5
BAB. II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Keadaan Teluk Youtefa
Teluk Youtefa adalah salah satu teluk di Kota
Jayapura yang merupakan perairan tertutup. Tanjung
Engros dan Tanjung Hamadi serta terdapat pulau Metu
Debi yang terapung melindungi lokasi perairan. Hal ini
membuat Perairan Youtefa sangat teduh, gelombang
dan angin kencang sulit menembus masuk ke Perairan
tersebut. Keindahan panorama alam Teluk Youtefa
sangat menarik, sehingga pada awalnya ditetapkan
sebagai taman wisata alam melalui surat keputusan
menteri pertanian Nomor :372/ /KPTS/UM/1978.
dengan luas ±1.650 Ha. Kemudian dinyatakan sebagai
taman wisata alam melalui pernyataan menteri
kehutanan nomor : 714/KPTS/II/1996 dengan luas ±
1.675 Ha. (http://bksdapapua.net, 2011). Perhatian
dari para aktifis lingkungan untuk menjaga dan
melestarikan alam Youtefa terus dilakukan. Sejak
Tahun 1984-1987 Yayasan Pengembangan Masyarakat
Desa (YPMD) Papua dipimpin oleh George Y.
Aditdjondro, berhasil memblokir usaha penimbunan
tanah untuk pembangunan terminal di lahan hutan
mangrove Entrop karena kegiatan tersebut berdampak
6
2011). Tetapi, sekarang telah terjadi perubahan besar.
Banyak proyek pembangunan yang berjalan di
lingkungan Youtefa tanpa melihat kerugian ekologis
yang terjadi di Perairan Teluk Youtefa.
Abubar (2008), mengatakan bahwa di perairan
Teluk Youtefa terdapat banyak sampah yang hanyut
dan menyebar di pesisir pantai akibat kesadaran
masyarakat dalam mengelola limbah rumah tangga
masih rendah. Selain itu, terdapat banyak sampah
yang menumpuk di pinggiran Sungai Acai (Binpa.
2011). Sungai Acai adalah salah satu sungai yang
bermuara di Teluk Youtefa sehingga sungai ini juga
merupakan penyumbang beban cemaran organik ke
perairan pesisir Teluk Youtefa.
B. Kualitas Air Laut
Air laut pada suatu perairan dikategorikan
berkualitas baik, jika air tersebut bebas dari zat-zat
polutan yang berpotensi mencemari lingkungan
perairan pesisir dan laut. kualitas air suatu perairan
berpengaruh terhadap ekosistem dan seluruh
komponen biotik maupun abiotik pada ekosistem
tersebut. Selanjutnnya kualitas air yang buruk akan
menghambat pertumbuhan ikan, bahkan bisa
menimbulkan kematian pada biota laut (Jones, 1964
7
diukur berdasarkan parameter fisik, kimia dan biologi.
Parameter fisik meliputi suhu, kecerahan, arus tipe
substrat dan padatan tersuspensi. Parameter kimia
meliputi salinitas, pH, suhu, kedalaman, Oksigen
Terlarut (DO), Biochemical Oxygen Demand (BOD),
Chemical Oxygen Demand (COD), Ammonia (NH₄),
Phospate (PO₄) dan Sulfate (SO₄). Bila
parameter-parameter tersebut melebihi nilai ambang batas yang
ditetapkan untuk peruntukannya, maka dapat
dikatakan bahwa perairan tersebut telah tercemar.
1. Oksigen Terlarut atau Dissolved Oxygen (DO) Menurut Krist (1998), oksigen terlarut dibutuhkan oleh
semua jasad hidup untuk proses pernapasan, matabolisme yang
akan menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan.
Selanjutnya oksidasi bahan organik dan anorganik juga
membutuhkan oksigen. Oksigen berdifusi masuk ke perairan lewat
udara bebas, air hujan, dan fotosintesis fitoplanton.
Menganalisis parameter kualitas air, DO
merupakan parameter yang sangat penting. Tinggi
rendahnya nilai DO dalam perairan ditentukan oleh
nilai DO yang terukur. Apabilah perairan telah tercemar
maka nilai DO yang terukur rendah, tetapi jika nilai DO yang
terukur itu tinggi maka kualitas air di perairan baik untuk
peruntukannya. Selanjutnya nilai DO yang tinggi menunjukan
bahwa perairan tersebut masih stabil (http://id.wikipedia.org,
2011). Pencemaran air secara organik berpotensi
8
oksigen di perairan. Biota laut dan ikan kesulitan mendapat
oksigen sehingga kemungkinan hewan-hewan tersebut akan mati,
otak ikan akan kekurangan oksigen karena jaringan tubuh ikan
tidak mampu mengikat oksigen yang ada dalam darah (Jones,
1964 ; Salmin, 2005).
2. Biochemical Oxygen Demand (BOD)
BOD merupakan jumlah oksigen terlarut yang
diperlukan oleh mikroorganisme untuk mengoksidasi
komponen organik dalam perairan, pada kondisi
aerobik. Proses oksidasi komponem organik oleh
mikroorganisme akan menghasilkan energi bagi
mikroorganisme tersebut. Untuk mengetahui
keberadaan bahan organik pada suatu perairan adalah
dengan mengukur nilai BOD (Putri, 2008). Dalam suatu
perairan yang memiliki nilai BOD tinggi berarti terjadi penurunan
kadar DO oleh peningkatan jumlah populasi organisme pengurai
(Poppo, 2008). Kadar BOD yang tinggi sebagai indikator terdapat
pencemar bersifat organik yang tinggi.
3. Chemycal Oxygen Demand (COD)
COD perannya sama dengan BOD sebagai
parameter pencemaran organik di perairan. COD
menunjukan jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengoksidasi
komponem polutan organik secara kimia, baik yang biodegradable
maupun nonbiodegradable (Ishartanto, 2009). Tingkat oksidasi
tergantung dari tipe bahan, pH, suhu, waktu reaksi, dan
konsentrasi agen oksidasi (Krist, 1998). Untuk mengetahui
9
COD merupakan salah satu indikator yang sangat
penting.
C. Pencemaran Perairan Pesisir dan Laut
Pencemaran perairan pesisir dan laut merupakan
keadaan yang terjadi secara alami atau oleh ulah
manusia maka masuklah atau dimasukannya zat atau
energi atau bahan-bahan tertentu ke dalam badan
perairan pesisir dan laut dan menyebabkan fungsi
lingkungan laut menjadi kurang berfungsi sesuai
dengan semulanya, misalnya terjadi ancaman terhadap
kesehatan, kesejahteraan dan keselamatan
keanekaragaman hayati (Rumimohtarto, 1990). Menurut
Whardana (1995) dalam Harmayani (2007), pencemaran air adalah
terjadi suatu penyimpangan dari keadaan normalnya, keadaan
normal air masih tergantung pada faktor penentu, yaitu fungsi air
dan asal sumber air. Selanjutnya ia menjelaskan bahwa
pencemar pada air dapat bersifat organik, anorganik
dan bahan buangan zat kimia. Berikut ini adalah
pegelompokan pencemar air menurut Harmayani
(2007).
1. Pencemar organik adalah limbah yang dapat membusuk atau
mengalami proses degradasi oleh mikroorganisme, akibatnya
berkembanglah mikroorganisme, sehingga menimbulkan
banyak mikroba pathogen yang akan bertumbuh dan
berkembang biak dan akan menyebabkan timbulnya
berbagai macam penyakit.
2. Pencemar anorganik adalah limbah yang tidak dapat
10
Sebagai contoh adalah mineral-mineral logam berat. Apabila
pencemar anorganik masuk ke perairan maka akan terjadi
peningkatan jumlah ion logam berat dalam air dan ion-ion
tersebut bersifat racun seperti logam berat timbal (Pb), arsen
(As) dan raksa (Hg).
Walaupun suatu bahan pencemar sudah
teridentifikasi di suatu perairan tetapi kalau belum
melebihi nilai baku mutu yang ditetapkan untuk bahan
pencemar tersebut berarti belum terjadi pencemaran.
Contohnya suatu perairan pesisir dan laut dikatakan
tercemar oleh logam berat, apabila kadar logam berat
terlarut di perairan pesisir dan laut telah melebihi nilai
baku mutu yang ditetapkan untuk logam berat itu
sendiri (Erari et al. 2011).
D. Sumber-sumber Pencemaran
Pencemaran perairan pesisir dan laut dapat
bersumber dari aktifitas di daratan, aktifitas yang
dimaksud adalah aktifitas manusia maupun aktifitas
secara alami. Sumber pencemar secara alami misalnya
letusan gunung merapi, erosi dan banjir, aktifitas
perindustrian dan domestik merupakan sumber
pencemar dari aktifitas manusia.
Menurut Sutamihardja (1982) dalam
Rumimohtarto (1990), ada enam faktor yang
dinyatakan berpengaruh terhadap pencemaran di
lingkugan perairan pesisir dan laut, faktor-faktor
11
1. Erosi dan sedimentasi, keadaan ini disebabkan oleh
pengundulan hutan daerah hulu dan penambangan pasir di
sungai-sungai.
2. Pertanian, penggunaan pupuk kimia, pestisida herbisida dan
fungisida serta beberapa jenis lainnya yang dapat tercampur
bersama air dan masuk ke sungai-sungai dan perairan
pesisir dan laut.
3. Limbah kota, limbah cair dari daerah perkotaan akan
mengalir melalui selokan-selokan atau parit-parit dan akan
sampai di perairan pesisir dan laut. Kemudian sampah padat
seperti yang tertimbun pada tempat pembuangan sampah
(TPA) umum juga akan membusuk dan lindinya mengalir
masuk ke parit-parit dan akan terus ke lingkungan perairan
pesisir dan laut.
4. Minyak, pencemaran minyak dapat bersumber dari aktifitas
pemeliharaan bangunan terdapat didaerah perairan pesisir
dan laut dan pencucian kapal serta kecelakan pelayaran
seperti tabrakan kapal tanki di laut.
5. PLTU, ketika PLTU beroperasi memerlukan air pendingin
yang diambil dari air laut. Setelah penggunaan air ini akan
dibuang ke perairan sebagai limbah.
6. Industri, aktifitas industri di kota-kota besar dengan sistem
pengelolaan limbah yang kurang sempurna.
Menurut Rumimohtarto (1990), bahan pencemar yang
masuk ke perairan pesisir dan laut akan mengalami
beberapa kemungkinan perjalanan di perairan yaitu:
1. Pengenceran dan akan tersebar oleh turbulensi dan arus
perairan pesisir dan laut.
2. Secara biologis diserap oleh biota laut dan akan
termagnifikasi melalui rantai makanan, secara fisik dan
12
ion kemudian bahan pencemar ini akan mengendap di
perairan pesisir dan laut.
3. Terbawa langsung oleh arus dan biota (ikan) yang berenang