• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Sungai - Ikan Batak (Neolissochillus sumatranus) Sebagai Bioindikator Pencemaran Logam Berat Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) di Perairan Sungai Asahan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Sungai - Ikan Batak (Neolissochillus sumatranus) Sebagai Bioindikator Pencemaran Logam Berat Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) di Perairan Sungai Asahan"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pencemaran Sungai

Sungai merupakan jalan air alami, yang mengalir menuju samudera, danau, laut, atau ke sungai yang lain. Air dalam sungai umumnya terkumpul dari presipitasi, seperti hujan, embun, mata air, limpasan bawah tanah dan beberapa Negara tertentu air sungai juga berasal dari lelehan es/salju. Selain air, sungai juga mengalirkan sedimen dan polutan. Dalam sebuah aliran sungai, terdapat berbagai penggunaan lahan seperti hutan, perkebunan, pertanian, pemukiman, perikanan, industri, dan sebagainya. Beban bahan pencemar yang menyebabkan penurunan kualitas air pada sebagian sungai berasal terutama dari limbah domestik, limbah industri, kegiatan pertambangan dan limbah dari penggunaan lahan pertanian.

Limbah organik, logam berat, dan minyak yang masuk ke dalam air sangat berpengaruh terhadap organisme perairan. Logam berat merupakan bahan pencemar yang paling banyak ditemukan di perairan akibat limbah industri dan limbah perkotaan (Suin, 1994). Secara alamiah, unsur logam berat terdapat dalam perairan dalam jumlah yang sangat rendah. Kadar ini akan meningkat bila limbah yang banyak mengandung unsur logam berat masuk ke dalam lingkungan perairan, sehingga akan terjadi racun bagi organisme perairan (Hutagalung dan Rochyatun, 1995).

(2)

timbal (Pb), arsenik (Sa), Kadmium (Cd), chromium (Cr), dan nikel (Ni). Pencemaran air yang diakibatkan oleh dampak perkembangan industri harus dapat dikendalikan, karena bila tidak dilakukan sejak dini akan menimbulkan permasalahan yang serius bagi kelangsungan hidup manusia maupun alam sekitarnya. Pencemaran logam-logam tersebut dapat mempengaruhi dan menyebabkan penyakit pada konsumen, karena di dalam tubuh unsur yang berlebihan akan mengalami detoksifikasi sehingga membahayakan manusia (Palar, 1994).

Logam berat umumnya bersifat toksik dan berbahaya bagi organisme hidup, walaupun beberapa diantaranya diperlukan dalam jumlah kecil. Apabila kadar logam berat sudah melebihi ambang batas yang ditentukan dapat membahayakan bagi kehidupan (Koestoer, 1995). Logam berat dalam konsentrasi tinggi dapat mengakibatkan kematian beberapa jenis biota perairan. Disamping itu, dalam konsentrasi rendah logam berat dapat membunuh organisme hidup yang diawali dengan penumpukan logam berat dalam tubuh biota. Lama-kelamaan, penumpukan yang terjadi pada organ target air logam berat akan melebihi daya toleransi dari biotanya dan hal ini menjadi penyebab dari kematian biota terkait (Palar, 1994). Peningkatan kadar logam berat dalam air akan mengakibatkan logam berat yang semula dibutuhkan untuk berbagai proses metabolisme akan berubah menjadi racun bagi organisme (Hutagalung, 1997).

(3)

analisis unsur-unsur logam berat, seperti Pb, Cu, Hg, Cd, dan lainnya dalam biota air tawar. Hal ini dikarenakan kemampuan biota air tawar dalam mengakumulasi logam esensial dan non esensial secara biologis sudah terbentuk dengan baik. Callahan (1979) menyatakan bahwa bioakumulasi merupakan proses yang menentukan keberadaan logam berat tertentu di dalam biota. Beberapa jenis logam berat yang dapat terlibat dalam proses bioakumulasi adalah Hg, Ar, Cd, Cr, Pb, Cu, dan Zn.

2.2. Logam Berat

2.2.1. Pengertian Logam Berat

Istilah logam biasanya diberikan kepada semua unsur-unsur kimia dengan ketentuan atau kaidah-kaidah tertentu. Unsur ini dalam kondisi suhu kamar, tidak selalu berbentuk padat melainkan ada yang cair, contohnya air raksa (Hg), serium (Ce) dan gallium (Ga). Melihat kepada bentuk dan kemampuan atau daya yang ada pada setiap logam, maka dapat diketahui bahwa setiap logam harus :

1. Memiliki kemampuan yang baik sebagai penghantar daya listrik (konduktor). 2. Memiliki kemampuan sebagai pengahantar panas yang baik.

3. Memiliki rapatan yang tinggi.

4. Dapat membentuk alloy dengan logam lainnya.

5. Untuk logam yang padat, dapat ditempa dan dibentuk (Palar, 1994).

(4)

beracun separti hidragyrum (Hg) atau disebut juga air raksa, maka dapat dipastikan bahwa organisme tersebut akan langsung keracunan.

2.2.2. Karakteristik logam berat

Menurut Palar (2008) karakteristik dari kelompok logam berat adalah sebagai berikut :

1. Memiliki spesifikasi graviti yang sangat besar (lebih dari 4).

2. Mempunyai nomor atom 22-34 dan 40-50 serta unsur-unsur lantanida dan aktinida.

3. Mempunyai respon biokimia khas (spesifik) pada organisme hidup.

Terdapat 80 jenis logam berat dari 109 unsur kimia di bumi ini. Logam berat dibagi ke dalam dua jenis :

1. Logam berat esensial ; adalah logam dalam jumlah tertentu yang sangat dibutuhkan oleh organisme. Dalam jumlah yang berlebihan, logam tersebut bisa menimbulkan efek toksik. Contohnya adalah Zn, Cu, Fe, Co, Mn, dan lain sebagainya.

2. Logam berat tidak esensial ; adalah logam yang keberadaannya dalam tubuh masih belum diketahui manfaatnya, bahkan bersifat toksik, seperti Hg, Cd, Pb, Cr, dan lain-lain (Widowati et al., 2008).

(5)

Logam-logam berat yang terlarut dalam badan perairan, pada konsentrasi tertentu dan berubah fungsi menjadi sumber racun bagi kehidupan perairan. Meskipun daya racun yang ditimbulkan oleh satu jenis logam berat terhadap semua biota perairan tidak sama, namun kehancuran dari satu kelompok dapat menjadikan terputusnya satu mata rantai kehidupan. Pada tingkat lanjut, keadaan tersebut tentu saja dapat menghancurkan satu tatanan ekosistem perairan.

Ada banyak faktor yang mempengaruhi daya racun dari logam-logam berat yang terlarut dalam badan perairan. Dari sekian banyak faktor yang menjadi penentu dari daya racun yang ditimbulkan oleh logam-logam berat terlarut, ada 4 faktor yang sangat penting, faktor-faktor tersebut adalah :

1. Bentuk logam dalam air, logam dalam bentuk senyawa organik atau senyawa anorganik.

2. Keberadaan logam-logam lain, adanya logam-logam lain dalam badan perairan dapat menyebabkan logam-logam tertentu menjadi sinergis atau sebaliknya.

3. Fisiologis dari biota (organisme).

4. Kondisi biota, berkaitan dengan fase-fase kehidupan yang dilalui oleh biota dalam hidupnya (Palar, 2008).

2.2.3. Nilai Toksisitas Dan Bahaya Dari Logam Berat

Faktor yang mempengaruhi daya racun dari logam berat dalam air tergantung dari bentuk senyawa logam berat tersebut, baik dalam bentuk organik maupun anorganik, maupun bentuk metal dan adanya logam lain. Pada umumnya senyawa organik lebih bersifat racun daripada bentuk senyawa anorganik. Misalnya senyawa metil merkuri, alkil Pb lebih beracun daripada bentuk Hg dan Pb anorganik (Harahap, 1991).

(6)

lingkungan perairan seperti pH, kesadahan, suhu, salinitas juga turut mempengaruhi toksisitas logam berat. Penurunan pH menyebabkan toksisitas logam berat semakin besar. Kesadahan dapat mengurangi toksisitas logam berat, karena logam berat dalam air dengan kesadahan tinggi akan membentuk senyawa kompleks yang mengendap dalam air (Hutagalung, 1984).

2.2.4. Jenis Logam Berat

Adapun logam berat yang berbahaya adalah Plumbum atau Timbal (Pb) dan Cadmium (Cd):

1. Timbal (Pb)

Timbal (Pb) atau dalam sehari-hari dikenal sebagai timah hitam adalah logam lunak berwarna coklat kehitaman dan mudah dimurnikan. Logam ini termasuk ke dalam kelompok logam-logam golongan IV-A pada Tabel Periodik unsur kimia mempunyai nomor atom (NA) 82 dengan bobot atau berat atom (BA) 207,2 (Palar, 2008). Unsur Pb digunakan dalam bidang industri modern sebagai bahan pembuatan pipa air yang tahan terhadap korosi. Pigmen Pb digunakan sebagai pembuatan cat, baterai, dan campuran bahan bakar bensin tetraetil (Herman, 2006). Logam timbal di bumi jumlahnya sangat sedikit, yaitu 0,0002% dari jumlah kerak bumi bila dibandingkan dengan jumlah kandungan logam lainnya yang ada di bumi( Palar, 1994).

Timbal (Pb) adalah logam yang mendapat perhatian karena bersifat toksik melalui konsumsi makanan, minuman, udara, air, serta debu yang tercemar Pb. Intoksikasi Pb bisa terjadi melalui jalur oral, lewat makanan, minuman, pernafasan, kontak lewat kulit, kontak lewat mata, serta lewat parenteral (Riyadina, 1997). Menurut Widowati et al., 2008 Pencemaran Pb berasal dari emisi gas buangan kenderaan bermotor, dapat pula berasal dari buangan industri metalurgi, seperti korosi lead bearing alloys, pembakaran batu bara, asap pabrik yang mengolah alkil-Pb, serta Pb-oksida.

(7)

pearairan melalui pengkristalan Pb di udara dengan bantuan air hujan, proses korosifikasi dari batuan mineral akibat hempasan gelombang dan angin. Sebagai dampak dari aktivitas manusia ada berbagai macam bentuk, seperti air buangan (limbah) dari industri yang berkaitan dengan Pb, air buangan pertambangan, buangan sisa industri baterai (Palar, 2008). Apabila jumlah Pb yang ada dalam perairan melebihi konsentrasi yang semestinya dapat mengakibatkan kematian bagi biota perairan tersebut.

2. Kadmium (Cd)

Logam Cd atau cadmium adalah logam yang lunak, ductile, berwarna putih sepaerti perak dan mempunyai penyebaran yang sangat luas di alam. Logam ini akan kehilangan kilapnya bila berada dalam udara yang basah atau lembab serta akan cepat mengalami kerusakan bila dikenai oleh uap ammonia (NH3) dan sulfur hidroksida (SO2). Hanya satu jenis mineral cadmium di alam, yaitu mineral greennockite (CdS) yang selalu ditemukan bersamaan dengan mineral spalerite

(ZnS). Logam kadmium sangat banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari, seperti sebagai bahan “stabilisasi’, sebagai bahan pewarna dalam industri plastik dan pada electroplating. Sebagian digunakan untuk solder, pesawat terbang, baterai, peluru, dan sebagainya. Penggunaan Cd dan persenyawaannya ditemukan dalam industri pencelupan, fotografi, pengolahan roti, pengolahan ikan, pengolahan minuman, dan lain-lain.

2.2.4.1. Dampak Negatif Logam Berat Bagi Kesehatan

Dampak negatif dari logam Pb dan Cd terhadap manusia jika dikonsumsi dalam jumlah yang besar dan waktu yang lama, antara lain :

1. Timbal (Pb)

(8)

atau feses karena sebagian terikat oleh protein, sedangkan sebagian lagi terakumulasi dalam ginjal, hati, kuku, jaringan lemak,dan rambut. Toksisitas Pb bersifat kronis dan akut, hal ini bisa terjadi jika Pb masuk ke dalam tubuh seseoarang melalui makanan atau menghirup gas Pb dalam waktu yang relatif pendek dengan dosis atau kadar yang relatif tinggi. Gejala-gejala akibat paparan Pb secara akut antara lain gangguan gastrointestinal, gangguan neurologi, gangguan fungsi ginjal, oliguria, dan gagal ginjal. Logam Pb (timbal) bisa merusak jaringan saraf, fungsi ginjal, menurunnya kemampuan belajar, dan membuat anak-anak bersifat hiperaktif, sistem reproduksi, sistem endokrin, jantung, gangguan pada otak anak-anak yang mengakibatkan anak mengalami gangguan kecerdasan dan mental (Widowati et al., 2008).

2. Kadmium (Cd)

Keracunan kadmium bisa bersifat kronis dan akut, paparan Cd secara akut bisa menyebabkan nekrosis pada ginjal dan paparan yang lebih lama berlanjut dengan terjadinya proteinuria. Sedangkan toksisitas kronis Cd dapat merusak sisitem fisiologis tubuh, antara lain system urinaria, system respirasi, system sirkulasi, jantung, system saraf, kerapuhan tulang (osteoporosis). Kadmium terabsorpsi lewat pencernaan, sehingga menyebabkan mual, muntah, diare, sakit perut, dan rejan. Inhalasi Cd menyebabkan demam, batuk, gelisah, sakit kepala, dan nyeri perut.

2.3. Bioindikator Pencemaran Logam Berat

(9)

1. Organisme harus sensitif terhadap material beracun dan perubahan lingkungan. 2. Penyebarannya luas dan mudah didapat dalam jumlah yang banyak.

3. Mempunyai arti ekonomi, rekreasi dan kepentingan ekologi baik secara daerah maupun nasional.

4. Mudah dipelihara dalam laboratorium.

5. Mempunyai kondisi yang baik, bebas dari penyakit dan parasit. 6. Sesuai untuk kepentingan uji hayati (Widowati et al., 2008).

Kemampuan biota air mengakumulasi logam esensial dan non esensial secara biologis sudah terbentuk dengan baik. Jenkins (1980) melaporkan bahwa terdapat biokonsentrasi dan bio-akumulasi beberapa logam di dalam tumbuhan dan hewan. Ikan dapat menunjukkan reaksi terhadap perubahan fisik air maupun terhadap adanya senyawa pencemar terlarut dalam batas konsentrasi tertentu. Reaksi ini dapat ditunjukkan dalam percobaan di laboratorium, di mana terjadi perubahan aktifitas pernafasan yang besarnya perubahan diukur atas dasar irama membuka dan menutupnya rongga “Buccal” dan ofer kulum. Menurut Wright (1978) dan Philips (1980), faktor kepekatan (Perbandingan kepekatan logam pada hewan, µg/kg, terhadap air sekeliling, µg/L) untuk beragam jenis makhluk air berkisar antara 102 dan 106.

2.3.1. Biologi Ikan Batak (Neolissochillus sumatranus) Adapun sistematika dari ikan batak adalah sebagai berikut :

Kerajaan : Animalia Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii Ordo : Cypryniformes Family : Cyprynidae

Genus : Neolissochillus, Tor

(10)

Menurut Kottelat et al., (1993) adapun ciri-ciri yang dimiliki ikan batak adalah sebagai berikut :

1. Neolissochillus sumatranus memiliki lebar badan 3,1-3,5 kali lebih pendek dari panjang standar yaitu 7-8, sisik di depan sirip punggung, 4 baris pori-pori (masing-masing memiliki tubus yang keras) pada masing-masing sisi moncong dan di bawah mata, alur dari bagian belakang sampai ke bibir bawah terputus di bagian bawah. Penyebarannya meliputi Sumatera.

Gbr 2.1. Neolissochillus sumatranus

2. Tor douronensis memiliki cuping berukuran sedang pada bibir bawah tidak mencapai sudut mulut, bagian terakhir jari-jari terakhir sirip punggung yang mengeras panjangnya sama dengan panjang kepala tanpa moncong. Penyebarannya meliputi tanah Sunda dan Indocina.

Gbr 2.2. Tor douronensis

3. Tor soro, sirip dubur lebih pendek daripada sirip punggung dan bibir bawah tanpa celah ditengah. Penyebarannya meliputi Sumatera, Jawa, Malaya, Burma, Thailand, dan Indochina.

(11)

4. Tor tambroides, memiliki cuping di pertengahan bibir bawah yang mencapai ujung mulut. Penyebarannya meliputi Sumatera, Borneo, Jawa, Burma, Thailand, dan Laos.

Gbr 2.4. Tor tambroides

2.4. Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)

Spektrofotometer Serapan Atom adalah suatu metode pengukuran kuantitatif suatu unsur yang terdapat dalam cuplikan berdasarkan penerapan cahaya pada panjang gelombang tertentu oleh atom-atom dalam bentuk gas dalam keadaan dasar. Prinsip pada absorpsi cahaya oleh atom, Atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada unsurnya. Cahaya pada panjang gelombang tertentu mempunyai cukup energi untuk mengubah tingkat elektron suatu atom. Transisi elektron suatu unsur bersifat spesifik. Dengan absorpsi energi, berarti memperoleh lebih banyak energi, suatu atom pada keadaan dasar akan tereksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi (Khopkar, 2003).

Menurut Vogel (1978) pembentukan atom-atom logam gas dalam nyala dapat terjadi bila suatu larutan sampel yang mengandung logam dimasukkan ke dalam nyala. Peristiwa yang terjadi secara singkat setelah sampel dimasukkan ke dalam nyala adalah :

1. Penguapan pelarut yang meninggalkan residu padat

2. Perubahan zat padat dengan disosiasi menjadi atom-atom penyusunnya, yang mula-mula akan berada dalam keadaan dasar

(12)

Metode spektrofotometri Serapan Atom mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan metode spektrofotometri nyala. Pada metoda spektrofotometri nyala, emisi tergantung pada sumber eksitasi. Bila eksitasi dilakukan secara termal maka hal ini bergantung pada temperatur sumber. Selain itu eksitasi termal tidak selalu spesifik, dan eksitasi secara secara serentak pada berbagai jenis logam dalam suatu sampel dapat saja terjadi. Pada metode Spektrofotometri Serapan Atom, perbandingan banyaknya atom yang tereksitasi terhadap atom yang berada pada tingkat dasar harus cukup besar, karena metode serapan atom hanya tergantung pada perbandingan ini dan tidak bergantung pada nyala. Metode serapan sangatlah spesifik, logam–logam yang menbentuk campuran kompleks dapat dianalisis dan selain itu tidak selalu diperlukan sumber energi yang besar. Ini tidak berarti bahwa faktor suhu pada Spektrofotometri Serapan Atom tidak diperlukan pengontrolan, karena walaupun pengukuran absorban atom-atom di dalam nyala tidak dipengaruhi oleh suhu nyala secara langsung, tetapi secara tidak langsung suhu nyala tersebut berpengaruh juga terhadap absorban (Khopkar, 2002).

Adapun keuntungan penggunaan metode spektrofotometer serapan atom (SSA) adalah sebagai berikut :

1. Metode analisis (SSA) dapat menentukan hampir keseluruhan unsur logam. 2. Metode analisis (SSA) dapat menentukan logam dalam skala kualitatif

karena lampunya 1 (satu) untuk setiap 1 logam.

3. Analisis unsure logam langsung dapat ditentukan walau sampel dalam bentuk campuran.

4. Analisis unsur logam dengan SSA didapat hasil kuantitatif.

5. Analisis dapat diulangi beberapa kali, dan akan selalu di peroleh hasil yang sama

2.5. Faktor Fisika Kimia Perairan

(13)

biotik. Faktor yang mempengaruhi ekosistem ini ada yang merugikan dan ada yang menguntungkan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, selain melakukan pengamatan terhadap faktor biotik, perlu juga dilakukan pengamatan terhadap faktor abiotik, sehingga diperoleh suatu gambaran tentang kualitas suatu perairan.

2.5.1 Parameter Fisika 2.5.1.1 Temperatur

Dibandingkan dengan udara, air mempunyai kapasitas panas yang lebih tinggi. Untuk memanaskan sebanyak 1 kg air dari 15 0C menjadi 160C. Dalam setiap penelitian air, pengukuran temperatur mutlak dilakukan. Hal ini dikarenakan karena kelarutan berbagai jenis gas didalam air serta semua aktivitas biologis-fisiologis didalam ekosistem air sangat dipengaruhi oleh temperatur. Menurut hukum VAN’ HOFFS, kenaikan temperatur sebesar 100C (hanya pada kisaran temperatur yang masih ditoleri) akan meningkatkan laju metabolisme dari organisme sebesar 2-3 kali lipat.

2.5.1.2. Intensitas Cahaya Matahari

(14)

2.5.1.3. Kecerahan

Kedalaman penetrasi cahaya yang merupakan kedalaman dimana produksi fitoplankton masih dapat berlangsung, bergantung pada beberapa faktor, antara lain absorbsi cahaya oleh air, panjang gelombang cahaya, kecerahan air, pemantulan cahaya oleh permukaan laut, lintang geografik dan musim (Nybakken, 1992). Intensitas cahaya matahari mempengaruhi produktivitas primer, hasil perubahan energi cahaya matahari menjadi energi kimia dapat diperoleh melalui proses fotosintesis oleh tumbuhan hijau. Proses fotosintesa sangat tergantung pada intensitas cahaya matahari, konsentrasi CO2, oksigen terlarut dan temperatur perairan. Oleh karena itu tumbuhan hijau sangat tergantung pada kecerahan suatu perairan karena mempengaruhi proses fotosintesis. Kedalaman penetrasi cahaya akan berbeda pada setiap ekosistem air yang berbeda. Bagi organisme air, intensitas cahaya berfungsi sebagai alat orientasi yang akan mendukung kehidupan organisme tersebut dalam habitatnya (Barus, 2004).

2.5.1.4. Arus

Pada perairan lotik maupun lentik arus mempunyai peranan yang sangat penting, hal ini berhubungan dengan penyebaran organisme, gas-gas terlarut, dan mineral yang terdapat di dalam air. Kecepatan aliran air akan bervariasi secara vertikal. Arus air pada perairan lotik umumnya bersifat turbulen, yaitu arus air yang bergerak ke segala arah sehingga air akan terdistribusi ke seluruh bagian dari perairan tersebut (Barus, 2004).

2.5.2 Parameter Kimia 2.5.2.1pH

(15)

sangat membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi (Baur 1987, Brakke et al. 1992, Brehm & meuering 1990 dalam Barus, 2004).

2.5.2.2. Oksigen terlarut (DO = Disolved Oxygen)

Oksigen terlarut merupakan hal terpenting di dalam ekosistem air, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian besar organisme air. Umumnya kelarutan oksigen dalam air sangat terbatas. Apabila oksigen dalam bentuk terlarut, disebut keadaan aerob, apabila terdapat dalam bentuk tidak terlarut tetapi berikatan dengan unsur lain seperti NO2 dan NO3 disebut keadaan anoksik, sedangkan apabila tidak terdapat sama sekali oksigen dalam air, baik yang terlarut maupun yang membentuk ikatan denagan unsur lain disebut keadaan anaerob. Kelarutan oksigen di dalam air sangat dipengaruhi terutama oleh faktor temperatur dan jumlah garam terlarut dalam air.

2.5.2.3. BOD5 (Biological Oxygen Demand)

Nilai BOD menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme aerobik dalam proses penguraian senyawa organik yang diukur pada temperatur 200C. Pengukuran yang umum dilakukan adalah selama 5 hari atau BOD5. (Forstner, 1990 dalam Barus, 2004). Angka BOD yang tinggi menunjukkan terjadinya pencemaran organik di perairan. Brower et al dalam Barus, (2004) menyatakan nilai BOD5 menunjukkan kualitas suatu perairan masih tergolong baik apabila konsumsi O2 selama 5 hari berkisar sampai 5 mg/l.

2.5.2.4. Kandungan Nitrat dan Fosfat

(16)

menjadi nitrit dilakukan oleh bakteri jenis Nitrosomonas, nitrit dioksidasi menjadi nitrat oleh bakteri Nitrobacter.

NH4 (Amonium) + O2 NO2 (Nitrit) Nitrosomonas

NO2 (Nitrit) + O2 NO3 (Nitrat) Nitrobacter

Proses oksidasi tersebut akan menyebabkan konsentrasi oksigen terlarut semakin berkurang, terutama musim kemarau saat hujan sangat sedikit, dimana volume air di sungai menjadi rendah. Tingginya temperatur dan apabila volume limbah tidak berkurang akan menyebabkan laju oksidasi tersebut meningkat tajam. Keadaan ini bisa mengakibatkan konsentrasi oksigen menjadi sangat rendah sehingga menimbulkan kondisi yang kritis bagi organisme air (Barus, 2004).

Referensi

Dokumen terkait

Peningkatan prestasi belajar siswa kelas eksperimen dengan pemberian tugas membuat Peta Konsep disebabkan karena siswa dapat melihat gambaran materi secara ringkas dan

Oleh karena itu di era desentralisasi fiskal ini pemerintah pusat memberikan skema bantuan transfer kepada daerah dalam bentuk dana perimbangan pusat daerah yang terdiri dari

Sistem ini dapat menerima input data calon debitur, melakukan konversi data berdasarkan kriteria ke bilangan crisp , melakukan perhitungan normalisasi,

Kemudian ditemukannya kejanggalan dalam salah satu proses penyelesaian kasus Erisman, dimana Erisman dituntut melanggar kode etik anggota DPRD Padang karena terbukti

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji konsep pemasaran tentang bauran pemasaran dalam meningkatkan kinerja pemasaran, studi kasus ini dilakukan pada

Dalam tahap ini mencakup langkah- langkah sebagai berikut (1) Model pengembangan (desain produk), (2) Validasi desain, (3) Revisi desain, Hasil penelitian mengenai

berinteraksi dan memberikan ruang yang luas kepada masyarakat/komite sekolah untuk ikut dalam perumusan program lanjutan yang telah direncanakan oleh kepala