“DINAMIKA ELIT POLITIK PARTAI DEMOKRAT”
(Studi Kasus Pencalonan Rasio-Lucy Dalam Pemilihan Walikota Surabaya 2015 )
SKRIPSI
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1)
Dalam Ilmu Ushuluddin dan Filsafat
Oleh:
SOFYAN SAWRI
NIM: E84211052
PROGRAM STUDI FILSAFAT POLITIK ISLAM
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
“DINAMIKA ELIT POLITIK PARTAI DEMOKRAT”
(Studi Kasus Pencalonan Rasio-Lucy Dalam Pemilihan Walikota Surabaya 2015 )
SKRIPSI
Diajukan kepada
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
dalam Mnyelesaikan Program Sarjana Strata Satu (S1) Filsafat Politik Islam
Oleh:
SOFYAN SAWRI
NIM: E84211052
PROGRAM STUDI FILSAFAT POLITIK ISLAM
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
DINAMIKA ELIT POLITIK PARTAI DEMOKRAT
StudiKasus Pencalonan Rasio-Lucy Dalam Pemilihan Walikota Surabaya 2015
Oleh: SOFYAN SAWRI
ABSTRAK
Skripsi ini mengkaji Dinamika elit politik partai Demokrat (study kasus pencalonan Rasio-Lucy dalam pemilihan walikota Surabaya 2015. Dalam penelitian ini difokuskan untuk menjawab dua masalah utama, yakni: Bagaimana dinamika elit politik partai demokrat dalam pencalonan rasio-lusy sebagai walikota Surabaya? Siapa saja aktor/elit yang berkepentingan dan apa saja motif yang dilakukan oleh aktor/elit dalam pencalonan rasio-lusy sebagai calon walikota Surabaya? Dimaksudkan agar dapat mengetahui bagaimana dinamika elit politik partai demokrat dan mengetahui siapa saja aktor dan motifnya dalam dinamika elit politik partai demokrat studi kasus pencalonan Rasio-Lucy dalam pemilihan walikota Surabaya 2015
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu deskriptif yang menggunakan analisis kualitatif. Tipe penelitian kualitatif deskriptif mencoba menggambarkan fenomena yang terjadi, dan penetuan informan menggunakan teknik purposive sampling merupakan penentuan informan tidak didasarkan atas strata, kedudukan, pedoman, atau wilayah tetapi didasarkan pada adanya tujuan dan pertimbangan tertentu yang tetap berhubungan dengan permasalahan penelitian. Dalam hal ini peneliti menyampaikan hasil yang nyata atau riil terhadap Dinamika elit politik partai Demokrat (study kasus pencalonan Rasio-Lucy dalam pemilihan walikota Surabaya 2015). Sehingga peneliti menyimpulkan bahwa ada beberapa dinamika kepentingan elit politik satu dengan bakal calon wakil walikota, elit ini berani untuk mengucurkan dana segar dan mekalukan kampanye secara besar-besaran untuk dapat membantu pemenangan walikota Pasangan Rasio-Lusi dengan adanya maksud tertentu seperti simbiosis mutualisme, dimana saling menguntungkan satu antara lainnya
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI
Skripsi Oleh :
Nama : SOFYAN SAWRI
NIM : E8211052
Judul : DINAMIKA ELIT POLITIK PARTAI DEMOKRAT (Studi
Kasus Pencalonan Rasio-Lucy Dalam Pemilihan Walikota
Surabaya 2015)
Ini telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan
Surabaya, 2 Februari 2016 Pembimbing,
PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi ini oleh Sofyan Sawri telah dipertahankan di depan Tim Penguji Skripsi
Surabaya,
Mengesahakan,
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Ushuluddin dan Filsafat
Dekan,
Dr. Muhid, M.Ag NIP. 196310021993031002
Tim Penguji: Ketua,
Zaky Ismail, M.Si NIP. 198212302011011007
Sekretaris,
M. Fathoni Hakim, M.Si NIP. 198401052011011008
Penguji I,
Dr. Khoirul Yahya, M.Si NIP. 197202062007101003
Penguji II,
PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN SKRIPSI
Bismillahirrahmanirrahim
Yang bertanda tangan di bawah ini, penulis:
Nama : Sofyan Sawri
NIM : E84211052
Prodi : Filsafat Politik Islam
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa:
1. Skripsi ini tidak pernah dikumpulkan kepada lembaga pendidikan tinggi
manapun untuk mendapatkan gelar akademik apapun.
2. Skripsi ini benar-benar hasil karya penulis secara mandiri dan bukan
merupakan hasil plagiasi atas karya orang lain.
3. Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini sebagai hasil
plagiasi, penulis akan bersedia menanggung segala konsekuensi hukum yang
terjadi.
Surabaya, 2 Februari 2016
Penulis,
MOTTO
“Hidup Itu Tidak
Usah Kau Rencanakan.
Kalau Hatimu Isinya Niat Baik, Niat Baik, Niat Baik
InsyaAllah Jadi”
PERSEMBAHAN
Tanpa Melupakan rasa syukur yang tiada terkira kepada Allah SWT dan
Nabi Muhammad S.A.W, Skripsi ini saya Persembahkan Untuk :
1. Almamaterku Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Sunan Ampel Surabaya.
2. Kedua Orang tuaku, Bapak Drs.H.Suwarso, MM dan Ibu Hj Sufiati SP.d
yang selalu senantiasa mendoakan, memotivasi, mendukung dan selalu
menamani disetiap proses belajar dan kehidupanku setiap harinya.
3. Kakak-kakak ku yang hebat, Nuzulia Qur’ani, Achmad Hadinuddin, Saiful
Anwar Rajab, Ike Testiana dan Ketiga ponakanku Real, Raza dan Qeyla yang
selalu membuat hariku tersenyum.
4. Keluarga baru di Surabaya, Ibu Fatma, Pak Sucipto, Mas Rosidi (Arini Tour
and Travel) Mas Hmandon, Mas Brown, Mas pi’I yang selalu memberikan
siraman tauhid kepada saya.
5. Sahabat-sahabatku Ach Djunaidi, M.Irfan Jauhari, Mas Riza(pentet), M.Fikri
Fahmillah, Fahmi El karim, Mas Mustafid, Prasetya, Mbak Anin, yang selalu
mensupport dalam keadaan sedih maupun senang
6. Teman-Teman Politik Islam ‘11’, Delya Afrida Sari yang telah susah payah
menemani, membantu dan mensupport, Choirun Nisa Izaati, KKN PAR 69
yang senantiasa memperhatikan dan menyayangi saya, ketika dimanapun
kalian berada dan selama KKN di Dusun Drenges, Sugihwaras Bojonegoro
KATA PENGANTAR
Rangkaian puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kemudahan dan kelancaran. Penulis telah menyelesaikan skripsi yang berjudul Dinamika Elit Politik Partai Demokrat (Studi Kasus Pencalonan Rasio-Lucy Dalam pemilihan Walikota Surabaya 2015) Shalawat dan salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada Rosulullah SAW. Karena telah memberikan tuntunan dan suri tauladan mulia. Dalam hal mendidik seluruh umat manusia dalam menghadapi kehidupan.
Penulisan skripsi ini dapat diselesaikan, karena adanya bantuan baik moral maupun spiritual. Atas bimbingan dari berbagai pihak penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. H. Abdul A’la, M. Ag, selaku Rektor UIN Sunan Ampel Surabaya. 2. Dr. Muhid, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Ampel
Surabaya.
3. Ibu Laili Bariroh, M. Si, selaku Ketua Jurusan Prodi Politik Islam Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.
4. Bapak Zaky Ismail M,S.I selaku Dosen Pembimbing yang banyak memberikan masukan dan saran yang bermanfaat dalam penyelesaian skripsi. 5. Ibu Laili Bariroh, M. Si, selaku Wali Dosen yang memberikan motivasi
dalam penyusunan judul skripsi.
6. Bapak Dr.Abd. Chalik, M. Ag selaku Dosen Politik Islam yang selalu terus menerus memberikan motivasi dan semangat untuk terus maju dan sukses 7. Segenap Bapak dan Ibu Dosen prodi Politik Islam.
8. Bapak Boni Laksamana sebagai Sekertaris DPD Partai Demokrat Jawa Timur.
12. Bapak Anam selaku Pengurus Harian DPC Partai Demokrat Kota Surabaya. 13. Bapak Mardi selaku Pengurus Harian DPC Partai Demokrat Kota Surabaya. 14. Kepada para infoman yang terlibat dalam penelitian ini, yang tidak dapat
disebutkan satu persatu namanya. Penulis mengucapkan terima kasih atas kesediaannya dalam memberikan informasi dan data terkait dengan penelitian
Penulis sangat mensadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Penulis senantiasa menerima segala saran dan kritik yang bersifat membangun, demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua pembaca.
Surabaya, 2 Februari 2016
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN ABSTRAK ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ... iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ... v
HALAMAN MOTTO ... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
1.5.Defenisi Oprasional ... 8
1.6.TelaahPustaka ... 10
BAB II KERANGKA TEORI 2.1.Teori Konflik ... 13
2.2.Teori Elit Politik ... 22
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1.Metode Penelitian ... 27
3.1.1. Lokasi dan Alasan Pemilihan ... 29
3.1.2. Metode Pengumpulan Data ... 30
3.1.3. Teknik Analisis Data ... 32
3.1.5. Sistematika Pembahasan... 34
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1.Deskripsi Lokasi Penelitian... 36
4.1.1. Gambaran Umum Kota Surabaya ... 36
4.1.2. Komisi Pemilihan Umum ... 40
4.1.3. Partai Demokrat ... 49
4.2.Penyajian Data ... 54
4.2.1. Dinamika Elit Politik Partai Demokrat dalam Pencalonan Rasio-Lucy Sebagai Kandidat Walikota Surabaya ... 56
4.2.2. Aktor/Elit Politik Partai Demokrat dalam Pencalonan Rasio-Lucy sebagai Walikota Surabaya 2015……… ... 58
4.3.Pembahasan ... 66
4.3.1. Dinamika Elit Politik Partai Demokrat dalam Pencalonan Rasio-Lucy Sebagai Kandidat Walikota Surabaya ……… ... 66
4.3.2. Aktor/Elit Politik Partai Demokrat dalam Pencalonan Rasio-Lucy sebagai Walikota Surabaya 2015……… ... 69
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan... 75
5.2 Saran... 76
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN ABSTRAK ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ... iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ... v
HALAMAN MOTTO ... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
1.5.Defenisi Oprasional ... 8
1.6.TelaahPustaka ... 10
BAB II KERANGKA TEORI 2.1.Teori Konflik ... 13
2.2.Teori Elit Politik ... 22
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1.Metode Penelitian ... 27
3.1.1. Lokasi dan Alasan Pemilihan ... 29
3.1.2. Metode Pengumpulan Data ... 30
3.1.3. Teknik Analisis Data ... 32
3.1.5. Sistematika Pembahasan... 34
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1.Deskripsi Lokasi Penelitian... 36
4.1.1. Gambaran Umum Kota Surabaya ... 36
4.1.2. Komisi Pemilihan Umum ... 40
4.1.3. Partai Demokrat ... 49
4.2.Penyajian Data ... 54
4.2.1. Dinamika Elit Politik Partai Demokrat dalam Pencalonan Rasio-Lucy Sebagai Kandidat Walikota Surabaya ... 56
4.2.2. Aktor/Elit Politik Partai Demokrat dalam Pencalonan Rasio-Lucy sebagai Walikota Surabaya 2015……… ... 58
4.3.Pembahasan ... 66
4.3.1. Dinamika Elit Politik Partai Demokrat dalam Pencalonan Rasio-Lucy Sebagai Kandidat Walikota Surabaya ……… ... 66
4.3.2. Aktor/Elit Politik Partai Demokrat dalam Pencalonan Rasio-Lucy sebagai Walikota Surabaya 2015……… ... 69
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan... 75
5.2 Saran... 76
DAFTAR GAMBAR
1
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Setelah sekian lama terpenjara dalam politik sentralisasi oleh pemerintah
pusat, daerah-daerah di Indonesia menjadi bisu terhadap aspirasi masyarakat
lokal. Daerah tidak diberikan kewenangan untuk melaksanakan kontestasi politik
ditingkat lokal. Baru setelah Undang-Undang Nomor. 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah digulirkan dan diberikan kewenangan kepada daerah untuk
melaksanakan domokrasi lokal dengan cara memilih Gubernur, Bupati/Walikota
secara langsung. Tahun 2005 untuk pertama kalinya dilaksanakan pemilihan kepala daerah (Pilkada) “sekarang Pemilukada” secara langsung di Indonesia.
Pemilukada langsung ini merupakan amanat konstitusi dan tentu saja adalah
bagian dari proses penguatan demokrasi lokal dalam rangka mencapai tujuan
otonomi daerah.
Kajian mengenai Pemilukada secara langsung pada dasarnya merupakan
pilar untuk memperkokoh bangunan demokrasi secara nasional. Sebagai mana
dinyatakan oleh Tip O Neiil, ”all politic is local”, yang berarti demokrasi akan
berkembang subur dan terbangun kuat diaras nasioanal apabila tingkatan yang
lebih rendah (Lokal) nilai-nilai demokrasi berakar kuat. Pemilukada secara
langsung adalah perkembangan menarik dalam sejarah perpolitikan lokal di
Negeri ini, karena pemilukada langsung merupakan momentum pelekatan dasar
fondasi kedaulatan rakyat dan sistem politik serta demokrasi di aras lokalKota
2
penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen
serta coraknya materialistis. Masyarakat kota terdiri atas penduduk asli daerah
tersebut dan pendatang. Masyarakat kota merupakan suatu masyarakat yang
heterogen, baik dalam hal mata pencaharian, agama, adat, dan kebudayaan
Pilkada yang akan dilaksanakan di daerah pun diharapkan akan membawa
perubahan yang signifikan terhadap kehidupan berpolitikan di tingkat lokal,
membawa nilai-nilai identitas lokal baik secara sosio-ekonomi, politik, serta
budaya masyarakat. Undang-undang pilkada menghendaki terlaksananya
pemilihan secara tertib berdasarkan peraturan yang ada, akan tetapi sering menjadi
masalah yang muncul adalah para kandidat kurang mendukung, mengikuti
proses secara baik berdasarkan peraturan yang telah dibuat, sehingga yang terjadi
adalah ketimpangan, terkikisnya nilai-nilai demokrasi dengan agenda politik
hitam yang dijalankan untuk memperjuangkan harga suara dalam pemilu
nantinya, tanpa melihat serta mengedepankan nilai-nilai khas lokal yang dijunjung
oleh warga masyarakat lokal.
Sebagai bentuk melaksanakan demokrasi politik lokal dalam pelaksanaan
pilkada untuk memilih kepala daerah yang berkualitas, bermoral, tentunya ke
depan diharapkan Kepala daerah benar-benar mengerti permasalahan masyarakat
lokal dan mampu melaksanakan kebijakan yang bersentuhan dengan kepentingan
warga Negara.
Tidak heran modal sosial yang ada dalam masyarakat lokal digunakan oleh
3
logika maka modal sosial seperti, munculnya identitas, suku, agama, ras, budaya,
dan lain-lain, yang tentunya merupakan elemen-elemen politik yang tidak bisa
dihindari harus bersentuhan dengan persoalan politik. Politik identitas muncul
akibat bagian dari elemen politik sebagai modal sosial dalam masyarakat lokal.
Tetapi yang menjadi titik fokus ketika politik identitas turut dilibatkan proses
pemilihan kepala daerah oleh elit lokal dijadikan tameng politik dengan muatan
yang tidak logis, tetapi rasional bagi elit yang mempunyai kepentingan,
memperjuangkan apa yang diinginkan.
Indonesia merupakan Negara yang menganut sistem Demokrasi. Negara
yang berdasarkan demokrasi akan mendapatkan kedaulatan rakyat yang dilakukan
melalui proses pemilihan umum. Dalam pelaksanaan demokrasi, Indonesia
mengadakan pemilihan umum baik presiden, legislative, gubernur, walikota dan
bupati serentak dalam lima tahun sekali. Dan semuanya telah diataur sedemikian
rupa oleh komisi pemilihan umum (KPU)
Kota Surabaya adalah ibu kota Provinsi Jawa Timur, Indonesia sekaligus
menjadi kota metropolitan terbesar di provinsi tersebut. Surabaya merupakan kota
terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta. Kota Surabaya juga merupakan pusat
bisnis, perdagangan, industri, dan pendidikan di Jawa Timur serta wilayah
Indonesia bagian timur. Kota ini terletak 796 km sebelah timur Jakarta, atau 415
4
Jawa dan berhadapan dengan Selat Madura serta Laut Jawa. Surabaya memiliki
luas sekitar 333,063 km² dengan penduduknya berjumlah 2.909.257 jiwa (2015).1
Di akhir tahun 2015 merupahan suhu terpanas dalam perpolitikan di kota
Surabaya, mengapa? Karena kota yang berlambangkan suro (ikan hiu) dan boyo
(buaya) lagi mempunyai hajatan besar yaitu pemilihan Walikota surabaya tanggal
9 Desember 2015. Sebelumnya dalam pembukaan bakal calon walikota Surabaya
yang dibuka oleh KPU Surabaya ada beberapa kandidat yang mendaftar untuk
memperebutkan Surabaya 1 dan 2. Walikota sebelumnya Tri Risma Harini dan
Whisnu Sakti Buana juga telah mendaftar untuk kembali memperebutkan kursi
walikota dan wakil walikota Surabaya periode 2015-2020. Ada beberapa kandidat
yang mendaftar diantaranya Dhiman Abror dan Rasiyo, pasangan ini tidak dapat
mengikuti pilwali Kota Surabaya karena terganjal oleh berkas persyaratan tahap 2
di KPU Surabaya, kembali para koalisi majapahit mengeluarkan nama Rasio-Lusy
sebagai tandingan walikota lama. Dalam pertarungan tersebut ada 2 kandidat yang
harus memperebutkan hati rakyat kota Surabaya yang berjumlah 2 juta lebih DPT
yaitu Dr. H. Rasiyo, M.Si – Dra. Lucy Kurniasari di urutan pertama yang di usung
oleh Partai Amanan Nasional(PAN) dan Partai Demokrat serta koalisi Majapahit
dan DR. (HC). Ir. Tri Rismaharini, M.T. – Whisnu Sakti Buana, ST di urutan
kedua yang hanya diusung Oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).
1
Dikutip dari https://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Surabaya diakses pada Kamis 19 November 2015
5
Tidak dapat dipungkiri bahwasanya dalam perpolitikan ada saja
pihak-pihak yang berkepentingan dan selalu bermain di belakang panggung politik yang
tujuannya adalah jabatan dan kekuasaan, hal ini tidak bisa dijauhakan dengan
perubahan para elit politik partai penguasa yang memiliki kepentingan individual
yang hanya ingin menguntungkan diri sendiri tanpa memikirkan kaum
dibawahnya yaitu rakyat yang semakakin hari semakin susah untuk memenuhi
kebutuhan hidup keluarganya.
Dinamika elit politik selalu menjadi hal menarik untuk dibahas, karena
sifatnya selalu berubah sesuai kondisi zaman dan tidak terikat pada ruang dan
waktu. Dimana kemudian persoalan elit politik ini akan selalu berkutar pada
kepentingan dan kekuasaan semata. Dinamika dalam konteks politik adalah gerak
atau kekuatan politik yang dimiliki dan dapat menimbulkaan perubahan dalam
tata hidup masyarakat yang bersangkutan. Sedangkan elite politik adalah individu
atau kelompok yang secara kuantitas kecil, namun mempunyai akses dan power
yang mana dalam hal ini biasanya menempati lapisan atas dalam lapisan
masyarakat.
Kedudukan elit yang berada pada posisi sosial yang lebih tinggi
dibandingkan masyarakat lainnya, terdapat suatu logika sederhana yang bisa kita
tarik mengapa kemudian mereka yang menanamkan dirinya elite tersebut. Bagi
elit, kelebihan yang mereka miliki, sebagai mana dikemukakan oleh Keller,
membuat elit menjadi magnet kekuasaan yang berpotensi untuk mampu
6
Dalam konteks perpolitikan yang ada di dunia, elit yang kini banyak
memilih untuk terjun kedalam ranah politik, seyogyanya bukanlah mereka yang
paham akan ilmu-ilmu politik sebagaimana seharusnya dimiliki oleh seorang
politisi guna mengelola tata Negara. Bahkan politik sendiri menjadi magnet yang
memikat seluruh kalangan, meskipun mereka sebelumnya bukanlah termasuk
sebagai kalangan elit.
Politik individu inilah dapat diasumsikan bahwa peran elit dalam hal
pengambilan keputusan maupun kebijakan menjadi salah satu faktor paling
penting bagaimana hal tersebut akan diambil dan berjalan. Budaya seperti inilah
yang kemudian merembet pada kalangan elit yang berda pada kasta terbawah.
Bukan karena ketokohan elit tersebut yang menjadi penentu kenapa kemudian
politik elit tersebut berjalan, namun lebih dikarenakan keyakinan elit daerah
bahwa mereka telah melakukan banyak hal, termasuk pengorbanan financial
untuk mencapai posisi yang menjadikan dirinya sebagai pemegang kekuasaan di
daerah. Disini dapat dilihat bahwa kemudian elit politik yang menjadi bidak
penentu dalam hal bagaimana kemudian sebuah partai politik memainkan peran
mereka dalam peraturan politik.
Peneliti ingin mengambil judul “DINAMIKA ELIT POLITIK PARTAI DEMOKRAT” (Studi Kasus Pencalonan Rasio-Lucy Dalam Pemilihan Walikota
Surabaya 2015 ) karena didalam partai demokrat ini banyak elit politik yang
menggunakan jabatan sebagai kekuasaan demi kepentingan masing-masing elit
7
1.2. Rumusan Masalah
Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana dinamika elit politik partai demokrat dalam pencalonan Rasio-Lucy
sebagai calon walikota Surabaya 2015 ?
2. Siapa saja Aktor/Elit yang berkepentingan dan apa saja motif yang dilakukan
oleh aktor/elit dalam pencalonan Rasio-Lucy sebagai calon walikota Surabaya
2015?
1.3. Tujuan Penelitian
Pada dasarnya penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan dan memperoleh
informasi yang akurat sesuai dengan permasalahan yang dirumuskan, adapun
tujuan penelitian sebagai berikut:
1. Mengetahui dinamika elit politik partai demokrat dalam pencalonan
Rasio-Lucy sebagai walikota Surabaya 2015
2. Mengetahui siapa saja Aktor/Elit yang berkepentingan dan motif para aktor/elit
dalam pencalonan Rasio-Lucy sebagai walikota Surabaya 2015
1.4. Manfaat Penelitian
1. Dalam manfaat teoritis, penelitian ini merupakan kegiatan dalam rangka
mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya dalam wacana Dinamika Elit
Politik Partai Demokrat.
2. Secara akademis, penelitian ini diharapakan mampu memperbanyak bacaan
8
3. Manfaat praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan
informasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan di masa datang seperti : partai
politik, mahasiswa, dan pemerintah. Manfaat lain riset ini bagi masyarakat
adalah memberikan landasan berpikir dalam hal pentingnya pemahaman
dinamika elite politik suatu partai.
1.5. Definisi Operasional
Untuk menghindari adanya kesalahpahaman dalam memahami judul dalam
karya ilmiah ini dan untuk memperjelas interpretasi/pemberian kesan, pendapat,
atau pandangan teoritis terhadap pokok bahasan proposal yang berjudul “DINAMIKA ELIT POLITIK PARTAI DEMOKRAT” (Studi Kasus Pencalonan
Rasio-Lucy Dalam Pemilihan Walikota Surabaya 2015 )”.maka akan dijelaskan
istilah-istilah yang terangkai pada judul dan konteks kebahasaannya.
Dinamika :. Gerak atau kekuatan politik yang dimiliki dan dapat
menimbulkaan perubahan dalam tata hidup masyarakat yang
bersangkutan.2
Elite politik : individu atau kelompok yang secara kuantitas kecil, namun
mempunyai akses dan power yang mana dalam hal ini biasanya
menempati lapisan atas dalam lapisan masyarakat.3
2
Kamus Besar Bahasa Indonesia
3
Dikutip dari
9
Partai Demokrat : Sebuah partai politik di Indonesia. Partai ini didirikan pada 9
September 2001 dan disahkan pada 27 Agustus 20034.
DPC Partai Demokrat : lembaga (Organisasi) yang memiliki wewenang tertinggi
di tingkat Kabupaten/Kota dan bertanggung jawab kepada
Musyawarah Cabang (MUSCAB). Dewan Pimpinan
Cabang merupakan lembaga diatas Anak Cabang (Tingkat
Kecamatan).5
4
Arsip partai demokrat
5
10
1.6. Telaah Pustaka
Berdasarkan penelusuran terhadap penelitian dan penyajian yang telah ada,
ditemukan karya ilmiah baik berupa skripsi, thesis, dan buku yang sealur dengan
tema kajian penelitian ini. Berikut hasil usaha penelusuran tentang karya ilmiah
yang berkaitan dengan tema penelitian ini:
1. Bintang Permana Putra, Dinamika Elite Dalam Politk Surabaya (Study konflik
pemkzulan Walikota Surabaya) 2012. Jurnal. Program Studi Ilmu Politik, FISIP,
Universitas Airlangga Surabaya
Hasil : Dinamika elite dalam suatu masyarakat berjalan dan kemudian terjadi
sebuah wacana pemakzulan seorang elite yang ada dalam daerah tersebut. Dalam
kasus wacana pemakzulan walikota Surabaya, Tri Risma, dinamika elite tarik
menarik kepentingan guna melengserkan walikota perempuan pertama di
Surabaya ini. Hadirnya kepentingan elite tak hanya berasal dari kalangan politisi
semata, namun juga atas desakan dari elite pengusaha yang merasa dirugikan oleh
kebijakan-kebijakan Tri Risma mengingat tak sedikit politisi yang menggugat Tri
Risma, yakni sebagian besar kalangan DPRD Kota Surabaya merupakan elite
pengusaha di sisi lain serta terdapat pula politisi yang memiliki hubungan erat
dengan elite pengusaha. Dalam perjalanannya wacana pemakzulan Tri Risma ini
memiliki dinamika yang sangat menarik setelah di kaji lebih dalam. Dinamika
pemakzulan yang bermula dari salah satu kebijakan risma yang dirasa kurang
menguntungkan bagi sebagian pihak ini, yakni kebijakan pajak reklame sebagai
salah satu contoh, menjadi awal dari kebijakan para politisi DPRD Surabaya yang
11
tahun 2011 tentang pemberhentian Walikota Surabaya yang kemudian dikirimkan
kepada Mahkamah Agung. Pendekatan yang digunakan oleh peneliti adalah
pendekatan kualitatif dengan tipe penelitian bersifat deskriptif. Tipe penelitian
deskriptif ini mencoba menggambarkan fenomena yang terjadi. Dalam hal ini,
peneliti mencoba memberikan gambaran sejelas mungkin mengenai bagaimana
dinamika kepentingan elite politik, baik itu dalam hal kepentingan-kepentingan
yang ada, proses muncul dan berjalannya negosiasi politik antar elite, serta
aktor-aktor yang berperandalam wacana pemakzulan Walikota Surabaya, Tri
Rismaharini.
2. Noviano Suyide, Rekrutmen Politik Kepala Daerah Kota Surabaya 2010 (Studi
Dinamika Rekrutmen Politik Calon Walikota Surabaya di Internal DPC
PDI-Perjuangan) 2013.Skripsi. Program Studi Politik Islam, Ushuluddin IAIN Sunan
Ampel Surabaya
Hasil: Rekrutmen Kepala Daerah Kota Surabaya pada tahun 2010 di internal DPC
PDI Perjuangan. Dalam penelitian ini difokuskan untuk menjawab dua persoalan
utamanya yaitu: Pertama, bagaimana mekanisme rekrutmen calon Kepala Daerah
di internal DPC PDI-Perjuangan Surabaya ? Kedua, bagaimana proses
implementasi rekrutmen calon Kepala Daerah Kota Surabaya periode 2010-2015
oleh PDI-Perjuangan ? Hal tersebut dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana
mekanisme dan proses rekrutmen calon walikota Surabaya di internal DPC PDI
Perjuangan . Pendekatan yang digunakan oleh peneliti adalah pendekatan
kualitatif dengan tipe penelitian bersifat deskriptif. Tipe penelitian deskriptif ini
12
memberikan gambaran sejelas mungkin mengenai bagaimana dinamika
kepentingan elite politik, baik itu dalam hal kepentingan-kepentingan yang ada,
proses muncul dan berjalannya negosiasi politik antar elite, serta aktor-aktor yang
berperan dalam proses rekrutmen calon walikota Surabaya di internal PDI
Perjuangan. Dari rumusan masalah diatas, kesimpulan yang diemukan dalam
penelitian ini adalah: Pertama, adanya oligarki partai yang membuat perbedaan
nama bakal calon dan calon kepala daerah dalam hierarki struktural partai. Kedua,
PDIP mengambil langkah yang tepat dengan mengunakan survei sebagai salah
satu landasan ilmiah dalam penetapan calon kepala daerah yang diusungnya
dalam Pilwali Surabaya 2010, walaupun dengan dinamika partai sebagai
13
BAB II
KAJIAN TEORI
2.2. Teori Konflik
Konflik berasal dari bahasa latin, conflictus yang artinya pertentangan.1
Defenisi konflik menurut para ahli sangatlah bervariasi karena para ahli melihat
konflik dari berbagai sudut pandang atau perspektif yang berbeda-beda . Akan tetapi
secara umum konflik dapat digambarkan sebagai benturan kepentingan antar dua
pihak atau lebih, di mana salah satu pihak merasa diperlukan secara tidak adil,
kemudian kecewa. Dan kekecewan itu dapat diwujudkan melalui konflik dengan
cara-cara yang legal dan tidak legal. Konflik juga diartikan sebagai hubungan antara
dua pihak atau lebih (individu atau kelompok) yang memiliki atau merasa
sasaran-sasaran yang tidak sejalan. Proposisi yang mengemukakan pandangan sistematis
tentang segala dengan menjabarkan relasi di antara variabel untuk menjelaskan dan
meramalkan gejala tersebut. Konflik ini terjadi di antara kelompok-kelompok dengan
tujuan untuk memperebutkan hal-hal yang sama.
Secara umum ada dua tujuan dasar konflik yakni, mendapatkan dan/atau
mempertahankan sumber-sumber. Tujuan konflik untuk mendapatkan sumber-sumber
merupakan ciri manusia yang bersifat materil-jasmaniah untuk maupun
spiritual-rohaniah untuk dapat hidup secara layak dan terhormat dalam masyarakat. Yang ingin
1
14
diperoleh manusia meliputi hal-hal yang sesuai dengan kehendak bebas dan
kepentinganya. Tujuan konflik untuk mempertahankan sumber-sumber yang selama
ini sudah dimiliki juga merupakan kecenderungan hidup manusia. Manusia ingin
memperoleh sumber-sumber yang menjadi miliknya, dan berupaya mempertahankan
dari usaha pihak lain untuk merebut atau mengurangi sumber-sumber tersebut. Yang
ingin di pertahankan bukan hanya harga diri, keselamatan hidup dan keluarganya,
tetapi juaga wilayah/daerah tempat tinggal, kekayaan, dan kekuasaan yang dimiliki.
Tujuan mempertahankan diri tidak menjadi monopoli manusi saja karena binatang
sekalipun memiliki watak untuk berupaya mempertahankan diri. Maka dengan itu
dirumuskan tujuan konflik politik sebagai upaya untuk mendapatkan dan/atau
mempertahankan sumber-sumber yang dianggap penting.2
Konflik merupakan sebagian dari kehidupan manusia yang tidak lenyap dari
sejarah. Selama manusia masih hidup, konflik terus ada dan tidak mungkin manusia
menghapus konflik dari dunia ini, baik konflik antar individu dengan individu,
individu dengan kelompok maupun kelompok dengan kelompok yang ada dalam
lingkup masyarakat. Konflik senantiasa mewarnai kehidupan masyarakat yang
mencakup aspek politik, sosial, ekonomi, budaya dan berbagai aspek lainnya.
2
Fera Nugroho, M. A, (dkk), Konflik dan Kekerasan pada Aras Lokal, Turusan Salatiga: Pustaka
15
Dengan demikian konflik adalah merupakan gambaran dari sebuah
permainan, baik untuk permainan yang memenangkan kedua belah pihak (Non-Zero
Sum Conflict) maupun yang juga mengalahkan pihak lain (Zero- Sum Conflict)
seperti kelas konflik yang terjadi pada masyarakat industri. Menurut Webster, istilah “Conflict” di dalam bahasa aslinya suatu perkelahian, peperangan atau perjuangan
yaitu berupa konfrontasi fisik antara beberapa pihak. Kata ini kemudian berkembang
dengan masuknya ketidaksepakatan yang tajam atau oposisi atas berbagai
kepentingan, ide, dan lain-lain. Dengan kata lain, istilah tersebut sekarang juga
menyentuh aspek piskologis di balik konfrontasi fisik yang terjadi, selain konfrontasi
itu sendiri. Secara singkat, istilah “conflict” menjadi begitu melus sehingga beresiko
kehilangan statusnya sebagai sebuah konsep.
Dengan demikian konflik di artikan sebagai persepsi mengenai perbedaan
kepentingan ( perceived of interest), atau suatu kepercayaan bahwa aspirasi
pihak-pihak yang berkonflik tidak dapat di capai secara simultan.3
Secara umum ada beberapa teori terjadinya konflik antara lain: Pertama,
Konflik adalah merupakan suatu unsur sosial yang alami ( K. Lorenz ).4Kedua, Dari
sudut pandang pisikologi sosial, konflik berasal dari pertentangan antara dorongan
dan motivasi fisik manusia di satu sisi dan tuntutan norma di sisi lain. Ketiga, melihat
3
Ralf Dahrendorf, Class and Class Conflict in Indonesia Sosieity, Standfod: Standfod University Press, 1959, hal. 210-222.
4
16
bahwa masyarakat terbentuk dan terjaga keberadaanya bukan berdasarkan
kesepakatan melainkan berdasarkan paksaan. Untuk itu, di manapun manusia
membentuk suatu ikatan sosial di situ akan terdapat konflik. Keempat, Dari sisi
Marxism e, konflik di sebabkan oleh kepemilikan harta benda.5 Ada banyak
teori mengenai terjadinya konflik antara lain: Pertama, Teori hubungan masyarakat
yaitu menganggap bahwa konflik disebabkan oleh olarisasi yang terus terjadi,
ketidakpercayaan dan permusuhan di antara kelompok yang berbeda dalam suatu
masyrakat. Kedua, Teori Negoisasi Prinsip yaitu menganggap bahwa konflik
disebabkan oleh posisi yang tidak selaras dan perbedaan pandangan tentang suatu hal
yang oleh. Ketiga, Teori kebutuhan Manusia berasumsi bahwa konflik yang berakar
dalam disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia yang berupa kebutuhan fisik,
mental, sosial, yang tidak terpenuhi atau di halangi. Keempat, Teori identitas
berasumsi bahwa konflik disebabkan karena identitas yang terancam, yang sering
berakar pada hilangnya suatu atau penderitaan di massa lalu yang tidak di selesaikan.
Kelima, Teori kesalahpahaman antara Budaya berasumsi bahwa konflik disebabkan
oleh ketidakcocokan dalam cara-cara komunikasi di antara berbagai budaya yang
berbeda. Keenem, Teori Transformasi konflik berasumsi bahwa konflik disebabkan
oleh masalah-masalah ketidak setiaan yang muncul sebagai masalah-masalah sosial,
budaya dan ekonomi. Sedangkan menurut Louis Coser konflik adalah perselisihan
mengenai nilai-nilai atau tuntutan yang berkenaan dengan status, kuasa (kekuasaan)
5
17
dan sumber-sumber kekayaan yang persediaanya tidak mencukupi/memenuhi,
dimana pihak-pihak yang bekonflik tidak hanya bermaksud untuk memperoleh
barang yang diinginkan melainkan juga memojokkan, merugikan atau melemahkan
lawan mereka. Sedangkan penyebab konflik menurut Paul Conn adalah karena dua
hal, Pertama, kemajemukan horizontal yakni masyarakat secara cultural seperti: suku,
ras, agama, antar golongan, dan bahasa dari masyarakat majemuk secara horizontal
sosial dalam arti perbedaan pekerjaan dan profesi. Kedua, Kemajemikan vertikal
seperti struktur masyarakat yang terpolarisasikan menurut pemilikan kekayaan,
pengetahuan, dan kekuasaan.
1. Penyebab Konflik
Timbulnya konflik kepentingan menurut Dahrendorf6, berawal dari
orang-orang yang tinggal bersama dan meletakkan dasar-dasar bagi bentuk-bentuk
organisasi sosial, dimana terdapat posisi-posisi dalam hal mana para penghuni
mempunyai kekuasaan memerintah dalam konteks-konteks tertentu dan menguasai
posisi-posisi tertentu, serta terdapat posisi lain dimana para penghuni menjadi sasaran
perintah demikian itu. Perbedaan ini berhubungan baik sekali dengan ketidak
seimbangan distribusi kekuasaan yang melahirkan konflik kepentingan itu.
Dahrendorf melihat hubungan yang erat antara konflik dengan perubahan
dalam hal ini sejalan dengan pendapat Lewis Coser bahwa seluruh aktifitas, inovasi
6
18
dan perkembangan dalam kehidupan kelompoknya dan masyarakatnya disebabkan
terjadinya konflik antara kelompok dan kelompok, individu dan individu serta antara
emosi dan emosi didalam diri individu. Dahrendorf juga menjelaskan bahwa konflik
sosial mempunyai sumber struktur, yakni hubungan kekuasaan yang berlaku dalam
struktur organisasi sosial. Dengan kata lain, konflik antar kelompok dapat dilihat dari
sudut konflik tentang keabsahan kekuasaan yang ada.
Menurut Maurice Duverger, penyebab terjadinya konflik adalah: (1)
Sebab-sebab individual. Sebab-Sebab-sebab individual seperti kecendrungan berkompetisi atau
selalu tidak puas terhadap pekerjaan orang lain dapat menyebabkan orang yang
mempunyai ciri-ciri seperti ini selalu terlibat dalam konflik dengan orang lain
dimanapun berada. (2) Sebab-sebab kolektif, adalah penyebab konflik yang terbentuk
oleh kelompok sebagai hasil dari interaksi sosial antara anggota-anggota kelompok.
Penyebab konflik ini dihasilkan oleh adanya tantangan dan masalah yang berasal dari
luar yang dianggap mengancam kelompoknya.
2. Bentuk – Bentuk Konflik
Dalam teori konflik terdapat beberapa bentuk konflik dan tertuju pada
permasalahan konflik, seperti yang dikemukakan oleh para ilmuan barat, masalah
konflik tidak mengenal demokratisasi maupun diktatorisasi dan bersifat universal.
Menurut teori Fisher, pola konflik dibagi ke dalam tiga bentuk : (1) Konflik
19
sehingga dapat ditangani secara efektif. (2) Konflik manifest atau terbuka yaitu
konflik yang berakar dalam dan sangat nyata, dan memerlukan bebagai tindakan
untuk mengatasi akar penyebab dan berbagai macam efeknya. (3) Sedangkan konflik
permukaan memiliki akar yang dangkal atau tidak berakar dan muncul hanya karena
kesalahpahaman mengenai sesuatu yang dapat diatasi dengan menggunakan
komunikasi.
Menurut Maurice Duverger ada tiga bentuk konflik yang berkaitan dengan
kekuasaan atau politik antara lain 32 (1) Konflik yang sama sekali tidak mempunyai
dasar prisipil, bentuk konflik ini berhubungan langsung dengan masalah praktis
bukan dengan masalah ideologi yang dilakukan baik oleh individu maupun golongan
atau kelompok. (2) Konflik yang lebih menitik beratkan kepada perbedaan pandangan
baik individual maupun kelompok yang menyangkut dengan masalah partai politik
atau yang berhubungan dengan kepentingan partai politik, masyarakat yang dianggap
mewakili rakyat. (3) Konflik yang menitik beratkan kepada permasalahan perbedaan
ideologi, masing-masing memperjuangkan ideologi partainya yang semuanya merasa
benar.
Menurut Coser ada dua bentuk dasar konflik yaitu konflik realistis dan konflik
20
bersifat material, seperti perebutan wilayah atau kekuasaan, dan konflik ini bisa
teratasi kalau diperoleh dengan merebut tanpa perkelahian dan pertikaian.7
Konflik non-realistis adalah konflik yang didorong oleh keinginan yang tidak
rasional dan cenderung bersifat ideologis, seperti konflik antar agama dan
organisasi-organisasi masyarakat, dan konflik non-realistis adalah satu cara mempertegas atau
menurunkan ketegangan suatu kelompok. Dalam sejarah Indonesia baik pada masa
kolonial maupun pada masa pasca kemerdekaan konflik ini dapat dibedakan menjadi
dua bagian yaitu : (1) Konflik vertikal, yaitu konflik yang terjadi antar negara atau
antara aparat negara dengan warga negara baik secara individual maupun kelompok,
seperti pemberontakan bersenjata yang bertujuan memisahkan diri dari NKRI. (2)
Konflik horizontal, yaitu konflik yang terjadi antar kelompok-kelompok diberbagai
lokasi biasanya dilandasi oleh suatu sentimen subyektif yang sangat mendalam yang
diyakini warganya seperti sentimen kesukuan atau sentimen organisasi.
3. Dampak Konflik
Menurut Fisher suatu konflik tidak selalu berdampak negatif, tapi ada kalanya
konflik juga memiliki dampak positif. Dampak positif dari suatu konflik adalah
sebagai berikut : (1) Konflik dapat memperjelas berbagai aspek kehidupan yang
masih belum tuntas. (2) Adanya konflik menimbulkan penyesuaian kembali
norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. (3) Konflik dapat
7
21
meningkatkan solidaritas diantara angota kelompok. (4) Konflik dapat mengurangi
rasa ketergantungan terhadap individu atau kelompok. (5) Konflik dapat
memunculkan kompromi baru. Dampak negatif dari suatu konflik adalah sebagai
berikut : (1) Keretakan hubungan antar individu dan persatuan kelompok. (2)
Kerusakan harta benda bahkan dalam tingkatan konflik yang lebih tinggi dapat
mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang. (3) Berubahnya kepribadian para
individu atau anggota kelompok. (2) Munculnya dominasi kelompok pemenang atas
kelompok yang kalah.
Konflik elit politik terbentuk karena adanyan penguasa politik. Karena tidak
ada masyarakat yang tidak mempunyai penguasa politik artinya, tidak ada masyarakat
yang tidak mempunyai konflik politik. Dalam hal ini konflik politik yang terutama
adalah konflik antar penguasa politik dalam melihat objek kekuasaan politik. Konflik
dapat terjadi karena salah satu pihak memiliki aspirasi tinggi atau karena alternativ
yang bersifat dinilai sulit didapat. Konflik dapat juga didepenisikan sebagai suatu
perbedaan persepsi mengenai kepentingan bermanfaat untuk meramalkan apa yang di
lakukan orang. Hal ini di sebabkan persepsi yang biasanya mempunyai dampak yang
bersifat segera terhadap perilaku.8
8
22
2.3. Teori Elit Politik
Dalam pengertian yang umum elit menunjuk pada sekelompok orang orang
yang ada dalam masyarakat dan menempati kedudukan tinggi. Dalam pengertian
khusus dapat diartikan sebagai sekelompok orang yang terkemuka di bidang-bidang
tertentu dan khususnya golongan minoritas yang memegang kekuasaan.
Dalam studi sosial golongan minoritas yang berada pada posisi atas yang
secara fungsional dapat berkuasa dan menentukan dikenal dengan elit. Elit adalah
suatu minoritas pribadi-pribadi yang diangkat untuk melayani suatu kolektivitas
dengan cara yang bernilai sosial.
Elit politik sendiri dibagi menjadi dua bagian diantaranya elit politik lokal dan
elit non politik non lokal, elit politik lokal adalah merupakan seseorang yang
menduduki jabatan-jabatan politik (kekuasaan) di eksekutif dan legislatif yang dipilih
melalui pemilihan umum dan dipilih dalam proses politik yang demokratis ditingkat
lokal. Mereka menduduki jabatan politik tinggi ditingkat lokal yang membuat dan
menjalankan kebijakan politik. Elit politiknya seperti: Gubenur,Bupati, Walikota,
Ketua DPRD, dan pimpinan-pimpinan partai politik.9 Sedangkan Elit Non Politik
Lokal adalah seseorang yang menduduki jabatan-jabatan strategis dan mempunyai
pengaruh untuk memerintah orang lain dalam lingkup masyarakat. Elit non politik ini
seperti: elit keagamaan, elit organisasi kemasyarakatan, kepemudaan, profesi dan lain
sebagainya. Perbedaan tipe elit lokal ini diharapkan selain dapat membedakan ruang
9
23
lingkup mereka, juga dapat memberikan penjelasan mengenai hubungan antar-elit
politik maupun elit mesyarakat dalam proses Pemilihan Kepala Daerah di tingkat
lokal. Dalam sirkulasi elit, konflik bisa muncul dari dalam kelompok itu sendiri
maupun antarkelompok pengusaha maupun kelompok tandingan. Sirkulasi elit
menurut Pareto terjadi dalam dua kategori yaitu: Pertama, pergantian terjadi antara
kelompok-kelompok yang memerintah sendiri, dan Kedua, pergantian terjadi di
antara elit dengan penduduk lainya. Pergantian model kedua ini bisa berupa
pemasukan yang terdiri atas dua hal yaitu: (a). Individu-individu dari lapisan yang
berbeda kedalam kelompok elit yang sudah ada, dan atau (b). Individu-individu dari
lapisan bawah yang membentuk kelompok elit baru dan masuk kedalam kancah
perebutan kekuasaan dengan elit yang sudah ada.10
Menurut Aristoteles, elit adalah sejumlah kecil individu yang memikul semua
atau hampir semua tanggung jawab kemasyarakatan. Definisi elit yang dikemukakan
oleh Aristoteles merupakan penegasan lebih lanjut dari pernyataan Plato tentang dalil
inti teori demokrasi elitis klasik bahwa di setiap masyarakat, suatu minoritas
membuat keputusan-keputusan besar. Konsep teoritis yang dikemukakan oleh Plato
dan Aristoteles kemudian diperluas kajiannya oleh dua sosiolog politik Italias, yakni
Vilpredo Pareto dan Gaetano Mosca.11
10 ibid
11
24
Pareto menyatakan bahwa setiap masyarakat diperintah oleh sekelompok kecil
orang yang mempunyai kualitas yang diperlukan dalam kehidupan sosial dan politik.
Kelompok kessil itu disebut dengan elit, yang mampu menjangkau pusat kekuasaan.
Elit adalah orang-orang berhasil yang mampu menduduki jabatan tinggi dalam
lapisan masyarakat. Pareto mempertegas bahwa pada umumnya elit berasal dari kelas
yang sama, yaitu orang-orang kaya dan pandai yang mempunyai kelebihan dalam
matematika, bidang muasik, karakter moral dan sebagainya. Pareto lebih lanjut
membagi masyarakat dalam dua kelas, yaitu pertama elit yang memerintah
(governing elite) dan elit yang tiak memerintah (non governign elit) . Kedua, lapisan
rendah (non- elite) kajian tentang elit politik lebih jauh dilakukan oleh Mosca yang
mengembangkan teori elit politik. Menurut Mosca, dalam semua masyarakat, mulai
adri yang paling giat mengembangkan diri serta mencapai fajar peradaban, hingga
pada masyarakt yang paling maju dan kuat selalu muncul dua kelas, yakni kelas yang
memerintah dan kelas yang diperintah. Kelas yang memerintah, biasanya jumlahnya
lebih sedikit, memegang semua fungsi politik, monopoli kekuasaan dan menikmati
keuntungan-keuntungan yang didapatnya dari kekuasaan. Kelas yang diperintah
jumlahnya lebih besar, diatur dan dikontrol oleh kelas yang memerintah.12
Pareto dan Mosca mendefinisikan elit sebagai kelas penguasa yang secara
efektif memonopoli pos-pos kunci dalam masyarakat. Definisi ini kemduain didukung oleh Robert Michel yang berkeyakinan bahwa ”hukum besi oligarki” tak
25
terelakkan. Dalam organisasi apapun, selalu ada kelompok kecil yang kuat, dominan
dan mampu mendiktekan kepentingannya sendiri. Sebaliknya, Lasswell berpendapat
bahwa elit sebenarnya bersifat pluralistik. Sosoknya tersebar (tidak berupa sosok
tunggal), orangnya sendiri beganti-ganti pada setiap tahapan fungsional dalam proses
pembuatan keputusan, dan perannya pun bisa naik turun tergantung situasinya. Bagi
Lasswell, situasi itu yang lebih penting, dalam situasi peran elit tidak terlalu menonjol
dan status elit bisa melekat kepada siapa saja yang kebetuan punya peran penting13.
Pandangan yang lebih luwes dikemukakan oleh Dwaine Marvick.
Menurutnya ada dua tradisi akademik tentang elit. Pertama, dalam tradisi yang lebih
tua, elit diperlukan sebagai sosok khusus yang menjalankan misi historis, memenuhi
kebuthan mendesak, melahirkan bakat-bakat unggul, atau menampilkan kualitas
tersendiri. Elit dipandang sebagai kelompok pencipta tatanan yang kemudian dianut
oleh semua pihak. Ke dua, dalam tradisi yang lebih baru, elit dilihat sebagai
kelompok, baik kelompok yang menghimpun yang menghimpun para petinggi
pemerintahan atau penguasa di berbagai sektor dan tempat. Pengertian elit
dipadankan dengan pemimpin, pembuat keputusan, atau pihak berpengaruh yang
selalu menjadi figur sentral.
Field dan Higley menyederhanakan dengan mengemukakan bahwa elit adalah
orang-orang yang memiliki posisi kunci, yang secara awamdipandang sebagai sebuah
13
26
kelompok. Merekalah yang membuat kebijakan umum, yang satu sama lain
melakukan koordinasi untuk menonjolkan perannya. Menurut Marvick, meskipun elit
sering dipandang sebagai satu kelompok yang terpadu, tetapi sesungguhnya di antara
anggota-anggota elit itu sendiri, apa lagi dengan elit yang lain sering bersaing dan
berbeda kepentingan. Persaingan dan perbedaan kepentingan antar elit itu kerap kali
terjadi dalam perebutan kekuasaan atau sirkulasi elit.
Pandangan ilmuwan sosial di atas menunjukkan bahwa elit memiliki pengaruh
dalam proses pengambilan keputusan. Pengaruh yang memiliki/bersumber dari
penghargaan masyarakat terhadap kelebihan elit yang dikatakan sebagai sumber
kekuasaan. Menurut Miriam Budiardjo, sumber-sumber kekuasaan itu bisa berupa
keududukan, status kekayaan, kepercayaan, agama, kekerabatan, kepandaian dan
keterampilan. Pendapat senada juga diungkapkan oleh Charles F.14 Andrain yang
menyebutnya sebagai sumber daya kekuasaan, yakni : sumber daya fisik, ekonomi,
normatif, personal dan keahlian.
27
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yakni data yang digunakan
merupakan data Kualitatif (data yang tidak terdiri dari angka-angka) melainkan
berupa gambaran dan kata-kata.1 Sedangkan jenis penelitian ini adalah jenis case
study, artinya penelitian ini berangkat dari studi kasus di lapangan, yang bertujuan
untuk memperoleh data yang relevan
2. Sumber Data
Primer
Sumber data yang pertama yaitu primer, dalam hal ini adalah informan, yang
dimaksudkan informan dalam penelitian adalah segenap jajaran kepengurusan DPD
dan DPC Partai Demokrat Kota Surabaya sebagai elit politiknya. Selain itu, informan
yang juga dirasa representatif dalam penelitian ini sesuai dengan pendapat Suzenne
Keller tentang elit politik adalah bukan hanya tentang mereka yang ada pada struktur
penting dalam masyarakat saja melainkan juga mereka yang sekalipun tidak masuk
dalam struktur tetapi berpengaruh penting dalam masyarakat.
1
28
Adapun informannya adalah:
1. Bapak Boni Laksamana selaku Sekretaris Wilayah DPD Partai Demokrat
Jawa Timur. Informan ini berguna untuk pemenuhan data tentang dinamika elit di
DPD Partai Demokrat Jawa Timur.
2. Bapak Suhartoyo selaku Plt DPC Partai Demokrat Kota Surabaya. Informan
ini berguna untuk pemenuhan data tentang dinamika elit dan Aktor dan Elite
Demokrat yang berkepentingan.
3. Bapak Junaidi selaku Sekertaris DPC Partai Demokrat Kota Surabaya.
4. Bapak Anwar selaku Staff Ahli DPRD F-Demokrat Kota Surabaya.
5. Bapak Anam selaku Pengurus Harian DPC Partai Demokrat Kota Surabaya.
6. Bapak Mardi selaku Pengurus Harian DPC Partai Demokrat Kota Surabaya.
7. Dan beberapa informan lainyan yang berada dilingkungan DPC partai
demokrat Kota Surabaya.
Teknik yang digunakan dalam pemilihan informan menggunakan Purposive
Sampling artinya teknik penentuan sumber data mempertimbangkan terlebih dahulu,
bukan diacak. Artinya menentukan informan sesuai dengan kriteria terpilih yang
relevan dengan masalah penelitian.2
Sekunder
2
29
Yang kedua ini adalah sumber sekunder, sumber data yang tidak langsung
memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau dokumen.
Jadi data ini berupa bahan kajian yang digambarkan oleh bukan orang yang ikut
mengalami atau hadir dalam waktu kejadian berlangsung. Sehinggal sumber data
bersifat penunjang dan melengkapi data primer. Dan dalam penelitian ini jenis
sumber data yang digunakan adalah literatur dan dokumentasi. Sumber literatur
adalah referensi yang digunakan untuk memperoleh data teoritis dengan cara
mempelajari dan membaca literature yang ada hubungannya dengan kajian pustaka
dan permasalahan penelitian baik yang berasal dari buku maupun internet seperti
jurnal online dan artikel jurnal atau koran yang memuat berita tentang pencalonan
Rasyio-Lucy. Sedangkan untuk dokumentasi sebagai tambahan, dimana bisa berupa
arsip DPC Partai Demokrat Jawa Timur, dan lain sebagainya.
3.1.1. Lokasi dan Alasan Pemilihan
Peneliti mengambil lokasi penelitian di Kota Surabaya atau lebih tepatnya di
DPC Partai Demokrat Kota Surabaya. Alasan memilih lokasi penelitian tersebut
dikarenakan semenjak ditetapkanya pasangan Rasio-Lucy sebagai pasangan calon
walikota Surabaya yang diusung oleh dua partai besar diantaranya Partai Demokrat
dan Partai Amanat Nasional. Disinilah akan banyak sekali informasi mengenai
perubahan(dinamika) para elit partai demokar yang banyak sekali memiliki
kepentingan-kepentingan apabila pasangan Rasio-Lucy menang dalam pilwali Kota
30
3.1.2. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data, terkait penelitian ini menggunakan :
1) Metode observasi, adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk
menghimpun data penelitian melalu pengamatan dan pengindraan.3 Para ilmuwan
hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang
diperoleh melalui observasi.4 Peneliti mengamati fenomena yang relevan dengan
pokok bahasan peneliti, yakni mengenai Dinamika Elite Partai Demokrat di DPD dan
DPC dalam pencalonan Rasio-Lusy dalam pilwali Kota Surabaya
Adapun observasi yang dilakukan peneliti termasuk dalam jenis observasi
partisipatif. Observasi partisipatif adalah observasi dimana peneliti secara langsung
terlibat dalam kegiatan sehari hari informan. Dalam metode observasi ini peneliti
tidak hanya mengamati objek studi tetapi juga mencatat hal hal yang terdapat pada
objek tersebut, sehingga peneliti benar benar mendapatkan data tentang situasi dan
kondisi secara universal dari informan.
2) Metode wawancara, adalah merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar
informasi dan ide melalui Tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam
suatu topik tertentu.5 Peneliti langsung terjun ke lapangan, dengan cara menanyakan
3
Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial lainnya, (Fajar Interpratama Offset, Jakarta: 2007). hal 118.
4
Sugiyono. Metode Penelitian Kombinas “Mixed Method”. Bandung: Alfabeta. 2011. hal226
5
31
terhadap informan terkait Dinamika Elite Partai Demokrat dalam pencalonan
Rasio-Lusy
Data diperoleh langsung dari informan melalui wawancara. Dalam penelian
kualitatif ini peneliti menggunakan teknik purposive sampling. Menurut Sugiyono
purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan
pertimbangan tertentu yakni sumber data dianggap paling tahu tentang apa yang
diharapkan, sehingga mempermudah peneliti menjelajahi obyek atau situasi sosial
yang diteliti, yang.6 Dengan teknik purposive sampling ini informan yang dipilih
peneliti sebagai berikut:
1. Bapak Boni Laksamana selaku Sekretaris Wilayah DPD Partai Demokrat
Jawa Timur. Informan ini berguna untuk pemenuhan data tentang Dinamika elit
Politik Partai Demokrat ( Pencalonan Rasio-Lucy dalam pemilihan Walikota
Surabaya)
2. Bapak Suhartoyo selaku Plt DPC Partai Demokrat Kota Surabaya. Informan
ini berguna untuk pemenuhan data tentang Aktor dan Elite Demokrat yang
berkepentingan
3. Bapak Junaidi selaku Sekertaris DPC Partai Demokrat Kota Surabaya.
4. Bapak Anwar selaku Staff Ahli DPRD F-Demokrat Kota Surabaya.
5. Bapak Anam selaku Pengurus Harian DPC Partai Demokrat Kota Surabaya.
6. Bapak Mardi selaku Pengurus Harian DPC Partai Demokrat Kota Surabaya.
6
32
Dalam penelitian ini wawancara berstruktur, dimana peneliti sudah menyiapkan
instrument penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan. Dengan wawancara terstruktur
ini setiap informan diberi pertanyaan yang sama, dan peneliti mencatatnya.7
Wawancara terstruktur ini dilaksanakan secara bebas dan juga mendalam (in-depth),
tetapi kebebasan ini tetap tidak terlepas dari pokok permasalahan yang akan
ditanyakan kepada informan dan telah dipersiapkan sebelumnya oleh pewawancara.8
Metode dokumentasi, merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. dokumen
bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang.9
3.1.3. Teknik Analisis Data
Analisis data pada umumnya dilakukan untuk memperoleh gambaran umum
dan menyeluruh tentang situasi sosial yang diteliti objek penelitian. Analisa data
kualitatif adalah bersifat induktif, yaitu suatu analisa berdasarkan data yang
diperoleh, selanjutnya dikembangkan menjadi hipotesis. Berdasarkan hipotesis yang
dirumuskan berdasarkan data tersebut, selanjutnya dicarikan data lagi secara
berulang-ulang sehingga selanjutnya dapat disimpulkan apakah hipotesis tersebut
ditolak atau diterima berdasarkan data yang terkumpul. Bila berdasarkan data yang
7
Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta CV, 2005, hal 73
8
Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial lainnya, (Fajar Interpratama Offset, Jakarta: 2007). hal 113
9
33
dapat dikumpulkan secara berulang-ulang dengan tehnik triangulasi ternyata hipotesa
diterima maka hipotesis akan berkembang menjadi teori.10
Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah analisa deskriptif dan
dijabarkan secara sistematis nantinya. Adapun dengan menggunakan Reduksi Data,
Kategorisasi, dan Sintesisasi. Yang pertama Reduksi data yakni mengidentifikasi data
yang sesuai dengan fokus dan masalah penelitian, yang kedua Kategorisasi,
merupakan teknik analisis data berupaya memilah-milah kepada bagian data yang
memiliki kesamaan, dan yang ketiga Sintesisasi, setelah data ditemukan kesamaannya
maka data dicari kaitan antara satu kategori dengan kategori yang lainnya, sedangkan
kategori yang satu dengan yang lainnya diberi nama/label11.
3.1.4. Tekhnik Keabsahan Data Uji Validitas Penelitian
Validitas dalam penelitian kualitatif adalah kepercayaan dari data yang
diperoleh dan analisis yang dilakukan peneliti secara akurat mempresentasikan dunia
sosial di lapangan.12 Uji keabsahan data pada penelitian kualitatif meliputi credibility
(validitas internal) dengan cara triangulasi, transverbility (validitas eksternal),
dependability (reliabilitas) dan conformability (objektifitas).13 Pada penelitian ini,
10
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Bandung, Alfabeta CV, 2010, hal 245
11
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (PT Remaja Rosdakarya, Bandung: 2009), hal 288-289.
12
Alsa, Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif serta Kombinasi dalam Penilitian Psikologi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007).
13
34
akan digunakan cara triangulasi dalam pengujian data, khususnya triangulasi
metodologis. Triangulasi metodologis yaitu penggunaan metode ganda untuk
mengkaji masalah atau program tunggal, seperti wawancara, pengamatan, daftar
pertanyaan terstruktur, dan dokumen.14
Dependability (Reliabilitas)
Susan Stainback, menyatakan bahwa reliabilitas berkenaan dengan derajat
konsistensi dan stabilitas data atau temuan dalam penelitian kualitatif, uji reliabilitas
dilakukan dengan melakukan audit terhadap keseluruhan prosespenelitian.15
3.1.5. Sistematika Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian, terdapat sistematika pembahasan yang akan di
bahas dalam penelitian skripsi saya ini, diantaranya sebagai berikut:
Bab satu merupakan pendahuluan yang berisi dari: Latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional, telaah
pustaka. Secara umum, setiap sub-bab berisi uraian yang bersifat global, dan juga
sebagai pengantar untuk memahami bab-bab berikutnya.
Bab dua merupakan landasan teori dengan judul dinamika elit partai demokrat
(studi kasus pencalonan Rasio-Lucy dalam pemilihan walikota Surabaya 2015)
Kerangka teori ini terdiri dari: Teori dinamika sosial, dinamika politik dan elit politik
14
Patton, Metode Evaluasi Kualitatif, (Jakarta: Pustaka Pelajar, 2009).
15
35
Bab tiga berisi metodologi penelitian sebagai acuan kegiatan penelitian.
Bagian ini disajikan tentang pendekatan dan jenis penelitian, lokasi penelitian dan
alasan penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan teknik
keabsahan data.
Bab selanjutnya yaitu Bab empat merupakan penyajian dan analisis data
dalam hasil penelitian dan pembahasan tentang dinamika yang terjadi dalam tubuh
partai demokrat Jawa Timur (studi kasus pencalonan Rasio-Lucy dalam pemilihan
walikota Surabaya 2015).
Kemudian yang terakhir pada bagian Bab lima berisi simpulan dan saran
sebagai jawaban atas pertanyaan pada bab pertama yang dianalisis pada bab kedua
dan ketiga ataupun judul yang tertera dalam skripsi penulis yaitu dinamika elit politik
partai demokrat (studi kasus pencalonan Rasio-Lucy dalam pemilihan Walikota
36
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
4.1.1. Gambaran Umum Kota Surabaya
Melalui beberapa temuan yang dilakukan, maka diperoleh data-data dari
berbagai pihak yang berupa observasi, hasil wawancara, dan data-data tertulis terkait
tema penelitian yang dijelaskan di bawah sebagai berikut:
Kota Surabaya adalah ibukota Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Surabaya merupakan
kota terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta, dengan jumlah penduduk
metropolitan ± 3.121.276 Jiwa.Jumlah kecamatan ada 31 kecamatan terdiri dari 163
kelurahan dan terdiri dari 1.360 RW (Rukun Warga) dan 8.972 RT (Rukun
Tetangga). Surabaya merupakan pusat bisnis, perdagangan, industri, dan pendidikan
di kawasan Indonesia timur. Surabaya terkenal dangan sebutan Kota Pahlawan karena
sejarahnya yang sangat diperhitungkan dalam perjuangan merebut kemerdekaan
bangsa Indonesia dari penjajah. Kota Surabaya berasal dari cerita mitos pertempuran
antara suro (ikan hiu) dan boyo (buaya) dan akhirnya menjadi kota Surabaya.
Kota Surabaya sebagai Ibukota Propinsi Jawa Timur terletak di wilayah utara Jawa
Timur dan memiliki wilayah pantai dan laut. Kota Surabaya di utara berbatasan
dengan Selat Madura, di timur berbatasan dengan Selat Madura dan Laut Jawa, di
37
Kabupaten Gresik. Sekarang Kota Surabaya telah terhubung ke pulau madura oleh
jembatan Suramadu.
Kota Surabaya sebagai Ibu Kota Propinsi Jawa Timur terletak Terletak antara
07 21 lintang selatan dan 112 36 s.d 112 54 bujur timur. Wilayahnya merupakan
daratan rendah dengan ketinggian 3 sampai 6 meter diatas permukaan air laut, kecuali
di daerah selatan ketinggian 25 sampai 50 meter diatas permukaan air laut. Selain
menjadi Ibu Kota Provinsi Jawa Timur, Kota Surabaya juga dikenal dengan Kota
Pahlawan, Kota Perdagangan dan Jasa. Kota Surabaya juga menjadi tempat bisnis
yang utama di Indonesia Timur. Penduduk di Surabaya sangat majemuk, ada berbagai
suku dan agama yang hidup dengan damai diantaranya adalah suku jawa, suku sunda,
suku madura, dan lainnya bahkan warga asing (ekspatriat).
Wilayah Kota Surabaya memiliki penduduk hingga akhir tahun 2010
sebanyak 2.938.225 jiwa dengan komposisi 50,20% laki-laki dan 40,80 perempuan.
Komposisi penduduk kota Surabaya berdasarkan kelompok umur/struktur usia pada
tahun 2011 menunjukkan, bahwa proporsi terbanyak adalah pada kelompok usia
35-40 tahun (283.365 jiwa) dan 25-30 tahun (279.668 jiwa). Secara administrasi
pemerintahan Kota Surabaya dikepalai oleh Walikota yang juga membawahi
koordinasi atas wilayah administrasi Kecamatan yang dikepalai oleh Camat
“Menuju Surabaya lebih baik” adalah sebuah amanah. Sampai hari ini Kota
Surabaya telah berevolusi menjadi pusat kegiatan ekonomi, politik, dan budaya yang
senantiasa terus berusaha menjawab tuntutan serta tantangan zaman. “Menuju