• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kerang Bulu (Anadara Inflata) Sebagai Bioindikator Pencemaran Logam Berat Timbal (Pb) Dan Cadmium (Cd) Di Muara Sungai Asahan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kerang Bulu (Anadara Inflata) Sebagai Bioindikator Pencemaran Logam Berat Timbal (Pb) Dan Cadmium (Cd) Di Muara Sungai Asahan"

Copied!
136
0
0

Teks penuh

(1)

KERANG BULU (Anadara inflata) SEBAGAI BIOINDIKATOR

PENCEMARAN LOGAM BERAT TIMBAL (Pb) DAN

CADMIUM (Cd) DI MUARA

SUNGAI ASAHAN

T E S I S

Oleh

ERNAWATI

087030007

PROGRAM STUDI MAGISTER BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

KERANG BULU (Anadara inflata) SEBAGAI BIOINDIKATOR

PENCEMARAN LOGAM BERAT TIMBAL (Pb) DAN

CADMIUM (Cd) DI MUARA

SUNGAI ASAHAN

T E S I S

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Oleh

ERNAWATI

087030007

PROGRAM STUDI MAGISTER BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Penelitian : KERANG BULU (Anadara inflata) SEBAGAI

BIOINDIKATOR PENCEMARAN LOGAM BERAT TIMBAL (Pb) DAN CADMIUM (Cd) DI MUARA SUNGAI ASAHAN

Nama : ERNAWATI

NIM : 087030007

Program Studi : PASCASARJANA BIOLOGI

Mengetahui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ing. Ternala A. Barus M.Sc Prof.Dr. Syafruddin Ilyas M.BioMed

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan FMIPA

Prof.Dr.Dwi Suryanto, MSc Dr.Sutarman, M.Sc

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 14 Agustus 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ing. Ternala A. Barus M.Sc

Anggota : 1. Prof. Dr. Syafruddin Ilyas M.BioMed

(5)

PERNYATAAN

KERANG BULU (Anadara inflata) SEBAGAI BIOINDIKATOR PENCEMARAN LOGAM BERAT TIMBAL (Pb) DAN

CADMIUM (Cd) DI MUARA SUNGAI ASAHAN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Agustus 2010 Penulis

Ernawati

(6)

PENGHARGAAN

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah

melimpahkan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan

penelitian yang berjudul “Kerang Bulu (Anadara Inflata) Bioindikator

Pencemaran Logam Berat Timbal (Pb) Dan Cadmium (Cd) Di Perairan Muara

Asahan”. Dibuat sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan pada

Program Studi Magister Biologi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Medan.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ing. Ternala

Alexander Barus, M.Sc sebagai Dosen Pembimbing I dan Prof. Dr. Syafruddin Ilyas

M.Bio.Med selaku Dosen Pembimbing II Penulis yang telah banyak memberikan

arahan dan bimbingan selama penulis melaksanakan penelitian sampai selesainya

penyusunan hasil penelitian ini.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof.Dr.Retno Widhiastuti, M.Si, sebagai Dosen Penguji yang telah memberikan

arahan dan masukan dalam penyempurnaan penyusunan hasil penelitian ini.

2. Dr.Suci Rahayu, M.Sc, sebagai Dosen Penguji yang telah memberikan arahan

dan masukan dalam penyempurnaan penyusunan hasil penelitian ini.

3. Prof.Dr.Dwi Suryanto, M.Sc., sebagai Ketua Program Studi Magister Biologi

(7)

4. Gubernur Provinsi Sumatera Utara dan Kepala Bapeda Sumatera Utara yang telah

memberikan beasiswa S2 kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan

Studi S2.

5. Bapak Drs. Agus Ismadi Kuncoro, sebagai Kepala SMAN 5 Binjai yang telah

memberikan dukungannya bagi penulis.

6. Suamiku (Mukhlizar Mukhtar), Ayahanda dan Ibunda terkasih (Imran Hadi dan

Almh.Dahwiah Alwi) dan anak-anakku tercinta (Hilman, Yudha, dan Luthfi)

serta saudara-saudaraku tersayang (Danial, Alisan, Iwan, Eli, Juhri, Fitri dan

Minah) yang telah memberiku doa dan dukungannya.

7. Teman-teman dalam tim penelitian yang telah banyak memberikan motivasi dan

dukungannya dalam penyelesaian tesis ini.

Akhir kata semoga Allah SWT memberikan rahmatNya dalam kita mengejar

ilmu dan semoga penelitian ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Agustus 2010

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Teluk Nibung Tanjung Balai Asahan pada tanggal 25 Maret

1969. Anak Kedua dari Tujuh bersaudara dari pasangan Ayahanda Imran Hadi dan

Ibunda Dahwiah Alwi. Menikah pada tanggal 9 Februari 1992 dengan Drs.

Mukhlizardi Mukhtar, anak keempat dari enam bersaudara dari pasangan Bapak

Mukhtar (Alm.) dan Ibu Nursilam (Alm.). Telah dikaruniai 3 orang putra-putri :

M.Hilman Zarkasih, M.Yudha, dan Luthfi Lizardi.

Adapun riwayat pendidikan penulis :

1. SD Negeri Pematang Pasir Tanjung Balai Asahan Tahun 1983

2. SMP Negeri 1 Tanjung Balai Asahan Tahun 1986

3. SMA Negeri 1 Tanjung Balai Asahan Tahun 1989

4. D3 Jurusan Kependidikan Biologi FMIPA USU Tahun 1992.

5. S1 Jurusan Biologi FMIPA UNIMED Pada tahun 1997

6. S2 Tahun 2008 mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan Program Magister

(S2) di Program Studi Biologi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

dengan beasiswa dari Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.

Riwayat Pekerjaan

1. Tahun 1993 diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil di SMA Negeri 1 Gebang

Kabupaten Langkat.

2. Tahun 2000 pindah tugas ke SMA Negeri 5 Binjai dan bertugas di sekolah

(9)

ABSTRAK

KERANG BULU (Anadara inflata) SEBAGAI BIOINDIKATOR

PENCEMARAN LOGAM BERAT TIMBAL (Pb) DAN CADMIUM

(Cd) DI MUARA SUNGAI ASAHAN

Muara Sungai Asahan adalah kawasan yang mendapat pengaruh langsung

aliran massa air dari Sungai Asahan yang berasal dari Danau Toba dan perairan Laut Selat Malaka. Berbagai aktivitas masyarakat di perairan tersebut dapat mempengaruhi kualitas perairan termasuk logam beratnya.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kandungan logam berat Pb dan Cd pada daging kerang bulu (Anadara inflata), air dan sedimen. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2009 di muara Sungai Asahan. Pengamatan dilakukan pada 3 stasiun dengan masing-masing 3 ulangan. Stasiun 1 lokasinya di mulut muara, stasiun II 4 mil lepas pantai, dan stasiun III 5 mil lepas pantai. Metode yang digunakan untuk pengambilan sampel adalah ”Purpossive Random Sampling”.

Analisa kandungan logam berat Timbal (Pb) dan Cadmium (Cd) dilakukan di

Laboratorium Bapedalda Sumatera Utara dengan menggunakan alat AAS (Atomic

Absorption Spectrophotometer) tipe Shimadzu, series AA.6200 dengan batas deteksi Cd≥0,004 ppm, Pb≥0,01 ppm.

Hasil pengukuran kandungan logam berat Pb daging kerang bulu (Anadara inflata) rata-rata 0,0021-0,0187 ppm, kandungan logam berat Cd daging kerang bulu (Anadara inflata) rata-rata 0,0049-0,0146 ppm. Nilai konsentrasi logam berat Pb dan Cd daging kerang bulu belum melebihi batas baku mutu yang ditetapkan oleh Keputusan Dirjen Pom No.03725/B/SK/VII/1989 sebesar 2 ppm Pb dan 0,2 ppm Cd.

Nilai konsentrasi Pb dalam badan air rata-rata 0,0027-0,0065 ppm, kandungan Cd dalam badan air rata-rata 0,0076-0,0264 ppm. Nilai konsentrasi logam berat Pb dalam badan air belum melebihi batas baku mutu air air laut untuk biota laut yang ditetapkan Kep.Men LH No.51/2004 sebesar 0,008 ppm Pb dan 0,001 ppm Cd. Nilai konsentrasi Pb pada sedimen rata-rata 0,0403-0,0569 ppm sedangkan nilai konsentrasi logam Cd pada sedimen rata-rata 0,0120-0,0384 ppm. Nilai konsentrasi kandungan logam berat Pb dan Cd dalam sedimen masih dibawah batas alamiah yang telah direkomendasikan oleh Reseau National d’Observation (RNO, 1981 dalam

Ahmad, 2009) sebesar 10-70 ppm Pb dan 0,1-2 ppm Cd.

(10)

ABSTRACT

COCKLE SHELL (ANADARA INFLATE) AS BIO-INDICATOR

IN POLLUTED HEAVY METAL (PB) AND

CADMIUM (CD) ON MOUTH RIVER OFASAHAN

The Asahan river’s mouth is an area got directly influence in massive flowing of water from Asahan River sourced from Danau Toba and Malacca Strait’s sea waters. Variously activities of community on that waters can influence the quality of waters including its heavy metal.

The objective of this study is to know the content of heavy metal Pb and Cd on the flesh of cockle shell (Anadara inflate), water and sediment. This study was conducted on August 2009 on Asahan River’s mouth. The survey was done on 3 stations with 3 repetitions of each. Station I located on the end of mouth, station II 4 miles seashore, and station III of 5 miles seashore. The method used in taking the sample known as purposive random sampling.

To analyze the content of its heavy metal (Pb) and Cadmium (Cd) was completed on Laboratory of Bapedalda Sumatera Utara adopting the Atomic Absorption Spectrophotometer type Shimadzu, series AA.6200 with detection limit Cd ≥ 0.004 ppm, Pb ≥ 0.01 ppm.

The assessment to the content of heavy metal Pb on flesh of cockle shell (Anadara inflate) resulted average 0.0021-0.0187 ppm, content of heavy metal Cd on the flesh is average 0.0049-0.0146 ppm. The concentrated rate of heavy metal Pb and Cd the flesh do not exceed yet limit of quality standard as defined by government decree Dirjen POM No.03725/B/SK/VII/1989 with 2 ppm Pb and 0.2 ppm Cd.

The concentrated rate Pb within water body average 0.0027-0.0065 ppm, the content CD within water body average 0.0076-0.0264 ppm. The concentrated rate of heavy metal Pb within water body do not exceed limit of quality standard on sea water for marine biota as defined by government decree Kep.Men LH No.51/2004 of 0.008 ppm Pb and 0.001 ppm Cd. The concentrated rate of Pb on sediment average 0.0403-0.0569 ppm whereas the concentrated rate of Cd metal on sediment average of 0.0120-0.0384 ppm. The concentrated rate of content heavy metal Pb and Cd in

sediment is still underestimate as has been recommended by Reseau National

d’Observation (RNO, 1981 in Ahmad, 2009) of 10-70 ppm Pb and 0.1-2 ppm Cd.

(11)

DAFTAR ISI

2.1.1 Pengertian Logam Berat... 9

2.1.2 Karakteristik Logam berat... 10

2.1.3 Dampak Negatif Logam Berat Bagi Manusia... 13

2.2 Kasus Pencemaran Logam Berat Di Indonesia... 15

2.3 Pencemaran Logam Berat Pada Wilayah Pesisir ... 16

2.4 Sumber Logam Berat Pb dan Cd di Perairan ... 20

2.5 Bioindikator Pencemaran Logam Berat ... 22

2.6 Biologi Kerang Bulu (Anadara inflata) ... 24

2.7 Spektroskopi Serapan Atom (SSA)... 27

2.8 Faktor Fisik Kimia Perairan ... 28

3.5 Metode Pengambilan Sampel... 34

3.5.1 Kerang Bulu (Anadara inflata) ... 34

3.5.2 Air ... 35

(12)

3.6 Pengukuran Faktor Fisika, Kimia, dan Biologi Perairan ... 36

3.7  Analisis data ... 39

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41

4.1 Kandungan Logam Berat pada Daging Anadara inflata ... 41

4.1.1 Timbal (Pb) ... 41

4.1.2 Cadmium (Cd)... 45

4.2 Kandungan Logam Berat Dalam Badan Air ... 48

4.2.1 Timbal (Pb) ... 48

4.2.2 Cadmium (Cd)... 52

4.3 Kandungan Logam Berat Dalam Sedimen Di Perairan Muara Sungai Asahan ... 57

4.3.1 Timbal (Pb) ... 57

4.3.2 Cadmium (Cd)... 60

4.4 Korelasi Antara Pb atau Cd Daging Kerang dengan Pb atau Cd Air dan Sedimen pada Stasiun I, II, dan III ... 64

4.4.1 Korelasi Antara Pb atau Cd Daging Kerang dengan Pb atau Cd Air dan Sedimen pada Stasiun I ... 64

4.4.2 Korelasi Antara Pb atau Cd Daging Kerang dengan Pb atau Cd Air dan Sedimen pada Stasiun II ... 66

4.4.3 Korelasi Antara Pb atau Cd Daging Kerang dengan Pb atau Cd Air dan Sedimen pada Stasiun III... 69

4.4.4 Korelasi Antara Pb atau Cd Daging Kerang dengan Pb atau Cd Air dan Sedimen pada Stasiun I, II Dan III... 71

4.5 Faktor Fisika Kimia Perairan Muara Sungai Asahan ... 72

4.5.1 Temperatur (Suhu) ... 73

4.5.2 Kecerahan (Penetrasi Cahaya) ... 74

4.5.3 Padatan Tersuspensi Total (TSS) ... 75

4.5.4 Kandungan Organik Substrat (KO Substrat) ... 76

4.5.5 Tipe Substra ... 77

4.5.6 Derajat Keasaman (pH) atau Konsentrasi ion Hidrogen... 78

4.5.7 Salinitas ... 79

4.5.8 Kebutuhan Oksigen Kimia (COD)... 80

(13)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

2.1. Kadar Normal dan Kadar Maksimum Logam Berat yang Masuk

ke Lingkungan Laut ... 19 2.2 Indikator Biologi dan Jenis-jenis Indikator... 24 3.1. Alat dan Bahan yang Digunakan dalam Penelitian... 34 3.2. Alat dan Satuan yang dipergunakan dalam Pengukuran Faktor

Fisika/Kimia dan Biologi Perairan ... 39

4.1. Hasil Analisa Kandungan Logam Pb pada Daging Kerang Bulu

(Anadara inflata)... 41 4.2. Hasil Analisa Kandungan Logam Berat Cd di Dalam Daging

Kerang Bulu (Anadara inflata) ... 45 4.3 Kandungan Kadmium (Cd) dalam Beberapa Jenis Air Buangan... 48 4.4. Hasil Analisa Konsentrasi Logam Pb (ppm) dalam Badan Air di

Perairan Muara Sungai Asahan ... 49 4.5. Perbandingan Logam Berat Timbal (Pb) ppm Dalam Perairan

Muara Sungai Asahan dan Perairan lain di Indonesia ... 51 4.6. Hasil Analisa Konsentrasi Logam Cd (ppm) dalam Badan Air di

Perairan Muara Sungai Asahan... 52 4.7. Persentase Kandungan Cd yang Masuk ke Teluk New York ... 53 4.8. Perbandingan Kadar Logam Berat Cadmium dalam Air Laut di

Perairan Muara Sungai Asahan dan Perairan lain di Indonesia ... 54 4.9 Hasil Pengukuran Kadar Logam Berat Pb dalam Sedimen di

Perairan Muara Sungai Asahan... 57 4.10 Perbandingan Kadar Logam Berat Timbal (Pb) ppm dalam

Sedimen di Perairan Muara Sungai Asahan dengan Perairan lain

di Indonesia ... 60 4.11 Hasil Pengukuran Kadar Logam Berat Cd dalam Sedimen di

Perairan Muara Sungai Asahan... 61 4.12 Perbandingan Kadar Cd di Perairan Muara Sungai Asahan

dengan Perairan di Indonesia lainnya ... 63 4.13 Korelasi Antara Pb atau Cd Daging Kerang Dengan Pb atau Cd

Air dan Sedimen pada Stasiun I ... 64 4.14 Korelasi Antara Pb atau Cd Daging Kerang Dengan Pb atau Cd

Air dan Sedimen pada Stasiun II... 67 4.15 Korelasi Antara Pb atau Cd Daging Kerang Dengan Pb atau Cd

Air dan Sedimen pada Stasiun III ... 69 4.16. Nilai Rata-rata Parameter Fisika Kimia Perairan pada Masing-

(14)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

A. Prosedur Analisa Logam Berat Pb dan Cd Dalam Kerang Bulu

(Anadara inflata)... 93

B. Prosedur Analisa Logam Berat (Terlarut) Pb dan Cd dalam Contoh Air 94 C. Prosedur Analisa Pb dan Cd dalam sedimen... 95

D. Surat Hasil Uji dan Analisis Logam Pb, Cd pada kerang, Air dan Sedimen dengan Uji AAS dari Laboratorium Bapedalda Sumatera Utara ... 96

E. Surat Hasil Analisis Substrat Organik, COD, TDS, dan TSS Puslit Sumatera Utara ... 97

F. Kepmen KLH No.51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut ... 98

G. Bagan Kerja Metode Winkler Untuk Mengukur Kelarutan Oksigen (DO) ... 100

H. Bagan Kerja Metode Winkler Untuk Mengukur BOD5... 101

I. Bagan Kerja Pengukuran COD dengan Metode Refluks ... 102

J. Bagan Kerja Untuk Mengukur Kadar Organik Substrat ... 103

K. Peta Lokasi Penelitian ... 104

L. Foto Stasiun Penelitian... 105

M. Alat Penangkap Kerang... 107

N. Foto Alat AAS (Atomic Absorbtion Spectrophotometer) Tipe Shimadzu, Series AA 6200 ... 108

O. Foto Alat Eeckman Grab ... 109

(16)

ABSTRAK

KERANG BULU (Anadara inflata) SEBAGAI BIOINDIKATOR

PENCEMARAN LOGAM BERAT TIMBAL (Pb) DAN CADMIUM

(Cd) DI MUARA SUNGAI ASAHAN

Muara Sungai Asahan adalah kawasan yang mendapat pengaruh langsung

aliran massa air dari Sungai Asahan yang berasal dari Danau Toba dan perairan Laut Selat Malaka. Berbagai aktivitas masyarakat di perairan tersebut dapat mempengaruhi kualitas perairan termasuk logam beratnya.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kandungan logam berat Pb dan Cd pada daging kerang bulu (Anadara inflata), air dan sedimen. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2009 di muara Sungai Asahan. Pengamatan dilakukan pada 3 stasiun dengan masing-masing 3 ulangan. Stasiun 1 lokasinya di mulut muara, stasiun II 4 mil lepas pantai, dan stasiun III 5 mil lepas pantai. Metode yang digunakan untuk pengambilan sampel adalah ”Purpossive Random Sampling”.

Analisa kandungan logam berat Timbal (Pb) dan Cadmium (Cd) dilakukan di

Laboratorium Bapedalda Sumatera Utara dengan menggunakan alat AAS (Atomic

Absorption Spectrophotometer) tipe Shimadzu, series AA.6200 dengan batas deteksi Cd≥0,004 ppm, Pb≥0,01 ppm.

Hasil pengukuran kandungan logam berat Pb daging kerang bulu (Anadara inflata) rata-rata 0,0021-0,0187 ppm, kandungan logam berat Cd daging kerang bulu (Anadara inflata) rata-rata 0,0049-0,0146 ppm. Nilai konsentrasi logam berat Pb dan Cd daging kerang bulu belum melebihi batas baku mutu yang ditetapkan oleh Keputusan Dirjen Pom No.03725/B/SK/VII/1989 sebesar 2 ppm Pb dan 0,2 ppm Cd.

Nilai konsentrasi Pb dalam badan air rata-rata 0,0027-0,0065 ppm, kandungan Cd dalam badan air rata-rata 0,0076-0,0264 ppm. Nilai konsentrasi logam berat Pb dalam badan air belum melebihi batas baku mutu air air laut untuk biota laut yang ditetapkan Kep.Men LH No.51/2004 sebesar 0,008 ppm Pb dan 0,001 ppm Cd. Nilai konsentrasi Pb pada sedimen rata-rata 0,0403-0,0569 ppm sedangkan nilai konsentrasi logam Cd pada sedimen rata-rata 0,0120-0,0384 ppm. Nilai konsentrasi kandungan logam berat Pb dan Cd dalam sedimen masih dibawah batas alamiah yang telah direkomendasikan oleh Reseau National d’Observation (RNO, 1981 dalam

Ahmad, 2009) sebesar 10-70 ppm Pb dan 0,1-2 ppm Cd.

(17)

ABSTRACT

COCKLE SHELL (ANADARA INFLATE) AS BIO-INDICATOR

IN POLLUTED HEAVY METAL (PB) AND

CADMIUM (CD) ON MOUTH RIVER OFASAHAN

The Asahan river’s mouth is an area got directly influence in massive flowing of water from Asahan River sourced from Danau Toba and Malacca Strait’s sea waters. Variously activities of community on that waters can influence the quality of waters including its heavy metal.

The objective of this study is to know the content of heavy metal Pb and Cd on the flesh of cockle shell (Anadara inflate), water and sediment. This study was conducted on August 2009 on Asahan River’s mouth. The survey was done on 3 stations with 3 repetitions of each. Station I located on the end of mouth, station II 4 miles seashore, and station III of 5 miles seashore. The method used in taking the sample known as purposive random sampling.

To analyze the content of its heavy metal (Pb) and Cadmium (Cd) was completed on Laboratory of Bapedalda Sumatera Utara adopting the Atomic Absorption Spectrophotometer type Shimadzu, series AA.6200 with detection limit Cd ≥ 0.004 ppm, Pb ≥ 0.01 ppm.

The assessment to the content of heavy metal Pb on flesh of cockle shell (Anadara inflate) resulted average 0.0021-0.0187 ppm, content of heavy metal Cd on the flesh is average 0.0049-0.0146 ppm. The concentrated rate of heavy metal Pb and Cd the flesh do not exceed yet limit of quality standard as defined by government decree Dirjen POM No.03725/B/SK/VII/1989 with 2 ppm Pb and 0.2 ppm Cd.

The concentrated rate Pb within water body average 0.0027-0.0065 ppm, the content CD within water body average 0.0076-0.0264 ppm. The concentrated rate of heavy metal Pb within water body do not exceed limit of quality standard on sea water for marine biota as defined by government decree Kep.Men LH No.51/2004 of 0.008 ppm Pb and 0.001 ppm Cd. The concentrated rate of Pb on sediment average 0.0403-0.0569 ppm whereas the concentrated rate of Cd metal on sediment average of 0.0120-0.0384 ppm. The concentrated rate of content heavy metal Pb and Cd in

sediment is still underestimate as has been recommended by Reseau National

d’Observation (RNO, 1981 in Ahmad, 2009) of 10-70 ppm Pb and 0.1-2 ppm Cd.

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Perairan Bagan Asahan yang terletak pada koordinat 03° 01' 00” LU dan 99°

51' 30” BT perairan tersebut penting di Sumatera Utara. Selain terletak di bibir Selat

Malaka, Bagan Asahan adalah kawasan muara Sungai Asahan, sungai yang berhulu

dari Danau Toba. Sungai Asahan mengalir melewati Kabupaten Tapanuli Utara,

Kabupaten Asahan dan Kota Tanjung Balai. Sejumlah sungai kecil bermuara ke

Sungai Asahan, sehingga semakin mendekati muaranya, debit air Sungai Asahan

makin besar. Lebar Sungai Asahan di kawasan muara sekitar 1 kilometer.

Secara kasat mata, terutama yang terlihat di bagian sungai yang melewati

Kota Tanjung Balai, Sungai Asahan telah tercemar. Air sungai selalu keruh dan

sering pula terlihat tumpahan sisa minyak pelumas tergenang di sungai. Sejumlah

industri di Asahan dan Tanjung Balai, terutama yang terdapat di sepanjang Sungai

Asahan sekitar 10 kilometer sebelum muara, atau persisnya sejak pusat Kota Tanjung

Balai, sisi kiri sungai merupakan tangkahan (pelabuhan pendaratan kapal ikan) yang

setiap hari disinggahi sekitar 1.500 kapal, boat dan sampan nelayan (PT. Pelabuhan

Indonesia 1, 2010).

Di pinggir Sungai Asahan terdapat Pelabuhan Teluk Nibung, yakni pelabuhan

ekspor impor barang dan penumpang tujuan dalam dan luar negeri. Kemudian, di

(19)

letaknya berhadapan langsung dengan pelabuhan negara tetangga Malaysia atau Port

Klang. Pelabuhan tersebut dimanfaatkan untuk pendaratan perahu maupun kapal

nelayan, diantaranya adalah kapal nelayan penangkap kerang.

Tanjung Balai memang dikenal sebagai penghasil kerang bulu (Anadara

inflata) utama di Sumatera Utara, sehingga dikenal dengan sebutan sebagai kota

kerang. Penangkapan kerang dilakukan secara tradisional maupun dengan peralatan

tangkap modern. Hasilnya dijual ke berbagai kota di Sumatera Utara, seperti Medan,

Binjai, Tanah Karo, Pematang Siantar, Kisaran, Rantau Prapat dan Padang

Sidempuan.

Muara Sungai Asahan mendapat pengaruh langsung aliran massa air dari

Sungai Asahan yang berasal dari Danau Toba dan perairan laut Selat Malaka. Di

sepanjang Sungai Asahan banyak terdapat aktivitas manusia antara lain Pembangkit

Listrik Tenaga Uap (PLTU) Asahan, pariwisata, pemukiman, rumah sakit, pabrik es

(cold storange), pabrik kapur, industri tapioka, gudang-gudang penyimpanan barang,

gudang-gudang ikan, tambak udang dan lalu lintas kapal mempunyai potensi

membuang limbah khususnya logam berat ke Sungai Asahan. Perilaku masyarakat

yang cendrung membuang limbah industri, limbah rumah tangga dan minyak sisa

kapal ke Sungai Asahan akan dapat menyebabkan perairan muara Sungai Asahan

tercemar logam berat seperti Kadmium (Cd), Plumbum (Pb).

Menurut Kementrian Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup (1990)

sifat toksisitas logam berat dapat dikelompokan ke dalam 3 kelompok, yaitu bersifat

(20)

toksik sedang terdiri dari unsur-unsur Cr, Ni, dan Co, sedangkan bersifat tosik rendah

terdiri atas unsur Mn dan Fe (PPLH-IPB,1997; Sutamihardja et al., 1982, dalam

Marganof, 2003).

Logam berat berbahaya karena umumnya memiliki rapat massa tinggi dan

sejumlah konsentrasi kecil dapat bersifat racun dan berbahaya, yang termasuk

golongan logam berat adalah seluruh elemen logam kimia. Merkuri atau raksa (Hg),

kadmium (Cd), arsen (As), kromium (Cr), talium (Tl), dan timbal (Pb) adalah

beberapa contoh logam berat berbahaya. Logam berat merupakan komponen alami

tanah. Elemen ini tidak dapat didegradasi maupun dihancurkan (Supriharyono, 2006).

Logam berat memiliki beberapa sifat, diantaranya yang pertama sulit

didegradasi, sehingga mudah terakumulasi dalam lingkungan dan keberadaannya

secara alami sulit terurai (dihilangkan). Kedua, dapat terakumulasi dalam organisme

termasuk kerang dan ikan, dan akan membahayakan kesehatan manusia yang

mengkonsumsi organisme tersebut. Ketiga, mudah terakumulasi di sedimen, sehingga

konsentrasinya selalu lebih tinggi dari konsentrasi logam dalam air (PPLH, IPB,

1997; Sutamiharjda et al., 1982 dalam Marganof, 2003).

Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan

Makanan (Dirjen POM) Nomor. 03725/B/SK/VII/1989 tentang batas Maksimum

Cemaran Logam dalam makanan untuk biota laut dan hasil olahan sebesar 2 mg/kg

(ppm). Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai kandungan logam berat

(21)

1.2Perumusan Masalah

Perairan muara Sungai Asahan dikenal sebagai penghasil kerang bulu

(Anadara inflata) utama di Sumatera Utara. Kawasan tersebut juga muara dari limbah

industri, kapal, rumah tangga dan minyak pelumas sisa kapal ke Sungai Asahan,

terutama dari kawasan sepanjang 10 kilometer yakni dari Kota Tanjung Balai hingga

ke perairan muara Sungai Asahan.

Melihat tingginya aktivitas masyarakat di sepanjang perairan muara Sungai

Asahan seperti pembuangan limbah industri, rumah tangga, transportasi serta sisa

pelumas dari kapal-kapal nelayan dapat menyebabkan terjadinya pencemaran logam

berat pada perairan muara Sungai Asahan seperti cadmium (Cd) dan Plumbum (Pb).

Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan

No.03725/B/SK/VII/1989 tentang batas Maksimum Cemaran Logam dalam makanan

untuk Biota laut dan hasil olahan sebesar 2 mg/kg(ppm).

Dampak negatif pencemaran di perairan muara Sungai Asahan menyebabkan

perubahan populasi biota laut, khususnya kerang bulu (Anadara inflata). Untuk

mengetahui sejauh mana kandungan logam berat Cd dan Pb pada kerang, sedimen

dan air yang terdapat di perairan muara Sungai Asahan perlu dilakukan penelitian. Ini

dilakukan karena kerang bulu (Anadara inflata) adalah salah satu spesies biota laut

yang merupakan bioindikator pencemaran (Palar, 2004).

1.3Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui kadar logam berat Pb dan Cd pada daging kerang bulu

(22)

2. Untuk mengetahui kandungan logam berat Pb dan Cd di beberapa lokasi

perairan muara Sungai Asahan.

3. Untuk mengetahui kandungan logam berat Pb dan Cd pada sedimen di

beberapa lokasi perairan muara Sungai Asahan.

4. Untuk menganalisa korelasi kadar Pb dan Cd daging kerang bulu (Anadara

inflata) terhadap kandungan Pb dan Cd di beberapa lokasi perairan muara

Sungai Asahan (sedimen dan air).

1.4Hipotesis

1. Adanya perbedaan kandungan logam berat Pb dan Cd daging kerang bulu

(Anadara inflata) yang hidup pada beberapa lokasi di perairan muara Sungai

Asahan.

2. Adanya perbedaan kandungan logam berat Pb dan Cd pada beberapa lokasi

perairan muara Sungai Asahan.

3. Adanya perbedaan kandungan logam berat Pb dan Cd pada sedimen di

beberapa lokasi perairan muara Sungai Asahan.

4. Adanya korelasi kadar Pb dan Cd daging kerang bulu (Anadara inflata)

terhadap kandungan Pb dan Cd di beberapa lokasi perairan muara Sungai

Asahan (sedimen dan air).

1.5Manfaat Penelitian

1. Sebagai informasi bagi masyarakat mengenai kelayakan kerang bulu

(23)

2. Untuk mengetahui tingkat kontaminasi logam berat dalam air, sedimen dan

kerang bulu sebagai informasi bagi Pemkab Asahan, Kodya Tanjung Balai

dan Departemen Perikanan dan Kelautan dalam kaitanya dengan usaha

pemanfaatan sumberdaya perikanan daerah tersebut.

3. Sebagai informasi bagi Bapeldalda dalam kaitanya dalam masalah

penyusunan AMDAL dan ANDAL bagi industri yang menghasilkan limbah

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Pencemaran Laut

Laut Indonesia memiliki luas lebih kurang 5,6 juta km2 dengan garis pantai

sepanjang 81.000 km, dengan potensi sumberdaya, terutama perikanan laut yang

cukup besar, baik dari segi kuantitas maupun diversitasnya. Di sisi lain,

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memacu terjadinya pencemaran

lingkungan baik pencemaran air, tanah dan udara. Pencemaran air yang diakibatkan

oleh dampak perkembangan industri harus dapat dikendalikan, karena bila tidak

dilakukan sejak dini akan menimbulkan permasalahan yang serius bagi kelangsungan

hidup manusia maupun alam sekitarnya. Salah satu hal yang perlu dilakukan dalam

pengendalian dan pemantauan dampak lingkungan adalah melakukan analisis

unsur-unsur dalam ikan air laut, terutama kadmium (Cd) dan timbal (Pb).

Pencemaran logam-logam tersebut dapat mempengaruhi dan menyebabkan

penyakit pada konsumen, karena di dalam tubuh unsur yang berlebihan akan

mengalami detoksifikasi sehingga membahayakan manusia. Logam berat umumnya

bersifat racun terhadap makhluk hidup walaupun beberapa diantaranya diperlukan

dalam jumlah kecil. Melalui berbagai perantara, seperti udara, makanan, maupun air

yang terkontaminasi oleh logam berat, logam tersebut dapat terdistribusi ke bagian

tubuh manusia dan sebagian akan terakumulasikan. Jika keadaan ini berlangsung

terus menerus, dalam jangka waktu lama dapat mencapai jumlah yang

(25)

Pencemaran logam berat merupakan permasalahan yang sangat serius untuk

ditangani, karena merugikan lingkungan dan ekosistem secara umum. Sejak kasus

merkuri di Minamata Jepang pada 1953, pencemaran logam berat semakin sering

terjadi dan semakin banyak dilaporkan. Agen Lingkungan Amerika Serikat (EPA)

melaporkan, terdapat 13 elemen logam berat yang diketahui berbahaya bagi

lingkungan. Diantaranya arsenik (As), timbal (Pb), merkuri (Hg), dan kadmium (Cd).

Logam merupakan unsur esensial yang sangat dibutuhkan setiap makhluk

hidup, namun beberapa diantaranya (dalam kadar tertentu) bersifat racun. Di alam,

unsur ini biasanya terdapat dalam bentuk terlarut atau tersuspensi (terikat dengan zat

padat) serta terdapat sebagai bentuk ionik. Dampak dari pencemaran logam berat ini

sering dilaporkan.

Logam berat yang masuk ke sistem perairan, baik di sungai maupun lautan

akan dipindahkan dari badan airnya melalui tiga proses yaitu pengendapan, adsorbsi,

dan absorbsi oleh organisme-organisme perairan (Bryan, 1976 dalam Purnomo,

2008). Pada saat buangan limbah industri masuk ke dalam suatu perairan maka akan

terjadi proses pengendapan dalam sedimen. Hal ini menyebabkan konsentrasi bahan

pencemar dalam sedimen meningkat.

Logam berat yang masuk ke dalam lingkungan perairan akan mengalami

pengendapan, pengenceran dan dispersi, kemudian diserap oleh organisme yang

hidup di perairan tersebut. Pengendapan logam berat di suatu perairan terjadi karena

adanya anion karbonat hidroksil dan klorida (Hutagalung, 1984 dalam Purnomo,

(26)

mengendap di dasar perairan dan bersatu dengan sedimen sehingga kadar logam berat

dalam sedimen lebih tinggi dibanding dalam air (Hutagalung, 1991 dalam Purnomo,

2008).

2.1.1 Pengertian Logam Berat

Logam merupakan bahan pertama yang dikenal oleh manusia dan digunakan

sebagai alat-alat yang berperan penting dalam sejarah peradaban manusia (Darmono,

1995 dalam Purnomo, 2008). Logam berat masih termasuk golongan logam dengan

kriteria-kriteria yang sama dengan logam lain. Perbedaannya terletak dari pengaruh

yang dihasilkan bila logam berat ini berikatan dan atau masuk ke dalam organisme

hidup. Berbeda dengan logam biasa, logam berat biasanya menimbulkan efek-efek

khusus pada mahluk hidup (Palar, 2008).

Dapat dikatakan semua logam berat dapat menjadi tahan racun yang akan

meracuni tubuh mahluk hidup. Sebagai contoh adalah logam air raksa (Hg), cadmium

(Cd), timah hitam (Pb) dan khrom (Cr). Meskipun semua logam berat dapat

mengakibatkan keracunan atas mahluk hidup, sebagian dari logam berat tersebut tetap

dibutuhkan oleh mahluk hidup. Kebutuhan tersebut berada dalam jumlah yang

sedikit, tetapi bila kebutuhan dalam jumlah yang sangat kecil itu tidak terpenuhi,

maka dapat berakibat fatal terhadap kelangsungan hidup dari setiap mahluk hidup.

Karena dibutuhkan dalam tubuh maka disebut logam esensial, logam beresensial ini

(27)

Logam berat adalah unsur-unsur kimia dengan bobot jenis lebih besar dari 5

gr/cm3, terletak di sudut kanan bawah sistem periodik, mempunyai afinitas yang

tinggi terhadap unsur S dan biasanya bernomor atom 22 sampai 92 dari perioda 4

sampai 7 (Miettinen, 1977 dalam Purnomo, 2008). Sebagian logam berat seperti

timbal (Pb), kadmium (Cd), dan merkuri (Hg) merupakan zat pencemar yang

berbahaya. Afinitas yang tinggi terhadap unsur S menyebabkan logam ini menyerang

ikatan belerang dalam enzim, sehingga enzim bersangkutan menjadi tak aktif. Gugus

karboksilat (-COOH) dan amina (-NH2) juga bereaksi dengan logam berat.

Kadmium, timbal, dan tembaga terikat pada sel-sel membran yang menghambat

proses transpormasi melalui dinding sel. Logam berat juga mengendapkan senyawa

fosfat biologis atau mengkatalis penguraiannya (Manahan, 1977 dalam Marganof

2003).

2.1.2 Karakteristik Logam berat

Berdasarkan daya hantar panas dan listriknya, semua unsur kimia yang

terdapat dalam susunan berkala unsur-unsur dapat dibagi atas dua golongan yaitu

logam dan non logam. Golongan logam mempunyai daya hantar panas dan listrik

yang tinggi, sedangkan golongan non logam mempunyai daya hantar panas dan listrik

yang rendah. Berdasarkan densitasnya, golongan logam di bagi atas dua golongan,

yaitu golongan logam ringan dan logam berat. Golongan logam ringan (light metals)

mempunyai densitas <5, sedangkan logam berat (heavy metal) mempunyai densitas

(28)

Menurut Palar (2008) karakteristik dari logam berat adalah sebagai berikut:

1. Memiliki spesifikasi gravitasi yang sangat besar (>4).

2. Mempunyai nomor atom 22-34 dan 40-50 serta unsur lantinada dan aktanida.

3. Mempunyai respon biokimia (spesifik)pada organisme hidup.

Berbeda dengan logam biasa,logam berat biasanya menimbulkan efek-efek

khusus pada mahkluk hidup. Dapat dikatakan bahwa semua logam berat dapat

menjadi racun yang akan meracuni tubuh mahkluk hidup. Namun demikian sebagi

logam-logam berat tersebut tetap dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit, tetapi

apabila tidak terpenuhi berakibat fatal terhadap kelangsungan hidup dari setiap

mahkluk hidup.

Salah satu polutan yang paling berbahaya bagi kesehatan manusia adalah

logam berat. WHO (World Health Organization) atau Organisasi Kesehatan Dunia

dan FAO (Food Agriculture Organization) atau Organisasi Pangan Dunia

merekomendasikan untuk tidak mengkomsumsi makanan laut (seafood) yang

tercemar logam berat. Logam berat telah lama dikenal sebagai suatu elemen yang

mempunyai daya racun yang sangat potensil dan memiliki kemampuan terakumulasi

dalam organ tubuh manusia. Bahkan tidak sedikit yang menyebabkan kematian. Di

antara logam berat yang berbahaya Cadmium (Cd) dan Timbal atau Plumbum (Pb).

1. Kadmium

Kadmium (Cd) menjadi populer sebagai logam berat yang berbahaya setelah

timbulnya pencemaran sungai di wilayah Kumamoto Jepang yang menyebabkan

(29)

menyebabkan penyakit “itai-itai”. Gejalanya ditandai dengan ketidak-normalan

tulang dan beberapa organ tubuh menjadi mati. Keracunan kronis yang

disebabkan oleh Cd adalah kerusakan sistem fisiologis tubuh seperti pada

pernapasan, sirkulasi darah, penciuman, serta merusak kelenjar reproduksi

jantung dan kerapuhan tulang (Friberg, et al, 1974 dalam Palar, 2008).

Kadmium telah digunakan secara meluas pada berbagai industri antara lain

pelapisan logam, peleburan logam, pewarnaan, baterai, minyak pelumas, bahan

bakar. Bahan bakar dan minyak pelumas mengandung Cd sampai 0,5 ppm,

batubara mengandung Cd sampai 2 ppm, pupuk superpospat juga mengandung Cd

bahkan ada yang sampai 170 ppm.

Limbah cair dari industri dan pembuangan minyak pelumas bekas yang

mengandung Cd masuk ke dalam perairan laut serta sisa-sisa pembakaran bahan

bakar yang terlepas ke atmosfir dan selanjutnya jatuh masuk ke laut. Konsentrasi

Cd pada air laut yang tidak tercemar adalah kurang dari 1 mg/l atau kurang dari 1

mg/kg sedimen laut. Konsentrasi Cd maksimum dalam air minum yang

diperbolehkan oleh Depkes RI dan WHO adalah 0,01,mg/l. Sementara batas

maksimum konsentrasi atau kandungan Cd pada daging makanan laut mg/kg.

Sebaliknya Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan merekomendasikan tidak lebih

dari 2,0 mg/kg.

3 Timbal (Pb)

Timah hitam (Pb) adalah jenis logam yang lunak dan berwarna coklat

(30)

sulfide logam (Pbs) yang sering disebut galena (Darmono, 1995, dalam Afrizal

2000). Timbal masuk keperairan melalui pengendapan, jatuhan debu yang

mengandung Pb yaitu dari hasil pembakaran bensin yang mengandung tetra etil,

erosi dan limbah industri (Saeni, 1989, dalam Afrizal 2000). Pada hewan dan

manusia timbal dapat masuk ke dalam tubuh melalui makanan dan minuman yang

di komsumsi serta melalui pernafasan dan penetrasi pada kulit. Di dalam tubuh

manusia, di dalam tubuh manusia, dapat menghambat aktivitas enzim yang

terlibat dalam pembentukan haemoglobin yang dapat menyebabkan anemia.

Gejala yang di akaibatkan dari keracunan logam timbal adalah kurangya nafsu

makan, kejang-kejang, muntah dan pusing-pusing. Timbal dapat juga menyerang

susunan saraf dan mengganggu system reproduksi, kelainan ginjal dankelainan

jiwa (Palar, 2008).

2.1.3 Dampak Negatif Logam Berat Bagi Manusia

Masing-masing logam berat memiliki dampak negatif terhadap manusia jika

dikonsumsi dalam jumlah yang besar dan waktu yang lama. Dampak tersebut antar

lain :

1. Timbal (Pb)

Dalam peredaran darah dan otak dapat menyebabkan gangguan sintesis

hemoglobin darah, gangguan neurologi (susunan syaraf), gangguan pada ginjal,

sistem reproduksi, penyakit akut atau kronik sistem syaraf, dan gangguan fungsi

(31)

beberapa tanda yang mendahului efek keracunan sebelum terjadinya koma,

kemudian kematian (Palar, 2008)

2. Kadmium (Cd)

Jika berakumulasi dalam jangka waktu yang lama dapat menghambat kerja

paru-paru, bahkan mengakibatkan kanker paru-paru, mual, muntah, diare, kram,

anemia, dermatitis, pertumbuhan lambat, kerusakan ginjal dan hati, dan gangguan

kardiovaskuler. Kadmium dapat pula merusak tulang (osteomalacia,

osteoporosis) dan meningkatkan tekanan darah. Gejala umum keracunan

Kadmium adalah sakit di dada, nafas sesak (pendek), batuk – batuk, dan lemah

(Palar, 2008)

3. Merkuri (Hg)

Dapat berakumulasi dan terbawa ke organ-organ tubuh lainnya, menyebabkan

bronchitis, sampai rusaknya paru-paru. Gejala keracunan Merkuri tingkat awal,

pasien merasa mulutnya kebal sehingga tidak peka terhadap rasa dan suhu, hidung

tidak peka bau, mudah lelah, gangguan psikologi (rasa cemas dan sifat agresif),

dan sering sakit kepala. Jika terjadi akumulasi yang tinggi mengakibatkan

kerusakan sel-sel saraf di otak kecil, gangguan pada luas pandang, kerusakan

sarung selaput saraf dan bagian dari otak kecil. Gejala lain kesulitan menelan,

buta tuli, lumpuh kelainan fungsi ginjal, cacat lahir dan membawa kematian

(32)

2.2Kasus Pencemaran Logam Berat Di Indonesia

Teluk Buyat, terletak di Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, adalah lokasi

pembuangan limbah tailing (lumpur sisa penghancuran batu tambang) milik PT.

Newmont Minahasa Raya (NMR). Sejak tahun 1996, perusahaan asal Denver, AS,

tersebut membuang sebanyak 2.000 ton limbah tailing ke dasar perairan Teluk Buyat

setiap harinya. Sejumlah ikan ditemui memiliki benjolan semacam tumor dan

mengandung cairan kental berwarna hitam dan lendir berwarna kuning keemasan.

Fenomena serupa ditemukan pula pada sejumlah penduduk Buyat, dimana mereka

memiliki benjol-benjol di leher, payudara, betis, pergelangan, pantat dan kepala.

Sejumlah laporan penelitian telah dikeluarkan oleh berbagai pihak sejak 1999

hingga 2004. Penelitian-penelitian ini dilakukan sebagai respon atas pengaduan

masyarakat nelayan setempat yang menyaksikan sejumlah ikan mati mendadak,

menghilangnya beberapa jenis ikan, serta keluhan kesehatan pada masyarakat. Dari

laporan-laporan penelitian tersebut, ditemukan kesamaan pola penyebaran

logam-logam berat seperti Arsen (As), Antimon (Sb), dan Merkuri (Hg) dan Mangan (Mn),

dimana konsentrasi tertinggi logam berbahaya tersebut ditemukan di sekitar lokasi

pembuangan tailing Newmont.

Hal ini mengindikasikan bahwa pembuangan tailing Newmont di Teluk Buyat

merupakan sumber pencemaran sejumlah logam berbahaya. Namun demikian,

sejumlah Menteri, diantaranya Menteri Lingkungan Hidup Nabiel Makarim,

mengeluarkan pernyataan bahwa Teluk Buyat tidak tercemar. Menteri Kesehatan

Achmad Sujudi bahkan mengatakan seolah-olah penyakit yang diderita oleh

(33)

2.3Pencemaran Logam Berat Pada Wilayah Pesisir

Wilayah pesisir daerah pertemuan antara darat dan laut, ke arah darat meliputi

bagian daratan, baik kering mapun terendam air yang masih dipengaruhi sifat-sifat

laut seperti pasang surut,dan pembebasan air asin sedangkan ke arah laut meliputi

bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat

seperti sedimentasi dan aliran air tawar maupun yang disebabkan oleh kegiatan

manusia seperti sedimentasi dan aliran air tawar maupun yang disebabkan oleh

kegiatan manusia seperti pencemaran (Dahuri et al,.1996). Jadi wilayah pesisir

merupan ekosistem yang paling rawan terkena dampak kegiatan manusia. Menurut

Sutamiharja et al, (1982), dalam Zubayr (2009), faktor-faktor penyebab pencemaran

adalah :

1. Erosi dan sedimentasi yang disebabkan oleh rusaknya hutan di daerah hulu

sungai yang bermuara ke laut serta penggalian pasir dan kerikil di sungai-sungai

tersebut.

2. Limbah pertanian berupa sisa pestisida dan pupuk yang digunakan dalam usaha

peningkatan produksi pertanian yang masuk ke dalam sistem perairan dan

akhirnya sampai keperairan laut.

3. Air selokan dari kota yang mengandung berbagai bahan, yang kemudian masuk

melalui sungai dan bermuara keperairan.

4. Permasalahan yang pokok dari aktivitas perminyakan yang dapat menimbulkan

(34)

a. Masalah operasional berupa ceceran minyak dan buangan secara kontinyu;

pembuangan air bekas pencucian tanki dan kapal.

b. Masalah kecelakaan berupa gangguan transortasi seperti pecahnya pipa-pipa

penyalur tanki penimbunan, kandasnya kapal tanki, dan tumpahan minyak

yang berasal dari kegiatan di pelabuhan.

5. Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), berupa air panas yang berasal dari air

pendingin yang dibuang ke perairan sehingga akan meningkatkan suhu perairan,

akibat pembuangan air panas tersebut akan menimbulkan masalah lingkungan

terutama bagi organisme akuatik yang hidup di sekitar perairan tersebut.

6. Industri, peningkatan jumlah industri yang pesat disamping memberi dampak

positif terhadap peningkatan perekonomian penduduk, juga menimbulkan

masalah terhadap lingkungan, akibat limbah yang di hasilkan oleh industri.

Logam berat masuk kedalam perairan melalui air hujan, aliran air permukaan,

erosi korofikasi batuan mineral, dan berbagai kegiatan manusia seperti aktivitas

industri, pertambangan, pengolahan atau penggunaan logam dan bahan yang

mengandung logam. Kelarutan logam berat dalam air bisa berubah menjadi lebih

tinggi atau lebih rendah, tergantung kondisi lingkungan perairan. Pada perairan yang

kekurangan oksigen akibat tingginya konsentrasi bahan organik, kelarutan beberapa

jenis logam, seperti Zn, Cd, Pb dan Hg, semakin rendah dan lebih mudah mengendap.

Logam berat yang masuk ke sistem perairan baik di sungai maupun lautan akan

dipindahkan dari badan airnya melalui tiga proses yaitu pengendapan, adsorbsi, dan

(35)

Dalam perairan, logam berat dapat ditemukan dalam bentuk terlarut dan tidak

terlarut. Logam berat terlarut adalah logam yang membentuk komplek dengan

senyawa organik dan anorganik, sedangkan logam berat yang tidak terlarut

merupakan partikel-partikel yang berbentuk koloid dan senyawa kelompok metal

yang teradsorbsi pada partikel-partikel yang tersuspensi (Razak, 1980 dalam Zubayr

2009). Masuknya logam berat ke dalam tubuh organisme perairan dapat melalui

rantai makanan dan difusi melalui kulit dan insang selanjutnya di dalam tubuh biota

perairan akanterjadi bioakumulasi dan biomagnifikasi logam berat hal ini

mengakibatkan “factor concentrate” (rasio konsentrasi logam berat dalam tubuh

organisme dan konsentrasi dalam badan air semakin meningkat) (Hutagalung et al.,

1999 dalam Zubayr, 2009).

Secara alamiah logam berat terdapat dalam laut namun kadarnya sangat rendah,

yaitu berkisar 10-5-10-2 ppm. Dalam kondisi alamiah ini logam berat dibutuhkan

organisme hidup untuk pertumbuhan dan perkembangan hidupnya (Philips, 1980

dalam Hutagalung, 1997). Bahkan kadar logam berat yang rendah dalam suatu

perairan dapat menyababkan berbagai organisme yang hidup didalamnya menderita

defisiensi (Bryan, 1976 dalam Hutagalung, 1991). Pencemaran logam berat terhadap

alam lingkungan estuaria merupakan suatu proses yang erat hubunganya dengan

penggunaan logam tersebut oleh manusia. Pada air laut di lautan lepas kontaminasi

logam berat biasanya terjadi secara langsung dari atmosfer atau karena tumpahan

minyak dari kapal tanker yang melaluinya. Sedangkan di daerah sekitar pantai

kontaminasi logam kebanyakan berasal dari mulut sungai yang terkontaminasi oleh

(36)

Tabel 2.1. Kadar Normal dan Kadar Maksimum Logam Berat yang Masuk

(B) Environmental Protection Agency (EPA),1973 dalam

Hutagalung,1991.

Menurut Lhacher dan Goldstein (1996 dalam Bahri 2003), logam berat secara

alami berasal dari proses geologi secara alami, pertambangan dan aktivitas industri.

Selanjutnya Clark (1986 dalam Bahri 2003) membagi logam untuk kepentingan

Biologi dalam tiga kelompok yaitu :

1. Logam ringan (seperti natrium, kalium, kalsium dan sebagainya), biasanya di

angkut sebagai kation aktif di dalam larutan encer.

2. Logam transisi (seperti besi, tembaga, kobal dan mangan), diperlukan dalam

konsentrasi yang tinggi

3. Logam berat dan metalloid (raksa, timah hitam, selenium dan arsen) umumnya

tidak diperlukan dalam kegiatan metabolism dan dapat menjadi bahan yang

beracun pada sel dan organisme tertentu walaupun pada konsentrasi rendah.

Logam berat adalah unsur yang mempunyai densitas, lebih besar dari

5 gram cm-3 mempunyai nomor atom lebih besar dari 21 dan terdapat pada bagian

tengah dari faktor unsur-unsur periodik (Bahri, 2003). Diketahui ada 18 logam berat

(37)

organisme, misalnya Cu dan Zn tetapi dalam jumlah berlebih dapat bersifat racun

bagi organisme (Bryan, 1976;Valke dan Walker, 1970 dalam Afrizal 2000). Dalam

kenyataannya logam berat Cd dan Pb juga sangat berbahaya bagi kehidupan

organisme walaupun dalam konsentrasi yang sangat rendah.

Logam berat ini mempunyai sifat “Biomagnifikasi” artinya dapat berakumulasi

dalam jaringan organisme dan melalui rantai makanan akhirnya membahayakan

kehidupan manusia (Dahuri, 2003). Logam yang berbahaya dapat menyebabkan

toksin dan bersifat agak permanen dan mempunyai waktu paruh yang lama adalah

Cadmium(Cd), Plumbum(Pb) dan air raksa (Palar, 2008).

2.4 Sumber Logam Berat Pb dan Cd di Perairan

Timbal (Pb) dan persenyawaan dapat berada di dalam badan perairan secara

alamiah dan sebagai dampak dari aktivitas manusia. Menurut Palar, (2008) Pb dapat

masuk ke badan perairan melalui penkristalan Pb di udara dengan bantuan air hujan,

di samping itu proses porosifikasi dalam bantuan mineral akibat hempasan ombak

dan angin, juga merupakan salah satu jalur sumber Pb yang akan masuk kedalam

badan perairan. Timbal (Pb) yang masuk kedalam perairan sebagai dampak dari

aktifitas kehidupan manusia ada berbagai macam bentuk, diantaranya adalah air

buangan (limbah) dari industri yang berkaitan dengan Pb, air buangan dari

pertambangan biji timah hitam dan buangan sisa industri baterai. Buangan-buangan

tersebut akan jatuh pada jalur-jalur perairan seperti anak-anak sungai dan kemdian

(38)

perindustrian yang menggunakan Pb akan merusak tata lingkungan perairan yang di

masukinya menjadikan sungai dan alurnya tercemar.

Logam kadmium (Cd) mempunyai penyebaran yang sangat luas di alam.

Penggunaan Cd yang paling utama adalah sebagai stabiliser (penyeimbang) dan

pewarna plastik dan elektroplating (penyepuh/pelapisan logam). Selain itu di gunakan

pula penyolderan dan pencampuran logam serta indusri baterai. Akumulasinya dalam

air tanah antara lain diakibatkan oleh kegiatan elektroplating (pelapisan emas dan

perak), pengerjaan bahan-bahan dengan menggunakan pigmen/zat warna lainnya,

tekstil dan industri kimia (Darmono, 1995). Selanjutnya Palar, (2008) logam

cadmium dan bermacam-macam bentuk persenyawaan dapat masuk kelingkungan,

terutama seali merupakan efek samping dari aktivitas yang dilakukan manusia. Boleh

dikatakan bahwa semua industri yang melibatkan Cd dalam proses opreasional

industrinya menjadi sumber pencemaran Cd. Logam Cd membawa sifat racun yang

sangat merugikan bagi bagi semua organisme hidup, bahkan juga sangat berbahaya

untuk manusia.

Dalam badan perairan, kelarutan Cd dalam konsentrasi tertentu dapat

membunuh biota perairan. Secara sederhana dapat diketahui bahwa kandungan logam

Cd akan dapat dijumpai di daerah-daerah penimbunan sampah dan aliran air hujan,

selain dalam air buangan. Penelitian yang pernah dilakukan untuk mengetahui sumber

dari beberapa logam berat Cd dalam perairan Teluk New York, dimana hasil yang

diperoleh menunjukkan bahwa sumber Cd dalam badan perairan yang dikontribusi

(39)

Jumlah yang paling besar dikontribusi oleh limbah padat yaitu 82% (Palar, 2008).

Selanjutnya Warlina, (2004) bahan buangan padat adalah bahan buangan yang

berbentuk padat, baik yang kasar atau yang halus, misalnya sampah, buangan tersebut

bila dibuang ke air menjadi pencemaran dan akan menimbulkan pelarutan,

pengendapan ataupun pembentukan koloidal.

2.5 Bioindikator Pencemaran Logam Berat

Dalam lingkungan perairan ada tiga media yang dapat dipakai sebagai

indikator pencemaran logam berat, yaitu air, sedimen dan organisme hidup.

Pemakaian organisme hidup sebagai indikator pencemaran inilah yang disebut

bioindikator (Fitriati, 2004).

Setiap lingkungan perairan alami dihuni oleh berbagai organisme hidup dan

semua organisme hidup ini berada dalam suatu sistem trofik (trophic level).

Masuknya bahan cemaran ke dalam perairan akan membunuh organisme yang paling

sensitif. Bila bahan cemaran terus masuk, maka organisme yang paling sensitif

berikutnya akan terbunuh. Demikian seterusnya, dan penambahan bahan cemaran

terakhir akanm membunuh moluska kelompok “filter feeder” pemakan serasah.

Pemasukan bahan cemaran ke lingkungan perairan dapat juga mengganggu daur

pakan (food cycle) (Fitriati, 2004)

Dalam penelitian pencemaran perairan laut, agar didapatkan data yang

betul-betul mewakili perairan yang diteliti, maka dari semua organisme hidup yang ada

(40)

menggambarkan kondisi lingkungan sebenarnya. Sebagai contoh, fitoplankton

walaupun memiliki kemampuan yang besar untuk mengakumulasi logam berat,

namun pemakaian fitoplankton sebagai bio-indikator kurang menggambarkan kondisi

lingkungan yang sebenarnya. Hal ini disebabkan gerakan fitoplankton sangat

dipengaruhi oleh arus dan gelombang laut. Pemakaian jenis-jenis ikan juga kurang

tepat karena gerakannya sangat luas. Kecuali kalau ikan tersebut tetap berada dalam

lingkungan perairan tertentu (tidak bermigrasi) seperti ikan baji-baji, Platycephalus

bassensis, atau Platycephalus indicus (Philips, 1980 dalam Fitriati, 2004).

Dalam pemilihan organisme laut sebagai bioindikator pencemaran, (Philips,

1980 dalam Fitriati, 2004) memberikan beberapa kriteria sebagai berikut:

1. Harus dapat mengakumulasi bahan cemaran tanpa dia sendiri mati terbunuh.

2. Harus terdapat dalam jumlah yang banyak di seluruh daerah penelitian.

3. Terikat pada suatu tempat yang keras agar bisa mewakili daerah yang diteliti.

4. Hidup dalam waktu yang lama untuk memungkinkan sampling lebih dari satu

tahun jika dibutuhkan.

5. Mudah diambil dan tidak mudah rusak. Philips (1980 dalam Fitriati, 2004)

menambah pedoman tersebut dengan hal-hal sebagai berikut:

Mempunyai toleransi terhadap air payau untuk memungkinkan penelitian di

daerah estuaria. Harus ada korelasi antara kadar bahan cemaran dalam air dan

organisme. Philips (1980 dalam Fitriati, 2004) menyatakan bahwa jenis kerang

(molusca, bivalvia) dan makro-algae merupakan bioindikator yang paling tepat dan

(41)

(Mytilus edulis). Kerang biru menjadi pilihan pertama karena disamping memenuhi

kriteria di atas, juga merupakan “highly specialized filterfeeder” dan mempunyai

toleransi yang besar terhadap perubahan lingkungan.

Pilihan kedua adalah tiram raksasa (Crassostrea gigas), karena merupakan

filter feeder” dan makanannya terutama serasah yang berasal dari tumbuh-tumbuhan

dan hewan. Kerang biru (Mytilus edulis) telah dipakai sebagai bioindikator

pencemaran logam berat di negara-negara Eropa dan Amerika (Philip, 1980 dalam

Fitriati).

Tabel 2.2 Indikator Biologi dan Jenis-jenis Indikator

Indikator Biologi Jenis-Jenis Indikator

Phytoplanton (jenis plankton tanaman)

Besi (Fe), Kobal (Co), Nikel (Ni), Plutonium (Pu), Cesium (Cs), Ytrum (Y), Tritum (H3)

Zooplankton (jenis plankton hewan)

Ytrium (Y), Kobalt (Co), Besi (Fe), Mangan (Mn), Srontium (Sr), Nikel (Ni), Zirkonium (Zr)

Mollusca (jenis kerang-kerangan)

Seng (Zn), Nikel (Ni), Tembaga (Cu), Kadmium (Kd), Cromium (Cr), Mangan (Mn), Cesium (Cs), Kobal (Co), Timbal (Pb).

Crustacea (udang-udangan)

Strintium (Sr), Tritium (H3), Ytrium (Y), Cesium (Cs), Kobal (Co), Seng (Zn), Mangan (Mn)

Ikan dan jenisnya Kadmium (Kd), Kromium (Cr), Mangan (Mn), Cesium (Cs),

Seng (Zn), Besi (Fe), Kobalt (CO)

2.6 Biologi Kerang Bulu (Anadara inflata)

Sistimatika kerang Anadara menurut Olsson (1961) adalah sebagai berikut:

Filum : Mollusca

Kelas : Pelecypoda (Lamellibranchiata)

(42)

Ordo : Eutaxodontida

Super famili : Arcacea

Famili : Arcidae

Sub famili : Anadarinae

Genus : Anadara

Spesies : Anadara inflata

Gambar. 2.1. Kerang bulu (Anadara inflata)

Ciri-ciri kelas Pelecypoda adalah mempunyai dua belah cangkang yang

simetris, mempunyai engsel dan ligamen pada bagian dorsal, mempunyai satu atau

dua pasang otot aduktor dan memiliki kaki berbentuk kapak. Ciri-ciri super famili

Arcacea pada umumnya mempunyai cangkang yang lonjong hampir pipih, menempel

(43)

Reinhard (1935) dalam Dody (1998) menerangkan bahwa ciri-ciri famili

Arcidae ialah memiliki dua otot aduktor yang hampir sama dalam ukuran, siphon

tidak ada palial-line biasanya ada dan lenkap engsel terletak pada bagian dorsal dan

dilengkapi dengan gigi yang melintang serta mempunyai insang. Tekstur cangkang

seperti porselen dan pada beberapa bagian sangat halus seperti mutiara. Pada

sebagian besar pustaka genus Anadara disebut cockle, mangrove-cockle atau

bloodv-cockle.

Menurut Hanada (1975), dalam Dody (1998), bivalvia bentik umumnya

melekat pada substrat dengan bysus pada stasiun larva, sedangkan yang dewasa

bergerak hampir bebas tanpa menempel pada substrat. Anadara (Scarpharca)

mengikuti pola dan oleh karena itu spatnya dapat dikumpulkan dengan kolektor.

Selanjutnya menurut Nishikawa (1977) Anadara dapat melekatkan dirinya pada

segala benda yang tersedia karena mempunyai byssus. Larva Anadara mulai hidup

sesil pada waktu juncture-nya 230 sampai 300 mikron atau 190 mikron ukuran

panjang cangkang (Dody, 1998).

Menurut Kira (1975), dalam Dody (1998) ciri-ciri Anadara sp adalah

memiliki cangkang setangkup kokoh dengan bentuk memanjang arah

posterior-ventral. Lapisan luar cangkang berbulu dan memiliki 38 lekukan (radial ribs).

Anadara biasanya ditemukan di sepanjang pantai yang ditumbuhi pohon bakau, itu

sendiri maupun diluarnya. Anadara hidup di daerah tropic pada lumpur halus atau

kadang-kadang pasir berlumpur dan terlindung atau berasosiasi dengan pohon-pohon

(44)

2.7 Spektroskopi Serapan Atom (SSA)

Metode spektroskopi serapan atom (SSA) pertama kali diperkenalkan oleh

Wals pada tahun 1953. Alat ini kemudian dikembangkan di Exhibition Melbourne of

Physical Institute dan dipublikasi pada tahun 1954. Wals menyatakan bahwa unsur

logam lebih mudah dan akurat ditentukan kadarnya dengan proses atomik

dibandingkan dengan proses emisi. Metode ini dapat menentukan 67 unsur logam.

Spektroskopi Serapan Atom (SSA) dan Flame Emision Spectrophotometer

(FES) adalah dua instrumen yang sangat potensial untuk menganalisa mineral.

Meskipun kegunaannya sama, masing-masing instrumen bekerja dengan prinsip yang

berbeda dan dengan kepekaan yang berbeda pula. Di dalam penetapan mineral suatu

bahan pangan dengan instrumen ini, terlebih dahulu bahan pangan harus diabukan

kemudian mineralnya diekstrak dengan asam. Larutan sampel yang mengandung

mineral kemudian dapat dianalisa langsung dengan SSA maupun FES (Vesilin et al.

1994)

Dalam analisis logam dengan menggunakan sistem flame, sampel diatomisasi

pada alat atomizer melalui nyala api dengan bahan bakar asetilen murni. Biasanya

logam yang dianalisis dengan flame AAS adalah Ca, Cd, Cu, dan Cr. Sedangkan

untuk analisis Hg dilakukan tanpa nyala, tetapi larutan sampel harus direduksi lebih

dahulu dengan SnCl. Uap hasil reduksi ditampung dalam tabung bercendela yang

(45)

Metode spektroskopi serapan atom berprinsip pada absorpsi cahaya oleh

atom. Atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu,

tergantung pada unsurnya (Hutabarat, 1987).

2.8 Faktor Fisik Kimia Perairan

Faktor fisik dan kimia merupakan dua faktor pembatas distribusi populasi

selain faktor tingkah laku dan interaksi antara organisme. Setiap organisme

mempunyai kisaran toleransi faktor fisik dan kimia tertentu dalam menunjang

kehidupannya tergantung spesies dan lingkungannya serta keterkaitan antara

keduanya. Beberapa faktor fisik dan kimia antara lain:

1. Suhu

Suhu air di daerah estuaria biasanya memperlihatkan fluktuasi annual dan diurnal

yang lebih besar daripada di laut, terutama apabila estuaria tersebut dangkal dan

air yang masuk (pada saat pasang naik) ke perairan estuaria tersebut kontak

dengan daerah yang subtratnya terekspos (Supriharyono, 2006). Suhu merupakan

salah satu parameter penting dalam pertumbuhan dan perkembangan bivalvia.

Kerang Anodonta woodiana menyukai lingkungan dengan temperatur 24 – 29 °C.

(Thana, 1976 dalam Suwignyo, 1981). Selanjutnya menurut Winanto (2004) suhu

yang baik untuk kelangsungan hidup mutiara berkisar 25 – 30 °C. Suhu air pada

kisaran 27 – 31 °C juga dianggap cukup layak untuk kehidupan tiran mutiara

(46)

2. Kecerahan

Kejernihan air sangat ditentukan oleh partikel-partikel terlarut. Semakin banyak

partikel atau bahan organik terlarut maka kekeruhan akan meningkat. Kekeruhan

atau konsentrasi bahan tersuspensi dalam perairan akan menurunkan efisiensi

makan dari organisme pemakan suspensi (Levinton, 1982). Selanjutnya menurut

Romimohtarto (1991), kekeruhan tidak hanya membahayakan ikan tetapi juga

menyebabkan air tidak produktif karena menghalangi masuknya sinar matahari

untuk fotosintesa.

3. Biological Oxygen Demand (BOD)

Nilai BOD menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme

aerobik dalam proses penguraian senyawa organik yang diukur pada temperatur

20 °C. Pengukuran yang umum dilakukan adalah pengukuran selama 5 hari atau

BOD5 (Forstner, 1990 dalam Barus, 2004). Angka BOD tinggi menunjukkan

terjadinya pencemaran organik di perairan. Brower et al (1990) menyatakan nilai

konsentrasi BOD5 menunjukkan kualitas suatu perairan masih tergolong baik

apabila konsumsi O2 selama 5 hari berkisar sampai 5 mg/l.

4. Chemical Oxygen Demand (COD)

Yaitu kebutuhan oksigen kimia untuk reaksi oksidasi terhadap bahan buangan di

dalam air, atau jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang ada di

(47)

5. Salinitas

Salinitas merupakan nilai yang menunjukkan jumlah garam-garam terlarut dalam

satuan volum air biasanya dinyatakan dalam satuan per mil ‰. Berdasarkan nilai

salinitas air diklasifikasikan sebagai berikut: air tawar <0,5 ‰, air payau (0,5 – 30

‰) laut (30 – 40 ‰) dan hiperhialin (>40 ‰) (Barus, 2004). Selanjutnya

komponen fauna di estuaria berdasarkan salinitasnya dikelompokkan menjadi 3

(tiga) yakni fauna air tawar, payau dan laut (Dahuri, 2003). Menurut

Romimohtarto, (1985) menyatakan pada salinitas 18‰ keberhasilan menempel

kerang darah (Anadara granosa) lebih tinggi. Tiram dapat hidup dalam perairan

dengan salinitas yang lebih rendah daripada salinitas untuk kerang hijau dan

kerang darah.

6. pH

Nilai pH menyatakan konsentrasi ion hydrogen dalam suatu larutan. pH sangat

penting sabagai parameter kualitas air karena mengontrol tipe dan laju kecepatan

reaksi di dalam air. Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme pada umumnya

antara 7-8,5. Kodisi perairan yang sangat asam maupun sangat basa akan

membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan

terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi (Barus, 2004). Menurut

Romimohtarto (1985), pH permukaan laut Indonesia pada umumnya antara 6,0–

(48)

7. Substrat

Hewan bivalvia sebagai makrozobentos umumnya hidup pada dasar perairan.

Substrat yang disukai, berpasir dan berlumpur. Pennak (1989) dalam Prihatini

(1999) menyatakan bahwa lingkungan yang disukai kerang famili Anodontidae

adalah substrat pasir atau campuran dengan material lain, namun beberapa jenis

Anodonta menyukai lumpur.

8. Oksigen terlarut (Disolved Oxigen)

Distribusi oksigen terlarut di laut dikendalikan oleh 1) pertukaran dengan atmosfir

secara difusi, 2) proses fotosintesis oleh fitoplankton oleh tumbuhan air, 3)

respirasi oleh organisme autotrof dan heterotrof serta proses perombakan bahan

(49)

BAB III

BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2009 di Muara Sungai

Asahan, Tanjung Balai, Kabupaten Asahan, yang secara geografis terletak pada

03o01’00”LU dan 99o51’30” BT.

3.2 Metoda Penelitian

Metode yang digunakan dalam penentuan lokasi sampling untuk pengambilan

sampel ikan adalah ”Purposive Random Sampling” pada 3 (tiga) stasiun pengamatan.

Pada masing-masing stasiun dilakukan 3 kali ulangan pengambilan sampel.

3.3 Deskripsi Area

Di perairan Muara Sungai Asahan ini banyak terdapat aktivitas, seperti

pelabuhan, pemukiman, daerah mangrove, dan berbagai aktivitas lain yang dapat

berpengaruh terhadap perairan.

3.3.1 Stasiun 1

Stasiun ini secara geografis terletak pada 0,3o3,33,8”LU dan 99o51’22,3” BT,

daerah ini merupakan muara berjarak 3 mil dari pantai. Denah dan lokasi penelitian

(50)

3.3.2 Stasiun 2

Stasiun ini secara geografis terletak pada 3o5’00,3”LU dan 99o50’18,1” BT

Daerah ini berjarak 4 mil dari pantai. Denah dan lokasi penelitian dapat dilihat pada

Lampiran H.

3.3.3 Stasiun 3

Stasiun ini secara geografis terletak pada 3o4’15’7”LU dan 99o50’2,6” BT.

Daerah ini berjarak 5 mil dari pantai. Denah dan lokasi penelitian dapat dilihat pada

Lampiran H.

3.4 Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kerang bulu (Anadara

inflata),contoh air dan lumpur dari setiap stasiun dan bahan-bahan kimia untuk

analisa dan pengawet sampel. Alat penelitian yang digunakan mencakup alat-alat

lapangan dan laboratorium, untuk mengambil sedimen digunakan Birge-Ekman Grab.

Adapun alat dan bahan yang digunakan untuk penelitian ini dapat dilihat pada Tabel

(51)

Tabel 3.1. Alat dan Bahan yang Digunakan dalam Penelitian

No Alat dan Bahan Dosis (%) Kegunaan Keterangan 1. Mengukur massa kerang Pemanas sampel

3.5 Metode Pengambilan Sampel

3.5.1 Kerang Bulu (Anadara inflata)

Pengambilan sampel kerang bulu dilakukan masing-masing 3 kali ulangan dan

menggunakan alat penangkap kerang (garuk), alat ini biasa digunakan oleh nelayan.

Pada setiap stasiun sebanyak 3 kali ulangan. Alat penangkap kerang (garuk)

dimasukkan ke dasar perairan, kemudian diseret sedemikian rupa, lalu ditarik ke atas

permukaan lalu disaring. Sampel kerang yang didapatkan dibersihkan dan disortir,

kemudian dimasukkan ke plastik dan diberi label. Sampel dibawa ke laboratorium

Bappedalda Sumatera Utara.

Pengukuran Cd dan Pb dalam daging kerang dilakukan di laboratorium

Bapedalda (Sumut). Kerang Bulu dicuci dan dipisahkan daging dari kulitnya. Setelah

itu ke dalam sampel daging kerang bulu ditambahkan 25 ml aqua dan 10 ml HNO3

(52)

menit atau sampai volume menjadi 10 ml dan didinginkan. Kemudian ditambahkan

HNO3 (p) sebanyak 5 ml dan HClO4 sebanyak 3 ml sampai timbul asap putih dan

filtrate jernih. Setelah asap putih timbul, teruskan pemanasan lebih kurang 30 menit,

lalu didinginkan dan disaring. Kemudian masukkan ke dalam labu ukur 50 ml sampai

tanda tera (tanda batas). Selanjutnya diukur kadar Cd dan Pb dengan AAS (Atomic

Absorption Spectrophotometer).

3.5.2 Air

Untuk pengambilan sampel air pada permukaan dilakukan dengan

menggunakan ember, sedangkan untuk pengambilan sampel air pada kedalaman 1,2

m, 1,5 m dilakukan dengan menggunakan lamnot. Panjang tali lamnot disesuaikan

dengan kedalaman yang diinginkan kemudian dimasukkan ke dalam badan air untuk

mendapatkan sampel air. Sampel air yang diperoleh dituang ke dalam botol alkohol.

Kemudian botol alkohol ditutup dan diberi label. Sampel air di bawa ke laboratorium.

Pengukuran Cd dan Pb air dilakukan di laboratorium Bapedalda (Sumut).

Pengukuran logam berat digunakan dengan metoda AAS (Atomic Absorbtion

Spectrophotometer) tipe Shimadzu, series AA-6200. Alat ini dapat mendeteksi

kandungan logam berat dalam contoh dengan batas deteksi untuk masing-masing

logam berat adalah: Cd ≥ 0.004 ppm,Pb ≥ 0,01 ppm.

3.5.3 Sedimen

Sampel lumpur/sedimen diambil dengan menggunakan eckman grabb. Alat

Gambar

Tabel 2.1.
Gambar. 2.1. Kerang bulu (Anadara inflata)
Tabel 3.1.  Alat dan Bahan yang Digunakan dalam Penelitian
Tabel 3.2.  Alat dan Satuan yang dipergunakan dalam Pengukuran Faktor Fisika/Kimia dan Biologi Perairan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kerang darah ( Anadara granosa ) merupakan salah satu biota laut yang menjadi konsumsi masyarakat sekitar perairan Teluk Lada. Kerang ini hidup di daerah sekitar pantai atau

Hasil penelitian kadar logam Cd dalam air laut Kenjeran tidak dapat terdeteksi, sedangkan untuk logam Pb mengandung kadar 0,3065-0,5182 mg/L yang melebihi batas maksimum Baku Mutu

Mengkonsumsi biota yang terkontaminasi logam berat secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama dapat menimbulkan resiko kesehatan bagi manusia Purba et al., 2014,

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada air laut Kenjeran kadar logam Cd tidak dapat terdeteksi, tetapi mengandung logam Pb sebesar 1,2246-2,0713 mg/L, dimana kadar logam tersebut

Berdasarkan hasil penelitian tentang analisis kandungan logam berat timbal (Pb) dan kadmium (Cd) pada kerang hijau (Perna viridis L.) di perairan Ngemboh Kabupaten Gresik

Hasil pengukuran kandungan logam berat Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) pada air laut, sedimen dan Anadara granosa pada masing-masing stasiun penelitian di Pantai Nongsa Kota

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kadar logam berat Hg, Pb, Cd pada sampel air laut dan kerang di Muara Cengkareng Drain hingga lokasi

Nilai logam berat pada sampel sumber air panas Terujak Parameter logam Air panas Terujak Kadar maksimum Menkes RI * Keterangan Cd 0,0972 ppm 0,005mg/L Melebihi