia secara umum. Hal ini memberikan
sentimen negatif bagi pasar keuangan Indonesia, yang tercermin dari ajloknya
IHSG hingga level 1400 yang secara simultan menekan nilai tukar Rupiah
melewati batas psikologis Rp 9.500,00 per $ US. Adanya tekanan bagi ekspor
nasional dan investasi asing, serta adanya ketidakpastian terhadap harga
komoditas yang akan berpengaruh terhadap prospek inflasi. Selain itu, bagi
perbankan nasional dampaknya krelatif tidak dirasakan, karena kepemilikan
bank nasional terhadap surat berharga yang bermasalah hanya sedikit.
Dampaknya Bagi Provinsi NTT
Bagi regional Provinsi NTT, gejolak ekonomi yang terjadi saat ini relatif
belum berdampak terhadap kinerja ekonomi secara keseluruhan. Pada triwulan
III-2008 pertumbuhan ekonomi NTT tercatat sebesar 5,31% ; y-o-y. Kondisi
tersebut memang relatif lebih lambat dibandingkan tahun sebelumnya pada
Indeks Komoditas Fuel
Sumber: IMF Index (2005=100)
Jan- Sep yoy m t m
Tot al Com m odit y Price I ndex 11.8 48.1 -9. 9 Com m odit y Non- Fuel Price I ndex 14.1 16.2 -5. 9 - Commodity Food and Beverage 15.1 36.3 -6. 0 - Commodity Agricult ural Raw Materials 5.0 2.6 -5. 0 - Commodity Met als Price Index 17.4 -0.7 -6. 2 Com m odit y Fuel ( energy) I ndex 10.4 69.5 -11. 6 - Crude Oil (petroleum), Price index 10.7 68.6 -13. 3 - Coal, Aust ralian thermal coal 33.9 131.5 -5. 3 - Coal, Sout h Af rican export price 23.6 136.6 -6. 7 Sumber: I MF
Rincian ( I ndeks 2005= 100) 2007 Sep- 08 71.85 64.86 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150
Jan-08 Feb-08 Mar-08 Apr-08 May-08 Jun-08 Jul-08 Aug-08 Sep-08 Oct-08 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150
W TI Minas
Sumber: Bloomberg
$/bbl $/bbl
WTI Minas
2006 66.1 63.5 2007 72.3 70.0
2008 ytd 111.6 106.8
Aug-08 116.6 111.6 Sep-08 104.5 97.5 Oct-08 84.1 79.2 * Per 17 Oktober 2008
RATA-RATA* 8000 8500 9000 9500 10000 500
Jan‐06 Jul‐06 Jan‐07 Jul‐07 Jan‐08 Jul‐08
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 10
Rp Exchange Rate Daily Volatility (RHS) Average Volatility (RHS)
0 500 1000 15 20 30
00 00 2500 00
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2005 2006 2007 2008
R
p
mi
li
a
r
-15% -12% -9% -6% -3% 0% 3% 6% 9% tekanan dari kenaikan harga BBM pada
bulan Mei 2008 lalu. Hal ini secara
otomatis menghambat kinerja konsumsi
(terutama rumah tangga) yang selama ini
menjadi pendorong utama ekonomi NTT.
Namun demikian, pada triwulan III-2008,
kegiatan konsumsi relatif sudah mulai menunjukkan recovery dibandingkan
triwulan sebelumnya.
Dari sisi investasi, secara umum relatif belum mengalami perubahan siginifikan.
Investasi di NTT cenderung bergantung kepada anggaran belanja modal
pemerintah, bukan investasi swasta. Kondisi tersebut mengindikasikan
bahwa, gejolak yang dialami oleh investor asing belum akan berdampak
pada kinerja investasi di regional NTT. Dari sisi ekspor, melemahnya
permintaan pasar internasional, yang berdampak pada penurunan harga
beberapa komoditi ekspor Indonesia (sawit, karet, dll) juga relatif belum
menunjukkan dampak yang signifikan bagi NTT. Hal ini dikarenakan pangsa
ekspor bagi barang-barang/komoditi asal NTT tidak terkonsentrasi ke
Amerika Serikat (AS).
Dari sisi penawaran, sektor pertanian merupakan sektor dominan masih
tetap mengalami pertumbuhan 4,96%; y-o-y. Pertanian di NTT sebagian
besar masih merupakan sistem pertanian marginal, dimana sangat
bergantung pada kesuburan tanah dan faktor cuaca, bukan skala agrobisnis.
Kemudian sektor PHR (perdagangan, hotel dan restoran), merespon pulihnya
konsumsi yang tercermin dari ekspansinya pada triwulan III-2008 sebesar
6,43%; y-o-y.
No Negara Tujuan 2006 2007 2008*
1 Timor Leste 14.866.204 14.390.415 25.521.289
2 China 488.689 5.268.593 2.329.003
3 Australia 216.334 594.995 136.024
4 Jepang 2.875.766 3.527.231 1.057.920
5 Hongkong 139.255 204.000 22.000
6 Singapura 693.249
18.586.247 24.678.482 29.066.236 Sumber : Disperindag Prov NTT
* Sampai Agustus 2008 Total
Hongkong 0,08% Australia
0,47%
China 8,01%
Jepang 3,64%
0 1. 3.000 4.50 10.500 500 0 6.000 7.500 9.000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9
2006 2007 2008
m
ilia
r
asset dana kredit
mengalami perkembangan positif (y-o-y) Kinerja perbankan NTT relatif tidak terpengaruh kondisi gejolak yang terjadi
di pasar keuangan nasional. Asset, dana pihak ketiga (DPK), maupun
penyaluran kredit masing-masing
sebesar 13,39%, 10,45% dan
30,68%. Kondisi tersebut secara
otomatis meningkatkan kinerja
intermediasi perbankan NTT
menjadi 66,42%, dengan tingkat
kualitas kredit (NPLs) yang cukup
terkendali pada level 1,64%.
Peningkatan kebutuhan biaya
hidup diperkirakan membuat masyarakat mengurangi alokasi saving,
sehingga mengakibatkan pertumbuhan DPK sejak awal tahun hingga
Agustus 2008 hanya di bawah 10,00%. Pada saat yang bersamaan,
peningkatan kebutuhan biaya hidup juga mendorong pertumbuhan kredit
konsumtif hingga diatas 30,00%. 0 10000 20000 30000 40000 50000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9
2006 2007 2008
-80% -60% -40% -20% 0% 20% 40% 60% 80% 100% Konsumsi Semen y-o-y 0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000 18000
1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sumber : ASI Sumber : PLN Wil NTT
2006 2007 2008
Jml Pelanggan Bisnis
0% 5% 10% 15% 20% 25% 30% 35% 40%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9
2006 2007 2008
y-o-y DPK y-o-y Kredit 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70%
1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9
80% 0% 1% 2% 3% 4% 5% 6% 7% 8% 9% 10%
mempengaruhi tingkat penyerapan DPK di NTT, yang pada akhir September
2008 tercatat tumbuh 10,45%; y-o-y. Dengan tingkat LDR perbankan NTT
sebesar 66,42%, ketatnya likuiditas pada dasarnya belum dirasakan di
Provinsi NTT. Kemudian terkait perkembangan nilai tukar Rupiah saat ini,
perbankan NTT juga relatif aman dari risiko nilai tukar. Hal ini dikarenakan
perbankan NTT belum ada yang menyalurkan kredit dalam bentuk valas,