TRADISI IMLEK BAGI WARGA MUSLIM TIONGHOA DI DAERAH SURABAYA JAWA TIMUR.
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Dalam Program Strata Satu( S-1) Pada Jurusan Sejarah Dan Kebudayaan
Islam (SKI).
Oleh:
AMANDA ASRY ISTANIYAH
NIM: A82210066
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA JURUSAN SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul “Tradisi Imlek Bagi Warga Muslim Tionghoa Di Daerah Surabaya Jawa Timur” Skripsi ini adalah hasil penelitian tentang fenomena tradisi Imlek di daerah Surabaya Jawa Timur. Adapun pokok permasalahan atau inti dari tulisan ini: (1) apa sebenarnya Imlek itu? (2) bagaimana perayaan Imlek bagi warga Muslim Tionghoa dilakukan? (3) nilai-nilai sosial yang terkandung didalam perayaan Imlek?
Dalam menjawab pertanyaan tersebut, peneliti menggunakan teori struktural milik anthony giddens dimana teori ini mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam usahanya memecahkan perbedaan antara makro dan mikro dalam apresiasi peran budaya pada kehidupan sosial.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa Tradisi Imlek diperingati satu tahun sekali yaitu pada tanggal 30 bulan ke-12 dan berakhir pada tanggal 15 bulan pertama atau yang lebih dikenal dengan istilah Cap Go Meh. Perayaan imlek meliputi sembahyang imlek, sembahyang kepada Sang Pencipta, dan perayaan Cap Go Meh.
ABSTRACT
This thesis titled "Tradition Chinese Lunar For Muslims In Surabaya, East Java Regional" This thesis is the result of research on the phenomenon of Chinese tradition in Surabaya, East Java. As for the subject matter or the core of this paper: (1) what exactly the Chinese New Year? (2) how the Chinese New Year celebrations for Chinese Muslims do? (3) social values contained in the celebration of Chinese New Year.
In answering these questions, the researchers used a structural theory belongs to Anthony Giddens where this theory has considerable influence in an attempt to resolve differences between the macro and micro in appreciation of the role of culture in social life.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
HALAMAN TRANSLITERASI ... v
HALAMAN MOTTO ... vi
HALAMAN THANK’S TO ... vii
HALAMAN ABSTRAK ... ix
KATA PENGANTAR ... xi
DAFTAR ISI ... xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………...1
B. Rumusan Masalah………...8
C. Tujuan Penelitian………... 8
D. Kegunaan Penelitian………... 9
E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik………...10
F. Penelitian Terdahulu………...12
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
H. Sistematika Pembahasan………... 18
BAB II SEKILAS TENTANG TIONGHOA DAN TRADISI IMLEK.
A. Sejarah Masuknya Suku Tionghoa ke Indonesia………... 19
B. Asal Mula Perayaan/tradisi Imlek………... 30
C. Nilai-nilai religi dalam Tradisi Imlek ... 35
BAB IIITRADISI IMLEK BAGI WARGA MUSLIM TIONGHOA DI DAERAH SURABAYA JAWA TIMUR.
A. Tradisi warga Muslim Tionghoa Surabaya pada suasana perayaan Imlek…. 43
B. Nilai-nilai social yang terkandung dalam perayaan Imlek ... 50
1. Nilai Sosial dalam Perayaan Imlek ... 52
2. Nilai Ekonomi dalam Perayaan Imlek ... 53
BAB IV PANDANGAN CENDEKIAWAN TERHADAP TRADISI IMLEK DI
INDONESIA.
A. Menurut Cendekiawan NU ... 55
B. Menurut Cendekiawan Muhammadiyah ... 58
C. Menurut Cendekiawan PITI ... 61
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 65
B. Saran ... 66
1
BAB I
A.
Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan Negara majemuk. Penduduknya tersebar di seluruh
kepulauan Nusantara yang terpisah-pisah oleh letak geografisnya yang telah
membentuk kelompok –kelompok sosial yang masing-masing kelompok sedang
mengembangkan tradisi dan kebudayaan masing-masing daerah, selain tradisi dan
kebudayaan yang sudah ada sejak jaman nenek moyang, ada juga suku atau bisa
dibilang etnis dari Negara tetangga. Keragaman budaya Indonesia menjadikan
Indonesia sebagai bangsa yang besar dan keragaman budayanya sebagai identitas
bangsa Indonesia.1
Perlu dipahami bahwa agama merupakan system keyakinan yang dainut dan
diwujudkan oleh penganutnya dalam tindakan-tindakan keagamaan di masyarakat
dalam upaya memberi respon dari apa yang dirasakan dan diyakini sebagai suatu
yang sakral. Agama mengandung ajaran yang menanamkan nilai-nilai sosial pada
penganutnya sehingga ajaran agama tersebut merupakan suatu elemen yang
membentuk sistem nilai budaya. Kata kebudayaan memang sudah semakin umum
dipakai oleh banyak orang, tapi ia tidak pernah benar-benar jelas artinya.
1
2
Dalam The End of Ideology, Daniel Bell mencoba memberikan pembedaan antara konsep massa dan konsep kelas.2
Ada lima hal yang dikemukakannya. Pertama, berbeda dengan kelas sosial,
massa merupakan audience yang sangat beragam, heterogen, dan anonim sifatnya.
Kedua, massa sebagai sebuah kategori penilaian oleh orang yang dianggap tidak
memiliki kompetensi, sehingga yang dihasilkannya semata-mata berupa selera yang
dangkal, murahan, atau dalam ungkapan yang lebih langsung, selera massa. Ketiga,
meminjam tipologi Durkheimian, massa dipahami Bell sebagai masyarakat yang
bersifat mekanis. Artinya, meskipun berjumlah sangat besar bahkan merupakan
bagian terbesar dari umat manusia. Keempat, massa merupakan masyarakat yang
telah mengalami birokratisasi. Yang terakhir, Bell melihat massa sebagai gerombolan
orang yang pada dasarnya inferior berhadapan dengan masyarakat.3
Mengikuti batasan massa yang digunakan oleh Daniel Bell diatas, budaya
massa lebih kurang menunjuk pada berbagai produk dan praktek-praktek cultural
yang melibatkan sekumpulan besar orang tanpa organisasi social, adat, tradisi,
struktur peran dan status, tidak memiliki kompetensi dalam menilai kualitas suatu
produk budaya, dan berselera dangkal.4
Dalam memahami tradisi, disyaratkan adanya gerakan yang dinamis. Dengan
demikian, tradisi tidak hanya dipahami sebagai sesuatu yang diwariskan, tetapi
2
Hikmat Budiman, Lubang Hitam Kebudayaan (Yogyakarta: Kanisius, 2002), 105.
3
Ibid.
4
3
sebagai sesuatu yang dibentuk. Jadi, tradisi merupakan serangkaian tindakan yang
ditujukan untuk menanamkan nilai-nilai atau norma-norma melalui pengulangan yang
otomatis mengacu pada masa lalu.
Dalam kehidupan sehari-hari, orang tidak mungkin tidak berurusan dengan
hasil-hasil kebudayaan. Setiap orang melihat, mempergunakan, bahkan
kadang-kadang merusak kebudayaan.
Kebudayaan setiap bangsa atau masyarakat terdiri atas unsur-unsur besar
maupun unsur-unsur kecil yang merupakan bagian dari suatu kebulatan yang bersifat
sebagai kesatuan. 5
Dalam tradisi ada dua hal penting, yaitu pewarisan dan konstruksi. Pewarisan
menunjuk pada proses penyebaran tradisi dari masa ke masa, sedangkan konstruksi
menunjuk pada pembentukan dan penanaman tradisi kepada orang lain.
Masyarakat jawa berpedoman bahwa mereka akan menjadi kuat karena
persatuan, sebaliknya menajdi lemah karena pertentangan. Prinsip harmoni
masyarakat jawa juga sering diungkapkan dengan istilah tata titi tentrem kerta raharja yang berarti “tertata, cermat, tenteram, dan sejahtera”. Dan untuk mengontrol
nilai itu, mereka memiliki beberapa norma sosial yang merupakan kendali perilaku
5
4
masyarakat jawa, seperti rukun, tepa-slira, jujur, andhap asor, aja dumeh, tulung timulung, kuwalat, wani ngalah, wani wedi, wani isin, dan kepotangan budi.6
Dalam rangka pengembangan dan pertumbuhan kebudayaan yang utuh tanpa
mengabaikan perkembangan kebudayaan dan tradisi daerah serta suku bangsa yang
ikut memperkaya kebudayaan nasional dari tradisi tersebut, kehadiran suku yang
disebut etnis Tionghoa ini sebenarnya sudah lama ada di Indonesia, hanya saja
kehadiran mereka baru diakui sejak almarhum Gus Dur menduduki kursi
kepresidenan Indonesia.
Tradisi yang memiliki ciri tersendiri pada suatu kelompok masyarakat, yang
mempunyai arti penting dalam pengembangan kebudayaan nasional. Kebudayaan
daerah perlu dikembangkan dan dilestarikan dan disesuaikan dengan tuntunan
pembangunan yang selaras. Di setiap tradisi, pasti ada yang disebut dengan ritual.
Kebudayaan merupakan suatu totalitas kegiatan manusia yang meliputi
kegiatan akal hati dan tubuh yang menyatu dalam suatu perbuatan. Karena itu secara
umum kebudayaan dapat dipahami sebagai hasil olah akal, budi, cipta rasa, karsa, dan
karya manusia. Ia tidak mungkin terlepas dari bilai-nilai kemanusiaan, namun bisa
jadi lepas dari nilai-nilai ketuhanan.
Kebudayaan Islam adalah hasil olah, akal, budi, cipta, rasa, karsa, dan karya
manusia berladaskan pada nilai-nilai tauhid. Islam sangat menghargai akal untuk
6
5
terseleksi oleh nilai-nilai kemanusiaan yang bersifat universal berkembang menjadi
sebuah peradaban.
Kebudayaan daerah tertentu jauh lebih berkembang dibandingkan kebudayaan
daerah lain. Bahkan masih ada kebudayaan-kebudayaan daerah yang seolah mandeg
akibat masih bertumpu pada peralatan teknologi khas zaman batu.
Jika standar perkembangan suatu kebudayaan diukur dari seberapa sering
terjadinya kontak-kontak antara kebudayaan “dalam” dengan kebudayaan “luar”
daerah, maka kemandegan ini menjadi sangat beralasan.7
Persoalan agama dan kebudayaan akan terus berkembang menjadi perdebatan
yang serius, sejalan dengan berkembangnya demokratisasi kehidupan manusia yang
bersifat global. Partisipasi setiap individu akan semakin besar dan meluas di dalam
setiap perbincangan mengenai agama dan kebudayaan, searah dengan makin
membesarnya peluang partisipasi rakyat dalam kehidupan bangsa dan negara seperti
di Indonesia.
Pengkutuban agama dan kebudayaan tidaklah menjadi persoalan yang rumit,
jika kedudukan keduanya menjadi jelas dan proporsional. Oleh karena itu, wilayah
7
6
agama dan kebudayaan perlu diperjelas, sehingga perbincangan keduanya dapat
berkembang secara konstruktif.8
Sistem Islam menerapkan dan menjanjikan perdamaian dan stabilitas
dimanapun manusia berada, karena pada hakikatnya manusia memiliki kedudukan
yang sama di hadapan Allah SWT,yang berbeda justru hanya terletak pada
unsur-unsur keimanan dan ketakwaannya saja. Dalam perkembangannya perlu dibimbing
oleh wahyu dan aturan-aturan yang mengikat agar tidak terperangkap pada dan
aturan-aturan yang bersumber dari nafsu hewani, sehingga akan merugikan diri
sendiri.
Tradisi Imlek misalnya. Warga etnis Tionghoa (orang sering menyebutnya
“Orang Cina”) memang sering diidentikkan dengan pedagang, kaya raya, Nasrani,
dan masih banyak label lainnya lagi. Tidak salah memang, tapi tak selalu label
tersebut benar. Warga etnis Tionghoa juga ada yang muslim. Bangsa kita memang
mudah memberikan stigma yang “ada-ada aja” terhadap suatu hal. Seakan kalau
seseorang itu beretnis tertentu maka akan distigmatisasi bukan dalam golongannya.
Dan lebih parah kalau bawa-bawa unsur agama.
Keteguhan menjaga tradisi warisan leluhur bernilai budaya tinggi yang
dilakukan Muslim Tionghoa, kiranya patut kita acungi jempol. Terbukti perbedaan
akidah dan keyakinan itu tidak lantas menjadikan hubungan kekerabatan antara
8
7
mereka tercerai-berai. Ajaran-ajaran Islam yang bersifat komprehensif dan
menyeluruh juga dapat disaksikan dalam hal melaksanakan hari raya Idul Fitri 1
Syawal yang pada awalnya sebenarnya dirayakan secara bersama dan serentak oleh
seluruh umat Islam dimanapun mereka berada, namun yang kemudian berkembang di
Indonesia bahwa segenap lapisan masyarakat tanpa pandang bulu dengan tidak
memandang agama dan keyakinannya secara bersama-sama mengadakan syawalan
(halal bil halal) selama satu bulan penuh dalam bulan syawal, hal inilah yang pada hakikatnya berasal dari nilai-nilai ajaran Islam, yaitu mewujudkan ikatan tali
persaudaraan di antara sesama handai tolan dengan cara saling bersilaturahmi satu
sama lain, sehingga dapat terjalin suasana akrab dalam keluarga.9
Berkaitan dengan nilai-nilai Islam dalam kebudayaan Indonesia yang lain,juga
dapat dikemukakan yaitu sesuai dengan perkembangan zaman terutama ciri dan corak
bangunan masjid di Indonesia yang juga mengalami tumbuh kembang, baik terdiri
dari masjid-masjid tua maupun yang baru dibangun.
Perlu juga kita ketahui bahwa bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku
bangsa. Setiap suku bangsa mempunyai kebudayaan tersendiri, sehingga dalam
penyatuan ke dalam tubuh Negara Kesatuan Republik Indonesia perlu menumbuhkan
dua macam sistem kebudayaan yang sama-sama dikembangkan, yakni sistem budaya
nasional dan sistem budaya daerah. Sistem budaya nasional adalah sesuatu yang
masih baru dan dalam proses pembentukan persatuan nasional di Indonesia. Sistem
9
8
budaya nasional berkaitan dengan faktor-faktor : kepercayaan dan nilai agama, ilmu
pengetahuan, kedaulatan rakyat, serta toleransi dan empati.
Bagi warga Muslim Tionghoa, makna Imlek bukan hanya sebatas merayakan
tahun baru Cina dengan harapan beroleh keselamatan dan kemakmuran di masa
mendatang. Namun lebih dari itu, dalam Imlek juga mereka temukan tertanamnya
nilai luhur ukhuwah sebagaimana Islam sangat menganjurkan memeliharanya, yaitu
dengan cara memperkokoh tali persaudaraan dan persatuan sebagai sebuah ikatan
yang tulus dan teguh.10
Tiap tahun warga Tionghoa ataupun keturunan merayakan tradisi yang juga
hari raya bagi warga Tionghoa baik itu muslim maupun tidak. Warga Tionghoa juga
mengenal adanya ritual, dan biasanya di setiap waktu mereka pasti melakukan
ritual-ritual khusus. Tak terkecuali saat hari raya imlek tiba. Imlek bagi warga Tionghoa
adalah moment dimana mereka bisa berbagi dan berkumpul bersama keluarga serta
melakukan sembahyang di klenteng-klenteng yang tersebar di seluruh Indonesia.
Biasanya warga Tionghoa juga mnenyambutnya dengan berbagai cara.
Seperti, membersihkan kelenteng, sembahyang Ci Suak, sembahyang Cap Go Meh,
sampai sembahyang mengiringi dewa naik ke surga setelah imlek. Ketika hari raya
imlek tiba, tak hanya warga/para etnis Tionghoa saja yang merasakan kegembiraan,
tetapi juga warga Muslim Tionghoa.
10
9
Warga muslim Tionghoa merayakan imlek dengan berbagi serta berkumpul
dengan sanak saudara, mengaji bersama anak-anak yatim piatu, mengunjungi para
sesepuh, berdo’a secara Islami bersama-sama. Tidak jauh beda dengan hari raya Idul
Fitri bagi seluruh umat muslim di seluruh dunia. Mengenai tradisinya, warga muslim
Tionghoa biasanya melakukan sholat seperti biasa tapi dibarengi dengan doa’ puji
syukur atas rahmat yang diberikan Allah SWT. Tradisi ini turun temurun dilakukan
untuk menghargai budaya leluhur dan sarat makna.11
Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk mengangkat masalah
imlek tersebut agar tradisi yang sudah turun temurun dilakukan, akan terus ada dan
dapat dikembangkan.
B.
Rumusan Masalah.
Sesuai dengan judul tersebut mengenai Tradisi Imlek bagi warga Muslim
Tionghoa di daerah Surabaya Jawa Timur ( Studi Tentang Bagaimana Warga Muslim
Tionghoa Merayakan Imlek), maka untuk mempermudah pembahasan agar tidak
menyimpang dan dapat menghasilkan suatu pembahasan yang terarah serta tepat pada
sasaran, maka peneliti menetapkan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan Tradisi Imlek?
2. Bagaimana warga muslim Tionghoa Surabaya merayakan Tradisi Imlek?
11
10
3. Nilai-nilai sosial apa saja yang terkandung didalamnya?
C.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui Imlek itu sendiri.
2. Untuk mengetahui Tradisi Imlek Bagi Warga Muslim Tionghoa Surabaya.
3. Untuk mengetahui nilai-nilai sosial apa saja yang terkandung dalam tradisi
Imlek.
D.
Kegunaan penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini adalah:
1. Kegunaan teoretis.
a. Dapat memberikan kontribusi pemikiran baru tentang hal-hal yang berkenaan
dengan Tradisi Imlek Bagi Warga Muslim Tionghoa di daerah Surabaya Jawa
Timur.
b. Penulisan karya tulis ilmiah ini dapat menambah pengetahuan untuk
dipergunakan didalam penulisan bidang sejarah dan kebudayaan islam dan
11
2. Kegunaan Praktis.
a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi pemerhati dan peminat
sejarah dan kebudayaan Islam serta menjadi sumbangan pemikiran bagi
bangsa dan Negara.
b. Hasil penelitian ini akan menjawab opini-opini yang berkembang di
masyarakat tentang Tradisi Imlek bagi Warga Muslim Tionghoa di daerah
Surabaya Jawa Timur.
E.
Pendekatan dan Kerangka Teoretik.
Pada penelitian ini, penulis akan menerapkan pendekatan sinkronis dan
diakronis. Melalui pendekatan sinkronis, penulis mempelajari suatu persoalan secara
mendalam, dengan menggunakan ilmu bantu imu-ilmu social. Kemudian, dengan
pendekatan diakronis penulis ingin memaparkan sejarah secara kronologi (yang
berhubungan dengan waktu), seperti halnya dalam karya ilmiah ini penulis akan
memaparkan Tradisi Imlek bagi Warga Muslim Tionghoa di daerah Surabaya Jawa
Timur.
Kemudian landasan teori yang akan digunakan penulis dalam skripsi ini
adalah teori konflik dan teori strukturasi. Teori konflik adalah teori yang memandang
12
membawa perubahan, tetapi terjadi akibat adanya konflik yang mengahsilkan
kompromi-kompromi yang berbeda dengan kondisi semula.12
Untuk melengkapi penulisan skripsi ini penulis menggunakan teori strukturasi
milik Anthony Giddens, penulis berusaha untuk memecahkan perbedaan antara
makro dan mikro dalam apresiasi peran budaya dalam kehidupan sosial.13 Ada tiga komponen dasar yang akan penulis teliti dengan menggunakan teori pembentukan
identitas, yaitu:
1.
Komponen struktur sosial. Pada kehidupan social selalu ada pengklasifikasiansosial seseorang, ke dalam suatu kategori atau kelompok. Kategorisasi sosial
adalah dasar berpijak bagi seseorang dalam proses pengenalan identitas dan
hubungan antar kelompok.
2.
Komponen budaya atau tingkah laku dan konsekuensi normatif yang diterima.Komponen budaya adalah kategori seseorang dalam prakteknya yang sudah
berlangsung terus menerus. Kategori sosial belumlah bisa memperkenalkan
seseorang kepada identitas sosial. Komponen kedua ini dibutuhkan untuk melihat
bagaimana seseorang itu bertindak, apakah memang tindakan yang dilakukan
sesuai juga dengan norma kelompoknya dan tentu saja tingkah laku dapat
mereferensikan seseorang dari kelompok mana dia berasal.
12
Mudji Sutrisno, Teori-Teori Kebudayaan (Yogyakarta: Kanisius, 2004), 187. 13
13
3.
Definisi ontologis. Label dari kategori sosial itu kuat bukan hanya berasal daritingkah lakunya, tetapi juga berasal dari cara anggota dari suatu kategori (bisa
kelompok, etnik, dan lain-lain) itu melihat. Komponen ketiga ini, mencoba
mengungkapkan orang lewat nilai alamiah orang tersebut dikategorisasikan.
Komponen inipun berangkat dari pernyataan yang sangat mendasar bahwa
memang itulah dia, dan dia tidak bisa menyangkal karena identitas ini memang
menceritakan sesuatu tentang dirinya, tentang seperti apa dirinya.
Ketiga komponen yang telah dijelaskan tersebut tidak terpisah dalam suatu
hubungan. Bahkan mereka sangat berhubungan. Hal ini merupakan kombinasi yang
memberikan penjelasan identitas lebih dalam dan jelas.
F.
Penelitian Terdahulu.
Dalam proses peneusuran karya-karya ilmiah yang sama atau mirip dengan
penyusunan karya ilmiah ini, Adapun penelitian dan penulisan yang mengkaji
berdasarkan buku-buku skripsi yang berkaitan dengan Tradisi Imlek dan Tionghoa
diantaranya sebagai berikut:
1. Skripsi ditulis oleh Fithrothin, Cina Dan Penyebaran Islam, Fakultas Adab: tahun 2001. Dalam skripsi ini, penulis menguraikan tentang awal mula
ekspedisi Cina ke Indonesia yang berlangsung sekitar abad XV di mana di
14
Laksamana Cheng Hoo yang bertindak sebagai pemimpin pelayaran dan juga
Ma-Huan yang merupakan jurnalis ekspedisi di Cina.
2. Skripsi ditulis oleh Rary Martiningsih, Peran Tionghoa Dalam Proses Penyebaran Islam Di Jawa Abad XV, Fakultas Adab: tahun 2004. Dalam skripsi ini penulis menitikberatkan mengenai kalangan Tionghoa yang merupakan
kelompok minoritas dan seolah-olah terasing dari masyarakat padahal pada awal
mula kehidupan mereka di Jawa padahal pada awal kehidupan mereka di Jawa,
mereka mempunyai peran yang signifikan dalam proses Islamisasi di Jawa.
3. Skripsi ditulis oleh Tri Sulistiyani, Masyarakat Muslim Tionghoa di Pandean Taman-Madiun, Fakultas Adab: tahun 2004. Dalam skripsi ini, penulis membahas tentang sejak masyarakat Tionghoa di Pandean, Taman, Madiun
masuk Islam, mereka mulai membaur dengan masyarakat pribumi tanpa ada
perbedaan. Hingga pada tahun 1980 banyak orang Tionghoa yang tertarik masuk
Islam, entah itu atas kesadaran dirinya atau maksud-maksud tertentu karena
sebelumnya mereka asing dan benci terhadap Islam apalagi di masa Belanda.
G.
Metode Penelitian
1. Bentuk dan strategi penelitian.
Penelitian skripsi ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif yang
bertujuan untuk memberikan penjelasan secara rinci, lengkap dan
15
Kemudian bentuk dan jenis penelitian Kualitatif Deskriptif ini akan
mampu mengungkapkan data, dimana hal ini lebih berharga daripada
sekedar pernyataan jumlah atau frekuensi dalam bentuk angka. Disamping
itu bentuk penelitian ini lebih menekankan pada masalah proses dan
makna daripada hasil., karena makna mengenai sesuatu sangat ditentukan
oleh proses bagaimana ketentuan itu terjadi. 14 2. Jenis Data.
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah jenis data primer
dan juga sekunder. Data primer adalah jenis data primer adalah ucapan
serta tindakan orang yang diwawancarai dan diamati.15 Dikatakan sumber primer karena diperoleh dan dikumpulkan dari sumber pertama. Data
sekunder adalah dokumen, buku yang ada kaitannya dengan masalah ini,
serta laporan hasil penelitian sebelumnya, apabila ada.
3. Teknik pengumpulan data.
a. Wawancara.
Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan
seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seorang lainnya dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu.16 Tekhnik ini digunakan untuk mengumpulkan data yang didapat dengan
14
Sutopo, Metode Penelitian Kualitatif ( Surakarta: UNS, 1996), 54
15
Lexi Moeloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1998), 112.
16
16
jalan wawancara dengan tokoh-tokoh yang bersangkutan dengan
pelaksanaan tradisi Imlek di Surabaya. Wawancara dilakukan dengan
lentur, penuh nuansa terbuka agar narasumber merasa nyaman dan agar
tidak merasa seperti diwawancarai sehingga informasi yang didapat utuh
apa adanya dan merupakan data yang sebenarnya.17
b. Dokumentasi.
Metode dokumentasi adalah penelitian yang menyelidiki benda-benda
tertulis seperti, notulen, dokumen, foto-foto dan lain-lain.18 Tekhnik ini digunakan peneliti untuk mencari data-data seperti foto-foto hasil
penelitian yang berkaitan dengan Tradisi Imlek di Surabaya.
c. Catatan Lapangan
Ketika berada dilapangan, peneliti membuat catatan yang berisi
kata-kata inti, pokok-pokok pembicaraan atau pengamatan.
d. Kepustakaan
Teknik ini dilakukan melalui penelaahan buku-buku yang ada
kaitannya dengan pembahasan penulisan skripsi ini.
4. Metode pembahasan.
Metode pembahasan yang dipakai dalam penelitian ini adalah :
17
Ibid.
18
17
a. Metode Induktif.
Mengemukakan data yang bersifat khusus atau terperinci baik yang
bersifat teoritis maupun hal-hal yang bersifat empiris yang kemudian
ditarik pada kesimpulan yang umum.
b. Metode deduktif
Metode yang berangkat dari hal yang bersifat umum hendak menilai
suatu kejadian yang bersifat khusus. Dengan metode ini, penulis
gunakan untuk menguraikan masalah yang bergerak dari pendapat atau
teori yang bersifat umum untuk menjadi acuan awal dalam membahas
masalah yang penulis teliti.
5. Bahan dan sumber.
Untuk memperoleh data dalam penulisan skripsi ini, maka penulis
menggunakan sumber sekunder yang didapat dari kepustakaan (data
literatur) dan juga sumber primer yaitu wawancara. Sumber kepustakaan
adalah sumber yang digunakan untuk mencari teori tentang
masalah-masalah teoritis yang diteliti, yaitu mencari kepustakaan dan buku-buku
serta tulisan-tulisan lainnya yang ada hubungannya dengan pembahasan
dalam penulisan skripsi ini, sedangkan wawancara adalah wawancara
18
ingin memperoleh informasi dari seorang lainnya dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu.19
H.
Sistematika Pembahasan.
Sistematika penulisan sebagai berikut:
Bab I: Bab pendahuluan ini dikemukakan beberapa pembahasan yag meliputi: Latar
Belakang Masalah,Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian,
Pendekatan Dan Kerangka Teoretik, Penelitian Terdahulu, Metode Penelitian,
Sistematika Pembahasan.
BAB II: Dalam bab ini membahas tentang deskripsi sekilas tentang Tionghoa dan
tradisi Imlek, yang meliputi dua sub bab antara lain: sejarah masuknya tionghoa ke
Indonesia dan yang kedua membahas tentang asal mula perayaan/ tradisi imlek.
BAB III: dalam bab ini membahas tentang Imlek Bagi Warga Muslim Tionghoa Di
Daerah Surabaya Jawa Timur yang terdiri dari: pertama membahas tradisi yang
dilakukan oleh warga muslim Tionghoa ketika hari imlek tiba dan yang kedua
nilai-nilai yang terkandung dalam kebudayaan tersebut.
BAB IV: dalam bab ini membahas tentang Pendapat Ulama Tentang Tradisi Imlek Di
Surabaya, yang terdiri dari: menurut ulama-ulama NU, menurut ulama-ulama
Muhammadiyah, menurut Ulama-ulama PITI.
19
19
BAB V: akhir dari bab ini merupakan penutup yang terdiri dari: kesimpulan dan
BAB II
SEKILAS TENTANG TIONGHOA DAN TRADISI IMLEK
A.Sejarah Masuknya Tionghoa ke Indonesia.
Mereka yang ingin mempelajari sejarah hubungan antara Indonesia dan Cina
akan berhadapan dengan masalah sebagai berikut: sumber-sumber mana yang akan
digunakan, apakah sumber-sumber itu asli, yaitu catatan langsung yang akan dibuat
oleh para musafir sendiri, mana yang fakta dan khayalan didalam catatan itu, apakah
lukisan topografi serta keterangan tahunnya dapat diandalkan, apa arti nama
orang-orang dan tempat asing disitu?
Masalah umum dari sumber-sumber sejarah Cina adalah jumlah bahannya yang
berlimpah. Sumber mengenai hubungan antara Cina dengan Negara lain, termasuk
Asia Tenggara dan Indonesia, juga memiliki masalah tersebut.
Kesaksian orang Eropa tentang Nusantara masih tetap kesaksian Marco Polo.
Dalam perjalanan pulang dari Cina dengan kapal milik Khan Agung yang
dipersiapkan untuk berlayar menuju Persia, ia singgah beberapa bulan di
Bandar-bandar Pantai Utara Sumatera pada tahun 1291.1 Ia bercerita tentang kemajuan-kemajuan yang telah dicapai ”Hukum Muhammad” di kawasan bahari itu, tetapi tak
1
21
banyak berkata tentang Jawa yang tidak disinggahinya. Beberapa dasawarsa
kemudian, Odoric da Pordenone singgah di Jawa, kemudian di Campa yang terletak
di pantai Vietnam sekarang ini, dan meninggalkan beberapa kalimat yang menarik
tetapi hanya sekilas mengenai kebesaran Majapahit dan kekayaan istananya.
Kemudian beberapa pengembara Italia lainnya menyusul. 2
Seyogyanya seseorang yang hendak mengumpulkan bahan tentang sejarah Cina
lebih dahulu berpaling pada “Sejarah-sejarah Dinasti” yang berjumlah dua puluh
enam jika “Sejarah Baru Dinasti Yuan” serta “Naskah Awal Sejarah Dinasti Ch’ing”
ikut dihitung. “Sejarah Dinasti” merupakan sejarah Cina yang tidak terputus-putus
semenjak masa kuno sampai akhir Dinasti Manchu pada tahun 1911.
Pada umumnya “Sejarah-sejarah Dinasti” mengikuti pola yang sama. Pertama,
terdapat bagian yang bernama Hikayat Pokok atau Hikayat Kekaisaran dimana semua
tindakan para kaisar yang memegang tampuk pemerintahan dicatat secara kronologis.
Tetapi susunan “Sejarah-sejarah Dinasti” adalah sedemikian rupa, sehingga
sebuah pokok persoalan tidak dibahas tuntas dalam bab yang khusus berkenaan
dengan pokok itu. Dengan demikian, untuk mengumpulkan semua bahan-bahan yang
bertalian dengan suatu pokok bahasan tertentu, “Sejarah-sejarah Dinasti” harus
dibaca secara keseluruhan, dan untuk tujuan tersebut tidak cukup bila orang
2
22
membatasi diri dengan hanya membaca bab yang khusus berkenaan dengan pokok
bahasan tersebut.3
Agaknya alasan mengapa “ Sejarah-sejarah Dinasti” tersusun seperti itu
adalah sebagai berikut. Sejarah masing-masing dinasti tentu saja telah ditulis
berdasarkan dokumen-dokumen asli. Dokumen-dokumen itu bermacam-macam, dan
ditulis oleh para pejabat yang berbeda, serta disimpan oleh kantor-kantor yang
berlainan.
Akhirnya seluruh dokumen itu disimpan dalam suatu kantor tertentu sebagai
arsip, yang nanti menjadi bahan pengolahan “Sejarah-Sejarah Dinasti”. Tetapi
pekerjaan pengolahan itu, sesuai dengan tradisi kesarjanaan Cina kuno, terutama
adalah untuk membuat pilihan dari kekayaan bahan itu, dengan sesedikit mungkin
mengubah kata-katanya sehingga keasliannya sedapat mungkin dipertahankan.
Namun sambil mengakui keaslian “Sejarah-sejarah Dinasti”, dalam hal-hal
khusus masih akan ditinjau arsip-arsip itu tidak ada lagi. Karya-karya yang masih
ada tersebut adalah dokumen-dokumen yang merupakan bahan untuk Hikayat Pokok.
Sifat khas dari “Sejarah-sejarah Dinasti” sudah sejak lama menggerakkan para
sarjana Cina untuk mempermudah penyusunan sebuah karya yang menyajikan bahan
dalam cara yang lebih sistematis.4
3
Tjan Tjoe Som “Sumber-sumber Cina dan Historiografi” dalam buku karangan Soedjatmoko,
23
` Islam di Asia Tenggara menyajikan kepada kita bukti-bukti dari dalam
maupun dari luar mengenai sejarahnya, sama seperti tradisi keagamaan lainnya. Bukti
dari dalam berkaitan dengan soal iman sebagaimana bukti internal mengenai
peralihan Inggris menjadi Kristen. Hamper seluruh kronik Asia Tenggara
menggambarkan peristiwa-peristiwa gaib yang menyertai peralihan sebuah Negara
menjadi Islam, namun perbedaan diantara jenis campur tangan ilahiah itu tentu perlu
pula diperhatikan.5
Kira-kira menjelang tahun 4000 SM, orang-orang Austronesia, salah satu ras
Homosapiensyang berciri Mongoloid, hidup di daratan Asia Timur, mungkin sekarang menjadi wilayah Cina Selatan. Seiring dengan berjalannya waktu, terus
menyebar mulai dari Taiwan sampai ke Kepulauan Asia Tenggara. Sementara itu, ras
Austronesia terus bergerak secara lamban dengan menggunakan perahu bercadik dan layar tunggal. 6
Kehebatan bangsa Cina sebagai pengarung samudera telah diakui dunia sejak
lama. Bermodal kekuatan besar armada pelayarannya, terbukti hingga kini bangsa ini
tersebar di seluruh pelosok dunia, termasuk Indonesia.
Ketika Cina berada dibawah kekuasaan Dinasti Ming (1368-1644), tersebutlah
sejumlah delegasi Cina yang diutus untuk menjalin hubungan persahabatan dengan
4
Ibid.,169.
5
Anthony Reid, Sejarah Modern Awal Asia Tenggara(Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 2004), 20.
6
24
Negara-negara lain. Salah seorang utusan sekaligus pembesar dari pemerintahan
Dinasti Ming yang paling terkenal adalah Laksamana Cheng Hoo atau Zheng He.
Laksamana Cheng Ho merupakan orang kepercayaan Kaisar Yongle, kaisar
ketiga dari Dinasti Ming. Dengan pasukan dan armada kapalnya, ia mengarungi
lautan luas, mengelilingi dunia, serta mengunjungi berbagai Negara di berbagai
belahan dunia.
Laksamana Cheng Ho merupakan pelaut yang cakap dan hebat. Ia mengabdikan
sebagian besar hidupnya di lautan. Cheng Ho telah memimpin 7 ekspedisi pelayaran.
Terkait dengan ketika 7 ekspedisi (pelayaran) yang dilakukan Laksamana Cheng Ho
tersebut, sejumlah sumber sedikit berbeda pendapat perihal rentang waktu dan
wilayah yang dikunjungi Laksamana Cheng Ho serta awak kapal yang dipimpinnya.
Dalam ekspedisinya, Laksamana Cheng Ho pernah memimpin ratusan (armada)
kapal laut yang terdiri dari kapal besar dan kecil. Dari mulai kapal bertiang layar tiga
hingga kapal bertiang layar Sembilan.7
Pelayaran Laksamana Cheng Ho juga telah meninggalkan banyak halpositif di
bidang social, ekonomi, politik, dan dakwah. Pelayaran Laksamana Cheng Ho
7
25
dapatdijadikan sebagai bukti bahwa umat islam dapat melaksanakan tugas dan peran
yang diberikan kepadanya dengan baik.8
Di Indonesia, sebutan Tionghoa atau etnis Cina-Indonesia bukan sebutan yang
aneh bagi pendengarnya. Artinya, orang Tionghoa atau etnis Cina-Indonesia sudah
menjadi bagian bangsa diantara suku bangsa asli Indonesia. Sebenarnya, Etnis
tersebut tidak termasuk dalam rumpun etnis Indonesia. Oleh karena itu, perlu
dipertanyakan: bagaimana sebetulnya orang Tionghoa atau etnis Cina-Indonesia
mengartikan posisi dirinya di Indonesia? Bagaimana orang Tionghoa memandang
dirinya di Indonesia? Bagaimana sikapnya terhadap rumpun etnis Indonesia pada
umumnya? Persoalan itu menjadi teka-teki rumit yang belum kunjung terjawab
hingga dewasa ini.
Orang-orang Tionghoa atau etnis Cina-Indonesia yang hidup turun temurun di
Indonesia hingga saat ini, memang bukan generasi dari imigran Tionghoa yang
masuk ke Indonesia dalam jumlah besar sekaligus. Benar pula, bahwa imigran ini
tidak berasal dari suatu daerah tertentu di Negara Cina. Mereka berimigrasi ke
Indonesia dalam bentuk kelompok-kelompok kecil, yang berasal atau terdiri dari
beberapa suku bangsa dari dua propinsi di Cina. Kedua propinsi itu adalah propinsi
Fukien dan Kwangtung.9
8
Ibid., 145-148.
9
26
Setiap imigran Tionghoa yang berimigrasi ke Indonesia, membawa adat-istiadat
dan kebudayaan suku bangsa masing-masing yang ditandai oleh perbedaan bahasa
yang mereka gunakan. Bahasa tersebut tidak saling dimengerti oleh suku bangsa yang
satu terhadap suku bangsa lainnya. Setiap satu suku bangsa berkomunikasi dengan
bahasa suku bangsanya. Bahasa-bahasa itu ialah bahasa Hokkien, Hakka, Dan
Kanton.
Orang-orang Tionghoa berimigrasi ke Indonesia secara berangsur-angsur
selama kurang lebih tiga setengah abad lamanya. Prosesnya berlangsung sejak abad
ke-16 hingga menjelang akhir abad ke-19. Suku bangsa Hokkien berasal dari propinsi
Fukkien, salah satu propinsi di Cina bagian selatan. Suku bangsa ini memang
tergolong keturunan Tionghoa yang pandai berdagang. Imigran suku bangsa Hokkien
sangat banyak tersebar di Indonesia, terutama di Indonesia bagian timur, Jawa
Tengah, Jawa Timur dan juga di pantai barat Sumatera.
Imigran lainnya adalah suku bangsa Teo Chiu. Suku ini berasal dari pantai
selatan Negara Cina, bilangan pedalaman Swatow di bagian timur propinsi
Kwangtung. Orang tionghoa yang berasal dari suku bangsa Teo Chiu dan suku
bangsa Hakka (Khek) sangat laris sebagai kuli pertambangan di Sumatera Timur dan
Biliton.10
10
27
Pada masa penjajahan Belanda, masyarakat Tionghoa di setiap daerah di
Indonesia, mengangkat seseorang yang diplih dari masyarakat itu sebagai pimpinan.
Para pemimpin dari golongan Tionghoa itu diangkat oleh pemerintah Belanda dengan
berpangkat Majoor (sebagai pangkat tertinggi), Kapitein, Luitenant dan Wijkmeester
(kalau zaman sekarang=ketua RW).
Orang-orang Tionghoa menempati kedudukan menengah di antara golongan
pribumi dan penjajah. Kondisi itu terjadi karena kedatangan orang-orang Tionghoa di
Indonesia dilandasi motivasi perolehan ekonomi. Dalam kenyataannya, orang-orang
Belanda melakukan penggarapan pertanian dan orang-orang Tionghoa sebagai kelas
pemasaran yang menjadi perantara di antara keduanya.11
Jumlah penganut agama Islam sangat sedikit sehingga kadang tidak diketahui
oleh sesama Tionghoa. Mereka menganut islam secara diam-diam dan tidak berani
melakukan peribadatan. Sedangkan orang-orang Tionghoa di Indonesia, khususnya di
Surabaya juga melakukan praktik-praktik ritual ajaran kepercayaan masyarakat
setempat seperti, membakar kemenyan dan berziarah ke cungkup makam tokoh
agama di jawa: berziarah ke gunung Giri dan mempercayai hal-hal takhayul.12
Banyak dari komunitas Pecinan mendirikan masjid dengan gaya arsitektur dan
nama yang khas. Salah satu buktinya adalah Masjid Muhammad Cheng Hoo yang
berdiri megah di kawasan Jalan Gading, Ketabang, Genteng, Surabaya atau 1.000 m
11
Ibid.
12
28
utara Gedung Balaikota Surabaya.. Sebagai pusat kegiatan kegamaan, masjid
Muhammad Cheng Hoo ini benar-benar dimanfaatkan oleh warga Muslim Tionghoa
yang berada di sekitar area masjid dengan cara unik untuk tetap menjaga ukhuwah
antar mereka.
Setidaknya sekali dalam setahun mereka masih tetap merayakan tahun baru
Imlek bersama-sama, walaupun mungkin dengan prosesi yang agak sedikit berbeda,
agar tidak bertentangan dengan nilai-nilai tertentu dalam Islam.
Lazimnya warga Cina pendatang, mereka selalu membentuk komunitas khusus
di setiap wilayah yang ditempati, yang kemudian dikenal sebagai kawasan Pecinan.
Menariknya, di manapun mereka hidup, masing-masing warganya tetap teguh
menjunjung tinggi nilai-nilai budaya luhur dan peradaban besar nenek moyang
mereka di negeri asal.
Walaupun makin banyak Tionghoa Indonesia beralih ke Islam daripada
sebelumnya, sementara pengamat tetap berpendapat bahwa konversi ke agama bukan
Islam lebih lazim di kalangan Tionghoa. System Bapak Angkat bahkan dilancarkan
agar pemuda etnis Tionghoa memperdalam ajaran Islam dan cara hidupnya.13
Sejak KUP tahun 1965, agama dibina oleh militer-indonesia untuk memerangi
gerakan-gerakan komunis dan sayap kiri. Dapat dipahami bahwa banyak orang
13
29
Tionghoa di Indonesia mulai mengidentifikasi diri dengan salah satu kelompok
keagamaan yang ada, teristimewa agama Buddha dan Kristen. Akan tetapi, sebelum
tahun 1970-an, sedikit sekali yang menjadi orang islam. Selain kondisi sosial-politik
yang tidak mendukung Islam dan prasangka yang ada terhadap agama itu, banyak
kebiasaan islam tampak tak sesuai dengan sistem kepercayaan Tionghoa, umpamanya
daging babi dan pemujaan leluhur.14
Hamka pernah mengatakan bahwa golongan Tionghoa muslim adalah mereka
yang berasal dari golongan ekonomi lemah. Mereka telah melebur dengan
masyarakat. Memang islamnya golongan Tionghoa akan mampu mengatasi masalah
pembauran. Namun apa yang dilontarkan Hamka itu, kini, tidak sepenuhnya benar,
karena beberapa orang yang berasal dari kelas menengah Tionghoa, intelektual,
wiraswastawan dan birokrat ada yang beralih agama menjadi muslim. Jumlah mereka
masih sangat kecil, bahkan mungkin lebih kecil dari perkiraan orang.
Meskipun demikian, jumlah itu masa demi masa terus berkembang. Dalam hal
itu, yayasan dan organisasi-organisasi Tionghoa muslim banyak berjasa, baik
organisasi tingkat nasional maupun tingkat regional.15
14
Leo Suryadinata, Kebudayaan Minoritas Etnis Tionghoa Di Indonesia (Jakarta: PT Gramedia, 1988), 94.
15
30
B.
Tradisi Imlek: Pengertian dan Asal- Usulnya.
1. Pengertian Imlek.
Sin Cia atau Imlek tak ubahnya seperti tahun baru masehi atau tahun baru Hijriah bagi umat islam. Imlek adalah Tahun Baru Cina. Pada umumnya, yang
banyak merayakan Imlek adalah warga Tionghoa. Namun bagi umat lain yang
beraliran sama juga bisa merayakan Hari Raya Imlek. Kata Imlek (Im=bulan,
Lek=penanggalan) berasal dari dialek Hokkian atau Bahasa Mandarin-nya Yin Li
yang berarti kalender bulan (Lunar Newyear). Menurut sejarahnya, konon Sin Cia
merupakan sebuah perayaan yang dilakukan oleh para petani di China yang biasanya
jatuh pada tanggal satu di bulan pertama di awal tahun baru.
Perayaan ini juga berkaitan erat dengan pesta menyambut musim semi.
Perayaan imlek dimulai pada tanggal 30 bulan ke-12 dan berakhir pada tanggal 15
bulan pertama atau yang lebih dikenal dengan istilah Cap Go Meh. Perayaan Imlek
meliputi sembahyang Imlek, sembahyang kepada Sang Pencipta/Thian (Thian=Tuhan dalam Bahasa Mandarin), dan perayaan Cap Go Meh. Tujuan dari sembahyang Imlek
adalah sebagai bentuk pengucapan syukur, doa dan harapan agar di tahun depan
mendapat rezeki yang lebih banyak, untuk menjamu leluhur, dan sebagai media
silaturahmi dengan keluarga dan kerabat..16
16
31
2. Asal Usul Imlek
Imlek berasal dari Tiongkok. Hari Raya Imlek merupakan istilah umum, kalau
dalam bahasa Cina disebut dengan Chung Ciea yang berarti Hari Raya Musim Semi. Hari Raya ini jatuh pada bulan Februari dan bila di negeri Tiongkok, Korea dan
Jepang ditandai dengan sudah mulainya musim semi.
Dulunya, Negeri Tiongkok dikenal sebagai negara agraris. Setelah musim
dingin berlalu, masyarakat mulai bercocok tanam dan panen. Tibanya masa panen
bersamaan waktunya dengan musim semi, cuaca cerah, bunga-bunga mekar dan
berkembang. Lalu musim panen ini dirayakan oleh masyarakat. Kegembiraan itu
tergambar jelas dari sikap masyarakat yang saling mengucapkan Gong Xi Fa Cai, kepada keluarga, kerabat, teman dan handai taulan. Gong Xi Fa Cai artinya ucapan selamat dan semoga banyak rezeki.
Adat ini kemudian di bawa oleh masyarakat Tionghoa ke manapun dia
merantau, termasuk ke Indonesia.
Menurut Bapak Oei Him Hwie, Imlek ada di Indonesia sejak tahun 2500 SM.
Masuknya berbarengan dengan masuknya Tionghoa ke Surabaya secara
berangsur-angsur. Lebih formil lagi, beliau menambahkan, ketika Laksamana Cheng Hoo
datang ke Indonesia.17
17
32
Dulunya, pada masa Bung Karno, perayaan ini boleh dirayakan tapi ketika
masa Orde Baru, perayaan Imlek dibatasi. Presiden Soeharto mengeluarkan SK yang
isinya mengizinkan, namun dirayakan di tempat tertutup.18
Setelah reformasi bergulir, pemerintah memberikan kelonggaran, terutama
pada masa pemerintahan Gus Dur. Hari Raya Imlek menjadi hari fakultatif dan
nantinya ada kemungkinan Imlek dijadikan salah satu hari besar nasional.Sekarang
tergantung pemerintah.
Warga Muslim Tionghoa berpandangan bahwa selama prosesi tertentu Imlek
tidak bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam. Tentu akan tetap mereka ikuti.
Mungkin hanya sebagian kecil dari tradisi itu yang sengaja mereka hindari, di
antaranya soal prosesi sesembahan yang biasanya ditandai dengan pembakaran dupa.
Menurut Ustadz Hasan Basri, yang merupakan Office Manager Yayasan Haji
Muhammad Cheng Hoo Surabaya,Imlek adalah tradisinya orang China dalam
menyambut tahun baru China. Imlek juga bisa diartikan sebagai wujud rasa syukur
terhadap kebesaran tuhan. Sebenarnya imlek adalah pergantian musim dari musim
panen ke musim tandur= bercocok tanam dalam bahasa Jawa.
Menurut Ustadz Hasan Basri juga, warga etnis Tionghoa yang memeluk
agama islam tidak ada ritual khusus dalam perayaan Imlek mungkin para etnis
Tionghoa muslim hanya merayakan secara sederhana, seperti, makan-makan bersama
18
33
keluarga besar, silaturahmi ke kerabat yang juga merayakan Imlek ya tidak jauh beda
dengan yang para pemeluk muslim non Tionghoa pada saat hari raya Idul Fitri. Tidak
ada tujuan khusus dalam perayaan Imlek. 19
Biasanya beberapa hari setelah perayaan imlek ada yang namanya Cap Go Meh. Menurut beliau juga, Cap Go Meh ialah akhir dari tradisi Imlek dimana Cap Go Meh merupakan sesembahan bagi para leluhur yang adatnya dilakukan oleh keluarga
leluhur tersebut. Darimana asal usul dan apa tujuan sebenarnya Cap Go Meh tersebut,
beliau tidak menjelaskan secara detail, yang jelas, Cap Go Meh adalah akhir dari
tradisi imlek dimana pelaksanaannya dilakukan setelah satu bulan lamanya.
Pelaksanaannya dilakukan ditempat para anggota keluarga tersebut. Cap Go
Meh yang dilakukan oleh warga etnis Tionghoa non-muslim ialah dengan melakukan
sembahyang untuk leluhur mereka yang sudah lama meninggal, sedangkan para etnis
Tionghoa muslim tidak ikut melakukan ritual sembahyang tersebut, tapi, mereka
hanya makan lontong Cap Go Meh yang disantap bersama dengan opor ayam
layaknya hari raya Idul Fitri.20
Keteguhan menjaga tradisi warisan leluhur bernilai budaya tinggi yang
dilakukan Muslim Tionghoa, kiranya patut kita acungi jempol. Terbukti perbedaan
akidah dan keyakinan itu tidak lantas menjadikan hubungan kekerabatan antara
mereka tercerai-berai.
19
Hasan Basri, wawancara, Surabaya, 21 Mei 2014.
20
34
Di dalam tradisi apapun, pasti terkandung nilai-nilai sosial. Tak terkecuali
dalam perayaan Imlek dan Cap Go Meh. Pada perayaan imlek, nilai-nilai sosial yang
ada adalah berkumpulnya seluruh anggota keluarga besar seperti hari raya Idul Fitri
dan perayaan-perayaan lainnya. Sedangkan untuk perayaan Cap Go Meh, sebuah
tradisi yang juga untuk mengikat sebuah keluarga yang tercerai berai.21
21
35
C. Nilai-Nilai Religi dalam Tradisi Imlek.
Di dalam sebuah tradisi, pasti ada peralatan yang digunakan. Tak terkecuali
dengan perayaan Imlek. Di perayaan Imlek juga terdapat berbagai macam peralatan,
antara lain:
a. Hio Lou adalah tempat abu leluhur yang berfungsi menancapkan hio atau dupa sembahyang.Tempat abu melambangkan hati yang tentram dalam sembahyang dan
hal -hal yangmenggangu pikiran saat sembahyang harus disingkirkan.
b. Hio yang dipakai pada upacara perayaan tahun baru Imlek adalah hio bergagang merah dandalam sembahyang king thi kong harus berjumlah tiga batang yang melambangkan tiga alamkekuasaan Tuhan. Kekuasaan Tuhan ini disebut too kwan sam Thuian yaitu alam ketuhanan(Thian), alam semesta (tee) dan alam kemanusiaan (jien).
c. Sin Ting atau Shen Ting berupa tempat tinggi yang berisi campuran antara minyak tanah danminyak goreng dan nasi di atasnya diberi sumbu terapung. Lampu
minyak ini melambangkansifat keabadian, seperti makna shen „abadi’. Secara
umum maknanya adalah sifat keesaan dankeabadian Tuhan.
d. Lilin disebut juga la. Sepasang lilin berwarna merah pada upacara persembahyangandipasang di kiri kanan altar. Lilin adalah alat penerangan yang
menyimbolkan bahwa manusiaharus menjadi penerang bagi manusia lainnya.
Penerang dalam arti juga bisa memberikanjalan keluar bagi orang lain yang punya
36
demikian halnya dengan manusiakeberadaannya harus menjadipenerang sejak
kecil hingga akhir hayatnya .
e. Swan Lou adalah tempat untuk membakar dupa serbuk atau wangi -wangian yang terbuat dariserbuk wangi seperti cendana.
f. Lian merupakan sajak musim semi karena merupakan rangkaian kata -kata yang ditulis di ataskertas merah atau kain merah. Isinya merupa kan harapan-harapan
akan kesejahteraan,kemakmuran, keselamatan seperti shijie ping’ang artinya selama empat musim tetap selamat,wu fu lin men artinya lima berkah menyertai pintu, kata fu sendiri berarti kaya. Lianbiasanya ditempelkan di pintu rumah bagian depan atau di dalam rumah agar rejeki dankeselamatan senantiasa
terlimpah bagi para penghuni rumah.22
g. Angpao disebut juga hongbao „bungkusan merah’. Angpao ini berupa uang yang dibungkuskertas merah dan diberikan oleh orang tua kepada anak yang belum
menikah dan dari anakyang sudah menikah kepada orang tua. Angpao diberikan setelah anak melakukan pai kui„sujud kepada orang tua’. Pai kui biasanya disertai ucapan doa gong he xin xi „hormat bahagiamenyambut tahun baru’ atau gong xi fa cai „hormat bahagia berlimpah rejeki’.
h. Barongsai atau tari singa adalah suatu pertunjukan berupa tarian atau gerakan – gerakantertentu dengan para penarinya menggunakan kostum seperti singa. Tari
ini diharapkan dapatmengusir roh jahat atau hawa jahat.
22
37
i. Liang Liong atau tari naga . Dalam bahasa Mandarin naga disebut long atau
jugadiartikan agung. Liang artinya terang, berkilauan sehingga tari
inimenyimbolkan bahwa naga sebagai bentuk keagungan mampu menerangi
semuaorang. Dalam budaya Tionghoa naga dianggap sebagai makhluk suci
perantaradan penjaga kekayaan dewa -dewa.Lampion atau denglong berwarna merah melambangkan keberhasilan, kegembiraan sebabwarna merah dalam bahasa
Mandarin disebut hong „keberhasilan’. Dengan pemasanganlampion ini
masyarakat Tionghoa yang beragama Konghucu maupun yang beragama muslim
berharap selalu mendapatkeberhasilan di tahun-tahun mendatang.23
Hampir seluruh peralatan yang digunakan dalam perayaan tahun baru Imlek
berwarna merah dan keemasan. Kedua warna ini memiliki filosofi tersendiri bagi
umat Konghucu.Warnamerah melambangkan kegembiraan, kebahagiaan dan
keberhasilan. Warna keemasan dalam bahasaMandarin disebut jin dan makna lain dari kata jin adalah uang. Warna ini melambangkan sebuahharapan agar di tahun berikutnya dilimpahi banyak rejeki (uang). Seluruh „sesajian’ danperalatan yang
digunakan dalam perayaan Imlek mengandung makna, nilai danfilosofi serta
konsep-konsep kehidupan masyakat Tionghoa yang beragamaKonghucu. Semuanya
merupakan simbol dari budaya Konghucu yang sarat denganmakna dan simbol.
Dengan memahami semua itu akan terkuak bagaimana masyarakat Tionghoa
menjalani hidup dan kehidupan dengan keyakinan mereka.
23
38
Pada dasarnya masyarakat Tionghoa yang beragama Konghucu memiliki
ajaran tentang cinta kasih yang dilambangkan dengan hidangan lumpia, tebu dan
pisang. Dengan cinta kasihmanusia akan memperoleh berkah dari Thian. Cinta kasih atau jien merupakan salah satu ajarandari ngo siang „lima kebajikan’ yaitu ajaran
penting dalam agama Konghucu. Konsep kebajikandipahami sebagai perbuatan baik
yangharus dilakukan untuk menuju keselarasan dan menjadiseorang kuncu( manusia
yang mampu mengamalkan kebajikan).24
Pada perayaan Imlek terdapat makanan-makanan dan juga sesajen untuk para
leluhur yang hanya ada pada saat tahun baru Imlek tiba, yaitu:
a. Bakmi goreng, biehun, mi panjang umur.
Hidangan ini juga disebut siu mi atau shou me yang artinya panjang umur. Hidangan ini melambangkan sebuah harapan agar para penganut Konghucu mendapat umur
yang panjang agar bisa lebih meningkatkan kebajikan kepada Thian.
b. Tanghun
Tanghun adalah hidangan berupa sup ikan atau sup daging. Kata hun selain berarti ikan juga berarti kegelapan. Makna hidangan tanghun adalah segala kegelapan pada tahun yang lalu atau nasib buruk pada tahun yang lalu hilang dan berganti dengan
sesuatu yang baik dan penuh keberuntungan.
c. Samsing
Samsing merupakan hidangan yang terdiri atas tiga jenis binatang yaitu babi, ayam dan ikan. Ketiga binatang ini merupakan symbol dari tiga alam yaitu darat, udara dan
24
39
air. Samsing merupakan sebuah simbolisasi janji dan sumpah masyarakat penganut Tionghoa kepada Thian untuk segera memperbaiki diri.25
d. Lumpia
Lumpia dalam bahasa Mandarin disebut chunjuan. Juan dalam chunjuan berarti gulungan, kata chun juga dapat diartikan sebagai musim semi. Kehadiran makanan ini bermakna harapan dalam perayaan Imlek tersebut semua manusia dapat lebih
meningkatkan rasa cinta kasih kepadasesama. Interpretasi atas kata gulungan bahwa
manusia di seluruh bumi ini bersatu tanpa memandang perbedaan seperti halnya
gulungan tersebut.
e. Lontong Capgome
Sebenarnya makanan lontong Capgome hanya ada di Indonesia tidak ditemukan di negeri Tiongkok. Munculnyamakanan ini dalam ritual perayaan Imlek melambangkan
sebauh akulturasi budaya yang harmonis antara Indonesiadan Tionghoa. Dengan
perayaan ini diharapkan kerukunan dan toleransi beragama tetap terjaga.
f. Theeliau
Theeliau adalah nama hidangan yang terdiri atas tiga jenis manisan yang terbuat dari buah -buahan yaitu gula batu dari hasil olahan tanaman tebu, lengkeng kering yang
masih berkulit,manisan labu yang disebut tangkwee. Dalam bahasa mandarin manisan disebut dengan guofu„manisan buah-buahan yang diawetkan’. Fu itu sendiri bermakna kebahagiaan, kejayaan. Makna kehadiran makanan ini adalah bahwa
25
40
manusia harus selalu bersikap manis dan berbuat kebaikan kepada sesama dan
kebaikan tersebut harus tetap awet dan dijaga agar tidak berubah menjadi tingkah
laku yang tidak baik. Dengan kebaikan yang terjaga manusia berharap mendapat
kebahagiaan dan kejayaan di masa-masa yang akan datang.
g. Kue keranjang
Kue ini juga disebut nian gao „kue tahun baru’. Kue keranjang dihidangkan dengan cara menyusun ke atas dengan mangkok merah di bagian atasnya. Kue ini merupakan
simbolisasi dari sebuah harapan agar di tahun baru ini berlimpah rejeki dan semakin
meningkat dan menanjak seperti tumpukan kue keranjang tersebut.26 h. Tebu
Tebu adalah tanaman yang tumbuhnya berumpun, hal ini bermakna keluarga
merupakan sebuah rumpun atau satu kesatuan sehingga dalam keluarga kebersamaan
harus tetap dijaga. Tebu dalambahasa Mandarin ganzhe, gan „manis’. Simbol
kehadiran tebu selain mempererat persaudaraanjuga bermakna bahwa hidup itu harus
manis atau kebaikan dan cinta kasih manusia harus terus tumbuh dari kecil sampai
dewasa seperti halnya tebu yang semakin tua akan semakin manis. Demikian juga
halnya dalam kehidupan beragama karena dalam Konghucu manusia semua sama dan
bersaudara di empat penjuru lautan.
i. Lima macam buah-buahan tidak berduri (Ngo koo)
41
Kelima macam buah-buahan tersebut adalah pisang, jeruk, buah lie, delima dan
semangka. Buah yang wajib hadir adalah pisang dan jeruk sedangkan buah yang
lainnya bisa diganti dengan buah yang lain. Pisang dalam bahasa Mandarin disebut
xiangjiao, xiang „disukai, digemari’ atau bisa juga bermakna „membantu, menolong’.
Tanaman pisang hanya berbuah sekali dalam hidupnya dan sebelum mati
tunas-tunasbaru sudah ada disekitarnya. Dalam pandangan masyarakat penganut Konghucu
hal itu melambangkan bahwa manusia sebelum meninggal harus telah melakukan
kebajikan dan harus memiliki keturunan. Manusia harus bisa menjadi panutan bagi
generasinya dan harus bisa tolong menolong dan berbudi luhur agar disukai dan
digemari orang lain. Buah lie mengandung filosofi bahwa manusia wajib mematuhi peraturan-peraturan Tuhan dan peraturan masyarakat atau negara.27
Hal ini sesuai dengan makna kata lie setia. Setia kepada ajaran agama, dan
kaidah-kaidah bernegara dan bermasyarakat.28 Delima dalam bahasa Mandarin disebut shiliu.
Shi dalam kata shiliu artinya teladan. Buah ini memiliki makna dan filosofi bahwa manusia harus menjadi teladan bagi manusia lainnya dan senantiasa berbuat kebaikan
bagi oranglain. Jeruk disebut kiet „rakhmat’ dalam bahasa Mandarin. Buah ini
melambangkan bahwa setiaporang yang berbuat baik pasti akan memperoleh rakhmat
dari Tuhan. Oleh sebab itu semua manusia diharapkan mampu berbuat baik kepada
sesama agar memperoleh rakhmat dari Tuhan. Semangka dalam bahasa Mandarin
Xigua. Xi bermakna „belajar’. Hadirnya buah ini dalam perayaan Imlek
27
Ibid.,13. 28
42
melambangkan manusia harus terus belajar demi peningkatan kualitas diri dan terus
meningkatkan sifat cinta kasih dan kebajikan dalam dirinya.
j. Arak
Arak atau dalam bahasa Mandarin jiu „menolong, memberi bantuan’. Arak
merupakan hasil permentasi air tape beras atau ketan. Arak mempunyai banyak
kegunaan, antara lain sebagai penghangat badan di musim dingin, sebagai campuran
obat-obatan tradisional dan juga sebagai penyedap masakan. Arak ini melambangkan
bahwa manusia harus bermanfaat atau berguna bagi masyarakat. Arak yang disajikan
di atas altar antara tiga cawan sampai dua belas cawan merupakan persembahan
kepada leluhur sebagai ucapan selamat jalan untuk menyatu dengan Tuhan.
k. Sam poo
Sam poo terdiri atas teh, bunga, dan air jernih. Teh dan air jernih merupakansymbol dari sifat yin (teh) dan yang (air jernih). Bunga menyimbulkan perwakilangaris penghubung antara sifat yin dan yang. Hal tersebut melambangkan dan mengandung
nilai-nilai bahwa di dalam jiwa manusia sifat yin dan yang selaluberdampingan dan manusia harus bisa menjaga keseimbangan antara kedua sifattersebut.29
29
BAB III
IMLEK BAGI WARGA MUSLIM TIONGHOA DI DAERAH SURABAYA JAWA TIMUR
A. Tradisi Yang Dilakukan Oleh Warga Muslim Tionghoa Ketika Hari Imlek Tiba.
Warga Muslim Tionghoa berpandangan bahwa selama prosesi tertentu
Imlek tidak bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam, akan tetap mereka ikuti.
Hanya sebagian kecil dari tradisi Imlek yang sengaja mereka hindari, di antaranya
soal prosesi sesembahan yang biasanya ditandai dengan pembakaran dupa.
Menurut Ustadz Hasan Basri, yang merupakan Office Manager Yayasan
Haji Muhammad Cheng Hoo Surabaya, Imlek adalah tradisinya orang Tionghoa
dalam menyambut tahun baru China. Imlek juga bisa diartikan sebagai wujud rasa
syukur terhadap kebesaran Tuhan. Sebenarnya imlek adalah pergantian musim
dari musim panen ke musim tandur (bercocok tanam).1
Tahun baru Imlek, yang tahun ini jatuh pada tanggal 31 Januari 2014,
merupakan hari pertama bulan pertama dari tahun yang baru (1 Cia Gwee). Masyarakat Tionghoa menyebutnya dengan Goan Tan Chun Ciat atau Fajar Pertama Musim Semi. Mereka menyambut dan merayakan hari itu dengan meriah.
1
44
Terlebih lagi di negara yang mempunyai empat musim, di mana musim semi
berarti pula Kehidupan Baru.2
Menurut Ustadz Hasan Basri juga, warga etnis Tionghoa yang memeluk
agama Islam tidak ada ritual khusus dalam perayaan imlek. Para etnis Tionghoa
Muslim hanya merayakan secara sederhana, seperti, makan-makan bersama
keluarga besar, silaturahmi ke kerabat yang juga merayakan imlek. Tidak jauh
beda dengan para pemeluk muslim non Tionghoa pada saat hari raya Idul Fitri.
Tidak ada tujuan khusus dalam perayaan imlek. 3
Biasanya beberapa hari setelah perayaan Imlek ada yang namanya Cap Go
Meh. Menurut beliau juga, Cap Go Meh ialah akhir dari tradisi imlek di mana Cap
Go Meh merupakan sesembahan bagi para leluhur yang adatnya dilakukan oleh
keluarga leluhur tersebut. Tentang darimana asal usul dan apa tujuan sebenarnya
Cap Go Meh tersebut, beliau tidak menjelaskan secara detail, yang jelas, Cap Go
Meh adalah akhir dari tradisi imlek di mana pelaksanaannya dilakukan setelah
satu bulan lamanya.
Cap Go Meh atau malam ke-15, merupakan penutup dari seluruh
rangkaian acara Tahun Baru Imlek. Biasa disebut pula Goan Siauw atau Purnama Pertama di Musim Semi. Asal mula keramaian Cap Go Meh dimulai pada masa
2
Yoest MSH, Tradisi Dan Kultur Tionghoa (Jakarta: Gerak Insan Mandiri ,2004), 18
3
45
Dinasti Han (206 SM-220 SM). Kebiasaan menggantung lentera warna-warni di
atas pintu masuk, dilakukan masyarakat pada zaman itu.4
Pada awal abad ke-18, di Semarang masih sering dijumpai anak-anak
hartawan yang berkeliling di jalan-jalan dengan mengenakan pakaian opera yang
bersulam indah, menaiki gerobak hias. Arak-arakan ini biasa disebut Ceng Gee.
Hari raya Goan Siau ini selamanya dirayakan dengan ramai-ramai, seperti
tatkala Baginda Raja Tong Djwee Tjong yang bertahta kerajaan di negeri Cina.
Semua penduduk di negeri Cina merayakan hari raya Goan Siau itu dengan
memasang Ki Au Po Sioe Ting (artinya ting (loleng) untuk pengharapan selamat
dan sentosa panjang umur), kecuali orang yang ada didalam kesusahan kematian
tidak turut merayakan hari ini.
Dan lagi orang-orang yang mengerti surat, dalam hari raya Goan Siau ini
semua berkumpul dengan senang hati akan membuat cangkriman (teka-teki) yang
halus, begitu juga orang yang suka bepergian, iapun sama membuat wayang,
mainan ayunan dan keramaian lain-lainnya.5
Pelaksanaannya dilakukan di tempat para anggota keluarga tersebut. Cap
Go Meh yang dilakukan oleh warga etnis Tionghoa non-muslim ialah dengan
melakukan sembahyang untuk leluhur mereka yang sudah lama meninggal,
sedangkan para etnis Tionghoa muslim tidak ikut melakukan ritual sembahyang
4
MSH, Tradisi Dan Kultur Tionghoa, 36. 5
Basuki Soedjatmiko, Hari Raya Tionghoa Tempo Doeloe Di Hindia Belanda Tahun 1885
46
tersebut, tapi, mereka hanya makan lontong Cap Go Meh yang disantap bersama
dengan opor ayam layaknya hari raya Idul Fitri.6
Keteguhan menjaga tradisi warisan leluhur bernilai budaya tinggi yang
dilakukan Muslim Tionghoa, kiranya patut kita acungi jempol. Terbukti
perbedaan akidah dan keyakinan itu tidak lantas menjadikan hubungan
kekerabatan antara mereka tercerai-berai.
Di dalam tradisi apapun, pasti terkandung nilai-nilai sosial. Tak terkecuali
dalam perayaan Imlek dan Cap Go Meh. Pada perayaan imlek, nilai-nilai sosial
yang ada adalah berkumpulnya seluruh anggota keluarga besar seperti hari raya
Idul Fitri dan perayaan-perayaan lainnya. Sedangkan untuk perayaan Cap Go
Meh, sebuah tradisi yang juga untuk mengikat sebuah keluarga yang tercerai
berai.7
Acara Cap Go Meh tidak saja dilakukan di pulau Jawa, tetapi juga di
Sumatera, Sulawesi dan Jakarta. Di kelenteng Kim Tek Ie (Jakarta) kerap
diadakan pertunjukan Wayang Potehi dan Opera Peranakan. Namun, di masa Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto dan selama 32 tahun dikungkung, serta seiring dengan perubahan zaman, perayaan Cap Go Meh di Indonesia tidak
begitu semarak. Hanya diisi dengan kegiatan ritual di kelenteng atau rumah
tangga saja.
6
Ibid, wawancara Hasan Basri.
7