PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 14 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Pasal 30 ayat (9) Undang-Undang Nomor 25
Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota;
Mengingat: 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8
Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3
Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2005 Nomor 108; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);
3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4724);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA
PEMERINTAH, PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI, DAN PEMERINTAHAN DAERAH
KABUPATEN/KOTA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang
kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD
menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan
prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
5. Urusan pemerintahan adalah fungsi-fungsi pemerintahan yang menjadi hak dan kewajiban setiap
tingkatan dan/atau susunan pemerintahan untuk mengatur dan mengurus fungsi-fungsi tersebut yang
menjadi kewenangannya dalam rangka melindungi, melayani, memberdayakan, dan menyejahterakan
masyarakat.
6. Kebijakan nasional adalah serangkaian aturan yang dapat berupa norma, standar, prosedur dan/atau
kriteria yang ditetapkan Pemerintah sebagai pedoman penyelenggaraan urusan pemerintahan.
BAB II
URUSAN PEMERINTAHAN
Pasal 2
(1) Urusan pemerintahan terdiri atas urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan
Pemerintah dan urusan pemerintahan yang dibagi bersama antar tingkatan dan/atau susunan
pemerintahan.
(2) Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, serta agama.
(3) Urusan pemerintahan yang dibagi bersama antar tingkatan dan/atau susunan pemerintahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah semua urusan pemerintahan di luar urusan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2).
(4) Urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas 31 (tiga puluh satu) bidang
urusan pemerintahan meliputi:
a. pendidikan;
b. kesehatan;
a. pekerjaan umum;
b. perumahan;
c. penataan ruang;
d. perencanaan pembangunan;
e. perhubungan;
f. lingkungan hidup;
g. pertanahan;
h. kependudukan dan catatan sipil;
i. pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak;
j. keluarga berencana dan keluarga sejahtera;
k. sosial;
l. ketenagakerjaan dan ketransmigrasian;
m. koperasi dan usaha kecil dan menengah;
n. penanaman modal;
o. kebudayaan dan pariwisata;
p. kepemudaan dan olah raga;
q. kesatuan bangsa dan politik dalam negeri;
r. otonomi daerah, pemerintahan umum, administrasi keuangan daerah, perangkat daerah,
kepegawaian, dan persandian;
s. pemberdayaan masyarakat dan desa;
t. statistik;
u. kearsipan;
v. perpustakaan;
w. komunikasi dan informatika;
x. pertanian dan ketahanan pangan;
aa. kehutanan;
bb. energi dan sumber daya mineral;
cc. kelautan dan perikanan;
Pasal 3
Urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan
sarana dan prasarana, serta kepegawaian.
BAB III
PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN
Bagian Kesatu
Urusan Pemerintahan yang Menjadi Kewenangan Pemerintah
Pasal 4
(1) Pembagian urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) berdasarkan kriteria
eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antar tingkatan
dan/atau susunan pemerintahan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengaturan teknis untuk masing-masing sub bidang atau sub-sub
bidang urusan pemerintahan diatur dengan Peraturan Menteri/Kepala Lembaga Pemerintahan Non
Departemen yang membidangi urusan pemerintahan yang bersangkutan setelah berkoordinasi dengan
Menteri Dalam Negeri.
Pasal 5
(1) Pemerintah mengatur dan mengurus urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2).
(2) Selain mengatur dan mengurus urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah mengatur dan mengurus urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangannya sebagaimana tercantum dalam lampiran Peraturan Pemerintah ini.
(3) Khusus untuk urusan pemerintahan bidang penanaman modal, penetapan kebijakan dilakukan sesuai
peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Urusan Pemerintahan yang Menjadi
Kewenangan Pemerintahan Daerah
Pasal 6
(1) Pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan yang berdasarkan kriteria pembagian urusan pemerintahan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) menjadi kewenangannya.
(2) Urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan.
Pasal 7
(1) Urusan wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) adalah urusan pemerintahan yang wajib
diselenggarakan oleh pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota,
berkaitan dengan pelayanan dasar.
(2) Urusan wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pendidikan;
b. kesehatan;
c. lingkungan hidup;
d. pekerjaan umum;
e. penataan ruang;
f. perencanaan pembangunan;
g. perumahan;
h. kepemudaan dan olahraga;
i. penanaman modal;
p. perhubungan;
q. komunikasi dan informatika;
r. pertanahan;
s. kesatuan bangsa dan politik dalam negeri;
t. otonomi daerah, pemerintahan umum, administrasi keuangan daerah, perangkat daerah,
kepegawaian, dan persandian;
u. pemberdayaan masyarakat dan desa;
v. sosial;
w. kebudayaan;
x. statistik;
y. kearsipan; dan
z. perpustakaan.
(3) Urusan pilihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) adalah urusan pemerintahan yang secara
nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi,
kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.
(4) Urusan pilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:
a. kelautan dan perikanan;
b. pertanian;
c. kehutanan;
d. energi dan sumber daya mineral;
e. pariwisata;
f. industri;
g. perdagangan; dan
h. ketransmigrasian.
(5) Penentuan urusan pilihan ditetapkan oleh pemerintahan daerah.
Pasal 8
(1) Penyelenggaraan urusan wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) berpedoman pada
standar pelayanan minimal yang ditetapkan Pemerintah dan dilaksanakan secara bertahap.
(2) Pemerintahan daerah yang melalaikan penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib,
penyelenggaraannya dilaksanakan oleh Pemerintah dengan pembiayaan bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah yang bersangkutan.
(3) Sebelum penyelenggaraan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah
melakukan langkah-langkah pembinaan terlebih dahulu berupa teguran, instruksi, pemeriksaan, sampai
dengan penugasan pejabat Pemerintah ke daerah yang bersangkutan untuk memimpin
penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib tersebut.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diatur dengan Peraturan Presiden.
Pasal 9
(1) Menteri/Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen menetapkan norma, standar, prosedur, dan
kriteria untuk pelaksanaan urusan wajib dan urusan pilihan.
(2) Di dalam menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memperhatikan keserasian hubungan Pemerintah dengan pemerintahan daerah dan antar
pemerintahan daerah sebagai satu kesatuan sistem dalam kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
(3) Penetapan norma, standar, prosedur, dan kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melibatkan
pemangku kepentingan terkait dan berkordinasi dengan Menteri Dalam Negeri.
Pasal 10
(1) Penetapan norma, standar, prosedur, dan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1)
dilakukan selambat-lambatnya dalam waktu 2 (dua) tahun.
Pasal 11
Pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota dalam melaksanakan urusan
pemerintahan wajib dan pilihan berpedoman kepada norma, standar, prosedur, dan kriteria sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1).
Pasal 12
(1) Urusan pemerintahan wajib dan pilihan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah sebagaimana
dinyatakan dalam lampiran Peraturan Pemerintah ini ditetapkan dalam peraturan daerah
selambat-lambatnya 1 (satu) tahun setelah ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini.
(2) Urusan pemerintahan wajib dan pilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar
penyusunan susunan organisasi dan tatakerja perangkat daerah.
BAB IV
PENGELOLAAN URUSAN PEMERINTAHAN
LINTAS DAERAH
Pasal 13
(1) Pelaksanaan urusan pemerintahan yang mengakibatkan dampak lintas daerah dikelola bersama oleh
daerah terkait.
(2) Tata cara pengelolaan bersama urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
BAB V
URUSAN PEMERINTAHAN SISA
Pasal 14
(1) Urusan pemerintahan yang tidak tercantum dalam lampiran Peraturan Pemerintah ini menjadi
kewenangan masing-masing tingkatan dan/atau susunan pemerintahan yang penentuannya
menggunakan kriteria pembagian urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1).
(2) Dalam hal pemerintahan daerah provinsi atau pemerintahan daerah kabupaten/kota akan
menyelenggarakan urusan pemerintahan yang tidak tercantum dalam lampiran Peraturan Pemerintah ini
terlebih dahulu mengusulkan kepada Pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri untuk mendapat
penetapannya.
Pasal 15
(1) Menteri/Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen menetapkan norma, standar, prosedur, dan
kriteria untuk pelaksanaan urusan sisa.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) dan ayat (3) berlaku juga bagi norma, standar,
prosedur, dan kriteria untuk urusan sisa.
BAB VI
PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAHAN
Pasal 16
(1) Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), Pemerintah dapat:
a. menyelenggarakan sendiri;
b. melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada kepala instansi vertikal atau kepada gubernur
selaku wakil pemerintah di daerah dalam rangka dekonsentrasi; atau
c. menugaskan sebagian urusan pemerintahan tersebut kepada pemerintahan daerah dan/atau
pemerintahan desa berdasarkan asas tugas pembantuan.
(3) Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah yang berdasarkan kriteria pembagian urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangannya, pemerintahan daerah provinsi dapat:
a. menyelenggarakan sendiri; atau
b. menugaskan sebagian urusan pemerintahan tersebut kepada pemerintahan daerah kabupaten/kota
dan/atau pemerintahan desa berdasarkan asas tugas pembantuan.
(4) Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah yang berdasarkan kriteria pembagian urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangannya, pemerintahan daerah kabupaten/kota dapat:
a. menyelenggarakan sendiri; atau
b. menugaskan dan/atau menyerahkan sebagian urusan pemerintahan tersebut kepada pemerintahan
desa berdasarkan asas tugas pembantuan.
Pasal 17
(1) Urusan pemerintahan selain yang dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) yang penyelenggaraannya oleh
Pemerintah ditugaskan penyelenggaraannya kepada pemerintahan daerah berdasarkan asas tugas
pembantuan, secara bertahap dapat diserahkan untuk menjadi urusan pemerintahan daerah yang
bersangkutan apabila pemerintahan daerah telah menunjukkan kemampuan untuk memenuhi norma,
standar, prosedur, dan kriteria yang dipersyaratkan.
(2) Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi yang penyelenggaraannya ditugaskan kepada
pemerintahan daerah kabupaten/kota berdasarkan asas tugas pembantuan, secara bertahap dapat
diserahkan untuk menjadi urusan pemerintahan kabupaten/kota yang bersangkutan apabila
pemerintahan daerah kabupaten/kota telah menunjukkan kemampuan untuk memenuhi norma, standar,
prosedur, dan kriteria yang dipersyaratkan.
(3) Penyerahan urusan pemerintahan sebagaimana diatur pada ayat (1) dan ayat (2) disertai dengan
perangkat daerah, pembiayaan, dan sarana atau prasarana yang diperlukan.
(4) Penyerahan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diprioritaskan bagi
urusan pemerintahan yang berdampak lokal dan/atau lebih berhasilguna serta berdayaguna apabila
penyelenggaraannya diserahkan kepada pemerintahan daerah yang bersangkutan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyerahan urusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) diatur dengan Peraturan Presiden.
BAB VII
PEMBINAAN URUSAN PEMERINTAHAN
Pasal 18
(1) Pemerintah berkewajiban melakukan pembinaan kepada pemerintahan daerah untuk mendukung
kemampuan pemerintahan daerah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangannya.
(2) Apabila pemerintahan daerah ternyata belum juga mampu menyelenggarakan urusan pemerintahan
setelah dilakukan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka untuk sementara
penyelenggaraannya dilaksanakan oleh Pemerintah.
(3) Pemerintah menyerahkan kembali penyelenggaraan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) apabila pemerintahan daerah telah mampu menyelenggarakan urusan pemerintahan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan urusan pemerintahan yang belum mampu
dilaksanakan oleh pemerintahan daerah diatur dengan Peraturan Presiden.
BAB VIII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 19
(1) Khusus untuk Pemerintahan Daerah Provinsi DKI Jakarta rincian urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan kabupaten/kota sebagaimana tertuang dalam lampiran Peraturan Pemerintah ini secara
otomatis menjadi kewenangan provinsi.
Pasal 20
Semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan secara langsung dengan pembagian
urusan pemerintahan, wajib mendasarkan dan menyesuaikan dengan Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 21
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang merupakan
peraturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah
dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 54
Tahun 2000, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952) dinyatakan masih tetap
berlaku sepanjang belum diganti dan tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 22
Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang
Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 54 Tahun 2000, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952) dan
semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pembagian urusan pemerintahan dinyatakan
tidak berlaku.
Pasal 23
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 9 Juli 2007
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 9 Juli 2007
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ANDI MATTALATTA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2007 NOMOR 82.
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 38 TAHUN 2007
TENTANG
PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH, PEMERINTAHAN DAERAH
PROVINSI, DAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA
I. UMUM
dengan Pemerintahan Daerah. Urusan pemerintahan terdiri dari urusan pemerintahan yang sepenuhnya
menjadi kewenangan Pemerintah dan urusan pemerintahan yang dikelola secara bersama antar tingkatan
dan susunan pemerintahan atau konkuren. Urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan
pemerintah adalah urusan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan, keamanan, moneter dan fiskal
nasional, yustisi, dan agama. Urusan pemerintahan yang dapat dikelola secara bersama antar tingkatan dan
susunan pemerintahan atau konkuren adalah urusan-urusan pemerintahan selain urusan pemerintahan
yang sepenuhnya menjadi urusan Pemerintah.
Dengan demikian dalam setiap bidang urusan pemerintahan yang bersifat konkuren senantiasa terdapat
bagian urusan yang menjadi kewenangan Pemerintah, pemerintahan daerah provinsi, dan pemerintahan
daerah kabupaten/kota.
Untuk mewujudkan pembagian urusan pemerintahan yang bersifat konkuren tersebut secara
proporsional antara Pemerintah, pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota
maka ditetapkan kriteria pembagian urusan pemerintahan yang meliputi eksternalitas, akuntabilitas dan
efisiensi.
Penggunaan ketiga kriteria tersebut diterapkan secara kumulatif sebagai satu kesatuan dengan
mempertimbangkan keserasian dan keadilan hubungan antar tingkatan dan susunan pemerintahan.
Kriteria eksternalitas didasarkan atas pemikiran bahwa tingkat pemerintahan yang berwenang atas suatu
urusan pemerintahan ditentukan oleh jangkauan dampak yang diakibatkan dalam penyelenggaraan urusan
pemerintahan tersebut. Untuk mencegah terjadinya tumpang tindih pengakuan atau klaim atas dampak
tersebut, maka ditentukan kriteria akuntabilitas yaitu tingkat pemerintahan yang paling dekat dengan
dampak yang timbul adalah yang paling berwenang untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan
tersebut.
Hal ini adalah sesuai dengan prinsip demokrasi yaitu mendorong akuntabilitas Pemerintah kepada
rakyat. Kriteria efisiensi didasarkan pada pemikiran bahwa penyelenggaraan urusan pemerintahan sedapat
mungkin mencapai skala ekonomis.
Hal ini dimaksudkan agar seluruh tingkat pemerintahan wajib mengedepankan pencapaian efisiensi
dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya yang sangat diperlukan dalam
menghadapi persaingan di era global. Dengan penerapan ketiga kriteria tersebut, semangat demokrasi yang
diterapkan melalui kriteria eksternalitas dan akuntabilitas, serta semangat ekonomis yang diwujudkan
melalui kriteria efisiensi dapat disinergikan dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan
demokratisasi sebagai esensi dasar dari kebijakan desentralisasi.
Urusan yang menjadi kewenangan daerah terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan
pemerintahan wajib adalah urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh pemerintahan daerah
yang terkait dengan pelayanan dasar
(basic services)
bagi masyarakat, seperti pendidikan dasar,
kesehatan, lingkungan hidup, perhubungan, kependudukan dan sebagainya. Urusan pemerintahan yang
bersifat pilihan adalah urusan pemerintahan yang diprioritaskan oleh pemerintahan daerah untuk
diselenggarakan yang terkait dengan upaya mengembangkan potensi unggulan
(core competence)
yang
menjadi kekhasan daerah. Urusan pemerintahan di luar urusan wajib dan urusan pilihan yang
diselenggarakan oleh pemerintahan daerah, sepanjang menjadi kewenangan daerah yang bersangkutan
tetap harus diselenggarakan oleh pemerintahan daerah yang bersangkutan.
Namun mengingat terbatasnya sumber daya dan sumber dana yang dimiliki oleh daerah, maka prioritas
penyelenggaraan urusan pemerintahan difokuskan pada urusan wajib dan urusan pilihan yang benar-benar
mengarah pada penciptaan kesejahteraan masyarakat disesuaikan dengan kondisi, potensi, dan kekhasan
daerah yang bersangkutan.
Di luar urusan pemerintahan yang bersifat wajib dan pilihan sebagaimana tercantum dalam lampiran
Peraturan Pemerintah ini, setiap tingkat pemerintahan juga melaksanakan urusan-urusan pemerintahan
yang berdasarkan kriteria pembagian urusan pemerintahan menjadi kewenangan yang bersangkutan atas
dasar prinsip penyelenggaraan urusan sisa.
Untuk itu pemberdayaan dari Pemerintah kepada pemerintahan daerah menjadi sangat penting untuk
meningkatkan kapasitas daerah agar mampu memenuhi norma, standar, prosedur, dan kriteria sebagai
prasyarat menyelenggarakan urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangannya.
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Urusan pemerintahan yang dibagi bersama antar tingkatan dan/atau susunan pemerintahan, yang
disebut juga dengan "urusan pemerintahan yang bersifat konkuren" adalah urusan pemerintahan di
luar urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan sepenuhnya Pemerintah, yang diselenggarakan
bersama oleh Pemerintah, pemerintahan daerah provinsi, dan pemerintahan daerah kabupaten/kota.
Ayat (4)
Ketigapuluh satu bidang urusan pemerintahan sebagaimana diatur dalam pasal ini berkaitan langsung
dengan otonomi daerah.
Ayat (5)
Cukup Jelas.
Ayat (6)
Cukup Jelas.
Pasal 3
Cukup Jelas.
Pasal 4
Ayat (1)
Eksternalitas adalah kriteria pembagian urusan pemerintahan dengan memperhatikan dampak yang
timbul sebagai akibat dari penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan. Apabila dampak yang
ditimbulkan bersifat lokal, maka urusan pemerintahan tersebut menjadi kewenangan pemerintahan
daerah kabupaten/kota. Sedangkan apabila dampaknya bersifat lintas kabupaten/kota dan/atau
regional maka urusan pemerintahan itu menjadi kewenangan pemerintahan provinsi; dan apabila
dampaknya bersifat lintas provinsi dan/atau nasional, maka urusan itu menjadi kewenangan
Pemerintah.
Akuntabilitas adalah kriteria pembagian urusan Pemerintahan dengan memperhatikan
pertanggungjawaban Pemerintah, pemerintahan daerah Provinsi, dan pemerintahan daerah
kabupaten/kota dalam penyelenggaraan urusan Pemerintahan tertentu kepada masyarakat. Apabila
dampak penyelenggaraan bagian urusan pemerintahan secara langsung hanya dialami secara lokal
(satu kabupaten/kota), maka pemerintahan daerah kabupaten/kota bertanggungjawab mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan tersebut. Sedangkan apabila dampak penyelenggaraan bagian urusan
pemerintahan secara langsung dialami oleh lebih dari satu kabupaten/kota dalam satu provinsi, maka
pemerintahan daerah provinsi yang bersangkutan bertanggung jawab mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan tersebut; dan apabila dampak penyelenggaraan urusan pemerintahan dialami lebih dari
satu provinsi dan/atau bersifat nasional maka Pemerintah bertanggungjawab untuk mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan dimaksud.
Efisiensi adalah kriteria pembagian urusan pemerintahan dengan memperhatikan daya guna tertinggi
yang dapat diperoleh dari penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan. Apabila urusan pemerintahan
lebih berdayaguna ditangani pemerintahan daerah kabupaten/kota, maka diserahkan kepada
pemerintahan daerah kabupaten/kota, sedangkan apabila akan lebih berdayaguna bila ditangani
pemerintahan daerah provinsi, maka diserahkan kepada pemerintahan daerah provinsi. Sebaliknya
apabila suatu urusan pemerintahan akan berdayaguna bila ditangani Pemerintah maka akan tetap
menjadi kewenangan Pemerintah.
Ayat (2)
pemerintahan di luar urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah dan
berdasarkan kriteria pembagian urusan pemerintahan menjadi kewenangan Pemerintah.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Penentuan potensi unggulan mengacu pada produk domestik regional bruto (PDRB), mata
pencaharian penduduk, dan pemanfaatan lahan yang ada di daerah.
Ayat (4)
Penentuan urusan pilihan sesuai dengan skala prioritas yang ditetapkan pemerintahan daerah.
Pemerintahan daerah tetap harus memberikan pelayanan publik yang dibutuhkan masyarakat
meskipun pelayanan tersebut bukan berasal dari urusan pilihan yang diprioritaskan.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 8
Ayat (1)
Mengingat kemampuan anggaran yang masih terbatas, maka penetapan dan pelaksanaan standar
pelayanan minimal pada bidang yang menjadi urusan wajib pemerintahan daerah dilaksanakan secara
bertahap dengan mendahulukan sub-sub bidang urusan wajib yang bersifat prioritas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 9
Ayat (1)
Norma adalah aturan atau ketentuan yang dipakai sebagai tatanan untuk penyelenggaraan
pemerintahan daerah.
Standar adalah acuan yang dipakai sebagai patokan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Prosedur adalah metode atau tata cara untuk penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Kriteria adalah ukuran yang dipergunakan menjadi dasar dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan keserasian hubungan adalah pengelolaan bagian urusan pemerintah yang
dikerjakan oleh tingkat pemerintahan yang berbeda, bersifat saling berhubungan (interkoneksi), saling
tergantung (interdependensi), dan saling mendukung sebagai satu kesatuan sistem dengan
memperhatikan cakupan kemanfaatan.
Ayat (3)
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Ayat (1)
Pengelolaan bersama dapat dilembagakan dalam bentuk kerjasama antar daerah yang difasilitasi oleh
Pemerintah.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 14
Ayat (1)
Urusan pemerintahan sisa yang berskala nasional atau lintas provinsi menjadi kewenangan
Pemerintah, yang berskala provinsi atau lintas kabupaten/kota menjadi kewenangan pemerintahan
daerah provinsi, dan yang berskala kabupaten/kota menjadi kewenangan pemerintahan daerah
kabupaten/kota.
Ayat (2)
Penetapan dimaksudkan untuk menghindarkan terjadinya saling gugat antar tingkatan dan/atau
susunan pemerintahan.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Ayat (1)
Pembinaan yang dilakukan Pemerintah dapat berbentuk pemberian bimbingan, supervisi, konsultasi,
monitoring dan evaluasi, pendidikan dan latihan dan kegiatan pemberdayaan lainnya yang diarahkan
agar pemerintahan daerah mampu menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangannya.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
www.l
ega
lit
as.or
g
www.l
ega
lit
as.or
g
A. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PENDIDIKAN
SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAH PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI
PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA 1. Kebijakan 1. Kebijakan dan
Standar
1.a. Penetapan kebijakan nasional pendidikan.
b.Koordinasi dan
sinkronisasi kebijakan operasional dan program pendidikan antar provinsi. c. Perencanaan strategis
pendidikan nasional.
1.a. Penetapan kebijakan operasional pendidikan di provinsi sesuai dengan kebijakan nasional.
b.Koordinasi dan sinkronisasi kebijakan operasional dan program pendidikan antar kabupaten/kota.
c.Perencanaan strategis pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar,
pendidikan menengah dan pendidikan nonformal sesuai dengan perencanaan strategis pendidikan
nasional.
1.a.Penetapan kebijakan operasional pendidikan di kabupaten/kota sesuai dengan kebijakan nasional dan
provinsi. b.―
c.Perencanaan operasional program pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar,
www.l
ega
lit
as.or
g
www.l
ega
lit
as.or
g
2.a. Pengembangan danpenetapan standar nasional pendidikan (isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga
kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan). b. Sosialisasi standar
nasional pendidikan dan pelaksanaannya pada jenjang pendidikan tinggi. 3. Penetapan pedoman
pengelolaan dan penyelenggaraan
pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar,
pendidikan menengah, pendidikan tinggi, dan pendidikan nonformal.
2.a.―
b.Sosialisasi dan pelaksanaan standar nasional pendidikan di tingkat provinsi.
3. Koordinasi atas pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan, pengembangan tenaga kependidikan dan penyediaan fasilitas
penyelenggaraan pendidikan lintas kabupaten/kota, untuk tingkat pendidikan dasar dan menengah.
2.a.―
b.Sosialisasi dan pelaksanaan standar nasional pendidikan di tingkat kabupaten/kota.
3. Pengelolaan dan
www.l
ega
lit
as.or
g
www.l
ega
lit
as.or
g
4. Penetapan kebijakantentang satuan pendidikan bertaraf internasional dan satuan pendidikan berbasis keunggulan lokal.
5.a. Pemberian izin pendirian serta pencabutan izin perguruan tinggi.
b.Pemberian izin pendirian serta pencabutan izin satuan pendidikan dan/atau program studi bertaraf internasional. c. Penyelenggaraan dan/atau
pengelolaan satuan pendidikan dan/atau program studi bertaraf internasional
4. —
5.a.―
b.—
c. Penyelenggaraan dan/atau pengelolaan satuan
pendidikan dan/atau program studi bertaraf internasional pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
4. —
5.a. Pemberian izin pendirian serta pencabutan izin satuan pendidikan dasar, satuan pendidikan menengah dan satuan/penyelenggara pendidikan nonformal. b.—
c. Penyelenggaraan dan/atau pengelolaan satuan pendidikan sekolah dasar bertaraf
www.l
ega
lit
as.or
g
www.l
ega
lit
as.or
g
d.―e.―
6. Pengelolaan dan/atau penyelenggaraan pendidikan tinggi.
7. Pemantauan dan evaluasi satuan pendidikan bertaraf internasional. 8. Penyelenggaraan sekolah
Indonesia di luar negeri.
d.―
e.―
6. Pemberian dukungan sumber daya terhadap penyelenggaraan perguruan tinggi.
7. Pemantauan dan evaluasi satuan pendidikan bertaraf internasional.
8. ―
d.Pemberian izin pendirian serta pencabutan izin satuan pendidikan dasar dan
menengah berbasis keunggulan lokal.
e. Penyelenggaraan dan/atau pengelolaan pendidikan
berbasis keunggulan lokal pada pendidikan dasar dan
menengah.
6. Pemberian dukungan sumber daya terhadap penyelenggaraan perguruan tinggi.
www.l
ega
lit
as.or
g
www.l
ega
lit
as.or
g
9. Pemberian izin pendirian,pencabutan izin penyelenggaraan, dan pembinaan satuan pendidikan Asing di Indonesia.
10.a. Pengembangan sistem informasi manajemen pendidikan secara nasional.
b. Peremajaan data dalam sistem informasi manajemen pendidikan nasional untuk tingkat nasional.
9. ―
10. a.―
b. Peremajaan data dalam sistem infomasi
manajemen pendidikan nasional untuk tingkat provinsi.
9. ―
10. a.―
b. Peremajaan data dalam sistem infomasi manajemen pendidikan nasional untuk tingkat kabupaten/kota.
2. Pembiayaan 1.a. Penetapan pedoman pembiayaan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan
menengah, pendidikan tinggi, pendidikan nonformal.
www.l
ega
lit
as.or
g
www.l
ega
lit
as.or
g
b.Penyediaan bantuan biayapenyelenggaraan
pendidikan tinggi sesuai kewenangannya.
c. Pembiayaan penjaminan mutu satuan pendidikan sesuai kewenangannya.
b.Penyediaan bantuan biaya penyelenggaraan pendidikan bertaraf internasional sesuai kewenangannya.
c. Pembiayaan penjaminan mutu satuan pendidikan sesuai kewenangannya.
b.Penyediaan bantuan biaya penyelenggaraan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan nonformal sesuai kewenangannya. c. Pembiayaan penjaminan mutu
satuan pendidikan sesuai kewenangannya.
3. Kurikulum 1.a. Penetapan kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan anak usia dini,
pendidikan dasar dan pendidikan menengah. b. Sosialisasi kerangka
dasar dan struktur kurikulum pendidikan anak usia dini,
pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
1.a. Koordinasi dan supervisi pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan pada pendidikan
menengah.
b. Sosialisasi kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
1.a. Koordinasi dan supervisi pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan pada pendidikan dasar.
www.l
ega
lit
as.or
g
www.l
ega
lit
as.or
g
c. Penetapan standar isidan standar kompetensi lulusan pendidikan dasar dan menengah, dan sosialisasinya. 2.a. Pengembangan model
kurikulum tingkat satuan pendidikan pada
pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar,
pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal. b.Sosialisasi dan fasilitasi
implementasi kurikulum tingkat satuan pendidikan.
3. Pengawasan pelaksanaan kurikulum tingkat satuan pendidikan pada
pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
c. Sosialisasi dan
implementasi standar isi dan standar kompetensi lulusan pendidikan menengah.
2.a.―
b.Sosialisasi dan fasilitasi implementasi kurikulum tingkat satuan pendidikan pada pendidikan menengah.
3. Pengawasan pelaksanaan kurikulum tingkat satuan pendidikan pada pendidikan menengah.
c. Sosialisasi dan implementasi standar isi dan standar kompetensi lulusan pendidikan dasar.
2.a.―
b.Sosialisasi dan fasilitasi implementasi kurikulum tingkat satuan pendidikan pada pendidikan anak usia dini dan pendidikan dasar.
www.l
ega
lit
as.or
g
www.l
ega
lit
as.or
g
4. Sarana dan Prasarana
1.a. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan dan pemenuhan standar nasional sarana dan prasarana pendidikan.
b.Pengawasan
pendayagunaan bantuan sarana dan prasarana pendidikan.
1.a. Pengawasan terhadap pemenuhan standar nasional sarana dan prasarana pendidikan menengah.
b.Pengawasan pendayagunaan bantuan sarana dan
prasarana pendidikan.
1.a.Pengawasan terhadap
pemenuhan standar nasional sarana dan prasarana pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal.
b.Pengawasan pendayagunaan bantuan sarana dan prasarana pendidikan.
2.a. Penetapan standar dan pengesahan kelayakan buku pelajaran. b.―
2.a.―
b.Pengawasan penggunaan buku pelajaran pendidikan menengah
.
2.a.―
b.Pengawasan penggunaan buku pelajaran pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar,
www.l
ega
lit
as.or
g
www.l
ega
lit
as.or
g
5. Pendidik dan Tenaga Kependidikan
1.a. Perencanaan kebutuhan dan pengadaan pendidik dan tenaga kependidikan secara nasional.
b.―
2. Pemindahan pendidik dan tenaga kependidikan PNS antar provinsi.
1.a. Perencanaan kebutuhan pendidik dan tenaga kependidikan untuk pendidikan bertaraf internasional sesuai kewenangannya.
b. Pengangkatan dan
penempatan pendidik dan tenaga kependidikan PNS untuk satuan pendidikan bertaraf internasional.
2. Pemindahan pendidik dan tenaga kependidikan PNS antar kabupaten/kota.
1.a. Perencanaan kebutuhan pendidik dan tenaga
kependidikan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan nonformal sesuai kewenangannya.
b. Pengangkatan dan penempatan pendidik dan tenaga
kependidikan PNS untuk pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal sesuai
kewenangannya
www.l
ega
lit
as.or
g
www.l
ega
lit
as.or
g
3. Peningkatan kesejahteraan,penghargaan, dan
perlindungan pendidik dan tenaga kependidikan.
4.a. Perencanaan kebutuhan, pengangkatan, dan penempatan pendidik dan tenaga kependidikan bagi unit organisasi di
lingkungan departemen yang bertanggungjawab di bidang kependidikan. b. Pemberhentian pendidik
dan tenaga kependidikan PNS karena pelanggaran peraturan perundang-undangan.
3. Peningkatan kesejahteraan, penghargaan, dan
perlindungan pendidik dan tenaga kependidikan pendidikan bertaraf internasional.
4.a. Pembinaan dan
pengembangan pendidik dan tenaga kependidikan
pendidikan bertaraf internasional.
b.Pemberhentian pendidik dan tenaga kependidikan PNS pada pendidikan bertaraf internasional selain karena alasan pelanggaran peraturan perundang-undangan
3. Peningkatan kesejahteraan, penghargaan, dan perlindungan pendidik dan tenaga
kependidikan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan nonformal.
4.a. Pembinaan dan pengembangan pendidik dan tenaga
kependidikan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan nonformal.
b. Pemberhentian pendidik dan tenaga kependidikan PNS pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal selain karena alasan pelanggaran peraturan
www.l
ega
lit
as.or
g
www.l
ega
lit
as.or
g
5. ―6. Sertifikasi pendidik.
5. Pengalokasian tenaga
potensial pendidik dan tenaga kependidikan di daerah. 6.―
5.―
6.―
6. Pengendalian Mutu
Pendidikan
1. Penilaian Hasil Belajar
1. Penetapan pedoman, bahan ujian, pengendalian pemeriksaan, dan
penetapan kriteria kelulusan ujian nasional. 2. Pelaksanaan ujian
nasional pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal.
3. Koordinasi, fasilitasi, monitoring, dan evaluasi pelaksanaan ujian nasional.
4. Penyediaan blanko ijazah dan/atau sertifikat ujian nasional.
1. ─
2. Membantu pelaksanaan ujian nasional pendidikan dasar, pendidikan
menengah, dan pendidikan nonformal.
3. Koordinasi, fasilitasi, monitoring, dan evaluasi pelaksanaan ujian sekolah skala provinsi.
4. ―
1. ─
2. Membantu pelaksanaan ujian nasional pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan nonformal.
www.l
ega
lit
as.or
g
www.l
ega
lit
as.or
g
5. Penyediaan biayapenyelenggaraan ujian nasional.
5. Penyediaan biaya penyelenggaraan ujian sekolah skala provinsi.
5. Penyediaan biaya
penyelenggaraan ujian sekolah skala kabupaten/kota.
2. Evaluasi 1.a. Penetapan pedoman evaluasi terhadap pengelola, satuan, jalur, jenjang dan jenis pendidikan.
b.Pelaksanaan evaluasi nasional terhadap pengelola, satuan, jalur, jenjang dan jenis pendidikan.
2.a. Penetapan pedoman evaluasi pencapaian standar nasional pendidikan.
1.a.―
b.Pelaksanaan evaluasi pengelola, satuan, jalur, jenjang, dan jenis
pendidikan pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan
menengah, dan pendidikan nonformal skala provinsi. 2.a.―
1.a.―
b.Pelaksanaan evaluasi pengelola, satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan nonformal skala kabupaten/kota.
www.l
ega
lit
as.or
g
www.l
ega
lit
as.or
g
b. Pelaksanaan evaluasipencapaian standar nasional pendidikan.
b. Pelaksanaan evaluasi
pencapaian standar nasional pendidikan pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan
menengah, dan pendidikan nonformal skala provinsi.
b.Pelaksanaan evaluasi
pencapaian standar nasional pendidikan pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan nonformal skala kabupaten/kota.
3. Akreditasi 1.a. Penetapan pedoman akreditasi pendidikan jalur pendidikan formal dan non formal.
b.Pelaksanaan akreditasi pendidikan jalur pendidikan formal dan nonformal.
1.a.―
b. Membantu pemerintah dalam pelaksanaan
akreditasi pendidikan dasar dan menengah.
1.a.―
b. Membantu pemerintah dalam akreditasi pendidikan
nonformal.
4. Penjaminan Mutu 1. Penetapan pedoman penjaminan mutu satuan pendidikan.
2.a. Supervisi dan fasilitasi satuan pendidikan dalam pelaksanaan penjaminan mutu untuk memenuhi
1. ─
2.a. ─
1. ─
www.l
ega
lit
as.or
g
www.l
ega
lit
as.or
g
standar nasionalpendidikan.
b.Supervisi dan fasilitasi satuan pendidikan bertaraf internasional dalam penjaminan mutu untuk memenuhi standar internasional.
c. ─
d. Evaluasi pelaksanaan dan dampak penjaminan mutu satuan pendidikan skala nasional.
b.Supervisi dan fasilitasi satuan pendidikan bertaraf internasional dalam
penjaminan mutu untuk memenuhi standar internasional. c. ─
d. Evaluasi pelaksanaan dan dampak penjaminan mutu satuan pendidikan skala provinsi.
nonformal dalam penjaminan mutu untuk memenuhi standar nasional pendidikan. b. Supervisi dan fasilitasi satuan
pendidikan bertaraf internasional dalam penjaminan mutu untuk memenuhi standar internasional.
c. Supervisi dan Fasilitasi satuan pendidikan berbasis keunggulan lokal dalam penjaminan mutu.
www.l
ega
lit
as.or
www.l
ega
lit
as.or
SUB BIDANG SUB SUBBIDANG PEMERINTAH
PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI
PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA
1. Upaya Kesehatan 1. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit
1. Pengelolaan survailans
epidemiologi kejadian luar biasa skala nasional.
2. Pengelolaan pencegahan dan penanggulangan penyakit menular berpotensial wabah, dan yang merupakan komitmen global skala nasional dan internasional.
3. Pengelolaan pencegahan dan penanggulangan penyakit tidak menular tertentu skala nasional.
4. Penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana dan wabah skala nasional.
1. Penyelenggaraan survailans epidemiologi, penyelidikan kejadian luar biasa skala provinsi.
2. Penyelenggaraan pencegahan dan
penanggulangan penyakit menular skala provinsi.
3. Penyelenggaraan pencegahan dan
penanggulangan penyakit tidak menular tertentu skala provinsi.
4. Pengendalian operasional penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana dan wabah skala provinsi.
1. Penyelenggaraan survailans epidemiologi, penyelidikan kejadian luar biasa skala kabupaten/kota.
2. Penyelenggaraan pencegahan dan
penanggulangan penyakit menular skala
kabupaten/kota.
3. Penyelenggaraan pencegahan dan
penanggulangan penyakit tidak menular tertentu skala kabupaten/kota.
4. Penyelenggaraan operasional penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana dan wabah skala
www.l
ega
lit
as.or
www.l
ega
lit
as.or
5. Pengelolaan karantina kesehatanskala nasional.
5. ― 5. ―
2. Lingkungan Sehat
1. Pengelolaan pencegahan dan penanggulangan pencemaran lingkungan skala nasional.
2. ―
1. Penyelenggaraan pencegahan dan penanggulangan
pencemaran lingkungan skala provinsi.
2. ―
1. Penyelenggaraan pencegahan dan penanggulangan
pencemaran lingkungan skala kabupaten/kota.
2. Penyehatan lingkungan.
3. Perbaikan Gizi Masyarakat
1. Pengelolaan survailans kewaspadaan pangan dan gizi buruk skala nasional.
2.a. Pengelolaan penanggulangan gizi buruk skala nasional.
b.―
1. Penyelenggaraan survailans gizi buruk skala provinsi.
2.a. Pemantauan
penanggulangan gizi buruk skala provinsi.
b.―
1. Penyelenggaraan survailans gizi buruk skala kabupaten/ kota.
2.a. Penyelenggaraan
penanggulangan gizi buruk skala kabupaten/kota.
www.l
ega
lit
as.or
www.l
ega
lit
as.or
4. PelayananKesehatan Perorangan dan
Masyarakat
1. Pengelolaan pelayanan
kesehatan haji skala nasional.
2. Pengelolaan upaya kesehatan dan rujukan nasional.
3. Pengelolaan upaya kesehatan pada daerah perbatasan, terpencil, rawan dan kepulauan skala nasional.
1. Bimbingan dan
pengendalian pelayanan kesehatan haji skala provinsi.
2. Pengelolaan pelayanan kesehatan rujukan sekunder dan tersier tertentu.
3. Bimbingan dan pengendalian upaya kesehatan pada daerah perbatasan, terpencil, rawan dan kepulauan skala provinsi.
1. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan haji skala kabupaten/kota.
2. Pengelolaan pelayanan kesehatan dasar dan rujukan sekunder skala kabupaten/kota.
3. Penyelenggaraan upaya kesehatan pada daerah perbatasan, terpencil, rawan dan kepulauan skala
www.l
ega
lit
as.or
www.l
ega
lit
as.or
4. Registrasi, akreditasi, sertifikasisarana kesehatan sesuai
peraturan perundang-undangan.
5.a. Pemberian izin sarana kesehatan tertentu.
b.―
4. Registrasi, akreditasi, sertifikasi sarana
kesehatan sesuai peraturan perundang-undangan.
5.a. Pemberian rekomendasi izin sarana kesehatan tertentu yang diberikan oleh pemerintah.
b. Pemberian izin sarana kesehatan meliputi rumah sakit pemerintah Kelas B non pendidikan, rumah sakit khusus, rumah sakit swasta serta sarana kesehatan penunjang yang setara.
4. Registrasi, akreditasi, sertifikasi sarana kesehatan sesuai peraturan
perundang-undangan.
5.a. Pemberian rekomendasi izin sarana kesehatan tertentu yang diberikan oleh pemerintah dan provinsi.
www.l
ega
lit
as.or
www.l
ega
lit
as.or
klinik dokter keluarga/dokter gigi keluarga, kedokteran komplementer, dan
pengobatan tradisional, serta sarana penunjang yang setara.
2. Pembiayaan Kesehatan
1. Pembiayaan Kesehatan Masyarakat
1.a. Penetapan norma, standar, prosedur dan kriteria bidang jaminan pemeliharaan kesehatan.
b.Pengelolaan jaminan pemeliharaan kesehatan nasional.
1.a. Pengelolaan/penyelenggara an, bimbingan,
pengendalian jaminan pemeliharaan kesehatan skala provinsi.
b.Bimbingan dan pengendalian
penyelenggaraan jaminan pemeliharaan kesehatan nasional (Tugas
Pembantuan).
1.a. Pengelolaan/penyelenggara-an, jaminan pemeliharaan kesehatan sesuai kondisi lokal.
b.Penyelenggaraan jaminan pemeliharaan kesehatan nasional (Tugas
www.l
ega
lit
as.or
www.l
ega
lit
as.or
3. Sumber DayaManusia Kesehatan
1. Peningkatan Jumlah, Mutu dan Penyebaran Tenaga
Kesehatan
1. Pengelolaan tenaga kesehatan strategis.
2. Pendayagunaan tenaga
kesehatan makro skala nasional.
3. Pembinaan dan pengawasan pendidikan dan pelatihan (diklat) danTraining Of Trainer(TOT) tenaga kesehatan skala nasional.
1. Penempatan tenaga kesehatan strategis, pemindahan tenaga tertentu antar
kabupaten/kota skala provinsi.
2. Pendayagunaan tenaga kesehatan skala provinsi.
3. Pelatihan diklat fungsional dan teknis skala provinsi.
1. Pemanfaatan tenaga kesehatan strategis.
2. Pendayagunaan tenaga kesehatan skala kabupaten/kota.
www.l
ega
lit
as.or
www.l
ega
lit
as.or
4. Registrasi, akreditasi, sertifikasitenaga kesehatan skala nasional sesuai peraturan perundang-undangan.
5. Pemberian izin tenaga kesehatan asing sesuai peraturan
perundang-undangan.
4. Registrasi, akreditasi, sertifikasi tenaga kesehatan tertentu skala provinsi sesuai peraturan perundang-undangan.
5. Pemberian rekomendasi izin tenaga kesehatan asing.
4. Registrasi, akreditasi, sertifikasi tenaga kesehatan tertentu skala
kabupaten/kota sesuai peraturan perundang-undangan.
5. Pemberian izin praktik tenaga kesehatan tertentu.
4. Obat dan Perbekalan Kesehatan
1. Ketersediaan, Pemerataan, Mutu Obat dan Keterjangkauan Harga Obat Serta Perbekalan Kesehatan
1. Penyediaan dan pengelolaan bufferstock obat nasional, alat kesehatan tertentu, reagensia tertentu dan vaksin tertentu skala nasional.
1. Penyediaan dan pengelolaan bufferstockobat provinsi, alat kesehatan, reagensia dan vaksin lainnya skala provinsi.
www.l
ega
lit
as.or
www.l
ega
lit
as.or
2.a. Registrasi, akreditasi, sertifikasikomoditi kesehatan sesuai peraturan perundang-undangan.
b.—
c. —
d.—
3.a. Pemberian izin industri komoditi kesehatan, alat kesehatan dan Pedagang Besar Farmasi (PBF).
2.a. Sertifikasi sarana produksi dan distribusi alat
kesehatan, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) Kelas II.
b.—
c. —
d.—
3.a. Pemberian rekomendasi izin industri komoditi kesehatan, PBF dan Pedagang Besar Alat Kesehatan (PBAK).
2.a. Pengambilan
sampling/contoh sediaan farmasi di lapangan.
b.Pemeriksaan setempat sarana produksi dan distribusi sediaan farmasi.
c. Pengawasan dan registrasi makanan minuman produksi rumah tangga.
d.Sertifikasi alat kesehatan dan PKRT Kelas I.
www.l
ega
lit
as.or
www.l
ega
lit
as.or
b.― b.Pemberian izin PBF Cabang dan IKOT.
b.Pemberian izin apotik, toko obat.
5. Pemberdayaan Masyarakat
1. Pemberdayaan Individu, Keluarga dan Masyarakat Berperilaku Hidup Sehat dan Pengembangan Upaya
Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM)
1. Pengelolaan promosi kesehatan skala nasional.
1. Penyelenggaraan promosi kesehatan skala provinsi.
1. Penyelenggaraan promosi kesehatan skala
kabupaten/kota.
6. Manajemen Kesehatan
1. Kebijakan 1. Penetapan norma, standar, prosedur, dan kriteria bidang kesehatan.
1. Bimbingan dan pengendalian norma, standar, prosedur, dan kriteria bidang kesehatan.
1. Penyelenggaraan, bimbingan dan pengendalian
www.l
ega
lit
as.or
www.l
ega
lit
as.or
2. Penelitian danPengembangan Kesehatan
1.a. Pengelolaan penelitian dan pengembangan kesehatan strategis dan terapan, serta penapisan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) kesehatan skala nasional.
b.―
c.―
1.a. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan
kesehatan yang
mendukung perumusan kebijakan provinsi.
b.Pengelolaan survei kesehatan daerah
(surkesda) skala provinsi.
c. Pemantauan pemanfaatan Iptek kesehatan skala provinsi.
1.a. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan
kesehatan yang mendukung perumusan kebijakan kabupaten/kota.
b.Pengelolaan surkesda skala kabupaten/kota.
c. Implementasi penapisan Iptek di bidang pelayanan kesehatan skala
kabupaten/kota.
3. Kerjasama Luar Negeri
1. Pengelolaan kerjasama luar negeri di bidang kesehatan skala nasional.
1. Penyelenggaraan kerjasama luar negeri skala provinsi.
1. Penyelenggaraan kerjasama luar negeri skala
www.l
ega
lit
as.or
www.l
ega
lit
as.or
4. PeningkatanPengawasan dan Akuntabilitas
1. Pembinaan, monitoring, evaluasi dan pengawasan skala nasional.
1. Pembinaan, monitoring, evaluasi dan pengawasan skala provinsi.
1. Pembinaan, monitoring, evaluasi dan pengawasan skala kabupaten/kota.
5. Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan (SIK)
1. Pengelolaan dan pengembangan SIK skala nasional dan fasilitasi pengembangan sistem informasi kesehatan daerah.
1. Pengelolaan SIK skala provinsi.
www.l
ega
lit
as.or
www.l
ega
lit
as.or
SUB BIDANGBIDANG PEMERINTAH PROVINSI KABUPATEN/KOTA
1. Sumber Daya Air 1. Pengaturan 1. Penetapan kebijakan nasional sumber daya air.
1. Penetapan kebijakan
pengelolaan sumber daya air provinsi.
1. Penetapan kebijakan
pengelolaan sumber daya air kabupaten/kota.
2. Penetapan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional.
2. Penetapan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota.
2. Penetapan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota.
3. Penetapan rencana
pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional.
3. Penetapan rencana
pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai
kabupaten/kota.
3. Penetapan rencana
pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota.
4. Penetapan dan pengelolaan kawasan lindung sumber air pada wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional.
4. Penetapan dan pengelolaan kawasan lindung sumber air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota.
www.l
ega
lit
as.or
www.l
ega
lit
as.or
Daya Air Nasional, wadah koordinasi sumber daya air wilayah sungai lintas provinsi, dan wadah koordinasi sumber daya air wilayah sungai strategis nasional.koordinasi sumber daya air di tingkat provinsi dan/atau pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota.
koordinasi sumber daya air di tingkat kabupaten/kota dan/atau pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota.
6. Penetapan norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK) pengelolaan sumber daya air.
6. — 6. —
7. Penetapan wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota, wilayah sungai lintas kabupaten/kota, wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional.
www.l
ega
lit
as.or
www.l
ega
lit
as.or
irigasi yang sudah dibangun yang menjadi wewenang dan tanggung jawab Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota.9. Pengesahan pembentukan komisi irigasi antar provinsi
9. Pembentukan komisi irigasi provinsi dan pengesahan pembentukan komisi irigasi antar kabupaten/kota.
9. Pembentukan komisi irigasi kabupaten/kota
2. Pembinaan 1. Penetapan dan pemberian izin atas penyediaan, peruntukan, penggunaan, dan
pengusahaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional.
1. Penetapan dan pemberian izin atas penyediaan, peruntukan, penggunaan, dan pengusahaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota.
www.l
ega
lit
as.or
www.l
ega
lit
as.or
rekomendasi teknis ataspenyediaan, peruntukan, penggunaan, dan
pengusahaan air tanah pada cekungan air tanah lintas provinsi dan cekungan air tanah lintas negara.
rekomendasi teknis atas penyediaan, pengambilan, peruntukan, penggunaan dan pengusahaan air tanah pada cekungan air tanah lintas kabupaten/kota.
izin penyediaan,
peruntukan, penggunaan, dan pengusahaan air tanah.
3. Menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan pengelolaan sumber daya air pada
wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional.
3. Menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota.
3. Menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota.
4. Pemberian bantuan teknis dalam pengelolaan sumber daya air kepada provinsi dan kabupaten/kota.
4. Pemberian bantuan teknis dalam pengelolaan sumber daya air kepada
kabupaten/kota.
www.l
ega
lit
as.or
www.l
ega
lit
as.or
sengketa antar provinsi dalam pengelolaan sumber daya air.sengketa antar
kabupaten/kota dalam pengelolaan sumber daya air.
6. Pemberian izin pembangunan, pemanfaatan, pengubahan, dan/atau pembongkaran bangunan dan/atau saluran irigasi pada jaringan irigasi primer dan sekunder dalam daerah irigasi lintas provinsi, daerah irigasi lintas negara, dan daerah irigasi strategis nasional.
6. Pemberian izin
pembangunan, pemanfaatan, pengubahan, dan/atau pembongkaran bangunan dan/atau saluran irigasi pada jaringan irigasi primer dan sekunder dalam daerah irigasi lintas kabupaten/kota.
6. Pemberian izin pembangunan,
pemanfaatan, pengubahan, dan/atau pembongkaran bangunan dan/atau saluran irigasi pada jaringan irigasi primer dan sekunder dalam daerah irigasi yang berada dalam satu kabupaten/kota.
7. Pemberdayaan para pemilik kepentingan dalam
pengelolaan sumber daya air tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota.
7. Pemberdayaan para pemilik kepentingan dalam
pengelolaan sumber daya air tingkat provinsi dan
kabupaten/kota.
7. Pemberdayaan para pemilik kepentingan dalam
www.l
ega
lit
as.or
www.l
ega
lit
as.or
sumber daya air tingkatpusat, provinsi dan kabupaten/kota.
sumber daya air tingkat provinsi dan kabupaten/ kota.
sumber daya air tingkat kabupaten/kota.
3. Pembangunan/ Pengelolaan
1. Konservasi sumber daya air pada wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional.
1. Konservasi sumber daya air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota.
1. Konservasi sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota.
2. Pendayagunaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas provinsi,wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional.
2. Pendayagunaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota.
2. Pendayagunaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota.
3. Pengendalian daya rusak air yang berdampak skala nasional.
3. Pengendalian daya rusak air yang berdampak skala provinsi.
3. Pengendalian daya rusak air yang berdampak skala kabupaten/kota.
4. Penyelenggaraan sistem informasi sumber daya air tingkat nasional.
4. Penyelenggaraan sistem informasi sumber daya air tingkat provinsi.
www.l
ega
lit
as.or
www.l
ega
lit
as.or
peningkatan sistem irigasi primer dan sekunder pada daerah irigasi lintas provinsi, daerah irigasi lintas negara, dan daerah irigasi strategis nasional.peningkatan sistem irigasi primer dan sekunder pada daerah irigasi lintas kabupaten/kota.
peningkatan sistem irigasi primer dan sekunder pada daerah irigasi dalam satu kabupaten/kota.
6. Operasi, pemeliharaan dan rehabilitasi sistem irigasi primer dan sekunder pada daerah irigasi yang luasnya lebih dari 3.000 ha atau pada daerah irigasi lintas provinsi, daerah irigasi lintas negara, dan daerah irigasi strategis nasional.
6. Operasi, pemeliharaan dan rehabilitasi sistem irigasi primer dan sekunder pada daerah irigasi yang luasnya 1.000 ha sampai dengan 3.000 ha atau pada daerah irigasi yang bersifat lintas kabupaten/kota.
6. Operasi, pemeliharaan dan rehabilitasi sistem irigasi primer dan sekunder pada daerah irigasi dalam satu kabupaten/kota yang luasnya kurang dari 1.000 ha.
7. Operasi, pemeliharaan dan rehabilitasi pada sungai, danau, waduk dan pantai pada wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara dan wilayah sungai strategis nasional.
7. Operasi, pemeliharaan dan rehabilitasi pada sungai, danau, waduk dan pantai pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota.
www.l
ega
lit
as.or
www.l
ega
lit
as.or
Pengendalian sumber daya air padawilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional.
sumber daya air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota.
sumber daya air pada wilayah sungai dalam kabupaten/kota.
2. Bina Marga 1. Pengaturan 1. Pengaturan jalan secara umum:
a. Pembentukan peraturan perundang-undangan sesuai dengan kewenangannya.
b. Perumusan kebijakan perencanaan.
c. Pengendalian
penyelenggaraan jalan secara makro.
1. —
a. —
b. —
c. —
1. —
a. —
b. —
www.l
ega
lit
as.or
www.l
ega
lit
as.or
standar, prosedur dan kriteria pengaturan jalan.2. Pengaturan jalan nasional:
a. —
b.—
2. Pengaturan jalan provinsi:
a. Perumusan kebijakan penyelenggaraan jalan provinsi berdasarkan kebijakan nasional di bidang jalan.
b.Penyusunan pedoman operasional
penyelenggaraan jalan provinsi dengan
memperhatikan keserasian antar wilayah provinsi.
2. Pengaturan jalan kabupaten/kota:
a. Perumusan kebijakan penyelenggaraan jalan kabupaten/desa dan jalan kota berdasarkan
kebijakan nasional di bidang jalan dengan memperhatikan
keserasian antar daerah dan antar kawasan.
b.Penyusunan pedoman operasional
www.l
ega
lit
as.or
www.l
ega
lit
as.or
arteri dan jalan kolektor yang menghubungkan antar ibukota provinsi dalam sistem jaringan jalan primer.d.Penetapan status jalan nasional.
e. Penyusunan perencanaan umum dan pembiayaan jaringan jalan nasional.
dalam sistem jaringan jalan sekunder dan jalan
kolektor yang
menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten, antar ibukota kabupaten, jalan lokal, dan jalan lingkungan dalam sistem jaringan jalan primer.
d.Penetapan status jalan provinsi.
e. Penyusunan perencanaan umum dan pembiayaan jaringan jalan provinsi.
d.Penetapan status jalan kabupaten/desa dan jalan kota.
e. Penyusunan perencanaan umum dan pembiayaan jaringan jalan
www.l
ega
lit
as.or
www.l
ega
lit
as.or
a. Perumusan kebijakanperencanaan, penyusunan perencanaan umum, penetapan ruas jalan tol dan pembentukan peraturan perundang-undangan.
b.Pemberian rekomendasi tarif awal dan
penyesuaiannya, serta pengambilalihan jalan tol pada akhir masa konsesi dan pemberian rekomendasi pengoperasian selanjutnya.
a. —
b.—
a. —
b.—
2. Pembinaan 1. Pembinaan jalan secara umum dan jalan nasional:
a. Pengembangan sistem bimbingan, penyuluhan serta pendidikan dan pelatihan di bidang jalan.
1. Pembinaan jalan provinsi:
a. —
1. Pembinaan jalan kabupaten/kota:
www.l
ega
lit
as.or
www.l
ega
lit
as.or
penyuluhan dan pelatihan para aparatur di bidang jalan.c. Pengkajian serta penelitian dan pengembangan teknologi bidang jalan dan yang terkait.
d. Pemberian fasilitasi penyelesaian sengketa antar provinsi dalam penyelenggaraan jalan.
e. Penyusunan dan
penetapan norma, standar, kriteria dan pedoman pembinaan jalan.
penyuluhan serta
pendidikan dan pelatihan para aparatur
penyelenggara jalan provinsi dan aparatur penyelenggara jalan kabupaten/kota.
c. Pengkajian serta penelitian dan
pengembangan teknologi bidang jalan untuk jalan provinsi.
d. Pemberian fasilitasi penyelesaian sengketa antar kabupaten/kota dalam penyelenggaraan jalan.
e. —
penyuluhan serta
pendidikan dan pelatihan para aparatur
penyelenggara jalan kabupaten/desa dan jalan kota.
c. —
d. —
www.l
ega
lit
as.or
www.l
ega
lit
as.or
2. Pengembangan teknologi terapan di bidang jalan untuk jalan kabupaten/kota.
3. Pembinaan jalan tol: Penyusunan pedoman dan standar teknis, pelayanan, pemberdayaan serta penelitian dan pengembangan.
2. Pengembangan teknologi terapan di bidang jalan untuk jalan kabupaten/desa dan jalan kota.
3. —
rekomendasi, dispensasi dan pertimbangan pemanfaatan ruang manfaat jalan, ruang milik jalan, dan ruang pengawasan jalan.
2. Pengembangan teknologi terapan di bidang jalan untuk jalan
kabupaten/desa dan jalan kota.