• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENINGKATKAN SELF EFFICACY PELAJARAN MATEMATIKA MENGGUNAKAN LAYANAN PENGUASAAN KONTEN DENGAN TEKNIK MODELING SIMBOLIK.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MENINGKATKAN SELF EFFICACY PELAJARAN MATEMATIKA MENGGUNAKAN LAYANAN PENGUASAAN KONTEN DENGAN TEKNIK MODELING SIMBOLIK."

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

MENINGKATKAN SELF EFFICACY PELAJARAN MATEMATIKA MENGGUNAKAN LAYANAN PENGUASAAN KONTEN

DENGAN TEKNIK MODELING SIMBOLIK

SKRIPSI

Oleh : LUTFIA NUR LAILI

NIM. D04210006

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

(2)

MENINGKATKAN SELF EFFICACY PELAJARAN MATEMATIKA MENGGUNAKAN LAYANAN PENGUASAAN KONTEN

DENGAN TEKNIK MODELING SIMBOLIK

SKRIPSI

Diajukan kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk memenuhi salah satu persyaratan

dalam menyelesaikan Program Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh : LUTFIA NUR LAILI

NIM. D04210006

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

(3)
(4)
(5)
(6)

MENINGKATKAN SELF EFFICACY PELAJARAN MATEMATIKA

MENGGUNAKAN LAYANAN PENGUASAAN KONTEN DENGAN TEKNIK MODELING SIMBOLIK

Oleh : Lutfia Nur Laili

ABSTRAK

Pada siswa SMP, sebagian siswanya menganggap mata pelajaran matematika sebagai pelajaran yang tidak menyenangkan. Anggapan seperti itu muncul karena kurangnya keyakinan siswa pada mata pelajaran matematika (self efficacy). Menurut Bandura, self efficacy dapat diperoleh, diubah, ditingkatkan atau diturunkan melalui salah satu atau kombinasi empat sumber. Berdasarkan pengalaman vikarius (vikarious experience) maka digunakan layanan penguasaan konten dengan teknik modeling simbolik. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui apakah terdapat peningkatan self efficacy siswa yang signifikan pada pelajaran matematika sesudah diberikan perlakuan.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimen. Karena adanya pemberian perlakuan pada sampel (siswa yang memiliki self efficacy rendah) yaitu berupa layanan penguasaan konten dengan teknik modeling simbolik. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa yang memiliki self efficacy rendah dan sangat rendah pada mata pelajaran matematika di kelas VIII F SMP Negeri 36 Surabaya. Data penelitian ini dianalisis dengan statistik non parametrik berupa uji Wilcoxon.

Berdasarkan hasil penelitian, tingkat self efficacy siswa terhadap pelajaran matematika sebelum diberikan perlakuan rata-rata berada pada kriteria

”sedang”, tetapi ada 13 siswa yang mempunyai self efficacy rendah dan sangat rendah. Layanan penguasaan konten dengan teknik modeling simbolik yang dapat meningkatkan self efficacy siswa terhadap mata pelajaran matematika yaitu layanan penguasaan konten dengan teknik modeling simbolik berupa video. Video yang digunakan tersebut adalah video yang bercerita tentang kegigihan seseorang, keberhasilan seseorang serta seseorang yang tidak mudah putus asa dalam pelajaran matematika. Tingkat self efficacy siswa terhadap pelajaran matematika sesudah diberikan perlakuan rata-rata berada pada kriteria

”sedang” dan tidak ada siswa yang mempunyai self efficacy rendah maupun sangat rendah. Hasil analisis uji Wilcoxon diperoleh t hitung = 3,204 dan t tabel = 2,064. Jadi, t hitung > t tabel sehingga Ho ditolak. Hal tersebut berarti terdapat peningkatan self efficacy siswa terhadap pelajaran matematika sesudah diberikan layanan penguasaan konten dengan teknik modeling simbolik.

(7)

DAFTAR ISI

SAMPUL LUAR ... i

HALAMAN JUDUL... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Batasan Penelitian ... 6

F. Definisi Operasional ... 6

G. Sistematika Pembahasan ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Self Efficacy ... 8

B. Mata Pelajaran Matematika ... 16

C. Layanan Penguasaan Konten ... 19

(8)

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian ... 32

B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 32

C. Subjek Penelitian ... 32

D. Desain Penelitian ... 33

E. Prosedur penelitian ... 33

F. Instrumen Penelitian ... 35

G. Metode Pengumpulan Data ... 37

H. Metode Analisis Data ... 37

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN A. Validasi Instrumen (Angket) ... 43

B. Analisis Data Hasil Penelitian ... 45

C. Layanan Penguasaan Konten dengan Teknik Modeling Simbolik ... 49

D. Pembahasan ... 54

BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 60

B. Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 62

(9)

DAFTAR TABEL

3.1 Desain penelitian ... 33

3.2 Blue print angket self efficacy... 36

3.3 Kategori self efficacy ... 38

4.1 Validitas item... 45

4.2 Self efficacy siswa sebelum perlakuan ... 47

4.3 Self efficacy siswa sebelum dan sesudah perlakuan ... 48

4.4 Uji wilcoxon ... 49

4.5 Self efficacy matematika siswa dimensi magnitude/level ... 57

4.6 Self efficacy matematika siswa dimensi strength ... 58

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A (Instrumen Penelitian)

1.

Blue Print Angket Self efficacy (Self Efficacy) Nursilawati .. 64

2.

Angket Self efficacy (Self Efficacy) ... 65

3.

Lembar Validasi Angket ... 68

4.

Lembar Validasi Video ... 71

Lampiran B (Hasil Penelitian)

1.

Validasi angket oleh psikolog ... 74

2.

Tabulasi Hasil uji coba angket ... 80

3.

Uji validitas ... 82

4.

Uji reliabilitas ... 115

5.

Tabulasi angket sebelum perlakuan ... 121

6.

Tabulasi angket sesudah perlakuan ... 124

7.

Validasi video oleh psikolog ... 125

Lampiran C (Surat dll) 1. Surat Pernyataan ... 126

2. Surat Izin Penelitian... 127

3. Surat Keterangan telah Melakukan Penelitian ... 129

4. Surat Tugas Dosen Pembimbing ... 131

5. Kartu Konsultasi ... 132

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan di Indonesia saat ini telah mengalami beberapa perkembangan. Perkembangan tersebut dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan itu sendiri. Peningkatan dan pengembangan mutu pendidikan merupakan hal mutlak untuk dilakukan disetiap jenjang pendidikan. Tuntutan dunia yang semakin kompleks mengharuskan siswa berpikir kritis, sistematis, logis, kreatif, bernalar dan kemampuan kerjasama yang efektif. Cara berfikir seperti ini dapat dikembangkan melalui belajar matematika, karena matematika memiliki struktur dan keterkaitan yang kuat dan jelas antar konsepnya sehingga memungkinkan siswa terampil berpikir rasional.

Pada siswa SMP, sebagian siswanya menganggap mata pelajaran matematika sebagai pelajaran yang tidak menyenangkan. Mereka juga menganggap bahwa matematika merupakan pelajaran yang sulit, karena matematika adalah pelajaran hitungan sehingga memerlukan banyak latihan. Biasanya siswa itu segan untuk mempelajari pelajaran yang ada hitungannya. Padahal ketrampilan menghitung itu sangat penting untuk dipelajari baik untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya ataupun untuk kehidupan sehari-hari.1 Anggapan-anggapan seperti itu muncul karena kurangnya keyakinan siswa pada mata pelajaran matematika. Keyakinan seseorang bahwa dia dapat menguasai sesuatu ini biasa disebut self efficacy.

Self efficacy merupakan ekspektasi khusus tentang kemampuan kita untuk melakukan tugas tertentu. Apakah kita akan melakukan aktivitas tertentu atau mengejar tujuan tertentu, itu nanti akan bergantung pada apakah kita yakin mampu untuk melakukan pekerjaan itu. Sebagai contoh, mahasiswa yang mendapat tugas menulis paper dan percaya bisa melakukannya dengan baik lebih besar kemungkinannya untuk mengerjakannya dengan tekun ketimbang yang kurang percaya. Psikolog percaya bahwa

1

(12)

2

pengalaman awal dengan keberhasilan dan kesuksesan akan menyebabkan orang mengembangkan konsep yang cukup stabil tentang kecakapan dirinya dalam domain kehidupan yang berbeda-beda.2

Secara umum, self efficacy adalah penilaian seseorang tentang kemampuannya sendiri untuk menjalankan perilaku tertentu atau mencapai tujuan tertentu.3 Menurut Branden, yang dimaksud self efficacy adalah: 1) keyakinan terhadap fungsi otak dan kemampuannya dalam berpikir, menilai, memilih dan mengambil suatu keputusan; 2) keyakinan terhadap kemampuannya dalam memahami fakta-fakta nyata; 3) secara kognitif percaya pada diri sendiri –cognitive self trust; 4) secara kognitif mandiri –cognitive self reliance.4

Self efficacy merupakan hal penting bagi setiap orang untuk menghadapi suatu masalah yang dihadapi. Hal ini diperkuat dengan bukti bahwa self efficacy sangat mempengaruhi kehidupan kita. Self efficacy jugasangat mempengaruhi kepercayaandiri. Kepercayaan diri merupakan aspek kepribadian manusiayang berfungsi penting untuk mengaktualisasikan potensi yang dimiliki manusia.5

Akhir-akhir ini, banyak peserta didik seperti pelajar atau mahasiswa yang memiliki keyakinan diri yang rendah. Terutama pada peserta didik yang mengalami hasil belajar yang negatif. Kebanyakan dari mereka bukan melakukan perbaikan untuk hasilnya, tapi mengeluh dan merasa tidak bisa mengikuti proses belajar mengajar yang dia laksanakan. Dia tidak memiliki motivasi untuk menghasilkan hal yang positif dan membuat hasil yang dia

3 Jeanne Ellis Ormrod, Psikologi Pendidikan:Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang (Jakarta: erlangga, 2009), 20

4

Agus Abdul Rahman, Psikologi Sosial: Integrasi Pengetahuan Wahyu dan Pengetahuan Empirik (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2013), 60

5 Nikmasaid, "Alat Ukur Self efficacydi Bidang Akademis Pada Mahasiswa” Self efficacy, diakses dari http://nikmasaid.wordpress.com/2012/02/22/self-efficacy/ pada tanggal 2 April 2014

6

(13)

3

Self efficacy yang rendah dapat menjadi salah satu faktor yang berpengaruh pada kemerosotan nilai akademis peserta didik. Kemerosotan nilai akademis tersebut dapat menyebabkan tingkat keberhasilan yang rendah bahkan dapat menyebabkan kegagalan. Jika peserta didik mengalami kegagalan pada proses belajarnya, memungkinkan peserta didik tidak dapat meraih apa yang dia inginkan (cita-citakan). Semakin banyak peserta didik yang memiliki self efficacy yang rendah, maka semakin banyak generasi bangsa yang gagal meraih cita-citanya. Sehingga semakin sedikit pula masyarakat yang dapat memajukan bangsa ke depannya.7 Untuk menghindari hal tersebut, maka self efficacy harus ditingkatkan.

Menurut Bandura, self efficacy dapat diperoleh, diubah, ditingkatkan atau diturunkan melalui salah satu atau kombinasi empat sumber, yakni bersumber dari empat hal yaitu pengalaman performansi, pengalaman vikarius, persuasi sosial dan keadaan emosi.8 Berdasarkan pengalaman vikarius (vikarious experience) yaitu pengalaman yang diperoleh melalui model sosial maka digunakan layanan penguasaan konten dengan teknik modeling simbolik untuk meningkatkan self efficacy.9

Layanan penguasaan konten merupakan layanan bantuan kepada individu (sendiri - sendiri) untuk menguasai kemampuan atau kompetensi tertentu melalui kegiatan belajar.10 Kompetensi atau kemampuan yang dipelajari dalam penelitian ini yaitu pelajaran matematika. Dengan penguasaan konten, individu diharapkan mampu mengerjakan tugas yang diberikan guru dengan baik dan memperoleh hasil belajar yang memuaskan.

Layanan penguasaan konten pada umumnya diselenggarakan secara langsung (bersifat direktif) dan tatap muka, dengan format klasikal, kelompok, atau individual. Dalam hal ini guru pembimbing menegakkan dua nilai proses pembelajaran yaitu high-touch dan high-tech. 11

7 Nikmasaid, Loc. Cit.

8 Alwisol, Psikologi Kepribadian Edisi Revisi (Malang: UMM Press), 288. 9 Aulia Ika Sadewi, “Meningkatkan

Self efficacy Pelajaran Matematika Melalui Layanan Penguasaan Konten Teknik Modeling Simbolik”, Indonesian Journal of Guidance and Counseling, 1 : 2, (Desember, 2012), 7.

10 Prayitno, Layanan Penguasaan Konten (Seri Layanan Konseling L.4, 2004)

(14)

4

Layanan penguasaan konten dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja, sesuai dengan kesepakatan guru pembimbing dan para pesertanya, serta aspek-aspek konten yang dipelajari. Makin besar paket konten makin banyak waktu yang diperlukan oleh guru pembimbing merencanakan dan mengatur penggunaan waktu dengan memperhatikan aspek-aspek yang dipelajari dan kondisi peserta.12

Ada beberapa teknik dalam konseling, salah satunya adalah teknik modeling simbolik. Teknik modeling merupakan belajar melalui observasi dengan menambahkan atau mengurangi tingkah laku yang teramati, menggeneralisir berbagai pengamatan sekaligus, dan melibatkan proses kognitif.13 Model dapat berupa model sesungguhnya dan dapat pula berupa simbolik. Model simbolik dapat disediakan melalui material tertulis seperti film, rekaman audio dan video, rekaman slide atau foto.

Jadi, layanan penguasaan konten dengan teknik modeling simbolik adalah layanan yang diberikan kepada siswa dengan mengajarkan konten-konten tertentu (pelajaran matematika) sehingga siswa menguasai konten tersebut melalui proses pengamatan, mengobservasi, menggenelarisir perilaku orang lain (model), dimana dalam mencontoh suatu model yang sifatnya simbolik yaitu dengan film, gambar, cerita, dan melalui audio visual. Hal tersebut ternyata mampu memberikan gambaran secara konkrit kepada siswa dalam membangkitkan self efficacy dalam diri siswa.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengupayakan peningkatan self efficacy pada mata pelajaran matematika. Upaya ini peneliti wujudkan dalam sebuah penelitian

yang berjudul ” Meningkatkan Self Efficacy Pelajaran Matematika Melalui Layanan Penguasaan Konten dengan Teknik Modeling Simbolik ”.

12Agus Wibowo, “Layanan Penguasaan Konten” Care of Counselling (coc), diakses dari http://careofcounselling.blogspot.com/2011/10/layanan-penguasaan-konten.html pada tanggal 25 April 2014

13

(15)

5

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah:

1. Bagaimana tingkat self efficacy siswa terhadap mata pelajaran matematika kelas VIII F di SMP Negeri 36 Surabaya?

2. Bagaimana layanan penguasaan konten dengan teknik modeling simbolik yang dapat meningkatkan self efficacy siswa terhadap mata pelajaran matematika?

3. Bagaimana tingkat self efficacy siswa terhadap mata pelajaran matematika sesudah diberikan layanan penguasaan konten dengan teknik modeling simbolik pada siswa kelas VIII F yang memiliki self efficacy rendah di SMP Negeri 36 Surabaya? 4. Apakah terdapat peningkatan self efficacy siswa yang signifikan

terhadap pelajaran matematika sesudah diberikan layanan penguasaan konten dengan teknik modeling simbolik pada siswa kelas VIII F yang memiliki self efficacy rendah di SMP Negeri 36 Surabaya?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui tingkat self efficacy siswa terhadap mata pelajaran matematika kelas VIII F di SMP Negeri 36 Surabaya

2. Mengetahui layanan penguasaan konten dengan teknik modeling simbolik seperti apa yang dapat meningkatkan self efficacy siswa terhadap mata pelajaran matematika

3. Mengetahui tingkat self efficacy terhadap mata pelajaran matematika sesudah diberikan layanan penguasaan konten dengan teknik modeling simbolik pada siswa kelas VIII F yang memiliki self efficacy rendah di SMP Negeri 36 Surabaya 4. Mengetahui apakah terdapat peningkatan self efficacy siswa

(16)

6

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat untuk:

1. Bagi peneliti, dapat menambah pengetahuan mengenai peningkatan self efficacy pada mata pelajaran matematika yang dicapai melalui layanan penguasaan konten dengan teknik modeling simbolik

2. Bagi guru, mampu memberikan solusi terbaik dalam proses pembelajaran selanjutnya dengan cara penanaman self efficacy pada siswa dan dapat mengetahui bahwa self efficacy dapat ditingkatkan salah satunya melalui layanan penguasaan konten dengan teknik modeling simbolik.

E. Batasan Penelitian

Agar penelitian lebih fokus dan terarah maka peneliti memberikan batasan, antara lain sebagai berikut:

1. Dalam penelitian ini, yang diukur adalah self efficacy siswa terhadap pelajaran matematika

2. Peneliti hanya ingin mengetahui apakah self efficacy siswa terhadap pelajaran matematika dapat ditingkatkan menggunakan teknik modeling simbolik berupa video

3. Perlakuan hanya diberikan pada siswa yang mempunyai self efficacy rendah terhadap matematika

4. Angket yang digunakan untuk mengukur tinggi rendahnya self efficacy siswa terhadap matematika diadaptasi dari Nursilawati14 5. Penelitian dilakukan di SMPN 36 Surabaya kelas VIII F dengan

jumlah 33 siswa

F. Definisi Operasional

1. Self Efficacy Pada Mata Pelajaran Matematika

Keyakinan terhadap kemampuan yang dimiliki seseorang dalam menyelesaikan tugas matematika yang mencakup persepsi terhadap tugas, pemilihan perilaku yang tepat, keyakinan terhadap kemampuan diri, kemampuan memprediksi hasil, pemahaman terhadap situasi yang berbeda, kemampuan diri terhadap situasi yang lebih luas.

14

(17)

7

2. Layanan Penguasaan Konten

Layanan bantuan kepada individu (sendiri - sendiri) untuk menguasai kemampuan atau kompetensi tertentu melalui kegiatan belajar. Kompetensi atau kemampuan yang dipelajari dalam penelitian ini yaitu pelajaran matematika.

3. Teknik modeling simbolik

Suatu komponen dari suatu strategi dimana konselor menyediakan demonstrasi tentang tingkah laku yang menjadi tujuan. Model dapat berupa model sesungguhnya dan dapat pula berupa simbolik. Penelitian ini menggunakan model simbolik berupa video.

G. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan dalam penelitian ini terdiri dari 5 bab dan masing-masing dibagi menjadi beberapa sub bab antara lain sebagai berikut

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini berisi tentang hal-hal yang berkaitan dengan landasan berpikir berdasarkan fenomena dan kajian pendahuluan sebagai acuan dari penelitian. Pembahasan pada bab ini meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional, batasan masalah dan sistematika pembahasan. BAB II KAJIAN PUSTAKA

Mendeskripsikan kajian pustaka sebagai dasar teori dalam penelitian. Dalam kajian pustaka membahas mengenai self efficacy, pelajaran matematika, layanan penguasaan konten dan teknik modeling simbolik.

BAB III METODE PENELITIAN

Membahas tentang metode yang digunakan dalam penelitian, yaitu meliputi jenis penelitian, waktu dan tempat penelitian, subjek penelitian, desain penelitian, prosedur penelitian, instrumen penelitian, metode pengumpulan data dan metode analisis data. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

Merupakan inti dari laporan penelitian yang dimaksud. Pada bab ini dipaparkan tentang hasil penelitian sesuai dengan tujuan penelitian dan pembahasan tentang hasil-hasil penelitian tersebut.

(18)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Self Efficacy

1. Pengertian Self Efficacy

Self efficacy merupakan salah satu kemampuan pengaturan diri individu. Konsep self efficacy pertama kali dikemukakan oleh Bandura. Self efficacy mengacu pada persepsi tentang kemampuan individu untuk mengorganisasi dan mengimplementasi tindakan untuk menampilkan kecakapan tertentu. Baron dan Byrne mengemukakan bahwa self efficacy merupakan penilaian individu terhadap kemampuan atau kompetensinya untuk melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan, dan menghasilkan sesuatu. Di samping itu, Schultz mendefinisikan self efficacy sebagai perasaan kita terhadap kecukupan, efisiensi, dan kemampuan kita dalam mengatasi kehidupan.1

Menurut Pajares, self efficacy adalah penilaian seseorang terhadap kemampuan diri untuk mengorganisasikan dan melaksanakan langkah-langkah yang terarah untuk mencapai suatu tujuan. Coetzee & Cilliers menyatakan self efficacy sebagai keyakinan individu untuk bisa menampilkan perilaku dengan performa yang efektif sehingga bisa menyelesaikan tugas tertentu dengan baik. Norwich mendefinisikan self efficacy sebagai keyakinan diri yang merupakan salah satu faktor personal yang menjadi perantara interaksi antara faktor perilaku dan faktor lingkungan. Tingginya keyakinan diri yang dipersepsikan akan memotivasi individu secara kognitif untuk bertindak lebih terarah, terutama apabila tujuan yang hendak dicapai merupakan tujuan yang jelas.2

1 T Maharrani, “Landasan Teori”

Universitas Sumatera Utara, diakses dari

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26802/4/Chapter%20II.pdf pada tanggal 13 Maret 2014

(19)

9

Selain itu Schunk dalam Komandyahrini & Hawadi, juga mengatakan bahwa self efficacy sangat penting perannya dalam mempengaruhi usaha yang dilakukan, seberapa kuat usahanya dan memprediksi keberhasilan yang akan dicapai. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Woolfolk bahwa self efficacy merupakan penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri atau tingkat keyakinan mengenai seberapa besar kemampuannya dalam mengerjakan suatu tugas tertentu untuk mencapai hasil tertentu.3

Self efficacy merupakan ekspektasi khusus tentang kemampuan kita untuk melakukan tugas tertentu.4 Secara umum, self efficacy adalah penilaian seseorang tentang kemampuannya sendiri untuk menjalankan perilaku tertentu atau mencapai tujuan tertentu.5 Menurut Branden, yang dimaksud self efficacy adalah: a. keyakinan terhadap fungsi otak dan kemampuannya dalam berpikir, menilai, memilih dan mengambil suatu keputusan; b. keyakinan terhadap kemampuannya dalam memahami fakta-fakta nyata; c. secara kognitif percaya pada diri sendiri –cognitive self trust; d. secara kognitif mandiri –cognitive self reliance.6

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa self efficacy adalah keyakinan seseorang terhadap kemampuan yang dimilikinya untuk mengorganisasikan dan bisa menampilkan perilaku performa yang efektif sehingga bisa menyelesaikan tugas tertentu dengan baik serta merupakan salah satu faktor personal yang menjadi perantara antara faktor perilaku dan faktor lingkungan.

3 SP Sipayung, “Landasan Teori” Universitas Sumatera Utara, diakses dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20422/4/Chapter%20II.pdf pada tanggal 2 April 2014

4

Shelley E. Taylor, et.al., Psikologi Sosial, Edisi kedua Belas (Jakarta: kencana, 2009), 135

5 Jeanne Ellis Ormrod, Psikologi Pendidikan:Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang (Jakarta: erlangga, 2009), 20

6 Agus Abdul Rahman, Psikologi Sosial: Integrasi Pengetahuan Wahyu dan Pengetahuan

(20)

10

2. Fungsi Self Efficacy

Menurut Hjelle & Ziegler, self efficacy memiliki lima macam fungsi, yaitu: 7

a. menentukan pilihan tingkah laku

Seseorang akan cenderung memilih tugas yang diyakininya mampu untuk diselesaikan dengan baik dan akan menghindari suatu tugas yang dianggap sulit dilaksanakan dengan baik. Lebih lanjut juga disebutkan bahwa dalam pemilihan aktivitas, individu cenderung menghindari tugas-tugas dan situasi yang diyakini melebihi kemampuan dirinya dan cenderung melakukan tugas yang berada dalam jangkauannya.

b. menentukan seberapa besar usaha dan ketekunan yang dilakukan

Self efficacy menentukan seberapa besar usaha yang dapat dilakukan seseorang dan berapa lama dirinya bertahan dalam menghadapi kesulitan. Self efficacy yang dimiliki individu juga akan menentukan pembentukan komitmen individu dalam pencapaian tujuan dari hal-hal yang dilakukannya.

c. mempengaruhi pola pikir dan reaksi emosional

Penilaian mengenai kemampuan seseorang juga memiliki pengaruh terhadap pola pikir dan reaksi emosionalnya. Individu dengan self efficacy rendah akan menilai dirinya tidak mampu mengerjakan tugas dan menghadapi tuntutan lingkungan. Mereka juga cenderung lebih memikirkan kekurangan dirinya daripada berusaha memperbaikinya. Hal yang sebaliknya justru terjadi pada individu dengan self efficacy tinggi.

d. meramalkan tingkah laku selanjutnya

Individu dengan self efficacy yang tinggi akan berbeda dengan individu dengan self efficacy yang rendah dalam bertindak dan berperasaan.

7

(21)

11

e. menunjukkan kinerja selanjutnya

Self efficacy dapat berpengaruh terhadap kinerja yang akan dilakukan seseorang. Penguasaan materi yang menghasilkan kesuksesan dapat membangun self efficacy seseorang. Di lain pihak, kegagalan yang tercipa justru dapat menurunkan self efficacy.

3. Faktor-Faktor yang Dapat Mempengaruhi Self Efficacy

Menurut Bandura, tinggi rendahnya self efficacy seseorang dalam tiap tugas sangat bervariasi. Hal ini disebabkan oleh

adanya beberapa faktor yang berpengaruh dalam

mempersepsikan kemampuan diri individu. Menurut Bandura, ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi self efficacy, antara lain:8

a. Jenis Kelamin

Orang tua sering kali memiliki pandangan yang berbeda terhadap kemampuan laki-laki dan perempuan. Zimmerman mengatakan bahwa terdapat perbedaan pada perkembangan kemapuan dan kompetesi laki-laki dan perempuan. Ketika laki-laki berusaha untuk sangat membanggakan dirinya, perempuan sering kali meremehkan kemampuan mereka. Hal ini berasal dari pandangan orang tua terhadap anaknya.

Orang tua menganggap bahwa wanita lebih sulit untuk mengikuti pelajaran dibanding laki-laki, walapun prestasi akademik mereka tidak terlalu berbeda. Semakin seorang wanita menerima perlakuan streotipe gender ini, maka semakin rendah penilaian mereka terhadap kemampuan dirinya. Pada beberapa bidang pekerjaan tertentu para pria memiliki self efficacy yang lebih tinggi dibanding dengan wanita, begitu juga sebaliknya wanita unggul dalam beberapa pekerjaan dibandingkan dengan pria.

8

(22)

12

b. Usia

Self efficacy terbentuk melalui proses belajar sosial yang dapat berlangsung selama masa kehidupan. Individu yang lebih tua cenderung memiliki rentang waktu dan pengalaman yang lebih banyak dalam mengatasi suatu hal yang terjadi jika dibandingkan dengan individu yang lebih muda, yang mungkin masih memiliki sedikit pengalaman dan peristiwa-peristiwa dalam hidupnya.

Individu yang lebih tua akan lebih mampu dalam mengatasi rintangan dalam hidupnya dibandingkan dengan individu yang lebih muda, hal ini juga berkaitan dengan pengalaman yang individu miliki sepanjang rentang kehidupannya.

c. Tingkat pendidikan

Self efficacy terbentuk melalui proses belajar yang dapat diterima individu pada tingkat pendidikan formal. Individu yang memiliki jenjang yang lebih tinggi biasanya memiliki self efficacy yang lebih tinggi. Karena pada dasarnya mereka lebih banyak belajar dan lebih banyak menerima pendidikan formal. Selain itu individu yang memiliki jenjang pendidikan yang lebih tinggi akan lebih banyak mendapatkan kesempatan untuk belajar dalam mengatasi persoalan-persoalan dalam hidupnya.

d. Pengalaman

(23)

13

4. Dimensi Self Efficacy

Menurut Bandura, self efficacy pada diri tiap individu akan berbeda antara satu individu dengan yang lainnya berdasarkan tiga dimensi. Berikut ini adalah tiga dimensi tersebut :9

a. Dimensi Tingkat (magnitude/level)

Dimensi ini berkaitan dengan derajat kesulitan tugas ketika individu merasa mampu untuk melakukannya. Apabila individu dihadapkan pada tugas-tugas yang disusun menurut tingkat kesulitannya, maka self efficacy individu mungkin akan terbatas pada tugas-tugas yang mudah, sedang, atau bahkan meliputi tugas-tugas yang paling sulit, sesuai dengan batas kemampuan yang dirasakan untuk memenuhi tuntutan perilaku yang dibutuhkan pada masing-masing tingkat. Dimensi ini memiliki implikasi terhadap pemilihan tingkah laku yang akan dicoba atau dihindari. Individu akan mencoba tingkah laku yang dirasa mampu dilakukannya dan menghindari tingkah laku yang berada di luar batas kemampuan yang dirasakannya.

b. Dimensi Kekuatan (strength)

Dimensi ini berkaitan dengan tingkat kekuatan dari

keyakinan atau pengharapan individu mengenai

kemampuannya. Pengharapan yang lemah mudah digoyahkan oleh pengalaman-pengalaman yang tidak mendukung. Sebaliknya, pengharapan yang mantap mendorong individu tetap bertahan dalam usahanya. Meskipun mungkin ditemukan pengalaman yang kurang menunjang. Dimensi ini biasanya berkaitan langsung dengan dimensi level, yaitu makin tinggi taraf kesulitan tugas, makin lemah keyakinan yang dirasakan untuk menyelesaikannya.

c. Dimensi Keluasan (generality)

Dimensi ini berkaitan dengan luas bidang tingkah laku yang mana individu merasa yakin terhadap kemampuan dirinya. Individu dapat merasa yakin terhadap kemampuan dirinya, apakah terbatas pada suatu aktivitas dan situasi tertentu atau pada serangkaian aktivitas dan situasi yang bervariasi.

(24)

14

Individu dengan self efficacy yang tinggi akan mampu menguasai beberapa bidang sekaligus untuk menyelesaikan suatu tugas. Individu yang memiliki self efficacy yang rendah hanya menguasai sedikit bidang yang diperlukan dalam menyelesaikan suatu tugas.10

5. Sumber Self Efficacy

Menurut Bandura, self efficacy dapat diperoleh, diubah, ditingkatkan atau diturunkan, melalui salah satu atau kombinasi empat sumber.11 Berikut ini adalah empat sumber tersebut: a. Pengalaman Keberhasilan (Mastery Experience)

Sumber informasi ini memberikan pengaruh besar pada self efficacy individu karena didasarkan pada pengalaman-pengalaman pribadi individu secara nyata yang berupa keberhasilan dan kegagalan. Pengalaman keberhasilan akan menaikkan self efficacy individu, sedangkan pengalaman kegagalan akan menurunkannya.12 Setelah self efficacy yang kuat berkembang melalui serangkaian keberhasilan, dampak negatif dari kegagalan-kegagalan yang umum akan terkurangi. Bahkan, kemudian kegagalan di atasi dengan usaha-usaha tertentu yang dapat memperkuat motivasi diri apabila seseorang menemukan lewat pengalaman bahwa hambatan tersulit pun dapat di atasi melalui usaha yang terus-menerus.13

b. Pengalaman Orang Lain (Vicarious Experience)

Merupakan cara meningkatkan self efficacy dari pengalaman keberhasilan yang telah ditunjukkan oleh orang lain. Ketika melihat orang lain dengan kemampuan yang sama berhasil dalam suatu bidang/tugas melalui usaha yang tekun, individu juga akan merasa yakin bahwa dirinya juga dapat berhasil dalam bidang tersebut dengan usaha yang sama. Sebaliknya self efficacy dapat turun ketika orang yang diamati gagal walapun telah berusaha dengan keras. Individu juga akan ragu untuk berhasil dalam bidang tersebut.

10

T Muharrani, Loc. Cit.

11 Alwisol, Psikologi kepribadian edisi revisi (Malang: UMM Press), 288. 12 Ibid, halaman 288

13

(25)

15

Peran vicarious experience terhadap self efficacy seseorang sangat dipengaruhi oleh persepsi diri individu tersebut tentang dirinya memiliki kesamaan dengan model. Semakin seseorang merasa dirinya mirip dengan model, maka

kesuksesan dan kegagalan model akan semakin

mempengaruhi self efficacy. Sebaliknya apabila individu merasa dirinya semakin berbeda dengan model, maka self efficacy menjadi semakin tidak dipengaruhi oleh perilaku model.14

c. Persuasi Verbal (Verbal Persuassion)

Pada persuasi verbal, individu diarahkan dengan saran, nasihat, dan bimbingan sehingga dapat meningkatkan keyakinannya tentang kemampuan-kemampuan yang dimiliki yang dapat membantu mencapai tujuan yang diinginkan. Individu yang diyakinkan secara verbal cenderung akan berusaha lebih keras untuk mencapai suatu keberhasilan. Menurut Bandura, pengaruh persuasi verbal tidaklah terlalu besar karena tidak memberikan suatu pengalaman yang dapat langsung dialami atau diamati individu. Dalam kondisi yang menekan dan kegagalan terus-menerus, pengaruh sugesti akan cepat lenyap jika mengalami pengalaman yang tidak menyenangkan.15

d. Kondisi Fisiologis (Phisiological State)

Individu akan mendasarkan informasi mengenai kondisi fisiologis mereka untuk menilai kemampuannya. Ketegangan fisik dalam situasi yang menekan dipandang individu sebagai suatu tanda ketidakmampuan karena hal itu dapat melemahkan performansi kerja individu.16

6. Cara Meningkatkan Self Efficacy

Untuk meningkatkan self efficacy matematika siswa, ada beberapa strategi yang dapat kita lakukan, seperti yang dikemukakan oleh Yudharta yaitu sebagai berikut: 17

a. Mengajarkan siswa suatu strategi khusus sehingga dapat meningkatkan kemampuannya untuk fokus pada tugas-tugas matematikanya.

(26)

16

b. Memberikan tugas matematika yang kesukarannya bertingkat dari yang relatif sederhana sampai yang lebih kompleks sesuai dengan kemampuan yang dimiliki siswa.

c. Memandu siswa dalam menetapkan tujuan belajar matematikanya, khususnya dalam membuat tujuan jangka pendek setelah mereka membuat tujuan jangka panjang. d. Memberikan hadiah (reward) atas prestasi belajar matematika

yang dicapai siswa.

e. Mengkombinasikan strategi latihan (training) dengan menekankan pada tujuan dan memberikan umpan balik (feedback) pada siswa tentang hasil belajar matematikanya. f. Memberikan dukungan (support) pada siswa dalam belajar

matematika. Dukungan yang positif dapat berasal dari guru,

orang tua dan teman sebaya seperti pernyataan ”kamu pasti bisa melakukan/mengerjakan tugas ini”.

g. Meyakinkan siswa agar tidak terlalu panik dan cemas ketika menghadapi soal atau tugas matematika yang sulit karena hal itu justru akan menurunkan self efficacy matematika siswa. h. Menyediakan siswa model yang bersifat positif seperti teman

sebaya maupun yang lebih dewasa. Karakteristik tertentu dari model dapat meningkatkan self efficacy matematika siswa. Pemodelan efektif untuk meningkatkan self efficacy matematika khususnya ketika siswa mengobservasi keberhasilan teman sebayanya yang sebenarnya mempunyai kemampuan yang setara dengan mereka.

B. Mata Pelajaran Matematika

1. Pengertian Mata Pelajaran Matematika

(27)

17

membantu manusia dalam memahami dan menguasai

permasalahan sosial, ekonomi dan alam.18

Pelajaran matematika merupakan bidang studi yang diajarkan pada semua jenjang pendidikan mulai dari SD kelas rendah hingga perguruan tinggi. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya peran matematika dalam kehidupan. Matematika adalah salah satu disiplin ilmu yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Namun dalam kenyataan seringkali siswa mengalami kesulitan dalam menggunakan ide-ide dasar, konsep-konsep matematika dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini disebabkan karena pembelajaran matematika selama ini hanya menekankan pada hasil tidak menekankan pada prosesnya.19 2. Tujuan Pembelajaran Matematika Sekolah

Berdasarkan PERMENDIKNAS No. 22 Tahun 2006, Mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan berikut:20

a. memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah. b. menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan

manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika

c. memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh

d. mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah

18Muhammad Ridhoni, “Matematika Sekolah” Ridhoni’s Blog, diakses dari

http://muhammadhafizhridhoni.wordpress.com/matematika-sekolah/ pada tanggal 12 Juni 2014

19 Muhammad Abdulloh, “Pengertian Matematika”

Pengertian Matematika, Pustaka, Skripsi, diakses dari http://aaps10.blogspot.com/2012/11/pengertian-matematika.html pada tanggal 13 April 2014

(28)

18

e. memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

3. Peran dan Fungsi Matematika Sekolah

Sesuai dengan tujuan diberikannya matematika di sekolah, kita dapat melihat bahwa matematika sekolah memegang peranan sangat penting. Anak didik memerlukan matematika untuk memenuhi kebutuhan praktis dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, dapat berhitung, dapat menghitung isi dan berat, dapat mengumpulkan, mengolah, menyajikan dan menafsirkan data, dapat menggunakan kalkulator dan komputer. Selain itu, agar mampu mengikuti pelajaran matematika lebih lanjut, membantu memahami bidang studi lain seperti fisika, kimia, arsitektur, farmasi, geografi, ekonomi, dan sebagainya, dan agar para siswa dapat berpikir logis, kritis, dan praktis, beserta bersikap positif dan berjiwa kreatif.21

Fungsi matematika adalah sebagai media atau sarana siswa dalam mencapai kompetensi. Dengan mempelajari materi matematika diharapkan siswa akan dapat menguasai seperangkat kompetensi yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, penguasaan materi matematika bukanlah tujuan akhir dari pembelajaran matematika, akan tetapi penguasaan materi matematika hanyalah jalan mencapai penguasaan kompetensi. Fungsi lain mata pelajaran matematika sebagai: alat, pola pikir, dan ilmu atau pengetahuan. Ketiga fungsi matematika tersebut hendaknya dijadikan acuan dalam pembelajaran matematika sekolah.22

21Sari Fatimah, “Peran, Fungsi, Tujuan dan Manfaat Pembelajaran Matematika” Welcome

To My Blog, diakses dari http://sariifatiimah.blogspot.com/2013/03/sari-fatimah-peran-fungsi-tujuan-dan.html pada tanggal 12 Juni 2014

22

(29)

19

C. Layanan Penguasaan Konten

1. Pengertian Layanan Penguasaan Konten

Layanan penguasaan konten merupakan layanan bantuan kepada individu (sendiri - sendiri atau dalam kelompok) untuk menguasai kemampuan atau kompetensi tertentu melalui kegiatan belajar.23 Kompetensi atau kemampuan yang dipelajari itu merupakan satu unit konten yang di dalamnya terkandung fakta dan data, konsep, proses, hukum, aturan, nilai, persepsi, afeksi, sikap dan tindakan yang terkait di dalamnya. Layanan penguasaan konten membantu individu menguasai aspek-aspek konten tersebut secara tersinergikan. Dengan penguasaan konten, individu diharapkan mampu memenuhi kebutuhannya serta mengatasi masalah-masalah yang dialaminya.

Layanan penguasaan konten bermakna suatu layanan bantuan kepada individu (siswa) agar menguasai aspek-aspek konten secara terintegrasi.24 Dalam hal ini kemampuan atau kompetensi yang dipelajari merupakan satu unit konten yang di dalamnya terkandung fakta dan data, konsep, proses, hukum dan aturan, nilai, persepsi, afeksi, sikap, dan tindakan. Dengan layanan penguasaan konten diharapkan mampu memenuhi kebutuhannya dan mengatasi permasalahannya.

Dari beberapa pendapat tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa layanan penguasaan konten merupakan layanan bimbingan dan konseling yang membantu individu untuk menguasai konten tertentu secara terintegrasi yang berguna bagi individu untuk memenuhi kebutuhannya dan mengatasi permasalahannya.

2. Tujuan Layanan Penguasaan Konten

Tujuan umum dari layanan penguasaan konten adalah dikuasainya suatu konten tertentu.25 Penguasaan konten ini perlu bagi individu atau klien untuk menambah wawasan dan pemahaman, mengarahkan penilaian sikap, menguasai cara-cara atau kebiasaan tertentu untuk memenuhi kebutuhannya dan mengatasi masalah-masalahnya.

23 Prayitno, Layanan Penguasaan Konten (Seri Layanan Konseling L.4, 2004),

24Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah Madrasah (Berbasis Integrasi) (Jakarta: PT. Raja Grafino Persada, 2007), 153

25

(30)

20

Konten (kemampuan atau kompetensi) tertentu secara terintegrasi sedangkan secara lebih khusus dapat dijabarkan sesuai fungsi-fungsi berikut:26

a. Fungsi pemahaman merupakan layanan penguasaan konten yang bertujuan agar siswa memahami berbagai konten tertentu yang mencakup fakta dan data, konsep, proses, hukum dan aturan, nilai, persepsi, afeksi, sikap, dan tindakan. b. Fungsi pencegahan merupakan layanan penguasaan konten

yang dapat membantu individu agar tercegah dari masalah tertentu terlebih apabila kontennya terarah kepada terhindarnya individu atau klien dari masalah tertentu. c. Fungsi pengentasan akan menjadi arah layanan apabila

penguasaan konten memang untuk mengatasi masalah yang sedang dialami oleh klien.

d. Fungsi pengembangan dan pemeliharaan. Layanan penguasaan konten dapat secara langsung maupun tidak langsung mengembangkan disatu sisi, dan di sisi lain memelihara individu atau klien.

e. Fungsi advokasi. Penguasaan konten yang tepat dan terarah memungkinkan individu membela diri sendiri terhadap ancaman ataupun pelanggaran atas hak-haknya.

3. Komponen Layanan Penguasaan Konten

Komponen layanan penguasaan konten adalah konselor, individu atau klien, dan konten yang menjadi isi layanan.27 a. Konselor, adalah tenaga ahli pelayanan konseling,

penyelenggaraan layanan penguasaan konten dengan menggunakan berbagai modus dan media layanannya. Tenaga ahli pelaksana konseling yang berlatar belakang pendidikan sarjana pendidikan (S-1) bidang bimbingan dan konseling telah menyelesaikan program pendidikan profesi konselor. Dalam hal ini penulis menjadi komponen yang bertindak sebagai konselor yang memberikan layanan penguasaan konten.

26 Prayitno, Loc. Cit. 27

(31)

21

b. Individu, adalah subyek yang menerima layanan, sedangkan konselor adalah pelaksana layanan. Individu penerima layanan penguasaan konten dapat merupakan peserta didik (siswa di sekolah), klien yang secara khusus memerlukan bantuan konselor, atau siapapun yang memerlukan penguasaan konten tertentu demi pemenuhan tuntutan perkembangan dan kehidupannya. Dalam hal ini siswa kelas VIII F di SMP Negeri 36 Surabaya menjadi komponen yang berkaitan dengan individu yang menerima layanan.

c. Konten, merupakan isi layanan penguasaan konten yaitu satu unit materi yang menjadi pokok bahasan atau materi latihan yang dikembangkan oleh konselor dan diikuti atau dijalani oleh individu peserta layanan. Konten yang akan diberikan dalam layanan ini adalah pelajaran matematika.

4. Isi Layanan Penguasaan

Konten yang merupakan isi layanan ini dapat merupakan satu unit materi yang menjadi pokok bahasan atau materi latihan yang dikembangkan oleh pembimbing atau konselor dan diikuti oleh sejumlah siswa. Isi layanan penguasaan konten dalam penelitian ini dapat mencakup pengembangan kehidupan pribadi dan pengembangan kegiatan belajar.28

5. Pendekatan Teknik Layanan Penguasaan Konten a. Pendekatan

Layanan penguasaan konten pada umumnya diselenggarakan secara langsung (bersifat direktif) dan tatap muka, dengan format klasikal, kelompok, atau individual. Dalam hal ini guru pembimbing menegakkan dua nilai proses pembelajaran menurut Prayitno, nilai proses tersebut yaitu:29 a. high-touch

Yaitu sentuhan-sentuhan tingkat tinggi yang mengenai aspek-aspek kepribadian dan kemanusiaan peserta layanan (terutama aspek-aspek afektif, semangat, sikap, nilai, dan moral), malaui implementasi oleh guru pembimbing: 1). Kewibawaan, 2). Kasih sayang dan kelembutan, 3). Keteladanan, 4). Pemberiaan penguatan, 5) Tindakan tegas yang mendidik

28 Tohirin, Op. Cit., hal 154 29

(32)

22

b. high-tech

Yaitu teknologi tingkat tinggi untuk menjamin kualitas penguasaan konten, melalui implementasi oleh guru pembimbing: 1). Materi pembelajaran, 2) metode pembelajaran, 3) alat bantu pembelajaran, 4) penilaiaan hasil pembelajaran

b. Metode dan tehnik 1) Pengusaan konten

Layanan penguasaan konten terlebih dahulu harus diawali dengan pemahaman dan penguasaan konten oleh guru pembimbing. Hal ini sesuai dengan pernyataan guru Prayitno yaitu pertama-tama guru pembimbing menguasai konten dengan berbagai aspeknya yang akan menjadi isi layanan. Makin kuat penguasaan konten ini akan semakin meningkatkan kewibawaan guru pembimbing dimata peserta layanan.

2) Teknik

Setelah konten dikuasai, guru pembimbing membawa konten tersebut kearena layanan penguasaan konten berbagai teknik dapat digunakan menurut Prayitno yaitu:30

a. Penyajian yaitu guru pembimbing menyajikan materi pokok konten setelah para peserta disiapkan sebagaimana mestinya.

b. Tanya jawab dan diskusi yaitu guru pembimbing mendorong partisipasi aktif dan langsung para peserta, untuk memantapkan wawasan dan pemahaman peserta, serta berbagai kaitan dalam segenap aspek-aspek konten.

c. Kegiatan lanjutan yaitu sesuai dengan penekanan aspek tertentu dari konten dilakukan berbagai kegiatan lanjutan.kegiatan ini dapt berupa: diskusi kelompok, penugasan dan latihan terbatas, survey lapangan, percobaan (termasuk kegiatan laboratorium) dan latihan tindakan (dalam rangka pengubahan tingkah laku).

30

(33)

23

6. Pelaksanaan Layanan Penguasaan Konten

Layanan penguasaan konten dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja, sesuai dengan kesepakatan guru pembimbing dan para pesertanya, serta aspek-aspek konten yang dipelajari. Makin besar paket konten makin banyak waktu yang diperlukan oleh guru pembimbing merencanakan dan mengatur penggunaan waktu dengan memperhatikan aspek-aspek yang dipelajari dan kondisi peserta.31

Tempat penyelenggaraan penguasaan konten disesuaikan pula dengan aspek-aspek konten serta kondisi peserta. Penyelenggaraan layanan dengan format klasikal dapat diselenggarakan didalam ruangan kelas sekolah, sedangkan format kelompok didalam ruang kelas atau diluar kelas.

Pelaksanaan layanan penguasaan konten sebagai berikut:32 a. Perencanaan

1) menetapkan subyek atau peserta layanan yang akan dilayani

2) menetapkan dan menyiapkan konten yang akan dipelajari secara rinci

3) menetapkan proses dan langkah-langkah layanan

4) menetapkan dan menyiapkan fasilitas layanan, termasuk media dengan perangkat keras dan lemahnya

5) menyiapkan kelengkapan administrasi b. Pelaksanaan

1) melaksanakan kegiatan layanan melalui pengorganisasian proses pembelajaran penguasaan konten

2) mengimplementasikan high-touch dan high-tech dalam proses pembelajaran

c. Evaluasi

1) menetapkan materi evaluasi 2) menetapkan prosedur evaluasi 3) menyusun instrumen evaluasi 4) mengaplikasikan instrumen evaluasi 5) mengolah hasil aplikasi instrumen

31 Tohirin, Op. Cit., hal 155 32

(34)

24

d. Analisis Hasil Evaluasi

1) menetapkan norma / standar evaluasi 2) melakukan analisis

3) menafsirkan hasil evaluasi e. Tindak Lanjut

1) menetapkan arah dan jenis evaluasi

2) mengkomunikasikan rencana tindak lanjut kepada peserta layanan dan pihak-pihak terkait

3) melaksanakan rencana tindak lanjut f. Laporan

1) menyusun laporan pelaksanaan layanan penguasaan konten

2) menyampaikan laporan terhadap pihak terkait 3) mendokumentasikan laporan layanan

Secara umum penilaiaan terhadap hasil layanan penguasaan

konten diorentasikan kepada diperolehnya UCA

(understanding– pemahaman baru, comfort- perasaan lega, dan action- rencana kegiatan pasca layanan). Secara khusus, penilaian hasil layanan khusus, penilaiaan hasil layanan penguasaan konten ditekankan kepada penguasaan peserta atau peserta didik atas aspek-aspek konten yang dipelajari.33

Penilaian layanan dapat diselenggarakan dalam tiga tahap yaitu sebagai berikut:34

a. Penilaiaan segera (laiseg), penilaiaan yang diadakan segera menjelang diakhirinya setiap kegiatan layanan

b. Penilaian jangka pendek (laijapen), penilaiaan yang diadakan beberapa waktu (satu minggu sampai satu bulan) setelah kegiatan layanan.

c. Penilaian jangka panjang (laijapang), penilaiaan yang diadakan setelah satu bulan atau lebih pasca layanan.

33Agus Wibowo, “Layanan Penguasaan Konten” Care of Counselling (coc), diakses dari htp://careofcounselling.blogspot.com/2011/10/layanan-penguasaan-konten.html pada tanggal 25 April 2014

34

(35)

25

Di antara berbagai layanan konseling, layanan penguasaan konten dapat berdiri sendiri. Di samping itu layanan penguasaan konten dapat juga menjadi isi layanan-layanan konseling lainya. Dalam hal ini ditekankan perlunya peserta didik menguasai suatu konten tertentu terkait dengan permasalahan peserta didik dengan demikian upaya penguasaan konten tertentu dapat diintegrasikan kedalam layanan orientasi, informasi, penempatan dan penyaluran, konseling perorangan, bimbingan kelompok, kenseling kelompok, konsultasi dan mediasi.35

Bentuk keterkaitan yang dimaksud itu dapat berupa integrasi, dan pula tindak lanjut. Dalam menangani seseorang atau sejumlah peserta didik guru pembimbing perlu mencermati kebutuhan peserta didik dalam penanganan masalahnya, sehingga keterkaitan berbagai layanan itu menjadi jelas dan termanfaatkan dengan optimal.

D. Teknik Modeling Simbolik 1. Pengertian Teknik Modeling

Modeling berakar dari teori Albert Bandura dengan teori belajar sosial. Penggunaan teknik modeling (penokohan) telah dimulai pada akhir tahun 50-an, meliputi tokoh nyata, tokoh melalui film, tokoh imajinasi (imajiner). Beberapa istilah yang digunakan adalah penokohan (modeling), peniruan (imitation), dan belajar melalui pengamatan (observational learning). Penokohan istilah yang menunjukkan terjadinya proses belajar melalui pengamatan (observatianal learning) terhadap orang lain dan perubahan terjadi melalui peniruan. Peniruan (imitation) menunjukkan bahwa perilaku orang lain yang diamati, yang ditiru, lebih merupakan peniruan terhadap apa yang dilihat dan diamati. Proses belajar melalui pengamatan menunjukkan terjadinya proses belajar setelah mengamati perilaku pada orang lain.36

35 Agus Wibowo, Loc. Cit. 36

(36)

26

Modeling merupakan belajar melalui observasi dengan menambahkan atau mengurangi tingkah laku yang teramati, menggeneralisir berbagai pengamatan sekaligus, dan melibatkan proses kognitif.37 Dalam hal ini individu atau peserta didik mengamati tingkah laku model yang digunakan sehingga diharapkan individu terpengaruh dengan apa yang ditampilkan.

Menurut Perry dan Furukawa mendefinisikan modeling sebagai proses belajar melalui observasi dimana tingkah laku dari seorang individu atau kelompok sebagai model, berperan sebagai rangsangan bagi pikiran-pikiran, sikap-sikap atau tingkah laku sebagai bagian dari individu yang lain mengobservasi model yang ditampilkan. Dalam hal ini kognitif, afeksi maupun psikomotorik individu dirangsang melalui model yang ditampilkan. 38

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa teknik modeling adalah proses belajar melalui observasi dengan menambah atau mengurangi tingkah laku yang teramati sebagai rangsangan bagi pikiran-pikiran, sikap-sikap, atau tingkah laku dari individu lain yang mengobservasi model yang ditampilkan. 2. Tahap-tahap Teknik Modeling

Tahap-tahap modeling adalah:39

a. Menetapkan bentuk penokohan (live model, symbolic model, multiple model).

b. Pada live model, pilih model yang bersahabat. Hal ini penting terutama bagi anak-anak.

c. Bila mungkin gunakan lebih dari satu model.

d. Kompleksitas pelaku yang dimodelkan harus sesuai dengan perilaku siswa.

e. Kombinasikan modeling dengan aturan, instruksi, behavioral rehearsal, dan penguatan.

f. Pada saat siswa memperhatikan penampilan tokoh, berikan penguatan alamiah.

37

Ibid halaman 176

38 Muhammad Sahal Khotim, Skripsi Psikologi: “

Pengaruh Teknik Modeling dalam Layanan Penguasaan Konten Terhadap Minat Berwirausaha Siswa Kelas XII SMK Garuda Nusantara Karangawen Demak Tahun Pelajaran 2013/2014” (Semarang: IKIP

PGRI Semarang, 2013), 18 39

(37)

27

g. Bila mungkin buat desain pelatihan untuk konseli menirukan model secara tepat, sehingga akan mengarahkan siswa pada penguatan alamiah. Bila tidak maka buat perencanaan pemberian penguatan untuk setiap peniruan tingkah laku yang tepat.

h. Bila perilaku bersifat kompleks, maka episode modeling dimulai dari yang paling mudah kearah yang lebih sukar. i. Skenario modeling harus bersifat realistik.

j. Melakukan permodelan dimana tokoh menunjukkan perilaku yang menimbulkan rasa takut pada siswa (dengan sikap manis, perhatian, bahasa yang lembut dan perilaku yang menyenangkan siswa).

3. Macam-Macam Teknik Modeling Macam-macam modeling antara lain:40

a. Penokohan nyata (live model) seperti: terapis, guru, anggota keluarga atau tokoh yang dikagumi di jadiakn model oleh konseli.

b. Penokohan simbolik (symbolic model) seperti : tokoh yang dilihat melalui film, video atau media lain.

c. Penokohan ganda (multiple model) seperti : terjadi dalam kelompok, seorang anggota kelompok mengubah sikap dan mempelajari sikap baru setelah mengamati anggota lain bersikap.

Dalam penelitian ini yang digunakan adalah teknik modeling simbolik (penokohan simbolik) berupa video.

4. Modeling simbolik

Dalam modeling simbolik, model disajikan melalui bahan-bahan tertulis, audio, video, film atau slide. Modeling simbolik dapat disusun untuk klien secara individu, juga dapat distandardisasikan untuk kelompok klien. Unsur-unsur yang harus diperhatikan dalam mengembangkan startegi modeling simbolik:41

40 Ibid, halaman 179

(38)

28

a. Karakteristik klien (pengguna model)

Dalam mengembangkan strategi modeling simbolik, hal pertama yang harus dipertimbangkan adalah karakteristik klien atau orang-orang yang akan menggunakan model. Misalnya dalam hal usia, jenis kelamin dan kebiasaan. Contoh: Reeder dan Kunce dalam Cormier, menggunakan pasien-pasien lama sebagai model simbolik untuk mengatasi kecanduan narkoba.

b. Perilaku tujuan yang akan dimodelkan

Setelah memahami karakteristik klien, hal kedua yang harus dipertimbangkan dan ditetapkan konselor adalah perilaku yang akan dimodelkan. Untuk mengetahui apakah suatu model atau serangkaian model tersebut bisa dikembangkan, konselor harus menyusun 3 pertanyaan yaitu:

1) Perilaku-perilaku apa yang akan dimodelkan?

2) Apakah perilaku atau aktivitas itu harus terbagi dalam urutan kemampuan dari yang kurang komplek ke yang kompleks?

3) Bagaimana seharusnya kemampuan itu di atur?

Contoh: Gresman & Nagle menggunakan anak perempuan berusia 9 tahun dan anak laki-laki berusia 10 tahun sebagai model video tape yang memperhatikan kemampuan sosial seperti partisipasi, kerjasama, komunikasi, persahabatan, memulai dan menerima secara positif interaksi dengan teman sebaya.

c. Media

Media merupakan sarana yang dapat digunakan untuk menampilkan suatu model. Media ini dapat berupa media tulis seperti buku dan komik, serta media audio video. Pemilihan media ini bergantung pada tempat, dengan siapa dan bagaimana model itu akan digunakan.

d. Isi tampilan atau presentasi

(39)

29

1) Instruksi

Instruksi merupakan hal yang memuat penjelasan singkat, yang akan membantu klien untuk mengenali prosedur pelaksanaan beserta komponen-komponen dari strategi yang akan digunakan. Instruksi juga dapat menggambarkan tipe dan model yang akan diperankan,

misalnya konselor memberi tahu bahwa “orang yang akan Anda lihat atau dengar serupa dengan dirimu”.

2) Modeling

Modeling merupakan bagian yang menyajikan pola-pola perilaku secara terencana dan berurutan, yang di dalamnya memuat gambaran tentang perilaku atau aktivitas yang dimodelkan serta dialog-dialog modelnya.

3) Praktik

Pengaruh modeling dimungkinkan menjadi lebih besar jika penampilan model tersebut diikuti dengan kesempatan untuk praktik. Dalam modeling simbolik kesempatan bagi klien untuk mempraktikkan apa yang telah mereka baca, dengar atau lihat pada peragaan model harus ada.

4) Umpan balik

Setelah klien mempraktekkan dalam waktu yang cukup memadai, maka umpan balik perlu diberikan. Klien harus dilatih untuk mengulangi modeling dan mempraktikkan perilaku yang dirasakan masih sulit.

5) Ringkasan

Hal yang memuat tentang ringkasan dari apa yang dimodelkan dan apa pentingnya klien untuk memperoleh perilaku-perilaku tersebut.

e. Uji Coba

(40)

30

5. Langkah-langkah

Ada 5 langkah dalam modeling simbolik, yaitu:42 a. Rasionel

Pada tahap ini konselor memberikan penjelasan atau uraian singkat tentang tujuan, prosedur dan komponen-komponen strategi yang akan digunakan dalam proses konseling. b. Memberi Contoh

Pada tahap ini konselor memberikan contoh kepada klien berupa model yang disajikan dalam bentuk video atau media lainnya, dimana perilaku model yang akan diperlihatkan telah disetting untuk ditiru oleh klien.

c. Praktek/ Latihan

Pada tahap ini, klien akan diminta untuk mempraktikkan setelah dia memahami perilaku model yang telah disaksikan. Biasanya praktik atau latihan ini mengikuti suatu urutan yang telah disusun.

Dalam hal ini, konselor dapat menggunakan 3 kriteria yang diajukan oleh Lazarus untuk menentukan keberhasilan latihan, yaitu:

1) Klien mampu melakukan respon tanpa perasaan cemas.

2) Sikap/ perilaku klien secara umum mendukung kata-katanya.

3) Kata-kata atau tindakan klien tampak wajar dan masuk akal.

d. Pekerjaan Rumah

Pada tahap ini konselor memberikan pekerjaan rumah kepada klien yang berisi tentang 6 komponen yaitu: apa yang akan dikerjakan oleh klien, kapan perilaku itu harus dilakukan, dimana tingkah laku tersebut dilakukan, bagaimana mencatat tingkah laku tersebut dan membawa hasil pekerjaan rumah ke pertemuaan selanjutnya.

42

(41)

31

e. Evaluasi

(42)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimen. Karena adanya pemberian perlakuan pada sampel (siswa yang memiliki self efficacy rendah dan sangat rendah) yaitu berupa layanan penguasaan konten dengan teknik modeling simbolik.

B. Waktu dan tempat penelitian

Penelitian ini dilakukan pada semester ganjil tahun pelajaran 2014/2015 di SMP Negeri 36 Surabaya kelas VIII F dengan 33 siswa.

C. Subjek penelitian

Populasi pada penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 36 Surabaya. Dalam penelitian ini peneliti mengambil sampel dengan cara simple random sampling (sampel acak). Peneliti menggunakan sampel acak karena semua anggota populasi diberikan kesempatan yang sama untuk ditetapkan sebagai anggota sampel. Dengan teknik itu maka terpilihnya anggota sampel benar – benar atas dasar faktor kesempatan (chance).

(43)

33

D. Desain penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian one group pretest and posttest design. Pada desain ini dilakukan pretes untuk mengetahui keadaan awal subjek sebelum diberi perlakuan. Sehingga peneliti dapat mengetahui kondisi subjek yang diteliti sebelum maupun sesudah diberi perlakuan yang hasilnya dapat dibandingkan atau dilihat perubahannya.1 Perlakuan dalam penelitian ini yaitu layanan penguasaan konten dengan teknik modeling simbolik berupa video. Desainnya adalah sebagai berikut

Tabel 3.1 Desain penelitian

Pretes Perlakuan Postes

O1 X O2

Keterangan: O1: tes awal diberikan sebelum perlakuan O2: tes akhir diberikan setelah perlakuan X : perlakuan dengan layanan penguasaan

konten dengan teknik modeling simbolik

E. Prosedur penelitian

Prosedur penelitian yang akan dilaksanakan meliputi tiga tahap yaitu; tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap analisis data.

1. Tahap persiapan

Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini meliputi:

a) Menentukan sekolah yang akan dijadikan sebagai tempat penelitian.

b) Meminta izin kepada kepala sekolah yang bersangkutan untuk melakukan penelitian.

c) Membuat kesepakatan dengan guru bidang studi matematika mengenai waktu dan kelas yang akan digunakan untuk penelitian.

1

(44)

34

d) Mengadopsi instrumen penelitian yang berupa angket self efficacy dan mencari video di youtube.

e) Melakukan validasi instrumen dan video yang akan digunakan kepada ahlinya (psikolog).

2. Tahap pelaksanaan

Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini meliputi:

a) Memberikan angket self efficacy kepada subjek penelitian yaitu kelas VIII F di SMP 36 Surabaya sebanyak 33 siswa.

b) Menganalisis hasil angket self efficacy dan mengelompokkannya menjadi lima kelompok yaitu siswa yang mempunyai self efficacy sangat tinggi, siswa yang mempunyai self efficacy tinggi, siswa yang mempunyai self efficacy sedang, siswa yang memiliki self efficacy rendah dan siswa yang mempunyai self efficacy sangat rendah.

c) Memilih sampel sebagai subjek penelitian yaitu siswa yang mempunyai self efficacy rendah dan sangat rendah pada mata pelajaran matematika.

d) Memberikan layanan penguasaan konten dengan teknik modeling simbolik berupa video kepada subjek penelitian yaitu siswa yang mempunyai self efficacy rendah dan sangat rendah pada mata pelajaran matematika.

e) Memberikan angket self efficacy kepada subjek penelitian yaitu siswa yang mempunyai self efficacy rendah dan sangat rendah pada mata pelajaran matematika. Tujuan diberikannya angket tersebut adalah untuk mengetahui apakah terjadi peningkatan self efficacy siswa pada mata pelajaran matematika. 3. Tahap analisis data

(45)

35

(layanan penguasaan konten dengan teknik modeling simbolik) atau tidak.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa angket self efficacy. Angket self efficacy berfungsi untuk mengetahui tinggi rendahnya self efficacy yang dimiliki siswa dan untuk mengetahui peningkatan self efficacy siswa setelah diberi perlakuan (pendekatan layanan penguasaan konten dengan teknik modeling simbolik). Angket untuk mengukur self efficacy peserta didik berpedoman pada skala self efficacy yang dikembangkan oleh Bandura. Angket tersebut disusun berdasarkan tiga dimensi self efficacy yaitu tingkat kesulitan (magnitude atau level), generality, serta strength. Angket yang digunakan dalam penelitian ini diadaptasi dari Nursilawati.

Bentuk skala yang digunakan dalam penelitian adalah skala model Likert, dengan empat alternatif pilihan jawaban yang terdiri dari kelompok item favourable dan unfavourable yang bergerak mulai dari: SS (Sangat Setuju), S (Setuju), TS (Tidak Setuju), STS (Sangat Tidak Setuju). Kelompok item favourable terdiri dari pernyataan-pernyataan yang bersifat positif atau mendukung objek sikap. Sedangkan, kelompok item unfavourable terdiri dari pernyataan-pernyataan yang bersifat negatif atau tidak mendukung objek sikap.

(46)

36

Tabel 3.2

Blue print angket self efficacy

(47)

37

G. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode angket. Pengisian angket oleh siswa dilakukan untuk memperoleh data mengenai tinggi rendahnya self efficacy siswa pada mata pelajaran matematika. Setelah diisi oleh siswa, angket tersebut diberi skor dan dijumlah kemudian dikategorikan. Selanjutnya, dapat diketahui siswa yang memiliki self efficacy sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah maupun sangat rendah pada mata pelajaran matematika.

H. Metode Analisis Data 1. Kategori self efficacy

Cara membuat kategori yaitu sebagai berikut: Sangat Tinggi = ≥ + 1,5 SD

Tingi = + 0,5 SD ≤ x < + 1,5 SD Sedang = – 0,5 SD ≤ x < + 0,5 SD Rendah = – 1,5 SD ≤ x < – 0,5 SD Sangat rendah = < – 1,5 SD

Keterangan: = rata – rata SD = standart deviasi

Berdasarkan data yang diperoleh (dapat dilihat dilampiran B), yaitu = 63,21 dan SD = 5,28 maka

+ 1,5 SD = 63,21+ 1,5 (5,28)

= 63,21 + 7,92 = 71,13 ≈ 71 + 0,5 SD = 63,21 + 0,5 (5,28)

= 63,21 + 2,64 = 65,85 ≈ 66 - 0,5 SD = 63,21 – 0,5 (5,28)

= 63,21 – 2,64 = 60,57 ≈ 61

– 1,5 SD = 63,21 – 1,5 (5,28) = 63,21 – 7,92 = 55,29 ≈ 56

Gambar

Tabel 3.1
Tabel 3.2
  Tabel 3.3 Kategori self efficacy
Tabel 4.1
+7

Referensi

Dokumen terkait

EKSPERIMEN PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI MODEL AUDITORY INTELLECTUALLY REPETITION (AIR) DAN DIRECT INSTRUCTION (DI) DITINJAU DARI SELF-EFFICACY MATEMATIS SISWA KELAS VIII

Simpulan dari penelitian ini adalah layanan penguasaan konten dengan teknik modeling simbolik efektif dapat meningkatkan konsep diri pada Penerima Manfaat Wisma Gajah Mada

untuk meningkatkan self efficacy siswa kelas VIII H SMP Negeri 2 Salatiga, karena.. di SMP Negeri 2 Salatiga belum memiliki model peer guidance

Hasil dari penelitian ini adalah terdapat pengaruh self-efficacy terhadap prestasi belajar matematika pada siswa kelas VIII SMPN 8 Mataram tahun pelajaran 2017/2018 dengan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dan pembahasan hasil penelitian dengan judul upaya meningkatkan self efficacy rendah terhadap pemilihan karir

Teknik modeling memberikan sumber informasi penting untuk mengukur self-efficacy, dengan mengamati model siswa mendapatkan pola perilaku baru dengan mengamati orang

Tujuan penelitian ini adalah: (1) mengetahui kondisi empati dan self- efficacy mahasiswa bimbingan dan konseling FIP UNNES; (2) mengetahui bimbingan kelompok dengan

Penelitian ini menemukan bahwa layanan bimbingan kelompok yang dikombinasikan dengan pendekatan problem solving bermanfaat dalam meningkatkan efikasi diri siswa SMPN 33 Bekasi kelas